Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Konflik
Secara leksikal kata konflik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah kata benda (noun) yang berarti percekcokan, perselisihan, atau
pertentangan.1 Kata konflik merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris
conflict yang memiliki pengertian “a serious disagreement or argument,
typically a protracted one”,2 yaitu ketidaksepakatan atau pertengkaran serius,
biasanya berlarut-larut. Definisi lain dari kata conflict adalah “strong
disagreement between people, groups, etc., that results in often angry
argument,”3 yaitu ketidaksepakatan yang kuat antar orang, kelompok, dan
lain-lain, yang sering menimbulkan gejolak pertengkaran. Senada dengan
beberapa definisi tersebut, konflik menurut Fisher adalah hubungan antara
dua pihak atau lebih baik individu maupun kelompok yang merasa memiliki
sasaran sasaran yang tidak sejalan.4
Menurut Wirawan konflik adalah perbedaan persepsi mengenai
kepentingan yang terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif. Selama masih
ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi.5
Sumartias dan Rahmat merangkum pendapat Marx, Dahrendorf, Simmel, dan
1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konflik. Diakses pada, 29 September 2017. 2 https://en.oxforddictionaries.com/definition/conflict. Diakses pada, 29 September 2017. 3https://www.merriam-webster.com/dictionary/conflict. Diakses pada, 29 September 2017. 4 Fisher S., et al, Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Bertindak, Jakarta, The British Council Indonesia, 2000. Hal. 4. 5 Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika. 2010. Hal. 1-2.
20
Coser menyatakan bahwa konflik adalah pertentangan antara satu individu
dengan individu lain, atau antara satu kelompok dengan kelompok lain.6
1. Sebab dan Akibat Konflik
Konflik merupakan fenomena yang tak dapat dihindarkan
(invitable phenomenon) dalam kehidupan manusia karena ia memang
merupakan bagian yang inheren dari eksistensi manusia sendiri. Mulai
dari tingkat mikro, interpersonal sampai pada tingkat kelompok,
organisasi, komunitas dan negara, semua hubungan manusia, hubungan
sosial, hubungan ekonomi, hubungan kekuasaan, dan lain-lain,
mengalami perkembangan, perubahan dan konflik. Konflik muncul dari
ketidakseimbangan dalam hubungan-hubungan tersebut, misalnya
ketidakseimbangan dalam status sosial, kekayaan dan akses terhadap
sumber-sumber serta ketidakseimbangan dalam kekuasaan yang
mengakibatkan munculnya berbagai problematika seperti diskriminasi,
pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kriminalitas. Setiap tingkat
atau level berkaitan dengan tingkat-tingkat lainnya membentuk rantai
kekuatan yang potensial baik untuk perubahan yang konstruktif maupun
kekerasan yang destruktif.7
Lewis Coser sependapat dengan George Simmel yang
menyatakan bahwa ada keagresifan atau permusuhan dalam diri orang
(hostile feeling). Hostile feeling merupakan unsur dasar konflik, tetapi
Coser tidak berhenti hanya kepada unsur hostile feeling. Bagi Coser
6 Suwandi Sumartias dan Agus Rahmat, “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Konflik Sosial”, Jurnal Penelitian Komunikasi, Vol. 16 No. 1, Juli 2013, Hal. 15. 7 Fisher S., et al, Loc.cit.
21
hostile feeling belum tentu menyebabkan konflik terbuka (overt conflict),
sehingga Coser menambahkan unsur perilaku permusuhan (hostile
behavior). Perilaku permusuhan (hostile behavior) inilah yang
menyebabkan masyarakat mengalami situasi konflik.8
Menurut Johnson (1986), sebagaimana dikutip oleh Sumartias
dan Rahmat, konflik dapat dilihat dari segi positif dan negatif. Dari segi
positif, konflik dapat mendinamisasikan kelompok kelompok dalam
masyarakat. Konflik dapat memacu terjadinya kompetisi yang sehat,
orang berupaya untuk menjadi lebih baik dari yang lainnya. Konflik bisa
menjadi tahap awal perubahan sosial. Dari segi negatif, konflik
merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi. Konflik yang sengit
dapat memicu perselisihan dan permusuhan yang tajam, yang
mengganggu suasana antarkelompok dalam masyarakat.9 Selaras dengan
pandangan tersebut, menurut Wahyudi konflik dapat berakibat negatif
maupun positif, tergantung pada cara mengelola konflik tersebut. Akibat
negatif dan positif dari konflik adalah sebagai berikut:10
a. Akibat Negatif
1) Menghambat komunikasi.
2) Mengganggu kerjasama atau team work.
8 Novri Susan, Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, Jakarta, Kencana, 2009, Hal. 54. 9 Suwandi Sumartias dan Agus Rahmat, “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Konflik Sosial”, Jurnal Penelitian Komunikasi, Vol. 16 No. 1, Juli 2013, Hal. 15. 10 Andri Wahyudi, “Konflik, Konsep Teori, dan Permasalahan,” Jurnal Publicana, Vol 8, No 1, 2015. Hal. 10.
22
3) Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan
produksi.
4) Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
5) Individu atau personil mengalami tekanan (stress), mengganggu
konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri,
frustasi, dan apatisme.
b. Akibat Positif
1) Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
2) Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3) Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan
perbaikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program,
bahkan tujuan organisasi.
4) Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
5) Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan
pendapat.
2. Tahapan Konflik
Fisher menjelaskan tahap-tahap proses terjadinya konflik sebagai
berikut:11
a. Pra konflik, adalah periode pada saat terdapat suatu ketidaksesuaian
sasaran antara dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik.
b. Konfrontasi, memperlihatkan satu tahap pada saat konflik mulai
terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin
11 Fisher S., et al, Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Bertindak, The British Council Indonesia, Jakarta, 2000. Hal. 19.
23
para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku
konfrontatif lainnya.
c. Krisis, adalah puncak dari konflik. Tahap ketika konflik pecah
menjadi bentuk aksi-aksi kekerasan yang dilakukan secara intens
dan massal.
d. Pasca konflik, adalah situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri
berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan
hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua belah pihak.
Tidak jauh berbeda dengan Fisher, pandangan lain yang tentang
tahapan-tahapan konlik dikemukakan oleh Wirawan sebagai berikut:
3. Kategorisasi Konflik
Lewis Coser membagi konflik menjadi dua tipe atau bentuk dasar
konflik yaitu tipe realistis dan tipe non realistis.12
a. Tipe realistis adalah konflik yang memiliki sebab konkret atau
bersifat materiil, seperti perebutan sumber daya ekonomi, alam,
maupun wilayah. Konflik realistik selalu diarahkan pada objek
konflik yang sebenarnya, sehingga konflik dapat berhenti ketika
tujuan telah tercapai.
b. Tipe non realistis adalah konflik yang disebabkan oleh keinginan
yang tidak rasional dan cenderung bersifat idiologis atau immaterial,
seperti isu identitas atau etnis, agama, dan kelompok-kelompok
sektarian. Konflik nonrealistik tidak mengarah pada objek konflik
12 Novri Susan, op.cit.,Hal.60.
24
melainkan pada faktor-faktor penentu konflik sehingga tidak
berorientasi pada hasil tertentu. Konflik non realistis tidak peduli
pada penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab
konflik tetapi lebih pada bagaimana mengalahkan lawan.
Dari dua tipe koflik tersebut, tipe non realistis paling sulit untuk
menemukan resolusi konflik, konsensus dan perdamaian. Meskipun
demikian, dalam tiap kasus konflik yang terjadi sangat mungkin tipe
realistis dan non realistis muncul secara bersamaan sehingga konflik
tersebut berakibat pada situasi yang lebih kompleks.13
Adapun berdasarkan posisi pelaku konflik, Wirawan membagi
jenis konflik menjadi dua, yaitu:14
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara elite dan massa
(rakyat). Elit yang dimaksud adalah aparat militer, pusat pemerintah
ataupun kelompok bisnis. Hal yang menonjol dalam konflik vertikal
adalah terjadinya kekerasan yang biasa dilakukan oleh pemerintah
terhadap rakyat.
b. Konflik horizontal, adalah konflik terjadi di kalangan massa atau
rakyat sendiri, antara individu atau kelompok yang memiliki
kedudukan yang relatif sama. Artinya, konflik tersebut terjadi antara
individu atau kelompok yang memiliki kedudukan relatif sederajat,
tidak ada yang lebih tinggi dan rendah.
13 Loc.cit. 14 Wirawan, op.cit., Hal. 10.
25
Konflik itu timbul akibat terjadi perbedaan-perbedaan
kepentingan dalam kehidupan individu, kelompok dan masyarakat.15
Pertentangan kehidupan masyarakat akan menimbulkan konflik sosial
dalam berbagai keadaan. Keadaan sumber konflik ini tidak terlepas dari
situasi kehidupan masyarakat baik sumber konflik horizontal maupun
vertikal.16
Dalam aktivitas komunikasi sering timbul perbedaan antar
masyarakat, karena proses sosialisasi dalam masyarakat ini lahir
perbedaan yang mendasar dalam masyarakat. Penduduk asli merasa
dirinya lebih kuat dan hebat sehingga menekan masyarakat lain sebagai
pendatang di lingkungan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Akibat
penekanan yang demikian maka konflik terhadap kegiatan komunikasi
dapat timbul secara tidak langsung di masyarakat.17
B. Tinjauan Tentang Krisis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata krisis adalah kata
sifat (adjective) yang memiliki beberapa arti yaitu (1) keadaan yang
berbahaya (dalam menderita sakit); parah sekali; (2) keadaan yang genting;
kemelut; (3) keadaan suram (tentang ekonomi, moral, dan sebagainya).18
Kata krisis merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris crisis yang
didefinisikan dengan “a time of intense difficulty or danger,” yaitu suatu
15 Ridwan Usman. Konflik dalam Persfektif Komunikasi: Suatu Tinjauan Teoretis, Mediator, Vol 2, No. 1, 2001, Hal. 34. 16 Ibid., Hal. 36. 17Loc.cit.. 18 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/krisis. Diakses pada, 29 September 2017.
26
masa yang sangat sulit atau berbahaya.19 Definisi lain menyatakan crisis
adalah “a difficult or dangerous situation that needs serious attention,”20
yaitu situasi yang sulit atau berbahaya yang membutuhkan perhatian serius.
Haywood secara sederhana mendefinisikan krisis sebagai “keadaan
darurat (emergency)” yang berbahaya bila tidak dihadapi secara serius. Suatu
krisis menandakan sebuah organisasi dalam keadaan sakit berat atau antara
hidup dan mati.21 Menurut Barton, sebagaimana dikutip Ngurah Putra, krisis
adalah peristiwa besar tak terduga yang secara potensial berdampak negatif
baik terhadap perusahaan maupun publik.22 Peristiwa ini cukup berpotensi
untuk merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan organisasi,
kondisi keuangan dan reputasi perusahaan. Krisis dapat mengancam rasa
aman, kelayakan dan nilai-nilai sosial publik, bersifat merusak baik secara
aktual maupun potensial bagi organisasi.23
Krisis adalah masa gawat atau saat genting, di mana situasi tersebut
dapat merupakan masa baik atau sebaliknya.oleh karena itu masa krisis
adalah momen-momen tertentu. Apabila krisis ditangani dengan baik dan
tepat waktu, momen mengarah pada situasi membaik, dan sebaliknya apabila
tidak segera ditangani, krisis mengarah pada situasi memburuk, bahkan dapat
berakibat fatal.24
19 https://en.oxforddictionaries.com/definition/crisis. Diakses pada, 29 September 2017. 20 https://www.merriam-webster.com/dictionary/crisis. Diakses pada, 29 September 2017. 21 Haywood dalam Emeraldy Chatra dan Rulli Nasrullah, Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, 2008. Hal. 5 22 I Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya 1999. Hal. 84. 23 Lena Satlita, “Strategi Komunikasi dalam Menangani Krisis Organisasi”, Jurnal Efisiensi, No. 2, Vol. V, Agustus 2005. 24 Soleh Soemirat dan Elvinaro, op.cit., Hal. 181
27
1. Ciri-ciri Krisis
Rhenald Kasali menunjukkan ciri-ciri krisis sebagaimana tabel di
bawah ini:25
Keadaan Fisik Tidak terurus, lampu redup, toilet kotor, mobil tua, seragam petugas lama tidak diganti, pabrik bekerja di bawah titik optimal dan lain-lain.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Malas, datang dan pulang seenaknya, pemimpin jarang hadir, banyak terlihat tidak bekerja dan kongko-kongko. Tenaga yang berkualitas sudah resign.
Produk Andalan Hampir tidak ada. Hanya menyelesaikan yang sudah ada saja. Banyak retur dan defect.
Konflik Hampir setiap hari terdengar, perasaan resah di mana-mana.
Energi Hampir tidak ada Demo Karyawan Tinggi, rasa takut terkena PHK. Proses Hukum Meningkat dan datang dari mana-mana. Bagian Keuangan Hidup dalam suasana stress. Dikejar tagihan-
tagihan yang tak terbayar dan oleh debt collector
Tabel 2.1: Ciri-ciri Krisis
2. Tahapan Krisis
Menurut Steven Fink, sebagaimana dikutip oleh Rhenald Kasali,
terdapat empat tahapan krisis sebagai berikut :26
a. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan
masih bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini bukan
pada tahap krisis sudah kronis (meledak),melainkan krisis sudah
mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut juga warning
stage, karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-
25 Rhenald Kasali, Change!. Jakarta, Gramedia, 2005. Hal. 89. 26 Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafisi, 1994, Hal.. 227-230.
28
simtom yang harus segera diatasi. Ada tindakan yang musti
dilakukan supaya krisis tidak menjadi akut. Tahap prodromal
biasanya muncul dalam salah satu dari tiga bentuk ini, yaitu jelas
sekali, samar-samar, dan tidak terlihat.
b. Tahap Akut
Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan orang menyadari krisis
sudah terjadi. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis
pada tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan
yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini. Kecepatan
ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan,
sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya
permasalahan.
c. Tahap Kronis
Pada tahap ini sisa krisis kelihatan. Ini merupakan tahap untuk
melakukan pemulihan dan analisa diri. Ada langkah-langkah
yang dilakukan, seperti pergantian manajemen, perusahaan
struktur perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap
kronis adalah tahap terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan
seorang krisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki
keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan
penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.
k
p
p
p
27 Ibid., 226
d. Tah
Tah
terak
berl
dala
berh
Krisi
keadaan sem
proses peny
penyembuha
prodromal. S
.
ap Resolusi
ap ini adala
khir dari 4 t
alu, crisis
am kasus-ka
henti begitu
is umumny
mula (prod
yembuhan (t
annya tidak
Steven Fink
Gambar
i (Penyembu
ah tahap pe
tahap krisis
manager t
asus krisis
saja pada t
ya berbentuk
dromal stag
tahap resolu
k tuntas be
k menggamb
r 2.1: Tahap
uhan)
enyembuhan
s. Meski ben
tetap perlu
menunjuka
ahap ini.
k siklus yan
ge). Bila p
usi) tidak d
enar, ia ak
barkan siklu
pan Siklus P
n (pulih kem
ncana besar
u berhati-ha
an bahwa k
ng akan me
pasien yang
apat menah
kan kembal
us krisis seb
Proses Krisi
mbali) dan
r dianggap s
ati, karena
krisis tidak
embawa kem
g sedang d
han diri, dan
li lagi ke
bagai beriku
is
29
tahap
sudah
riset
akan
mbali
dalam
n bila
tahap
ut:27
30
Tidak semua krisis berkembang dalam empat tahap tersebut.
Cukup banyak krisis yang melompat dari tahap prodomal langsung ke
tahap penyelesaian. Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah lebih
dari empat. Adalah tugas manajemen krisis untuk mencegah terjadinya
suatu krisis, dan seandainya tidak dapat lagi tercegahkan, adalah
tugasnya pula untuk secepat mungkin menghalaunya masuk ketahap
penyelesaian.
3. Kategorisasi Krisis
Shrivasta dan Mitroff membagi krisis menjadi empat kategori
berdasarkan penyebab krisis yang dikaitkan dengan tempat krisis.28
TEKNIS/EKONOMIS I N T E R N A L
Sel 1 Sel 2 E K S T E R N A L
Kecelakaan kerja Kerusakan produk Kemacetan computer Informasi yang rusak/hilang
Perusakan lingkungan yang meluas
Bencana Alam Hostile Takeover Krisis Sosial Kerusakan sistem berskala
luas Sel 3 Sel 4
Kegagalan beradaptasi / melakukan perubahan
Sabotase oleh orang dalam Kemacetan organisasional On-site product tampering Aktivitas illegal Penyakit karena pekerjaan
Symbolic projection Sabotase orang luar Teroris, penculikan
eksekutif Off site product tempering Counterfeiting (pemalsuan)
MANUSIA/ORGANISATIONAL/SOSIAL
Tabel 2.2: Empat Kategori Krisis
28 I Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Ngurah Putra, 1999: 90
31
Dari sisi penyebab krisis dikategorikan dua: pertama, teknis dan
ekonomis, meliputi Sel 1 dan Sel 2 ; kedua, manusia, organisasional, dan
sosial, meliputi Sel 3 dan Sel 4. Dari sisi tempat krisis berasal
dikategorikan menjadi dua, yaitu pertama, internal, meliputi Sel 1 dan
Sel 3; kedua, ekternal, meliputi Sel 2 dan Sel 4. Lebih lanjut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Krisis Teknis dan Ekonomis
Penyebab krisis ini berasal dari faktor eksternal dan internal
sebagai berikut:
1) Faktor internal krisis teknis dan ekonomis, antara lain;
kecelakaan kerja, kerusakan produk, kemacetan komputer, dan
informasi yang rusak/hilang.
2) Faktor eksternal krisis teknis dan ekonomis, antara lain;
kerusakan lingkungan yang meluas, bencana alam, Hostile
Takeover, Krisis Sosial, dan kerusakan sistem berskala luas.
b. Krisis Manusia, Organisasional, dan Sosial
Krisis ini dapat disebabakan oleh faktor internal dan
eksternal sebagai berikut:
1) Faktor internal antara lain kegagalan beradaptasi / melakukan
perubahan, sabotase oleh orang dalam, kemacetan
organisasional, on-site product tampering, aktivitas illegal, dan
penyakit karena pekerjaan.
32
2) Faktor eksternal antara lain symbolic projection, sabotase orang
luar, teroris, penculikan eksekutif, off site product tempering,
dan counterfeiting (pemalsuan).
Pendapat lain tentang pengkategorian krisis berdasarkan pada
penyebab terjadinya dikemukakan oleh Otto Lerbinger sebagai berikut:29
a. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era pascaindustri ini
makin banyak koorporasi yang tergantung pada kemajuan dan
keandalan teknologi, sehingga bilamana teknologinya gagal maka
akibatnya bagi masyarakat sangat dahsyat.
b. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena
gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap korporasi.
c. Krisis tindak kejahatan (crisis of maleviolence). Krisis timbul
sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-
kelompok terorganisasi.
d. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures). Krisis
muncul karena terjadinya salah urus dan penyalahgunaan kekuasaan
oleh kelompok-kelompok yang diberi kewenangan khusus.
e. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to the
organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis terutama dapat
berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger perusahaan.
29 Lena Satlita, loc.cit.
33
Adapun menurut Claudia Reinhardt, sebagaimana dikutip oleh
Morissan, terdapat tiga tipe krisis berdasarkan pada kategori waktu
terjadinya krisis:30
a. Krisis bersifat segera (immediate crises)
Tipe krisis terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak
diharapkan sehingga tidak ada waktu untuk melakukan riset dan
perencanaan, misalnya pesawat jatuh, eksekutif penting meninggal,
kebakaran, gempa bumi, serangan bom, produk yang tercemar,
penembakan di tempat kerja oleh karyawan yang baru di phk dan
sebagainya. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus terlebih dahulu
pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum
(general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang
bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik dan
penundaan dalam menangani krisis yang muncul.
b. Krisis baru muncul (emerging crises)
Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi humas untuk
melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis
dapat meledak jika terlalu lama ditangani. Contoh : munculnya
ketidakpuasaan di kalangan karyawan, semangat karyawan yang
rendah, pelecehan seksual di tempat kerja, penyalahgunaan jabatan
dan sebagainya. Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis
30 Morissan, Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional, Ramdina Prakarsa, Bandung, 2006. Hal. 154
34
jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil
tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan kritis.
c. Krisis bertahan (sustained crises)
Krisis bertahan adalah krisis yang tetap muncul selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan
upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi
untuk mengatasinya. Contoh : rumor atau spekulasi mengenai
perusahaan yang menyebar dari mulut ke mulut dan disebarluaskan
oleh media massa yang kesemuanya di luar k]ontrol praktisi humas.
Walaupun telah berkali-kali dibantah pihak perusahaan namun
upaya itu belum juga berhasil. Rumor dan isu terus beredar. Contoh
: isu atau rumor mengenai pemutusan hubungan kerja besar-besaran
di perusahaan atau rumor yang menimpa perusahaan AS, Procter &
Gamble, yang diisukan sebagai perusahaan ‘pemuja setan’ karena
logo perusahaan dianggap sebagai simbol setan.
C. Hubungan antara Konflik dan Krisis
Antara konflik dan krisis memiliki hubungan sangat erat. Krisis
merupakan bagian dari tahapan konflik.. Dalam tahapan konflik, mulai dari
pra krisis, konfrontasi, krisis, dan pasca krisis, menurut Fisher krisis
merupakan puncak dari tahapan konflik.31 Ketika tahap konfrontasi tidak
terselesaikan dengan baik maka akan meningkat pada tahap krisis.
31 Fisher S., et al, op.cit. Hal. 19.
35
Menurut Kriyantono, relasi yang buruk antara organisasi dan publik
(masalah pada industrial relations dan community relations) dapat
merangsang terjadinya konfrontasi yang akhirnya memicu krisis. Ini terjadi
bila publik mengekspresikan kemarahannya (publik outrage) karena
ketidakpuasan terhadap operasi organisasi sehari-hari. Termasuk disini adalah
krisis yang disebabkan opini publik yang negatif terhadap organisasi.32
Sejalan dengan pandangan tersebut, menurut Rhenald Kasali, konflik
yang hampir setiap hari terdengar dan perasaan resah dimana-mana, juga
merupakan salah satu dari ciri-ciri perusahaan mengalami krisis.33 Berbagai
pandangan tersebut menunjukkan bahwa konflik berkaitan erat dengan krisis.
Dengan demikian manajemen krisis dapat diterapkan sebagai upaya untuk
mengantisipasi, menangani, dan menanggulangi krisis yang timbul dari
konflik.
32 Rachmat Kriyantono, Public Relations, Issue & Crisis Management, Jakarta: Prenamedia Group, 2015. Hal. 206. 33 Rhenald Kasali, Change!, Jakarta, Gramedia, 2005, Hal. 89.
36
Gambar 2.2: Hubungan Konflik dan Krisis
D. Tinjauan tentang Manajemen Krisis
Menurut Haywood, sebagaimana dikutip oleh Chatra dan Nasrullah,
krisis merupakan “keadaan darurat (emergency)” yang berbahaya bila tidak
dihadapi secara serius. Suatu krisis menandakan sebuah organisasi dalam
keadaan sakit berat atau antara hidup dan mati.34 Apabila krisis ditangani
dengan baik dan tepat waktu, momen mengarah pada situasi membaik, dan
sebaliknya apabila tidak segera ditangani, krisis mengarah pada situasi
memburuk, bahkan dapat berakibat fatal.35
Krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.
Mulai dari bencana alam – seperti banjir yang melanda Jakarta – , musibah
teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada
34 Emeraldy Chatra dan Rulli Nasrullah, Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, 2008. hlm 5 35 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit., hal. 181.
Tahapan Krisis
Prodromal
Tahapan Konflik
Pra Konflik
Resolusi
Krisis Akut
Krisis Kronis
Konfrontasi
Krisis
Pasca Konflik
37
karyawan yang mogok kerja. Krisis berpotensi menghentikan proses normal
bisnis yang telah dan sedang berjalan sehingga membutuhkan penanganan
yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini
dikenal sebagai manajemen krisis (crisis management).36
Istilah manajemen krisis merupakan gabungan dari kata manajemen
dan krisis. Kata manajemen berasal dari kosakata Bahasa Inggris
‘management’ atau dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan kata
‘pengelolaan’. Secara sederhana istilah manajemen krisis dapat dimaknai
dengan pengelolaan terhadap krisis. Definisi manajemen krisis menurut
Bundy (dkk.) yaitu “Crisis management is the process by which an
organization deals with a disruptive and unexpected event that threatens to
harm the organization, its stakeholders, or the general public.”37 Manajemen
krisis adalah proses dimana sebuah organisasi menangani kejadian yang
mengganggu dan tidak terduga yang mengancam untuk menyakiti organisasi,
pemangku kepentingan, atau masyarakat umum. Teori manajemen krisis
umumnya didasarkan atas bagaimana menghadapi krisis (crisis bargaining
and negotiation), membuat keputusan di saat krisis (crisis deciasion making),
dan memantau perkembangan krisis (crisis dynamics).38 Dari penjelasan
diatas dapat dipahami bahwa secara praksis manajemen krisis merupakan
cara atau langkah yang ditempuh untuk mengelola suatu krisis.
36 Manajemen Krisis, http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/ organization-development-behavior/manajemen-krisis. Diakses oada 10 November 2017. 37 Saka Rahmon Olawale, “Crisis Management Strategy and its Effects on Organizational Performance of Multinational Corporations in Nigeria: Empirical Evidence from Promassidor Ltd.” European Journal of Business and Management, Vol.6, No.23, 2014, Hlm. 83. 38 Firsan Nova, op.cit., Hal. 130.
38
Krisis dapat dianggap sebagai turning point in history life, yaitu suatu
titik balik dalam kehidupan yang dampaknya memberikan pengaruh
signifikan, ke arah negatif maupun positif, tergantung reaksi yang
diperlihatkan oleh individu, kelompok, masyarakat, atau suatu bangsa. Krisis
dapat terjadi secara alamiah, tidak terprediksi, dan tidak selalu merupakan hal
yang buruk. Krisis tidak selalu memiliki sisi negatif, tetapi juga positif.
Outcome dari situasi krisis memberikan skor yang berimbang/sama antara
yang positif (seperti yang diharapkan) dan yang negatif (yang tidak
diharapkan).39
Dalam menghadapi krisis, optimisme untuk menyusun langkah-
langkah agar dapat keluar dari krisis merupakan modal utama. Berkaitan
dengan tindakan nyata maka mekanisme lain dari krisis sering dinyatakan
dengan “zero hour”. Artinya, tidak ada waktu untuk berdiam diri. Krisis
harus segera direspon secara cepat dan tepat.40 Yosal Iriantara menyarankan
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis yaitu : 41
a. Identifikasi Krisis
Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi public relations melakukan
penelitian, yang penelitiannya bisa saja bersifat informal dan kilat, bila
krisisnya terjadi sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi public
relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah
39 Ibid., Hal. 55-57. 40 Ibid., Hal. 57. 41 Yosal Iriantara, Manajemen Strategis Public Relations, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Hlm. 124.
39
awal yang penting untuk mendapatkan data dan informasi yang akan
digunakan untuk melakukan tindakan pada tahap berikutnya.
b. Analisis Krisis
Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut untuk selanjutnya diurai,
baik bagian per bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis
menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan
pengambilan tindakan yang tepat.
c. Isolasi Krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar
penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis
menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius
dilakukan.
d. Pilihan Strategi
Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan, setelah melakukan analisis
dan mengisolasi krisis, penting untuk menentukan strategi mana yang
akan dipergunakan. Strategi generik dalam menangani krisis ini ada tiga
bentuk.
1) Strategi Defensif
Langkah-langkah yang diambil untuk strategi ini adalah
a) Mengulur waktu
b) Tidak melakukan apa-apa
c) Membentengi diri sekuat-kuatnya
40
2) Strategi Adaptif
Langkah yang diambil untuk strategi ini mencakup hal-hal yang
lebih luas, yakni
a) Mengubah kebijakan
b) Memodifikasi operasional
c) Kompromi
d) Meluruskan citra
3) Strategi Dinamis
Langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat
mengubah karakter organisasi. Pilihan dalam strategi ini mencakup
a) Merger dan akuisisi
b) Investasi baru
c) Menjual saham
d) Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
e) Menggandeng kekuasaan
f) Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
e. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju
strategi generic yang dirumuskan. Umumnya strategi generic dapat
dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance
agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari
strategi generic, program pengendalian biasanya disusun di lapangan
ketika krisis muncul. Implementasi pengendalian diterapkan pada :
41
1) Perusahaan (beserta cabang)
2) Industri (gabungan usaha sejenis)
3) Komunitas
4) Divisi-divisi perusahaan
E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran penulis terdapat beberapa laporan penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Atika Septariani, “Manajemen Krisis PT. Megasari Makmur Dalam
Menghadapi Krisis Akibat Isu Kandungan Zat Berbahaya Pada Obat
Nyamuk Hit Cair dan Aerosol,”Skripsi, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana Jakarta, 2009.
Penelitian Septariani ini bertujuan untuk mengetahui langkah-
langkah manajemen krisis yang dilakukan PT. Megasari Makmur
dalam menghadapi krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada
Obat Nyamuk HIT Cair dan Aerosol. Penelitian ini menggunakan
analisa kualitatif dan sifat penelitian adalah deskripif, metode yang
digunakan metode studi kasus dan teknik pengumpulan data
didapatkan dari data primer dengan melakukan wawancara mendalam
dengan para nara sumber dan data sekunder yang berasal dari
dokumen perusahaan. Teknik analisa data yang digunakan adalah
triangulasi dengan sumber. Hasil penelitian menunjukan bahwa
langkah manajemen krisis PT. Megasari dalam menghadapi krisis
42
akibat isu kandungan zat berbahaya pada Obat Nyamuk HIT Cair dan
Aerosol meliputi: pengidentifikasian krisis, penganalisaan krisis,
pengisolasian krisis, pemilihan strategi penanganan krisis, program
pengendalian krisis, dan evaluasi hasil penanganan krisis.
2. Latifa Zahra, “Manajemen Krisis Gembira Loka Zoo (Studi Deskriptif
Kualitatif Peran Hubungan Masyarakat dalam Mengembalikan Citra
Perusahaan Pasca Erupsi Merapi 2010)” , Skripsi, Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran Humas
Gembira Loka Zoo dalam mengelola menajemen krisis guna
mengembalikan citra perusahaan pasca erupsi merapi tahun 2010.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Pengumpulan
data primer menggunakan metode depth interview atau wawancara
mendalam, sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan
metode observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Humas Gembira Loka Zoo menjalankan peran sebagai teknisi
dan manajer. Sebagai teknisi Humas Gembira Loka Zoo selalu
melakukan kontak dengan media massa guna memberikan informasi
mengenai Gembira Loka Zoo dengan tujuan publikasi agar krisis yang
terjadi cepat terselesaikan, dan sebagai manajer Humas Gembira Loka
Zoo membantu kegiatan organisasi dalam mengidentifikasikan dan
memecahkan masalah. Humas Gembira Loka Zoo mampu
43
mengembalikan citra perusahaan yang dibuktikan dengan
bertambahnya angka pengunjung sebagai tolak ukur pengembalian
citra perusahaan.
3. Wildan Hakim, “Strategi Komunikasi Serikat Pekerja Pers Dalam
Menyelesaikan Konflik Hubungan Industrial Di Perusahaan Media
(Studi Kualitatif Strategi Komunikasi Serikat Pekerja Pers dalam
Menyelesaikan Konflik Hubungan Industrial di Perusahaan Media di
Jakarta),” Tesis, Program Studi Magister Manajemen Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh minimnya jumlah serikat
pekerja pers di perusahaan media di Indonesia. Tidak banyak serikat
pekerja yang berhasil daneksis menjalankan perannya di perusahaan
media. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan kegagalan serikat pekerja pers. Diduga, serikat pekerja
pers tidak eksis karena tidak adanya kesadaran kelas dan kesalahan
strategi komunikasi yang dipilih. Penelitian dilakukan pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus yang bersifat interpretif. Faktor
penentu keberhasilan serikat pekerja pers dilihat dari teori kesadaran
kelas Karl Marx dan pendekatan proaktif dan reaktif yang dipilih
pengurus serikat pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serikat
pekerja pers sudah menerapkan strategi komunikasi yang biasa
digunakan namun mengalami masalah organisasi yang berdampak
terhadap aktivitas komunikasi.
44
4. Zahari Afifa, “Manajemen Krisis Public Relations Dalam Perusahaan
(Studi Kasus pada Dynasty Fashion Yogyakarta Pasca Musibah
Kebakaran),” Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen krisis
Public Relations Dynasty Fashion pasca musibah kebakaran yang
terjadi pada 26 Oktober 2013. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan
meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasl penelitian
menunjukkan bahwa penyebab terjadinya krisis yang dialami oleh
Dynasty Fashion adalah kebakaran yang muncul dengn tiba-tiba,
dengan kata lain tipe krisis yang terjadi di Dynasty Fashion adalah tipe
krisis yang bersifat segera karena kebakaran terjadi secara tiba-tiba
dan tidak terduga. Humas melakukan pengelolaan krisis mulai dari
analisis krisis hingga upaya dalam mengembalikan citra dan
kepercayaan konsumen. Tahapan krisis yang terjadi di Dynasty
Fashion sampai pada tahap prodromal karena krisis pada tahap ini
sudah mendapatkan penanganan yang cepat sehingga krisis tidak
melebar.