Upload
rina-syafrita
View
14
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI GOLONGAN DARAH PADA BERCAK DARAH
Dr. Taufik Suryadi, Sp.F
Adi Rinaldi, Rahman Rais, Rina Syafrita, Siti Raudah
SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
LATAR BELAKANG
Pada kebanyakan kasus kejahatan
dengan kekerasan fisik, seperti
pembunuhan, penganiayaan,perkosaan dan
lain-lain, mungkin ditemukan darah, cairan
mani, air liur, urin, rambut dan jaringan
tubuh lain di tempat kejadian perkara
(TKP). Bahan-bahan tersebut mungkin
berasal dari korban atau pelaku kejahatan
atau dari keduanya, dan dapat digunakan
untuk membantu mengungkapkan peristiwa
kejahatan tersebut secara ilmiah. Bahan-
bahan sepeti ini umumnya dijumpai dalam
jumlah yang sangat sedikit, tetapi semakin
cermat dan terampil seorang ahli, semakin
banyaklah yang dapat diungkapkan.1
Di antara berbagai cairan tubuh,
darah merupakan yang paling penting
karena merupakan cairan biologik dengan
sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk
golongan manusia tertentu. Tujuan utama
pemeriksaan darah forensik sebenarnya
adalah untuk membantu identifikasi
pemilik darah tersebut, dengan
membandingkan bercak darah yang
ditemukan di TKP pada obyek-obyek
tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata
dan sebagainya), manusia dan pakaiannya
dengan darah korban atau darah tersangka
pelaku kejahatan.2
Golongan darah adalah ciri khusus
darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein
pada permukaan membran sel darah merah.
Golongan darah manusia yang sekarang
diakui oleh International Society of Blood
Transfusion (ISBT) ada dua adalah antigen
ABO dan antigen Rheus, golongan darah
seseorang (A, B, AB dan O , + dan – yang
menunjukkan statusnya Rhesus). Di antara
bermacam-macam sistem golongan darah
yang dikenal, sistem ABO adalah yang
terpenting dan digunakan secara luas.3
Identifikasi golongan darah adalah
salah satu metode identifikasi material
biologi dalam penyelidikan forensik dan
alat bantu penyidikan yang sangat baik
yang telah digunakan secara luas pada
berbagai laboratorium forensik. identifikasi
ini berkontribusi sebagai bukti berharga
yang diperoleh dari bercak darah dalam
kasus kejahatan. 4
Penggolongan antigen darah dapat
dilakukan dari tubuh jaringan, tulang, kuku,
rambut, gigi dan jaringan noda. Antigen
golongan darah yang terdapat pada jaringan
noda mempunyai peran penting dalam
identifikasi korban dan penyelidikan kasus-
kasus kriminal. Saat ini golongan darah
dapat diidentifikasi bahkan setelah noda
darah yang sudah mengering.4
Pewarnaan darah akan dapat
menceritakan mengenai posisi dan tindak
suatu peristiwa kejahatan/pembunuhan dan
dapat menjadi acuan analisa siapa yang
membunuh dan siapa yang memulai.
Pelaku tindak kriminal berusaha menutupi
dengan jalan menghilangkan tanda bukti
yaitu dengan membersihkan darah dan
menghilangkan jejak.1
Pemeriksaan bercak darah yang
didasarkan pada golongan darah merupakan
salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik.
Karena darah mudah sekali tercecer pada
hampir semua bentuk tindakan kekerasan,
penyelidikan terhadap bercak darah ini
sangat berguna untuk mengungkapkan
suatu tindakan kriminal.5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Golongan Darah Golongan darah merupakan tanda
khusus pada seseorang yang dipengaruhi
oleh jenis karbohidrat dan protein pada
permukaan membran sel darah merah.
Antigen golongan darah berbeda memiliki
kekuatan antigenik berbeda pula, misalnya
antigenitas yang potensial untuk
merangsang antibodi. Antigen yang
terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk
memproduksi antibodi dalam derajat yang
berguna untuk melawan virus penyebab
penyakit. Aglutinasi terjadi ketika antibodi
mengenal antigen. 6
Pada hukum forensik, darah selalu
dijadikan sebagai barang bukti, tetapi
kekuatan barang bukti adalah tipe golongan
darah individu. Sampai sekarang serologik
forensik dapat dijadikan barang bukti yang
kuat untuk memperkirakan hubungan
antara orang tertentu dengan orang lain.
Bahkan pada kembar identik mungkin
mempunyai DNA profil yang sama, tetapi
profil antibodinya berbeda.7
Antibodi pada antigen sel darah
merah tidak terdapat pada sel darah merah
itu sendiri. Antibodi mulai muncul dalam
plasenta setelah bayi berusia sekitar 6
bulan. Antibodi dibentuk secara alamiah di
dalam darah, meskipun antigen yang
bersangkutan tidak ada. Antibodi alamiah
mengambil peranan dalam golongan darah
manusia, terutama dalam golongan darah
A, B, AB dan O. Berdasarkan sifat
kimianya, antigen A dan antigen B
merupakan mukopolisakharida, terdiri diri
protein dan gula. Dalam dua antigen itu
bagian proteinnya sama, tetapi bagian
gulanya merupakan dasar kekhasan
antigen-antibodi. 8
Tabel 2.1. Antigen dan antibodi dalam
golongan darah orang 8
Golongan
darah
(fenotip)
Antigen
dalam
eritrosit
Antibodi
dalam
serum
A A Anti-B
B B Anti-A
AB A dan B -
O - Anti-A dan
anti-B
Dari tabel di atas dapat diketahui
bahwa orang yang memiliki antigen-A
tidak memiliki anti-A melainkan anti-B
yang berarti bergolongan darah A.
Golongan darah B memiliki antigen-B
memiliki anti-A. Jika antigen-A bertemu
dengan anti-A, demikian pula antigen-B
bertemu dengan anti-B, sel-sel darah merah
menggumpal (beraglutinasi) dan
mengakibatkan kematian. Orang yang tidak
memiliki antigen-A maupun antigen-B
dalam eritrosit dinyatakan bergolongan
darah O. Serum darah mengandung anti-A
dan anti-B yang berarti golongan darah O.
Sebaliknya bila serum darah tidak
mengandung antibodi sama sekali, maka
eritrosit mengandung antigen-A dan
antigen-B yang berarti bergolongan darah
AB. 8,9
Molekul sebagai penentu golongan
darah dalam sistem ABO ada 4 macam,9
yaitu:
1. D-galactose
2. N-acetylgalactosamine
3. N-acetylglucosamine
4. L-fucose
1. Golongan darah A memiliki antigen
permukaan A. Antigen A tersusun dari 1
molekul fukosa, 2 molekul galaktosa, 1
molekul N-asetil galaktosamin, dan 1
molekul N-asetil glukosamin.
2. Golongan darah B memiliki antigen
permukaan B. Antigen B ini sedikit
berbeda dengan antigen A, dimana antigen
ini tersusun dari molekul Nasetil
galaktosamin digantikan oleh 1 molekul
galaktosa.
3. Orang dengan golongan darah AB
memiliki dua macam antigen permukaan,
yang merupakan kombinasi dari antigen A
dan antigen B.
4. Golongan darah O semula dianggap
tidak memiliki antigen permukaan, namun
terbukti bahwa golongan darah O masih
memiliki ikatan karbohidrat pada
permukaan eritrositnya yang terdiri atas 1
molekul fukosa, 1 molekul N-asetil
glukosamin, dan 2 molekul galaktosa.
Gugus ini tidak bersifat imunogenik,
sehingga anggapan golongan darah O tidak
memiliki antigen permukaan masih bisa
diterima.
Kelebihan N-acetylgalactosamine
akan menjadi golongan A, dan kelebihan
D-galactose menjadi golongan B. Sebelum
D-galaktosa dapat menerima monomer
karbohidrat yang menentukan aktivitas A
atau B, molekul ini harus sudah mengikat
monomer karbohidrat fukosa. Suatu gugus
D-galaktosa yang sudah mengikat fukosa,
tetapi tanpa Nasetilgalaktosamin aktif-A
atau D-galaktosa aktif B, memiliki aktivitas
antigenik yang disebut H. 8
Sel-sel yang hanya memiliki
konfigurasi monomer karbohidrat aktif-H
tidak memiliki aktivitas A atau B dan
disebut golongan O. Glikosiltransferase
yang ditentukan oleh gen A dan B
bergantung pada adanya substansi H
prekursor untuk pengaktifannya. Perlekatan
fukosa ke Dgalaktosa menyediakan
prekursor ini. Perlekatan fukosa
diperantarai oleh enzim lain, fukosa-
transferase, yang keberadaannya ditentukan
oleh gen H. Gen H terletak di luar lokus
ABO dan ditemukan di kromosom 19. Gen
H sangat sering dijumpai, dan hampir
semua orang memiliki substansi H pada sel
darah mereka. Beberapa orang bersifat
homozigot untuk suatu gen inaktif di
tempat itu, yang disebut h. Karena orang
dengan dua gen h tidak dapat menghasilkan
enzim yang diperlukan untuk melekatkan
fukosa, sel-sel darah mereka tidak memiliki
aktivitas H. 8,9
2.2 Penentuan Golongan Darah pada
Bercak Darah 10
American Association of Blood Banks
mendefinisikan golongan darah sebagai
kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel
gen. Bagaimanapun, golongan darah secara
genetic dikontrol dan merupakan
karakteristik yang seumur hidup dapat
diperiksa karena berbeda pada tiap
individual. Darah yang telah mengering
dapat berada dalam tahap kesegaran yaitu:
1. Bercak dengan sel darah merah
masih utuh.
2. Bercak dengan sel darah merah
sudah rusak tetapi dengan aglutinin
dan antigen yang masih dapat di
deteksi
3. Sel darah merah sudah rusak
dengan jenis antigen yang masih
dapat dideteksi namun sudah terjadi
kerusakan aglutinin.
4. Sel darah merah sudah rusak
dengan antigen dan agglutin yang
juga sudah tidak dapat dideteksi.
A. Sel Darah dalam Keadaan Utuh
Penentuan golongan darah dapat
dilakukan secara langsung seperti pada
penentuan golongan darah orang hidup,
yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum
ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya
aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada
suatu antiserum merupakan golongan darah
bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi
aglutinasi pada antiserum A maka golongan
darah bercak darah tersebut adalah A.
B. Sel Darah Merah dalam Keadaan
Rusak
Penentuan golongan darah dapat
dilakukan dengan cara menentukan jenis
aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai
sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan
dengan aglutinin. Di antara system-sistem
golongan darah, yang paling lama bertahan
adalah antigen dari system golongan darah
ABO. Penentuan jenis antigen dapat
dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi,
absorpsi elusi atau aglutinasi campuran.
Cara yang biasa dilakukan adalah cara
absorpsi elusi dengan prosedur sebagai
berikut: 11
Cara pemeriksaan :
2-3 helai benang yang mengandung
bercak kering difiksasi dengan metil
alcohol selama 15 menit. Benang
diangkat dan dibiarkan mengering.
Selanjutnya dilakukan penguraian
benang tersebut menjadi serat-serat
halus dengan menggunakan 2 buah
jarum. Lakukan juga terhadap benang
yang tidak mengandung bercak darah
sebagai control negatif.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2
tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti-A dan kedalam
tabung kedua serum anti-B hingga
serabut benang tersebut teredam
seluruhnya. Kemudian tabung-tabung
tersebut disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius
selama satu malam.
Lakukan pencucian dengan
menggunakan larutan garam faal dingin
(4 derajat Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu
tambahkan 2 tetes suspense 2% sel
indicator (sel daram merah golongan A
pada tabung pertama dan golongan B
pada tabung kedua), pusing dengan
kecepatan 1000 RPM selama 1 menit.
Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali
lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes
larutan garam faal dingin.
Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius
selama 10 menit dan pindahkan eluat ke
dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes
suspense sel indicator ke dalam masing-
masing tabung, biarkan selama 5 menit,
lalu pusing selama 1 menit pada
kecepatan 1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara
makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti
darah mengandung antigen yang sesuai
dengan antigen sel indicator.
2.3 Manfaat Pemeriksan Darah untuk
Kasus Kriminal
Darah segar mempunyai nilai yang
lebih penting dari pada darah kering,
karena uji darah segar dapat memperoleh
hasil yang lebih baik. Darah akan
mengering setelah kontak dengan udara
luar dalam waktu 3-5 menit. Begitu darah
mengering maka darah akan berubah warna
dari merah menjadai coklat kehitaman.
Darah pada kasus kriminal dapat berbentuk
genangan darah, tetesan, usapan atau
bentuk kerak. Dari genangan darah akan
diperoleh nilai yang lebih baik untuk
mendapatkan darah segar. Tetesan darah
akan dapat diperkirakan jatuhnya darah dari
ketinggian seberapa dan sudut seberapa.
Ilmu forensik mengenai analisis percikan
darah dapat menduga bahwa jatuhnya darah
tegak lurus ke lantai dan dalam jarak 0-2
kaki akan membentuk percikan bulat
dengan pinggir bergerigi. Usapan darah
pada lantai atau dinding akan dapat
menunjukkan arah usapan, biasanya pada
awal usapan adalah bentuk yang besar dan
kemudian mengecil pada akhir usapan.
Kerak darah yang kering harus diuji dengan
tes kristalin untuk menentukan darah
tersebut benar darah atau bukan.12
Pemeriksaan darah di tempat kejadian
perkara kasus kriminal dapat memberikan
informasi yang berguna bagi proses
penyidikan. Pemeriksaan yang sederhana
dan dapat dilakukan oleh setiap penyidik
adalah:13
a. Dari bentuk dan sifat bercak dapat
diketahui:
1. Perkiraan jarak antara lantai dengan
sumber perdarahan
2. Arah pergerakan dari sumber
perdarahan baik dari korban maupun
dari pelaku kejahatan
3. Sumber perdarahan, darah yang
berasal dari pembuluh balik (pada
luka yang dangkal), akan berwarna
merah gelap sedangkan yang berasal
dari pembuluh nadi (pada luka yang
dalam) akan berwarna merah terang.
4. Darah yang berasal dari saluran
pernapasan atau paru-paru berwarna
merah terang dan berbuih (jika telah
mengering tampak seperti gambaran
sarang tawon).
5. Darah yang berasal dari saluran
pencernaan akan berwarna merah
coklat sebagai akibat dari
bercampurnya darah dengan asam
lambung.
6. Darah dari pembuluh nadi akan
memberikan bercak kecil-kecil
menyemprot pada daerah yang lebih
jauh dari daerah perdarahan;
sedangkan yang berasal dari
pembuluh balik biasanya membentuk
genangan (ini karena tekanan dalam
pembuluh nadi lebih tinggi dari
tekanan atmosfer sedangkan tekanan
dalam pembuluh balik lebih rendah
hingga tidak mungkin dapat
menyemprot)
7. Perkiraan umur/tuanya bercak darah.
Darah yang masih baru bentuknya
cair dengan bau amis, dalam waktu
12-36 jam akan mengering sedangkan
warna darah akan berubah menjadi
coklat dalam waktu 10-12 hari.
b. Dari distribusi bercak darah pada
pakaian dapat diperkirakan posisi korban
sewaktu terjadinya perdarahan. Pada
orang yang bunuh diri dengan
memotong leher pada posisi tegak atau
pada kasus pembunuhan di mana
korbannya sedang berdiri, maka
bercak/aliran darah akan tampak
berjalan dari atas ke bawah.
c. Dari distribusi darah yang terdapat di
lantai dapat diduga apakah kasusnya
kasus bunuh diri (tergenang, setempat),
ataukah pembunuhan (bercak dan
genangan darah tidak beraturan, sering
tampak tanda-tanda bahwa korban
tampak berusaha menghindar atau
tampak bekas diseret).
d. Pada kasus tabrak lari, pemeriksaan
bercak darah dalam hal ini golongan
darahnya yang terdapat pada kendaraan
yang diduga sebagai penabrak
dibandingkan dengan golongan darah
korban akan bermakna dan memudahkan
proses penyidik.
e. Dari distribusi bercak darah pada
pakaian dapat diperkirakan posisi korban
sewaktu terjadinya perdarahan. Pada
orang yang bunuh diri dengan
memotong leher pada posisi tegak atau
pada kasus pembunuhan di mana
korbannya sedang berdiri,
makabercak/aliran darah akan tampak
berjalan dari atas ke bawah.
KESIMPULAN
Pemeriksaan darah guna kepentingan
peradilan, pada umumnya ditujukan untuk
mencari kejelasan perihal masalah yang
berkaitan dengan kasus-kasus : exclusion of
paternity, penculikan,kasus bayi tertukar
dan lain-lain.
Selain itu pemeriksaan darah berguna
untuk membuktikan apakah suatu tindak
pidana itu telah terjadi, misalnya pada
kasus tabrak lari, perkosaan dan
pembunuhan; dimana yang terakhir yaitu
kasus pembunuhan, dikaitkan dengan
bercak darah yang ada pada senjata, pada
tubuh korban dan pada pakaian tersangka
pelaku kejahatan serta pola bercak
darahnya.
Identifikasi golongan darah pada
bercak darah diperlukan dalam membantu
mengidentifikasi korban dan pelaku
kriminal.
REFERENSI
1. Budiyanto, A, et.al. 1997. Ilmu
Kedokteran Forensik. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Guharaj, P.V and Chandran, M.R.
2003. Semen and Other Biological
Materials. Dalam: Forensic Medicine.
Blood, India: Himayatnagar,
Hyderabad.
3. International Society of Blood
Transfusion (ISBT). 2012. 32nd
International Congress of the
International Society of Blood
Transfusion, Cancún, Mexico July 7 -
12, 2012. Di akses pada 13 Mei 2014
[online].http://www.isbtweb.org/filead
min/user_upload/mexico/FINALbinne
n.pdf.
4. Mondal, A.G; Islam, M.A; Rahman,
M.M; Begum, D; Sultana, M.T. 2011.
Role of Blood Group Serology in the
Detection, Identification and
Investigation for Criminality in
Bangladesh. Dinajpur Med Col J. 4(2):
83-88.
5. James, S.H and Edel, C.F. Bloodstain
Pattern Interpretation. Dalam : Eckert,
W.G. 2000., penyunting. Introduction
to Forensic Sciences. New York:
Elsevier, h.176-209.
6. Hosoi, T; Sasaki, M; Miyahar,T;
Hashimoto, C; Matsuo, S; Yoshii, M,
et al. 2008. Endoplasmic Reticulum
Stress Induces Leptin Resistence.
American Society for Pharmacology
and Exxperimental therapeutics. 32,
52-54.
7. Idris,AM. 1997. Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik Edisi Pertama.
Binarupa Aksara, Jakarta.
8. Suryo. 2008. Genetka Strata Satu.
UGM Press, Yogyakarta.
9. Sherwood, L. 2010.Human
Physiology: From Cell to System. 7th
Ed. Canada: Yolanda Cossio.
10. Spalding, R.P. 2000. Identification and
Characterization Blood and Bloodstain.
In: James, S.H and Nordby, J.J,
Editors. Forensic Science An
Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton:
CRC Press LLC;. p. 181-98.
11. Budiyanto, A; Widiatmo, W; Sudiono,
S; Winardi, T; Mun’im, A.S; Hertian,
S., et al. 1997. Ilmu Kedokteran
Forensik. 1st ed.: Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
12. Interpreting Bloodstain Patterns.
Diunduh dari
http://www.crimesceneforensics.com/B
lood_Stains.html.
13. Tjiptomartono AL. Pemeriksaan di
Tempat Kejadian Perkara. Dalam :
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan edisi revisi.
Jakarta : Sagung Seto. 2008.