Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu terkait tentang penilaian tingkat kesehatan
bank ditinjau dengan menggunakan metode RGEC adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Suryono (2017) mengenai
Analisis Tingkat Kesehatan Bank (Pendekatan RGEC) pada PT Bank Rakyat
Indonesia tahun 2013-2015 menghasilkan bahwa pada periode 2013 PT. Bank
Rakyat Indonesia menunjukkan tingkat kesehatan bank yang sangat sehat,
ditunjukkan pada aspek Risk Profile yang mencakup rasio NPL sebesar 1,26% dan
LDR sebesar 88,54%. Untuk aspek Earnings yang mencakup rasio ROA sebesar
4,74% dan NIM sebesar 7,94%. Aspek Capital mencakup CAR 15,25%. Untuk
tahun 2014 menunjukkan bahwa tingkat kesehatan bank sangat sehat ditunjukkan
pada aspek risk profile yang mencakup resiko NPL sebesar 1,26% dan LDR
sebesar 81,75%. Untuk aspek Earnings yang mencakup resiko ROA 4,31% dan
NIM sebesar 12,24%. Aspek Capital mencakup CAR sebesar 13,49%. Dan untuk
tahun 2015 menunjukkan bahwa tingkat kesehatan bank sangat sehat ditunjukkan
pada aspek risk profile yang mencakup rasio NPL sebesar 1,26% dan LDR
sebesar 81,75%. Untuk Earnings yang mencakup rasio ROA 4,31% dan NIM
12,24%.
Munarohmah, dkk (2014) melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat
Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode RGEC studi pada PT Bank
11
Central Asia Tbk periode 2010-2012 penelitian tersebut menggunakan jenis
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian tersebut,
menunjukkan bahwa resiko kredit BCA sangat baik, berdasarkan dari kriteria
penetapan peringkat NPL, BCA memiliki rasio <2%. NPL BCA pada tahun 2011
merupakan tahun dimana BCA mengalami tingkat resiko paling rendah yaitu
1,26%. Pada tahun 2010 dan 2012 resiko kredit BCA mengalami peningkatan
dikarenakan banyaknya kredit yang dikategorikan macet sedangkan kredit yang
berikan mengalami peningkatan. Berdasarkan faktor permodalan yang dianalisis
dengan menggunakan resiko CAR, BCA mengalami penurunan CAR pada tahun
2010. Pada tahun 2011 CAR BCA mengalami penurunan yang signifikan
dikarenakan aset bank yang mengandung resiko mengalami kenaikan cukup besar
yang tidak diimbangi dengan kenaikan total modal yang cukup besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Pramana dan Artini (2016) tentang
Analisis Tingkat Kesehatan Bank (Pendekatan RGEC) pada PT. Bank Danamon
Indonesia Tbk menunjukkan bahwa selama periode 2011 sampai 2014 bank
Danamon selalu mendapat peringkat 1 yang berarti sangat sehat. Perhitungan
rasio NPL dan LDR menggambarkan bank telah mengelola resikonya dengan
sangat baik. Penilaian GCG menunjukkan tata kelola perusahaan telah dilakukan
dengan baik. Perhitungan ROA dan NIM menunjukkan kemampuan bank dalam
dalam mencapai laba yang tinggi. Perhitungan CAR selalu diatas batas minimum
Bank Indonesia dianggap mampu dalam mengelola permodalannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Korompis, dkk (2015) mengenai
perbandingan tingkat kesehatan bank berdasarkan metode RGEC pada PT Bank
12
Rakyat Indonesia Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk tahun 2012-2014 menunjukkan
bahwa Bank BRI dan Bank Mandiri pada tahun tersebut berada pada tingkat
kesehatan yang berbeda. Faktor Risk Profile dinilai melalui NPL dan LDR. Pada
rasio NPL Bank BRI unggul dengan nilai mean sebesar 1,67% dan memperoleh
predikat sangat sehat sedangkan untuk Bank Mandiri memperoleh sebesar 2,04%
dengan predikat sehat. Untuk rasio LDR, Bank Mandiri unggul diatas Bank BRI
dengan nilai mean 80,88% dan bank BRI sebesar 83,35%. Melalui dua resiko
tersebut dapat dikatakan kedua bank mampu untuk mengelola resiko kredit dan
juga resiko likuiditas dengan sangat baik. Faktor Earnings yang penilaiannya
dilakukan dengan ROA menunjukkan selama tahun 2012-2014 keuntungan yang
diperoleh Bank BRI cenderung menurun, sedangkan untuk Bank Mandiri
berfluktuasi. Namun demikian, Bank BRI tetap unggul dibandingkan dengan
Bank Mandiri dengan perolehan nilai mean ROA yang lebih tinggi yakni 4,97%
dibandingkan dengan Bank Mandiri yang hanya memperoleh sebesar 3,59%.
Dengan nilai rasio tersebut maka pada aspek Earnings kedua bank dinyatakan
sangat sehat. Dengan menggunakan indikator CAR, peneliti membuktikan bahwa
baik Bank BRI maupun Bank Mandiri memiliki faktor Capital yang baik, yakni
diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%.
Penelitian yang dilakukan oleh Paramartha dan Darmayanti (2017)
menyatakan bahwa bank Mandiri selama periode 2013-2015 memperoleh predikat
sangat sehat. Dengan melakukan penelitian deskriptif dan pendekatan kuantitatif.
Variabel Risk Profile diukur dengan menggunakan rasio NPL dan LDR. GCG
dilakukan dengan penilaian self assesment dari perusahaan. Earning diukur
13
dengan menggunakan rasio ROA dan NIM serta Capital dengan menggunakan
CAR.
Penelitian yang dilakukan oleh Lisa (2017) mengenai analisis tingkat
kesehatan bank dengan menggunakan metode RGEC pada PT Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk menyatakan bahwa secara keselurahan dapat dikatakan
sehat namun masih terdapat rasio yang kurang baik yaitu LDR dimana nilai dari
LDR bank sangat tinggi. Berdasarkan faktor GCG menunjukkan bank telah
melakukan penerapan prinsip GCG dengan baik. Kemudian faktor Rentabilitas
menunjukkan penurunan nilai ROA diatas 1,5% sehingga dapat dikategorikan
bank yang sehat. Berdasarkan faktor permodalan dengan nilai rasio diatas
minimum yang ditetapkan Bank Indonesia menunjukkan kecukupan modal PT
Bank Tabungan Negara Tbk sangat baik.
Kesimpulan dari seluruh penelitian terdahulu adalah rata-rata perbankan di
Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta telah memiliki kredibilitas
perusahaan yang cukup baik. Terbukti dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menunjukkan bahwa bank milik pemerintah sudah dalam kondisi
sangat sehat. Namun, terdapat temuan yang menyebutkan bahwa pada beberapa
aspek kondisi perbankan tidak cukup stabil seperti yang disebutkan pada
penelitian Lisa (2017) pada rasio Loan to Deposite Ratio bank BTN mendapat
nilai yang sangat tinggi sehingga berada pada peringkat kurang baik. Sedangkan
untuk bank milik swasta tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara bank
milik pemerintah dengan milik swasta.
14
B. TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
1. Kesehatan Bank
1. Pengertian Kesehatan Bank
Menurut Nuritomo (2014) pengertian kesehatan bank dapat
diartikan sebagai kemampuan bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi kewajiban
dengan baik sesuai peraturan perbankan yang berlaku. Terdapat
beberapa pemahaman mengenai pengertian Corporate Governance
yang dikeluarkan menurut para ahli, namun pada dasarnya pengertian
tersebut merujuk pada satu maksud dan pengertian yang sama.
Corporate Governanceadalah suatu proses dan struktur yang
diguanakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka waktu panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder, berdasarkan peraturan perundang-undangan
dengan nilai etika. (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-
MBU/2002)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance bank umum, Corporate
Governancemerupakan salah satu tata kelola bank yang menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggung jawaban,
independensi dan kewajaran.
15
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governanceadalah sistem tata kelola perusahaan yang
dirancang untuk meningkatkan mutu dan kualitas kinerja perusahaan,
melindungi kepentingan stakeholder dan meningkatkan kepatuhan
terhadap perundang-undangan dan nilai yang berlaku secara umum.
Good Corporate Governancedapat mendorong terciptanya pola
manajemen yang bersih, transparan, dan profesional.
PenerapanCorporate Governancejuga dapat menjadi nilai tambah untuk
menarik minat para investor.
2. Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian terhadap faktor Good Corporate Governance merupakan
penilaian yang dilakukan terhadap kualitas manajemen bank atas
pelaksanaan prinsip GCG. Menurut SE BI No. 9/12/DPNP tanggal 30
Mei 2007, penilaian terhadap pelaksanaan prinsip GCG paling tidak
harus memenuhi dan fokus terhadap 11 faktor penilaian tingkat
kesehatan Good Corporate Governance yang terdiri dari:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dewan komisaris
Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dewan komisaris ini
bertujuan untuk menilai kecukupan komposisi anggota dewan
komisaris, menilai efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggungjawab dewan komisaris dan menilai kepatuhan
anggota dewan komisaris terhadap ketentuan dan perundang-
undangan yang berlaku. Dengan menilai pelaksanaan tugas dan
16
tanggungjawab dewan komisaris diharapkan bank dapat
mematuhi segala peraturan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sehingga dewan komisaris dapat melaksanakan tugas
dan tanggungjawab secara efektif.
b. Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab direksi
Penilaian pelaksanaan tugas dan tanggungjawab direksi
bertujuan untuk menilai kecukupan komposisi anggota direksi,
menilai efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
direksi dan menilai kapatuhan direksi terhadap ketentuan dan
perundangan yang berlaku. Dengan menilai pelaksanaan tugas
dan tanggungjawab direksi diharapkan bank dapat mematuhi
segala peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
sehingga direksi dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab
secara efektif.
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
Penilaian kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
bertujuan untuk menilai kecukupan struktur komite, menilai
efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawab komite dan
menilai efektifitas pelaksanaan rapat komite.
d. Penanganan benturan kepentingan
Penilaian penanganan benturan kepentingan bertujuan
untuk menilai efektivitas pengelolaan benturan kepentingan
17
serta dampak benturan kepentingan tersebut terhadap
profitabilitas bank.
e. Penerapan fungsi kepatuhan
Penilaian penerapan fungsi kepatuhan bertujuan untuk
menilai tingkat kepatuhan bank terhadap ketentuan Bank
Indonesia dan menilai tersedianya sumber daya manusia yang
memadai agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif.
f. Penerapan fungsi audit intern
Penilaian penerapan fungsi audit intern bertujuan untuk
menilai efektifitas pelaksanaan tugas audit intern bank dalam
menciptakan bank yang sehat dan mampu berkembang secara
wajar.
g. Penerapan fungsi audit ekstern
Penilaian terhadap fungsi audit ekstern bertujuan untuk
menilai efektifitas pelaksanaan audit oleh Akuntan Publik.
h. Penerapan manajemen resiko termasuk sistem pengendalian
intern
Penilaian penerapan manajemen resiko termasuk sistem
pengendalian intern bertujuan untuk menilai efektifitas dan
kecukupan penerapan manajemen resiko sesuai dengan tujuan,
ukuran dan kompleksitas usaha bank serta resiko yang diterima.
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposure)
18
Penilaian penyediaan dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar bertujuan untuk menilai penerapan
prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana kepada pihak
terkait dan penyediaan dana besar dan menilai independensi
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyediaan
dana khususnya kepada pihak terkait penyediaan dana besar.
j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank,
laporan pelaksanaan Good Corporate Governance dan
pelaporan internal
Penilaian transparansi kondisi keuangan dan non keuangan
bank, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal
bertujuan untuk menilai ketepatan waktu dan cakupan
informasi keuangan dan non-keuangan yang disampaikan
kepada publik, menilai efektifitas pengelolaan informasi
produk dan jasa bank serta pengelolaan pengaduan nasabah,
menilai kecukupan laporan pelaksanaan GCG secara lengkap,
akurat, kini dan tepat waktu dan juga menilai keandalan Sistem
Informasi Manajemen bank.
k. Rencana strategis bank
Penilaian rencana strategis bank bertujuan untuk menilai
kesesuaian rencana strategis bank dengan visi misi bank serta
menilai kematangan penyusunan rencana bisnis bank.
19
3. Metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance,
Earning, Capital)
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP
tanggal 25 Oktober 2011 mengenai penilaian tingkat kesehatan bank
umum terdapat beberapa prinsip umum sebagai landasan tingkat
kesehatan bank yang meliputi:
a. Berorientasi pada resiko
Penilaian tingkat kesehatan bank didasarkan pada resiko-
resiko dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja perusahaan.
Hal ini dapat dilakukan melalui identifikasi faktor internal dan
eksternal yang berkemungkinan meningkatkan resiko dan
mempengaruhi kinerja keuangan perbankan.
b. Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indikator dalam faktor tingkat
kesehatan bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik
dan kompleksitas usaha. Parameter/indikator tingkat kesehatan
bank menurut Surat Edaran BI merupakan standar minimum
yang wajib digunakan dalam menilai kesehatan suatu bank.
c. Materealitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materealitas dan signifikansi
dalam faktor tingkat kesehatan suatu bank serta signifikansi
parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor
20
dalam menyimpulkan hasil penelitian dan menetapkan
peringkat faktor.
d. Komprehensif dan Terstruktur
Penilaian dilakukan sistematis dan menyeluruh kemudian
difokuskan pada masalah utama perbankan. Analisis dilakukan
secara terintergrasi.
Bank Indonesia telah menetapkan kriteria kesehatan bank dan
parameternya yaitu diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 yang terdiri dari Capital (Modal), Aset Quality (Kualitas
Aset), Management (manajemen), Earnings (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas),
dan juga Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap faktor resiko) yang
kemudian diubah menjadiPeraturan Bank Indonesia no. 13/PBI/2014 mengenai
tingkat kesehatan bank. Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode RGEC
dimana komponen-komponen yang terkandung dianalisis secara komprehensif
dan terstruktur dengan memperhatikan matrealitas dan signifikansi masing-
masing yang ditetapkan menjadi peringkat komposit. Peringkat komposit di
dapatkan melalui hasil perhitungan dalam penilaian tingkat kesehatan bank,
peringkat ini lah yang akan mencerminkan tingkat kesehatan suatu perusahaan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 ayat 9 telah menetapkan
indikator untuk peringkat komposit yang terbagi menjadi lima dimana masing-
masing peringkat terdiri dari:
21
Tabel 2.1. Peringkat Komposit
Peringkat Komposit Keterangan
PK-1 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat
sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya.
PK-2 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat
sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor
eksternal lainnya.
PK-3 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup
sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya.
PK-4 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang
sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya.
PK-5 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya.
Sumber: Peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011
22
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No 13/24/DPNP Tanggal 25
Oktober 2011 bank wajib melakukan penilaian secara individual dengan
menggunakan pendekatan resiko(RGEC) yang mencakup empat komponen yaitu:
a.) Risk Profile (Profile Resiko)
Penilaian faktor profil resiko merupakan penilaian terhadap resiko
inhern dan kualitas penerapan manajemen resiko dalam operasional bank
yang dilakukan untuk delapan resiko yang digunakan yaitu resiko kredit,
resiko pasar, resiko likuiditas, resiko operasional, resiko hukum, resiko
stratejik, resiko kepatuhan dan juga resiko reputasi. Resiko kredit adalah
resiko akibat kegagalan debitur atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban pada pihak bank. Pada umumnya resiko kredit terdapat pada
seluruh kegiatan bank yang bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana. Resiko
kredit juga dapat disebabkan karena terkonsentrasinya penyediaan dana
pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan dan lapangan
usaha tertentu.
b.) Good Corporate Governance (GCG)
Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia
mengenai pelaksanaan GCG bagi bank umum dengan memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Penilaian pelaksanaan GCG
bank mempertimbangkan faktor-faktor penilaian GCG secara
komprehensif dan terstruktur mencakup governance structure, governance
23
process dan juga governance outcome. Untuk meningkatkan kinerja
perusahaan serta meningkatan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku
pada industri perbankan, maka bank harus melaksanakaan kegiatan usaha
dengan berpedoman pada prinsip GCG. Prinsip GCG sesuai dengan Surat
Edaran Bank Indonesia BI No. 15/15/DPNP tahun 2013 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance, maka bank diwajibkan
melaksanakan self asessment (penilaian sendiri) terhadap pelaksanaan
GCG dengan berlandaskan 5 prinsip dasar yaitu transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. Nilai
komposit GCG membantu peniliti untuk melihat kondisi GCG bank.
c.) Rentabilitas
Rentabilitas adalah salah satu penilaian kesehatan bank dari aspek
laba. Beberapa indikator penilaian rentabilitas adalah ROA, ROE, NIM
dan juga BOPO. Rentabilitas yang meningkat menandakan efisiensi
perusahaan dalam menghasilkan laba dan hal ini menandakan kondisi
perbankan yang sehat (Martono, 2003:89). Menurut Kumar dan Sharma
(2014), kualitas laba menentukan profitabilitas dan produktivitas bank, dan
dapat menjelaskan mengenai pertumbuhan dan keberlanjutan dalam
kapasitas laba masa depan.
d.) Permodalan
Modal bank merupakan dana yang diinvestasikan oleh pemilik
dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai
kegiatan usaha bank di samping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan
24
oleh moneter (Taswan, 2010:2014). Faktor atas penilaian permodalan
meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan
pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan, bank harus
mengacu pada ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang
mengatur tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPPM) bagi
bank umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan
permodalan, bank wajib mengaitkan kecukupan modal dengan profil
resiko bank. Semakin tinggi resiko maka semakin besar pula modal yang
harus disediakan sebagai langkah antisipasi terhadap resiko tersebut.