Upload
builien
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Struktural Naskah Drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi
Berdasarkan Teori Dramaturgi
Analisis sebuah karya sastra yang menggunakan pendekatan struktural
tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Analisis struktural merupakan langkah awal
dalam penelitian suatu karya sastra. Analisis struktural dalam karya sastra dalam
hal ini fiksi, yang dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang
bersangkutan. Analisis struktural mempunyai maksud untuk menemukan makna
keseluruhan dari suatu yang menjadi bahan kajiannya, yaitu melalui pengelupasan
dan pemamparan unsur-unsur karya sastra yang membuatu suatu keutuhan karya
sastra.
Analisis struktural dalam penelitian terhadap drama Lelakon karya Andy
Sri Wahyudi ini menggunakan teori struktural dramaturgi oleh Harymawan.
Analisis struktural dramaturgi oleh Harymawan ini mengadopi teori dari
Aristoteles yang membahas tentang konstruksi drama. Teori ini hampir sama
dengan teori drama lainnya tetapi yang membedakan dalam pembahasan teori
Aristoteles ini terdiri dari dramatic plot, dramatic tension, trilogi aristoteles,
unsure keharusan psikis, karakter, dan premise atau tema. Analisis struktural dari
drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi sebagai berikut :
33
34
1. Trilogi Aristoteles
Di dalam trilogi Aristoteles terdiri dari 3 kesatuan yaitu kesatuan waktu,
kesatuan tempat, dan kesatuan kejadian.Kesatuan waktu merupakan pembatasan
waktu terutama ditunjukan kepada tragedy yang harus berbeda dengan epik,
karena epik mempunyai kebebasan waktu, sedangkan tragedy waktunya harus
dibatasi. Kesatuan tempat merupakan peristiwa seluruhnya terlaksana dalam satu
tempat saja. Sedangkan kesatuan kejadian merupakan membatasi rentetan
peristiwa yang berjalan erat, tidak menyimpang dari pokoknya atau sering disebut
kesatuan ide.
Trilogi Aristoteles dalam pembahasan drama Lelakon ini terdiri dari
berbagai adegan. Setiap adegan akan dibahas bagaimana kesatuan tempat,
kesatuan waktu dan kesatuan kejadiaannya.
A. Adegan pertama atau adegan pembuka
1. Kesatuan Waktu
Adegan pertama ini terjadi pada waktu sore hari atau menjelang waktu
magrib. Hal ini dilihat pada adegan sebelumnya karena pada adegan ini
merupakan lanjutan adegan sebelumnya. Kutipan
wayah sore ing ngarep omahe Cahyadi. Kawit mulih saka minggate awake
lemes. Rupane nyremimih. Banjur lungguh ing tritisan omah. (hal 99)
Lik Kawit : wo.., ora pa-pa. Mbok mampir dhisik kene, sedhilit wae. Walah,
ngancani likmu, sisan ngenteni magrib. Ayo ta..(rada meksa).
(hal 100)
35
Terjemahan :
waktu sore di depan rumahnya Cahyadi. Kawit pulang dari perginya badannya
lemas. Mukanya lelah. Kemudian duduk di pinggir rumah. (hal 99)
Lik Kawit : tidak apa-apa. Ayo mampir dulu disini, sebentar aja. Menemani
pamanmu, sekalian menunggu magrib. Ayo ta(sedikit memaksa).
(hal 100)
2. Kesatuan Tempat
Adegan pertama terjadi di dalam rumah Cahyadi ketika Lestari sadar dan
menjerit lari keluar dengan hanya menggunakan pakaian dalam saja. Kutipan
Lestari njerit saka omah banjur mlayu metu ming nganggo kotang. Dheweke
nyasabi awak nganggo klambine. Rambute katon awul-awulan. Cahyadi nututi,
awake ngliga, kathokan dawa, tangane nggegem peso glathi. Awake
kemringet! (hal 29)
Terjemahan:
Lestari menjerit dari dalam rumah kemudian keluar hanya menggunakan
dalaman. Dirinya mengusap badan menggunakan bajunya. Rambutnya acak-
acakan. Cahyadi mengikuti, badannya tidak menggunakan baju, celana
panjang, tangannya menggegam pisau. Badannya keringatan! (hal 29)
3. Kesatuan Kejadian
Kejadian dalam adegan pembuka ini Lestari menjerit dan menangis
melihat bahwa dia telah diperkosa. Kemudian dia lari keluar dan memarahi
Cahyadi karena kebetulan disitu hanya ada Cahyadi dan dia mengira bahwa
36
Cahyadi lah yang telah melakukan pemerkosan terhadapnya. Suasana dalam
adegan pembuka ini dibuka dengan suasana tegang karena sudah terjadi konflik.
Kutipan :
(Lestari njerit saka omah banjur mlayu metu ming nganggo kotang dheweke
nyasabi awak nganggo klambine. Rambute katon awul-awulan. Cahyadi nututi
metu. Awake ngliga, kathokan dawa, tangane nggegem peso glathi. Awake
kemringet! )
Lestari : AAA...AA..!! Iihhh..!
Cahyadi : Les! Lestari! Les!
(Lestari mandheg, ngunek-ngunekke Cahyadi karo sesenggukan).
Lestari : Cah! Aku ora ngira nek kowe tega tenan karo aku!
Tumindakmu kaya kewan!. Lesatri mlayu ninggalake Cahyadi. Tangis
sesenggukane sansaya ndadi. (hal 29)
Terjemahan :
(Lestari menjerit dari dalam rumah kemudian lari keluar hanya menggunakan
BH. Dia mengusap badannya menggunakan bajunya. Rambutnya berantakan.
Cahyadi mengikuti keluar. Badannya tidak menggunakan baju, memakai
celana panjang, tangannya menggenggam belati. Badannya berkeringat!
Lestari : AAA..AA..!! Iihhh..!
Cahyadi : Les!Lestari!Les!
(Lestari berhenti, memarahi Cahyadi dengan sesenggukan).
Lestari : Cah! Aku tidak mengira kalau kamu tega beneran dengan
aku! Tingkah lakumu seperti hewan! Lestari lari
meninggalkan Cahyadi. Tangisnya semakin menjadi!. (hal
29)
B. Adegan kedua (Lik KawitCeramah )
1. Kesatuan Waktu
Adegan kedua ini atau yang diberi judul Lik Kawit ceramah merupakan
asal mula cerita drama ini dimulai. Adegan kedua ini terjadi pada pagi hari
dimana setiap orang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Dimana Nanang
Edan sudah memulai kebiasaannya membayangkan bidadari dan Lik Kawit yang
pagi-pagi sudah ceramah berlaga seperti orang yang sok bijak memberi nasehat
37
kepada Nurdin yang kebetulan lewat dan Yu Samsinah yang kebetulan akan
berangkat kepasar.
Kutipan :
Lik Kawit metu saka omahe, ngliga dhadha, kaose disampirake pundhak,
sirahe iket-iketan, kathokan kolor.
Lik Kawit : Wah jyan! Esuk-esuk wis ngomyang! Nganggu wong turu! Heh,
nang! Widadarimu ki sapa ? (hal 35)
Terjemahan :
Lik Kawit keluar dari rumahnya, tidak menggunakan baju, bajunya diletakkan
dibahu, kepala memakai iket-iketan, memakai celana kolor.
Lik Kawit :Wah jyan! Pagi-pagi sudah ngomong sendiri! Nganggu orang
tidur! Heh, Nang! Bidadarimu itu siapa?( hal 35)
2. Kesatuan Tempat
Tempat kejadian pada adegan kedua ini terjadi dirumah Lik Kawit. Hal ini
dibuktikan pada kutipan kalimat:
Lik Kawit metu saka omahe, ngliga dhadha, kaose disampirake pundhak,
sirahe iket-iketan, kathokan kolor.(hal 35)
Terjemahan:
Lik Kawit keluar dari rumahnya, tidak menggunakan baju, bajunya diletakkan
dipundak, kepalanya iket-iketan, celana kolor. (hal 35)
3. Kesatuan Kejadian
Pada adegan kedua ini menimbulkan suasana yang menegangkan dimana
pada adegan kedua ini selain setiap orang melakukan aktivitasnya masing-masing
pada pagi hari. Disini juga terdapat adegan dimana Cahyadi marah besar kepada
38
ayahnya (Lik Kawit) yang selalu mencuri uangnya untuk kepentingannya sendiri
karena merasa uang yang dimiliki anaknya adalah uang haram hasil adu jago.
Amarah Cahyadi semakin meluap dan akhirnya mengusir ayahnya dari rumah
karena sudah tak tahan dengan sikap ayahnya.
Kutipan :
Cahyadi : apa! Wis saiki sing minggat saka kene sapa ?aku pa kowe!
Wong tuwa ra nduwe isin! Kaya kecu! Aku pa kowe! Sapa sing
minggat, heh?! Aku apa kowe! Aku pa kowe
Lik Kawit : aku..! Bocah ra ngerti males budi! Cah ra urus! Cilik
digedhekke, mbasan gedhe wani
Cahyadi : gek minggat. Ra sah kakekan iyik! Aku wis ra sudi duwe bapak
kayak kowe. (hal 44)
Terjemahan :
Cahyadi : Apa! Sudah sekarang siapa yang pergi dari sini? Aku apa kamu!
Orang tua tidak punya malu! seperti kecu! Aku apa kamu! Siapa
yang pergi , heh ?! aku apa kamu! Aku apa kamu!
Lik Kawit : Aku..!! anak tidak tahu balas budi! Anak tidak urus! Kecil
dibesarkan, setelah besar berani!
Cahyadi : Cepat pergi. Tidak usah banyak omong! Aku sudah tidak sudi
punya bapak sepertimu!! (hal 44)
C. Adegan ke tiga (Cahyadi wuyung )
1. Kesatuan Tempat
Adegan ketiga ini setelah Cahyadi bertengkar dengan ayahnya lalu
mengusirnya dari rumah kemudian dia pergi dengan perasaan bahagia untuk
menemui Lestari orang yang amat dicintainya. Adegan ketiga ini terjadi di dua
tempat yakni di jalan desa dan di halaman rumah Nurdin. Di jalan desa dia tidak
sengaja hampir menabrak Kajine Amat Sugih karena perasaannya yang sedang
bahagia membuat Cahyadi tidak menghiraukan sekitarnya hingga membuat dia
menabrak anjing dan jatuh. Sedangkan dihalaman rumah Nurdin dia penasaran
39
dengan Nanang Edan apa benar bidadari yang dibayangkan Nanang Edan itu ada
hingga membuatnya sampai di halaman rumah Nurdin. Kutipan :
Ana ing dalan desa, Cahyadi numpak pit, singsot-singsot dhewe amarga
saking senenge. Kabeh diaruh-aruhi kanthi seneng, saking senenge Cahyadi
ngguya-ngguyu dhewe noleh ngiwa nengen, katon kemaki, ora ngingetke
dalan. Kajine Amat Sugih nyabrang dalan banjur arep ketabrak, Cahyadi gage
anggone ngerem. (hal 49)
Nurdin metu saka omahe nggawa ember isi banyu arep ngentas pitik jago sing
dipepe ing latar. Nanang mlayu jranthal. Cahyadi gedabigan ing njero
kandhang. (hal 57)
Terjemahan:
Di jalan desa, Cahyadi naik sepeda, bersiyulan sendiri karena begitu bahagia.
Semua disapa dengan senang, karena bahagianya Cahyadi tersenyum sendiri
menoleh kanan-kiri kelihatan kemaki, tidak melihat jalan. Kajine Amat Sugih
menyeberang jalan dan hampir tertabrak. Cahyadi cepat-cepat mengerem.(hal
49)
Nurdin keluar dari rumahnya membawa ember berisi air mau mengambil ayam
jago yang dijemur di halaman.Nanang lari Cahyadi masih di dalam kandang
ayam. (hal 57)
2. Kesatuan Waktu
Waktu dalam adegan ketiga ini merupakan lanjutan dari adegan
sebelumnya dimana Cahyadi setelah mengusir ayahnya dari rumah dia pergi
menemui Lestari orang yang disayangnya. Waktu kejadian ini terjadi pada pagi
hari dimana telah ditulis di dalam narasi ketika nursoleh pagi-pagi sudah
membawa proposal. Kutipan:
....Ing dalan, Cahyadi nyelip jumiran alap-alap sing isih lari-lari, nyelip siti
karo Nurdin sing lagi gandhengan, banjur pethukan nursoleh sing mruput
nggawa proposal kanggo mbangun masjid....
Terjemahan:
40
...Di jalan, Cahyadi menyalip jumiran alap-alap yang masih lari-lari, menyalip
siti dengan Nurdin yang baru gandengan, kemudian bertemu nursoleh yang
pagi-pagi membawa proposal untuk membangun masjid...
3. Kesatuan Kejadian
Kejadian pada adegan ketiga yang berjudul Cahyadi Wuyung menciptakan
suasana penuh dengan kebahagiaan.karena hati Cahyadi sedang kasmaran dengan
Lesatri. Sampai-sampai dia membayangkan lesatri di jalan hingga membuatnya
tidak sadar menabrak anjing dan jatuh tersungkur. Kutipan:
Lestari..ayo nari..! nari ana ing sajroning ati. Nari ana tengah wengiku,
Lestari..dhuh, cah ayu, ngertia marang sliraku, ngertia satemene rasaku lan
jejogedaning atiku. Lestari nari-nari banjur kuwi ilang dhewe. (hal 50)
Terjemahan:
Lestari.., ayo menari..! menari ada di dalam hatiku. Menari ada tengah
malamku, Lestari dhuh, cah ayu, mengertilah terhadap diriku, mengertilah
dengan rasaku dan narinya hatiku. Lestari menari-nari kemudian hilang
sendiri.( hal 50)
D. Adegan ke empat (Cempluk Ngundang Bayine)
1. Kesatuan Waktu
Waktu adegan keempat ini merupakan adegan yang tidak ada dialognya
atau percakapannya karena hanya berbicara dengan dirinya sendiri. Adegan
keempat ini terjadi pada siang hari. Kutipan:
awan-awan, Cempluk ngisis ing teras omahe. Cempluk nggendhong anake sing
lagi limang sasi nganggo jarik lurik. Cempluk dasteran warna biru. Daster
41
sing ora tau ganti. Saka njero omah keprungu siaran kethoprak RRI lirih-lirih.
(hal 61)
Terjemahan:
Siang-siang, Cempluk istirahat di halaman rumahnya. Cempluk menggendong
anaknya yang baru lima bulan menggunkan jarik lurik. Cempluk dasteran
warna biru. Daasteran yang tidak pernah ganti. Dari dalam rumah kedengaran
siaran kethoprak RRI pelan-pelan. (hal 61)
2. Kesatuan Tempat
Kesatuan tempat pada adegan ke empat yang berjudul Cempluk ngundang
bayine ini terjadi di halaman rumah Cempluk. Kutipan :
awan-awan, Cempluk ngisis ing teras omahe. Cempluk nggendhong anake sing
lagi limang sasi nganggo jarik lurik. Cempluk dasteran warna biru. Daster
sing ora tau ganti. Saka njero omah keprungu siaran kethoprak RRI lirih-lirih.
(hal 61)
Terjemahan:
Siang-siang, Cempluk istirahat di halaman rumahnya. Cempluk menggendong
anaknya yang baru lima bulan menggunkan jarik lurik. Cempluk dasteran
warna biru. Daasteran yang tidak pernah ganti. Dari dalam rumah kedengaran
siaran kethoprak RRI pelan-pelan. (hal 61)
3. Kesatuan Kejadian
Suasana dalam adegan ini menyedihkan Cempluk kembali mengingat
suaminya yang meninggal gara-gara suaminya merampok bank dan ditembak
polisi yang mengakibatkan suaminya meninggal dunia. Sambil menggendong
42
anaknya Cempluk berpesan supaya kelak anaknya jadi anak yang pandai jangan
seperti ibu dan bapaknya.
Kutipan:
Wong lanang sing setya marang sibu lan kowe. Wong lanang sing tanggung
jawab. Tur ya kuwi nek dikandhani mesthi ngeyel. Karepku ki nek ran de dhit
mbok ya uwis, ra sah ngangsa. Waton obah nyambut gawe apa anane, terus
nyelengi mbaka Sitik. E..., malah reka-reka ngrampok bank barang. Ha yaw is
didor mas polisi..wah wes ya nduk marakke sibu nangis.
Ndhuk, nek kowe waras ora lelaranen, sibu isa menyang pasar neh, nyambut
gawe ngolekke dhuwit nggo nyekolahke kowe ben pinter, bisa dadi uwong lan
migunani tumrap liyan...... (hal 61-62))
Terjemahan :
...orang laki-laki yang setia sama ibu dan kamu. Orang laki-laki yang
bertanggung jawab. Tapi ya itu kalau dikasih tahu ngeyel. Mauku kalau tidak
punya uang ya sudah, tidak usah ngangsa. Cuma bergerak bekerja apa adanya,
kemudian menabung sedikit-sedikit. E.., malah merampok bank. Ha ya sudah
ditembak mas polisi. Sudah ya nduk membuat ibu menangis. (hal 61)
Nduk, kalau kamu sehat tidak sakit-sakitan, ibu bisa pergi kepasar lagi, bekerja
cari uang buat menyekolahkan kamu supaya pintar, bisa menjadi orang dan
berguna bagi orang lain. (hal 61-62)
E. Adegan kelima (Kenangane Samsinah)
1. Kejadian Tempat
Terjadinya adegan kelima ini terjadi di dua tempat kejadian yakni di pos
ronda dekat rumahnya Yu Samsinah dan di depan rumahnya Yu Samsinah.
Kutipan:
dheweke lagi ngrokok santai ing ngarep cakruk, cedake omahe Yu Samsinah.
Dumadakan Nanang muncul nggetak Jumiran seko mburi karo nylotho
endhase Jumiran nganti ketuyung-tuyung.(hal 63)
Yu Samsinah metu nggawa kumbahan garing saember dawa, ing ngarepan
omah, Yu Samsinag dheleg-dheleg ngrasakake kahanane konang. (hal 67)
43
Terjemahan:
dirinya baru ngrokok santai di depan pos ronda, dekat rumahnya Yu Samsinah.
Tiba-tiba Nanang muncul mengagetkan Jumiran dari belakang sembari
menylotho kepalanya Jumiran sampai kesakitan. (hal 63)
Yu Samsinah keluar membawa jemuran kering seember. Di depan rumah Yu
Samsinah melamun merasakan keadaanya konang. (hal 67)
2. Kejadian Waktu
Kesatuan waktu pada adegan ini terjadi pada sore hari dan malam hari.
Kesatuan waktu sore hari dilihat dari kutipan kalimat Nanang yang
membayangkan bidadari di waktu sore hari. Sedangkan kesatuan waktu malam
hari ditulis jelas di narasi. Kutipan :
widadariku ing wayah sore iki taksuwun sliramu lungguh ana ing mega-mega.
Sawangen jagade manungsa kang sedhela maneh rame!. (hal 64)
Wayah wengi ing omah Yu Samsinah. Yu Samsinah metu nggawa kumbahan
garing saember dawa. (hal 67)
Terjemahan:
Bidadariku di waktu sore hari iki aku meminta dirimu duduk ada di awan-
awan. Lihatlah dunia manusia yang sebentar lagi ramai! (hal 64)
Waktu malam hari di rumah Yu Samsinah. Yu Samsinah keluar membawa
jemuran kering seember. (hal 67)
3. Kesatuan Kejadian
Peristiwa pada adegan ini menimbulkan suasana yang mengharukan atau
mengesankan dimana Yu Samsinah mengenang kembali masa lalunya tentang
44
amanah dari orangg tua Nanang untuk masih merawat Nanang Edan anak dari
majikannya yang telah meninggal dunia. Yu Samsinah tidak melupakan balas
budi terhadap orang tua Nanang Edan yang telah membantunya dan
mengajarkannya bagaimana cara untuk bekerja tanpa harus bergantung dengan
suami.
Kutipan:
Yu Samsinah : we.., ha nggih mboten saged no, Den. Hla kula niki sampun
janji kalihan suwargi tiyang sepuh njenengan je. Kula niku
jaman saemanten dititipi amanah kalihan suwargi sibu, ken
tumut njagi njenengan.
Nanang : wis ta, mbok setya marang urip kuwi luwih penting tinimbang
setya marang ndaramu mbiyen sing wis ora ana.
Yu sam : Wah, teneh kula saged kuwalat mangke! Hla suwargi bapak
niku sampun nganggep kula sedherek piyambak. Terus kula tumut
kluwargi njenengan niku nggih mpun kawit prawan. Nanging
piwales kula dereng wonten.(hal 65)
Terjemahan:
Yu Samsinah : we.., ya tidak bisa, Den. La saya ini sudah janji dengan
almarhum orang tua mu. Saya ini dulu dititipi amanah dari
almarhum ibu, disuruh ikut menjaga dirimu.
Nanang : sudah ya, simbok setia terhadap hidup itu lebih penting daripada
setia terhadap majikanmu dulu yang sudah tidak ada
Yu Sam : Wah, saya bisa dapat karma nanti! La almarhum bapak itu sudah
menganggap saya keluarganya sendiri, lagian saya ikut
keluargamu itu sudah sejak prawan. Tapi balasan saya belum ada.
(Hal 65)
F. Adegan keenam (Cahyadi lan Pitik Kinasihe)
1. Kesatuan tempat
Kesatuan tempat pada adegan keenam ini terjadi dirumah Cahyadi.
Kutipan:
Cahyadi ngentas pitike sing bar dipepe, lebar kuwi Cahyadi omong-omongan
karo pitike merga saking tresnane.(hal 75)
45
lagi penak-penak neruske sing leyeh-leyeh. Mak bedunduk Lestari liwat ngarep
omahe Cahyadi.(hal 81)
Terjemahan:
Cahyadi mengambil ayamnya yang habis dijemur, setelah itu Cahyadi
berbicara dengan ayamnya karena terlalu sayangnya. (hal 75)
Baru enak-enak ngelanjutin yang istirahat. Kebetulan Lestari lewat di depan
rumahnya Cahyadi.(hal 81)
2. Kesatuan Waktu
Waktu kejadian pada adegan ini terjadi pada siang hari. Hal ini terlihat di
dalam narasi cerita. Kutipan:
Wayah awan, Cahyadi ngentas pitike sing bar dipepe. (hal 75)
Terjemahan:
Waktu siang, Cahyadi mengambil ayamnya yang habis dijemur.(hal 75)
3. Kesatuan Kejadian
Adegan keenam ini terdiri dari berbagai peristiwa, dimana Cahyadi yang
sedang berbicara dengan ayamnya tiba-tiba muncul Kajine Amat Sugih yang
menasehati Cahyadi untuk bertobat, hal ini membuat Cahyadi tersentuh hatinya
dan ingin menjalankan sholat. Kutipan :
jyan.. aku ki tenane ya wis isin tenan, sup ro Kajine Amat ki. Ha tur piye ya
sup? Ah, tak ngibadah ah, ben donyane rada padhang!eee.., mbaka sithik. Bar
adus tak tinggal ngibadah dhisik ya sup? Tak dandan setil nganggo baju koko,
pecisan. Sarungan resik. (hal 77)
46
Terjemahan:
jyan, aku ini sebenarnya sudah malu beneran, sup dengan Kajine Amat. Tapi
ya sup? Ah, tak beribadah ah, supaya dunianya sedikit terang.., sedikit-sedikit.
Setelah mandi aku tinggal ibadah dulu ya sup? Aku dandan rapi menggunakan
baju koko, pecisan, sarungan bersih (hal 77)
Cahyadi beristirahat sebentar tiba-tiba Lestari lewat di depan rumahnya.
Segera Cahyadi lari dan memegang tangan Lestari untuk menyatakan cinta
kepadanya tetapi dengan tegas Lestari menolaknya karena dia menganggap tidak
level. Hal ini membuat suasana menjadi galau. Kutipan :
Cahyadi : Anu, aku mencintaimu Lestari..
Lestari : halah, wis takbedhek! Awake dhewe ki ra level, Cah..
Cahyadi : wohh, ra lepel kok, piye? Tenan to sup, ditolak ta, aku ya wis
ngerti kok tenane. Kesusu kok mau. Kudune wong menyatakan ki
nganggo soklat karo setangkai bunga. Ha aku mung nyekel rokok
selancer je, nang dalan meneh. Ra sopan sup, dhuh piye ya sup?
Aku wis arep sumangat je uripe arep mertobat tenan. (hal 81-82)
Terjemahan:
Cahyadi : itu, aku mencintaimu Lestari..
Lestari : halah, sudah aku tebak! Kita itu tidak selevel, Cah..
Cahyadi : wahh, tidak level kok, gimana? Benar kan sup, ditolak kan, aku ya
sudah tahu kok sebenarnya. Keburu-buru kok tadi. Harusnya orang
menyatakan itu menggunakan coklat dan setangkai bunga. Ha aku
cuma memegang rokok satu batang di jalan pula. Tidak sopan sup,
duh gimana ya sup? Aku sudah mau semangat hidup mau mertobat
beneran. (hal 81-82)
G. Adegan ketujuh (Nurdin+Siti= cinta)
1. Kesatuan tempat
Kesatuan tempat pada adegan ketujuh ini terjadi dipinggir sungai tempat
Nurdin dan Siti bertemu untuk melepas rindu.
47
Kutipan :
ing pinggir kali, Siti kangsenan karo Nurdin. Siti njedhul nganggo seragam
pramuka, nunggu Nurdin. Kala-kala ndeleng fotone Nurdin, terus ditemplekke
dhadhane. Siti ketok gelisah.( hal 85)
Terjemahan:
di pinggir sungai, Siti ketemuan dengan Nurdin. Siti keluar menggunakan
seragam pramuka, menanti Nurdin. Kadang-kadang melihat fotonya Nurdin
kemudian di tempelkan di dadanya. Siti kelihatan gelisah. (hal 85)
2. Kesatuan Waktu
Waktu pada adegan ini tidak dijelaskan di dalam cerita tetapi dilihat dari
seragam pramuka yang digunakan Siti ini membuktikan bahwa waktu kejadian
terjadi pada siang hari setelah Siti pulang sekolah. Kutipan:
Siti njedul nganggo seragam pramuka, nunggu Nurdin. Kala-kala ndeleg
fotone Nurdin terus ditempelke dhadhane. Siti ketok gelisah. (hal 85)
Terjemahan:
Siti keluar menggunakan seragam pramuka, menanti Nurdin. Kadang-kadang
melihat fotonya Nurdin kemudian ditempelkan di dadanya. Siti kelihatan
gelisah (hal 85)
3. Kesatuan Kejadian
Kejadian peristiwa ini dimulai dengan suasana hati yang gelisah dimana
Siti menunggu Nurdin yang tak kunjung datang. Begitupun Nurdin yang gelisah
menunggu Siti yang tak kunjung mendatanginya untuk melepas rindu.
48
Kutipan:
kala-kala ndeleg fotone Nurdin, terus ditempelke dhadhane. Siti ketok gelisah.
Siti kala-kala ndeleg kiwa-tengen selak kepengen weruh Nurdin. Siti mlayu
ngulon amarga kaya-kaya weruh Nurdin kadi kadohan.
Nurdin kala-kala niliki jam tangane. Mlaku ngalor ngidul lan lungguh
ngalamun karo uthik-uthik upil.(hal 85)
Terjemahan:
kadang-kadang melihat fotonya Nurdin, kemudian ditempelkan dadanya. Siti
kelihatan gelisah. Siti kadang-kadang melihat kanan-kiri tak sabar melihat
Nurdin. Siti lari kebarat karena seperti melihat Nurdin dari kejauhan.
Nurdin kadang-kadang melihat jam tangannya. Jalan utara selatan kemudian
duduk melamun sembari mencari upil. (hal 85)
Menunggu lama akhirnya Siti muncul karena sudah tidak sabar untuk
bertemu akhirnya Nurdin berlari menghampiri Siti. Perasaan gelisah yang tadi ada
berubah menjadi rasa gembira karena mereka bisa melepas rindu meskipun
mereka terganggu dengan adanya Mbah Temu yang sedang memancing ikan di
dekatnya.
Kutipan:
Nurdin methukake Siti kanthi bungah. Nurdin mlayu santer ngubengi Siti
merga saking gemese. Saking kangene. Saking senenge. (hal 87)
Nurdin karo Siti ciprat-cipratan, seneng banget. Cah loro ora nggagas Mbah
Temu. Mbah Temu kaget, rada mangkel. Dheweke ngadeg karo muni-muni(hal
90)
49
Terjemahan:
Nurdin bertemu Siti dengan gembira. Nurdin berlari memutari Siti karena
gemesnya, kangennya, gembiranya. (hal 87)
Nurdin dan Siti bermain air, bahagia sekali. Nurdin dan Siti tidak
menghiraukan Mbah Temu. Mbah Temu kaget, sedikit marah. Mbah Temu
berdiri dengan marah-marah. (hal 90)
H. Adegan kedelapan (Nanang dan Kajine Amat Sugih)
1. Kesatuan tempat
Adegan kedelapan ini menceritakan kisah paseduluran antara Nanang
Edan dengan Kajine Amat Sugih yang sudah sekian lama tidak bertemu akhirnya
mereka bertemu dan Kajine Amat Sugih kaget melihat Nanang Edan sekarang.
Kejadian tempat ini terjadi di tengah jalan yang kebetulan lewat Nurdin yang
dikejar oleh Mbah Temu.
Kutipan:
ing tengah dalan Nanang ngadeg nggejejer, hormat kaya patung Jendral
Sudirman. Nurdin mlayu dioyak Mbah Temu liwat ngarepe Nanang. Banjur
Nanang mulai ndleming, tangane nuding-nuding. (hal 93)
Terjemahan:
ditengah jalan Nanang berdiri, hormat seperti patung Jendral Sudirman. Nurdin
berlari dikejar Mbah Temu lewat didepan Nanang. Kemudian Nanang mulai
berbicara sendiri tangan menunjuk-nunjuk. (hal 93)
50
2. Kesatuan waktu
Waktu dalam adegan kedelapan ini tidak ditulis dengan pasti, tetapi pada
adegan kedelapan ini merupakan lanjutan dari adegan sebelumnya. Hal ini terlihat
saat Nurdin di kejar Mbah Temu dimana pada adegan sebelumnya Nurdin
menggoda Mbah Temu yang sedang mencari ikan disungai. Jadi pada adegan
kedelapan ini terjadi pada waktu sore hari. Kutipan:
ing tengah dalan Nanang ngadeg nggejejer, hormat kaya patung Jendral
Sudirman. Nurdin mlayu dioyak Mbah Temu liwat ngarepe Nanang. Banjur
Nanang mulai ndleming, tangane nuding-nuding. (hal 93)
Terjemahan:
Di tengah jalan Nanang berdiri, hormat seperti patung Jendral Sudirman.
Nurdin berlari dikejar Mbah Temu lewat didepan Nanang. Kemudian Nanang
mulai berbicara sendiri tangan menunjuk-nunjuk. (hal 93)
3. Kesatuan Kejadian
Kejadian dalam adegan ini menimbulkan peristiwa yang mengharukan
sekaligus menegangkan dimana setelah sekian lama Nanang Edan bertemu
dengan pamannya Kajine Amat Sugih yang telah mengambil harta orang tua
Nanang Edan . Kajine Amat Sugih kaget melihat Nanang Edan yang sekarang
setiap hari hanya bersyair membayangkan bidadari-bidadari sedangkan Nanang
Edan masih mengingat betul bagaimana perbuatan pamannya sehingga dia
memaki pamannya dengan sebutan maling. Kutipan:
Kajine Amat Sugih : Le njalukmu ki apa? Takturuti. Tur carane aja kaya
ngono kuwi. Ngisin-isenke aku.
51
Nanang Edan : widadariku.., iki piye ana maling ngerti isin!
Kajine Amat Sugih : Le! Kowe kui ra ngerti males budi! Cilik takragadi
mbasan gedhe kurang ajar! (hal 94)
Terjemahan
Kajine Amat Sugih: Le, minta mu apa? Aku turuti tapi caranya tidak seperti
ini. Malu-maluin aku.
Nanang Edan : bidadariku., ini gimana ada maling tahu malu!
Kajine Amat Sugih :Le, kamu itu tidak mengerti balas budi! Kecil aku
besarkan setelah besar malah kurang ajar. (hal 94)
I. Adegan kesembilan ( Lelakone Cahyadi)
1. Kesatuan tempat
Adegan kesembilan ini terjadi di rumah Cahyadi dimana ayahnya Lik
Kawit yang dulu diusir pergi kini pulang kerumah untuk berniat meminta maaf
kepada anaknya Cahyadi. Kutipan:
wayah sore ing ngarep omahe Cahyadi. Kawit mulih saka minggate. Awake
lemes, rupane nyeremimih. Banjur lungguh ing tritisan omah. (hal 99)
Terjemahan:
waktu sore di depan rumahnya Cahyadi. Kawit pulang dari perginya. Badannya
lemas, mukanya pucat. Kemudian duduk di teras rumah. (hal 99)
2. Kesatuan Waktu
Waktu pada adegan ini terjadi pada sore hari menjelang adzan magrib.
Kutipan:
52
wayah sore ing ngarep omahe Cahyadi. Kawit mulih saka minggate. Awake
lemes, rupane nyeremimih. Banjur lungguh ing tritisan omah. (hal 99)
Lik Kawit :Wo.., ora pa-pa. Mbok mampir dhisik kene, sedhilit wae. Walah,
ngancani likmu, sisan ngenteni magrib. Ayo ta (rada meksa). (hal
100)
Terjemahan:
waktu sore di depan rumahnya Cahyadi. Kawit pulang dari perginya. Badannya
lemas, mukanya pucat. Kemudian duduk di teras rumah. (hal 99)
Lik Kawit : tidak apa-apa. Mampir dulu sini, sebentar saja. Menemani
pamanmu, sekalian menunggu magrib. Ayo ta (sedikit maksa).
(hal 100)
3. Kesatuan kejadian
Kejadian pada adegan kesembilan ini merupakan puncak dari cerita dan
jawaban dari adegan pembuka. Adegan kesembilan ini menimbulkan suasana
yang penuh dengan kemarahan karena Cahyadi kecewa dan marah besar kepada
ayahnya Lik Kawit yang tega melakukan perbuatan zina memperkosa Lestari
orang yang sangat dicintai anaknya sendiri. Kutipan:
Cahyadi :Kawit..! bakal taktojeh-tojeh tenan kowe! Takpecel-pecel
endhasmu!(Cahyadi ngematake rada adoh, kaya weruh Lik
Kawit) kecekel saiki kowe, wit..! klakon takuntal malang! (hal
105)
Cahyadi :KAWITTT..!! (ambegane isih ora karu-karuruwan) ula tuwa!
Pancen wis tegel tenan karo anakmu dewe..yaa! Nek caramu
kaya ngono bakal takladeni! Aku wis ra urusan! Tuwekan kaya
asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe! ( hal107)
Terjemahan:
53
Cahyadi :Kawit..! bakal takpotong-potong beneran kamu! Takpotong-
potong kepalamu!(Cahyadi melihat dari kejauhan, seperti melihat
Lik Kawit) kepegang sekarang kamu, wit..! beneran taktelan! (hal
105)
Cahyadi : KAWITT..!! (nafasnya masih tidak beraturan) ular tua! Beneran
sudah tega dengan anakmu sendiri..yaa! kalau caramu seperti ini
beneran aku tanggapi! Aku sudah tidak peduli! Tua seperti asu!
Sudah tiba waktunya! Benar sudah tergaris kalau ajalmu harus di
tangan anakmu sendiri! (hal 107)
J. Kesimpulan Keseluruhan Adegan
Kesimpulan dari trilogy Aristoteles ini dari keseluruhan cerita dan
keseluruhan adegan memiliki termuat tiga unsur yang meliputinya yaitu :
1. Kesatuan Tempat
Kesatuan tempat di dalam naskah drama Lelakon keseluruhannya terjadi di
sekitar kampung seperti di jalan desa, pos ronda, tepi sungai dan rumah.
Kutipan :
Lestari njerit saka njero omah banjur mlayu metu ming nganggo kotang.
Dheweke nyasabi awak nganggo klambine...(hal 29)
Wayah esuk jagone kluruk dawa, disusul jago-jago liyane, banjur krungu
lagune the beatles when i saw her standing there saka njero omahe Lik
Kawit..(hal 33)
...ing dalan, Cahyadi nyelip Jumiran alap-alap sing isih lari-lari nyelip Siti
karo Nurdin sing lagi gandhengan..(hal 49)
Ing pinggir kali, Siti kangsenan karo Nurdin...(hal 85)
Terjemahan :
Lestari teriak dari dalam rumah kemudian berlari keluar hanya memakai BH.
Dia mengelap tubuhnya memakai baju.. (hal 29)
Waktu pagi ayamnya berkokok panjang, disusul jago-jago lainnya, kemudian
mendengar lagunya the beatles when i saw her standing there dari dalam
rumahnya Lik Kawit...(hal 33)
...di jalan, Cahyadi menyelip Jumiran Alap-alap yang masih lari-lari menyelip
Siti dengan Nurdin yang lagi gandengan.. (hal 49)
Di tepi sungai, Siti ketemuan dengan Nurdin ... (hal 85)
2. Kesatuan Waktu
54
Kesatuan waktu di dalam cerita naskah drama Lelakon secara keseluruhan
hanya di jelaskan waktu pagi, siang, sore dan malam hari.
Kutipan :
Wayah esuk jagone kluruk dawa, disusul jago-jago liyane, banjur krungu
lagune the beatles when i saw her standing there saka njero omahe Lik
Kawit..(hal 33)
Wayah awan Cahyadi ngentas pitike sing bar dipepe....(hal 75)
Wayah sore ing ngarep omahe Cahyadi. Kawit mulih saka minggate. Awake
lemes rupane nyremimih.(hal 99)
Terjemahan :
Waktu pagi ayamnya berkokok panjang, disusul ayam-ayam lainnya, kemudian
kedengaran lagunya the beatles when i saw her standing there saka njero
omahe Lik Kawit...(hal 33)
Waktu siang Cahyadi mengambil ayamnya yang habis dijemur..(hal 75)
Waktu sore di depan rumahnya Cahyadi. Kawit pulang dari perginya.
Badannya lemas wajahnya pucat. (hal 99)
Waktu penanda jika naskah drama Lelakon ini di tulis pada tahun 2006
adalah di saat masih ada pemakaian alat musik walkman yang diceritakan dalam
naskah drama dan lagunya The Beatles When I Saw Her Standing There dan juga
masih menggunakan jligen untuk membeli minyak tanah.
Kutipan :
...banjur krungu lagune The Beatles when i saw her standing there saka njero
omahe Lik Kawit. Ana ing pinggir dalan ngarep omahe Lik Kawit akeh wong
pating sliwer: Jumiran Alap-alap mlayu-mlayu sinambi ngrungokake musik
saka walkman, nganggo kostum kaos sporet kuning, sepatonan. Yu Samsinah
mlaku ngunclung ngetung dhuwit ewon owol-owolan. Siti lan Nurdin pacaran,
oyak-oyakan. Cempluk nggawa jligen tuku lenga...( hal 33)
Terjemahan:
...kemudian mendengar lagunya The Beatles when i saw her standing there dari
dalam rumahnya Lik Kawit. Di tepi jalan depan rumahnya Lik Kawit banyak
orang lewat: Jumiran Alap-alap lari-lari dengan mendengarkan musik dari
walkman, memakai kostum kaos spor kuning, sepatunan. Yu Samsinah jalan
55
sambil menghitung uang ribuan. Siti dan Nurdin pacaran, kejar-kejaran.
Cempluk membawa jligen membeli minyak...(hal 33)
3. Kesatuan Kejadian
Kesatuan Kejadian keseluruhan drama Lelakon menceritakan tentang
kejadian dimana Cahyadi merupakan anak dari ayah yang tidak pernah
bertanggung jawab kepada anaknya. Lik Kawit selalu mencuri uang milik
Cahyadi dan lama kelamaan amarah Cahyadi meluap dan mengusir Lik Kawit
pergi dari rumahnya. Kemudian kehidupan Cahyadi berjalan seperti biasa,
Cahyadi menyatakan cinta terhadap Lestari orang yang disayanginya tetapi
akhirnya ditolak karena tidak selevel. Lik Kawit pulang dari perginya untuk
meminta maaf dengan Cahyadi, kepulangan Lik Kawit ini lah yang menimbulkan
konflik dimana Lik Kawit memberi obat tidur di minuman milik Lestari dan
memperkosanya. Kemudian amarah Cahyadi meluap dan ingin membunuh ketika
mengetahui ayahnya memperkosa Lestari dan meninggalkannya begitu saja.
Kejadian ini menimbulkan suasana yang menegangkan dan menyedihkan
dimana seorang ayah yang tega menyakiti hati anaknya sendiri dengan
memperkosa orang yang amat disayangi anaknya yaitu Lestari. Kutipan :
(Kawit nyedhaki, nyekel tangane Cahyadi nanging di kipatake)
Cahyadi : Ra butuh! Bola-bali dhuwitku ilang aku ming meneng wae. Malah
sansaya ndadi! Sing golek ki angel, ngerti ra? Aku ki nyambut
gawe, ra kayak owe, Pak !
Lik Kawit : Sik ta, le, sing sareh. Bapak ki seneng, kowe nyambut gawe entuk
dhuwit. Tur dhuwit mu ki seng entuk seka endi je, Le? (hal 42)
Cahyadi : apa! Wis saiki sing minggat saka kena sapa? Aku apa kowe!
Wong tuwa ra duwe isin! Kaya kecu! Aku pa kowe! Sapa sing
minggat, heh?! Aku pa kowe! Aku..pa kowe..!!
(Lik Kawit ngelumpukne tenaga, matane mendelik, ambegane kenceng, banjur
mbengoki cahaydi)
Lik Kawit : Aku..!! Bocah ra ngerti males budi! Cah ra urus! Cilik
digedhekke, mbasan gedhe wani!
56
Cahyadi : Gek minggat. Ra sah kakean iyik! Aku wis ra sudi duwe bapak
kayak owe (hal 44)
(Nututi mlayu nanging ora sida. Cahyadi mandheg lan getem-getem dhewe.
Mangkele Cahyadi marang bapake dhewe wus ora ketulungan maneh. Cahyadi
meneng wae. Matane ora kedhep utune nggeget-nggeget. Tangane ngepel lan
nggegem glathi kenceng banget. Ambegane ngos-ngosan. Banjur mbengok
santer banget)
Cahyadi : KAWIIIT..!! (ambegane isih ora karuh-karuwan) ula tuwa!
Pancen wis tegel tenan karo anakmu dhewe. Yaa..! nek caramu
kaya ngono bakal takladeni! Aku wis ra urusan! Tuwekan kaya
asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe.(hal 106)
Terjemahan:
(Kawit mendekati, memegang tangannya Cahyadi, tetapi di kebaskan)
Cahyadi : tidak butuh! Sering uangku hilang aku hanya diam saja.
Malahan menjadi! yang mencari itu suli, tahu tidak! Aku ini
bekerja tidak seperti kamu, Pak!
Lik Kawit : bentar ta, Le, yang sabar. Bapak ini senang kamu bekerja
mendapatkan uang. Tapi uangmu itu yang dapat dari mana, Le?
(hal 42)
Cahyadi : Apa! Sekarang yang pergi dari sini siapa? Aku apa kamu! Orang
tua tidak punya malu! Seperti sombong! Aku apa kamu! Siapa
yang pergi, heh? Aku apa kamu! Aku apa kamu! Aku..pa kamu!!
(Lik Kawit mengumpulkan tenaga, matanya membelalak, nafasnya kencang
kemudian meneriaki Cahyadi)
Lik Kawit : Aku..!! anak tidak mengerti balas budi! Anak tidak urus! Kecil
dibesarkan, setelah besar berani!
Cahyadi : Sana cepat minggat. Tidak usah banyak omong! Aku sudah
tidak sudi punya bapak seperti kamu (hal 44)
(mengikuti lari tapi tidak jadi. Cahyadi berhenti dan marah-marah sendiri.
Marahnya Cahyadi terhadap bapaknya sendiri sudah tidak tertolong lagi.
Cahyadi diam saja. Matanya tidak berkedip. Giginya geget-geget. Tangannya
mengepal dan menggenggam blathi erat sekali. Nafasnya tidak beraturan.
Kemudian berteriak keras sekali)
Cahyadi : KAWITTT...!! (Nafasnya masih tidak beraturan) ular tua! Sudah
tega benaran dengan anakmu sendiri, yaa..!! kalau caramu seperti
itu, bakal taktanggapi! Aku sudah tidak urusan! Orang tua seperti
asu! Sudah tiba waktunya kalau ajalmu di tangan anakmu sendiri!
(hal 106)
57
2. Unsur Keharusan Psikis
Unsur keharusan psikis dalama teori dramaturgi terdiri dari protagonis
yaitu peran utama yang menjadi pusat cerita. Antagonis yaitu peran lawan, sering
juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik. Tritagonis yaitu peran penengah
bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonis dan antagonis.
Terakhir peran pembantu yaitu peran yang tidak secara langsung terlibat dalam
konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaina cerita. Analisis unsur keharusan
psikis dalam drama Lelakon sebagai berikut.
a. Cahyadi: Protagonis.
Cahyadi merupakan tokoh utama dalam cerita drama Lelakon dimana dia
mempunyai bapak seorang mantan maling yang hanya memikirkan kepentingan
pribadinya dan suka mencuri uang miliknya. Cahyadi yang dulu hanya diam
dengan perbuatan ayahnya akhirnya amarahnya memuncak karena ayahnya tidak
merubah sikapnya malah Lik Kawit tega menyakiti Cahyadi dengan memperkosa
Lestari orang yang dicintainya.Sehingga membuatnya marah hingga ingin
membunuh Lik Kawit di tangannya sendiri.
Kutipan:
Cahyadi : Ra butuh! Bola-bali dhuwitku ilang aku ming meneng wae. Malah
sansaya ndadi! Sing golek ki angel, ngerti ra? Aku ki nyambut
gawe, ra kayak kowe, Pak! (hal 42)
Cahyadi : KAWITTT...!!! (ambegane isih ora karu-karuwan) ula tuwa!
Pancen wis tegel tenan karo anakmu dhewe. Yaa..! nek caramu
kaya ngono, bakal takladeni! Aku wis ra urusan! Tuwekan kaya
asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe! (hal 107)
58
Terjemahan:
Cahyadi : Tidak butuh! Uangku sering hilang aku cuma diam aja. Malah
menjadi! Mencari uang itu sulit, tahu tidak ? aku ini kerja, tidak
seperti kamu, Pak! (hal 42)
Cahyadi : KAWITT..!!! (nafasnya masih tidak teratur) ular tua! Memang
sudah tega beneran dengan anakmu sendiri. Yaa..! kalau caramu
seperti itu bakal tak tanggapi! Aku sudah tidak urusan! Orang tua
seperti asu! Sudah tiba waktunya! Memang sudah digaris kalau
matimu harus di tangan anakmu sendiri ! (hal 107)
b. Lik Kawit: Antagonis.
Lik Kawit menolong cempluk dan sering memberi nasehat dia
merupakan ayah yang tidak bertanggung jawab kepada anaknya.Dia hanya
mementingkan kepentingannya pribadi mengambil uang anaknya dan tega
memperkosa Lestari orang yang sangat dicintai Cahyadi hanya untuk memenuhi
hawa nafsunya dan setelah itu ditinggal pergi. Kutipan:
rosa-rosa..! (tangane tengen ngepel, diangakat munggah medun, ngunjal
sedhela prengesan) nyak nyaan..!(nganggo sandhangan) wis. Karia slamet ya,
le. Wong tuwa kaya aku ki jembar segarane. Turah kasih sayang! Ra sah
njaluk ngapura mesthi wis takngapurani (Lik Kawit ngleter mlaku tansah
bungah). (hal 105)
Terjemahan:
rosa-rosa..! (tangan kanan mengepal, diangakat naik turun, tarik nafas sebentar
tersenyum) nyak nyaan..! (menggunakan pakaian) wis. Semoga selamat ya nak,
orang tua seperti aku ini banyak maaf. Banyak kasih sayang! Tidak usah
meminta maaf sudah aku maafkan (Lik Kawit berjalan dengan gembira). (hal;
105)
59
c. Yu Sam: Protagonis.
Yu Samsinah merupakan perempuan yang tegas dan mandiri dia
menghidupi anak-anaknya sendiri tanpa suami. Dia merupakan sosok yang setya
kepada majikannya walaupun majikannya sudah meninggal dan tidak lupa akan
balas budi kepada orang yang telah membantunya.
Kutipan:
wah. Teneh kula saged kuwalat mangke! Hla wong suwargi bapak niku
sampun nganggep kula sedherek piyambak. Terus, kula tumut kluwargi
njenengan niku nggih mpun kawit prawan. Nanging piwales kula dereng
wonten.
Terjemahan:
Beneran aku nanti bisa dapat karma! Hla almarhum bapak itu sudah
menggangap saya keluarganya sendiri. Lalu saya ikut keluarga kamu itu sudah
sejak masih muda. Tapi balasan saya belum ada.
d. Kajine Amat Sugih: Antagonis.
Kajine Amat Sugih merupakan seorang pemuka agama tetapi dia orang
yang licik karena telah mengambil harta orang tua Nanang yang telah dititipkan
ke Yu Samsinah untuk Nanang ketika dia sudah besar.
Kutipan:
Nah, bar ditinggal wong tuwane, Den Nanang ki dikekke luar kota. Alasane
disekolahke nang pondhok pesantren. Terus, pembukuan usaha sing dicekel
simbok ki dijaluk kajine amat. Alasane arep dicek. Tur tekan sakiki ra
dibalekke. (hal 71)
60
Terjemahan:
Nah, setelah meninggal orang tuanya, Den, Nanang itu diluar kota asalannya
disekolahkan di pondok pesantren. Kemudian pembukuan usaha yang dipegang
simbok itu diminta kajine amat. Alasannya mau dicek tapi sampai sekarang
tidak dikembalikan. (hal 71)
e. Nanang Edan : Protagonis.
Nanang Edan merupakan orang gila yang setiap harinya hanya
membayangkan bidadari tetapi dia sepenuhnya tidak gila. Nanang masih
mengingat Yu Samsinah yang merawat Nanang sejak kecil sampai sekarang dan
pamananya yang telah menyakitinya tetapi dia ikhlas hartanya diambil dan tidak
meminta apapun. Kutipan:
aku ra njaluk apa-apa. Uripku wis seneng tanpa bandha donya! Aja pisan-
pisan ngojok-ngojoki aku dadi wong sumangkehan. Ngereh uwong sakpenake
dhewe. Dalanku wis padhang! Aku manungsa sing ra isa dituku nganggo
bandha donya!. (hal 94)
Terjemahan:
aku tidak meminta apa-apa. Hidupku sudah senang tanpa harta dunia! Jangan
sekali-sekali merayuku menjadi orang sombong. Menyuruh orang sakenaknya
sendiri. Jalanku sudah terang! Aku manusia yang tidak bisa dibeli dengan harta
dunia. (hal 94)
f. Lestari: Tritagonis.
Lestari tokoh yang menghubungkan antara tokoh protagonist dan
antagonis.Antara Cahyadi orang yang mencintainya tetapi telah ditolak dengan
61
ayahnya Cahyadi yaitu Lik Kawit yang telah memperkosanya karena hawa
nafsunya yang tidak bisa terbendung. Kutipan:
Lik Kawit : Lho? Cahyadi ki nang omah ta? Jigur kok! Anu ndhuk, sik ya,
tak tuku rokok dhilit nyang warunge Atemo Sri. Dhilit wae.
Lestari : nggih, Lik.
(Kawit kesusu sajak nganeh-anehi. Cahyadi metu ngandhuki rambute merga
bar karmas, isih karo nyanyi)
(Cahyadi kaget weruh Lestari. Cahyadi mesam-mesem sajak isin)
Cahyadi : Lestari ta? Jyan..mbok mau sms dhimik, Les. Nek arep dolan ki.
Kok njanur gunung? Nggoleki aku pa?
Lestari : Rak! Aku ki mung mampir, wedangan ro bapakmu.
Cahyadi : sapa?
Lestari : Lik Kawit, bapakmu, cah! (hal 102)
Terjemahan:
Lik Kawit : Lho? Cahyadi itu dirumah to? Jigur kok! Anu ndhuk bentar ya,
tak beli rokok dilit di warungnya Atemo Sri. Bentar aja.
Lestari : iya, Lik.
(Kawit terburu-buru seperti ada yang aneh. Cahyadi keluar mengerikan
rambutnya dengan handuk karena habis karmas, masih dengan bernyanyi)
(Cahyadi kaget melihat Lestari. Cahyadi senyum-senyum seperti malu.)
Cahyadi : Lestari ta? Jyan..tadi sms dulu, Les kalau mau dolan itu kok tiba-
tiba? Mencariku apa?
Lestari : Tidak! Aku ini Cuma mampir minum dengan bapakmu.
Cahaydi : siapa ?
Lestari : Lik Kawit bapakmu Cah! (hal 102)
g. Mbah Temu : Peran Pembantu.
Di dalam cerita mbah temu hadir hanya pada adegan Nurdin+Siti=
cinta. Disini Mbah temu berperan orang yang mencari ikan di sungai dan
mengganggu Siti dan Nurdin pacaran. Kutipan:
(Nurdin karo Siti ciprat-cipratan, seneng banget. Cah loro ora nggagas Mbah
Temu. Mbah temu kaget, rada mangkel. Dheweke ngadeg muni-muni). We
hla!heh! banyune ki aja diobok-obok! Marai iwake dha mlayu.(hal 90-91)
62
Terjemahan:
(Nurdin dan Siti bermain air, bahagia sekali. Nurdin dan Siti tidak
menghiraukan Mbah Temu. Mbah Temu kaget, sedikit ngedumel. Dia berdiri
marah-marah). Lah airnya itu jangan diobok-obok! Membuat ikannya pergi.
(hal 90-91)
h. Cempluk : Peran Pembantu.
Cempluk hadir pada adegan cempluk ngundang bayine dimana cempluk
hanya berbicara dengan anaknya yang masih bayi dan memberi nasehat agar tidak
seperti ibu dan bapaknya.
Kutipan:
sibu isa menyang pasar neh, isa nyambut gawe nggolekne dhuwit nggo
nyekolahke kowe ben pinter bisa dadi uwong lan mingunani tumrap liyan. Aja
kaya sibu lan bapakmu, apa meneh mbahmu!. (hal 62)
Terjemahan:
ibu bisa kepasar lagi, bisa kerja mencari uang buat menyekolahkanmu supaya
pinter bisa menjadi orang dan berguna bagi orang lain. Jangan seperti ibu dan
bapakmu apa lagi simbahmu!. (hal 62)
i. Nurdin: Peran Pembantu.
Nurdin merupakan pemuda yang setya terhadap pasangannya yaitu Siti.
Kutipan :
apa kowe ora percaya ta sit? (Nurdin ngadeg, mandeng Siti) bukaken
dhadhaku, tilakana atiku. Anane mung Siti, Siti lan Siti..! (hal 88)
Terjemahan:
63
apa kamu tidak percaya sit ? (Nurdin berdiri, melihat Siti) bukalah dadaku
lihatlah hatiku, adanya Cuma Siti, Siti lan Siti..! (hal 88)
j. Siti : Peran Pembantu.
Siti merupakan anak dari Yu Samsinah dia suka membantu ibunya
menjaga adiknya ketika ibunya sedang pergi berjualan di pasar. Kutipan:
Yu Samsinah : hlo! Ndhuk! Kowe ki piye ta ?kon nunggoni adhine kok malah
playon?
Siti : Konang kumat! Konang kejang-kejang. Mbok!(hal 66)
Terjemahan:
Yu Samsinah : lo nduk kamu itu gimana ?disuruh menunggu adiknya kok
malah lari-lari
Siti : Konang kumat! Konang kejang-kejang. Mbok! ( hal 66)
k. Nursoleh : Peran Pembantu.
cerita drama Lelakon ini Nursoleh diceritakan sebagai seorang pemuda
soleh yang kesehariannya hanya meminta sumbangan untuk pembangunan masjid.
Kutipan:
banjur petukan Nursoleh sing mruput nggawa proposal kanggo mbangun
masjid. (hal 49)
Terjemahan:
kemudian bertemu Nursoleh yang pagi-pagi sudah membawa proposal yang
digunakan membangun masjid. (hal 49)
64
3. Dramatic Plot
Dramatic plot ini mengacu pada teori aristoteles yang terdiri dari protasis,
epitasio, catastasis dan catastrophe (penutup). Analisis plot dalam naskah drama
Lelakon karya Andy Sri Wahyudi ini merupakan alur mundur dimana awal cerita
atau awal adegan sudah dibuka dengan konflik. Plot dalam drama Lelakon dimulai
dengan catastasis (puncak laku atau peristiwa mencapai titik kuluminasinya).
Kutipan:
Letari mandheg, ngunek-ngunekne Cahyadi karo sesenggukan
Lestari : Cah! Aku ki ra ngira nek kowe tega tenan karo aku! Tumindakmu
kaya kewan!
Cahyadi : les! Sing nglakoni ki dudu aku les! (hal 29)
Terjemahan:
Lestari berhenti, marah-marah dengan Cahyadi sambil sesenggukan”
Lestari :Cah! Aku tidak mengira kalau kamu tega beneran denganku!
Sikapmu seperti hewan!
Cahyadi : Les! Sing nglakoni ki dudu aku Les! (hal 29)
Di awali dengan terjadinya konflik yang membuat para penonton atau
pembaca bingung baru kemudian pada adegan kedua cerita dimulai dengan
pengenalan para tokoh atau dalam plot disebut protasis. Dimana dalam cerita
dijelaskan pagi-pagi Nanang Edan sudah mulai kumat membayangkan bidadari
dan Lik Kawit memberi ceramah kepada Nurdin. Adegan pengenalan ini terjadi
pada adegan ke dua sampai dengan adegan kedelapan dimana Nanang Edan
bertemu dengan Kajine Amat Sugih.
65
Kutipan:
Nanang : widadariku..! sawangen aku ki lho. Rupaku bagus sumatriya,
pawakanku gagah gedhe dhuwur! Widadariku.., takenteni sliramu
nganti mubenge jagad mandheg, nganti pitik jago wis ora kluruk
meneh. (hal 34)
Lik Kawit : oalah urip-urip! Uriping manungsa jaman saiki kuwi wis ora
sederma mampir ngombe maneh kaya-kaya urip kuwi dawa banget.
Sansaya neh sing uripe mlarat tur rekasa. Walah mesthi krasa
dowuu tur suwii. Pa meneh nek ditinggal bojone... Ha ming kethap-
kethip neng kasur, klisikan, mbayangne sing ora-ora. Jyaan..
(ngunjal ambegan rada dawa) (hal 36)
Terjemahan:
Nanang : bidadariku..! lihatlah aku ini lo. Wajahku bagus, badanku gagah
tinggi besar! Bidadariku..taktunggu dirimu sampai mutarnya dunia
berhenti. Sampai ayam jago tidak berkokok lagi. (hal 34)
Lik Kawit :oalah hidup-hidup! Hidup manusia jaman sekarang itu sudah tidak
cuma mampir minum saja seperti hidup itu panjang sekali. Apalagi
yang hidupnya miskin tapi susah. Walah pasti merasa panjang trus
lama. Apalagi kalau ditinggal istrinya. Ya cuma buka tutuo mata di
kasur, susah tidur, membayangkan yang tidak-tidak. Jyaan
(bernafas sedikit panjang) (hal 36)
Adegan ke Sembilan ini menceritakan tentang jalinan terjadinya konflik
atau epitasio. Konflik muncul ketika Lik Kawit pulang dari perginya yang berniat
untuk meminta maaf kepada anaknya yaitu Cahyadi karena perbuatannya selama
ini. Ketika sampai dirumah ternyata rumahnya tidak terkunci dan Cahyadi yang
dicarinya pun tidak ada. Sambil menunggu CahyadiLik Kawit beristirahat di
halaman rumah tiba-tiba dia melihat gadis cantik yaitu Lestari yang lewat didepan
rumah setelah pulang dari kuliah. Lik Kawit yang dari tadi memperhatikan Lestari
kemudian mengajaknya untuk mampir minum teh sambil menunggu magrib.
Kutipan:
ujug-ujug matane Lik Kawit namatake kadohan. Dheweke weruh ana wong
wedok mlaku dhewekan. Kawit sansaya nyedhak panasaran.
66
Lik Kawit : we.., sapa ya kae? Kok ana Kenya mlaku dhewekan. Entas-
entasan pa ya? We..liwat kene! Sik..sik tak dandan dhisik ben
bagus!
(Lik Kawit idu ing epek-epek tangan kiwa-tengene, dienggo ngraupi rupane
nganti rata. Ethok-ethok arep mlebu ngomah.)
Lestari : ndherek langkung. Lik Kawit.
(mandheg ing tengah lawang, noleh marang Lestari terus marani)
Lik Kawit : E.. ndhuk Lestari ta? Kok kadingaren liwat kene ndhuk?
Lestari : injih, lik. Ha nek liwat dalan sing rika. Onten Nanang lagi
kimat! Rak nggih mboten napa-napa ta, lik?
Lik Kawit : wo..ora pa-pa. Mbok mampir dhisik kene sedhilit wae. Walah
ngancani likmu. Sisan ngenteni magrib. Ayo ta..(rada meksa)
Lestari : mboten sah repot-repot hlo, Lik. Kula naming sekedhap hlo niki.
Mboten saged suwe-suwe. (hal 100)
Terjemahan:
tiba-tiba matanya Lik Kawit melihat kejauhan. Dirinya melihat ada wanita
berjalan sendiri. Kawit mendekat penasaran.
Lik Kawit : we, siapa ya itu? Kok ada wanita berjalan sendirian. Entas-entasan
apa ya? We..., liwat sini! Bentar, bentar, bentar.., tak dandan dulu
supaya ganteng.
(Lik Kawit idu di telapak tangan kanan-kiri, dibuat membasuh mukanya
sampai rata. Pura-pura mau masuk rumah.)
Lestari : permisi, Lik Kawit.
(berhenti sebentar di tengah pintu, menoleh ke Lestari, kemudian
menghampiri.)
Lik Kawit : E.., ndhuk Lestari ta? Kok tumben liwat disini ndhuk ?
Lestari : injih, Lik. Kalau liwat jalan yang sana, ada Nanang baru kumat!
Tidak apa-apa ta Lik ?
Lik Kawit : iya tidak apa-apa. Mampir dulu sini, sebentar aja. Walah,
ngancani likmu, sisan ngenteni magrib. Ayo ta (sedikit memaksa)
Lestari : tidak usah repot-repot, Lik. Saya cuma sebentar lo ini. Tidak bisa
lama-lama (hal 100)
Lik Kawit yang mempunyai niat buruk ingin memperkosa Lestari pun
merasa bahagia dia membuat minuman Lestari dengan memberi obat tidur.
Kemudian dia memberikan ke Lestari minumannya tersebut dari dalam rumah
ternyata ada Cahyadi yang baru selesai mandi. Lik Kawit yang mengetahui
Cahyadi ada dirumah tiba-tiba meminta ijin ke Lestari untuk membeli rokok.
Cahyadi yang selesai mandi kemudian keluar dia kaget melihat Lestari ada diteras
67
rumahnya. Lestaripun pamit ke Cahyadi dia mau pulang, Lestari berdiri tiba-tiba
dia pingsan dan dibawa Cahyadi kekamarnya. Adegan ini menimbulkan konflik
atau catastasis dimana Cahyadi marah kepada ayahnya yang berniat buruk kepada
Lestari.
Kutipan:
(Banjur Cahyadi nuntun Lestari mlebu ngomahe. Lebar nulungi Lestari,
Cahyadi metu nggegem glathi. Wedang teh mau dijupuk terus diambu. Cahyadi
yakin wedang kuwi ana racun sirepe banjur gelase dibanting! Cahyadi nesu.
Muntab!)
Cahyadi : Kawit ki cen kewan! Licik! Ula tuwa! Nang endi mlayumu, Wit?!
Bakal takgoleki! Tuwekan ra ngrumangsani!
(Cahyadi mlayu nggoleki kawit karo nggegem glathi.)
Cahyadi : nang endi dunungmu?! Tekan endi playumu bakal takgoleki kowe.
Wit! Aku wis ra urusan! Klakon takuntal mlang tenan! Kawit..!(hal
104)
Terjemahan:
(Kemudian Cahyadi menuntun Lestari masuk rumahnya. Setelah menolong
Lestari, Cahyadi keluar menggegam pisau. Minuman teh tadi diambil lalu
dicium. Cahyadi yakin kalau minuman teh itu ada obat tidurnya lalu gelasnya
dilempar! Cahaydi marah, emosi!)
Cahyadi : Kawit itu memang hewan! Licik! Ular tua! Dimana larimu.
Wit?! Benaran tak cari! Orang tua tidak berperasaan!
(Cahyadi berlari mencari kawit dengan menggegam pisau.)
Cahyadi : dimana dirimu berada?! Sampai mana larimu bakal takcari kamu.
Wit! Aku sudah tidak ada urusan! Beneran takmakan malang
beneran! Kawit..! (hal 104)
Di saat Cahyadi pergi, Lik Kawit pulang kerumah dan melihat Lestari
pingsan di kamar ini kesempatan dia untuk memperkosa Lestari. Setelah puas
memperkosa Lestari, Lik Kawit pergi dengan perasaan bahagia. Cahyadi pulang
kerumah ingin melihat keadaan Lestari tapi sampai dirumah, Lestari menjerit dan
berlari keluar menghampiri Cahyadi kemudian marah-marah kepada Cahyadi. Dia
mengira Cahyadilah yang telah melakukan perbuatan tersebut. Amarah Cahyadi
68
yang belum sirna terhadap ayahnya tambah memuncak karena perbutannya yang
dia lakukan ke Lestari. Kutipan:
Cahyadi : KAWIITTT..!!! (ambegane isih ora karu-karuwan) ula tuwa!
Pancen wis tegel tenan karo anakmu dhewe. Yaa..! nek caramu
kaya ngono, bakal takladeni! Aku wis ra urusan! Tuwekan kaya
asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe.!(hal 106-107)
Terjemahan :
Cahyadi : KAWIIITT..!!! (nafasnya masih tidak teratur) ular tua! Beneran
sudah tega sekali dengan anakmu sendiri. Yaa..! kalau caramu
seperti itu, bakal tak tanggapi! Aku sudah tidak urusan! Orang tua
kaya asu! Sudah tiba waktunya! Beneran sudah garisnya kalau
matimu harus ditangan anakmu sendiri! (hal 106-107)
Kesimpulan analisis drama Lelakon ini mempunyai alur mundur dimana
diawali dengan adegan marah-marah yang kemudian terjawab pada adegan
terakhir. Naskah drama Lelakon ini tidak ada plot Catastrophe atau penutup
karena pada adegan terakhir masih terjadi konflik dimana Cahyadi ingin
membunuh ayahnya. Sampai adegan selesai Cahyadi juga belum ketemu dengan
ayahnya dan juga belum membunuh ayahnya bisa dikatakan cerita naskah drama
Lelakon ini mempunyai akhir yang menggantung.
4. Premise/ Tema
Premis dalam karya sastra adalah suatu gagasan atau ide yang mengilhami
karya sastra. Secara garis besar dalam cerita naskah drama Lelakon karya Andy
69
Sri Wahyudi berkisar tentang masalah hidup. Dimana diceritakan seorang anak
yang mempunyai bapak tidak bertanggung jawab dan mencari kebahagiaannya
sendiri tanpa memikirkan perasaan anaknya. Ada juga seorang pemuka agama
yang ternyata mempunyai sifat licik dia serakah mengambil harta kakaknya.
Tema dalam naskah drama Lelakon ini adalah masalah kehidupan.
Kehidupan yang diceritakan dalam naskah drama ini adalah seorang anak yang
menghadapi sikap ayahnya yang selalu mencuri uang miliknya untuk
kesenangannya sendiri dan memperkosa orang yang disukainya kemudian pergi
begitu saja. Sedangkan ada Nanang Edan yang gila karena telah disakiti hatinya
oleh pamannya sendiri yang juga seorang pemuka agama.
Kutipan:
Kawiittt...!! (ambegane isih ora karu-karuwan) ula tuwa! Pancen wis tegel
tenan karo anakmu dhewe. Yaa..! nek caramu kaya ngono, bakal takladeni!
Tuwekan kaya asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe!
Terjemahan:
Kawiiitt..!! (nafasnya masih tidak beraturan) ular tua! Benar sudah tega dengan
anakmu sendiri. Yaa..! kalau caramu seperti itu, bakal tak tanggapi! Orang tua
seperti asu! Sudah tiba waktunya! Benar sudah tergaris kalau matimu harus
ditanganku sendiri!
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tema atu premis dalam
naskah drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi ini mempunyai tema yang
70
berjudul pecahnya amarah seorang anak terhadap perbuatan ayahnya yang tega
menyakiti hatinya.
B. Analisis Character Dimensional Tokoh Cahyadi dan Tokoh-Tokoh yang
Terdapat dalam Drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi.
Character biasa juga disebut tokoh adalah bahan yang paling aktif yang
menjadi penggerak jalan cerita. Character disini adalah tokoh yang hidup, bukan
mati, dia adalah boneka ditangan kita, karena character ini berpribadi, berwatak
dia memiliki sifat-sifat karakteristik tiga dimensional. Drama Lelakon ini akan
dianalisi melalui tiga dimensional yaitu dimensi fisiologis, sosiologis, dan
psikologis.
1. Cahyadi
Cahyadi merupakan tokoh utama dalam drama Lelakon. Keberadaannya
mendominasi seluruh jalinan cerita, baik sebagai pelaku kejadian maupun pelaku
yang dikenai kejadian.
a. Dimensi Fisiologis
Tokoh utama dalam naskah drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi yaitu
Cahyadi. Gambaran-gambaran fisik yang diperoleh mengenai Cahyadi merupakan
hasil pengamatan pada naskah cerita. Tokoh Cahyadi di dalam cerita sudah
dituliskan dengan jelaskan oleh pengarang bahwa Cahyadi berumur 25 tahun
masih muda. Kutipan:
pawongan lanang, enom, umur 25 taun”(hal 25)
Terjemahan:
Laki-laki, muda, umur 25 tahun” (hal 25)
71
b. Dimensi sosiologis
Dimensi sosiologis ini memuat tentang status sosial, pekerjaan,
pendidikan, kehidupan, organisasi, dll yang terkait tentang sosial di dalam
lingkungan. Dimensi sosiologis dalam tokoh Cahyadi diceritakan mempunyai
kehidupan yang sederhana dia hanya bekerja sebagai tukang adu ayam. Kutipan:
Lik Kawit : sik ta Le, sing sareh bapak ki seneng, kowe nyambut gawe entuk
dhuwit. Tur dhuwitmu ki sing entuk seka endi je, Le?
Cahyadi : saka endi piye ta ki ?ha ya saka sing menang adu jago!
Terjemahan:
Lik Kawit : bentar ta, Le, yang sabar bapak itu senang kamu bekerja dapat
uang. Tapi uangmu itu kamu peroleh dari mana to, Le?
Cahyadi : dari mana gimana ?ya dari yang menang adu jago!
c. Dimensi Psikologis
Dimensi psikologis ini memuat tentang unsur-unsur mentalitas,
tempramen, dan I.Q. Tokoh Cahyadi dalam naskah drama Lelakon akan dibahas
salah satu unsur-unsur dimensi psikologi yaitu tempramen keinginan dan perasaan
pribadi, sikap dan kelakuan. Tokoh Cahyadi mempunyai watak yang keras dan
emosian dia mengusir ayahnya karena tidak tahan dengan sikap ayahnya yang
tidak berubah.
Kutipan:
Cahyadiwis ora sabar, raine diadhepake ing ngarep raine Lik Kawit. Wong
loro pandeng-pandengan.
72
Cahyadi : apa! Wis saiki sing minggat saka kene sapa? Aku pa kowe! Wong
tuwa ra nduwe isin! Kaya kecu! Aku pa kowe! Sapa sing minggat,
heh?aku pa kowe!aku..pa kowe!!! (hal 44)
Terjemahan:
Cahyadi sudah tidak sabar, mukanya dihadapkan di depan mukanya Lik Kawit.
Dua orang lihat-lihatan.
Cahyadi : apa! Sudah sekarang yang pergi dari sini aku apa kamu? Aku apa
kamu! Orang tua tidak punya malu! Seperti kecu! Aku apa kamu!
Siapa yang pergi ?aku apa kamu! Aku..apa kamuu!!!! (hal 44)
Di balik watak Cahyadi yang keras dan emosi Cahyadi juga mempunyai
watak yang romantis kepada orang yang disayanginya dia sadar ketika mau
menyatakan perasaannya seharusnya dia bawa bunga atau coklat.
Kutipan:
wohh ra lepel kok, piye ?(banjur sambat karo pitike) tenan to. Sup. Ditolak ta,
aku ya wis ngerti kok tenane. Kesusu kok mau. Kudune wong menyatakan ki
nganggo soklat ro setangkai bunga. Ha aku ming nyekel rokok silencer je.
Nang dalan meneh ra sopan Sup. (hal 82)
Terjemahan:
wahh tidak level kok, gimana? (lalu mengeluh dengan ayamnya) beneran to,
Sup ditolak. Aku ya sudah tahu kok sebenarnya. Keburu-buru kok tadi.
Seharusnya orang menyatakan itu dengan coklat dan setangkai bunga. Ha aku
cuma memegang rokok sebatang. Di jalan pula tidak sopan Sup. (hal 82)
73
2. Lik Kawit
Tokoh Lik Kawit dalam naskah drama Lelakon adalah tokoh tambahan
yang kehadirannya dalam cerita memiliki keterkaitan dengan tokoh utama.
Kehadiran Lik Kawit ini memicu terjadinya konflik pada diri Cahyadi.
a. Dimensi Fisiologis
Gambaran fisik pada tokoh Lik Kawit ini sudah dituliskan oleh pengarang
bahwa dia seorang laki-laki duda yang berumur 45 tahun karena cerai dengan
istrinya dan mempunyai satu orang anak laki-laki. Kutipan:
dhudha, duwe anak siji, umure 45 taun (hal 25)
Cahyadi : ha iya kaya ngene iki sing njalari simbok njaluk pegatan ro
kowe. Pak! Wong tuwa ra rumangsan! Ra urus! Kaya kecu!
Satenane aku ya wis ra betah urip awor kowe, pak! Ra wangun
dadi wong tuwa! (hal 44)
Terjemahan:
duda, punya anak satu, umurnya 45 tahun (hal 25)
Cahyadi : ha iya seperti ini yang membuat ibu minta cerai dengan mu. Pak!
Orang tua tidak sadar! Tidak urus! Seperti kecu! Sebenarnya aku
sudah tidak betah hidup bersama mu pak! Tidak pas menjadi orang
tua! (hal 44)
b. Dimensi Sosiologis
Lik Kawitmerupakan bekas maling yang sekarang Lik Kawit sudah
menjadi pengangguran.Lik Kawit hanya mengandalkan anaknya saja dengan
mencuri uang milik anaknya. Kutipan:
74
Lik Kawit : kowe ki mung durung ngerti aku satenane kok, Yu!
Yu Samsinah : Hla iya, kowe ki satenane njijiki! Isane mung klempas-
klempus ra tau nyambut gawe. Kaya UWUH!(hal 41)
Terjemahan:
Lik Kawit : kamu itu cuma belum mengerti aku sebenarnya aja, Yu!
Yu Samsinah : hla iya, kamu itu sebenarnya njijiki! Bisanya cuma
ngrokok tidak pernah bekerja. Seperti sampah! (hal 41)
c. Dimensi Psikologis
Secara psikologis tokoh Lik Kawit dalam naskah drama Lelakon ini
digambarkan sebagai pribadi yang memiliki unsur mentalitas dan tempramen. Di
dalam naskah drama LelakonLik Kawit mempunyai watak yang sok berwibawa
memberi nasehat kepada orang lain. Kutipan:
Nurdin : Nuwun sewu, Lik. Ha nek nyenyuwun kalihan Gusti, Lik ?
Lik Kawit : kuwi ki rak mung sranane ta, le. Praktekke ki werna-werna!
Kabeh ki ya wis nyenyuwun ben uripe kepenak. Tur piye-piye rak
ya tetep nganggo usaha ta? Ha nek mung nyenyuwun thok, ya sak-
modare!
Kandhani, jaman saiki ki apa-apa ki nganggo dhuwit, kok ngeyel! Pepenginane
ki mesthi keturutan, dadi terhormat, tur kajen. Wis apa meneh? Sing nom-
noman kaya kowe-kowe kuwi, tak takon nek yang-yangan nganggo dhuwit ra?
(hal 37)
Terjemahan:
Nurdin : Premisi, Lik. La kalau meminta dengan Gusti, Lik?
Lik Kawit : itu kan cuma sarananya aja, Le. Prakteknya macam-macam!
Semua itu sudah meminta supaya hidupnya enak. Tapi gimana-
gimana ya tetep menggunakan usaha ta? La kalau cuam meminta
saja, ya sak-matinya!
Tak kasih tahu, jaman sekarang apa-apa menggunakan uang, kok ngeyel!
Keinginannya itu harus keturutan, supaya terhormat , sudah apa lagi? yang
muda-muda seperti kamu-kamu itu, aku Tanya kalau pacaran memakai uang
kan? (hal 37)
75
Lik Kawit juga mempunyai watak suka menolong tetapi dia mengharapkan
imbalan. Seperti dia menolong cempluk meminjami uang tetapi kalau dia tidak
bisa membayar dia harus tidur dengannya. Kutipan:
Cempluk : anu skeet ewu wae, Lik.
Lik Kawit : nyoh! Tur nek ra isa nyaur, tak keloni lho! (hal 39)
Terjemahan:
Cempluk : anu, lima puluh ribu aja, Lik
Lik Kawit : ini! Tapi kalau tidak bisa membayar, tak tiduri lho (hal 39)
Lik Kawit juga merupakan ayah yang tidak bertanggung jawab dan tidak
bisa menjadi panutan untuk anaknya dia hanya mementingkan kepentingannya
sendiri. Dia juga tega dengan anaknya karena hawa nafsunya yang tidak bisa
terbendung dia memperkosa Lestari orang yang dicintai anaknya dan ditinggal
pergi begitu saja. Kutipan:
(Lik Kawitnjedul metu saka njero omah, ngliga, gembrobyos, kaose
disampirake pundhak sisih kiwa. Rupane ketara bungah lan prengas-prenges).
Rosa! Rosa..! (tangan tengene ngepel, diangklat munggah medun, ngunjal
ambegan sedhela prengesan) nyak nyaan..! (nganggo sandhangan) wis. Karia
slamet ya le. Wong tuwa kaya aku ki jembar segarane. Torah kasih sayang! Ra
sah njaluk ngapura mesthi wis takngapurani (Lik Kawit ngleter mlaku tansah
bungah) E..golek dalan padhang. (hal 105)
Terjemahan:
(Lik Kawit keluar dari dalam rumah, tidak memakai baju, keringetan.Bajunya
di letakkan pundak sebelah kiri.Wajahnya kelihatan bahagia dan senyam-
senyum). Rosa! Rosa..! (tangan kanan mengepal, diangkat naik turun, sambil
bernafas sebentar senyum) nyak nyaan..! ( memakai pakaian) wis. Semoga
beruntung ya le.Orang tua seperti aku ini besar pengampunannya. Banyak
kasih sayang! Tidak usah meminta maaf aku sudah memaafkan (Lik Kawit
berjalan kelihatan bungah) E..mencari jalan terang. (hal 105)
76
3. Lestari
Lestari merupakan tokoh tritagonis yaitu penghubung antara Cahyadi
dengan Lik Kawit.Lestari ini diceritakan sebagai orang yang terlibat konflik
antara ayah Lik Kawit dan anak Cahyadi.
a. Dimensi Fisiologis
Gambaran fisik tokoh Lestari dalam naskah drama Lelakon ini sudah
ditulis dengan jelas oleh pengarang sebelum dimulainya cerita. Lestari merupakan
seorang perempuan usianya 23 taun wajahnya manis. Kutipan:
pawongan wadon, umurnya 23 taun, manis, cah kuliah. (hal 25)
Lik Kawit : kowe ki manis tenan lho, nduk. Jan aku ra nyangka kok isa kaya
Rara Mendut
Terjemahan:
perempuan, umurnya 23 tahun, manis, anak kuliah. (hal 25)
LikKawit : kamu itu manis sekali lho, nduk. Aku tidak menyangka kok bisa
seperti Rara Mendut.
b. Dimensi Sosiologis
Lestari merupakan pemuda yang berpendidikan tinggi dia seorang
mahasiswa. Kutipan:
Yu Samsinah: walah, sing kokapeli ki sapa? Lestari pa?
Ha ya sengara gelem. Kae ki cah wedok berpendidikan mung
arep entuk slangkrah! (hal 46)
Cahyadi : ..oh Lestari, Lestari, lan Lestari, sliramu pancen pinter, wong
sekolahan, nanging aku nyoba ngerti merga sing tak tresnani
sliramu, dudu sekolahanmu! (hal 50)
Terjemahan:
Yu Samsinah : walah yang kamu apeli itu siapa? Lestari pa?
77
Ha ya kalau mau, dia itu anak perempuan berpendidikan
cuma mau dapat pengangguran. (hal 46)
Cahyadi :..oh Lestari, Lestari lan Lestari, dirimu memang pintar, orang
sekolahan, tapi aku mencoba mengerti karena yang aku cintai itu
dirimu bukan sekolahanmu! (hal 50)
c. Dimensi Psikologis
Tokoh Lestari dalam naskah drama Lelakon ini mempunyai watak yang
berunsur mentalitas ukuran moral/ membedakan antara yang baik dan tidak baik.
Tokoh Lestari diceritakan mempunyai watak yang tegas dan cuek ini dilihat
ketika Cahyadi mengungkapkan perasaanya kepada Lestari. Kutipan:
Lestari : ngapa ta ?!gek cepet! Kene ki selak ana perlu je! Sida ora?
Cahyadi : ho oh, les. Sida anu les anu..
Lestari : ona-anu. Ona-anu ngapa ?
Cahyadi : anu, aku mencintaimu Lestari
Lestari :halah.. wis takbedhek! Awak dhewe ki ra level, Cah..(hal 81)
Terjemahan:
Lestari : ada apa?! Cepet! Aku itu keburu ada perlu! Jadi tidak ?
Cahyadi : iya les, jadi anu les anu..
Lestari : ona-anu. Ona-anu ada pa ?
Cahyadi : anu, aku mencintaimu Lestari
Lestari : halah, sudah ku tebak! Kita itu tidak level, Cah.. (hal 81)
Dibalik sifat yang tegas dan cueknya Lestari juga merupakan orang yang
tidak enakan dengan orang tua ketika dia lewat didepan rumahnya Cahyadi
kebetulan ada Lik Kawit dan mengajaknya untuk mampir bentar dia mengiyakan
meski tidak bisa lama-lama.
78
Kutipan :
Lik Kawit : wo..ora pa pa. Mbok mampir dhisik kene, sedhilit wae. Walah
ngancani likmu, sisan ngenteni magrib. Ayo ta.. (rada meksa)
Lestari : mboten sah repot-repot hlo. Lik. Kula naming sekedhap hlo niki.
Mboten saged suwe-suwe. (hal 100)
Terjemahan:
Lik Kawit : wo.., tidak apa-apa. Sini mampir dulu. Sebentar saja. Walah
nemani likmu, sekalian menunggu magrib. Ayo ta...(sedikit
memaksa)
Lestari : tidak usah repot-repot lo, Lik. Saya cuma sebentar ini, tidak bisa
lama-lama (hal 100)
Tokoh Lestari dalam naskah drama Lelakon juga mempunyai sifat yang
berburuk sangka dia menuduh tanpa alasan disaat dia pingsan dan di perkosa oleh
Lik Kawit dia menuduh Cahyadi lah yang melakukannya karena ketika dia sadar
hanya ada dia dan Cahyadi di dalam rumah.
Kutipan:
Lestari : Cah! Aku ra ngira, Cah, nek kowe tega tenan karo aku.
Tumindakmu kaya kewan! (omong karo nangis ngguguk)
Cahyadi : Les! Sing nglakoni ki dudu aku, les!
Lestari : nyatane! Nyatane sing ana mung kowe karo aku. Cah! (hal 106)
Terjemahan:
Lestari : Cah! Aku tidak mengira, Cah, kalau kamu tega benar dengan ku.
Tingkah lakumu seperti hewan! ( berbicara dengan menangis)
79
Cahyadi : Les! Yang melakukan itu bukan aku, Les!
Lestari : nyatanya! Kenyataannya yang ada cuma aku dan kamu. Cah!
(hal 106)
4. Yu Samsinah
Tokoh Yu Samsinah dalam naskah drama Lelakon ini merupakan tokoh
protagonist yang perannya sangat diperlukan untuk menunjang cerita.
a. Dimensi Fisiologis
Gambaran fisik tokoh Yu Samsinah ini sudah dijelaskan dan ditulis oleh
pengarang sebelum memulai cerita. Yu Samsinah di gambarkan dengan seorang
janda yang memakai pakaian jarik seperti ibu-ibu pasar umur 40 tahunan yang
cerai dengan suminya. Dia mempunyai dua orang anak perempuan dan laki-laki.
Kutipan:
randha merga pegatan umure 40 taunan, duwe anak loro, sregep nyambut
gawe lan rada galak.(hal 26)
ora let suwe Yu Samsinah liwat. Dheweke jarikan, nyandhang kaya lumrahe
mbok-mbok pasar. Bathuke pilisan, nggendhong dagangan pasar. (hal 40)
Terjemahan:
janda karena cerai umurnya 40 tahunan. Punya anak loro, rajin bekerja dan
sedikit galak. (hal 26)
tidak lama Yu Samsinah lewat. Dirinya jarikan, berpakaian seperti ibu-ibu
pasar. Jidatnya pilisan, menggendong dagangan pasar. (hal 40)
80
b. Dimensi Sosiologis
Yu Samsinah merupakan orang yang pekerja keras. Dia menghidupi dan
menyekolahkan anaknya dengan bekerja sebagai pedagang di pasar. Dia juga
bukan orang yang berpendidikan tinggi Yu Samsinah tidak pernah bersekolah dia
dulu belajar dari majikannya yang mengajarkan cara mambaca, menulis dan
membuat usaha supaya tidak bergantung dengan suami. Kutipan:
Yu Samsinah :... malah mbukak sekolahan neng desa kene lan mulang
warga desa sing gelem sinau. Tanpa dibayar lho nduk.
Simbok iki isa maca nulis ya merga ibune Den Nanang.
Wong-wong wadon desa kene ki isa maca-nulis, numpak
pit, mula bukane ya sing ngajari ibune Den Nanang. Terus
diwarahi carane gawe usaha golek dhuwet dewe, ben isa
mandiri ora gumantung karo bojone. Amrih wong wadon
neng desa ki ngertine ora mung kawin, duwe anak, masak
lan umbah-umbah. Simbok ki isa bakulan golek dhuwit
nggedhekke kowe lan konang ya merga ilmune ibune Den
Nanang. (hal 69)
Terjemahan:
Yu Samsinah :..malah buka sekolahan di desa sini dan mengajar warga
desa yang mau belajar. Tanpa dibayar lho nduk. Simbok ini
bisa baca nulis karena ibunya Den Nanang. Orang-orang
perempuan desa iki bisa baca-nulis, naik sepeda, mula
bukanya ya yang mengajari ibunya Den Nanang. Lalu
diajari caranya buat usaha cari uang, supaya bisa mandiri
tidak bergantung dengan suami. Orang perempuan di desa
ini tahunya hanya nikah, punya anak, masak dan cuci baju.
Simbok ini bisa berdagang cari uang besarkan kamu dan
konang yak arena ilmunya ibunya Den Nanang. (hal 69)
c. Dimensi Psikologis
Dimensi psikologis Yu Samsinah mempunyai unsur salah satunya yaitu
unsur mentalitas ukuran moralmembedakan antara yang baik dan tidak baik.Yu
Samsinah ini di dalam naskah drama Lelakon digambarkan mempunyai watak
yang baik dia tidak melupakan balas budi terhadap orang yang telah
81
membantunya dan dia juga orang yang amanah ketika mantan majikannya
memintanya untuk merawat anaknya sampai sekarang Yu Samsinah masih
merawatnya sebagai bentuk balas budi kepada majikannya yang telah meninggal.
Kutipan:
Yu Samsinah : we.., ha nggih mboten saged no, Den. Hla kula niki
sampun janji kalihan suwargi tiyang sepuh njenegan je.
Kula niku jaman semanten dititipi amanah kalihan suwargi
sibu, ken tumut njagi njenengan, Den.
Nanang :wis ta mbok, setya marang urip kuwi luwih penting tinimbang
setya marang ndaramu mbiyen sing wis ora ana. (hal 65)
Terjemahan:
Yu Samsinah : we.., la ya tidak bisa, Den. Hla saya ini sudah janji dengan
almarhum orangtua kamu. Saya itu jaman dulu dititpi
amanah sama almarhum ibu, disuruh ikut menjaga kamu,
Den.
Nanang : sudah ya mbok, setia terhada hidup itu lebih penting daripada
setia terhadap majikanmu yang sudah tidak ada. (hal 65)
5. Kajine Amat Sugih
Kajine Amat Sugih di dalam naskah drama Lelakon ini berperan sebagai
tokoh antagonis yang membantu terjalinnya cerita. Kajine Amat Sugih ini tidak
ada hubungannya dengan konflik yang terjadi pada tokoh utama.
a. Dimensi Fisiologis
Gambaran fisik mengenai tokoh Kajine Amat Sugih dalam naskah drama
Lelakon ini telah ditulis oleh pengarang bahwa dia seorang laki-laki yang berumur
60 taun tetapi masih kelihatan gagah dan sukanya membawa tongkat. Kutipan:
sesepuh ing kampung, umur 60 taun, isih ketok gagah. Senengane nganggo
teken, ben mrebawani. Gaweyane nyeramahi wong liyo. (hal 25)
Terjemahan:
82
sesepuh di kampung, umur 60 tahun, masih kelihatan gagah. Sukanya
menggunakan tongkat, supaya berwibawa. Kerjaannya menyeramahi orang
lain. (hal 25)
b. Dimensi Sosiologis
Tokoh Kajine Amat Sugih di dalam cerita di gambarkan bahwa dia
merupakan sesepuh di kampung yang dihormati. Dia juga merupakan seorang
pemuka agama yang suka memberi nasehat kepada orang lain. Kajine Amat Sugih
bekerja sebagai pengusaha yang menjadikan dia orang kaya di kampungnya.
Kutipan:
Kajine Amat Sugih : Astagfirullah hal’adzim. Cahyadi..Cahyadi..mretobata,
cah! Apa arep tokterus-teruske anggonmu maksiat kuwi?
Dosamu wis akeh, cah. Mretobat! Mandheg seng judi.
Cahyadi : injih, Pak Kaji. (hal 76)
Terjemahan:
Kajine Amat Sugih : Astagfirullah hal’adzim. Cahyadi..Cahyadi..bertobatlah,
cah! Apa mau kamu terus-teruskan perbuatan maksiat mu
itu? Dosamu sudah banyak, cah. Bertobatlah! Berhenti
yang judi.
Cahyadi : iya, Pak Kaji. (hal 76)
c. Dimensi Psikologis
Kajine Amat Sugih dalam cerita drama Lelakon ini digambarkan
mempunyai watak yang licik meskipun dia seorang pemuka agama tetapi Kajine
Amat Sugih merupakan orang yang serakah. Dia telah diberi bagian harta sendiri
83
oleh almarhum kakaknya yaitu orang tua Nanang tetapi dia juga mengambil
bagian yang diperuntukan untuk Nanang ketika sudah besar. Kutipan:
Yu Samsinah : ...sesuwene Pak lan Bu Lukito tindak haji, sing dikon nglakokke
usahane aku, merga Kajine Amat Sugih kae ki wus kebagian
cabange. Wektu kuwi Kajine Amat Sugih nyekseni hlo nduk,
Siti :hla sing dikon nangani kok malah kowe ta, mbok?
Yu Samsinah : aku dhewe ya ra ngerti je, ndhuk. Tur aku krasa nek Kajine
Amat Sugih ki serik karo aku
Siti : terus Nanang piye. Mbok?
Yu Samsinah : nah, bar ditinggal wong tuwane, Den Nanang ki dikekne luar
kota. Alasane disekolahke nang pondhok pesantren. Terus,
pembukuan usaha sing dicekel simbok dijaluk Kajine Amat
Sugih alasane arep dicek tur tekan saiki ra dibalekke. (hal 71)
Terjemahan:
Yu Samsinah :...lamanya Pak dan Bu Lukito pergi haji, yang disuruh
menjalankan usahanya aku, karena Kajine Amat Sugih itu
sudah kebagian cabangnya. Waktu itu Kajine Amat Sugih
menyaksikan lo nduk.
Siti : la yang disuruh menangani kok malah kamu ta, mbok ?
Yu Samsinah : aku sendiri juga tidak tahu, nduk. Tapi aku krasa kalau
Kajine Amat Sugih itu iri dengan ku.
Yu Samsinah : nah, selepas ditinggal orang tuanya Den Nanang itu dikasih
ke luar kota. Alasannya disekolahkan di pondhok pesantren.
Lalu pembukuan usaha yang dibawa simbok itu diminta
Kajine Amat Sugih. Alasannya mau dicek tapi sampai
sekarang belum dikembalikan. (hal 71)
6. Nanang Edan
Nanang Edan di dalam cerita ini berperan sebagai orang gila yang setiap
harinya hanya membayangkan bidadari. Nanang Edan ini merupakan tokoh
protagonis tetapi tidak ada kaitannya dengan dengan konflik yang terjadi dalam
tokoh utama. Tokoh Nanang ini hadir untuk melengkapi terjalinnya cerita.
a. Dimensi Fisiologis
Dimensi Fisiologis Nanang Edan ini mempunyai gambaran-gambaran
fisik yang sudah ditulis oleh pengarang bahwa dia merupakan orang gila yang
84
berumur 27 tahun. Gilannya Nanang ini tidak sepenuhnya gila dia masih
mengingat orang-orang yang menyayanginya dan yang menyakiti hatinya.
wong edan, lanang umur 27 tahun. Mbiyen tukang gawe gurit lan puisi (hal
25)
Terjemahan:
orang gila, laki-laki umur 27 tahun. Dulunya tukang membuat pantun dan puisi
(hal 25)
b. Dimensi Soisologis
Tokoh Nanang Edan ini merupakan orang gila yang setiap harinya hanya
membayangkan bidadari dan dia dulu suka membuat pantun dan puisi. Tokoh
Nanang Edan ini keturunan orang kaya karena orang tuanya yang mempunyai
banyak usaha, tetapi ketika orang tuanya meninggal harta warisannya diambil
oleh pamannya.
Kutipan:
dirungokake ya ndhuk, ya. Takkandhani larah-larahe. Takcritani ya nduk.
Ngene jaman semana mbokmu ki melu enggone suwargi Pak Lukito, bapakne
Nanang. Nanangki turunane wong sugih lho ndhuk! (hal 68)
Terjemahan:
didengarkan ya nduk ya. Tak kasih tahu jalan ceritanya. Tak critani ya nduk.
Begini jaman dulu mbokmu ini ikut ditempatnya almarhum Pak Lukito,
bapaknya Nanang. Nanang itu keturunannya orang kaya lho nduk! (hal 68)
85
c. Dimensi Psikologis
Di dalam dimensi psikologis tokoh Nanang Edan mempunyai watak yang
baik meskipun Nanang sudah gila tetapi Nanang masih mengingat orang yang
telah menjaganya dengan tulus. Kutipan:
Mbok Sam sing tak tresnani nganti salawasing uripku. Wis ta, ra sah nggagas
aku. Aku ki wis dadi wong lanang sampurna arep ngondar-andir bawana!
Muliha kana urusen awakmu lan anak-anakmu (hal 65)
Terjemahan:
Mbok Sam yang aku sayangi sampai selamanya hidupku. Sudah ya, tidak usah
memperhatikan aku. Aku ini sudah menjadi orang laki-laki sempura mau
ngondar-ngandir bawana! Pulanglah sana uruslah dirimu dan anak-anakmu (hal
65)
7. Siti
Tokoh Siti di dalam naskah drama Lelakon sebagai tokoh peran pembantu
dalam terjalinnya cerita. Siti ini merupakan anak dari Yu Samsinah, kemunculan
tokoh Siti dalam adegan sangat sedikit tetapi dengan adanya tokoh Siti ini
membuka kenangan Yu Samsinah tentang masa lalunya.
a. Dimensi Fisiologis
Gambaran-gambaran fisik mengenai tokoh Siti sudah ditulis sebelum
cerita dimulai bahwa dia seorang perempuan yang berumur 17 tahun masih muda.
Kutipan:
prawan kenes, kelas 2 SMA umur 17 taun. Bocah wadon manut lan gemati
marang wong tuwa lan sedulure. (hal 26)
86
Terjemahan:
prawan ayu, kelas 2 SMA umur 17 tahun. Anak perempuan nurut dan sayang
kepada orang tua dan keluarganya. (hal 26)
b. Dimensi Sosiologis
Tokoh Siti di dalam cerita di gambarkan sebagai anak yang berpendidikan
dia duduk di bangku kelas 2 sma dan dia merupakan anaknya Yu Samsinah.
Kutipan:
prawan kenes, kelas 2 SMA umur 17 taun. Bocah wadon manut lan gemati
marang wong tuwa lan sedulure. (hal 26)
Terjemahan:
prawan ayu, kelas 2 SMA umur 17 tahun. Anak perempuan nurut dan sayang
kepada orang tua dan keluarganya. (hal 26)
c. Dimensi Psikologis
Di dalam naskah drama Lelakon Siti mempunyai watak yang baik, dia
suka membantu ibunya menjaga Konanag adiknya yang sedang sakit ketika Yu
Samsinahsinah berdagang dipasar. Kutipan:
Thole ki mau rewel! Awake rada anget, njaluk ditunggoni. Tujune mbakyune
sekolahe prei, njuk takkon nggenteni aku. (hal 40)
Terjemahan:
Thole tadi rewel! Badane sedikit anget, minta ditunggu. Untungnya kakaknya
sekolahnya libur, terus taksuruh menggantikan aku. (hal 40)
Siti suka membantu ibunya untuk merawat adiknya yang sedang sakit dan
Siti juga termasuk orang yang romantis setia terhadap pasangannya yaitu Nurdin.
87
Kutipan:
Siti : mas..takkandhani ta, anu mas. Satenane wong lanang sing taksenengi
ki ya sing piye mas? Anu.., pokokmen sing tanggung jawab, terus kuru,
rambute ngombak.
Nurdin: hlo?! Kuwi aku ta, Sit? Terus?
Siti : pinter nggambar, manis, lan nggemeske.
Nurdin: kuwi ya aku ta sit? Terus?
Siti : ya pokokmen matane kaya Mas Nur, irunge kaya Mas Nur. Kupinge
kaya Mas Nur terus swarane ya kaya Mas Nur. (hal 90)
Terjemahan:
Siti : mas..tak kasih tahu, anu mas. Sebenerne orang laki-laki yang aku
sayangi yang gimana ya mas? Anu.., pokonya yang bertanggung jawab,
kemudian kurus, rambutnya ngomnak.
Nurdin : hla?! Itu aku kan Sit? Terus ?
Siti : Pintar menggambar, manis dan menggemaskan
Nurdin : itu kan aku, Sit? Terus ?
Siti : ya pokoknya matanya kaya Mas Nur, hidungnya kaya Mas Nur.
Kupingnya kaya Mas Nur, terus suaranya ya kaya Mas Nur. (hal 90)
8. Nurdin
Nurdin dalam cerita naskah drama Lelakon digambarkan sebagai tokoh
peran pembantu, dimana Nurdin hadir sebagai pelengkap dalam cerita. Tokoh
Nurdinmerupakan teman dari tokoh utama yaitu Cahyadi yang sama-sama
berprofesi sebagai tukang adu ayam dan juga pacar dari Siti anaknya Yu
Samsinah
a. Dimensi Fisiologis
Tokoh Nurdin mempunyai gambaran fisik yang telah ditulis dijabarkan
oleh pengarang bahwa dia seorang laki-laki yang berumur 22 tahun. Nurdin
merupakan pemuda yang sukanya bergaya seperti model gali 70-an dengan
dandanan rambut yang disliwir. Kutipan:
nom-noman umur 22 taun, tukang adu jago, nanging setia marang pasangan,
seneng nyandhang model gali 70-an. Rambute kliwiran. (hal 25)
88
Terjemahan:
pemuda, umur 22 tahun, tukang adu jago, tetapi setia terhadap pasangannya,
suka memakai pakaian model gali 70-an. Rambutnya sliwiran. (hal 25)
b. Dimensi Sosiologis
Gambaran sosiologis Nurdin ini bekerja sebagai tukang adu jago seperti
Cahyadi. Kehidupannya sangat sederhana bukan orang kaya, pacaran aja hanya
dipinggir kali tanpa mengeluarkan uang itu sudah membuatnya bahagia. Kutipan:
Nurdin : (nyaut) kula, Nurdin Pribadi, mboten sarujuk, Lik! Ha nek niku
tergantung. Nek yang-yangan kaleh Siti anake mbokdhe Samsinah,
nggih mboten ngagem dhuwit. Ha mung ten pinggir kali kalih
ciprat-cipratan banyu mpun seneng je. Mosok cinta kalah ro
dhuwit! Wu..wong dha ra dhong sujarah! Kawit jaman adam-
hawa, sing jenenge cinta ki gratis. Diparingi Gusti Allah. (hal 38)
Terjemahan:
Nurdin : (nyaut) saya, Nurdin Pribadi, tidak setuju, Lik! La kalau itu
tergantung. Kalau pacaran dengan Siti anaknya budhe Samsinah, ya
tidak pakai uang. La Cuma dipinggir kali terus ciprat-cipratan air
sudah senang. Masa cinta kalah dengan uang! Wu..ora pada tidak
paham sejarah! Sejak jaman adam-hawa yang namanya cinta itu
gratis. Dikasih Gusti Allah. (hal 38)
c. Dimensi Psikologis
Secara dimensi psikologis watak Nurdin termasuk dalam unsur mentalitas
dan tempramen, dimana Nurdin mempunyai watak yang baik dia sangat setia dan
romantis terhadap pasangannya yaitu Siti tetapi Nurdin juga termasuk orang yang
sedikit emosian. Kutipan:
Siti : tenan ta mas, awake dhewe ki bakal urip bebrayan nganti
salawase urip ?
89
Nurdin : apa kowe ra percaya ta , Sit? (Nurdin ngadeg, mandeg Siti)
bukaken dhadhaku, tilikana atiku anane mung Siti, Siti lan Siti..!
(hal 88)
Terjemahan:
Siti : beneran kan mas, kita bakal hidup bersama sampai selamanya
hidup ?
Nurdin : apa kamu tidak percaya ta, Sit ? (Nurdin berdiri, melihat Siti)
bukalah dadaku, lihatlah hatiku adanya cuma Siti, Siti lan Siti..!
(hal 88)
Di saat Nurdin dan Siti sedang melepas rindu dipinggir sungai ternyata ada
Mbah Temu yang sedang memancing ikan di sungai dekat tempat mereka
pacaran. Mbah Temu yang melihat mereka lalu menganggunya yang kemudian
membuat Nurdin emosi.
Kutipan:
(Nurdin ndhungkluk karo nggambar-nggambar ing lemah. Siti sangga uwang
Mbah Temu teka maneh, mincing ing pinggir kali cedhak panggonane
Nurdinlan Siti lungguh.)
Mbah Temu : lagi dha manuk-manukan pa?
(Nurdin muntab weruh Mbah Temu teka maneh. Dheweke menyat arep ngusir
mbah temu.)
Nurdin : wo.., ngisruh..!!(hal 89)
Terjemahan:
(Nurdin memandang kebawah sembari gambar-gambar di tanah. Siti melamun.
Kemudian Mbah Temu datang lagi, mincing di pinggir kali dekat tempat
Nurdin dan Siti duduk.)
Mbah Temu : lagi pada burung-burungan ya?
(Nurdin emosi melihat Mbah Temu datang lagi. Dirinya berdiri mau mengusir
Mbah Temu. )
Nurdin : woo.., mengganggu..!! (hal 89)
90
Adanya analisis dimensi character ini untuk membantu dan mempermudah
dalam mensistematiskan dan menganalisa pada analisis psikologi selanjutnya
yaitu menganilisis aspek kejiwaan para tokoh.
C. Analisis Aspek Kejiwaan Tokoh Cahyadi dan Tokoh-Tokoh lainnya
dalam Drama Lelakon karya Andy Sri Wahyudi
Penelitian suatu karya sastra dengan pendekatan psikologi adalah sebuah
penelitian dengan memperhatikan tingkah laku dan percakapan antar tokoh dalam
suatu karya sastra. Pembahasan tentang aspek kejiwaan tokoh dalam naskah
drama Lelakonkarya Andy Sri Wahyudi ini bersumber dari pembahasan terhadap
aspek penokohan atau character yang sudah dibahas sebelumnya.
Pembahasan tentang aspek psikologi sastra yaitu aspek kejiwaannya akan
dibahas menggunakan teori dari psikonalisis Sigmund Freud yang terdiri dari id,
ego dan super ego.
1. Potret Kejiwaan Tokoh Cahyadi
Cahyadi merupakan tokoh utama dalam naskah drama Lelakon. Cahyadi
disini berperan sebagai anak yang dari Lik Kawit yang bapaknya berprofesi
sebagai maling sedangkan Cahyadi sendiri berprofesi sebagai tukang adu ayam.
Disini diceritakan pagi-pagi ayahnya sudah berlagak sok wibawa kepada
tetangganya ketika tetangganya yang bernama cempluk datang untuk meminjam
uang dengan sigap ayahnya meminjamkan uang dengan jumlah lebih dari yang
dipinjam cempluk. Tiba-tiba Cahyadi keluar dari rumah dengan perasaan jengkel
sembari membawa sepeda ontelnya. Kemudian ayahnya menyapa Cahyaditetapi
karena dorongan Ego Cahyadi tidak menanggapi sapaan dari ayahnya dan malah
91
menggebrak sepeda onthel sambil marah-marah karena perbuatan ayahnya yang
keterlaluan sudah mengambil uang miliknya berkali-kali dan digunakan untuk
kesenangan ayahnya sendiri. Kutipan :
(Cahyadi menyat, nggebrag sadhel pit. Lik Kawit rada kaget nanging dialing-
alingi nganggo esem merga mundhak konangan kaget). Pak! Kowe ki ra sah
kemaki! Gayane nek nang ngarepe wong akeh kaya sugih-sugiha dhewe.
Dhuwitku nang ngisor bantal nang ngendi? Sing jipuk liyane kowe sapa? (hal
42)
Terjemahan :
(Cahyadi berdiri dan menggebrag sadhel sepeda. Lik Kawit sedikit kaget tetapi
ditutupi dengan senyum karena nanti ndak ketahuan terkejut). Pak! Kamu itu
tidak usah kemaki! Gayanya kalau didepan orang banyak seperti orang kaya
sendiri. Uangku yang dibawah bantal dimana? Kalau bukan kamu yang
ngambil siapa? ( hal 42)
Ayahnya menjelaskan dengan sabar bahwa uang yang dimiliki oleh
Cahyadi merupakan uang haram karena hasil dari adu jago dan dia ingin
membagi-bagikan uang haram tersebut kepada orang lain termasuk cempluk yang
meminjam uang kepada ayahnya. Kemarahan Cahyadi sudah tidak bisa terkontrol
lagi, dimana Cahyadi dipengaruh egoyangsangat besar dan super ego tidak bisa
mengendalikannya. Amarahnya yang tidak bisa terkontrol lagi tanpa berpikir
panjang Cahyadi mengusir bapaknya dari rumah dan mengambil barang-barang
milik bapaknya untuk dibawa pergi.
Kutipan :
92
gek minggat. Ra sah kakehan iyik! Aku wis ra sudi nduwe bapak kaya kowe!!
(Cahyadi mlebu ngomah njipuk klambine bapake sing mung rong setel banjur
disebar ing latar). (hal 44)
Terjemahan :
Sana pergi. Tidak usah banyak omong! Aku sudah tidak mau punya bapak
seperti kamu !! (Cahyadi masuk rumah dan mengambil baju ayahnya yang
tinggal 2 pasang kemudian di sebar di halaman rumah). (hal 44)
Ayahnya kemudian pergi namun perasaan Cahyadi masih diliputi
rasajengkel mengingat perbuatan Lik Kawit. Tidak berapa lama Cahyadi pun
ingat bahwa dia akan menemui Lestari orang yang sangat dicintainya. Di jalan
dengan perasaan bahagia Cahyadi menyapa setiap orang yang ditemuinya sambil
noleh kekiri dan kekanan tanpa melihat jalan tiba-tiba dengan tidak sadar
Cahyadi hampir menabrak kajine amat sugi yang kemudian sepedanya direm
mendadak. Disini ego Cahyadi yang tidak sengaja berkata kotor kepada Kajine
Amat Sugih kemudian meminta maaf karena dorongan super ego karena Cahyadi
merasa bersalah sudah berkata kotor dan hampir menabrak Kajine Amat Sugih,
Kutipan :
(ora sengaja misuhi Kajine Amat Sugih). Hajingsai ik...!! wah, wadhuh dhuh..
nuwun sewu, Pak Kaji. Nuwun sewu tenan. Saestu nuwun sewu tenan, pak kaji.
Cahyadi nyembah-nyembah ing dhuwur pit. Kajine Amat nesu-nesu karo
nerusake mlaku sisan ngipat-ngipati Cahyadi. Nudingi Cahyadi banjur
nerusake lakune. (hal 49)
93
Terjemahan:
(tidak sengaja berkata kotor kepada Kajine Amat Sugih). Hajingsai ik..!! wah,
wadhuh dhuh mohon maaf pak kaji. Mohon maaf beneran. Beneran mohon
maaf pak kaji.
Cahyadi menyembah-nyembah di atas sepeda. Kajine Amat marah-marah
dengan meneruskan jalannya sembari ngipati-ngipati Cahyadi. Menunjuk
Cahyadi kemudian meneruskan jalannya. (hal 49)
Perjalanan Cahyadi dilanjutkan kembali untuk segera bertemu dengan
Lestari. Tanpa Cahyadisadari doronganid yang kuat dia sudah tergila-gila dengan
Lestari. Dijalan tanpa sadar dia ngomong sendiri dan membayangkan wajah
Lestari yang sedang berias dengan menggunakan pakaian sederhana. Kutipan :
Lestari..ayo nari..! nari ana ing sajroning ati. Nari ana tengah wengiku,
Lestari..., dhuh, cah ayu ngertia marang sliraku, ngertia satemene rasaku lan
jejogedaning atiku. (Lestari nari-nari banjur kuwi ilang dhewe). (hal 50)
Terjemahan:
Lestariayo nari..! nari di dalam hatiku. Nari di tengah malamku, Lestari...,
dhuh, orang cantik mengertilah kepada ku. Mengertilah tentang rasaku dan
jogetnya hatiku. (Lestari nari-nari kemudian menghilang sendiri). (hal 50)
Cahyadi yang masih membayangkan Lestari tiba-tiba tanpa sadar dia
menabrak anjing dan dia jatuh kaki dan tangannya luka-luka tetapi tidak ada yang
membantu. Cahyadi bangun sambil mendirikan sepedanya yang jatuh dari sebrang
jalan ada Nanang Edan yang kemudian menghampiri Cahyadi.Nanang Edan yang
merupakan orang gila karena setiap hari hanya membayangkan bidadari-bidadari
di langit. Kemudian Cahyadi mengikuti tingkah polah Nanang Edan yang
94
membayangkan bidadari dilangit karena Cahyadi penasaran dengan bidadari yang
dibayangkan Nanang Edan .
Keesokan harinya Cahyadi yang sedang berbicara dengan ayamnya
dihampiri oleh kajiane amat sugih yang member nasehat agar bertobat tidak
berbuat maksiat dan berhenti main judi. Dorongan id dan super ego Cahyadi
muncul dia sadar akan perbuatannya dan dia ingin bertobat. Kutipan :
jyan.. aku ki tenane ya wis isin tenan, sup, ro kajine amat ki. Ha tur ya piye ya
sup? Ah, tak ngibadah ah, ben donyane rada padhang! Eee..., mbaka sithik.
Bar adus taktinggal ngibadah dhisisk ya sup? Tak dandan setil nganggo baju
koko,pecisan,sarungan resik. Arep sembahyang khusyuk. Ngibadah tenanan,
trus tak ndongo ben kowe sesuk nek tarung menang. (hal 77)
Terjemahan :
jyan, aku ini sebenarnya sangat malu sup dengan kajine amat itu la tapi gimana
ya sup? Ah, tak ngibadah ah supaya dunianya sedikit cerah! Eee sedikit-sedikit.
Sesudah mandi tak tinggal ibadah dulu ya sup? Tak dandan setil menggunakan
baju koko, pecisan, sarungan bersih. Mau sembahyang khusyuk. Ngibadah
yang beneran kemudian tak berdoa supaya besuk kamu menang yang tarung.
(hal 77)
Cahyadi masih bersantai diteras kemudian Lestari lewat didepan rumahnya
Cahyadi yang akanberangkat kuliah.Cahyadi melihat orang yang dicintainya lewat
kemudian Cahyadi memanggil Lestari sambil berlari dan memegang tangannya.
Dorongan ego yang besar akhirnya Cahyadi mengungkapkan perasaannya kepada
Lestari. Kutipan :
95
Cahyadi : Anu, anu..aku ki arep ngomong
Lestari : omong apa?
Cahyadi : Anu,, anu..
Lestari : ngapa ta?! Gek cepet! Kene ki selak ana perlu je! Sido ora!
Cahyadi : Hooh, Les. Sida. Anu les anu
Lestari : ona-anu. Ona-anu ngapa?
Cahyadi : Anu, Aku MENCINTAIMU Lestari (hal 81)
Terjemahan:
Cahyadi : Anu, anu..aku itu mau bicara
Lestari : bicara apa?
Cahyadi : Anu,, anu..
Lestari : kenapa ta?! Ayo cepat! Sini itu keburu ada perlu! Jadi apa tidak!
Cahyadi : iya , Les. jadi. Anu les anu
Lestari : ona-anu. Ona-anu kenapa?
Cahyadi : Anu, Aku MENCINTAIMU Lestari (hal 81)
Lestari menolaknya karena dia merasa kalau tidak selevel dengan
Cahyadi.Cahyadi pun tidak putus asa karena dorongan dari super egonya dia
menyadari bahwa tidak seharusnya mengungkapkan dengan buru-buru yang
sebenarnya dia udah mengetahui akan ditolak oleh Lestari. Kutipan:
wohh, ra lepel kok, pie ? (banjur sambat karo pitike) tenan to, sup. Ditolak ta
aku wis ngerti kok tenane. Kesusu kok mau. Kudune wong menyatakan ki
nganggo coklat ro setangkai bunga. Ha aku ming nyekel rokok silencer je,
nang dalan meneh. Ra sopan, Sup. (hal 82)
Terjemahan :
Wahh, tidak selevel kok gimana ? (kemudian bilang sama ayamnya) beneran
to, Sup. Ditolak kan aku sudah mengetahui kok sebenarnya. Keburu-buru kok
tadi. Seharusnya orang menyatakan dengan membawa coklat dan setangkai
bunga. Sedangkan aku hanya membawa rokok sebatang aja, di jalan pula.
Tidak sopan, Sup”. (hal 82)
96
Sore harinya tiba-tiba ayahnya Cahyadi pulang kerumah berniat meminta
maaf kepada Cahyadi. Ketika dia mencari Cahyadi ayanya melihat Lestari yang
sedang lewat didepan rumah dan dipanggilah lesati untuk diajak minum teh yang
ternyata tehnya sudah diberi obat tidur. Disaat mereka sedang ngobrol di teras
Cahyadi muncul dari dalam rumah sehabis mandi ayahnya kaget dan buru-buru
pergi. Melihat Lestari yang ada didepan rumah hati Cahyadi senang dan
menghampiri tetapi Lestari bilang mau pulang dia hanya minuman sama ayahnya
saja.
Lestari berdiri tidak beberapa lama Lestari langsung pingsan.Cahyadi
kaget dan menuntun Lestari ke kamar setelah membantu Lestari Cahyadi keluar
dengan membawa golok.Cahyadi marah besar kepada ayahnya Lik Kawit disini id
dan ego Cahyadi sudah tidak bisa terkontrol lagi. Dia membanting gelas yang
diminum Lestari dan mencari ingin membunuh ayahnya. Kutipan:
banjur gelase dibanting Cahyadi nesu. Muntab! Kawit ki encen kewan! Licik!
Ula tuwa! Nang endi mlayumu, wit? Bakal takgoleki! Tuwekan ra
ngrumangsani! Nang endi dunungmu? Tekan endi playumu bakal takgoleki
kowe, wit! Aku wis ra urusan! Klakon takuntal malang tenan! Kawit..!. (hal
104)
Terjemahan:
Kemudian gelasnya dilempar! Cahyadimarah !kawit itu beneran hewan! Licik!
Ular tua! Kemana larimu, wit? Bakal takcari! Tuaan tidak merasa! Kemana
pergimu? Sampai mana larimu tetap kucari dirimu, wit! Aku sudah tidak ada
urusan! Beneran kutelan beneran! Kawit..!. (hal 104).
97
Cahyadi pergi dari rumah untuk mencari ayahnya. Tiba-tiba ayahnya
muncul dirumah Cahyadi dan melihat Lestari yang sedang berbaring di tempat
tidur akhirnya diperkosa karena dorongan id akan seks sangat besar dan tidak
bisa terkontrol lagi. Setelah puas Lik Kawit pergi begitu saja dengan perasaan
bahagia. Cahyadi pulang kerumah untuk melihat Lestari tetapi Lestari menjerit
yang hanya memakai pakaian dalam dan marah-marah kepada cahaydi yang dikira
dialah yang memperkosa. Cahyadi kaget dan mengejar Lestari tetapi dia tidak
jadi, dorongan ego Cahyadi yang tidak bisa terkontrol lagi. Kemudian dia
berteriak memanggil kawit dan akan membunuhnya walaupun dia ayahnya
sendiri.
Kutipan:
Cahyadi :KAWIIITTT...!! (ambegane isih ora kaya karuwan). Ula tuwa!
Pancen wis tegel tenan karo anakmu dhewe. Yaa! Nek caramu
kaya ngono bakal takladeni! Aku wis ra urusan! Tuwekan kaya
asu! Wis tiba titi wancine! Pancen wis ginaris nek patimu kudu
nang tangane anakmu dhewe!”. (hal 106-107).
Terjemahan:
Cahyadi :KAWIIITT...!(nafasnya masih tidak teratur). Ular tua! Memang
sudah berani beneran dengan anaknya sendiri. Yaa..! kalau
caramun seperti itu bakal kutanggapi! Aku sudah tidak ada urusan!
Tua seperti asu! Sudah tiba waktunya! Memang sudah tergaris
kalau matimu harus di tangan anakmu sendiri!. (hal 106-107)
98
2. Potret Kejiwaan Tokoh Lik Kawit
Tokoh Lik Kawit dalam naskah drama Lelakon ini digambarkan sebagai
orang dhudha yang berumur 45 tahun ayah dari Cahyadi dia merupakan bekas
maling yang mempunyai sifat licik berlaga seperti orang yang berwibawa suka
memberi petuah kepada orang lain. Dimana dia dipengaruhi oleh dorongan ego
yang mencuri uang anaknya untuk kesenangannya sendiri. Uang itu dipinjamkan
kepada cempluk yang sangat butuh uang untuk memperbaiki rumahnya dan
apabila cempluk tidak bisa mengembalikan uang Lik Kawitakan menemani tidur
cempluk. Kutipan:
Lik Kawit :nyoh! Tur nek ra isa nyaur, tak keloni lho!. (hal 39)
Cahyadi : Wah jyan piye?! Ra urusan kalal karam, pak! Sing penting
dhuwitku balekke kabeh kene! Kene! Cepet!
Lik Kawit : wa hla anu, le. Anu wis takutangke cempluk je. Rekane aku ki
nulungi cempluk je, le (Lik Kawit mesem nyedhaki Cahyadi) nah,
berarti cempluk ki rak ya melu dosa ta, le? Wong utang dhuwit
karam. (hal 43)
Terjemahan:
Lik Kawit : nih! Tapi kalau tidak bisa mengembalikan, tak temenin tidurmu
lho!. (hal 39)
Cahyadi : Wah la gimana ?!tidak urusan halal haram, Pak! Yang penting
uangku dikembalikan semua sini! Sini! Cepet!.
Lik Kawit :Wa la gimana, le. Gimana.., sudah terlanjur takpinjemne cempluk.
Aku Cuma membantu cempluk saja, le. (Lik Kawit tersenyum
mendekati Cahyadi) nah, berarti cempluk juga ikut dosa ka, le
?orang utang uang haram.. (hal 43)
Cahyadi yang emosinya sudah tidak bisa dibendung kemudian mengusir
ayahnya dari rumahnya. Lik Kawit pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia
disuruh memilih siapa yang harus pergi dari rumah ini. Dorongan ego dari Lik
Kawit yang memutukan bahwa dia lah yang pergi dari rumah sambil emosi dia
menunjuk-nunjuk anaknya yang tega mengusirnya dari rumah. Kutipan :
99
(Lik Kawit ngumpulkake tenaga, matane mendhelik, ambegane kenceng,
banjur mbengoki Cahyadi).
Lik Kawit : Aku...!! bocah ra ngerti males budi! Cah ra urus! Cilik
digedhekke, mbasan gedhe wani!. (Lik Kawit muntab, nuding
Cahyadi). Ya! Cah ra urus! Aku ra sudi duwe anak kayak owe! Cah
ra kalap!. (hal 44-45)
Terjemahan:
(Lik Kawit mengumpulkan tenaga, matanya melotot, nafasnya kencang,
kemudian meneriaki Cahyadi).
Lik Kawit : Aku..!! anak tidak tahu balas budi! Anak tidak tahu! Kecil
dibesarkan, setelah besar berani!. (Lik Kawit emosi, munjuk
Cahyadi). Ya! Anak tidak tahu! Aku tidak mau punya anak
sepertimu. (hal 44-45)
Lik Kawit pergi tanpa berpikir panjang lagi. Setelah sekian lamanya pergi
Lik Kawit pun pulang kerumah Cahyadi berniat untuk meminta maaf kepada
Cahyadi karena dia menyadari bahwa dia memang salah kepada anaknya yang
telah melantarkan anaknya begitu saja dan sebagai orang tua dia tidak punya
tanggung jawab. Hal ini karena adanya dorongan dari id dan super egodimana
idberperan sebagai alam bawah sadar yang ingin meminta maaf kepada
anaknyasedangkan super ego berperan sebagai norma dimana dia menyadari akan
kesalahannya. Kutipan:
100
.....piye-piyea, aku ki patut disalahke. Aku ki wong tuwa sing ora iso ngopeni
anak lan ora duwe rasa tanggung jawab. Wis pokokmen, isa ora isa, aku arep
njaluk ngapura karo anakku. Arep takjak ngadhepi urip tenanan!. (hal 99)
Terjemahan:
gimana-gimananya, aku itu pantas disalahkan. Aku ini orang tua yang tidak
bisa merawat anak dan tidak punya rasa tanggung jawab. Sudah pokoknya bisa
tidak bisa aku mau minta maaf kepada anakku. Mau kuajak menghadapi hidup
yang sebenarnya.!. (hal 99)
Setibanya dirumah Lik Kawit mencari Cahyadi tetapi tidak menemukan.
Lik Kawit keluar dari rumah dan melihat Lestari yang kebetulan lewat di depan
rumah. Kemudin dia memanggil Lestari dan mengajaknya untuk mampir sekedar
minum teh bersama. Disini id terjadi karena besarnya dorongan seks Lik Kawit
yang tidak bisa terkontrol oleh ego dan super ego untuk memperkosa Lestari
sehingga minuman tehnya dicampur dengan obat tidur yang akhirnya Lestari
diperkosa oleh Lik Kawit.
Kutipan:
(Lik Kawit njedhul metu saka njero omah, ngliga, gembrobyos. Kaose
disampirake pundhak sisih kiwa. Rupane ketara bungah lan prengas-prenges).
Rosa! Rosa..! (tangane tengen ngepel, diangkat munggah-medun, ngunjal
ambegan sedhela, prengesan) nyak nyaann..! (nganggo sandhangan). Wis.
Karia slamet ya le. Wong tuwa kaya aku ki jembar segarane. (hal 105)
101
Terjemahan:
(Lik Kawit keluar dari dalam rumah, tidak pakai baju, keringetan. Kaosnya
ditaruh dipundhak sebelah kiri. Wajahnya kelihatan bahagia dan senyam-
senyum). Rosa! Rosa! (tangannya kanan mengepal, diangkat keatas bawah,
sembari bernafas sebentar tersenyum) nyak nyaan..! (menggunakan pakaian).
Sudah tinggal selamat ya nak. Orang tua seperti ini besar pengampunannya”.
(hal 105)
3. Potret Kejiwaan Tokoh Nanang Edan
Nanang Edan merupakan orang gila laki-laki yang berumur 27 tahun. Dulu
merupakan tukang buat gurit dan puisi. Disini Nanang Edan diceritakan dalam
kesehariannya dia hanya membayangkan bidadari-bidadari di langit. Hal ini
dipengaruhi oleh dorongan id dimana dorongan ini lah yang besar pengaruhnya
dimana ego dan super egonya sudah tidak bisa mengontrol id. Kutipan :
widadariku..! sawangen aku ki hlo. Rupaku bagus sumatriya, pawakanku
gagah gedhe dhuwur! Widadariku .., takenteni sliramu nganti mubenge jagad
mandheg, nganti pitik jago wis kluruk meneh. (hal 34)
Terjemahan:
bidadariku..,! lihatlah aku ini lho. Wajahku tampan, fisikku gagah besar dan
tinggi! Bidadariku.., tak tunggu dirimu sampai muternya dunia berhenti,
sampai ayam jago sudah berkokok lagi. (hal 34)
Kejiwaan Nanang Edan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dimana sejak kecil dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya.Dia diasuh oleh
pamannya yang ternyata pamannya orang yang licik dia mengambil semua harta
yang dimiliki oleh orang tua Nanang Edan.
102
Kutipan :
(Nanang bengak-bengok lan jogged-joged ing ngarepe Kajine Amat Sugih)
sapisan maneh, aku ra njaluk apa-apa! Peken kabeh, kelonana bandha
donyamu. Wus wancine sliramu nyumelehake uripmu. Selehna! Selehna!
Selehna pikiranmu lan uripmu. (hal 94-95)
Terjemahan:
(Nanang teriak-teriak dan menari-nari di depannya Kajine Amat Sugih) sekali
lagi, aku tidak mau minta apa-apa! Bawa semua, harta duniamu. Sudah
waktunya dirimu meletakkan hidupmu. letakkan! letakkan!letakkan pikiranmu
dan hidupmu. (hal 94-95)
4. Potret Kejiwaan Tokoh Kajine Amat Sugih
Kajine Amat Sugih disini digambarkan merupakan sesepuh di kampung
yang berumur 60 tahun masih kelihatan gagah tetapi suka membawa tongkat
supaya kelihatan berwibawa dan suka member ceramah kepada orang lain. Kajine
Amat Sugih meskipun dia kyai tetapi dia merupakan orang yang licik. Dia
merupakan paman dari Nanang Edan yang mengambil seluruh kekayaan dari
orang tua Nanang ketika orang tua Nanang meninggal saat ibadah haji. Kajine
Amat Sugih sebenarnya sudah mendapat bagian harta sendiri tetapi karena
dorongan id akan rasa tidak puas dia mengambil semua harta yang dititipkan
orang tua Nanang kepada yu samsyiah untuk diberikan ke Nanang ketika dia udah
besar. Kutipan :
nah, bar ditinggal wong tuwane , Den Nanang ki dikekne luar kota. Alasane
disekolahke nang pondhok pesantren. Terus pembukuan usaha sing dicekel
103
simbok ki dijaluk Kajine Amat Sugih. Alasane arep dicek tur tekan saiki ra
dibalekne.(hal 71)
Terjemahan:
nah, setelah ditinggal orang tuanya, Nanang ditempatkan luar kota. Alasannya
disekolahkan dipondhok pesantren. Kemudian pembukuan usaha yang dibawa
simbok diambil Kajine Amat Sugih. Alasannya mau dicek tapi sampai
sekarang tidak dikembalikan. (hal 71)
5. Potret Kejiwaan Tokoh Yu Samsinah.
Tokoh Yu Samsinah ini merupakan seorang janda yang berumur 40 tahun
mempunyai dua anak dan rajin bekerja untuk menghidupi keluarganya. Hal ini
didorong karena super ego mengalahkan egonya dimana dia sadar sudah tidak
punya suami sehingga dia harus bekerja dengan giat. Yu Samsinah bekerja
sebagai pedagang dipasar dia mendapat kan ilmu untuk berjualan dari
orangtuanya Nanang Edan yang mengajarkan bagaimana caranya berjualan dan
tidak bergantung dengan suami. Hal ini membuat Yu Samsinah merasa berutang
budi kepada orang tua Nanang Edan dan dorongan id yang besar membuat Yu
Samsinah masih setya kepada orang tua Nanang Edan meskipun sudah meninggal
dunia. Kutipan :
wis ta mbok. Setya marang urip kuwi luwih penting tinimbang setya marang
ndaramu mbiyen sing wis ora ana. (hal 65)
Terjemahan:
sudah ya mbok. Setia kepada hidup itu lebih penting daripada setia kepada
majikanmu dulu yang sudah tidak ada. (hal 65)
104
Dorongan id Yu Samsinah juga bertindak merawat Nanang Edan yang
sudah berjanji kepada orang tuannya untuk ikut merawat dan menjaga Nanang
Edan meskipun Nanang sudah dirawat oleh pamannya. Bentuk dorongan dariego
ini Yu Samsinah mencari Nanang Edan dan memberi oleh-oleh sebagai bentuk
kasih sayang Yu Samsinah terhadap Nanang Edan .Kutipan :
walah den Nanang niku lho. Kok senengane ngajari wong tuwa? Niki, wonten
oleh-oleh saking pasar. Mangga dipunicip rumiyin. Ben mengke bengi mboten
klisikan.(hal 66)
Terjemahan :
lah den Nanang ini lho. Sukanya ngajari orang tua ?ini, ada oleh-oleh dari
pasar. Ini dicicipi dulu, supaya nanti malam tidak kelaparan. (hal 66)
Dorongan super ego yang kuat membuat Yu Samsinah sadar merawat
Nanang Edan suatu bentuk balas budi kepada orang tua Nanang Edan karena
sudah banyak membantunya. Apalagi ayahnya Nanang sudah menganggap Yu
Samsinah seperti keluarganya sendiri.
Kutipan:
we..ha nggih mboten saged no, den. Hla kula niki sampun janji kalian suwargi
tiyang sepuh njenengan je. Kula niku jaman semanten dititipi amanah kalian
suwargi sibu, ken tumut njagi njenengan, den. Wah. Teneh kula saged kuwalat
mangke! Hla wong suwargi bapak niku sampun nganggep kula sedherek
piyambak. Terus kula tumut kluwargi njenengan niku nggih mpun kawit
prawan. Nanging piwales kula dereng wonten.(hal 65)
Terjemahan:
we.., la iya tidak seperti itu, den. La saya ini sudah janji dengan almarhum
orang tuamu. Saya itu jaman dulu dititipi amanah almarhum ibu disuruh ikut
menjaga aden. Wah apalagi saya nanti bisa kuwalat! Hla orang almarhum
bapak itu sudah menganggap saya keluarganya sendiri. Lagian saya ikut
keluarga aden itu sudah sejak masih gadis. Tapi balesan saya belum ada. (hal
65)
105
6. Potret Kejiwaan Tokoh Siti
Siti merupakan anak dari Yu Samsinah yang masih sekolah duduk di
bangku kelas 2 SMA dia berumur 17 tahun. Siti merupakan anak yang berbakti
kepada orang tuanya dia suka membantu ibunya untuk menjaga adiknya yang
masih kecil dan sedang sakit. Dia sadar bahwa ibunya harus mencari uang
sehingga Siti lah yang harus merawat adiknya yang sedang sakit. Hal ini karena
dorongan super ego mengalahkan ego untuk membantu merawat adiknya.
Esok harinya setelah pulang sekolah Siti ketemuan di pinggir kali dengan
Nurdin orang yang dicintainya. Dia masih menggunakan baju seragam pramuka
dengan hati yang gelisah. Siti yang sedang jatuh cinta tidak sabar bertemu dengan
Nurdin, dia melihat foto Nurdin kemudian ditempelkan di dada dengan perasaan
yang gelisah. Hal ini timbul karena dorongan id dimana Siti memendam rasa
kepada Nurdin tetapi belum tersampaikan.
Kutipan:
ing pinggir kali. Siti kangsenan karo Nurdin. Siti njedhul nganggo seragam
pramuka nunggu Nurdin. Kala-kala ndeleng fotone Nurdin. Terus ditempelke
dhadhane. Siti ketok gelisah. (hal 85
Terjemahan:
dipinggir sungai. Siti jatuh cinta kepada Nurdin. Siti keluar menggunakan
seragam pramuka menanti Nurdin. Sekali-sekali melihat foto Nurdin.
Kemudian ditempelkan di dhada. Siti kelihatan gelisah”. ( hal 85)
Sekian lama menunggu kemudian Nurdin datang dan memanggil Siti
untuk segera menemuinya. Setelah mereka bertemu Siti yang kelihatan gelisah
106
tentang hubungannya memberanikan diri untuk bertanya apakah Nurdin sungguh
benar mencintainya. Dorongan ego ini lah yang membuat Siti berani bertanya
tentang kesungguhan Nurdin yang ternyata Nurdin memang beneran serius
mencintai Siti ini membuat hati Siti bahagia. Kutipan :
tenan ta, mas. Awak dhewe ki bakal urip bebrayan nganti sak lawase urip?.
apa kowe ra percaya ta sit ?(Nurdin ngadeg mandeng Siti) bukaken dhadhaku,
tilikana atiku. Anane mung Siti, Siti lan Siti.
(Siti klecam-klecem, terus ngadeg nyekel tangane Nurdin, diangkat di
cedhakake dhadha).(hal 88)
Terjemahan:
beneran ta, mas. Kita itu bakal hidup bersama sampai akhir hidup ?.
apa kamu tidak percaya sit ? (Nurdin berdiri memandang Siti) bukalah
dhadaku, lihatlah hatiku. Adanya cuma Siti, Siti dan Siti.
(Siti tersenyum, kemudian berdiri memegang tangannya Nurdin, diangkat di
dekatkan dhada). (hal 88)
Mereka berdua berpacaran di pinggir sungai seperti layaknya orang yang
sedang jatuh cinta bermain air. Kebetulan di situ juga ada mbah temu yang sedang
memancing ikan, tahu bila airnya dibuat mainan dia marah karena ikan-ikannya
pergi.
7. Potret Kejiwaan Tokoh Nurdin
Nurdin disini digambarkan merupakan anak muda yang mempunyai
pekerjaan sebagai tukang adu jago seperti Cahyadi. Nurdin dalam cerita ini
merupakan sosok orang yang setia terhadap pasangannya yaitu Siti. Aspek
107
kejiwaan dalam tokoh Nurdin diliputi oleh dorongan id yang sedang dilanda cinta
terhadap Siti. Dia dan Siti akan bertemu di pinggir sungai untuk menyatakan
perasaannya satu sama lain dan mengobati rasa kangen Nurdin kepada Siti.
Kutipan :
(Nurdin wira-wiri ketok gelisah. Dhilit-dhilit ndelok jam tangane kala-kala
ngundang jenenge Siti). Sit, Siti..!jyan.. kok suwi banget ki ngapa ta ya?
(Nurdin ngematake kadi kadohan) kae pa ya bocahe? Sit..!Siti..!si..t!. (hal 87)
Terjemahan:
(Nurdin mondar-mandir kelihatan gelisah. Bentar-bentar melihat jam
tangannya kadang-kadang memanggil namanya Siti). Sit, Siti..! kok lama
sekali ini ngapain ya ?(Nurdin melihat dari kejauhan) itu bukannya anaknya?
Sit..!Siti..!si..t!.(hal 87)
Akhirnya Siti pun muncul dan menghampiri Nurdin. Nurdin sangat senang
karena orang yang ditunggunya datang akhirnya rindunya terhadap Siti terobati.
Kemudian mereka berdua duduk bersama dan Siti pun menanyakan tentang
keseriusan Nurdin tentang hubungannya. Dorongan egoNurdin pun muncul
dengan serius dia mengungkapkan perasaannya bahwa benar dia sangat mencintai
Siti.
Kutipan :
sing mbok khawatirke ki apa? Aku ki rak wis omong ta, nek tresna tenan karo
kowe. Dinda Siti. Apa kowe ora percaya ta, sit? (Nurdin ngadeg mandeng Siti).
Bukaken dhadhaku, tilikana atiku. Anane mung Siti, Siti lan Siti!.(hal 88)
108
Terjemahan:
yang kamu khawatirkan itu apa? Aku ini sudah bilang bilang kalau sayang
beneran sama kamu. Dinda Siti. Apa kamu tidak percaya , sit ? (Nurdin berdiri,
memandang Siti). Bukalah dadaku , lihatlah hatiku. Adanya cuma Siti. Siti dan
Siti!. (hal 88)
8. Potret Kejiwaan Tokoh Lestari
Lestari di dalam cerita naskah drama Lelakon digambarkan menjadi tokoh
protagonisyangmenghubungkan Cahyadi dengan Lik Kawit yang mengakibatkan
timbulkan konflik.Lestari merupakan anak muda yang berpendidikan tinggi yang
sekarang bersatus seorang mahasiswi. Aspek kejiwaan dalam tokoh Lestari
diliputi oleh dorongan id dan ego yang sama berjalan dengan baik. Letari yang
tidak suka dengan Cahyadi dia melakukan tindakan dengan tegas menolak
Cahyadi karena dia mengganggap tidak selevel dengannya.
Kutipan:
Cahyadi : Anu, aku MENCINTAIMU Lestari...
Lestari : Halah,..wis tak bedhek! Awake dhewe ki ra level, Cah..
(Lestari ora nggagas pernyataane cintane Cahyadi. Lunga ngleter sapaenake
dhewe) (hal 82)
Terjemahan:
Cahyadi : Anu, aku MENCINTAIMU Lestari..
Lestari : Halah, sudah taktebak! Kita itu tidak selevel Cah,..
(Lestari tidak menghiraukan pernyataan cintanya Cahyadi. Pergi seenaknya
sendiri). (hal 82)
109
Beberapa hari kemudian ketika Lestari pulang dari kuliahnya dia lewat
depan rumahnya Cahyadi yang kebetulan ada Lik Kawit sedang dihalaman rumah.
Disini dorongan id Lestari muncul sebagai rasa hormat kepada orang tua, dan
tindakan dari ego dia menyapa Lik Kawit yang berada di halaman rumah.
Kutipan:
Lestari : ndherek langkung, Lik Kawit.
(mandheg ing tengah, noleh marang Lestari, terus marani)
Lik Kawit : E.. ndhuk Lestari ta? Kok kadingaren liwat kene, ndhuk?(hal 100)
Terjemahan:
Lestari : Permisi, Lik Kawit.
(berhenti ditengah, menoleh ke Lestari, kemudian menghampiri)
Lik Kawit : E.. nduk Lestari ya? Kok tumben liwat sini, nduk? (hal 100)
Lik Kawit yang dari tadi sudah memperhatikan Lestari pun mengajaknya
untuk mampir kerumah sebentar sekedar minum teh. Dorongan id dan egoLestari
kembali muncul dia mengiyakan ajakan Lik Kawit sebagai rasa hormat. Kutipan:
Lik Kawit : wo..orapopo. Mbok mampir dhisik kene, sedilit wae. Walah
ngancani likmu, sisan ngenteni magrib. Ayo ta..(rada meksa)
Lestari : mboten sah repot-repot, lik. Kula naming sekedhap hlo niki.
Mboten saged suwe-suwe. (hal 100)
Terjemahan:
Lik Kawit : wa..tidak apa-apa. Mampir dulu sini, sebentar saja. Menemani
likmu, sekalian menunggu magrib. Ayo lah.. (sedikit maksa)
110
Lestari : tidak usah repot-repot, lik. Saya cuma sebentar aja ini. Tidak bisa
lama-lama. (hal 100)
Lik Kawit yang mempunyai niat buruk ingin memperkosa Lestari dia
mencampuri minumannya dengan obat tidur. Ketika Lestari meminumnya
Lestaripingsan dan dibawa ke kamar oleh Cahyadi karena Lik Kawit pergi dia
mengira tidak ada Cahyadi dirumah. Cahyadi yang kemudian pergi mencari Lik
Kawit ternyata Lik Kawit pulang dan melihat Lestari pingsan di kamar niat
jahatnya dijalankan dia memperkosa Lestari setelah puas lalu meninggalkannya.
Cahyadi yang pulang kerumah kaget mendengar teriakan Lestari yang sambil
menangis sesenggukan. Disini ego Lestari terjadi dia marah-marah kepada
Cahyadi dia mengira Cahyadi lah yang melakukannya pemerkosaan tersebut
karena hanya ada Cahyadi di rumahnya.
Kutipan:
(Lestari mandheg, ngunek-nguneke Cahyadi karo tangisan)
Lestari : Cah! Aku ra ngira. Cah nek kowe tega tenan karo aku.
Tumindakmu kaya kewan! (omong karo nangis ngguguk)
Cahyadi : Les! Sing nglakoni ki dudu aku, les! (hal 106)
Terjemahan:
(Lestari berhenti, marah-marah ke Cahyadi sambil menangis)
Lestari : Cah! Aku tidak mengira. Cah kalaukamu tega sekali
denganaku. Sikapmu seperti hewan! (bicara sambil menangis
sesenggukan)
Cahyadi : Les! Yang melakukan itu bukan aku, les! (hal 106).