Upload
tranminh
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI
INDONESIA
E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup
1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia
Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi
salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai
wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian
yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh
dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum
dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status
perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti
perseroan terbatas.23
Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap
status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status
perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota
perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang
beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi
23 Sulistiowati 1, Op.Cit., Hlm. 19.
20
bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan
hukum.24
Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup
masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan
terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan
mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi
bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur
mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup.
25
Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan
bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan
antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai
hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan
pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak
perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan
kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai
subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk
perusahaan.
26
Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan
perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-
24 Ibid. 25 Ibid. 26 Ibid., hlm. 20.
21
perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan
bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota
perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai
kesatuan ekonomi.27
Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup
menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis
mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari
sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang
berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup
merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan
berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.
28
Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan
grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi
perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan
Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan
pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan
sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk
dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek
yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu,
perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan
digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan
grup.
27Ibid.
28 Ibid.
22
polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum
mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy
Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan
ekonomi.29
Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai
terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai
perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang
memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy
Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau
susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain
terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada
suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.
30
Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau
kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah
perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek
hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya
merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas
berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri,
maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan
sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang
acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda
2. Holding Company di Indonesia
29 Ibid., hlm. 22. 30 Ibid.
23
sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap
kali disebut “group”.31
Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang
tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang
sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis
terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT
telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan
grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum
untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang
menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi
kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.
32
A holding company heads a group of company, a company(ies) which is
directly or indirectly under the control of holding company is termed a
subsidiary company(ies).
Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental
Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company :
33
Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk
menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak
perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan
suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan.
Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau
31 Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144. 32 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.
33 Stephen Griffin, Company Law Fundamental Principles (US: Pearson Education Limited, 2000), hlm. 54.
24
mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk
mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi
sebagai holding company.
Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah
perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan
untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-
anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu
perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol
perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham
dan mengelola manajerial.34
Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding
company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi,
mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya
saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan
saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.
35
Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan
usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:
36
1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk
perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa
melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk
perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh
anak perusahaan;
34 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24.
35 Ibid. 36 Ibid., hlm. 25.
25
2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk
perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.
Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha
yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.
Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT
menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan
sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu
kegiatan usaha.37
Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk
anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu
konstruksi perusahaan terdapat lebih dari satu holding company. Dari sudut
Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa memiliki saham di perusahan lain
bukan merupakan kegiatan usaha perseroan yang bersangkutan sehingga tidak
diperkenankan untuk dimasukkan sebagai salah satu kegiatan usaha perseroan dan
dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Pernyataan ini menegaskan bahwa
UUPT tidak mengizinkan adanya investment holding company. Pada praktiknya,
selain menjalankan pengendalian terhadap anak perusahaan, sebagian besar induk
perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha
sendiri.
37 Ibid., hlm. 26.
26
pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi
holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan
arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan
pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup
biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas
pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak
sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya
kepada subholding company.38
F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup
Keberadaan perusahaan dalam bentuk holding bukanlah suatu hal yang
baru dalam perusahaan Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi berkembangnya
perekonomian masyarakat Indonesia dan ikut mewarnai pola perkembangan bisnis
di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan makin maraknya perusahaan-
perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa melakukan holding.
Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap
perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.
Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan
antara induk dan anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan
grup.39
38 Ibid. 39 Ibid., hlm. 31.
27
Keberadaan perusahaan grup menimbulkan perdebatan terkait pengetian
yuridis mengenai perusahaan grup. Perbedaan pandangan mengenai aspek yuridis
perusahaan grup ini ditimbulkan oleh dimasukannya pengendalian induk terhadap
anak perusahaan dalam ranah hukum perseroan yang berdampingan dengan
prinsip hukum mengenai pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk
dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Implikasinya, suatu
perseroan dapat dikendalikan oleh perseroan lain, walaupun memiliki status
sebagai subjek hukum mandiri.40
Pada awal perkembangannya, pengendalian suatu perseroan terhadap
perseroan lain dianggap melanggar prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis
suatu perseroan sebagai suatu subjek hukum mandiri karena suatu perseroan tidak
mungkin menjadi badan hukum yang mandiri yang dikendalikan oleh perseroan
lain. Perubahan drastis terjadi ketika hukum perseroan memberikan legitimasi
terhadap suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan
lain. Kepemilikan suatu perseroan atas saham perseroan lain melahirkan
keterikatan induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki
kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan.
41
Perbuatan hukum dalam mendirikan anak perusahaan, pemisahan usaha,
atau pengambilalihan saham berimplikasi pada timbulnya keterkaitan antara induk
Hukum perseroan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di
bawah kendali induk perusahaan.
40 Ibid., hlm. 32. 41 Ibid.
28
dan anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham induk pada anak
perusahaan, kontrak pengendalian induk terhadap anak perusahaan, maupun
kendali dalam penempatan direksi/komisaris anak perusahaan. Keterkaitan antara
induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada induk perusahaan
untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasi
anak-anak perusahaan dalam tatanan manajemen sehingga terbentuk kesatuan
ekonomi.42
Pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini bersifat faktual dari
realitas bisnis perusahaan grup. Fakta pengendalian induk terhadap anak
perusahaan ini tidak dapat dikualisifikasikan hanya berdasar jumlah kepemilikan
induk atas saham anak perusahaan saja. Pengendalian induk terhadap anak
perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan melalui
kebijakan atau instruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan
dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan
ekonomi.
43
Secara yuridis, fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini
tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis badan hukum anak perusahaan. Hal
ini menyebabkan dualitas anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri
tunduk di bawah kendali induk perusahaan. Pengakuan yuridis terhadap
keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus di antara badan
hukum mandiri menimbulkan kontradiksi antara realitas bisnis perusahaan grup
42 Ibid.
43 Ibid., hlm. 33.
29
sebagai kesatuan ekonomi dan aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk
jamak secara yuridis.
Perkembangan dan dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan. UUPT
mengizinkan kepada seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori
Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan
“orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing
atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1)
UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk perusahaan grup.
Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain
berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui
kepemilikan saham.
Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memuat pengertian perusahaan
grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UUPT No. 40
Tahun 2007, Undang-Undang Perseroan Terbatas sebelumnya yaitu Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kausa lahirnya keterkaitan
induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Memori Penjelasan Pasal
29 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995. Anak perusahaan
adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya
yang terjadi karena :
a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk
perusahaannya;
30
b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh
induk perusahaanya; dan atau
c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian
Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.
Berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun
1995 yang memuat sedikitnya lima pasal yang mengatur mengenai relasi antara
induk dan anak perusahaan, yaitu diantaranya Pasal 30, “Perseroan dapat membeli
kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :
a. Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan undang-
undang ini.
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama
dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang
dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan.
Pasal 33 Ayat (2), “Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya
juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak
diperhitungkan dalama menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini atau Anggaran Dasar.” Pasal 56
huruf (b), “Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup,
Direksi menyusun laporan tahunan unttuk diajukan kepada RUPS, yang memuat
sekurang-kurangnya:
31
b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di
samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.”
Pasal 72 Ayat (3), “Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak
perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.” UUPT hanya memuat satu
Pasal yang menyebutkan tentang “induk dan anak perusahaan” yang terdapat pada
Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), “Saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak
perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.”
Berdasarkan analisis mengenai kerangka pengaturan mengenai keterkaitan
antara induk dan anak perusahaan pada UUPT No. 40 Tahun 2007, melalui
ketentuan Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), kedudukan induk dan anak perusahaan
sebenarnya diakui. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai siapa yang disebut
induk perusahaan dan siapa yang menjadi anak perusahannya. Jadi, perusahaan
grup sebenarnya tidak dikenal dalam UUPT.
Perusahaan grup didirikan oleh orang perorangan atau perseroan terbatas
sebagai subjek hukum. Konsep perusahaan grup yang berkembang saat ini,
dasarnya adalah kepemilikan saham. Kepemilikan saham lebih dari 50% yang
dianggap sebagai induk perusahaan merupakan pemahaman yang dasarnya adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, dan berkembang hingga saat ini.
Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan ini tidak menghilangkan status
induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.
Induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap satu kesatuan jika
dipandang melalui pendekatan ekonomi. Apabila ditinjau secara hukum, maka
masing-masing induk dan anak perusahaan tersebut berkedudukan mandiri.
32
Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai
subjek hukum mandiri adalah hubungan lewat kedudukan dan peran yang
dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal kepemilikan saham
dalam RUPS.
G. Realitas Bisnis Perusahaan Grup
1. Alasan pembentukan perusahaan grup
Adopsi konstruksi perusahaan grup baik bagi perusahaan nasional maupun
multinasional membuktikan bahwa perusahaan grup merupakan bentuk organisasi
yang bersifat fleksibel dan menjawab kebutuhan kegiatan dalam skala yang besar.
Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan permasalahan operasional
perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi yang berbeda.
Secara umum, berikut adalah dua alasan utama pembentukan perusahaan
grup44
a. Upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang mendorong pada pembentukan
perusahaan grup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Perintah peraturan perundang-undangan. Perintah peraturan
perundang-undangan biasanya melibatkan kepentingan ekonomi
pengelola kekayaan negara/daerah dari badan usaha milik negara atau
daerah. Peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada
44 Ibid., hlm. 64.
33
terbentuknya perusahaan grup antara lain terdapat pada peraturan-
peraturan berikut ini :
a) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi
Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En
Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer yang
berimplikasi pada terbentuknya perusahaan grup melalui
pemisahan usaha.
b) Surat Menteri Keuangan No.5-326/MK.016/1995 mengenai
konsolidasi tiga pabrik semen milik Pemerintah, yaitu PT. Semen
Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik. Konsolidasi
terhadap ketiga pabrik milik Pemerintah berimplikasi pada
terbentuknya Grup Semen Gresik yang terdiri dari PT. Semen
Gresik sebagai induk perusahaan, sedangkan PT. Semen Tonasa,
dan PT. Semen Padang sebagai anak perusahaan.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 mengenai pengalihan
kepemilikan seluruh saham Pemerintah pada industri pupuk PT.
Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Pupuk Kalimantan
Timur Tbk., dan PT. Petrokimia Gresik yang dialihkan
kepemilikannya kepada PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).
d) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan
(Persero) PT. Perkebnunan Nusantara III Medan. Peraturan ini
berimplikasi pada terbentunya grup BUMN perkebunan yang
34
terdiri dari PTPN III sebagai induk perusahaan, sedangkan PTPN I,
PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, PTPN VII, PTPN VIII,
PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, PTPN XIII, PTPN XIV
sebagai anak perusahaannya.
2) Respons pelaku usaha terhadap escape claused atau aturan
pengecualian yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral
yang hanya mengatur sektor usaha atau industri saja. Pembentukan
perusahaan grup disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada
suatu sektor usaha atau industri untuk menghindari pembatasan yang
dipersyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang dimaksud antara lain
a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas mengatur dua
ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk
menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana
yang dimaksud, kecuali kegiatan usaha tersebut dijalankan melalui
konstruksi perusahaan grup. Ketentuan escape claused pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :
(1) Larangan bagi suatu badan usaha untuk menjalankan kegiatan
usaha hulu dan hilir migas secara bersamaan, kecuali dibentuk
badan hukum terpisah, antara lain secara holding company.
35
(2) Pembatasan pengusahaan wilayah kerja migas.45 Dalam hal
badan usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus
dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah
kerja.46
b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 memuat ketentuan mengenai
escape claused yang berimplikasi pada terbentuknya bank holding
company. Tujuan pembentukan bank holding company
47
b. Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi
perusahaan grup.
adalah
membentuk suatu badan hukum yang dibentuk atau dimiliki oleh
pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasikan dan
mengendalikan secara langsung aktivitas bank-bank yang
merupakan anak perusahaannya.
Suatu perusahaan atau perusahaan grup melakukan ekspansi usaha
atau memperkuat posisi strategis di pasar dengan melakukan integrasi
vertikal/horizontal atau diversifikasi usaha yang bekerja sama dengan
perusahaan lain, baik melalui pengambilalihan saham, kerja sama operasi,
serta joint venture maupun mengalokasikan sebagian kegiatan usaha
melalui pendirian anak perusahaan atau pemisahan usaha.
45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 1. 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 2. 47 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006, Pasal 1 Angka (4).
36
2. Pembentukan perusahaan grup
Proses pembentukan perusahaan grup dapat dilakukan melalui dua proses
sebagai berikut :48
a. Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali
terhadap input (backward) dan output (forward), ataupun keduanya.
Melalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan
proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi.
Sementara itu, integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk
meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara
menggabungkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri
yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan melalui merger dan
akuisisi.
b. Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional
dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang
berbeda dengan pasar yang berbeda. Ada dua jenis diversifikasi, yaitu
diversifikasi terkait (consentric) atau diversifikasi dalam industri yang
berbeda, tetapi salah satunya berkaitan dengan suatu cara operasional
perusahaan yang masih berlangsung, serta diversifikasi tidak terkait atau
diversifikasi ke dalam industri yang sama sekali berbeda.
48 Ibid., hlm. 71-72.
37
Sementara itu, pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui
tiga prosedur yaitu :49
a. Prosedur residu. Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai
dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut
telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari
perusahaan asal yang berubah menjadi perusahaan induk, yang memegang
saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan
lainnya jika ada.
b. Prosedur penuh. Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya
tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi
masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan
saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan
holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari
perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan
mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan holding ini dapat berupa :
1) dibentuk perusahaan baru;
2) diambil salah satu dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam
kepemilikan yang sama atau berhubungan;
3) diakuisisi perusahaan yang lain sudah terlebih dahulu ada, tetapi
dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak ada mempunyai
keterkaitan satu sama lain.
49 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisinis Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005) (selanjutnya disebut Munir Fuady 2), hlm. 84-89.
38
c. Prosedur terprogram. Adakalanya, sudah sejak pelaku bisnis telah sadar
akan pentingnya perusahaan holding, sehingga dari awal, para pelaku
bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding.
Karenanya, perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grup nya adalah
perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan
dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding
sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain
sebagai partner bisnis. Maka, jumlah perusahaan baru sebagai anak
perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan
perekembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.
3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding
Pihak pemegang saham pada dasarnya adalah pemilik dari perseroan
tersebut, maka banyak hak yang oleh hukum diberikan kepada pemegang saham.
Akan tetapi, yang terpenting diantaranya adalah hak-hak sebagai berikut :50
a. Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
b. Hak untuk menerima dividen;
c. Hak untuk menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.
Prinsip tanggung jawab badan hukum yang mandiri juga dapat diterobos
dengan adanya ikatan-ikatan kontrak, yang memang dimaksudkan sebagai
terobosan. Kontrak-kontrak tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian,
yaitu :51
50 Munir Fuady 2, Op.Cit., hlm. 40. 51 Ibid., hlm. 129.
39
a. Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat
kebendaan
Perusahaan holding dapat melakukan kontrak-kontrak yang bersifat
kebendaan dalam hubungan dengan kegiatan anak perusahaan, sehingga tanggung
jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai batas-
batas tertentu dapat dibebankan kepada perusahaan holding. Hal ini dapat terjadi
misalnya dalam hal aset-aset dari perusahaan holding yang ikut menjadi collateral
terhadap utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan.
Ikatan kontraktual bersifat kebendaan yang dilakukan oleh perusahaan
holding terhadap bisnis anak perusahaan, dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk
sebagai berikut :52
1) Saham-saham anak perusahaan yang dipegang oleh perusahaan holding digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga.
2) Saham-saham perusahaan lain tetapi masih dalam satu perusahaan grup yang sama, saham-saham mana dimiliki oleh perusahaan holding, kemudian digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang anak perusahaan.
3) Aset-aset perusahaan holding yang dijaminkan ke kreditur karena utang yang diambil oleh anak perusahaan, lewat bentuk-bentuk jaminan utang seperti gadai, hipotik, ataupun fidusia.
b. Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat
personal
Kontrak ini dilakukan perusahaan holding terhadap anak perusahaan
untuk menjamin utang-utang anak perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara corporate guarantee, personal guarantee, atau garansi terbatas.
Corporate guarantee, perusahaan holding bertujuan untuk menjamin utang-
52 Ibid., hlm. 130.
40
utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga. Personal guarantee, dapat
disebut bahwa pemilik grup konglomerat merupakan pemegang saham pada
perusahaan holding, akan tetapi personal guarantee ini bertujuan untuk
menjamin utang-utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga.53 Garansi
terbatas, dalam praktiknya bahwa perusahaan holding maupun pemilik grup
usaha konglomerat tidak mau mengambil resiko dengan mempertaruhkan
seluruh harta bendanya yang dimiliki oleh grup usaha konglomerat maupun
oleh pribadi konglomerat tersebut.54
Holding company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan
merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta
mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara
keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya. Fenomena
holding company dapat dilihat dari banyaknya badan usaha baik swasta maupun
Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang membentuk
holding. Bentuk holding company memiliki beberapa keuntungan. Jika dilihat dari
sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan mengevaluasi
dan memilih portofolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang ditanamkan,
optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan perencanaan
pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi non finansial terdapat
sederet manfaat. Bentuk holding company memungkinkan perusahaan
membangun, mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta
mengkoordinasikan aktivitas dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga
53 Ibid., hlm. 131. 54 Ibid., hlm. 132.
41
menjamin, mendorong, serta memfasilitasi perusahaan induk, anak-anak
perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan kinerja. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah membangun sinergi diantara perusahaan yang tergabung dalam
holding company serta memberikan support demi terciptanya efisiensi. Dari sisi
kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan individual ke dalam
sistem.55
a. Kemandirian resiko
Keuntungan yang diperoleh apabila suatu badan usaha membentuk perusahaan
holding adalah sebagai berikut :
Setiap kewajiban, resiko, dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak
perusahaan tidak dapat dibebankan kepada anak perusahaan yang lain,
walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut masih dalam suatu
grup usaha, atau dimiliki oleh pihak yang sama.
b. Hak pengawasan yang lebih besar
Perusahaan holding, dalam praktiknya dapat melakukan pengawasan atau
kontrol yang lebih mudah dan efektif, sehingga ikatan grup nya lebih
mudah diawasi.
c. Operasional yang lebih efisien
Anak perusahaan dengan induk perusahaan dalam perusahaan holding
dapat saling bekerja sama dan saling berkoordinasi. Misalnya dalam hal
promosi bersama, pelatihan bersama, pemanfaatan sumber daya manusia.
55 www.jakarta.consulting.com/publications/articles/holding/holding-company-2 (diakses tanggal 13 Juni 2015).
42
Selain itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak overlapping,
sehingga dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.
d. Kemudahan sumber modal
Kemungkinan anak perusahaan untuk mendapatkan modal atau dana
relatif besar dari pihak ketiga induk perusahaan. Sebagai perusahaan yang
belum terlalu dikenal, anak perusahaan bisa mendapatkan kontrak dan
pinjaman karena induk perusahaannya sudah dikenal dan dipercaya oleh
pihak investor.
e. Keakuratan keputusan yang diambil
Keputusan yang diambil secara sentral oleh perusahaan holding memiliki
tingkat akurasi yang terjamin dan lebih prospektif, karena dari segi kinerja,
perusahaan induk dianggap mampu memimpin dan mengonsolidasikan
anak-anak perusahaannya.
H. Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi Perusahaan
Grup di Indonesia.
1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi
Kesatuan induk dan anak perusahaan berlaku baik terhadap grup investasi
maupun grup manajemen. Jika melalui pendekatan secara ekonomi suatu
kelompok perusahaan dianggap merupakan suatu kesatuan, maka lain hal nya
apabila ditinjau dari segi hukum. Jika melalui pendekatan ilmu hukum diajarkan
bahwa sebagai badan hukum, masing-masing induk dan anak perusahaan
berkedudukan terpisah satu sama lain. Apabila dicari hubungan antara satu anak
43
perusahaan dengan perusahaan lainnya, ataupun perusahaan holding, hubungan
yang terjadi adalah lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para
pemegang sahamnya yakni dalam hal RUPS yang secara yuridis mempunyai
kedudukan dan menentukan dalam suatu perusahaan.56 Dengan demikian jelaslah
bahwa pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara perusahaan-perusahaan
dalam suatu grup konglomerat ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi
hukum. Di satu sisi, pendekatan secara ekonomi lebih dilatarbelakangi dan
didasari oleh kebutuhan dalam praktik bisnis, jadi lebih praktis dan pragmatis,
sementara pendekatan yuridis lebih bersifat konvensional, sehingga lebih
teoritis.57
Fenomena yang ada dalam dunia bisnis, bahwa perusahaan grup
konglomerat cenderung dianggap merupakan suatu kesatuan ekonomi, maka
dalam prakteknya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-
batas kemandirian badan hukum anak perusahaan maupun perusahaan holding.
Sebagai konsekuensi logis, berkembanglah teori hukum tentang :
58
a. Ikut ditariknya induk perusahaan, maupun anak perusahaan lain dalam
suatu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak
perusahaan.
b. Berwenangnya pihak perusahaan holding dalam batas-batas tertentu untuk
mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.
56 Ibid., hlm. 134. 57 Ibid., hlm. 135. 58 Ibid., hlm. 136.
44
Dengan demikian, ikut campurnya perusahaan holding ke dalam bisnis anak
perusahaan dapat dilakukan lewat sarana-sarana yuridis yang konvensional, yaitu
secara organik (penunjukan organ perusahaan), atau secara kontraktual, maka
dalam batas-batas tertentu hukum harus pula mentolerir ikut campurnya
perusahaan holding tersebut secara non konvensional.59
2. Kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan
Sektor hukum memainkan peranan penting untuk menjaga keseimbangan
antara kepentingan induk perusahaan untuk ikut campur ke dalam dunia bisnis
perusahaan dengan kepentingan anak perusahaan dan/atau pihak ketiga untuk
membebankan tanggung jawab hukum tertentu kepada induk perusahaan.
Keterkaitan induk dan anak perusahaan tidak menghapuskan pengakuan
yuridis terhadap induk atau anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.
Ketekaitan induk dan anak perusahaan menciptakan kontradiksi antara bentuk
jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi.
Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara
khusus mengenai perusahaan grup menyebabkan induk dan anak perusahaan
masih diberlakukan sebagaimana status badan hukum masing-masing induk atau
anak perusahaan. Bagi induk dan anak perusahaan yang berbentuk perseroan
terbatas, hukum perseroan memperlakukan keterkaitan induk dan anak perusahaan
sebagai hubungan khusus yang terjadi di antara perseroan-perseroan tunggal.
Dengan demikian, tergabungnya induk dan anak perusahaan dalam konstruksi
perusahaan grup tidaklah menghapuskan status badan hukum induk dan anak
59 Ibid., hlm. 137.
45
perusahaan. Status badan hukum perseroan tetap sebagai subjek hukum mandiri
atau separate legal entity.
Perseroan terbatas memiliki kemandirian terlepas dari orang perorang
yang berada dalam perseroan tersebut. Perseroan memiliki kemandirian yuridis
untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, sehingga keuntungan yang diperoleh
dianggap sebagai hak dan kekayaan perseroan itu sendiri, sedangkan utang dan
kerugian dianggap sebagai beban perseroan itu sendiri.
Latar belakang penerapan prinsip kemandirian suatu perseroan meliputi
relasi internal dan eksternal sebagai berikut :60
a. Hubungan internal perseroan
Hubungan internal perseroan menyangkut distribusi kekuasaan dari pihak-
pihak yang memegang kekuasaaan pengambilan keputusan dalam perseroan.
Perseroan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bertindak
sebagai badan hukum yang mandiri ; dan
b. Hubungan eksternal perseroan
Hubungan eksternal perseroan menyangkut distibusi tanggung jawab
hukum dari pihak-pihak yang menjalankan tanggung jawab atas konsekuensi dari
perbuatan hukum perseroan. Perseroan merupakan subjek hukum yang memiliki
tanggung jawab hukum atas segala resiko dan biaya yang timbul dari kegiatan
bisnis nya, sedangkan pemegang saham dijamin dengan limited liability, atau
tanggung jawab terbatas pada saham yang dimilikinya.
60 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia, selanjutnya disebut Sulistiowati 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013), hlm. 29.
46
3. Keterkaitan induk dan anak perusahaan
Perkembangan dan dominasi dominasi perusahaan grup dalam kegiatan
bisnis di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari legitimasi peraturan perundang-
undangan. UUPT telah memberikan legitimasi kepada suatu perseroan untuk
memiliki saham pada perseroan lain. Perusahaan memiliki berbagai macam cara
untuk menciptakan keterkaitan di antara anggota perusahaan grup, baik melalui
kontrak, kepemilikan saham, ataupun kendali dalam penempatan direksi.
Keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham ini menjadi alasan
keberadaan bagi lahirnya keterkaitan antara induk dan anak perusahaan, baik
melalui pendirian perseroan, pengambilalihan saham, pemisahan usaha, maupun
joint venture.
Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain melahirkan
keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan dapat
menggunakan hak suara dalam RUPS anak perusahaan, mengangkat anggota
direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan, ataupun mengalihkan
pengendalian terhadap anak perusahaan kepada perseroan lain melalui kontrak
pengendalian.
Keterkaitan antara induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi
perusahaan kelompok disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini :61
a. Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan
Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan
memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai
61 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.96-97.
47
pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan
manajemen. Salah satu fungsi kepemilikan saham induk perusahaan pada anak
perusahaan adalah zeggenschapsfunctie. Zeggenschapsfunctie dari kepemilikan
saham pada anak perusahaan memberikan hak suara kepada induk perusahaan
untuk mengendalikan anak perusahaan melalui berbagai mekanisme pengendalian
yang ada, seperti Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS)
untuk mendukung beleggingsfunctie dari konstruksi perusahaan grup sebagai
kesatuan ekonomi.
Dengan menggunakan prinsip one share one vote, sebagaimana terdapat
pada Pasal 84 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa setiap saham yang
dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
Kepemilikan lebih besar dari 50% (lima puluh persen) saham anak perusahaan
memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang lebih besar
kepada induk perusahaan dibandingkan pemegang saham lainnya, sehingga induk
perusahaan dapat mengarahkan jalannya Rapat Umum Pemegang Saham.
Control threshold ini berlaku apabila tidak ada ketentuan lain dalam
anggaran dasar perseroan yang digunakan untuk menentukan pihak yang menjadi
pemegang saham pengendali. Induk perusahaan akan mengonsolidasikan anak-
anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan,
apabila kepemilikan saham induk perusahaan baik langsung atau tidak langsung
pada anak-anak perusahaannya adalah di atas 50% (lima puluh persen) jumlah
saham anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat
ditimbulkan dari keterkaitan saham, atau kepemilikan saham dari anak perusahaan
48
oleh induk perusahaan biasanya menggunakan control threshold kepemilikan
lebih dari 50% (lima puluh persen) saham pada anak perusahaan, sehingga induk
perusahaan sebagai pimpinan sentral dapat mengendalikan dan mengoordinasikan
anak perusahaan.
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak
perusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan.62
c. Penempatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan
Dalam RUPS anak
perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal strategis yang dapat
mendukung pencapaian tujuan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi, antara
lain melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam bentuk business
plan selama lima tahun yang dikenal sebagai rencana strategis. Dalam rencana
strategis ini, direksi induk perusahaan menetapkan kebijakan dasar perusahaan
yang terdiri dari visi, misi, budaya, sasaran, serta strategi perusahaan. Kebijakan
dasar induk perusahaan ini diikuti oleh semua anak perusahaan dalam menyusun
perencanaan masing-masing.
Melalui kepemilikan atas saham anak perusahaan, induk perusahaan
memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan
komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau komisaris anak
perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada anak-anak
perusahaan merupakan bentuk pengendalian operasional secara tidak langsung.
62 Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan menyebabkan induk perusahaan memiliki hak suara dalam RUPS anak perusahaan. Induk perusahaan dapat mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap sebagai anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan sehingga menciptakan keterkaitan kepemimpinan.
49
Dengan fungsi pengendalian tersebut, induk perusahaan dapat mengetahui
perkembangan kegiatan usaha dari masing-masing anak perusahaan. Penempatan
direksi atau komisaris pada anak perusahaan merupakan bentuk pengintegrasian
pengurusan anak perusahaan yang menjadi bagian dari strategi perusahaan grup
sebagai kesatuan ekonomi. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat
lebih efektif, karena direksi/komisaris yang ditempatkan dianggap memahami
kepentingan bisnis perusahaan grup, sehingga pengurusan anak perusahaan
sehari-hari tidak melenceng dari kepentingan perusahaan sebagai kesatuan
ekonomi.
Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup
dapat disebabkan oleh keterkaitan melalui Perjanjian Hak Bersuara dan
keterkaitan melalui kontrak. Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat
terjadi karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham
pendiri yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris
ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri. Sementara itu, keterkaitan
melalui kontrak dapat dilakukan ketika suatu perseroan menyerahkan kendali atas
manajemen kepada perseroan lain melalui Perjanjian Pengelolaan Perusahaan.
d. Keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara
Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat terjadi karena
perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham pendiri, yang
menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh
salah satu pemegang saham pendiri. Perjanjian semacam ini terjadi pada