Upload
duonghuong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
A. Kedudukan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia dan memiliki peran
sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai a) lambang kebanggaan
nasional, b) lambang identitas nasional, c) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda
latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan d) alat perhubungan antardaerah. Jadi, dalam
hal ini kedudukan Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional sekaligus bahasa negara
dimana dalam kedudukannya tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi pemersatu bangsa
Indonesia di tengah keragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia.
Di Sekolah Dasar, proses pembelajaran Bahasa Indonesia berlandaskan pada a)
Landasan formal yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berisi tujuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus, b) Landasan filosofis ideal berupa wawasan teoritik konseptual yang merupakan
sejumlah pendekatan yang melandasi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu pendekatan
komunikatif yang dijiwai teori fungsionalisme, pendekatan tematis-integratif, dan pendekatan
proses, dan c) Landasan operasional berupa buku teks pelajaran bahasa Indonesia.
B. Kurikulum Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Resmini dkk, 2006:31). Guru
9
sebagai perencana dan pelaksana kegiatan pembelajaran hendaknya berpedoman pada
kurikulum yang diberlakukan saat ini.
Pelaksanaan proses pendidikan di Indonesia didasarkan pada landasan formal berupa
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Berdasarkan landasan tersebut maka pelaksanaan pengajaran didasarkan pada
kurikulum yang ditetapkan yaitu Kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia pada jenjang Sekolah Dasar adalah KTSP dimana dalam pembelajarannya
diorientasikan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu mulai dari tujuan pendidikan nasional,
kurikulum, silabus, pembelajaran, guru sampai pada tujuan siswa. Hal tersebut merupakan
tujuan-tujuan yang perlu dicapai dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
C. Fungsi, Tujuan, dan Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana
fungsi, tujuan, dan prinsip dari pembelajaran Bahasa Indonesia.
1. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Depdiknas (Herda, 2010:11) standar kompetensi disiapkan dengan
mempertimbangkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya yang
berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai:
10
a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan.
b. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
c. Sarana menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai
keperluan menyangkut berbagai masalah.
d. Sarana pengembangan penalaran.
e. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia.
Dilihat dari fungsinya, pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia secara benar di
setiap jenjang pendidikan khususnya di Sekolah Dasar memiliki nilai positif bagi siswa.
Sesuai dengan salah satu fungsi pembelajaran Bahasa Indonesia yang tercantum di atas yaitu
berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran, artinya pembelajaran Bahasa Indonesia
secara tidak langsung telah membantu dalam pencapaian tujuan umum bahasa dan sastra
Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan
kematangan sosial. Selain itu Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran
pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan bernalar serta
kemampuan memperluas wawasan. Hal tersebut terkait dengan fungsi pembelajaran Bahasa
Indonesia yang lainnya.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan
penggunaan bahasa, selain itu pembelajaran bahasa diarahkan untuk mempertajam kepekaan
perasaan siswa. Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang
disampaikan secara langsung, melainkan juga yang disampaikan secara tidak langsung.
Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, juga
untuk memperluas wawasan siswa.
11
Menurut BSNP (Herda, 2010:12) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara
lisan maupun tulis;
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa negara;
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan;
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan sosial dan emosional;
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Menilik dari tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di atas, secara tersirat dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
untuk mempertahankan eksistensi Bahasa Indonesia dalam kehidupan Bangsa Indonesia.
3. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada wawasan
pembelajaran yang dilandasi prinsip humanisme, progresivisme, dan konstruktivisme.
(Resmini, 2006:4).
Prinsip humanisme berisi wawasan sebagai berikut:
a. Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu.
Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah 1) Guru
bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, 2) Siswa disikapi sebagai subjek
12
belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, serta 3) Dalam
proses belajar mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping,
pemotivasi, fasilitator dan aktor yang juga bertindak sebagai pembelajar.
b. Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan tersebut
dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah 1) Isi pembelajaran harus memiliki
kegunaan bagi pembelajar secara aktual, 2) Dalam kegiatan belajarnya siswa harus
menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya, 3) Isi pembelajaran
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman dan pengetahuan
pembelajar.
c. Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut
dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia adalah 1) Layanan pembelajaran selain
bersifat klasikal dan kelompok juga bersifat individual, 2) Pembelajar selain ada yang
dapat menguasai materi pembelajaran secara tepat juga ada yang menguasai isi
pembelajaran secara lambat, 3) Pembelajar perlu disikapi sebagai subjek yang unik, baik
menyangkut proses merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai hasil bentukan
lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial
masyarakatnya.
Dalam hal ini guru perlu melihat subyek pembelajar dari berbagai sisi mulai dari
pengetahuan, kemampuan intelektual, pengalaman belajar siswa sampai pada lingkungan
sekitar siswa yang dapat mempengaruhi proses berpikir siswa. Selain itu, guru juga harus
menganggap siswa sebagai subyek aktif yang memiliki kemampuan untuk mencari sendiri
pemahaman tentang sesuatu hal sehingga dalam hal ini guru tidak harus selalu menyuapi
siswa dengan berbagai informasi melainkan hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi
siswa dalam memperoleh informasi yang lebih kompleks.
13
Lebih lanjut lagi sejumlah prinsip di atas dapat dihubungkan dengan prinsip
progresivisme yang beranggapan bahwa:
a. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi memerlukan
daya kreatifitas. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan melalui kreatifitas ini
berkembang secara berkesinambungan. Pemahaman kosakata misalnya, akan
membentuk keterampilan menyusun kalimat. Begitu juga keterampilan membaca dan
menulis dibentuk oleh kemampuan memahami kosakata dan keterampilan tersebut
diperoleh secara utuh dan berkesinambungan apabila dalam proses pembelajarannya
siswa secara aktif melakukan pemaknaan kosakata, berlatih menyusun kalimat,
melakukan kegiatan membaca dan berlatih secara langsung.
b. Dalam proses belajarnya siswa sering kali dihadapkan pada masalah yang memerlukan
pemecahan secara baru. Dalam pemecahan tersebut siswa perlu menyaring dan
menyusun ulang pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya secara coba-coba atau
hipotesis. Dalam hal ini terjadi cara berpikir yang terkait metakognisi. Sesuai dengan
gambaran proses berpikir dalam pemecahan masalah, metakognisi adalah penghubung
sesuatu pengetahuan dengan pengalaman atau pengetahuan lain melalui proses berpikir
untuk menghasilkan sesuatu.
Sejalan dengan wawasan di atas, prinsip konstrutivisme menganggap bahwa proses
belajar disikapi sebagai kreatifitas dalam menata serta menghubungkan pengalaman dan
pengetahuan hingga membentuk suatu keutuhan. Dalam tindakan kreatif tersebut siswa
pada dasarnya merupakan subjek pemberi makna. Kesalahan sebagai bagian dari kegiatan
belajar justru dapat membuahkan pengalaman dan pengetahuan baru. Sebab dalam proses
pembelajaran, guru sebaiknya tidak “menggurui” melainkan secara adaptif berusaha
memahami jalan pikiran siswa untuk kemudian menampilkan sejumlah kemungkinan.
14
Dilihat dari penjelasan mengenai prinsip progresivisme dan konstruktivisme di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan secara utuh tidak dapat diperoleh secara instan.
Tetapi harus melewati tahapan-tahapan proses yang berkesinambungan serta saling
berhubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Dalam melewati tahapan-tahapannya
guru pun harus memperhatikan karakteristik dan tingkat perkembangan peserta didik agar
proses pembelajaran dinilai tidak memberatkan siswa. Hal tersebut sejalan dengan apa
yang diungkapkan oleh Fulwier (Resmini dkk, 2007: 5) bahwa Like students, teacher as
learner are unique. Dinyatakan demikian karena dalam mengendalikan, mengembangkan,
sampai ke mengubah bentuk proses belajar mengajar guru bisa jadi sering dihadapkan
pada masalah baru. Karena itu, guru juga perlu belajar, mengembangkan kreatifitas sejalan
dengan kekhasan subjek didik, peristiwa belajar, konteks pembelajaran, maupun
terdapatnya berbagai bentuk perkembangan.
D. Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar
Bahan pembelajaran Bahasa Indonesia pada tujuan khusus pemahaman tertulis
siswa mampu mencari sumber mengumpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari
bacaan (Depdikbud, 1993 : 2). Pada sisi lain bacaan yang diberikan harus menarik dan
bermanfaat, Tarigan (1988 : 27) mengatakan bahwa untuk memperoleh pengukuran
pembaca yang lebih tinggi, beberapa prinsip pembaca yang harus diperhatikan adalah :
1. Membaca bukanlah hanya mengenal huruf dan membunyikannya, tetapi harus melampaui pengenalan bunyi dan huruf.
2. Pembaca dan penguasaan bahasa yang terjadi secara serempak. 3. Membaca dan berfikir secara serempak. 4. Membaca menghubungkan lambang tulis dengan ide dan rujukan yang ada
dibelakang lambang huruf. 5. Membaca yang bermuara pada pemahaman (membaca berarti memahami)
Berdasarkan pemaparan di atas tampak dengan jelas bahwa membaca bukan hanya
mengandalkan kemampuan visual saja dalam artian menerjemahkan simbol huruf ke
dalam bentuk kata-kata lisan melainkan melibatkan kemampuan kognitif yaitu
15
menggunakan kesadaran dalam mengolah dan menggunakan informasi yang diperoleh dari
proses membaca itu sendiri, sehingga makna yang tersurat maupun tersirat yang
terkandung dalam bacaan dapat dipahami dengan baik.
E. Hakikat Membaca
1. Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-
kata/bahasa tulis. (Tarigan, 2008:7) Klein, dkk. (1996) melalui
http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/01/metode-membaca.html mengemukakan
bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca
adalah strategi, dan (3) membaca merupakan interaktif.
Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan
pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam
membentuk makna. Membaca juga merupakan suatu strategi. Pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam
rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis
teks dan tujuan membaca. Membaca adalah interaktif, maksudnya adalah keterlibatan
pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks
yang bermanfaat akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca
seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca
teks.
16
2. Tujuan Membaca
Tarigan (2008:9) mengungkapkan tujuan utama dalam membaca adalah untuk
mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna,
arti (meaning) erat sekali bethubungan dengan maksud tujuan atau intensif kita dalam
membaca. Berikut ini, akan dikemukakan beberapa yang penting :
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah
dilakukan oleh tokoh, dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus
atau untuk memecahkan masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini
disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading
for details of facts).
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan
menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang
dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk
mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-
ide utama (reading for main ideas).
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian
cerita, apa-apa yang terjadi mula-mula, pertama, kedua dan seterusnya. Setiap tahap
ini dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian
buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan,
organisasi cerita (reading for sequence or organization).
d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan
seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para
pembaca. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading
for inference).
17
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar
mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar
atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading for classify)
f. Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-
ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau
bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai,
membaca mengevaluasi (reading for evaluate).
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana
hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai
persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk
memperbandingkan atau mempertentangkan (reading for compare or contrast).
3. Manfaat Membaca
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut tercipta masyarakat
yang gemar membaca. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui
membaca. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan
baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu
menjawab tantangan hidup pada masa-masa yang akan datang.
Burns, dkk. (Rahim, 2007 dalam Herda 2010: 22) mengemukakan bahwa
kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar.
Namun anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan
termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus menerus dan
anak-anak yang melihat tingginya nilai (value) membaca dalam kegiatan pribadinya
akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan
keuntungan dari kegiatan membaca. Anak-anak yang telah memahami penting dan
18
manfaat membaca tentu saja dalam dirinya akan timbul sugesti bahwa membaca
merupakan kebutuhan dalam hidupnya.
Dari penjelasan tersebut tak heran jika banyak orang kerap mengatakan bahwa
membaca merupakan jembatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan wawasan
yang seluas-luasnya, karena dengan membaca seseorang tidak akan merasa tertinggal di
zaman yang semakin berkembang seperti sekarang ini.
4. Jenis-jenis Membaca
Dalam kajian membaca dikenal banyak jenis membaca. Dasar pijakan dalam
melakukan pembagian atau penggolongan jenis jenis membaca bermacam-macam.
Jenis-jenis membaca menurut Resmini (2006:30 dalam Herda, 2006:21) :
a. Membaca pemahaman (Reading For Understanding,), membaca yang bertujuan memahami isi pesan dalam bacaan.
b. Membaca memindai disebut juga membaca tatap (scanning), kegiatan membaca yang sangat cepat untuk memperoleh info tertentu dari bahan bacaannya.
c. Membaca layap/membaca sekilas (skimming), adalah membaca yang membuat kita bergerak cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mengetahui isi umum/bagian dalam suatu bacaan.
d. Membaca intensif (intensive reading), proses membaca yang dilakukan secara seksama, cermat dan teliti dalam penanganan terperinci yang dilakukan pada saat membaca.
e. Membaca nyaring/suara keras, kegiatan membaca yang dilakukan untuk meningkatkan membaca dan menyimak.
f. Membaca dalam hati, tujuan membaca dalam hati adalah melatih siswa menangkap arti bacaan dalam waktu singkat dan melatih kesanggupan siswa untuk memusatkan perhatian dan pikiran pada satu soal, serta melatih siswa untuk dapat mengambil kesimpulan dari apa yang dibacanya
F. Membaca Pemahaman
1. Pengertian Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi
keterampilan-keterampilan yang perlu dipahami dan menetapkan informasi yang ada
dalam bahn-bahan tertulis (Abidin, 2010:126). Menurut Tarigan (1990) dalam Abidin
(2002:126) membaca pemahaman (reading for understanding) adalah jenis membaca
19
untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis dan
pola-pola fiksi dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks.
Hal senada juga diungkapkan oleh Nuttal (Fifin, 2007 dalam Tn, 2009:11) bahwa
membaca pemahaman merupakan proses interaksi antara pembaca dengan teks dalam
suatu peristiwa membaca. Dimana kegiatan tersebut ditekankan pada keterampilan
menguasai isi bacaan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca
pemahaman merupakan suatu proses untuk memahami isi bacaan, menyimpulkan isi
bacaan, mengenal dan menemukan ide baik yang tersurat maupun yang tersirat dari teks
bacaan, serta merefleksikan hal-hal yang telah dibaca.
Di bawah ini merupakan beberapa indikasi membaca pemahaman yang harus
dicapai adalah sebagai berikut (Abidin, 2010: 127-128):
a. Melakukan, pembaca memberikan respons secara fisik terhadap perintah membaca.
b. Memilih, pembaca memilih alternatif bukti pemahaman baik secara lisan maupun tulisan.
c. Mengalihkan, pembaca mampu menyampaikan secara lisan apa yang telah dibacanya.
d. Menjawab, pembaca mampu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan. e. Mempertimbangkan, pembaca mampu menggarisbawahi atau mencatat pesan-
pesan penting yang terkandung dalam bacaan. f. Memperluas, pembaca mampu memperluas bacaan atau minimalnya mampu
menyusun bagian akhir cerita (khusus untuk bacaan fiksi). g. Menduplikasi, pembaca mampu membuat wacana serupa dengan wacana yang
dibacanya (menulis berdasarkan versi pembaca). h. Modeling, pembaca mampu memainkan peran cerita yang dibacanya. i. Mengubah, pembaca mampu mengubah wacana ke dalam bentuk wacana lain
yang mengindikasikan adanya pemrosesan informasi. (Brown, 2001).
2. Prinsip-Prinsip Membaca Pemahaman
Mc. Laughlin & Allen (Abidin, 2010:130) mengemukakan prinsip-prinsip
membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi pemahaman
membaca ialah seperti yang dikemukakan berikut ini:
20
a. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial Andersen (Rahim, 2008) mengemukakan bahwa kaum konstruktivis yakin bahwa siswa membangun dan menghubungkan pengetahuan dengan pengetahuan yang telah diketahuinya.
b. Keseimbangan kemahiraksaraan merupakan kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman.
c. Guru membaca yang profesional (unggul) mempengaruhi belajar siswa. Guru yang unggul sadar apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang dibutuhkan siswa untuk berhasil. Dalam proses membaca guru berperan untuk menciptakan pengalaman yang memperkenalkan, memelihara atau memperluas kemampuan siswa untuk memahami teks.
d. Pembaca yang baik memegang peranan yang sangat strategis dan berperan aktif dalam proses membaca. McLaughlin & Allen menyatakan pembaca yang baik adalah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun makna.
e. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna Siswa perlu mengakrabi teks dalam berbagai tingkat kesukaran. Ketika tingkat teks yang sedang digunakan adalah teks yang sulit, guru membantu siswa dalam meningkatkan pengalaman belajar dan siswa menerima berbagai tingkat dukungan dari guru, bergantung pada tujuan dan setting pengajaran.
f. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas. Pengalaman membaca berbagai jenis materi bacaan memberikan siswa pengetahuan sejumlah struktur teks dan meningkatkan proses memahami suatu teks.
g. Perkembangan kosakata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca. Blachowies & Fisher (Rahim, 2008) mengidentifikasi empat petunjuk (guide lines) untuk pengajaran kosakata, yaitu (1) siswa hendaknya diprkenalkan secara aktif dalam memahami kata-kata dan dihubungkan dengan strategi-strategi, (2) belajar kosakata hendaknya sesuai dengan selera (keinginan) siswa, (3) siswa diajarkan mengakrabi kata-kata, dan (4) siswa harus mengembangkan kosakatanya melalui wacana-wacana yang diulang penggunaannya dari berbagai sumber informasi.
h. Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman. Tierry (Rahim, 2008) menggambarkan proses berpikir harus terlibat ketika membaca oleh karenanya siswa (dalam pikiran mereka) harus menjadi bagian dari cerita. Keterlibatan pembaca termotivasi untuk membaca dengan berbagai tujuan, memanfaatka pengetahuan yang diproleh dari pengalaman sebelumnya untuk membangkitkan pemahaman baru serta berpartisipasi dalam interaksi sosial yang bermakna tentang bahan bacaan.
i. Gunakan strategi dan keterampilan membaca pemahaman yang bisa diajarkan. 1) Peninjauan – mengaktifkan latar belakang pengetahuan memprediksi dan
menyusun tujuan
21
2) Membuat pertanyaan sendiri – membuat pertanyaan untuk memandu baca
3) Membuat hubungan, menghubungkan membaca dengan dirinya sendiri, teks, dan lain-lain
4) Memvisualisasikan – menciptakan gambaran secara mental sambil membaca
5) Mengetahui bagaimana kata-kata menjadi kalimat bermakna, memahami kata-kata melalui perkembangan kosakata yang strategis, mencakup penggunaan sintaksis, yang memberi petunjuk makna kata untuk menemukan kata-kata yang tidak dikenal.
6) Memonitor – menanyakan “bisakan ini dipahami?”, memperjelas dengan mengadaptasi proses strategis untuk mengakomodasi tanggapan
7) Meringkas – menyintesiskan gagasan-gagasan yang penting 8) Mengevaluasi, membuat pertimbangan-pertimbangan
j. Penilaian yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.
Menilai kemajuan siswa penting karena memungkinkan guru
menemukan kelebihan dan kekurangan, merencanakan pengajaran dengan
tepat, mengkomunikasikan kemajuan siswa kepada orang tua, dan
mengevaluasi keefektifan strategi mengajar.
2. Tujuan Membaca Pemahaman
Greene dan Patty (Tarigan, 1994:37) dalam (Herda, 2010:30) mengemukakan
tujuan membaca pemahaman untuk :
a. Menemukan ide pokok
b. Memilih butir-butir penting
c. Mengikuti petunjuk-petunjuk
d. Menentukan organisasi bahan bacaan
e. Menentukan citra visual dan citra lainnya dari bacaan
22
f. Menarik kesimpulan
g. Menduga makna dan meramalkan dampak-dampak
h. Merangkum wacana yang dibaca
i. Membedakan fakta dan pendapat
j. Memperoleh informasi dari aneka sumber, ensiklopedia, atlas dan peta
Untuk melakukan poin-poin di atas tentu saja seseorang harus benar-benar
memahami teks bacaan agar hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan baik. Misalnya pada
poin menemukan ide pokok, seseorang tidak akan dapat mengetahui ide pokok atau apa
yang menjadi pokok bahasan dalam suatu teks bacaan jika orang tersebut tidak benar-
benar memahami isi bacaan itu sendiri. Itulah yang menjadi salah satu tujuan seseorang
membaca sekaligus memahami isi teks bacaan.
3. Teknik Membaca Pemahaman
Efisiensi membaca akan lebih baik jika informasi yang dibutuhkan sudah
ditentukan lebih dahulu. Konsentrasi perhatian dan pikiran dapat diarahkan pada
informasi itu. Informasi yang dibutuhkan disebut informasi fokus. Pada umumnya untuk
menentukan informasi fokus dengan efisien ada beberapa teknik membaca yang
digunakan, (1) baca pilih (Selecting), (2) baca lompat (Skipping), (3) baca layap
(Skimming), dan (4) baca tatap (Scanning) (menurut Tampubolon dalam Herda : 2010 :
40).
a. Membaca Memindai (Scanning)
Membaca memindai disebut juga membaca tatap (Scanning). Membaca
memindai ialah membaca sangat cepat. Menurut Mikulecky & Jeffries (Rahim, 2007: 60
dalam Herda, 2010: 42), membaca memindai penting untuk meningkatkan kemampuan
membaca. Siswa yang menggunakan teknik membaca memindai akan mencari beberapa
informasi secepat mungkin.
23
Membaca memindai digunakan untuk :
1) Membaca Memindai Daftar Isi
2) Membaca Memindai Jadwal Pelajaran
Membaca memindai suatu jadwal sering dilakukan apabila bepergian.
Pembelajaran membaca memindai tentang jadwal bisa ditemukan dalam kurikulum
2004 mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas V. Kompetensi Dasar yang harus
dimiliki siswa yaitu membaca memindai dan hasil belajar yang diharapkan adalah
menemukan informasi secara cepat dari berbagai teks khusus, serta indikator
pencapaian hasil belajar adalah; a) Menemukan secara cepat dan tepat informasi yang
diminta oleh guru dan temanmu, b) Menjelaskan jadwal dalam bentuk uraian.
3) Membaca Memindai Iklan
Dalam kurikulum Bahasa Indonesia tahun 2004 untuk kelas V, membaca iklan
merupakan salah satu kompetensi dasar dari membaca intensif. Hasil belajar yang
diharapkan bisa dimiliki siswa ialah membaca beberapa iklan mini, sedangkan
indikator keberhasilan ialah a) menafsirkan siapa iklan itu, b) menyimpulkan tentang
apa yang diiklankan, c) menuliskan isi iklan ke dalam beberapa kalimat.
4) Membaca Memindai Petunjuk Pemakaian Obat, Pupuk, Alat Rumah Tangga, dan
Sebagainya.
Dalam Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Dasar Tahun 2004 untuk kelas IV,
ditemukan kompetensi dasar yang berbunyi membaca memindai dengan hasil
belajarnya, menjelaskan isi petunjuk pemakaian dari hasil membaca, sedangkan
indikator tercapai atau tidaknya suatu kompetensi dasar mencakup, a) Menjelaskan
urutan petunjuk obat, pupuk, alat rumah tangga, dan sebagainya, b) Menjawab
pertanyaan tentang isi petunjuk, c) Menyampaikan isi petunjuk kepada teman.
5) Membaca Memindai Kamus dan Buku Telepon
24
Kegiatan awal membaca kamus ialah pengabjadan mencari kata dasar dari kata
berimbuhan. Kegiatan ini perlu dilakukan sebelum membaca kamus. Pembelajaran
membaca memindai untuk mencari kata dalam kamus sedikit berbeda dengan mencari
nomor telepon seseorang dalam buku petunjuk telepon.
b. Membaca Layap (Skimming)
Membaca layap ialah membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau
bagian suatu bacaan. membaca dengan cepat sering dibutuhkan ketika sedang
membaca. Membaca layap dibutuhkan untuk mengetahui sudut pandang penulis
tentang sesuatu, menemukan pola organisasi paragraf dan menemukan umum dengan
cepat (Mikulecky & Jeffries, 1998, dalam Herda, 2010 : 46)
G. Hakikat Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning berasal dari kata
“cooperative” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) dalam
Isjoni (2010:15) mengemukakan “in cooperative learning method,, students work
together in four members teams to master material initiality preseted by the teacher”.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa dimana sistem belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2010:16) menyebutkan cooperative learning
dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-
tugas terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah
25
terbentuk suatu kelompok atau suatu tim di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada
umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa
(Student Oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain. Model
pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan
berbagai usia.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan
nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994) dalam Isjoni
(2010:17):
Cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Selain itu, Slavin (1995) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010: 17)
menyebutkan:
Cooperative learning merupakan metode pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching).
Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti
lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa
lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Ada banyak alasan mengapa cooperative learning mampu memasuki
mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang
keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin
menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta
26
menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang kemampuannya merata,
namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan
pendekatan ini, karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang
beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa
yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamannya.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja
sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara
belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa
perilaku sosial.
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar
peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama-sama temannya dengan cara
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning
sebagaimana dikemukakan Slavin (1995) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010:21)
yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama
untuk berhasil.
a. Penghargaan Kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok
mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan
pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan
antar personal yang saling mendukung, membantu, dan saling peduli.
27
b. Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban
secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-
tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat konvensional,
cooperative learning memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya dilihat dari
aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan
membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara
bersama-sama dalam merumuskan ke arah pandangan kelompok. (Cilibert-Macmilan,
1993 dalam Isjoni, 2010:23).
Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learning, siswa
memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga bisa
melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (Thinking
Skill), maupun keterampilan sosial (Social Skill), seperti keterampilan untuk
mengemukakan saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan,
dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl,
1994 dalam Isjoni 2010:23).
28
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan,
kemampuan,dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan
demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan
sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Selanjutnya, menurut Sharan (1990) dalam Isjoni (2010:23) menyebutkan:
Siswa yang belajar menggunakan metode cooperative learning akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung oleh teman sebaya. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.
Cooperative learning menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan para
siswa antara lain : (1) siswa terlibat di dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring,
dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku partisipasi sosial; (2)
respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan
kemanusiaan dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika
mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama; (3) berpartisipasi dalam
tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama, konsensus dan penataan aturan
mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan
membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok belajar. Ketika mereka
berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan
diri bagaimana memecahkan konflik, menangani berbagai problem dan membuat
pilihan-pilihan yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin
mereka temukan dalam situasi dunia ini.
Jadi, dengan cara menghargai pendapat orang lain dan saling membetulkan
kesalahan secara bersama, mencari jawaban yang tepat dan baik, dengan cara mencari
29
jawaban yang baik dan benar serta memperoleh pengetahuan, materi pelajaran yang
diajarkan semakin luas dan semakin baik.
3. Teknik-Teknik Pembelajaran Kooperatif
Tujuan penting dari cooperative learning ialah untuk mengajarkan kepada
siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk
dimiliki siswa sebagai warga masyarakat, bangsa, dan negara, mengingat masalah-
masalah sosial semakin kompleks. Apalagi tantangan bagi peserta didik supaya
mampu dalam menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan.
Model pembelajaran kooperatif membuka peluang bagi upaya mencapai
tujuan meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Dalam kelompok ini mereka
bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individu tetapi merupakan suatu tim kerja yang
tangguh. Seorang anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok lainnya.
Slavin (1992) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010), menyebut cooperative
learning sekaligus dapat melatih sikap dan keterampilan sosial sebagai bekal dalam
kehidupannya di masyarakat.
Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan
dalam proses belajar mengajar di kelas (Lie, 2010:54), yaitu :
1) Teknik Mencari Pasangan (Make a Match), 2) Bertukar Pasangan, 3) Berpikir Berpasangan Berempat (Think-pair-share) 4) Berkirim Salam Dan Soal 5) Kepala bernomor (Numbered Heads), 6) Kepala Bernomor terstruktur 7) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) 8) Keliling Kelompok 9) Kancing Gemerincing 10) Keliling Kelas 11) Lingkaran kecil-lingkaran besar (Inside-Outside Circle) 12) Tari Bambu 13) Bercerita Berpasangan (Paired Story Telling)
30
Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan berimajinasi sehingga siswa terdorong untuk belajar.
Selanjutnya Stahl (1994) dan Slavin (1993) dalam Isjoni (2010:83)
mengemukakan langkah-langkah dalam implementasi model pembelajaran kooperatif
secara umum yang dijelaskan secara operasional adalah sebagai berikut:
1. Merancang Rencana Program Pembelajaran
Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran
yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping itu, guru juga menetapkan sikap
dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan siswa
selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang program
pembelajarannya juga harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa harus
mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, materi dan tugas itu
adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja
kelompok.
2. Merancang lembar observasi
Hal ini dimaksudkan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara
bersama dalam kontek kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi guru
tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman materi itu
nantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama-sama dalam kelompok.
Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai
wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan.
H. Pembelajaran Kooperatif dengan Tipe Student Teams Achievement Divisions
(STAD)
31
Tipe ini dikembangkan oleh Slavin (Isjoni, 2010:51) dan merupakan salah satu
tipe koperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD) melalui lima tahapan yang meliputi: (1)
tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual, (4) tahap
penghitungan skor perkembangan individu, dan (5) Tahap pemberian penghargaan
kelompok (Slavin, 1995, dalam Isjoni, 2010:51).
Tahap Penyajian Materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan
indikator yang harus dicapai hari ini dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang
materi yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan
disajikan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Lamanya presentasi dan
berapa kali harus di presentasikan bergantung pada kekompleksan materi yang akan
dibahas.
Dalam hal materi pembelajaran, perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut : a)
mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa
dalam kelompok, b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan
hapalan, c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman
siswa, d) memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, e)
beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami penjelasan yang ada.
Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling diberi tugas, saling
membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami
materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada
tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
32
Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan mereka
telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas. Pada
penelitian ini tes individual diadakan diakhir pertemuan kedua dan ketiga, masing-
masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara
individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan
diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu, dihitung berdasarkan skor
awal. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
membrikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang
diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa
terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Adapun
penghitungan skor perkembangan individu diambil dari penskoran perkembangan
individu yang dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2010 : 53) seperti terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 2. 1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
33
Skor tes Skor perkembangan individu
a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal
c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya
d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal
e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
5
10
20
30
30
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-
masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota
kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang
dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super. Adapun
kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok
adalah sebagai berikut : (a) kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik,
(b) kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan (c) kelompok
dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super.
I. Aplikasi STAD dalam Membaca Pemahaman di Sekolah Dasar
Penerapan metode ini menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, seperti
pendekatan kooperatif, kontekstual, dan konstruktif. Keterpaduan ini dapat terwujud
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan perolehan nilai atau kemampuan anak pada
suatu kegiatan belajar mengajar yang konsisten. Setelah menyusun program
pembelajaran, kegiatan berikutnya adalah menyajikan program tersebut dalam satu kelas
yang dibagi menjadi beberapa kelompok studi secara kooperatif. Kegiatan belajar
mengajar ini diterapkan dengan metode STAD yang dipandang sebagai suatu metode
34
pembelajaran kooperatif yang efektif, khususnya pada pokok bahasan membaca
pemahaman.
Penerapan metode STAD terdiri atas siklus pembelajaran yang membawa siswa
pada suasana kerja sama yang diharapkan. Siklus kegiatan pembelajaran tersebut adalah:
- Mengajar: menyajikan pembelajaran
- Belajar dalam tim: siswa bekerja dalam tim dengan dipandu oleh lembar kegiatan
untuk menuntaskan materi pelajaran
- Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (misalnya tes esai atau
kinerja)
- Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim,
laporan berkala kelas. Papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan
kepada tim yang berhasil mencetak skor tinggi.
Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang harus
dikerjakan tim, antara lain:
a. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi
b. Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS).
c. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk
sekedar diisi dan dikumpulkan.
d. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu
kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan kepada guru.
e. Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru berkeliling dalam kelas, sambil
memberikan pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian guru
duduk bersama tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu
bekerja.
35
f. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri
kegiatan belajar sampai dapat menjawab dengan benar soal-soal kuis yang
ditanyakan.
Dengan melaksanakan hal tersebut, maka terjadi kegiatan belajar mengajar
sesuai yang diharapkan. Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami
materi pelajaran membaca pemahaman dengan metode STAD.