48
BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. Kerangka Teoritis 1. Partisipasi Pengertian partisipasi menurut para ahli: Menurut Ach. Wazir Ws., et al. partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama. 1 Mikkelsen membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu: 2 1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. 2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan. 1 Ach. Wazir Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat . Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project. hal. 29. 2 Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 64.

BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

BAB II

PEMBAHASAN

KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A. Kerangka Teoritis

1. Partisipasi

Pengertian partisipasi menurut para ahli:

Menurut Ach. Wazir Ws., et al. partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan

seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan

pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau

dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai,

tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.1

Mikkelsen membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:2

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa

ikut serta dalam pengambilan keputusan.

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk

meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi

proyek-proyek pembangunan.

1 Ach. Wazir Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta:

Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project. hal. 29.

2 Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku

pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 64.

Page 2: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan

yang ditentukannya sendiri.

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang

atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan

kebebasannya untuk melakukan hal itu.

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para

staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya

memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial.

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,

kehidupan, dan lingkungan mereka.

1.1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi adalah keikutsertaan

masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di

masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi

untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan

keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.3

Partisipasi masyarakat dapat didefinisikan dengan:4

a. Adanya subyek yang berinteraksi, yaitu individu yang berada dalam

satu unit masyarakat (kelompok), organisasi perekonomian,

pemerintah dan bangsa. Masing-masing memiliki keleluasaan untuk

mengambil keputusan, tetapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas

tertentu untuk mewujudkan kepentingan atau rencana bersama.

3 Isbandi Rukminto Adi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju

Penerapan. Depok: FISIP UI Press. hal. 27. 4 Mulyono S, 1996. Teori Pengambilan Keeputusan. Edisi Revisi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta

Page 3: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

b. Adanya kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan

peranan yang diberikan oleh kelompok secara ikhlas. Keikutsertaan

tidak atas dasar kekuasaan pemimpin.

c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam

proses pengelolaan dalam suatu kegiatan (pengambilan keputusan

bersama, pengarahan, sumber daya, pengawasan dan penyesuaian).

Dari indikasi tersebut, pengertian partisipasi dapat diartikan sebagai

keterlibatan secara nyata sejumlah orang di dalam situasi atau kegiatan yang

dapat mempertinggi kesejahteraan secara sosial, ekonomi, pendapatan,

keamanan atau rasa mempertinggi diri dan kepercayaan mereka. Wujud

partisipasi secara aktif dari masyarakat akan membawa keuntungan, yaitu

sebagai berikut:

a. Dapat mencerminkan pemahaman masyarakat atas program yang

dilaksanakan, sehingga akan terdapat antara keinginan masyarakat

dengan tujuan program.

b. Partisipasi masyarakat dapat menumbuhkan saling pengertian antara

golongan dalam stratifikasi sosial.

c. Partisipasi masyarakat dapat mengembangkan keterampilan dan

selanjutya menumkembangkan rasa percaya diri untuk bekerja,

bertindak dan tidak apatis.

d. Peran serta mencerminkan pengakuan eksistensi seseorang dalam

masyarakat sebagai subyek yang ikut serta bertanggungjawab dalam

pelaksanaan program.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, maka ada dua hal yang

mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang atau kelompok masyarakat

meliputi dua hal, yaitu:

a. Faktor internal yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu.

b. Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik

individu.

Faktor internal meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas

lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, kekosmopolitan, sedangkan

faktor eksternal meliputi hubugan antara pengelola dengan petani penggarap,

pelayanan pengelola dan kegiatan penyuluhan.

1.2.Pentingnya Partisipasi

Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,

sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi

dalam semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep

pembangunan dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up)

untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down).5

Partisipasi masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam

perencanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat menjadi penting, artinya

dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut: 6

1. Berupaya memadukan atau mengawinkan model top down dan bottom up

agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati.

2. Memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa meluhandarbeni terhadap

hasil pembangunan. Kesadaran dalam berpartisipasi ini sangat penting

5 Zulkarnain dan Dodo, S. 1989. Pembangunan Berorientasi Kerakyatan, Sebuah Model Radiasi LSM. Makalah

dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan UGM. Yogyakarta. 6 Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Penerbit Karnisius. Yogyakarta.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

artinya, terutama bila dikaitkan dengan perawatan atau pengelolaan hasil

pembangunan.

Sentosa dalam Atmanto mengemukakan beberapa unsur penting dari

partisipasi sebagai berikut: 7

1. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif.

2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh

pengertian yang menumbuhkan kesadaran.

3. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan.

4. Enthousiasme atau spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang

tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain.

5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Tjokroamidjojo mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan

perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:8

a. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat

diperlukan adanya pimpinan dan kualitas.

b. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-

rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti

oleh masyarakat.

c. Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai,

individu/ masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang

diharapkan.

7 Atmanto. 1995. Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kota: Studi Kasus

di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat, Kotamadya Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 Tjokroamidjodjo. 1996. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta.

Page 6: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala mengatakan bahwa bentuk peran serta

masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat,

mencakup karakteristik sosial ekonomi, dan lingkungan budaya di mana

masyarakat bertempat tinggal. Semua ini erat pula kaitannya dengan tipe dan

jenis proyek pembangunan yang akan diintroduksikan kepada masyarakat.9

2. Teori Peran Dalam Sosiologi Hukum

Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dan masyarakat yang salah

satunya adalah masyarakat Dusun Cuntel memiliki peran penting dalam

menumbuhkan rasa partisipatif terhadap kelestarian hutan khususnya yang ada di

Gunung Merbabu. Peran adalah pola perilaku yang diharapkan dilakukan oleh

seseorang yang memiliki atau menduduki suatu status dan posisi tertentu dalam

organisasi, kelompok atau lembaga-lembaga.10

Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya

individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status

dan fungsi sosialnya. Sebagai pola perikelakuan, maka peranan mempunyai

beberapa unsur, yakni antara lain :11

a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat,

terhadap status-status tertentu. Peranan ideal tersebut merumuskan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada status-status tertentu.

b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan hal yang

oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. Artinya, seorang

9 Hubeis et al, (1990) Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala. 1990. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.

Makalah Disampaikan pada Sarasehan Lahan Kering di Gunung Walad Sukabumi. 15 - 17 Juni. Sukabumi. 10

Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hlm.85. 11

Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, Penerbit CV, Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 30.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

individu menganggap bahwa dalam situasi-situasi tertentu (yang

dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan tertentu.

Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan, ini merupakan peranan yang

sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud

dalam perikelakuan yang nyata. Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan,

mungkin saja berbeda dengan peranan ideal maupun peranan yang di anggap oleh

dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara aktual senantiasa dipengaruhi

oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan, persepsi, dan juga oleh kepribadian

individu yang bersangkutan.

Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis

kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang kewajiban-

kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan.12

Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain :13

1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

masyarakat.

2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial.

Peranan bertujuan agar di antara individu yang melaksanakan peranan

dengan orang-orang disekitarnya yang bersangkutan atau ada hubungan dengan

12

Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1974, hlm. 130. 13

Ibid, hlm. 131.

Page 8: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

peran tersebut, akan terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang

diterima dan ditaati kedua belah pihak.

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-

individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :14

a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat

hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu yang oleh

masyarakat di anggap mampu melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti

kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,

belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang

seimbang.

Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kala kurang disadari

bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan dari pada kedudukan

sehingga terjadi hubungan-hubungan yang timpang yang tidak seharusnya

terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan

bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan pihak lain hanyalah

mempunyai kewajiban belaka. 15

14

Budi Sulistyowati, Soerjono Soekanto, ed., Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 213.

15 Ibid, hlm. 214.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

3. Perlindungan Hutan

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

menjelaskan tentang perlindungan hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 47

bahwa perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:

a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,

hama, serta penyakit.

b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan

atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang

berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Dijelaskan pada Pasal 48 yang menjelaskan berbagai hal yaitu:

(1) Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar

kawasan hutan.

(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah.

(3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

27 dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan

hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan

dalam areal kerjanya.

(4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.

(5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya,

masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.

(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49 mengatur tentang pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas

terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Dan dalam Pasal 50 dijelaskan bahwa:

(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.

(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha

pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan

bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang

melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

(3) Setiap orang dilarang:

a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan

secara tidak sah

b. merambah kawasan hutan

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau

jarak sampai dengan:

1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau

2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di

daerah rawa

3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai

4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai

5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang

6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang

terendah dari tepi pantai.

d. membakar hutan

e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam

hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang

Page 11: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,

menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga

berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah

g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi

bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri

h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi

bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan

i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk

secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang

j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut

diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan

hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang

k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong,

atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang

berwenang

l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan

kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi

hutan ke dalam kawasan hutan

m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa

liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan

tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan

dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Pasal 51 menjelaskan bahwa:

(1) Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat

kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang

kepolisian khusus.

(2) Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berwenang untuk:

a. mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah

hukumnya

b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan

hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya

c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang

menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan

kepada yang berwenang

f. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak

pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

Pengelolaan hutan yang bersifat perlindungan dan pemanfaatan

merupakan tindakan pengelolaan kawasan dimana kawasan hutan diproteksi

namun sumberdaya yang terdapat di dalamnya baik berupa kayu maupun non

kayu bisa dimanfaatkan secara langsung dan terbatas selama tidak melakukan

perubahan atas fungsi hutan. Cara-cara semacam ini banyak dijumpai dalam

kasus pengelolaan hutan adat yang tidak hanya sekedar dilindungi namun

Page 13: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

sumberdaya yang ada di dalamnya baik kayu maupun non kayu boleh

dimanfaatkan secara terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan

tidak untuk tujuan komersial. Pemanfaatan hasil hutan untuk tujuan komersial

hanya diperbolehkan kalau sifatnya untuk memenuhi kebutuhan desa atau

kebutuhan bersama (menyangkut kebutuhan masyarakat seperti pengadaan

fasilitas umum dan sebagainya).16

Konsepsi hutan dalam hukum lokal mengandung falsafah hidup bahwa

segala jenis makhluk hidup dalam hutan, baik yang berupa tumbuhan, binatang,

bahkan makhluk ghaib masing-masing memiliki fungsi dan peranan tersendiri,

yang secara bersinergi menjaga keteraturan, kebaikan dan keseimbangan alam.

Keteraturan, kebaikan dan keseimbangan alam semesta dalam hubungannya

dengan fungsi hutan, seperti tidak terjadi banjir, longsor, kekeringan, memelihara

kesuburan tanah, dan mencegah terjadinya bencana alam lain yang dapat

mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup seluruh anggota komunitas,

seperti wabah penyakit menular dan gangguan binatang buas.17

Andry Harijanto Hartiman menyatakan, keadaan hutan yang makin rusak

karena perambahan orang yang tidak bertanggung jawab, merupakan bukti belum

berjalannya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat hukum adat. Oleh

karena itu, pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan berkeadilan dapat

tercapai, apabila ada perubahan paradigma. Paradigma baru pembangunan

kehutanan dimaksud ialah pergeseran orientasi dari pengelolaan hutan menjadi

pengelolaan sumberdaya (resourcesbased management), pengelolaan yang

sentralistik menjadi desentralistik, serta pengelolaan sumberdaya yang lebih

16

M.Yamani dan Kusmito Gunawan, “Strategi Perlindungan Hutan Pada Enam Komunitas Adat Daerah Bengkulu Sebuah Upaya Menemukan Model Pelestarian Hutan Berbasis Hukum Lokal.” Laporan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan Dikti Tahun II. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, 2010, hlm. 73. 17 Bernard Steny, “Plurasisme Hukum: Antara PERDA Pengakuan Masyarakat Adat dan Otonomi Hukum Lokal”,

Jurnal Pembaruan Desa dan Agraria, Vol III/Tahun III/2006, IPB, hlm. 83.

Page 14: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

berkeadilan. Untuk itu jelas masyarakat hukum adat yang berada di sekitar hutan

perlu dilibatkan seperti amanah undang-undang.18

Usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya

kerusakan hutan akibat pendudukan hutan secara tidak sah, penggunaan hutan

yang menyimpang dari fungsinya, dan pengusahaan hutan yang tidak

bertanggungjawab, penambangan liar, pencurian kayu dan penebangan tanpa izin,

penggembalaan ternak dan akibat kebakaran, gangguan hama, dan penyakit serta

daya alam.19

Yahya Harahap menyebutkan penegakan hukum lingkungan berkaitan

dengan salah satu hak asasi manusia, yaitu perlindungan setiap orang atas

pencemaran lingkungan atau environmental protection. Hal ini didasarkan pada

munculnya berbagai tuntutan hak perlindungan atas lingkungan antara lain:20

1. Perlindungan atas harmonisasi menyenangkan antara kegiatan produksi

dengan lingkungan manusia (encourage productive and enjoyable harmony

between man and his environment).

2. Perlindungan atas upaya pencegahan (prevent) atau melenyapkan kerusakan

(eliminate damage) terhadap lingkungan dan biosper serta mendorong

(stimulate) kesehatan dan kesejahtraan manusia.

18

Andri Harijanto Hartiman, Ketaatan Otomatis Spontan Pada Hukum Adat Studi Kasus Dalam Masyarakat Suku Enggano, artikel dalam Jurnal Penelitian Hukum, Tahun III, Edisi VI, Nomor 1, Januari 1998, Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, 1998, halaman 21. 19

Salim, H.S. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 114. 20 Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra

Adtya Bakti, Bandung halaman 339.

Page 15: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

3. Hak perlindungan atas pencemaran udara (air polution) yang ditimbulkan

pabrik dan kendaraan bermotor dari gas beracun karbon monoksida (carbon

monoxide), nitrogen oxide dan hidro karbon, sehingga udara bebas dari

pencemaran.

4. Menjamin perlindungan atas pencemaran limbah industri di darat, sungai dan

lautan, sehingga semua sumber air terhindar dari segala bentuk pencemaran

limbah (clean water).

Perlindungan hutan diperlukan untuk mencegah atau mengurangi adanya

kerusakan hutan misalnya disebabkan oleh kebakaran hutan.

Kebakaran hutan dapat terjadi 99% disebabkan oleh manusia baik sengaja

maupun tidak sengaja, sedangkan faktor alam hanya memegang peranan yang

sangat kecil yaitu hanya 1%.21

a. Faktor Alam

Faktor alami kebakaran hutan dan lahan diantaranya terjadi karena petir.

Hasilnya percikan api dari petir yang mengenai bahan bakar tidak dapat

berkembang dan menjalar ke bagian yang lebih luas. Lokasi hutan yang

berdekatan dengan gunung berapi juga beresiko terhadap kebakaran hutan

karena udara yang dihasilkan dapat mengeringkan bahan bakar sehingga

kemampuan bahan bakar untuk terbakar menjadi meningkat. Unsur yang

memperluas kebakaran hutan sangat dipengaruhi oleh faktor alam.

b. Faktor Manusia

Penyebab langsung kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah api

digunakan dalam pembukaan lahan, api digunakan sebagai senjata dalam

21

Syaufina L. 1988. Pola Penyebaran Kebakaran Hutan Menurut Musim di Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

permasalahan konflik tanah, api menyebar secara tidak sengaja, dan api yang

berkaitan dengan ekstraksi sumberdaya alam. Sedangkan penyebab kebakaran

secara tidak langsung yaitu penguasaan lahan, alokasi penggunaan lahan,

alokasi penggunaan lahan, insentif/disinsentif ekonomi, degradasi hutan dan

lahan, dampak dariperubahan karakteristik kependudukan, dan lemahnya

kapasitas kelembagaan.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

B. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian penulis menjelaskan 3 hal yang antara lain mengenai

gambaran umum wilayah penelitian, hasil wawancara, dan analisa. Hal ini bertujuan

untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan dan situasi wilayah penelitian,

serta untuk mengetahui berbagai hal mengenai partisipasi masyarakat Desa Cuntel

tentang pelestarian hutan Gunung Merbabu.

1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian.

Dalam penjelasan ini, penulis melakukan penelitian di dua tempat yaitu

Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dan Dusun Cuntel.

a. Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) adalah kawasan konservasi

yang merupakan alih fungsi dari kawasan Hutan Lindung yang

sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah seluas

5.718,5 Ha. Dan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) seluas 6,5 Ha

(ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 59/Kpts/Um/2/1975

tanggal 18 Februari 1975) yang sebelumnya dikelola oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah menjadi Taman

Nasional Gunung Merbabu sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

SK.135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004, tentang Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan Lindung Dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan

Gunung Merbabu Seluas + 5.725 (Lima Ribu Tujuh Ratus Dua Puluh

Lima) Hektar, Yang Terletak Di Kabupaten Magelang, Semarang dan

Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Menjadi Taman Nasional Gunung

Merbabu Kawasan hutan Gunung Merbabu ditunjuk sebagai kawasan TN

Gunung Merbabu dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:

Page 18: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

435/Kpts-II/1999 tanggal 15Juni 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 359/Menhut-II/2004 tanggal 1

Oktober 2004. Berdasarkan hasil rekonstruksi batas yang dilaksanakan

oleh BPKH Wilayah XI Jawa – Madura pada tahun 2007 dan realisasi

batas kawasan hutan TN Gunung Merbabu telah temu gelang, dengan

panjang batas luar 147,49 km tanpa batas enclave dan luas 5.963,30 Ha.

Berita Acara Tata Batas (BATB) beserta peta lampirannya telah

ditandatangani oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Kabupaten

Magelang dan Laporan RekonstruksiBatas Kabupaten Semarang dan

Kabupaten Boyolali. Berdasarkan peta hasil pengukuran tata batas

Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu dan Peta Rupa Bumi

Indonesia skala 1 : 25.000, lembar 1408-524 dan1408-522 per tahun 2013,

status kawasan TN Gunung Merbabu ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.3623/Menhut-

VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan

Taman Nasional Gunung Merbabu 5.820,49 (Lima Ribu Delapan Ratus

Dua Puluh dan Empat Puluh Sembilan Perseratus) Hektar di Kabupaten

Semarang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Magelang,Provinsi Jawa

Tengah.22

b. Lokasi penelitian yang kedua adalah Dusun Cuntel. Suatu dusun di lereng

Gunung Merbabu yang berada di wilayah Desa Kopeng Kecamatan

Getasan Kabupaten Semarang. Dengan jumlah penduduk 158 KK (Kartu

22 http://www.tngunungmerbabu.org/index.php?mod=halaman&pg=halaman_detail&id=1 dikunjungi pada

tanggal 2 Mei 2017 Pukul 14.26 WIB

Page 19: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Keluarga) yang masyarakatnya sebagian besar adalah petani. Daerah

ini terletak di ketinggian 1500-1800 mdpl dengan suhu udara berkisar

16°C-18°C.23

Penulis melakukan penelitian di Dusun Cuntel untuk

mengetahui bagaimana peran masyarakat di Dusun Cuntel terhadap hutan

Gunung Merbabu.

2. Gambaran Umum Tentang Gunung Merbabu.

Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato yang terletak

secara geografis pada 7,5 LS dan 110,4 BT. Secara administratif gunung ini

berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten

Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan, Kota Salatiga dan Kabupaten

Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merbabu

dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung. Di

lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh

Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari

gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada

catatan-catatan Belanda. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797.

Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan

konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada

ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut. Gunung Merbabu mempunyai

kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan

hutan Ericaceous atau hutan gunung. 24

23

Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel. 24

http://www.tngunungmerbabu.org/index.php?mod=halaman&pg=halaman_detail&id=1 dikunjungi pada tanggal 2 Mei 2017 Pukul 14.26 WIB

Page 20: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

2.1. Jenis Hutan

Hutan Dipterokarp Bukit adalah kawasan hutan yang terdapat di

ketinggian antara 300 sampai 750 meter. Hutan Dipterokarp Atas

ketinggian 750 sampai 1,200 meter. Hutan Montane 1,200 sampai 1,500

meter. Hutan Ericaceous > 1,500 meter.

Gunung Merbabu (3.142 m dpl), merupakan gunung yang tergolong

dalam gunung api tua yang terletak bersebelahan dengan Gunung

Merapi yang merupakan salah satu gunung api aktif. Gunung Merbabu

mempunyai banyak puncak-puncak bayangan (bukan puncak asli).

Karena banyaknya puncak ini seringkali para pendaki mengeluh dan

jenuh tapi justru hal inilah yang menjadikan gunung ini menantang

untuk para pendaki.

Puncak Gunung Merbabu terdiri atas dua puncak yaitu Puncak Sarip

yang terletak pada ketinggian 3.120 m dpl dan Puncak Kenteng Songo

dengan ketinggian 3.142 m dpl. Kedua puncak ini mempunyai

panorama alam yang berbeda. Untuk menuju ke puncak Gunung

Merbabu ada 2 (dua) jalur utama lewat Selo/Boyolali dan lewat

Tekelan/Kopeng. Kedua jalur mempunyai medan perjalanan yang

berbeda. Kalau kita lewat Selo jaraknya lebih jauh tapi mempunyai

panorama yang indah. Pohon pohon pinus di sepanjang jalan terasa

menciptakan kenyamanan selama perjalanan dan bisa memandang

lereng Gunung Merapi lebih dekat. Perjalanan lewat Tekelan/Kopeng

jalurnya lebih landai tetapi karena erosi oleh aliran air hujan

menyebabkan rute penjalanan menjadi dua yaitu jalur lama dan jalur

baru.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Kawasan di sekitar lereng Gunung Merbabu banyak di tanami oleh

sayuran pada musim penghujan dan waktu musim kemarau ditanami

tembakau. Kualitas tembakau di sini terkenal baik dan menjaditumpuan

penghasilan utama penduduk Selo. Hutan di lereng Gunung Merbabu

banyak didominasi oleh pohon cemara dan akasia, dan dihuni oleh

Kijang dan monyet.25

2.2. Jalur Pendakian.26

Ada beberapa jalur resmi untuk melakukan pendakian di Gunung

Merbabu seperti:

2.2.1 Jalur Selo

Kecamatan Selo masuk wilayah Kabupaten boyolali, Jawa

Tengah. Selo berada di tengah-tengah antara Gunung Merbabu dan

Gunung Merapi. Pendaki yang hendak menapaki puncak Gunung

Merapi lebih suka mengambil jalur dari Selo ini. Sedangkan

Pendaki Gunung Merbabu lebih suka mendaki dari Kopeng dan

turun di Selo. Untuk mendaki ataupun turun gunung Merbabu

lewat jalur Selo sebaiknya membawa pemandu atau harus ada

pendaki yang pernah melewati jalur ini. Hal ini disebabkan karena

banyaknya percabangan yang bisa menyesatkan pendaki.

Meskipun nantinya akan sampai di perkampungan, namun sulit

sekali mencari kendaraan umum dan tidak ada sumber air. Selain

itu jalur yang salah akan melintasi sisi jurang terjal yang sangat

berbahaya.

25

Ibid. 26

Ibid.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari

Boyolali. Namun lebih mudah memperoleh kendaraan umum dari

Boyolali. Untuk menuju ke kota Boyolali dari Semarang naik bus

ke Solo atau sebaliknya dari Solo naik bus jurusan Semarang turun

di kota Boyolali. Apabila dari kota Yogyakarta harus naik bus

jurusan Solo turun di Kartasura, kemudian ganti bus jurusan Solo

Semarang turun di kota Boyolali. Untuk menuju ke Selo dari kota

Boyolali menggunakan bus kecil jurusan Selo. Bus yang langsung

ke Selo agak jarang biasanya hanya sampai Pasar Cepogo, dan dari

pasar Cepogo ganti lagi bus kecil yang menuju Selo. Dari kota

Boyolali bus kecil yang menuju Selo ini tidak parkir di terminal

Boyolali. Pendaki harus sedikit berjalan kaki ke Pasar Sapi di

mana bus kecil jurusan Cepogo/Selo berhenti mencari penumpang.

Di Pasar ini terdapat patung Sapi yang melambangkan industri

peternakan sapi yang menjadi andalan pendapatan masyarakat

Boyolali.

Air bersih agak sulit di dapat di Selo, penduduk desa Lencoh yang

berada di lereng gunung Merapi untuk memperoleh air bersih

harus menyalurkan air bersih yang berasal dari gunung Merbabu.

Sehingga di Selo jarang terdapat hotel, losmen, atau penginapan.

Pendaki biasa menginap di basecamp pendakian Gunung Merapi

maupun Gunung Merbabu.

Setelah mendaftar di Kantor Polisi Selo, untuk menuju ke

basecamp Gunung Merbabu, dari Selo tepatnya dari kantor Polisi,

pendaki harus berjalan kaki menyusuri jalan aspal sekitar 1 jam,

Page 23: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

cukup jauh dan menanjak sehingga cukup melelahkan. Melintasi

perkampungan penduduk dan ladang-ladang yang berada di

lereng-lereng terjal. Pendaki bisa menyewa mobil bak sayuran

untuk menuju ke basecamp, atau bisa juga naik ojek. Untuk

pemanasan pendakian, berjalan kaki bisa menjadi pilihan yang

lebih murah. Truk tidak bisa mencapai basecamp karena ada portal

dan jalan yang dilalui rawan longsor. Jalur pendakian masih cukup

landai, namun akan banyak dijumpai pertigaan, maupun

perempatan jalur yang menuju ke perkampungan penduduk,

maupun jalur penduduk mencari kayu bakar dan rumput, untuk itu

tetap pilih jalur yang paling lebar. Berjalan sekitar satu jam akan

sampai di Mpitian yang berupa perempatan jalur.

Dari Mpitian masih agak landai melintasi hutan akan berjumpa

dengan sungai kering yang berisi pasir. Setelah menyeberangi

sungai kering jalur mulai agak menanjak namun masih melintasi

hutan. Setelah berjalan sekitar satu jam dari sungai kering ini jalur

terjal sekali meliuk mendaki bukit dan sampailah kita di tikungan

macan.

Di Tikungan Macan ini kita bisa memandang ke bawah ke arah

jurang yang masih diselimuti hutan yang lebat. Di tikungan Macan

ini pendaki yang turun bisa kesasar karena jalur yang sebenarnya

berada disisi samping bukan lurus ke bawah.

Dari Tikungan Macan jalur mulai sedikit terbuka, namun masih

melintasi hutan yang sudah tidak terlalu lebat lagi. Jalur mulai

menanjak, setengah jam berikutnya jalur mulai agak sulit dan

Page 24: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

semakin terjal. Sekitar satu jam dari Tikungan Macan pendaki

akan sampai di Batu Tulis. Batu Tulis adalah tempat terbuka yang

cukup luas, di tengahnya terdapat sebuah batu yang cukup besar.

Pemandangan indah di sekitar Batu Tulis bisa menjadi pengobat

lelah. Banyak terdapat Edelweiss yang tumbuh tinggi dan besar

sehingga bisa digunakan untuk berteduh. Pendaki yang turun

Gunung Merbabu, di Batu Tulis ini terdapat juga jalur alternatif

yang kelihatan sangat jelas namun sedikit mendaki bukit. Jalurnya

berbahaya melintasi punggungan yang sempit dengan sisi jurang di

kira dan kanan, sebaiknya tidak melewati jalur ini, tetaplah

mengikuti jalur yang resmi.

Dari Batu Tulis medan mulai terbuka berupa padang rumput yang

sangat terjal dan berdebu. Bila di musim hujan jalur ini licin sekali

sehingga perlu perjuangan sangat keras untuk merangkak ke

bergerak ke atas. Puncak Gunung Merbabu masih belum kelihatan,

pendaki masih harus melewati empat buah bukit yang terjal untuk

sampai di puncak Gunung Merbabu.

Sekitar 1 jam berjuang melintasi medan yang berat dan terjal

pendaki akan sampai di puncak bukit, selanjutnya turun dan landai

melintasi padang rumput. Pemandangan sekitar di Padang Rumput

ini sangat indah, seperti bukit-bukit Teletubies. Sedikit naik bukit

dan kemudian turun lagi pendaki akan sampai di Jemblongan yakni

sebuah tempat yang banyak di tumbuhi Edelweiis dalam ukuran

besar dan rapat sehingga sehingga membentuk hutan yang rindang.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Pendaki bisa beristirahat sejenak sambil tiduran di bawah

rindangnya hutan Edelweiss. Di sini adalah tempat terakhir yang

bisa digunakan untuk berteduh dan beristirahat dengan nyaman,

karena jalur selanjutnya berupa padang rumput terbuka yang

kering dan sangat terjal, berdebu di musim kemarau dan sangat

licin di musim hujan.

Dari Jemblongan kembali pendaki harus berjuang untuk mendaki

bukit yang terjal, licin dan berdebu. Puncak Gunung Merbabu

masih belum kelihatan karena tertutup bukit. Pemandangan alam

cukup menghibur, di sisi kiri terdapat Gunung Kenong dan di sisi

kanan terdapat gunung Kukusan yang runcing dan terjal.

Setelah berjalan sekitar 1 jam akan tampak puncak Gunung

Merbabu. Pemandangan yang sangat indah di depan mata,

sekaligus pemandangan yang mencengangkan, karena kita

memandang jalur medan terjal yang harus kita tempuh untuk

menggapai puncak gunung Merbabu. Berbalik arah pemandangan

ke arah Gunung Merapi juga sangat indah sekali. Bila kita berjalan

dengan cermat sekitar sekitar 25 meter di sebelah kanan jalur akan

kita temukan sebuah batu berlobang yang keramat.

Sekitar 30 menit hingga 1 jam diperlukan perjuangan akhir dengan

menapaki jalur padang rumput yang terjal dan berdebu untuk

mencapai Puncak tertinggi gunung Merbabu. Setibanya di Puncak

Gunung Merbabu, untuk menuju Puncak Kenteng Songo kita

berjalan sekitar 10 menit ke arah Timur.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Di Puncak Kenteng Songo terdapat batu berlobang yang

dikeramatkan masyarakat. Di puncak ini terdapat batu kenteng /

lumpang / berlubang dengan jumlah 9 buah yang hanya bisa

dilihat, menurut penglihatan paranormal. Mata biasa hanya melihat

4 buah batu berlobang.

Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gunung

Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat,

nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gunung Sumbing dan

Sindoro yang kelihatan sangat jelas dan indah. Lebih dekat lagi

tampak Gunung Telomoyo dan Gunung Ungaran. Dari kejauhan ke

arah timur tampak Gunung Lawu dengan puncaknya yang

memanjang.

Transportasi

Selo dari Semarang-Solo

1. Bus Jurusan Semarang-Solo turun di kota boyolali.

2. Bus kecil dari Pasar Sapi Boyolali ke Cepogo/Selo.

3. Bus kecil dari Pasar Cepogo ke Selo.

Selo lewat Magelang

1. Bus jurusan Yogya - Semarang turun di Blabak (sebelum

kota Magelang)

2. Angkot ke desa Sawangan disambung mobil bak sayuran

ke jurusan Klakah, sambung lagi mobil sayuran ke Selo.

Page 27: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Ada juga bus kecil jurusan magelang ke boyolali turun di

Selo.

Selo dari Yogyakarta-Solo

1. Bus jurusan Yogya-Solo turun di kota Kartasura.

2. Bus jurusan Solo-Semarang turun di terminal Boyolali.

3. Bus Kecil dari Pasar Sapi Boyolali ke Cepogo/Selo

4. Bus kecil dari Pasar Cepogo ke Selo.

Tempat Wisata

Kecamatan Selo merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Boyolali, letaknya diantara Gunung Merapi dan Merbabu dengan

ketinggian 1300-1500 m di atas permukaan laut menjadikan

daerah ini dingin dan memiliki pemandangan yang indah. Wilayah

seluas 11766,4 ha berupa hutan lindung sehingga menopang objek

wisata kawasan Selo.

Di Kawasan Selo terdapat objek-objek wisata dan budaya yang

merupakan peninggalan jaman kerajaan Mataram, Belanda

maupun Jepang yakni:

Goa Raja

Goa Jepang

Petilasan Kebo Kanigoro

Makam ki Hajar Saloka

Hutan Lindung Genting

Theater New Selo

Page 28: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Tempat Ziarah

Watu Gubug

Puncak Syarief

Kenteng Songo

Petilasan Kebo Kanigoro,

Makam ki Hajar Saloka,

2.2.2 Jalur Kopeng Thekelan-Selo

Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang,

Yogyakarta atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-

Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke

Kopeng. Dari Yogyakarta naik bus ke Magelang, dilanjutkan

dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur

menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena

terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai

bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui

bumi perkemahan Umbul Songo.

Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat

menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik

dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari

terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang

menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa

tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat

ini kita bisa memperoleh air bersih.

Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada ditengah perkampungan

penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan

Page 29: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat

indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.

Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan

menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I

kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena

sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini

pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga

terutama di malam hari.

Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II,

menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak

curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang

kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita

dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang

dapat dimasuki 5 orang. Watu Gubug konon merupakan pintu

gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib. Bila ada badai sebaiknya

tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati

pos empat kita jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil

kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir

sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV

yang berada di puncak Gunung Watu Tulis dengan ketinggian

mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di

puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.

Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing

yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan

Page 30: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

disini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air

belerang.

Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat

terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini

dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di

persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung

Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo (

Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.

Transportasi

Kopeng dari Solo-Semarang

1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)

2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Kopeng turun di Kopeng

Kopeng Semarang-Yogyakarta

1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.

2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di

Kopeng.

Tempat Wisata

Kopeng

Air Terjun Umbul Songo

Rawapening

Palagan Ambarawa

Musium Kereta Api

Page 31: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Tempat Ziarah

Watu Gubug

Puncak Syarief

Kenteng Songo

Legenda

Masyarakat di sekitar Kopeng di lereng Gunung Merbabu

mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa

Vihara. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan

banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan.

Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan

sekitar Kawah. Pendaki tidak diperkenan kan memakai pakaian

warna merah dan hijau. Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk

melakukan upacara tradisional di kawah Gunung Merbabu. Dahulu

anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk

melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan.

2.2.3 Jalur Wekas

Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan

Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari

Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan

pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3

Km menuju pos Pendakian. Jalur ini sangat populer dikalangan

para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat

dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang

suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan

Page 32: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7

jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat

lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar

dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan

menemui ladang penduduk khas dataran. Rute menuju pos I cukup

menanjak dengan waktu tempuh 2 jam. Pos I merupakan sebuah

dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di

sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah

penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang

penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju

pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam. Pos

II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa

didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pos II ini banyak

digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-

hari tertentu banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada

area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa

besar yang ditampung pada sebuah bak. Dari Pos II terdapat jalur

buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air

bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya.

Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang

mengarah ke aliran sungai dibawah kawah. Terdapat dua buah

aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang

bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang

sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak

Gunung Merbabu.

Page 33: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan

persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu

Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad

hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Suasana dan

pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa.

Di sebelah kanan terbentang Gunung Kukusan yang di puncaknya

berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering.

Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di

sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki

harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.

Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat

terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini

dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di

persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung

Prengodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo

(Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.

Transportasi

Wekas dari Solo-Semarang

1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)

2. Bus Kecil Jurusan Salatiga -Magelang turun di Pasar

Kaponan

Wekas Semarang-Yogya

1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.

Page 34: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di Pasar

Kaponan

2.2.4 Jalur Kopeng-Cuntel

Untuk menuju ke dusun Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga

menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal

wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo.

Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak

berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah

Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo

berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah

berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke

arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan. Untuk

menuju ke Dusun Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu

hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa

maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Dusun Cuntel yang

berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan

mengisi persediaan air. Setelah meninggalkan perkampungan,

perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk.

Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak

ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang

berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata

dan pernafasan. Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan

menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos

Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan

Page 35: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih

serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan

pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos

Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk

beristirahat.

Transportasi

Kopeng dari Solo-Semarang

1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)

2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Kopeng turun di Kopeng

Kopeng Semarang-Yogya

1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.

2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di Kopeng.

3. Gambaran Dari Peraturan Pemerintah Terhadap Pelestarian Hutan.

Penulis memberikan dua Peraturan Pemerintah dalam penelitian ini. Yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan

Kawasan Pelestarian Alam.

a. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang

Perlindungan Hutan, ada beberapa hal yang di kutip oleh penulis.

Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa perlindungan hutan adalah usaha

untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil

hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-

Page 36: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-

hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil

hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan

hutan.

Pasal 2 dan 3 menjelaskan bahwa perlindungan hutan merupakan bagian

dari kegiatan pengelolaan hutan. Dan perlindungan tersebut menjadi

kewenanan Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 5

menjelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk

menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar

fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara

optimal dan lestari. Dijelaskan pula pada Pasal 6 bahwa prinsip-prinsip

perlindungan hutan meliputi mencegah dan membatasi kerusakan hutan,

kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia,

ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit. Dan

mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan

perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta

perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Mengingat Gunung Merbabu rawan kebakaran bahkan sudah menjadi hal

biasa bahwa setiap tahun Gunung Merbabu mengalami kebakaran. Maka

dari itu diperlukan pencegahan atau perlindungan hutan dari kebakaran

sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 adalah untuk menghindari kerusakan

hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau daya-daya alam.

Perbuatan manusia sebagaimana yang dimaksud yaitu melakukan

pembakaran hutan tanpa izin atau membuang benda-benda yang dapat

menyebabkan kebakaran. Sedangkan daya-daya alam tersebut yaitu

Page 37: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

akibat-akibat petir, gunung berapi, reaksi sumber daya alam dan atau

gempa.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Kawasan Suaka

Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, beberapa hal yang dikutip penulis antara

lain yaitu dalam Pasal 1 angka 2 Kawasan Pelestarian Alam selanjutnya

disingkat KPA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan

maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya. Jika ketentuan ini dikaitkan dengan kawasan hutan di

Gunung Merbabu yang dimana juga merupakan sistem penyangga

kehidupan masyarakat khususnya Dusun Cuntel, hutan di Gunung

Merbabu merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Dusun Cuntel.

Maka dari itu harus dijaga kelestarian dari hutan di Gunung Merbabu.

Dalam Pasal 18 dijelaskan tentang zonasi. Zonasi pengelolaan pada

kawasan taman nasional meliputi:

zona inti

zona rimba

zona pemanfaatan

zona lain sesuai dengan keperluan.

Masyarakat Dusun Cuntel memberikan usulan kepada Taman Nasional

yaitu kawasan zona rumput. Mengapa demikian karena masyarakat masih

kebingungan untuk memasuki kawasan dalam hal mencari rumput. Selain

Page 38: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

itu masyarakat dikira mengambil kayu di hutan Gunung Merbabu padahal

mereka ingin mencari rumput.

4. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Dusun Cuntel.

Wawancara yang dilakukan penulis di Dusun Cuntel, dilakukan dengan 4

responden yaitu Bapak Piyono, Bapak Panjul, Bapak Marsudi, Bapak Sumarno

selaku Kepala Dusun di Dusun Cuntel.

Tabel 1

Identitas Responden pada Masyarakat Dusun Cuntel

Nama Umur Profesi

Piyono 48 tahun Petani

Panjul 41 tahun Petani

Marsudi 44 tahun Petani

Sumarno 59 tahun Petani

Hasil wawancara dengan responden

di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan

Masyarakat Dusun Cuntel yang mayoritas berprofesi sebagai petani, sangat

bergantung dengan alam. Misalnya air. Air yang mereka gunakan untuk

kebutuhan sehari – hari untuk mereka konsumsi ataupun mereka gunakan untuk

kebutuhan bercocok taman tersebut berasal dari gunung merbabu.27

Penyerapan

air untuk kebutuhan masyarakat ini bergantung pada jenis pohon yang ada di

hutan Gunung Merbabu. Pada peralihan fungsi hutan dari perhutani secara besar –

27

Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.15 WIB.

Page 39: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

besaran mengubah tanaman yang sebelumnya pohon dengan daun lebar seperti

manis jangan diubah menjadi pohon dengan daun jarum seperti pinus. Hal

tersebut akan berdampak pada penyerapan air. Mengapa demikian, karena pohon

yang memiliki daya serap untuk bisa menyerap air dan setelah itu bisa digunakan

masyarakat adalah jenis pohon dengan daun lebar salah satunya yaitu pohon

manis jangan. Dan jenis pohon daun jarum seperti pinus daya serap air tidak

bagus seperti pohon daun lebar.28

Disinilah peran masyarakat diperlukan untuk menjaga kelestarian hutan di

Gunung Merbabu agar masyarakat dapat memanfaatkan hutan di Gunung

Merbabu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masyarakat sangat berperan

penting dalam menjaga kelestarian hutan yang ada di Gunung Merbabu.

Masyarakat Dusun Cuntel berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan yang

ada di Gunung Merbabu. Masyarakat Dusun Cuntel ini membentuk suatu

kelompok pecinta alam yang tentunya beranggotakan dari masyarakat Dusun

Cuntel itu sendiri. Kelompok pecinta alam ini dibentuk salah satu tujuannya yaitu

untuk menjaga kelestarian hutan di Gunung Merbabu. Kegiatan yang mereka

lakukan seperti reboisasi, perawatan pohon yang baru ditanam, mereka

melakukan semua kegiatan tersebut karena mereka sadar bahwasanya kegiatan

yang mereka lakukan itu tidak lain untuk kebutuhan mereka saat ini ataupun

kebutuhan yang akan datang.29

Dalam hal pelestarian hutan di Gunung Merbabu, masyarakat Dusun Cuntel

memiliki respon yang positif. Tidak ada sikap apatis dari masyarakat Dusun

Cuntel atas kegiatan pelestarian hutan di Gunung Merbabu.

28

Wawancara Bapak Piyono, masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 15.45 WIB. 29

Wawancara Bapak Panjul, masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.51 WIB.

Page 40: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Rasa partisipatif yang timbul dalam masyarakat Dusun Cuntel ini turun temurun

dari pendahulu mereka. Mereka dilatih untuk menjaga kelestarian hutan yang ada

di Gunung Merbabu ini sejak masih kecil. Dan dari data di atas telah

menunjukkan bahwa rasa partisipatif tersebut tidak melihat dari kalangan.

Kalangan muda sampai orang tua tetap memiliki rasa partisipatif untuk menjaga

kelestarian hutan yang ada di Gunung Merbabu.30

Kegiatan yang dilakukan masyarakat Dusun Cuntel untuk melestarikan

hutan di Gunung Merbabu yaitu reboisasi, perawatan pohon yang baru ditanam.

Reboisasi yang dilakukan masyarakat ini adalah inisiatif dari masyarakat sendiri.

Mereka merawat bibit-bibit yang akan mereka tanam dan menanam sendiri di

kawasan hutan Gunung Merbabu. Mengapa masyarakat melakukan hal tersebut,

karena dari Dusun maupun Desa itu tidak ada program kegiatan pelestarian hutan

yang ada di Gunung Merbabu. Paguyuban yang ada di Dusun juga tidak memiliki

program pelestarian hutan. Paguyuban tersebut hanya bekerja dalam kegiatan

peternakan yaitu ternak sapi dan produksi terong belanda. Jadi yang memiliki

kegiatan dalam pelestarian hutan hanya pecinta alam masyarakat Dusun Cuntel.31

Masyarakat sudah memiliki rasa partisipatif terhadap hutan yang ada di

Gunung Merbabu sejak sebelum ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman

Nasional. Masyarakat Dusun Cuntel ini sudah melakukan reboisasi maupun

perawatan terhadap pohon yang baru ditanam. Penetapan kawasan hutan oleh

Taman Nasional, menimbulkan pro dan kontra dengan masyarakat. Masyarakat

sempat menolak Taman Nasional ini atas penetapan kawasan hutan di Gunung

30

Wawancara Bapak Marsudi, Masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 15.20 WIB. 31

Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.15 WIB.

Page 41: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Merbabu. Masyarakat berpandangan bahwa mereka tidak akan bisa lagi

menikmati hasil hutan di kawasan hutan Gunung Merbabu.

Sebelum ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman Nasional, masyarakat

Dusun Cuntel dapat memanfaatkan hutan di Gunung Merbabu dengan bebas.

Mereka bisa mengambil rumput dimanapun rumput itu berada. Tetapi sejak

ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman Nasional, masyarakat terbatasi untuk

menikmati hasil hutan di Gunung Merbabu. Mereka tidak bisa lagi mengambil

rumput di sembarang tempat karena akses masuk hutanpun sudah terbatas.

Masyarakat juga merasa kebingungan untuk mencari rumput karena akses yang

terbatas tersebut. Mereka ingin mencari rumput tetapi di sisi lain mereka dikira

akan mengambil kayu. Masyarakat juga mengusulkan kepada Taman Nasional

agar ditetapkannya zona rumput. Selain akses yang terbatas, masyarakat Dusun

Cuntel merasa status hutan di Gunung Merbabu ini lucu. Mengapa demikian,

karena terdapat hutan dengan luas 1,3 Ha yang dinamakan hutan Pangonan dan

hutan ini berada di tengah-tengah kawasan Taman Nasional tetapi hutan

pangonan ini bukan termasuk hutan negara. Hutan pangonan ini dikelola oleh

masyarakat sebelum adanya Taman Nasional Gunung Merbabu. Negara tidak

ingin menghilangkan apa yang sudah ada, maka dari itu hutan pangonan ini tetap

dikelola oleh masyarakat sampai sekarang.

5. Wawancara di Balai Taman Nasional Gunung Merbabu

Dalam rangka melestarikan hutan yang ada di Gunung Merbabu, Balai

Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki beberapa program yaitu 3P,

Perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Perlindungan yaitu melindungi

ekosistem maupun sumber daya alam yang ada di Gunung Merbabu. Dalam hal

Page 42: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

pengawetan yaitu untuk flora dan fauna. Pengertian pengawetan bukan berarti

mengawetkan flora fauna yang sudah mati tetapi menjaga flora fauna tersebut

agar tetap lestari. Karena hal ini akan berdampak ke progam yang ketiga yaitu

pemanfaatan. Apabila hutan yang ada di Gunung Merbabu kelestriannya terjaga,

maka sumber air yang terdapat di Gunung Merbabu juga akan melimpah. Dan hal

ini tentunya akan bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat luas.32

Memanfaatkan

hutan Gunung Merbabu juga ada batasan yaitu hanya boleh memanfaatkan hutan

dalam zona tradisional. Dan masyarakat memanfaatkan hutan tidak diperbolehkan

untuk komersial.

Untuk menjaga perlindungan kawasan, Balai Taman Nasional Gunung

Merbabu mengajak masyarakat turut serta berpartisipasi dalam menjaga

perlindungan hutan. Masyarakat berperan penting dalam menjaga perlindungan

hutan agar tetap lestari. Karena hutan yang ada di Gunung Merbabu dengan luas

sekitar 50.000 ha tidak memungkinkan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu

untuk melaksanakan program-progam tersebut. Maka dari itu dibutuhkan peran

dari msyarakat untuk membantu menjaga perlindungan hutan di Gunung

Merbabu. Selain itu juga terdapat masyarakat binaan dari Taman Nasional

Gunung Merbabu yaitu Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Mitra

Polhut (MMP). Masyarakat binaan Taman Nasional ini membantu dalam rangka

menjaga perlindungan hutan. Masyarakat sangat kooperatif dalam menjaga

perlindungan hutan. Peran masyarakat seperti inilah yang dibutuhkan Balai

Taman Nasional Gunung Merbabu untuk menjaga kelestarian hutan Gunung

Merbabu. Menjaga perlindungan hutan tidak lepas dari gangguan-gangguan

seperti pemburuan satwa liar, penebangan liar dan kebakaran hutan.

32

Wawancara dengan Ibu Kristina Dewi, Koordinator Pemanfaatan Humas dan Kerja Sama Balai Taman Nasional Gunung Merbabu, pada tanggal 5 Mei 2017 pukul 13.40 WIB.

Page 43: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Balai Taman Nasional Gunung Merbabu melakukan sosialisasi karena

dampak dari terjadinya kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Gunung

Merbabu, maka dari perlu adanya upaya-upaya pencegahan dan pengendalian

kebakaran hutan.

Tujuan dari kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan antara:

1. Meningkatkan peran seeta masyarakat sekitar kawasan dalam

usaha pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan.

2. Memeberikan pemahaman kepada masyaraka maupun pengurus

desa tentang dan dampak terjadinya kebakaran hutan.

3. Menekan tingkat kerusakan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu akibat

kerusakan hutan atau kebakaran hutan.

4. Menyelamatkan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya di

kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dari dampak negatif

kebakaran hutan.

Page 44: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

C. Analisis

Dalam penulisan analisis, penulis membagi menjadi dua poin yaitu analisis

terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan Gunung

Merbabu dan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap

pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu.

Analisis terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan

Gunung Merbabu, menjelaskan tentang rasa partisipatif yang timbul dari masyarakat

dan tindakan apa yang mencerminkan rasa partisipatif tersebut dalam pengelolaan

hutan Gunung Merbabu. Sedangkan dalam analisis tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu

menjelaskan tentang faktor apa yang mempengaruhi rasa partisipatif dari masyarakat

dalam pengelolaan hutan Gunung Merbabu.

1. Analisis terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di

kawasan Gunung Merbabu.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, adalah dasar

hukum yang merupakan payung bagi lahirnya berbagai produk hukum yang

mengatur hutan. Permasalahannya adalah, untuk menuju kepada implementasi

undang-undang tersebut berikut peraturan pelaksanaannya, seharusnya masyarakat

mengetahui dan memahami peraturan dimaksud sebelum turut berpartisipasi

sesuai dengan hak dan kewajibannya di dalam implementasi peraturan dimaksud.

Sehingga dalam konteks studi ini, pengetahuan masyarakat tentang peraturan

dimaksud penting untuk diketahui. Dari penelitian pada masyarakat Dusun Cuntel

yang merupakan salah satu Dusun yang berlokasi di kawasan hutan Gunung

Merbabu, tidak lebih dari 50% dari jumlah masyarakat di Dusun Cuntel yang

Page 45: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

mengetahui adanya Undang-Undang Kehutanan. Hanya sekitar 35% masyarakat

yang mengetahui adanya Undang-Undang Kehutanan. Akan tetapi, hal tersebut

tidak menutupi kemungkinan akan masyarakat memiliki sikap peduli terhadap

pelestarian hutan. Masyarakat Dusun Cuntel memiliki rasa partisipatif dalam

melestarikan hutan Gunung Merbabu.

Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan

menjelaskan tentang kegiatan Pengelolaan hutan yang meliputi:

a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,

c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan

d. perlindungan hutan dan konservasi alam.

Melihat ketentuan tersebut masyarakat Dusun Cuntel memiliki berbagai kegiatan

dalam rangka menjaga kelestarian hutan seperti reboisasi, perawatan pohon yang

baru ditanam. Dalam pemanfaatan hutan pun masyarakat memanfaatkan hutan

pada zona tradisional. Karena dari pihak Balai Taman Nasional Gunung

Merbabu tidak mengijinkan untuk memanfaatkan hutan pada zona yang lain.

Pernyataan tersebut juga diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 tahun

1999 Tentang Kehutanan yang menjelaskan bahwa pemanfaatan kawasan hutan

dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta

zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Ketentuan dari pihak Balai Taman

Nasional Gunung Merbabu mengatur bahwa masyarakat dapat memanfaatkan

hutan seperti air, rumput, dan ranting pohon yang ada di zona tradisional. Air

yang dimanfaatkan pun juga harus dialirkan terlebih dahulu ke penampungan.

Tidak boleh langsung diambil dari sumbernya.

Page 46: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Partisipasi masyarakat terhadap kawasan hutan Gunung Merbabu oleh

Masyarakat Dusun Cuntel terbilang cukup baik. Tetapi masih kekurangan dari

sikap partisipasi mereka. Karena masih ada pohon yang ditebang tetapi hanya

diambil kulitnya dan batang pohon dibiarkan begitu saja. Kerusakan hutan

seperti ini akan berakibat pada sumber air.

Mereka sadar bahwa anak cucu mereka nanti juga membutuhkan hasil

hutan terutama di kawasan Gunung Merbabu. Masyarakat juga melakukan

per+lindungan terhadap hutan. Balai Taman Nasional Gunung Merbabu

memiliki masyarakat binaan di Dusun Cuntel yang juga melakukan perlindungan

terhadap kawasan hutan Gunung Merbabu. Masyarakat binaan tersebut yaitu

Masyarakat Mitra Polhut dan Masyarakat Peduli Api. Masyarakat Mitra Polhut

merupakan kelompok masyarakat di sekitar hutan yang membantu Polhut dalam

pelaksanaan perlindungan hutan di bawah koordinasi, pembinaan dan

pengawasan instansi pembina. Melalui keberadaan Masyarakat Mitra Polhut,

diharapkan dapat meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam upaya

perlindungan hutan khususnya di kawasan konservasi. Sedangkan dengan

keberadaan Mayarakat Peduli Api, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

dan partisipasi masyarakat agar dapat menyikapi tiap ancaman seperti

menyikapi kebakaran dengan baik..

2. Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap

pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu.

Menurut persepsi masyarakat, bahwa kewajiban menjaga kelestarian hutan

sebagai perimbangan dari adanya hak menanam hutan, bukan dalam penegakan

hukum melainkan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi

Page 47: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Mereka merasa harus menjaga

kelestarian hutan karena hutan merupakan tempat mereka menggantungkan hidup.

Dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang

Kehutanan masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan

kehutanan. Dan Pasal 69 ayat (1) menjelaskan masyarakat berkewajiban untuk ikut

serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Peran

serta masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan adalah suatu kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh masyarakat karena diatur dalam undang-undang.

Dari ketentuan tersebut, masyarakat sadar bahwa memiliki kewajiban dalam

pengelolaan hutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menjaga

kelestarian hutan salah satunya adalah faktor kebutuhan hidup. Faktor ini sangat

mempengaruhi rasa partisipatif masyarakat. Karena masyarakat akan tetap

memanfaatkan hutan untuk generasi-generasi mereka nantinya. Kebutuhan air

masyarakat sangat bergantung pada hutan di Gunung Merbabu. Apabila terjadi

kerusakan hutan dan sumber daya air semakin berkurang, akan berdampak pada

kebutuhan air untuk kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat. Masyarakat

menginginkan sumber air tetap mengalir, maka dari itu peran serta masyarakat

dalam pengelolaan hutan untuk menjaga kelestarian alam sangat dibutuhkan.

Selain itu dalam pengelolaan hutan ini untuk menjaga dari bencana yang dapat

terjadi. Apabila hutan Gunung Merbabu rusak akibat penebangan liar ataupun

kegiatan lain yang dapat mengakibatkan hutan menjadi rusak bisa terjadi bencana

seperti tanah longsor maupun kebakaran. Meskipun hampir setiap tahun Gunung

Merbabu terjadi kebakaran, masyarakat dengan melakukan pengelolaan hutan

bermaksud untuk meminimalisir luasnya hutan yang terbakar.

Page 48: BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14678/2/T1_312013087_BAB II...memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan

Masyarakat tidak bisa apabila hanya mengandalkan pihak dari Taman

Nasional untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan Gunung Merbabu.

Mengingat luas hutan Gunung Merbabu yang lebih dari 50.000 ha dengan personil

dari taman nasional yang hanya 50 orang tidak memungkinkan untuk

melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di Gunung Merbabu. Untuk mengatasi

keterbatasan personil dari pihak Taman Nasional. Balai Taman Nasional Gunung

Merbabu membuat masyarakat binaan yang disebut sebagai Masyarakat Mitra

Polhut dan Masyarakat Peduli Api. Masyarakat binaan dari Taman Nasional ini

sangat membantu pihak Taman Nasional dalam memaksimalkan kegiatan

pengelolaan hutan Gunung Merbabu.

Tetapi diluar dari Masyarakat Mitra Polhut maupun Masyarakat Peduli Api

yang merupakan masyarakat binaan Taman Nasional, masyarakat umum yang

lainnya juga turut berpartisipasi jalam pengelolaan hutan. Dengan adanya pecinta

alam dari masyarakat Dusun Cuntel yang merupakan objek dari penelitian ini

mereka turut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan. Dengan kegiatan reboisasi,

perawatan pohon yang baru ditanam, perawatan jalur pendakian maupun bersih

gunung adalah bentuk dari partisipasi dalam pengelolaan hutan di Gunung

Merbabu.