43
BAB II ISI A. Landasan Teori 1. Gigi Tiruan Penuh (GTP) a. Definisi Merupakan gigi tiruan lepasan yang menggantikan semua gigi asli dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang atas (upper full denture) dan rahang bawah (lower full denture) (Bakar, 2012). b.Fungsi Gigi Tiruan Penuh Fungsi gigi tiruan penuh antara lain (Basker ;dkk, 1996): 1) Memperbaiki fungsi bicara 2) Memperbaiki fungsi pengunyahan 3) Memperbaiki estetis 4) Memperbaiki fungsi stomatognatik 5) Mempertahankan jaringan pendukung c.Indikasi pembuatan GTP Indikasi pembuatan gigi tiruan penuh (Bakar, 2012): 1) Seluruh giginya telah tanggal atau dicabut. 2) Ada beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi yang masih ada tidak 4

BAB II Lenti

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Lenti

BAB II

ISI

A. Landasan Teori

1. Gigi Tiruan Penuh (GTP)

a. Definisi

Merupakan gigi tiruan lepasan yang menggantikan semua

gigi asli dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang

atas (upper full denture) dan rahang bawah (lower full denture)

(Bakar, 2012).

b. Fungsi Gigi Tiruan Penuh

Fungsi gigi tiruan penuh antara lain (Basker ;dkk, 1996):

1) Memperbaiki fungsi bicara

2) Memperbaiki fungsi pengunyahan

3) Memperbaiki estetis

4) Memperbaiki fungsi stomatognatik

5) Mempertahankan jaringan pendukung

c. Indikasi pembuatan GTP

Indikasi pembuatan gigi tiruan penuh (Bakar, 2012):

1) Seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.

2) Ada beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi

yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.

3) Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu

keberhasilannya.

4) Keadaan umum dan kondisi mulut pasien sehat.

5) Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang

akan diperoleh. 

d. Kontra indikasi pembuatan GTP

Kontra indikasi pembuatan GTP antara lain (Bakar, 2012):

1) Tidak ada perawatan alternatif

2) Pasien belum siap secara fisik dan mental,

4

Page 2: BAB II Lenti

5

3) Pasien alergi terhadap material gigi tiruan penuh

4) Pasien tidak tertarik mengganti gigi yang hilang

e. Keberhasilan Perawatan GTP

Keberhasilan pembuatan GTP tergantung dari pada dukungan

jaringan sekitarnya, sehingga dapat mempertahankan keadaan

jaringan normal, meliputi (Basker ;dkk, 2012):

1) Kondisi edentulous (tidak begigi) berupa seperti processus

alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak dan tidak bergerak,

kompesibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot

muka, bentuk dan gerakan lidah.

2) Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang cocok

3) Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut

4) Penetapan atau pengaturan gigi yang benar, meliputi :

5) Posisi dan bentuk lengkung deretan gigi

6) Posisi individual gigi

7) Relasi gigi dalam satu lengkung dan antara gigi-gigi rahang

atas dan rahang bawah.

2. Diabetes Melitus

a. Definisi

Keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik

akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,

disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan

mikroskop elektron (Mansjoer, dkk; 2000)

b. KlasifikasiBerdasarkan etiologinya, klasifikasi diabetes melitus (DM)

(Jonathan, 2003):

1) DM tipe I (umumnya terjadi defisiensi insulin absolut).

Pada DM tipe ini terjadi kerusakan sel beta pankreas

akibat proses imunologik ataupun idiopatik.

2) DM tipe II (bervariasi mulai dari resistensi insulin

yang disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan

sekresi insulin bersama resistensi insulin).

Page 3: BAB II Lenti

6

3) DM tipe lain. DM tipe ini disebabkan oleh penyakit

lain, seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, induksi obat atau bahan kimia, infeksi,

imunologi, dan sindrom genetik lain.

4) Diabetes kehamilan (diabetes yang didiagnosis selama

kehamilan).

B. Pembahasan

1. Skenario PBL 2

Tuan Athar, 75 tahun datang ke dokter gigi diantarkan oleh

cucunya untuk dibuatkan gigi palsu. Lima tahun yang lalu sudah

pernah menggunakan gigi palsu, tetapi gigi tiruan bagian bawah

patah berkeping-keping sekitar 1 bulan yang lalu akibat jatuh pada

saat dibersihkan. Sejak itu nafsu makannya menurun dan suka

berdiam diri dikamar. Sebelumnya sudah pernah ke drg A, tetapi

dokter gigi tersebut menolak untuk membuatkan gigi karena pasien

menolak untuk dicabut sisa akar gigi geraham belakang kanan

yang sudah goyah. Pemeriksaan gula darah menunjukkan kadar

gula darah sesaat 250. Pasien siap untuk dicabut saat ini agar gigi

palsunya segera dibuatkan.

2. Identifikasi Masalah dan Sasaran Belajar

a. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa,

pemeriksaan dan penentuan diagnosis, serta bagaimana hasil

anamnesa, pemeriksaan, serta diagnosis pada kasus?

b. Apa sajakah rencana perawatan pada kasus?

c. Jenis gigi tiruan apakah yang akan diberikan (meliputi

karakteristik) dan indikasi dari gigi tiruan tersebut?

d. Bagaimana tahap klinis pembuatan gigi tiruan pada kasus?

e. Bagaimana prognosis perawatannya?

Page 4: BAB II Lenti

7

3. Brain Strorming

a. Hasil anamnesa, pemeriksaan, serta diagnosis

1) Anamnesa

Hasil anamnesa pada skenario diperoleh:

a) CC : dibuatkan gigi palsu.

b) PI : nafsu makan menurun dan suka berdiam

diri dikamar karena 1 bulan yang lalu gigi

tiruan bagian bawah pecah berkeping-

keping.

c) PMH : kadar gula sesaat 250 dicurigai menderita

diabetes melitus.

d) PDH : 5 tahun lalu pernah menggunakan gigi

palsu.

2) Pemeriksaan

Pada skenario tidak dijelaskan kondisi pasien dalam mulut

atau diluar mulut, adapun yang harus diperhatikan ketika

memeriksa antara lain:

a) Pemeriksaan Intraoral

Pada penderita diabetes melitus biasnya bau mulut

pasien khas keton, adanya resopsi tulang alveolar,

kerusakan pada jaringan periodontal sehingga gigi

mudah goyang, rasa nyeri dan merah pada lidah,

xerostomia karena mudah haus, harus diperiksa

juga linggir tulang alveolarnya, keadaan

vestibulum, palatum, gingiva, mukosanya,

salivanya, kondisi klinis giginya.

b) Pemeriksaan Ekstraoral

Pemeriksaan ekstra oral dilihat bentuk wajahnya,

profil wajahnya, hidungnya, tragus, bibirnya,

kulitnya.

Page 5: BAB II Lenti

8

3) Diagnosa

Diagnosa sementara adalah klasifikasi PDI kehilangan gigi

penuh kelas III.

b. Rencana perawatan pada kasus

Rencana perawatan yang diberikan antara lain:

1) Ekstrasi sisa akar.

2) Menghilangkan flabby tissue karena adanya resopsi tulang

alveolar.

3) Rujuk pasien ke spesialis penyakit dalam.

4) Desain gigi tiruan harus disesuaikan dengan keadaan

pasien.

5) Tindakan bedah jika diperlukan, dan tindakan harus

atraumatik.

c. Jenis gigi tiruan dan indikasinya

Jenis gigi tiruan yang diggunakan pada kasus adalah gigi tiruan

penuh lepasan pada rahang bawah. Indikasi penggunaan GTP

(Gigi tiruan penuIndikasi penggunaan GTP (Gigi tiruan

penuh):

1) Pasien full edentulous.

2) OH pasien baik.

3) Motivasi untuk pembuatan gigi tiruan dari diri sendiri.

4) Kontraindikasi pada penggunaan GTS.

5) Tidak ada alternatif perawatan lainnya.

Karakteristik dan dukungan dari gigi tiruan antara lain:

1) Disesuaikan bahannya dengan kebutuhan pasien, jika

adapasien yang alergi terhadap bahan gigi tiruan.

2) Dukungan harus didistribusikan secara merata, tidak

terpusat pada tulang alveolar.

3) Flange (sayap) tidak menganggu vestibulum.

Page 6: BAB II Lenti

9

d. Tahap klinis pembuatan gigi tiruan pada kasus

Tahap klinis pembuatan gigi tiruan penuh:

1) Percetakan

a) Pencetakan pertama dengan sendok cetak

anatomis, menghasilkan sendok cetak

perseorangan, dan diperoleh model studi dengan

teknik pencetakan mukostatis.

b) Pencetakan kedua dengan sendok cetak

perseorangan, dan diperoleh model kerja dengan

teknik pencetakan mukokompresi.

2) Penentuan MMR (Maxillo Mandibular Relationship)

3) Pemasangan anasir gigi

Pemasangan anasir gigi dilakukan pada regio anterior

kemudian ke regio posterir.

4) Packing

5) Proses try in

Proses try in meliputi proses untuk mengecek over bite

dan over jet, cek retensi dan stabilisasi.

6) Insersi

Saat insersi yang perlu diperhatikan adalah oklusi, retensi

dan stabilisasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan retensi adalah peripheral seal nya, postdam,

kohesi dan adhesi. Sedangkan stabilisasi ditentukan oleh

permukaan yang halus pada gigi tiruannya, basal seal

harus seimbang. Pada saat insersi pasien diberikan edukasi

tentang perawatn gigi tiruan, dan diinstruksikan untuk

kontrol.

7) Kontrol

Saat kontrol yang perlu diperhatikan adalah pemeriksaan

subjektif dan objektif.

Page 7: BAB II Lenti

10

e. Prognosis perawatan

Berdasarkan kasus prognosis perawatannya buruk, dikarenakan

kondisi dari usia pasien, penyakit sistemik yang dideritanya

yaitu penyakit diabetes melitus.

4. Hasil Belajar

a. Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa, pemeriksaan,

dan diagnosis.

1) Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa

Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa, meliputi

(Gunad, dkk; 1995):

a) Nama, alamat, usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.

b) Alasan kunjungan, pasien datang atas keinginan

sendiri atau orang lain (keadaan ini mempengaruhi

motivasi).

c) Riwayat kesehatan umum.

Meliputi kelainan sistemik, hormonal, penyakit

infeksi berat atau kronis, penyakit kelainan darah dan

kardiovaskuler, penyakit alergi dan kulit.

d) Riwayat kesehatan gigi dan mulut

e) Kelainan yang pernah diderita dan perawatan yang

pernah diterima.

f) Motivasi terhadap kesehatan gigi dan mulut, terhadap

penggunaan gigi tiruan jika pada kasus.

g) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk

menceritakan masalah yang dihadapinya dengan gigi

tiruan lama,penting untuk memperoleh petunjuk untuk

pembuatan gigi tiruan penuh.

2) Hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan

Pemeriksaan pemeriksaan meliputi (Gunad, dkk; 1995):

a) Pemeriksaan umum

Page 8: BAB II Lenti

11

(1) Pemeriksaan Ekstraoral

Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan

wajah, mata (pupil), profil wajah, telinga (tragus),

TMJ, bibir, ketebalan bibir, panjang bibir.

(2) Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan intraoral meliputi Mukosa,

ketahanan jaringan, vestibulum, lidah, gingiva,

saliva, palatum, gigi, frenulum, bentuk linggir

alveolaris, bentuk lengkung rahang, tuberositas

alveolaris, ruang retromilohioid, perlekatan dasar

mulut.

Pada proses penuaan biasanya ditemukan di

dalam mulut:

(a) Perubahan mukosa mulut

Pertambahan usia  menyebabkan sel epitel

pada mukosa mulut mengalami penipisan,

berkurangnya keratinisasi, berkurangnya

kapiler dan suplai darah, penebalan serabut

kolagen pada lamina propia. Sehingga secara

klinis mukosa mulut terlihat lebih pucat,

tipis, kering, proses penyembuhan yang

lama. Hal ini menyebabkan mukosa mulut

lebih mudah mengalami iritasi terhadap

tekanan atau gesekan yang diperparah

dengan berkurangnya aliran saliva.

(b) Perubahan ukuran lengkung rahang

Pada rahang atas arahnya ke bawah dan

keluar, maka pengurangan tulangnya pada

umumnya juga terjadi kearah atas dan dalam.

Pada rahang bawah inklinasi gigi anterior

umumnya keatas dan ke depan dari bidang

Page 9: BAB II Lenti

12

oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih

vertikal atau sedikit miring ke arah lingual.

Resorbsi pada tulang alveolar mandibula

terjadi kearah bawah dan belakang kemudian

kedepan. Terjadi perubahan-perubahan pada

otot sekitar mulut, hubungan  jarak antara

mandibula dan maksila sehingga terjadi

perubahan posisi mandibula dan maksila.

(c) Resobsi linggir alveolar

Tulang akan mengalami resorbsi dimana

resorbsi berlebihan pada puncak

tulang  alveolar mengakibatkan bentuk

linggir yang datar  dan  merupakan masalah

karena gigi tiruan penuh kurang baik dan

terjadi ketidak seimbangan oklusi.

(d) Xerostomia

Xerostomia dapat disebabkan karena adanya

konsumsi obat-obatan pada lansia yang

mengalami penyakit sistemik,dan merupakan

salah satu perubahan fisiologi pada lansia.

retensi gigi tiruan. Keadaan ini menyebabkan

kemampkan pemakaian gigi tiruan berkurang

sehingga fungsi pengunyahan berkurang,

kecekatan gigi tiruan berkurang.

(e) Gigi

Gigi-gigi biasanya mengalami perubahan

seiring dengan bertambahnya usia, perubahan

ini sebagai akibat dari usia disebabkan oleh

refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut,

dan kebiasaan. Email gigi akan berubah

seiring dengan bertambahnya usia, termasuk

kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride

Page 10: BAB II Lenti

13

sejalan usia. Pembentukan dentin yang

berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan

reduksi secara bertahap pada ukuran kamar

pulpa.

(f) Lidah dan pengecapan

Lidah mungkin menjadi halus dan mengkilat

atau merah dan meradang. Bermaca-maam

gejala dapat terjadai pada mukosa lidah,

dengan keluhan-keluhan nyeri, panas, atau

sensari rasa yang berkurang. Sensasi ini

biasanya pada orang uisa lanjut dan pada

wanita pasca menopause.

(g) Sendi TMJ

Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot

rahang ditemukan pada orang tidak bergigi

dibanding yang masih bergigi. Ini

membuktikan bahwa tingkat tekanan

paengunyahan dan efisiensi pengunyahan

berkurang banyak pada pasien yang gigi-

geligi aslinya sudah diganti gigi tiruan.

Gambaran klinis ekstra oral pasien diabetes

melitus, meliputi:

(a) Xerostomia

(b) Bau mulut khas keton

(c) Kegoyangan gigi

(d) Resopsi tulang alveolar yang sangat cepat

(e) Penurunan resistensi jaringan periodontal dan

jaringan mukosa

(f) Angular chelitis.

b. Pemeriksaan penunjang

Page 11: BAB II Lenti

14

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan

radiologi oral dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan

TTGO, pemeriksaan gula darah (Foster, 1998).

3) Penentuan diagnosis

Diagnosis pada kasus kehilangan gigi penuh ini ditentukan

berdasarkan klasifikasi PDI (Prostodontic Dental Index),

yaitu (repository.unhas.ac.id):

a) Kelas I

Kelas ini mencirikan tahap edentulous paling sesuai

dirawat dengan gigi tiruan penuh, yang dibuat dengan

teknik gigi tiruan konvensional. Kriteria diagnostik

antara lain:

(1) Tinggi sisa tulang alveolar ≥ 21mm yang diukur

pada tinggi vertikal rahang bawah terendah

dengan menggunakan radiografi panoramik.

(2) Morfologi sisa linggir edentulous resisten

terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis

gigi tiruan.

(3) Lokasi otot kondusif untuk stabilitas dan retensi

dari gigi tiruan.

b) Kelas II

Terdapat degradai fisis anatomi jaringan pendukung

gigi tiruan yang berkelanjutan. Kelas ini ditandai

dengan munculnya interaksi dini penyakit sistemik

serta ditandai dengan penatalaksanaan. Kriteria

diagnostik dari kelas ini adalah:

(1) Tinggi sisa tulang alveolar 16-20 mm yang

diukur pada tinggi vertikal rahang bawah

terendah dengan menggunakan radiografi

panoramik.

Page 12: BAB II Lenti

15

(2) Morfologi sisa linggir edentulous resisten

terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis

gigi tiruan.

(3) Lokasi perlekatan otot sedikit berpengaruh retensi

dan stabilitas.

(4) Terdapat sedikit perubahan kondisi,

pertimbangan psikososial dan penyakit sistemik

ringan yang bermanifestasi pada rongga mulut.

c) Kelas III

Ditandai dengan kebutuhan akan perbaikan dari

struktur gigi tiruan untuk memungkinkan

diperolehnya fungsi gigi tiruan yang adekuat. Kriteria

antara lain:

(1) Tinggi sisa tulang 11-15mm yang diukur pada

tinggi vertikal rahang bawah terendah dengan

menggunakan radiografi panoramik

(2) Morfologi sisa linggir edentulous sedikit

berpengaruh dalam menahan pergerakan

horizontal dan vertikal basis gigi tiruan.

(3) Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh

terhadap resistensi dan stabilitas gigi tiruan.

(4) Pertimbangan psikososial tingkat sedang dan atau

manifestasi penyakit sistemik atau kondisi seperti

xerostomia tingkat sedang.

(5) Gejala TMD.

(6) Lidah besar sehingga memenuhi ruang interdental

dengan atau tanpa hiperaktivitas.

(7) Hiperaktivasi dari refleks muntah.

d) Kelas IV

Memiliki kondisi edentulous yang paling buruk.

Indikasi dengan pembedahan rekontruksi, namun

tidak selamanya dapat dilakukan karena perlu

Page 13: BAB II Lenti

16

memperhatikan kesehatan pasien, minat, riwayat

dental, dan pertimbangan finansial. Kriteria

diagnostik kelas ini antara lain:

(1) Tinggi sisa tulang ≤ 10 mm yang diukur pada

tinggi vertikal rahang bawah terendah dengan

menggunakan radiografi panoramik.

(2) Sisa linggir tidah menahan pergerakan horizontal

maupun vertikal.

(3) Lokasi perkiraan otot dapat diperkirakan

berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas gigi

tiruan.

(4) Manifistesi penyakit sistemik yang parah pada

rongga mulut.

(5) Hiperaktivitas lidah yang mungkin disebabkan

oleh retraksi posisi lidah atau morfologi yang

berhubungan.

(6) Pasien kambuhan sering melaporkan keluhan

kronik setelah menajlani terapi yang sesuai.

b. Rencana perawatan

Pasien diabetes melitus yang akan melakukan

tindakan perawatan gigi terutama tindakan pembedahan

harus memperhatikan kadar gula dalam darah. Kadar gula

darah normal untuk pemeriksaan gula darah yaitu kadar

gula darah sewaktu ≤ 200mg/dl, kadar gula darah puasa ≤

126mg/dl, dan kadar gula darah 2 jam setelah pemberian

glukosa ≤ 200mg/dl (Foster, 1998).

Pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol masih

bisa dilakukan tindakan pembedahan, asalkan kadar gula

darah pasien telah terkontrol, dan pasien mendapatkan

profilaksis antibiotik terlebih dahulu. Hindari trauma atau

luka yang berlebihan, jika akan melakukan ekstraksi pasien

diberi anastesi yang non vasokonstriktor atau sedikit

Page 14: BAB II Lenti

17

vasokonstriktornya. Pasien dengan diabetes melitus yang

terkontrol ketika hendak melakukan tindakan ekstraksi atau

bedah lainnya tetap harus dilakukan pengecekan gula darah

sebelum tindakan. Tindakan pembedahan yang akan

diberikan pada pasien diabetes melitus biasanya telah

ditentukan jadwalnya oleh dokter gigi. Sebaiknya tindakan

dilakukan pada pagi hari, pasien dianjurkan untuk makan

setengah porsi dari porsi sarapan biasanya (Taringan,

2005).

Pembuatan gigi tiruan pada pasien diabetes melitus

harus diperhatikan pada saat pencetakan, bahan cetak yang

digunakan harus mengalir bebas, desain gigi tiruan harus

mudah dipasang, dan dilepas oleh pasien, distribusi beban

fungsional harus merata dan seluas mungkin, hal ini untuk

menghindari terjadinya resopsi tulang alveolar yang cepat

karena beban oklusi yang berlebihan. Oklusi disusun secara

harmonis, pada pasien dengan gangguan TMJ pemilihan

anasir gigi dapat menggunakan anasir gigi non anatomis.

Pasien lansia dengan penyakit sistemik diabetes melitus

memiliki gangguan pada sekresi salivanya (xerostomia)

sehingga pasien dengan xerostomia yang parah pada gigi

tiruannya dapat dimodifikasi dengan reservoir. Pasien

ditekankan untuk memelihara kesehatan mulutnya,

diinstruksikan untuk kontrol maksimal enam bulan sekali

untuk mengecek kondisi dari gigi tiruan, jika terjadi

pelonggaran akibat resopsi dari tulang alveolar maka pada

gigi tiruan dapat dilakukan relinning dan rebassing

(Gunadi, 1995).

c. Karakteristik dan komponen gigi tiruan

1) Komponen gigi tiruan penuh

Komponen gigi tiruan penuh meliputi (Bakar, 2012):

a) Basis

Page 15: BAB II Lenti

18

Bagian dari gigi yang menggantikan tulang

alveolar yang sudah hilang, dan berfungsi

mendukung elemen atau anasir gigi.

b) Flange

Bagian dari basis yang membentang diatas

mukosa, melekat dari margin servikal gigi sampai

batas gigi tiruan.

c) Post dam

Retensi dari gigi tiruan rahang atas yang

tergantung dari suction seal.

2) Karakteristik gigi tiruan

Karakteristik dari gigi tiruan meliputi retensi dan

stabilisasi, adapun retensi dan stabilisasi yang

dimaksud adalah:

a) Retensi

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi antara lain

(Bakar, 2012):

(1) Faktor fisis

Faktor fisis yang dimaksud adalah

peripherial seal, efektifitas peripherial seal

sangat mempengaruhi efek retensi dari

tekananatmosfer. Posisi terbaik peripherial seal

adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada

permukaan bukal gigitiruan atas, pada

permukaan bukal gigi tiruan bawah. Peripherial

seal bersambung dengan postdam pada rahang

atas menjadi sirkular seal yang berfungsi

membendung agar udara dari luar tidak

dapatmasuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting

surface) dan mukosa sehingga tekanan atmosfer

di dalamnya tetap terjaga. Apabila pada sirkular

seal terdapat kebocoran, maka protesa akan

Page 16: BAB II Lenti

19

mudah lepas. Postdam, diletakkan tepat

disebelah anterior garis getar (AH line) dari

palatum molle dekat fovea palatina.

(2) Faktor fisik

Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan

mukosa mulut. Ketepatan kontak antara basis

gigi tiruan dengan mukosa mulut, tergantung

dari efektivitas gaya-gaya fisik dari

adhesi(saliva dengan gigi tiruan) dan kohesi

(saliva dengan saliva). Perluasan basis gigi

tiruan yang menempel pada mukosa (fitting

surface).

(3) Kondisi residual ridge yang baik, karena tidak

ada lagi gigi yang diggunakan sebagai

penyangga.

(4) Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang

di bawahnya untuk menghindari rasa sakit dan

terlepasnyagigi tiruan saat berfungsi.

(5) Pemasangan gigi geligi yang penting terutama

untuk gigi anterior karena harus mengingat

estetis walaupun tidak kalah pentingnya untuk

pemasangan gigi posterior yang tidak harus

sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih

kecil, untuk mengurangi permukaan

pengunyahan supaya tekanan padawaktu

penguyahan tidak memberatkan jaringan

pendukung.

(6) Untuk pemasangan gigi yang harus diperhatikan

adalah ekspresi pasien, umur, jenis kelamin

yang akan berpengaruh dalam pemilihan

ukuran, warna dan kontur gigi.  Perlu

Page 17: BAB II Lenti

20

diperhatikan adanya over bite, over jet, curve

von spee, curve monsoon.

b) Stabilisasi

Agar diperoleh stabilisai maka perlu diperhatikan:

(1) Ukuran dan bentuk basal seat

(2) Kualitas cetakan akhir

(3) Kontur permukaan yang halus

(4) Susunan gigi tiruan yang baik dan tepat

d. Tahapan pembuatan gigi tiruan

Tahapan pembuatan gigi tiruan antara lain (Itjingningsih,

2012):

1) Pencetakan

Pencetakan dalam pembuatan gigi tiruan penuh

dilakukan sebanyak dua kali yaitu:

a) Pencetakan pertama

Cetakan pertama dilakukan pada pasien

dengan menggunakan stock tray dengan bahan

cetak alginat teknik, teknik pencetakan mukostatik.

Hasil cetakan pertama akan digunakan sebagai

model studi.

b) Pencetakan kedua

Pencetakan kedua dilakukan dengan

menggunakan sendok cetak individual. Sedok

cetak individual dibuat dengan menggunakan

shellac. Shellac dilunakkan diatas api spirtus

kemudian diletakkan dan ditekan pada model studi.

Shellac dipotong sesuai dengan outline yang telah

digambar pada model studi. Pegangan sendok

cetak dibuat tegak lurus bidang horisontal dan pada

bagian palatum dibuat lubang dengan jarak 4-5 mm

untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih.

Bagian tepi shellac diberi compound untuk

Page 18: BAB II Lenti

21

mendapatkan ketinggian vestibulum. Cara

pencetakan:

(1) Rahang atas

Bahan cetak diaduk, setelah mencapai

konsistensi tertentu dimasukkan ke dalam

sendok cetak individual. Masukkan sendok

cetak dan bahan cetak ke dalam mulut,

kemudian sendok cetak ditekan ke processus

alveolaris.Caranya pada saat sendok cetak di

dalam mulut, dilakukan gerakan rahang bawah

ke kiri dan ke kanan serta mengintruksikan

pasien mangatakan “O” untuk mendapatkan

cetakan frenulum bukalis. Frenulum labialis

didapatkan dengan memberikan instruksi

untuk mengatakan huruf “U”. Post dam area

diperoleh dengan menginstruksikan pasien

untuk mengatakan “ah”, sehingga tampak

batas antara palatum durum dan palatum

molle. Posisi dipertahankan sampai setting,

kemudian sendok cetak dilepas dan

dimasukkan kembali ke rahang atas untuk

dicek retensinya dan untuk menandai AH line.

(2) Rahang Bawah

Bahan cetak diaduk, setelah teraduk rata

dan mencapai konsistensi tertentu dimasukkan

ke dalam sendok cetak. Masukkan sendok

cetak dan bahan cetak ke dalam mulut,

kemudian sendok ditekan ke processus

alveolaris. Pasien diinstruksikan untuk

mengucapkan huruf “O” untuk mendapatkan

cetakan frenulum bukalis. Kemudian pasien

diinstruksikan menjulurkan lidah untuk

Page 19: BAB II Lenti

22

medapatkan batas cetakan frenulum lingualis.

Pasien menggerakkan bibir dan pipi agar

bahan cetak dapat mencapai bukal flange dan

untuk mendapatkan frenulum labialis pasien

diinstruksikan mengucapkan huruf ”U”. Posisi

dipertahankan sampai setting, dan sendok

cetak dilepas.

2) Pembuatan desain gigi tiruan

Pembuatan desain gigi tiruan meliputi:

(a) Pembuatan lekuk pengontrol pada dasar model

kerja agar keadaan model sewaktu penyusunan gigi

pada artikulator sama dengan keadaan model

rahang sesudah gigi tiruan penuh disalin dengan

akrilik.

(b) Pembuatan kawat penguat

(c) Penarikan garis tengah model kerja rahang atas dan

rahang bawah.

(d) Penarikan garis puncak linggir.

3) Pembuatan bite rim

Pembuatan bite rim dengan cara:

a) Sebelum pembuatan bite rim, dibuat base plate

terlebih dahulu.

b) Bite rim berbentuk tapal kuda dan diletakkan diatas

base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada

keadaan oklusi sentrik yang nantinya akan

dipindahkan ke artikulator. Bagian anterior

memiliki tinggi 12 mm, lebar 4 mm; bagian

posterior memiliki tinggi 10-11 mm, lebar 6 mm.

Untuk lengkung bite rim rahang bawah disesuaikan

dengan alveolar ridge yang ada, sedangkan bite rim

untuk rahang atas dibuat setinggi ±2 mm di bawah

Page 20: BAB II Lenti

23

bibir atas saat rest position. Tinggi bite rim rahang

bawah dibuat sejajar dengan tinggi retromolar pad.

c) Pembuatan bite rim dimulai dari rahang atas

dengan menggunakan bantuan 3 titik, yaitu 2 titik

tragus – canthus kanan dan kiri serta titik ala nasi.

Dari ketiga titik tersebut dihubungkan. Penentuan

garis tragus-canthus, ditarik dari sudut mata

(canthus) ke tragus, yang menjadi panduan letak

kondil rahang yang terletak ± 0,5 inci (12-14 mm)

di depan tragus pada garis ini. Dari titik tersebut,

ditentukan garis chemfer yaitu garis lurus yang

menghubungkan tragus dengan sayap hidung (ala

nasi).

d) Setelah bite rim rahang atas dipasangkan pada

pasien, lalu pemasangan oklusal guide plane.

Pasien diperiksa dari arah depan dan samping

hingga didapatkan oklusal guide plane anterior

sejajar dengan garis interpupil serta pada oklusal

guide plane bagian lateral sejajar garis chamfer.

Apabila belum didapatklan kesejajaran, maka bite

rim terus dikurangi sampai bentuk yang kita

kehendaki.

e) Median line dari pasien diperoleh dari tengah lekuk

bibir atas untuk menentukan garis tengah yang

memisahkan incisivus kanan dan kiri.

4) Pencatatan MMR (Maxilo Mandibula Relationship)

Terlebih dahulu dicari dimensi vertikal (inter oclusal

distance) dengan mngukur jarak pupil dan sudut mulut

sama dengan jarak hidung dan dagu (PM = HD) pada

keadaan rest posisi. Pada keadaan relasi sentrik,

dimensi vertikal :physiologic rest position - freeway

space = (PM=HD - 2 mm). Freeway space 2-4 mm

Page 21: BAB II Lenti

24

diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang

bawah. Hal ini berguna untuk pasien mengucapkan

huruf-huruf tertentu yang pengucapannya

menggunakan space ini, misalnya huruf “s” (faktor

fonetik).

5) Centic relation record

Merupakan suatu relasi mandibula terhadap

maksila pasa suatu relasi vertikal, ditetapkan pada

posisi mandibula paling posterior. Cara dengan

menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa

sehingga processus condyloideus akan tertarik ke fossa

yang paling posterior karena tarikan dari otot dan

menelan ludah berulang-ulang. Pasien disuruh

menggerakkan mandibula berulang-ulang sampai

pasien biasa dengan relasi tersebut. Setelah mendapat

posisi sentrik bite rim diberi tanda tempat garis ketawa

dan median line.

6) Pemasangan di artikulator

Setelah ditemukan relasi sentrik dilakukan fiksasi

dengan metode double V groove yaitu dengan membuat

groove berbentuk V pada kanan dan kiri bite rim

rahang atas pada gigi premolar pertama dan molar

pertama, kemudian diberi vaselin. Pada bite rim rahang

bawah diberi tambahan malam menyesuaikan groove

kemudian pasien melakukan sentrik sehingga tambahan

malam pada bite rim rahang bawah dapat masuk ke

groove bite rim rahang atas. Kemudian dipasang

artikulator, pemasangan dapat menggunakan mounting

table jika kedua model menggunakan fiksasi double V

groove.

7) Pemasangan anasir gigi

Page 22: BAB II Lenti

25

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan anasir

gigi (Itjiningsih,2012):

a) Bentuk wajah dan rahang

b) Jenis kelamin

c) Perbedaan warna dan keausan gigi

d) Ukuran gigi yang bervariasi sesuai dengan garis

orientasi.

(1) Gigi anterior

(a) Garis senyum – garis orientasi insisal

untuk panjang gigi yaitu 2/3 panjang

insisivus sentral atas.

(b) Jarak sebelah distal kanisnus dekstra

sinistra sama dengan jumlah ke enam gigi

anterior atas.

(c) Jarak ala nasi berhimpit dengan poros gigi

kaninus atas.

(d) Lebar gigi I-I atas sama dengan 1/16 lebar

bizygomatic.

(2) Gigi posterior

(a) Panjang gigi disesuaikan dengan jarak

antara linggir rahang.

(b) Lebar mesio distal gigi.

(c) Lebar buko lingua atau palatal yang telah

disesuaikan dengan lebar mesio distalnya.

e) Bahan gigi

Bahan gigi dapat dari bahan akrilik, logam atau

porselen.

Penyusunan anasir gigi dilakukan secara bertahap yaitu

gigi anterior atas, gigi anterior bawah, gigi posterior

atas, dan gigi molar pertama bawah kemudian gigi

posterior bawah lainnya. Penyusunan gigi antara lain:

a) Penyusunan gigi anterior

Page 23: BAB II Lenti

26

Penyusunan gigi dimulai dari gigi anterior rahang

atas kemudian gigi anterior rahang bawah, jangan

lupa diperhatikan overbite dan overjetnya. Ketika

di try in ke pasien juga harus memperhatikan:

(1) Garis caninus (pada saat rest posisi terletak

pada sudut mulut)

(2) Garis ketawa (batas cervikal gigi atas, gusi

tidak terlihat pada saat tertawa)

(3) Fungsi fonetik (pasien disuruh mengucapkan

huruf s, f, t, r, m)

b) Penyusunan gigi posterior

Pemasangan gigi posterior harus disesuaikan

dengan:

(1) Kurva anteroposterior yang terdiri dari :

(a) Bidang horizontal tempat disusunnya gigi

premolar pertama dan kedua.

(b) Bidang oblique tempat disusunya gigi

molar pertama dan kedua.

(2) Kurva lateral yang terdiri dari :

(a)Bidang tegak yang terbentuk dari garis

singgung pada occlusal bite rim, dimana

permukaan bukal gigi premolar

ditempatkan

(b)Bidang dengan sudut penyimpangan 6o

dari bite rim ke arah palatal, dimana

terletak permukaan bukal gigi molar.

Untuk pemasangan gigi posterior rahang atas ini

harus diperhatikan :

(1) Kurva Von Spee ke arah antero posterior.

Kurva Von Spee yaitu kurva imaginer antero-

posterior dimana terdapat bidang horisontal

yang merupakan tempat disusunnya gigi

Page 24: BAB II Lenti

27

premolar superior pertama dan premolar

superior kedua sedangkan tempat disusunnya

gigi molar superior pertama dan molar

superior kedua dalam bidang oblik.

(2) Kurva dari Wilson ke arah lateral kiri dan

kanan.

Penyusunan gigi posterior bawah harus

disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk

lengkung Manson. Kurva Monson atau kurva

lateral yaitu bidang yang terbentuk dari garis

singgung pada oklusal bite rim dimana permukaan

bukal gigi premolar ditempatkan dan bidang

dengan sudut penyimpangan 6 dari bite rim ke

arah palatal dimana terletak permukaan bukal gigi

molar. Setelah pemasangan gigi posterior

dilakukan try in (Lakshmi, 2010).

8) Try in

Try in seluruh gigi tiruan di atas malam dan kontur gusi

tiruannya, lalu dilakukan pengamatan pada (Bakar,

2012):

a) Oklusi

b) Stabilisasi dengan working side dan balancing

side.

c) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis

ketawa

d) Pasien diinstruksikan mengucapkan huruf-huruf p,

b, d, v dan lain-lain sampai tidak ada gangguan.

9) Wax contouring geligi tiruan

10) Flasking

11) Packing

12) Processing/curring

13) Deflasking

Page 25: BAB II Lenti

28

14) Pemasangan kembali dan pengasahan selektif

15) Penyelesain gigi tiruan

16) Pemolesan gigi tiruan

17) Insersi

Setelah diganti dengan akrilik protesa diinsersikan ke

dalam mulut pasien, saat insersi harus diperhatikan

retensi, stabilisasi, oklusi, artikulasi. Saat insersi pasien

harus diberi edukasi antara lain:

a) Pasien dianjurkan untuk beradaptasi dengan

protesa tersebut sampai biasa.

b) Malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar

jaringan otot-otot dibawahnya dapat beristirahat.

c) Pasien membersihkan protesanya setiap kali

sehabis makan dan sebelum tidur. Gigi tiruan dapat

dibersihkan dengan sikat gigi dan pembersih

seperti larutan hipoclorida, pembersih asam

mineral, bubuk dan pasta yang mengandung bahan

abrasif ringan.

d) Mukosa pendukung dibersihkan dengan sikat gigi

yang lembut dan perlahan untuk menghindari

kerusakan mukosa selama 1-2 menit setiap pagi

hari dan malam hari.

e) Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa

tidak stabil, pasien dianjurkan untuk segera

kembali ke klinik.

f) Kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

untuk dilakukan pengecekan.

18) Kontrol

Ketika kontrol yang perlu diperhatikan adalah:

a) Pemeriksaan subjektif

Meliputi keluhan pasien tentang gigi tiruannya,

ekspresi pasien.

Page 26: BAB II Lenti

29

b) Pemeriksaan objektif

Adanya mukosa yang kemerahan, atau alergi

terhadap gigi tiruan, adanya lesi di dalam rongga

mulut yang disebabkan karena pemakaian gigi

tiruan.

e. Prognosis

Prognosis mwrupakan suatu perdiksi terhadap

kemungkinan keberhasilan dalam suatu perawatan yang

dibuat berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis

penyakit dan faktor-faktor resikonya. Prognosis biasanya

ditentukan sesudah diagnosis ditetapkan dan sebelum

perawatan dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam menentukan prognosis antara lain (Jonathan, 2003):

1) Faktor klinis

Faktor klinis yang dimaksud adalah usia pasien,

keparahan penyakit dan kerja sama pasien (pasien yang

kooperatif).

2) Faktor sistemik

Faktor sistemik yang dimaksud adalah penyakit

sistemik yang sedang diderita oleh pasien seperti

penyakit diabetes dan faktor genetik.

3) Faktor lokal

Faktor lokal seperti oral hygiene, faktor anantomis dan

faktor prostetik.

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan penuh diperkirakan

baik, dengan mempertimbangkan:

a) Keadaan processus alveolaris rahang atas dan rahang

bawah masih cukup baik

b) Gigi geligi yang masih ada cukup kuat

c) Oral hygine pasien baik

d) Jaringan pendukung sehat

e) Kesehatan umum pasien baik

Page 27: BAB II Lenti

30

f) Pasien termotivasi, kooperatif dan komunikatif.