Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
�
��
�
BAB II
LANDASAN TOERI
2.2 Kepercayaan Diri
2.2.3 Pengertian Kepercayaan Diri
Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk
menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan
sendiri pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu.
McClelland (dalam Luxori, 2005) menyebutkan bahwa kepercayaan diri adalah
kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan
kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan
yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dkk (dalam Lie, 2003) mengungkapkan
bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang
bahwa individu mampu meraih kesuksesan dengan berpijak pada usahanya
sendiri.
Selanjutnya Redenbach (1998) menyatakan bahwa percaya diri bukan
berarti menjadi keras atau seseorang yang paling sering menghibur dalam suatu
kelompok, percaya diri tidak juga menjadi kebal terhadap ketakutan. Percaya
diri adalah kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-
raguan, dengan demikian biarkan rasa percaya diri setiap orang digunakan pada
kemampuan dan pengetahuan personal untuk memaksimalkan efek.
�
�
�
Angelis (1997) menerangkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu
keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun
dengan berbuat sesuatu. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati
kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, tetapi itu akan sulit
dirasakan apabila individu tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu pekerjaan, tetapi juga
ketidakmampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
diri adalah penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan yang
ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan serta
kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan
yang mendorong individu untuk meraih keberhasilan atau kesuksesan tanpa
tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah
ditetapkannya.
2.2.4 Penyebab Timbulnya Kurang Percaya Diri
Sunarman (2008) menyatakan bahwa kelemahan yang ada pada diri
seseorang, seringkali menjadi penyebab timbul atau hilangnya rasa percaya diri
tiba-tiba. Misalnya penampilan yang buruk, cacat fisik, dan latar belakang
pendidikan yang rendah. Selain itu perasaan kurang percaya diri terkait erat
dengan latar belakang kehidupan sejak kecil, terutama dalam proses pendidikan
keluarga.
�
���
�
Istilah lain dari kurang percaya diri adalah minder. Purnawan (2009)
mendeteksi sejumlah penyebab minder diantaranya: (a) pengaruh lingkungan,
dimana seorang bisa menjadi minder apabila selalu dilarang, disalahkan, tidak
dipercaya, diremehkan oleh lingkungannya; (b) sering diremehkan dan
dikucilkan teman sejawat; (c) pola asuh orang tua yang sering melarang dan
membatasi kegiatan anak; (d) orang tua yang selalu memarahi kesalahan anak,
tapi tidak pernah member penghargaan apabila anak melakukan hal yang
positif; (e) kurang kasih saying, penghargaan, atau pujian dari keluarga; (f)
tertular sifat orang tua atau keluarga yang minder; (g) trauma kegagalan di masa
lalu; (h) trauma dipermalukan atau dihina di depan umum; (i) merasa diri tidak
berharga lagi karena pernah dilecehkan secar seksual; (j) merasa bentuk fisik
tidak sempurna; (k) merasa berpendidikan rendah.
Sementara itu menurut Ubaydillah (2009) menyatakan ada sejumlah
pola asuh yang berpotensi mengancam munculnya kualitas mental yang disebut
kurang percaya diri yaitu: (a) terlalu sering memberikan label negatif atau minor
pada anak; (b) terlalu sering memotong proses eksplorasi dan eksperiensi yang
dilakukan anak dengan terlalu banyak atau terlalu cepat mengeluarkan larangan
“jangan”; (c) menciptakan perbandingan negatif; (d) terlalu mengabaikan
prestasi anak; (e) memberikan ancaman dan rasa takut.
�
���
�
2.2.5 Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Tinggi
Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik
individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai
berikut :
a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak membutuhkan
pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh
orang lain atau kelompok
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri
sendiri
d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil)
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada
nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang
lain)
f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan
situasi di luar dirinya
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika
harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi
yang terjadi.
Sementara itu menurut Hakim (2005) bahwa cirri-ciri orang yang
mempunyai kepercayaan diri antara lain: (a) selalu bersikap tenang di dalam
�
���
�
mengerjakan segala sesuatu; (b) mempunyai potensi dan kemampuan yang
memadai; (c) mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai
situasi; (d) mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi; (e)
memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya; (f)
memiliki kecerdasan yang cukup; (g) memiliki tingkat pendidikan formal yang
cukup; (h) memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang
kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing; (i) memiliki
kemampuan bersosialisasi; (j) memiliki latar belakang pendidikan keluarga
yang baik; (k) memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi
kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup; (l) selalu bereaksi
positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar,
sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup.
2.2.6 Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Rendah
Seorang anak yang mempunyai kepercayaan diri yang rendah atau
kurang percaya diri akan memiliki sifat dan perilaku antara lain (Leman, 2000):
(a) tidak mau mencoba suatu hal yang baru; (b) merasa tidak dicintai dan tidak
diinginkan; (c) punya kecenderungan melemparkan kesalahan pada orang lain;
(d) memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan; (e) mudah mengalami rasa
frustasi dan tertekan; (f) meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri; (g)
mudah terpengaruh orang lain.
�
���
�
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Widoyoko (2009) yang
menunjukkan beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri
diantaranya adalah: (a) berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata
demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok; (b) menyimpan rasa
takut atau kekhawatiran terhadap penolakan; (c) sulit menerima realita diri
(terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri
sendiri, namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap
diri sendiri; (d) pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif; (e) takut
gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target
untuk berhasil; (f) cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus
(karena undervalue diri sendiri); (g) selalu menempatkan atau memposisikan
diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu; (h) mempunyai
external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada
keadaan dan pengakuan atau penerimaan serta bantuan orang lain).
Secara khusus Hakim (2005) mengidentifikasi berbagai gejala perilaku
tidak percaya diri di kalangan remaja terutama yang berusia sekolah antara SMP
dan SMA, antara lain:
a. Takut menghadapi ulangan
b. Menarik perhatian dengan cara yang kurang wajar
Pada saat belajar mengajar di kelas, perilaku menarik perhatian teman-teman
di kelas ditunjukkan dengan bertingkah laku yang berlebihan (over acting),
seperti mengeluarkan berbagai perkataan (“nyeletuk”) dan melakukan
�
���
�
berbagai ulah untuk membuat teman tertawa saat sedang belajar di kelas.
Perbuatan seperti ini umumnya dilakukan oleh siswa yang memiliki berbagai
kekurangan dalam prestasi.
c. Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat
Pada saat guru member kesempatan untuk bertanya, yang terjadi adalah
jarang siswa yang berani bertanya sekalipun mereka belum mengerti
pelajaran yang baru dijelaskan. Begitu pula dalam menyatakan pendapat.
Setiap kali guru member kesempatan kepada siswa untuk menyatakan
pendapat, jarang siswa yang memiliki inisiatif dan keberanian untuk
menyatakan pendapatnya.
d. Salah tingkah atau grogi saat tampil di depan kelas
Jika guru memerintahkan siswa satu per satu tampil di depan kelas untuk
mengerjakan suatu tugas, maka akan tampak jelas perbedaan antara siswa
yang memiliki rasa percaya diri dan siswa yang tidak percaya diri. Pada saat
seorang siswa yang tidak percaya diri tampil di depan kelas biasanya akan
tampak gejala antara lain bicara tergagap-gagap, muka agak pucat, tidak
berani menatap teman-teman yang sedang dihadapinya, dan gemetar.
e. Timbulnya rasa malu yang berlebihan
Untuk tampil percaya diri dan menunjukkan eksistensi (keberadaan diri),
seseorang dapat mengalami berbagai hambatan, seperti timbul rasa malu
yang berlebihan dan sering dikompensasikan dalam bentuk tingkah laku
�
��
�
yang justru mencerminkan tingkah laku yang agresif, nakal dan sikap tidak
sopan.
f. Tumbuhnya sikap pengecut
Gejala sikap pengecut bisa dilihat pada remaja yang ingin menunjukkan
keberadaannya sebagai jagoan yang suka berkelahi seperti dalam film. Akan
tetapi, karena rasa percaya diri yang rendah maka hal ini diwujudkan dengan
cara berkelahi main keroyokan. Selain itu, banyak siswa yang ingin banyak
bicara di kelas pada saat guru mengajar, tetapi mereka tidak berani
menyatakannya secara wajar. Keinginan berbicara tadi diwujudkannya
dalam bentuk sikap “nyeletuk” yang kadang-kadang tidak sopan karena
bertujuan untuk sekedar menarik perhatian teman kelas.
g. Sering mencontek pada saat menghadapi tes
Gejala tidak percaya diri saat menghadapi tes ditunjukkan dengan timbulnya
rasa cemas, gugup dan keluar keringat dingin. Sebelum tes dimulai, siswa
sudah meminta tolong pada temannya agar mau duduk di dekatnya dan mau
membantunya. Pada saat tes berlangsung, banyak siswa yang melihat buku
catatan atau melihat lembaran tes temannya.
h. Mudah cemas dalam menghadapi berbagai situasi
Gejala tidak percaya diri akibat perubahan situasi antara lain menghadapi
lingkungan baru, menghadapi orang-orang yang baru dikenal, timbulnya
suasana persaingan di sekolah, masuk ke lingkungan yang ramai, atau
berhadapan dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi.
�
��
�
i. Salah tingkah dalam menghadapi lawan jenis
Gejala tidak percaya diri muncul ditunjukkan dengan mengganggu lawan
jenis, tidak berani sama sekali untuk bergaul dengan lawan jenis atau salah
tingkah jika didekati oleh lawan jenis dan cenderung menghindar.
j. Tawuran dan main keroyok
Kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian merupakan salah satu bentuk
kelemahan kepribadian remaja. Banyak siswa yang mengambil jalan pintas
untuk ikut tawuran jika merasa ada pihak dalam jumlah yang lebih banyak
dan mundur karena takut jika hanya sedikit orang yang ikut.
2.2.7 Jenis-jenis Kepercayaan Diri
Lindenfield (dalam Kamil, 1997) menyatakan ada 2 jenis kepercayaan
diri, yaitu :
a. Kepercayaan diri batin
Yaitu kepercayaan diri yang memberikan kepada individu perasaan dan
anggapan bahwa individu dalam keadaan baik. Ada empat ciri utama yang
khas pada orang yang mempunyai kepercayaan diri batin yang sehat.
Keempat ciri itu adalah :
1) Cinta diri
Orang yang percaya diri akan mencintai diri mereka sendiri, dan cinta
diri ini bukan merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Ia akan lebih
�
���
�
peduli pada diri sendiri karena perilaku dan gaya hidupnya untuk
memelihara diri.
2) Pemahaman diri
Orang yang percaya diri batin, ia juga sadar diri. Mereka tidak terus
menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka
memikirkan perasaan, pikiran, dan perilaku. Dan mereka selalu ingin
tahu bagaiamana pendapat orang lain tentang diri mereka.
3) Tujuan yang jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena mereka
mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan
tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bias diharapkan.
4) Berfikir positif
Orang yang mempunyai kepercayaan diri biasanya hidupnya
menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat
kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta mencari
pengalaman dan hasil yang bagus.
b. Kepercayaan diri lahir
Yaitu memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan cara
menunjukkan kepada dunia luar bahwa individu yakin akan dirinya. Untuk
memberi kesan percaya diri pada dunia luar, individu perlu mengembangkan
empat bidang ketrampilan, yaitu: komunikasi, ketegasan, penampilan diri
dan pengendalian perasaan.
�
���
�
2.2.8 Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri
Lindenfield (1997) menjelaskan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam meningkakan atau mengembangkan kepercayaan diri
diantaranya sebagai berikut :
a. Cinta
Yang penting bukan besarnya jumlah cinta yang diberikan, tetapi mutunya.
Individu perlu terus dicintai tanpa syarat, untuk perkembangan harga diri
yang sehat dan langgeng, mereka harus merasa dihargai karena keadaan
mereka sesungguhnya, bukan keadaan mereka yang seharusnya, bukan
keadaan mereka yang sesungguhnya atau yang diinginkan orang lain.
b. Rasa aman
Ketakutan dan kekhawatiran merupakan hal yang berpengaruh terhadap
kepercayaan diri individu. Individu yang selalu khawatir bahwa kebutuhan
dasar mereka tidak akan terpenuhi, atau dunia lahiriah atau batiniah mereka
setiap saat akan hancur. Akan sulit mengembangkan pandangan positif
tentang diri mereka, orang lain, dan dunia pada umumnya. Bila indvidu
merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan
kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil
resiko.
c. Model peran
Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar anak mengembangkan
sikap dan ketrampilan sosial yang diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal
�
� �
�
ini peran orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu
dalam meningkatkan kepercayaan dirinya.
d. Hubungan
Untuk mengembangkan rasa percaya diri terhadap “segala macam hal”,
individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beraneka
hubungan dari yang dekat dan akrab di rumah, teman sebaya, maupun yang
lebih asing. Melalui hubungan, individu juga membangun rasa sadar diri dan
pengenalan diri yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin.
e. Kesehatan
Untuk bisa menggunakan kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi.
Jika individu dalam keadaan sehat, bisa dipastikan bahwa ia akan
mendapatkan lebih banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan
kesempatan dalam masyarakat atau lingkungan sekitarnya.
2.3 Bimbingan Kelompok
2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan
sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari
narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk
menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota
keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan (Sukardi, 2008). Bimbingan kelompok dapat juga didefinisikan
�
���
�
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan
kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi,
member saran dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya
bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta
lainnya (Prayitno, 1995).
Bimbingan kelompok juga diartikan sebagai suatu cara memberikan
bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok (Tohirin, 2007).
Sementara itu menurut Romlah (dalam Lasitosari, 2007) menyebutkan bahwa
bimbingan kelompok adalah suatu teknik bimbingan yang berusaha membantu
individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan
kemampuan, bakat, minat serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan
dalam situasi kelompok.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
kelompok adalah suatu kegiatan sekelompok orang dengan memanfaatkan
dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat,
memberikan tanggapan, saran dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok
menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu
individu (siswa) mencapai perkembangan yang optimal.
�
���
�
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok
Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007)
dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara
umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan
kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta
layanan (siswa). Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan
untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan
sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu
peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para
siswa.
Tujuan layanan bimbingan kelompok juga dikemukakan oleh Amti
(1992) yang dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu para siswa yang
mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga
mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagi
suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan
maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan
untuk: (a) melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan
teman-temannya; (b) melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok;
(c) melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam
kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya; (d) melatih
�
���
�
siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok; (e) melatih
siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain; (f) melatih siswa
memperoleh keterampilan sosial; (g) membantu siswa mengenali dan
memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
Winkel dan Sri Hastuti (2004) menyebutkan manfaat layanan
bimbingan kelompok adalah mendapat kesempatan untuk berkontak dengan
banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat
menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya setelah
menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan
tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan
pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan
untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu
pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang
dikemukakan oleh seorang konselor.
2.3.3 Jenis Bimbingan Kelompok
Terdapat beberapa jenis metode bimbingan kelompok menurut Tohirin
(2007) yaitu:
a. Program Home Room
Program ini dilakukan dilakukan di luar jam perlajaran dengan
menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta
kondisi yang bebas dan menyenangkan. Dengan kondisi tersebut siswa
�
���
�
dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana
keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal
siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efsien.
b. Karyawisata
Karyawisata dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan
peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan
pelajaran tertentu. Mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.
Hal ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung
jawab, kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita.
c. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh
kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap
siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-
masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam memlakukan diskusi
siswa diberi peran-peran tertentuseperti pemimpin diskusi dan notulis dan
siswa lain menjadi peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul rasa
tanggung jawab dan harga diri.
d. Kegiatan Kelompok
Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam
bimbingan, karena kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu
(para siswa) untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan tertentu
yang lebih berhasil apabila dilakukan secara kelompok. Melalui kegiatan
�
���
�
kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-
dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan
demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri.
e. Organisasi Siswa
Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat
menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi
siswa banyak masalah-masalah siswa yang baik sifatnya individual
maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa
memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek kehidupan sosial.
Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan bakat
kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa.
f. Sosiodrama
Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok.
sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa
melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalah-masalah sosial.
Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama,
individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial.
Pemecahan masalah individu diperoleh melalui penghayatan peran tentang
situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran tersebut
kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalah.
�
��
�
g. Psikodrama
Hampir sama dengan sosiodrama. Psikodrama adalah upaya pemecahan
masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam
sosiodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada
psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu.
h. Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa
untuk membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial
merupakan salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan
secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang
dihadapi oleh siswa.
2.3.4 Proses Bimbingan Kelompok
Proses bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) terdiri atas
empat tahapan sebagai berikut:
1. Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada
umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga
mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik
oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan
�
��
�
penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota
akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan
kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan
diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses
pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya.
Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain
tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.
2. Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para
anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan
penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh
dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap
kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan
seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,
membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang
dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: (a) Menjelaskan kegiaatan yang akan
ditempuh pada tahap berikutnya; (b) menawarkan atau mengamati apakah
para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; (c)
membahas suasana yang terjadi; (d) meningkatkan kemampuan
keikutsertaan anggota; (e) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap
pertama.
�
���
�
3. Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek
tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok.
ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu
sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi
tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh
empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: (a)
masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik
bahasan; (b) menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih
dahulu; (c) anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan
tuntas; (d) kegiatan selingan.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah
atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok.
Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam
dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam
pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun
perasaan.
�� Pengakhiran�
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama
bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil
yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan
�
���
�
hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus
melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam
hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan
berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk
melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
(a) pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera
diakhiri; (b) pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan
hasil-hasil kegiata; (c) membahas kegiatan lanjutan, (d) mengemukakan
pesan dan harapan.
Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan
kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang
apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka
pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-
hari.
2.4 Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Kristanti (2007) melakukan penelitian tentang “Efektifitas Layanan
Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2006/2007”,
dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan Uji
Wilcoxon diperoleh data nilai Zhitung= 4,10, sedang nilai Ztabel= 1,96. Jadi
nilai Zhitung > Ztabel. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok
�
� �
�
efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2006/2007.
Pinasti (2011) melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan
Kepercayaan Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X
SMK NEGERI 1 Jambu”, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari
pengujian wilcoxon diperoleh Zhitung = 2,803 dan Ztabel = 1,96 sehingga
Zhitung > Ztabel. Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Simpulan dari penelitian ini adalah kepercayaan diri siswa kelas X SMK N 1
Jambu dapat meningkat setelah mendapatkan layanan bimbingan kelompok.
2.5 Hipotesis
Adapun hipotesis empirik yang diajukan dalam penelitian ini adalah
bahwa: layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kepercayaan
diri siswa kelas X SMA Kristen 1 Salatiga.