Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
PANDUAN TEORITIS
Bab ini akan menguraikan panduan teoritis yang
menjadi dasar dari penelitian ini yaitu antara lain
adalah pemasaran, perilaku konsumen, demografi,
kelas sosial, usia, produk, dan kebutuhan.
2.1 Pemasaran
Felton (1956) mengartikan pemasaran sebagai
keadaan yang merupakan integrasi dan koordinasi dari
semua fungsi pemasaran yang pada gilirannya menyatu
dengan semua fungsi perusahaan lainnya untuk tujuan
dasar yaitu menghasilkan keuntungan jangka panjang
(Hooley et al., 2012). Sedangkan Robert Lucsh dan Greg
Marshall mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi
organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada
konsumen dan mengelola hubungan dengan konsumen
dengan cara yang menguntungkan bagi organisasi dan
pemegang sahamnya (Hooley et al., 2012). American
Marketing Association - AMA (2008) mendefinisikan
pemasaran sebagai suatu aktivitas, institusi, dan
proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
mengantar dan menukar tawaran yang memiliki nilai
bagi konsumen, klien, parter dan masyarakat luas.
Pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai suatu
12
proses sosial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
melalui penciptaan, menawarkan, dan bertukar produk
dan jasa dari nilai bebas dengan orang lain (Kotler,
2000). Pemasaran memiliki tujuan untuk memenuhi
dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Agar perusahaan dapat bersaing dengan lebih efektif,
maka perusahaan saat ini banyak yang melakukan
target pemasaran yang efektif yaitu dengan melakukan
segmenting, targeting dan positioning.
Segmenting, Targetting dan Positioning
Market Segmentation membagi pasar menjadi irisan –
irisan yang terkelompokkan dengan baik. Segmen pasar
terdiri dari kelompok konsumen yang memiliki
kebutuhan dan keinginan yang mirip atau sama. Tugas
pemasar disini adalah untuk mengidentifikasi sifat –
sifat atau karakteristik segmen pasar dan memutuskan
segmen mana yang ingin dibidik (Market Targeting).
Segmentasi pasar tersebut sangat bervariasi, Kotler dan
Keller (2012) mengkelompokkan pasar berdasarkan
empat variable utama yaitu: segmentasi geografi,
demografi, psikografi, dan keperilakuan (Tabel 2.1).
13
Tabel 2.1 Variabel Segmentasi Pasar Sumber: Solomon et. al., 2006
Kotler dan Keller (2012) mengutarakan bahwa
segmentasi demografi sangat popular di kalangan
pemasar, hal tersebut dikarenakan segmentasi
demografi seringkali lebih terkait dengan kebutuhan
dan keinginan konsumen. Solomon et al. (2006)
berpendapat bahwa demografi adalah statistik yang
mengukur aspek yang dapat diamati dari suatu
populasi, seperti angka kelahiran, distribusi usia, kelas
sosial atau pendapatan, gender, dan aspek lainnya.
Penelitian ini akan berfokus pada segmentasi demografi
khususnya pada variable usia dan kelas social yang
akan diuraikan sebagai berikut.
14
1. Usia
Konsumen dengan kelompok usia yang berbeda
memiliki kebutuhan dan keinginan yang sangat
berbeda, pemahaman yang baik terhadap proses
penuaan konsumen akan terus menerus menjadi hal
penting bagi pemasar serta bagi kebijakan publik
untuk mengambil keputusan (Solomon et al., 2006).
Santrock (2003) mengutarakan konseptualisasi usia
dalam beberapa cara yaitu usia kronologis, usia
biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
Usia Kronologis dapat diartikan sebagai jumlah
tahun yang telah berlalu sejak kelahiran seseorang.
Banyak orang menganggap usia kronologis identik
dengan konsep usia. Namun, beberapa ahli
perkembangan seperti Botwinick (1978) berpendapat
bahwa usia kronologis sangat tidak relevan untuk
memahami perkembangan psikologis seseorang.
Usia seseorang tidak menyebabkan pengembangan
sedangkan waktu adalah indeks kasar banyak
peristiwa dan pengalaman, dan tidak menyebabkan
apa-apa.
Usia Biologis adalah usia seseorang dalam hal
kesehatan biologis. Untuk menentukan usia biologis
seseorang dapat dilakukan dengan mengetahui
kapasitas fungsional dari sistem organ vital
seseorang. Kapasitas penting seseorang dapat lebih
baik atau lebih buruk daripada orang lain dengan
usia yang sebanding. Semakin muda usia biologis
15
seseorang, maka semakin lama pula hidup yang
dapat diharapkan orang tersebut, terlepas dari usia
kronologis.
Usia Psikologis adalah kapasitas adaptif suatu
individu dibandingkan dengan individu lain dari usia
kronologis yang sama. Dengan demikian, orang
dewasa yang lebih tua yang terus belajar menjadi
lebih fleksibel, lebih memiliki motivasi, dapat
mengendalikan emosi mereka, dan lebih dapat
berpikir jernih daripada teman usia kronologis
mereka yang tidak terus belajar, sehingga menjadi
lebih kaku, tidak termotivasi, tidak dapat
mengontrol emosi mereka, dan tidak dapat berpikir
jernih.
Usia Sosial mengacu pada peran sosial dan
ekspektasi atau harapan yang terkait dengan usia
seseorang. Misalnya untuk mempertimbangkan
peran ‘ibu’ dan perilaku yang menyertai peran
tersebut, Huyck & Hoyer (1982) berpendapat bahwa
dalam memprediksi perilaku seorang wanita dewasa,
lebih penting untuk mengetahui bahwa dia adalah
ibu dari seorang anak 3 tahun daripada mengetahui
apakah dia berusia 20 atau 30 tahun. Pemasar
memiliki beberapa ekpetasi untuk peristiwa
kehidupan tertentu seperti menikah, memiliki anak,
menjadi kakek, dan pensiun. Neugarten memiliki
kesimpulan bahwa usia kronologis merupakan alat
prediksi yang kurang akurat untuk peristiwa –
peristiwa tersebut dalam masyarakat.
16
Menjadi tua memang bukan pilihan melainkan
sesuatu yang pasti dialami oleh setiap orang, hal ini
sesuai dengan siklus kehidupan dan perkembangan
yang dialami manusia dengan ciri yang sangat jelas,
yakni terjadinya perubahan fisik dan psikologis
tertentu (Hutapea, 2011). Berdasarkan pandangan
psikologi menjadi tua tidak hanya dilihat dari usia
biologis namun juga terjadi perkembangan secara
psikologi dari kehidupannya. Perkembangan antara
usia satu dengan yang lain dapat berbeda – beda.
Pertumbuhan atau perkembangan usia keempatnya
mungkin tidak sama tergantung dengan masing –
masing pribadi.
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan,
penelitian ini akan melakukan penelitian terhadap
konsumen yang tergolong lanjut usia. Undang –
Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut usia yang berlaku saat ini adalah: Lanjut
usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60
tahun keatas. Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization – WHO) membagi usia lanjut
menjadi empat golongan, yaitu: 1) usia pertengahan
(middle age) 45 -59 tahun, 2) lanjut usia (elderly) 60
-74 tahun, 3) lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, 4)
Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Gross (2011) dalam bukunya yang berjudul
Psychology berpendapat bahwa penuaan mau tak
mau melibatkan penurunan kognitif yang berbeda –
beda pada setiap individu. Secara biologis penduduk
17
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Sigelman dan Rider
(2012) mengungkapkan bahwa selama masa tua
kapasitas sensoris dan persepsi secara bertahap
akan menurun pada sebagian besar individu,
meskipun perubahan tersebut kecil dan masih dapat
ditanggung.
Cole et al. (2008) berpendapat bahwa orang yang
lebih tua akan memproses informasi dengan cara
yang mungkin berbeda dengan orang yang lebih
muda pada saat yang sama ketika mereka
dihadapkan dengan keputusan tentang kesehatan
penting, keuangan, dan masalah pribadi lainnya.
United Nations Economic Commission for Europe
(UNECE) pada tahun 2009 menyatakan bahwa
kelompok usia lanjut diatas 65 tahun memiliki
banyak keanekaragaman, dan berbagai
karakteristik, seperti pendapatan dan kekayaan,
kerentanan dan kondisi kesehatan. Adaptasi
penuaan harus mempertimbangkan heterogenitas
baik pendapatan dan maupun struktur konsumsi.
UNECE juga berpendapat bahwa usia lanjut
memiliki dampak lebih lanjut terhadap desain
produk, oleh karena itu peningkatan permintaan
18
produk batu yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan spesifik usia lanjut perlu
dipertimbangkan dan diperhatikan lebih lanjut.
Kotler dan Keller (2012) menyebut golongan usia
lanjut ini sebagai Silent Generation. Silent Generation
ini kurang lebih lahir pada tahun 1925 hingga 1945.
Walaupun menurut usia kronologis mereka sudah
tua, namun ternyata mereka tidak merasa tua. Yang
lebih mengejutkan lagi, sebuah survey yang
dilakukan menemukan bahwa 60 persen responden
diatas 65 tahun mengatakan bahwa mereka merasa
lebih muda dari umurnya. Sepertiga orang antara
usia 65 dan 74 mengatakan bahwa mereka merasa
10 – 19 tahun lebih muda, dan satu dari enam
diantara mereka merasa paling tidak 20 tahun lebih
muda dari usia kronologis mereka. Ini menujukkan
bahwa sebenarnya memungkinkan untuk terjadi
perbedaan antara usia kronologis, biologis, sosial,
dan psikologis.
2. Kelas Sosial
Kelas sosial dikonseptualisasikan dalam berbagai
cara, yaitu sebagai fungsi teoritis atau orientasi
politik, yaitu seperti halnya yang “kepribadian” yang
dapat didefinisikan secara berbeda oleh psikolog
dengan pandangan teoritis yang berbeda. Menurut
Karl Marx kelas sosial dapat ditentukan dari
hubungan mereka dengan produksi, yaitu dengan
apa yang mereka lakukan di masyarakat dalam
19
memproduksi barang atau jasa (Gabrenya, 2003).
Pendapat Solomon et al. (2006) orang – orang
dengan kelas sosial yang yang sama biasanya
memiliki pendapatan dan status sosial kurang lebih
sama. Kelas sosial ditentukan oleh satu set variabel
kompleks, termasuk pendapatan, latar belakang
keluarga dan pekerjaan. Solomon et al. juga
berpendapat bahwa distribusi dari kekayaan
merupakan hal yang penting bagi pemasar, karena
hal tersebut menentukan kelompok mana memiliki
daya beli terbesar dan potensi pasar yang besar.
Melalui gaya hidup dan konsumsi, orang
mewujudkan semacam kesadaran kelas dengan cara
yang sangat praktis. Mengenakan pakaian yang
tepat atau mengendarai mobil merupakan bagian
penting untuk melakukan klaim sebagai kelas
menengah keatas (Ansori, 2009).
Kelas menengah dapat didefinisikan secara relatif
dan juga secara absolut. Birdsall, Graham, dan
Pettinato (2000) mengambil pendekatan relatif
dengan mendefinisikan kelas menengah sebagai
orang – orang yang memiliki distribusi konsumsi
diantara 20 – 80 persen dan memiliki pendapatan
antara 0,75 – 1,25 kali dari rata-rata pendapatan
per kapita, sedangkan Bhalla (2009) mengambil
pendekatan absolut, yaitu mendefinisikan kelas
menengah sebagai orang – orang dengan pendapatan
tahunan lebih dari USD 3.900 dalam paritas daya
20
belinya (purchasing power parity - PPP) (Kharas,
2010).
Asian Development Bank mengkelompokkan kelas
sosial menjadi tiga kelompok bersar yang di sajikan
pada tabel 2.2. Kelas bawah (lower class) dibagi
menjadi dua sub-kategori, kelas menengah (middle
class) menjadi tiga sub-kategori, dan kelas atas
(upper class) menjadi dua sub-kategori.
Tabel 2.2 Cutoff Points for Measuring Income Classes Sumber: Asian Development Bank, 2010
Kelas Bawah (lower class) terbagi menjadi grup
miskin dan grup yang mendekati miskin. ADB
mengungkapkan bahwa mereka memiliki tingkat
konsumsi per kapita dibawah USD 2 per hari.
Sebagian dari kelas ini merupakan mereka yang
bekerja namun tidak memiliki pekerjaan tetap, dan
yang sebagin lagi menerima pendapatan mereka dari
kegiatan ilegal atau diberi oleh pemerintah
(Coleman, 1983).
Kelas Menengah terbagi menjadi tiga sub-
kategori. Yang pertama adalah Lower-Middle Class.
21
Kelas ini memiliki tingkat konsumsi per kapita
antara USD 2 - 4 per hari. Individu ini memiliki
tingkat konsumsi sedikit di atas garis kemiskinan
yang berkembang dunia yaitu sebesar USD 2 per
orang per hari (garis kemiskinan kedua). Sebagian
besar orang di kelas ini tetap rentan karena dapat
tergelincir kembali ke dalam kemiskinan apabila ada
beberapa guncangan eksogen. Kelas ini rentan dan
tidak stabil, namun kelas ini dapat mencerminkan
arah perubahan struktur penduduk dari waktu ke
waktu. Middle-middle Class memiliki tingkat
konsumsi per kapita USD 4 - 10 per hari. Kelompok
ini hidup di atas tingkat dasar yang dibutuhkan
(subsistence level) dan mampu menabung dan
mengkonsumsi barang non esensial (non-primer).
Upper-middle Class memiliki tingkat konsumsi per
kapita USD 10 - 20 per hari. Biasanya terdiri dari
kaum professional, wirausahawan, dan manajer
perusahaan yang memandang penting terhadap
edukasi.
Kelas Atas yang terdiri dari kelas atas (upper
class) dan kelas kapitalis (super rich class). Kelas
atas (upper class), memiliki pendidikan tinggi yang
memberikannya nilai manajerial dan posisi
profesional untuk mereka tempati, memiliki tingkat
konsumsi per kapita antara USD 20 – 100 per hari.
Kelas ini banyak terlibat dalam konsumsi barang –
barang yang berkelas untuk menunjukkan kekayaan
mereka (Hawkins, 2010). Kelas kapitalis (super rich
22
class) adalah kelas yang berisi hanya 1 persen dari
populasi, namun mengendalikan 51–52 persen dari
kekayaan bangsa, mereka memiliki aset
mengesankan yang dapat menghasilkan
pendapatan. Kelas kapitalis memiliki tingkat
konsumsi per kapita diatas USD 100 per hari.
Setelah melakukan segmentasi pasar dan
menetapkan pasar mana yang dibidik, maka langkah
selajutnya adalah memposisikan produk atau brand
dipasar. Pemasar dapat menggunakan banyak alat
untuk memperoleh tanggapan yang diinginkan dari
target pasar mereka. Alat – alat tersebut adalah bauran
pemasaran.
23
Marketing Mix (Bauran Pemasaran)
Gambar 2.1 Marketing Mix
Sumber: Kotler dan Armstrong, 2012
Marketing Mix atau Bauran Pemasaran merupakan
seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya di
target pasar yang telah ditentukan seperti yang ada
pada gambar 2.1 (Kotler dan Amstrong, 2012).
Keputusan dalam bauran pemasaran harus dibuat
untuk mempengaruhi saluran perdagangan dan
keputusan konsumen. Biasanya, perusahaan dapat
mengubah harga dan iklan dalam jangka pendek,
mereka juga dapat mengembangkan produk baru dan
memodifikasi saluran distribusinya dalam jangka
panjang. Dengan demikian, perusahaan biasanya
membuat perubahan bauran pemasaran sedikit demi
sedikit dalam jangka yang pendek.
24
Bauran pemasaran terdiri dari empat variable yang
dapat diracik sedemikian rupa untuk mempengaruhi
dan menarik konsumen. Empat variabel ini dikenal
dengan 4Ps yaitu Product, Price, Place dan Promotion.
Perusahaan yang memiliki racikan sesuai dan dapat
memenuhi kebutuhan konsumen secara ekonomis,
nyaman, dan dapat melakukan komunikasi yang efektif
dapat memenangkan kompetisi di pasar. Berikut ini
uraian mengenai 4Ps.
Produk. Jobber dan Chadwick (2013)
berpendapat bahwa produk adalah barang atau jasa
yang ditawarkan atau dilakukan oleh sebuah
organisasi atau individu, yang mampu memuaskan
kebutuhan konsumen, sedangkan Blythe (2005)
berpendapat bahwa produk adalah a bundle of
benefit yang berarti bahwa produk tersebut lebih
dari sekedar karakteristik fisik yang mencakup
unsur – unsur seperti citra merek, cara produk
dikemas dan disampaikan, dan juga termasuk
warna kotak kemasan. Menurut Kotler (2000)
produk adalah setiap penawaran yang dapat
memuaskan kebutuhan atau keinginan, seperti
barang, jasa, pengalaman, peristiwa, orang, tempat,
properti, organisasi, informasi, dan ide-ide. Sebuah
produk dikatakan sukses apabila dapan
mengantarkan atau memberikan nilai dan kepuasan
terhadap konsumen. Nilai merupakan perbandingan
dari manfaat (benefit) yang didapatkan dan biaya
(cost) yang telah dikeluarkan.
25
Kotler dan Keller (2012) berpendapat bahwa
produk memiliki lima tingkatan yaitu core benefit,
basic product, expected product, augmented product,
dan potential product. Core benefit merupakan
manfaat paling dasar suatu produk yang ditawarkan
kepada konsumen. Basic product merupakan bentuk
paling dasar suatu produk yang dapat dirasakan
panca indra konsumen. Expected product
merupakan serangkaian kondisi yang diharapakan
oleh konsumen saat membeli suatu produk.
Augmented product merupakan sesuatu yang
membedakan antara produk yg ditawarkan
perusahaan dengan produk yang ditawarkan oleh
pesaing. Potential product merupakan semua
argumentasi dan perubahan bentuk yang akan
dialami oleh suatu produk dimasa depan.
Berdasarkan tujuan konsumsinya produk dapat
dikelompokan menjadi dua bagian yaitu: Consumer’s
goods dan Industrial’s goods. Consumer’s goods
merupakan produk yang langsung dapat dikonsumsi
tanpa harus melalui pemrosesan lebih lanjut untuk
memperoleh manfaatnya. Consumer’s goods atau
barang konsumsi dapat diklasifikasikan menjadi
empat macam, yaitu convenience goods (produk
sehari – hari), shopping goods (produk belanja),
specality goods (produk khusus) dan unsought goods
(produk yang tidak dilihat).
Konsumen biasanya membeli produk sehari –
hari secara teratur, cepat, dan dengan sedikit usaha.
26
Contohnya minuman ringan, sabun, dan surat
kabar. produk sehari – hari dapat dikelompokkan
menjadi du macam yaitu barang Impulse yang dibeli
tanpa perencanaan atau pencarian usaha, seperti
permen dan majalah dan barang darurat yang dibeli
ketika kebutuhan sangat mendesak-payung selama
hujan badai, sepatu bot dan sekop selama salju
musim dingin pertama.
Produk belanja biasanya dibeli oleh konsumen
dengan membandingkan basis tertenti seperti
kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dari produk
tersebut. Contohnya termasuk furniture, pakaian,
dan peralatan utama. Produk belanja homogen
meiliki kualitas yang serupa namun memiliki harga
yang cukup berbeda untuk dibandingkan. Produk
belanja heterogen memiliki fitur produk yang
berbeda dan memiliki jasa atau layanan mungkin
lebih penting daripada harganya. Penjual dari
produk belanja heterogen melakukan berbagai
macam cara untuk memenuhi selera individu dan
melatih pemasarnya untuk menginformasikan dan
memberikan saran kepada konsumen.
Produk khusus atau barang khusus memiliki
karakteristik yang unik dengan pembeli yang cukup
dan bersedia melakukan upaya pembelian khusus.
Contoh: mobil, obat – obatan, vitamin dan suplemen.
Barang – barang khusus tidak memerlukan
perbandingan, pembeli menginvestasikan waktu
hanya untuk mencapai dealer membawa barang
27
yang diinginkan. Dealer tidak perlu lokasi yang
nyaman, meskipun mereka harus membiarkan calon
pembeli tahu di mana untuk menemukan mereka.
Contohnya: mobil Mercedez.
Unsought goods adalah produk yang biasanya
tidak terpikir oleh pelangan untuk dibeli, seperti
detektor asap. Unsought goods ini membutuhkan
iklan supaya dapat dikenal dan terjual.
Harga. Harga bukan hanya sekedar angka pada
label namun juga muncul dalam berbagai bentuk
dan melakukan banyak fungsi. Sewa, kuliah, tarif,
biaya, tarif, tol, pengikut, upah, dan komisi adalah
semua harga yang Anda bayar untuk beberapa
barang atau jasa. Harga juga memiliki banyak
komponen.
Tempat / Saluran Distribusi. Merupakan
tempat atau cara agar suatu produk dapat
dipasarkan dan disalurkan kepada konsumen yang
telah di targetkan.
Promosi. Promosi merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan dalam
mengkomunikasikan produk mereka agar dapat
dikenali dan diminati oleh konsumen.
Produk Primer dan Non-Primer
Keempat variabel dalam bauran pemasaran tersebut
jika diracik dengan tepat akan menjadi sebuah strategi
28
pemasaran bagi perusahaan dalam mencapai
kesuksesan dalam pasar. Pemasaran memiliki tujuan
untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan
keinginan konsumen (Kotler, 2000). Kebutuhan ini
hanya dapat dipenuhi oleh pemasar yang memahami
konsumen dengan lebih baik daripada pesaing mereka.
Kebutuhan merupakan keperluan dasar manusia
seperti air, udara, makanan, pakaian dan tempat
tinggal. Kebutuhan dapat menjadi keinginan bila
diarahkan kepada objek tertentu yang juga dapat
memenuhi kebutuhan, misalnya kebutuhan manusia
adalah makan, namun makanan yang diinginkan
adalah nasi. Keinginan yang didukung oleh
kemampuan untuk membayar disebut sebagai
permintaan. Ismawanto (2009) mendesfinisikan
kebutuhan sebagai keinginan manusia atas barang dan
jasa yang beraneka ragam untuk dapat terpenuhi
dengan alat atau sarana yang ada, sehingga tercapai
kemakmuran. Kebutuhan juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan intensitasnya. Kebutuhan ini dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu kebutuhan primer,
kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.
Produk primer merupakan produk – produk yang
daoat memenuhi kebutuhn primer konsumen.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang wajib
terpenuhi terlebih dahulu. Misalnya sandang (pakaian),
pangan (konsumsi), dan papan (tempat tinggal).
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang sifatnya
sebagai pelengkap setelah kebutuhan primer terpenuhi
29
Misalnya meja, kursi, lemari, peralatan atau
perlengkapan rumah tangga. Kebutuhan tersier adalah
kebutuhan yang sifatnya sebagai pelengkap setelah
kebutuhan primer terpenuhi. Misalnya meja, kursi,
lemari, peralatan atau perlengkapan rumah tangga.
Mempelajari kebutuhan dan keinginan konsumen serta
perilaku konsumen dapat memberikan petunjuk bagi
perusahaan dalam beberapa hal, yaitu
mengembangkan produk baru, mengembangkan fitur
produk, harga, pesan, dan juga mengembangkan
elemen bauran pemasaran lainnya.
Sedangkan produk non–primer adalah produk –
produk yang tidak memenuhi kebutuhan primer dan
sifatnya optional atau tidak harus. Salat satu contoh
produk non-primer adalah vitamin dan suplemen.
Vitamin berasal dari kata vita yaitu kehidupan dan
amine yaitu mengandung nitrogen. Vitamin adalah
senyawa organik, yang penting untuk kehidupan,
sangat diperlukan untuk fungsi tubuh, dibutuhkan
dalam jumlah kecil; dan merupakan nutrisi penting
(Whitney and Hamilton, 1984).
2.2 Perilaku Konsumen
Menurut Solomon et al. (2006) perilaku konsumen
merupakan studi tentang proses yang terlibat ketika
individu atau kelompok memilih, membeli,
menggunakan atau membuang produk, jasa, ide atau
pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan sedangkan Schiffman dan Kanuk (2007)
30
berpendapat bahwa perilaku konsumen adalah perilaku
yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk,
jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan
konsumen untuk memenuhi keburuhannya dengan
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Jafersadhiq (2014) dalam penelitiannya mendefinisikan
perilaku konsumen sebagai studi tentang individu,
kelompok, atau organisasi dan proses yang mereka
gunakan untuk memilih, aman, dan membuang produk,
jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan
kebutuhan dan dampak bahwa proses ini terhadap
konsumen dan masyarakat. Ia juga berpendapat bahwa
hal – hal tersebut memadukan unsur-unsur dari
psikologi, sosiologi, antropologi sosial, pemasaran dan
ekonomi.
Untuk memahami perilaku konsumen tidaklah
sederhana. Seorang konsumen dapat saja mengatakan
satu hal namun melakukan hal yang lainnya. Mereka
dapat menanggapi pengaruh dari internal maupun
eksternal yang dapat mengubah pikiran mereka dalam
sekejap pada menit terakhir. Agar produk perusahaan
dapat dipasarkan dengan baik di masyarakat, maka
perlu bagi pemasar untuk memahami perilaku dari
konsumen yang dituju. Setiap konsumen memiliki
perilaku yang berbeda – beda. Engel, et al
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan –
tindakan individu yang terlibat secara langsung dalam
memperoleh dan menggunakan barang dan jasa
ekonomi, termasuk proses pengambilan keputusan
31
menentukan tindakan – tindakan tersebut (Brosekhan
dan Velayutham).
Bagi Kotler (2000) perilaku konsumen mempelajari
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan, dan membuang barang, jasa,
ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan mereka. Gambar 2.2 merupakan sebuah
model perilaku beli konsumen yang disajikan oleh
Kotler dam Armstrong (2012) yang dapat digunakan
sebagai langkah awal untuk memahami perilaku
konsumen.
Gambar 2.2 Model Perilaku Beli Konsumen
Sumber: Kotler dan Armstrong, 2012
Dari gambar tersebut dapat dilihat bagaimana
proses perilaku beli dari suatu konsumen. Gambar 2.2
menunjukkan bahwa pemasaran dan stimuli lainnya
masuk "kotak hitam" konsumen dan menghasilkan
respon tertentu. Pemasar harus mencari tahu apa yang
ada dalam kotak hitam pembeli. Menurut Kotler dan
Armstrong terdapat marketing stimuli yang terdiri dari
4Ps yaitu produk, harga, tempat, dan promosi. Stimuli
lainnya yang juga termasuk sebagai pendorong utama
32
di lingkungan konsumen adalah ekonomi, teknologi,
politik, dan budaya. Semua stimuli tersebut masuk ke
dalam kotak hitam konsumen, di mana mereka
berubah menjadi satu set tanggapan pembeli berupa
merk, perilaku beli, dan lain – lain.
Gambar 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Karakteristik Pembeli
Sumber: Kotler dan Armstrong, 2012
Pada kotak hitam pembeli yang ada pada gambar
2.2 terdapat karakteristik pembeli yang sering kali
menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian.
Karakteristik pembeli dipengaruhi ole 4 faktor yaitu
faktor kultural, faktor sosial, faktor personal dan faktor
psikologi seperti yang disajikan pada gambar 2.3.
Faktor Kultural. Kotler dan Amstrong (2012)
berpendapat bahwa factor cultural ini berpengaruh
sangat dalam kepada konsumen. Terdapat tiga
pendekatan yang dapat digunakan pemasar agar dapat
lebih memahami konsumen. Yang pertama adalah
budaya. Budaya diartikan sebagai himpunan nilai –
nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang
33
dipelajari oleh anggota masyarakat, keluarga dan
lembaga penting lainnya. Pendekatan yang lain adalah
sub-kultural. Sub-kultural adalah sekelompok orang
yang memiliki nilai yang sama dikarenakan
pengalaman dan situasi kehidupan yang sama.
Pendekatan yang terakhir adalah kelas social. Solomon
et al. (2006) mengungkapkan bahwa kelas sosial
ditentukan oleh satu set variabel kompleks, termasuk
pendapatan, latar belakang keluarga dan pekerjaan.
Solomon et. al. berpendapat bahwa orang – orang
dalam kelas sosial tertentu cenderung menunjukkan
perilaku beli yang sama.
Faktor Sosial. Faktor social meliputi grup kecil,
keluarga, dan status/peran social. Solomon et. al.
(2006) menyebut grup kecil tersebut sebagai reference
group, yaitu semua orang atau kelompok yang secara
langsung atau tidak langsung memiliki pengaruh
terhadap sikap atau perilaku mereka. Kotler dan Keller
(2012) memaparkan bahwa kelompok yang memiliki
pengaruh langsung terhadap sikap atau perilaku
seseorang disebut sebagai membership group. Beberapa
di antara membership group adalah kelompok utama
yaitu dengan siapa orang tersebut berinteraksi secara
terus menerus dan informal, seperti keluarga, teman,
tetangga, dan rekan kerja. Sedangkan kelompok
sekunder meliputi agama, profesional, atau kelompok
serikat buruh, yang cenderung lebih formal dan
interaksinya yang kurang berkesinambungan.
34
Faktor Personal. Keputusan seorang pembeli juga
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan
tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi,
gaya hidup, dan kepribadian dan konsep diri.
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa
yang dibeli. Pekerja kasar cenderung membeli lebih
banyak pakaian kerja kasar, sedangkan eksekutif
membeli pakaian bisnis. Dalam hal ini pemasar
berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang
memiliki minat terhadap produk dan layanan mereka.
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi
produk dan toko yang ia pilih. Pemasar harus
mengamati tren pendapatan pribadi, tabungan, dan
juga tingkat suku bunga. Pada keadaan ekonomi akhir
– akhir ini sebagian besar perusahaan telah mengambil
langkah – langkah untuk mendesain ulang, melakukan
reposisi, dan mengkaji ulang harga produk mereka
(Kotler dan Armstrong, 2012).
Solomon et. al. (2006) berpendapat bahwa gaya
hidup (lifestyle) mengacu pada pola konsumsi yang
mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana
dia menghabiskan waktu dan uang, tetapi dalam
banyak kasus juga mengacu pada sikap dan nilai – nilai
yang melekat pada pola perilaku ini. Sikap dan selera
konsumen tercermin dari pilihan konsumsi. Penelitian
mengenai gaya hidup juga berguna untuk melacak
preferensi konsumsi masyarakat dan juga untuk
35
memposisikan produk dan jasa khusus pada segmen
yang berbeda.
Gaya hidup lebih dari sekedar alokasi pendapatan
tambahan. Gaya hidup merupakan pernyataan tentang
siapa yang berada dan siapa yang tidak berada di
masyarakat. Identitas kelompok, baik dari hobi, atlet,
atau pengguna narkoba, membentuk mereka
berdasarkan tindakan simbolisme ekspresif. Definisi
pribadi anggota kelompok berasal dari sistem simbol
umum kelompok yang didedikasikan. Definisi pribadi
tersebut telah dijelaskan oleh sejumlah istilah,
termasuk gaya hidup, selera publik, kelompok
konsumen, masyarakat simbolik dan budaya status.
Gaya hidup tidak berlangsung selamanya, dan tidak
seperti nilai-nilai mendalam, selera dan preferensi
masyarakat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga
pola konsumsi yang dipandang menguntungkan pada
satu titik waktu tertentu dapat saja ditertawakan atau
mencemooh pada beberapa tahun kemudian.
Perilaku beli seseorang juga dapat dipengaruhi oleh
kepribadian setiap orang yang berbeda – beda.
Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis
yang unik yang dapat membedakan seseorang atau
kelompok. Kepribadian dapat dicerminkan dalam sifat –
sifat seperti kepercayaan diri, dominasi, sosialisasi,
otonomi, defensif, adaptasi, dan agresifitas. Kepribadian
dapat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen
untuk produk atau merk pilihan tertentu.
36
Faktor Psikologi. Terdapat empat faktor psikologis
utama yang mempengaruhi perilaku beli konsumen,
yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, dan keyakinan
dan sikap. Kebutuhan seseorang dapat berubah
menjadi motif apabila mencapai intensitas tertentu.
Motif (atau drive) adalah kebutuhan yang cukup
menekan untuk mengarahkan seseorang agar mencari
kepuasan.
Persepsi didefinisikan oleh Solomon et. al. (2006)
sebagai proses dimana sensasi fisik seperti
pemandangan, suara dan bau yang dipilih, terorganisir
dan diinterpretasikan. Penafsiran akhir stimulus
kemudian akan menjadi sebuah makna. Sebuah peta
persepsi merupakan alat pemasaran yang banyak
digunakan untuk mengevaluasi apakah merk dapat
terus bersaing.
Ketika orang bertindak, mereka belajar (Kotler dan
Armstrong, 2012). Pembelajaran menggambarkan
perubahan perilaku individu yang timbul dari
pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui interaksi
drive, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan.
Sedangkan menurut Solomon et. al (2006)
pembelajaran adalah terjadinya perubahan perilaku
yang disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran dapat
terjadi melalui asosiasi sederhana antara stimulus dan
respon atau melalui serangkaian aktivitas kognitif.
Pendekatan psikologis yang lain adalah keyakinan
dan sikap. Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif
37
yang dianut seseorang tentang sesuatu (Ihalauw, 2013).
Kotler dan Keller (2012) juga memiliki pendapat yang
serupa yaitu keyakinan adalah suatu pemikiran
deskriptif seseorang terhadap sesuatu yang dipercaya
penuh. Keyakinan dapat didasarkan pada pengetahuan
nyata, pendapat, atau iman dan dapat mengandung
muatan emosional. Keyakinan terhadap suatu
gambaran produk dan merek dapat berpengaruh
terhadap perilaku beli konsumen.
Sikap menjelaskan evaluasi seseorang yang relatif
konsisten, perasaan, dan kecenderungan terhadap
suatu objek atau ide. Sikap menempatkan orang –
orang kedalam pikiran suka atau tidak suka terhadap
sesuatu, bergerak mendekat atau menjauh dari sesuatu
tersebut.
2.3 Keterkaitan Perilaku Konsumen dengan Usia
Lanjut
Salah satu dari tiga pengggerak utama konsumsi
global, terkait erat dengan demografi penuaan, adalah
Kesehatan dan Kebugaran. Orang ingin hidup sehat
lebih lama. Hidup sehat, dan pilihan positif gaya hidup
sehat, yang terkait erat. Konsumen di kelompok usia
yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang
sangat berbeda, dalam hal ini pemahaman yang lebih
baik mengenai proses penuaan konsumen akan terus
menjadi bagian penting bagi pemasar dalam mengambil
keputusan dan melakukan pemasaran (Solomon et al.,
2010). Sampai saat ini banyak pemasar yang
38
beranggapan bahwa usia lanjut merupakan seseorang
yang sudah rentan dan tidak berdaya. Akibatnya,
sebagian besar usia lanjut diabaikan dan sibuk
mengejar pasar yang lain. Padahal sebenarnya orang
tua usia lanjut saat ini sangat aktif, tertarik pada apa
yang ditawarkan kehidupan saat ini, dan merupakan
konsumen yang antusias dan memiliki kemauan untuk
membeli berbagai barang dan jasa.
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang
penelitian ini, terjadi peningkatan yang tinggi pada
penduduk usia lanjut. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh peningkatan kesadaran pola hidup
sehat dan gizi, ditambah dengan peningkatan diagnosa
medis dan pengobatan. Selain angka harapan hidup
yang meningkat, usia lanjut memiliki jumlah
pendapatan yang besar, usia lanjut biasanya sudah
melunasi hipotek mereka, dan tidak lagi memiliki biaya
untuk membesarkan dan mendidik anak-anak.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan ekonomi
konsumen lansia baik dan semakin baik. Beberapa
daerah penting yang memperoleh manfaat dari grey
market ini termasuk hari libur, mobil, perbaikan
rumah, kapal pesiar dan pariwisata, perawatan kulit,
kesehatan, keuangan dan masalah hukum.
Solomon et al. (2010) mengatakan bahwa grey
market bukan kelompok pikun, dan terpinggirkan
secara ekonomi. Prospek dan tingkat aktivitas mental
seseorang memiliki lebih banyak hubungannya dengan
nya umur panjang dan kualitas hidup daripada usia
39
kronologis, atau jumlah usia sebenarnya menurut
tahun hidup. Selain dimensi – dimensi usia psikologis,
ada juga pengaruh budaya dan persepsi tentang apa
yang 'tua' di pasar berbeda. Terdapat sebuah tolok
ukur yang lebih baik untuk mengkategorikan orang tua
yaitu perceived aged, yaitu merupakan usia yang
dirasakan oleh seseorang. Perceived aged dapat diukur
pada beberapa dimensi, termasuk berapa usia yang
dirasakan seseorang dan berapa usia seseorang
terlihat. Para konsumen lanjut usia merasa relatif
terhadap usia yang sebenarnya.
Ying dan Yao (2006) juga mengatakan bahwa usia
memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kondisi
psikologis, fisik, dan juga terhadap peran sosial dan
keluarga mereka. Hal ini memberikan dampak yang
besar terhadap perilaku konsumen. Perilaku konsumen
usia lanjut di masa yang dulu digambarkan sebagai
kelompok yang memiliki loyalitas merek yang tinggi,
memiliki sedikit minat dalam fashion, dan tidak
terpengaruh oleh iklan dan promosi. Dengan kata lain,
kelompok ini tidak mampu dan tidak mau menerima
hal – hal baru semudah orang – orang muda yang
memeluk mereka. Namun hasil penelitian Ying dan Yao
(2006) menunjukkan bahwa persepsi mengenai
konsumsi konsumen usia lanjut tersebut telah
berubah. Mereka lebih bersedia untuk menerima hal-
hal baru. Konsumen usia lanjut terbuka untuk gaya
ritel yang baru dan lebih memperhatikan penampilan
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi
40
konsumsi konsumen usia lanjut telah menjadi lebih
mirip dengan orang-orang muda.
Usia lanjut juga memiliki sikap konsumsi yang lebih
dewasa. Sikap terhadap konsumsi ini dapat
mempengaruhi perilaku konsumen. Seiring
bertambahnya usia, perubahan fisik dapat
menyebabkan perubahan sikap. Kebanyakan orang tua
adalah konsumen rasional (Ying dan Yao, 2006).
Dengan bertambahnya usia, konsumen usia lanjut
menumpuk pengalaman lebih banyak mengenai
konsumsi, dan menjadi lebih sadar akan kebutuhan
konsumsi dan keinginan mereka. Konsumen usia lanjut
saat ini juga tidak lagi mencari harga yang rendah.
Harga hanya salah satu faktor yang mereka
perimbangkan saat berbelanja.
Ying dan Yao (2006) menyatakan bahwa konsumen
yang lebih tua yaitu konsumen lanjut usia memiliki
karakteristik yang berbeda dari konsumen golongan
usia lain, mereka tidak pelit dan memiliki karakter pure
consumption (spending without saving). Williams dan
Page (2010) memberikan pernyataan yang sama yaitu
bahwa usia lanjut tidak sensitif terhadap harga
meskipun mereka konservatif secara finansial. Terdapat
beberapa bidang produk yang penting bagi para usia
lanjut antara lain makanan rendah lemak / gula /
garam / kolesterol, kendaraan, rekreasi, rumah kedua,
mobil baru, jasa perjalanan (travel). William dan Page
juga mengungkapkan bahwa generasi ini memiliki
sikap positif terhadap belanja, pemasar masih perlu
41
meningkatkan kesadaran atas pengalaman belanja
mereka. Ying dan Yao (2006) pendapat bahwa
konsumen usia lanjut lebih peduli terhadap kualitas,
fitur dan fungsi dari produk dibandingkan harga ketika
membuat keputusan pembelian. Usia lanjut ini akan
menjadi konsumen seumur hidup jika Anda
memberikan produk yang berkualitas dan memberikan
apa yang mereka inginkan. Para konsumen usia lanjut
ini yang sangat menuntut, namun mereka juga lebih
bersedia untuk membayar harga yang mahal untuk hal
tersebut (Kotler dan Keller, 2012).
2.4 Keterkaitan Perilaku Konsumen dengan Kelas
Menegah
Kelas sosial dapat ditentukan oleh sejumlah faktor,
seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan
(Solomon et al., 2006). Hampir semua kelompok
membuat perbedaan antara anggota yang bersifat
relatif dalam hal superioritas, kekuasaan dan akses ke
sumber daya yang berharga. Penggolongan sosial ini
menciptakan hirarki dan status, di mana beberapa
barang lebih disukai dan digunakan untuk
mengkategorikan kelas sosial dari pemiliknya.
Pendapatan juga merupakan sebuah indikator penting
dari kelas sosial, hubungan ini jauh dari sempurna
karena kelas sosial juga ditentukan oleh faktor – faktor
seperti tempat tinggal, kepentingan budaya dan
pandangan dunia.
Keputusan beli dari kelas menengah dapat
dipengaruhi oleh keinginan untuk “membeli” kelas
42
sosial yang lebih tinggi dan terlibat dalam proses
konsumsi berlebihan. Pola belanja ini merupakan
karakteristik dari orang kaya baru, yang perolehan
pendapatan yang relatif baru, bukan keturunan, dan
bertanggung jawab atas peningkatan mobilitas sosial
mereka. Produk merupakan suatu simbol status untuk
mengkomunikasikan kelas sosial yang nyata atau yang
diinginkan. Pada kelas yang lebih tinggi dan kelas
menengah atas dan kelompok tengah masyarakat ingin
membeli durable goods karena simbol status.
Kelas menengah memiliki perhatian yang tinggi akan
kesehatannya. Mereka akan pergi ke dokter atau
rumah sakit apabila kurang sehat. Kelas menengah
juga melakukan konsumsi perawatan kesehatan yang
lebih mahal dari pada kelas di bawahnya. Keadaan
konsumsi tersebut menyebabkan pengeluaran
perawatan kesehatan menjadi bagian dari belanja per
kapita sehari – hari. Terjadi peningkatan angka
konsumsi perawatan kesehatan yang cukup tajam di
sebagian besar negara, salah satunya di perkotaan
Indonesia yaitu sekitar 1,4 – 3,4 persen dengan
pengeluaran per kapita setiap hari antara USD 6 dan
USD 10 (Banerjee dan Duflo, 2008).
Kelas menengah memiliki perilaku untuk ke dokter
swasta yang lebih mahal dan mungkin rela membayar
lebih untuk dokter umum agar dapat melompati
antrian. Banerjee dan Duflo (2008) juga
mengungkapkan bahwa kelas menengah biasanya
membeli obat – obatan yang terbaik yang disarankan
43
oleh dokter, lalu melakukan lebih banyak tes
kesehatan, melakukan operasi apabila dianjurkan, dan
rela untuk mengantar anak – anaknya ke rumah sakit
daripada diobati di rumah.
Banerjee dan Duflo (2008) juga mengungkapkan
kelas menengah juga memiliki akses jauh lebih baik
untuk melakukan pinjaman, misalnya kartu kredit.
Sebagai contoh, di perkotaan Indonesia, bank
memberikan kredit kepada kelas menengah kebawah
dengan pengeluaran per kapita setiap hari di bawah
USD 1 sebesar 23 persen, dan bank memberikan kredit
kepada kelas menengah keatas dengan pengeluaran per
kapita setiap hari antara USD 6 dan USD 10 sebesar 74
persen. Hal tersebut menujukkan bahwa kelas
menengah keatas memiliki akses yang lebih mudah
dalam melakukan kredit, hal ini tentunya juga akan
berdampak terhadap konsumsi dan perilaku konsumen
mereka. Kelas menengah jelas memiliki kehidupan yang
lebih sehat daripada orang miskin. Mereka pergi ke
dokter lebih sering dan menghabiskan lebih banyak
uang setiap kunjungan.
Dengan kemampuan dan daya beli yang lebih besar,
kelas menengah keatas cenderung memiliki perilaku
yang lebih konsumtif dari pada kelas bawah. Mereka
rela mengeluarkan uang lebih banyak dan melakukan
kredit demi menunjukkan siapa mereka dan
menyatakan kelas sosial dengan lebih jelas.