41
14 BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori tentang Piring Nazar sebagai wadah melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa bagian. Bagian yang pertama adalah Pendidikan Agama Kristen secara umum, berbagai pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga dan fondasi Pendidikan Agama Kristen. Bagian yang kedua mengenai pelaksanaan sosialisasi, pendekatan atau proses sosialisasi dan edukasi dalam keluarga serta bagian yang terakhir adalah tentang Piring Nazar. 2.1 Piring Nazar sebagai wadah PAK Berikut akan dijelaskan mengenai konsep-konsep Pendidikan Agama Kristen. 2.1.1 Pendidikan Agama Kristen 2.1.1.1 Pendidikan Definisi Pendidikan Agama Kristen dapat dimulai dengan melihat definisi dari pendidikan, yakni : Cremin mendefinisikan pendidikan dengan usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekan-kepekaan juga setiap akibat dari usaha itu 19 . Pendidikan yang difenisikan oleh Cremin mengarahakan kepada menjadikan manusia sebagai pribadi yang utuh. Sedangkan Whitehead melilat pendidikan dengan lebih sederhana yaitu suatu bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan 20 . 19 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 29. 20 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 30.

BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

14

BAB II

PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori tentang Piring Nazar sebagai wadah

melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa bagian. Bagian yang

pertama adalah Pendidikan Agama Kristen secara umum, berbagai pendekatan dalam Pendidikan

Agama Kristen, Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga dan fondasi Pendidikan Agama

Kristen. Bagian yang kedua mengenai pelaksanaan sosialisasi, pendekatan atau proses

sosialisasi dan edukasi dalam keluarga serta bagian yang terakhir adalah tentang Piring Nazar.

2.1 Piring Nazar sebagai wadah PAK

Berikut akan dijelaskan mengenai konsep-konsep Pendidikan Agama Kristen.

2.1.1 Pendidikan Agama Kristen

2.1.1.1 Pendidikan

Definisi Pendidikan Agama Kristen dapat dimulai dengan melihat definisi dari

pendidikan, yakni :

Cremin mendefinisikan pendidikan dengan usaha sengaja, sistematis, dan terus

menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap,

nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekan-kepekaan juga setiap akibat dari usaha itu19

.

Pendidikan yang difenisikan oleh Cremin mengarahakan kepada menjadikan manusia

sebagai pribadi yang utuh. Sedangkan Whitehead melilat pendidikan dengan lebih

sederhana yaitu suatu bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan20

.

19

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 29. 20

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 30.

Page 2: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

15

Kemudian pendidikan dilihat dari persepktif kebudayaan oleh Bernard Bailyn yaitu seluruh

proses dimana budaya menyampaikan pesan-pesannya kepada berbagai generasi21

.

Sementara itu, Groome tidak memberikan defenisi tentang pendidikan tetapi ia melihat hal

lain dari pendidikan yaitu hakikat dari pendidikan adalah suatu kegiatan politis yakni

pendidikan akan membawa manusia untuk melihat warisan masa lampau dan dapat

digunakan secara kreatif untuk melewati masa kini dan menuju pada masa depan22

.

Secara sederhana dapat diungkapkan bahwa pendidikan adalah suatu tindakan atau

bimbingan yang dilakukan dengan sengaja, sistematis dan terus menerus untuk

menyampaikan pengetahuan dan juga seni kehidupan kepada generasi selanjutnya. Dalam

melakukan proses pendidikan ini, pendidik juga perlu menydari bahwa orang yang

didiknya akan membawa atau mewarisi warisan masa lampau dan dapat digunakan pada

masa kini untuk menuju pada masa yang akan datang sehingga seorang pendidik harus tahu

betul apa yang menjadi kebutuhan anak didiknya disetiap perkebangan zaman.

2.1.1.2 Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan ada berbagai jenisnya, sehingga Groome menyebut bahwa pendidikan

yang bersifat baik bersifat keagamaan dan pendapat dari Groome ini dilengkapi oleh

pendapat dari Nuhamara yang memberikan penjelasan tentang istilah pendidikan agamawi,

khususnya agama Kristen adalah bahwa pendidikan agamawi itu dilakukan oleh

persekutuan iman Kristen (orang Kristen) dari perspektif agama Kristen23

.

21

Pazmino, Fondasi Pendidikan Agama Kristen, 230. 22

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 31 23

Daniel Nuhamara. Pembimbing PAK pendidikan Agama Kristen (Jawa Barat: Jurnal Info Media,

2007), 23-25.

Page 3: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

16

Dalam bukunya Nuhamara juga menambahkan tentang elemen-elemen yang ada

dalam Pendidikan Agama Kristen, yang berbeda dengan pendidikan lainnya:

Pertama, harus dikatakan bahwa PAK itu adalah suatu usaha pendidikan. Oleh karena

itu, merupakan usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambunagn, apapun

bentuknya. Kedua, PAK merupakan dimensi yang khusus yakni dalam dimensi

religius manusia. Ketiga, PAK menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan

tugas pendidikan agamawi, yakni persekutuan iman Kristen. Keempat, PAK sebagai

usaha pendidikan bagaimanapun juga memiliki hakikat politis. Karena itu PAK juga

turut berpartisipasi dalam hakikat politik pendidikan secara umum. Artinya PAK tidak

hanya ada interverensi dalam kehdiupan individual seseorang di bidang kerohanian

saja, tetapi juga mempengaruhi cara dan sikap mereka ketika menjalani kehidupan

dalam konteks masyarakatnya.

Ada beberpa defenisi yang diberikan oleh para ahli dianataranya, Harianto

mendefiniskan Pendidikan Agama Kristen dengan usaha sadar dan terencana untuk

meletakkan dasar Yesus Kristus dalam pertumbuhan iman Kristen dengan cara

mewujudkan suasana belalajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, yaitu

pengendalian diri, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat24

.

Namun ada penekanan lain yang disampaikan oleh Groome bahwa Pendidikan Agama

Kristen adalah pencarian yang transenden namun jauh melebihi komunitas atau tradisi

yang dimiliki25

. Penekanan yang dberikan oleh Groome ingin menunjukkan bahwa tidak

ada satu tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat melakukan Pendidikan Agama

Kristen, melainkan dimana saja seseorang bisa belajar dan menemukan yang transenden.

Sehingga Pendidikan Agama Kristen juga didefinisikan dengan suatu usaha yang

dilakukan untuk membawa anak didik dalam pengenalan kepada Tuhan Yesus dan

24

Harianto. Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini (Yogyakarta: ANDI,

2012), 52. 25

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 36.

Page 4: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

17

menjadikan mereka yang belajar memiliki sikap seperti Tuhan dalam kehidupan bersama

dimanapun mereka berada.

2.1.1.3 Tujuan Pendidikan Agama Kristen

Ketika kita akan membahas tentang tujuan, maka perlu diperhatikan bahwa kata

tujuan itu sendiri memiliki arti yang beragam. Nuhamara membagi pengertian dari tujuan

itu atas 3 bagian yaitu aims, goals dan objectives26

. Aims adalah tujuan yang diusahakan

untuk dicapai pada akhirnya. Goals adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu

tertentu. Objectives adalah tujuan yang hendak dicapai dalam satu proses belajar-mengajar

dalam satu kali tatap muka. Tujuan yang akan dicapai dari sebuah pendidikan agama

Kristen adalah aims. Ada berbagai macam tujuan akhir (aims) yang dirumuskan oleh

beberapa ahli yaitu;

James Smart merumuskan tujuan akhir dari pendidikan agama Kristen adalah

Allah dapat bekerja dihati mereka yang diajar, untuk menjadikan mereka murid-murid

yang meyakinkan baik dengan kata-kata maupun perbuatan di tengah-tengah dunia27

.

Sedangkan Graendorf mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama Kristen antara lain

adalah untuk membimbing individu-individu pada semua tingkat perkembangannya,

dengan cara pendidikan kontemporer, menuju pengenalan serta rencana Allah dalam

Kristus melalui setiap aspek kehidupan dan juga untuk memperlengkapi mereka demi

pelayanan yang efektif28

. Marthaler melengkapi pendapat dari Smart dan Graendorf

26

Nuhamara, Pembimbing PAK, 29. 27

Ibid., 30. 28

Nuhamara, Pembimbing PAK, 31.

Page 5: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

18

dengan ada 3 tujuan dari pendidikan agama Kristen yaitu pertumbuhan iman, afiliasi

agamawi dan memerihara serta mewariskan suatu tradisi agamawi29

.

Dari perspektif lain yaitu komisi pendidikan agama Kristen dari dewan gereja-

gereja di Indonesia merumuskan tujuan pendidikan agama Kristen dengan kata-kata

sebagai berikut: mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah

yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang kedalam

suatu persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Semantara itu Gereja Kongregasional,

Evangelikal, dan Reformed menyebutkan tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk

membawa orang ke dalam persekutuan Kristen, membimbing dalam iman dan panggilan

Kristen supaya menerima pengampunan dan kekuatab bagi kehidupan baru dari Allah

dengan ucapan syukur dan ketaatan serta dimampukan bertumbuh secara matang sebagai

pribadi Kristen dan menajdi orang yang setia melaksanakan penggilan gereja30

.

Berdasarkan berbagai macam tujuan yang disampaikan dengan penekanan yang

berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir (aims) yang akan dicapai adalah

anak didik mendapatkan bimbingan sesuai dengan tingkat perkembangannya agar Allah

dan Roh Kudus dapat bekerja dalam hati mereka yang belajar sehingga mereka dapat

mengalami petumbuhan iman dan medapatkan kekuatan Allah dalam hidup bersekutu serta

dapat bersama-sama melaksanakan panggilan gereja.

2.1.1.4 Berbagai Pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen

29

Ibid., 124. 30

Harianto, Pendidikan Agama Kristen Dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini, 53.

Page 6: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

19

Daniel Nuhamara, Thomas Groome dan Harianto menjabarkan pendekatan

Pendidikan Agama Kristen dengan beberapa ahli dalam buku mereka masing - masing

yakni:

1. Pendekatan keluarga oleh Horace Bushnell (1802-1876)31

Bushnell mengemukakan teorinya tentang asuhan atau pendidikan Kristen sebagai

reaksi terhadap gerakan kebangunan rohani ( revivalisme) yang melanda Amerika.

Pandangan dari tokoh revivalist pada saat itu adalah kerusakan total manusia, maka anak-

anak tidak dapat bertumbuh dalam kehidupan iman Kristen, kecuali kalau mereka

mengalami peristiwa lahir baru (born again). Bushnell melihat bahwa anak-anak akan

menunggu waktu yang lama untuk menjadi lahir baru sehingga ia melihat bahwa mereka

memerlukan asuhan dan didikan sebagai orang Kristen sejaka awal. Asuhan tersebut dapat

berjalan apabila orang tua telah terlebih dahulu memiliki iman itu bagi dirinya sendiri; lalu

ajarkanlah itu kepada anak-anak dengan jalan memberi contoh kehidupan yang riil.

Menurut Bushnell karena keluarga adalah sumber utama pendidikan Kristen maka orang

tua harus bertanggung jawab menciptakan iklim yang benar-benar Kristen dalam keluarga

tersebut.

Penekanan yang diberikan oleh Bushnell dalam melakukan pendekatan dalam

Pendidikan Agama Kristen adalah dalam keluarga. Keluarga mengambil peranan yang

pertama untuk mengasuh dan mendidik anak-anak, karena keluarga akan memberikan

contoh kehidupan yang nyata.

2. Pendekatan sosialisasi oleh George Albert Coe (1862-1951)32

31

Nuhamara, Pembimbing PAK, 115. 32

Nuhamara, Pembimbing PAK, 117.

Page 7: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

20

Coe mengharapkan bahwa ketika seseorang sudah belajar tentang agama Kristen

maka seseorang tidak lagi membutuhkan pertobatan dalam dirinya. Coe sependapat dengan

Bushnell namun ia memiliki pemikiran bahwa keseluruhan jaringan sosial merupakan

pendidik utama. Ia percaya bahwa semua pendidikan seharusmya merupakan interaksi

sosial. Coe melihat bahwa interaksi sosial adalah inti dari pendidikan agama Kristen,

bukan hanya sebagai proses melainkan juga sebagai isi. Isi yang utama dari pendidikan

agama Kristen haruslah ditemukan dalam relasi-relasi dan interaksi-interaksi masa kini di

antara orang - orang.

Coe sependapat dengan Bushnell hanya saja Coe melihat jau lebih luas, menurutnya

semua jaringan sosial haruslah dilibatkan dalam Pendidikan Agama Kristen karena

interaksi sosial adalah bagaian yang penting.

3. Pendekatan Iman jemaat oleh Ellis Nelson33

Ketika pendekatan sosialiasai mulai lemah, Nelson mengemukakan bahwa perlu

adanya pemahaman yang lebih mendalam dari pada peranan dan kebutuhan sosialisasi

dalam proses pembentukan kepribadian Kristen. Nelson melihat sosialisasi dari

pertimbangan antropologi dari pada sosiologi oleh sebab itu Coe berpendapat bahwa

kebudayaan yang diwariskan dan dikomuniksaikan dalam suatu proses sosialisasi akan

membangun sebuah perspektif dalam hubungan dengan suatu pandangan dunia,

membentuk kata hati menurut sistem nilai tertentu, menciptakan suatu identitas diri, dari

hubungan sosial dengan kelompok sosial. Maka secara tidak langsung orang akan menjadi

Kristen dan hidup serta menyatakan dirinya sebagai orang Kristen.

33

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 174-175.

Page 8: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

21

Nelson memiliki penekanan yang berbeda jika dibandingkan dengan Bushnell dan

Coe. Ia menekankan pentingnya sosialisasi dalam komunitas iman. Komunitas Kristen

menajdi agen alamiah dalam mengkomunikasikan iman Kristen.

4. Pendekatan komunitas iman jemaat John Westherhoff III34

Kondisi gereja yang ada dalam paradigma “ sekolah-pengajaran” sudah tidak cocok

lagi dan harus diganti dengan “persekutuan iman-enkulturasi”. Pendidikan agama Kristen

pada akhirnya dapat berperan untuk membimbing orang kepada aksi sosial dalam

keterlibatan pada aktivitas politis untuk membaharui sistem ekonomi hingga keadilan dan

persamaan tercapai. Westherhoff III melihat bahwa gereja memiliki peranan dalam

melakukan hal ini, gereja perlu untuk mengambil peran dalam membimbing umatnya

untuk berpikir secara politis, sosial, ekonomis, teologis, dan etis. Gereja dapat menyatukan

antara liturgi dan belajar sehingga iman orang dewasa dapat ditransmisikan kepada anak-

anak.

Westherhoff memiliki pandangan yang sama dengan Coe yaitu ia mementingkan

adanya komunitsa iman dalam melakukan pendekatan Pendidikan Agama Kristen.

5. Pendekatan Sosialisasi Berard Marthaler35

Marthaler juga sependapat dengan ahli yang lainnya mengenai sosialisasi dalam

pendidikan agama Kristen, namun lebih menekankan pada pengembangan ide eklesia

(gereja) yakni bahwa seluruh persekutuan iman adalah yang mendidik, karena itu

34

Nuhamara, Pembimbing PAK, 122-123. 35

Nuhamara, Pembimbing PAK, 124.

Page 9: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

22

pendidikan agama Kristen harus dipahami dalam konteks misi seluruh gereja. Setiap insan

baik secara sadar atau tidak merupakan produk dari sosialisai.

6. Pendekatan satu tubuh oleh L.O Richards36

Pendekatan yang dipakai oleh Richards adalah gereja merupakan satu tubuh,

artinya bahwa ada hubungan yang organis antara para anggota satu sama lain. Selain itu

ada saling melayani, tergantung, dan saling menguatkan diantara mereka. Gereja sebagai

tubuh Kristus adalah suatu persekutuan iman dimana ada unit yang terkecil mulai dari

keluarga Kristen dan kemudian jemaat lokal. Baik kelaurga maupun adalah jemaat lokal

adalah persekutuan iman dan tubuh Kristus sehingga merupakan pendidik utama.

Berdasarkan tipe-tipe pendekatan yang dikemukakan oleh masing – masing ahli,

maka salah satu pendekatan yang paling efisien dan efektif adalah dengan menggunakan

pendekatana sosialisasi karena tidak dapat dihindari bahwa kepribadian seseorang dan juga

proses pendidikan hanya dapat berhasil jika dilakukan dengan proses sosialisasi, selain itu,

perlulah disadari bahwa agen primer dalam melakukan sosialisasi adalah kelauarga.

Seklipun Nelson dan Westherhoff mengatakan bahwa komunitas iman adalah yang penting

namun, perlu disadari bahwa sebelum terbentuknya komunitas iman, keluarga adalah

komunitas pertama yang terbentuk dan tugas selanjutnya adalah bagaimana mengubah

komunitas (keluaraga) menjadi komunitas iman kecil.

2.1.2 Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga

Sebelum ada pebahasan yang lebih tentang Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga

sebagai salah satu setting pendidikan, perlulah dilihat terlebih dahulu tentang keluarga, fungsi

dan peranannya.

36

Ibid., 125.

Page 10: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

23

1) Definisi Keluarga

Ada berbagai defenisi tentang keluarga. Menurut Budiyana Keluarga adalah dasar dari

masyarakat yang dapat dianalogikan seperti atom yakni sebgai unsur yang paling kecil dalam

pembentukan alam semesta37

. Keluarga kemudian diartikan sebagai batu penjuru. Sedangkan

J.P. Chaplin mendefenisiskan keluarga dengan38

:

Family is (1) a group individuals related by marriage or blood, typically including a

father, mother, and the children. (2) a group of person living in single household. (3) a

group of closely general that constitues a subdivision of an order. (4) a closely related

group, such as family of curve or language.

Dari kedua definisi sederhana ini dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unsur

terkecil yang memiliki latar belakang, asal usul yang sama dalam suatu masyarakat karena

dari kumpulan dari keluarga-keluarga akan membentuk masyarakat.

2) Fungsi Keluarga

Dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja tentunya keluarga memiliki fungsi-

fungsi khusus39

diantranya yang diungkapkan oleh yakni:

a. Fungsi Reproduksi

Menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi untuk meghasilkan anggota baru sebagai

penerus kehidupan manusia turun temurun.

b. Fungsi Pemeliharaan dan Perlindungan

37

Hardi Budiyana. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2011), 181. 38

Kristiana Tjandrarini. Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), 7. 39

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 19-21.

Page 11: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

24

Menjelaskan bahwa keluarga memberikan perlindunagn fisik, ekonomi dan psikis terhadap

anggotanya, sehingga perlindungan yang diberikan bisa dalam bentuk perlindungan

terhadap kebutuhan jasmani dan rohani.

c. Pendidikan

Menjelaskan bahwa pendidikan dalam keluaraga akan menajdi pendidikan dasar bagi

perkembangan anak berikutnya. Hal yang dipelajari oleh anak bersal dari apa yang

dilakukan oleh kedua orang tuanya.

d. Sosialisasi

Menjelaskan bahwa keluarga merupakan kelompok primer tempat pembentukan dan

inteenalisasi norma-norma. Tjandrarini menambahkan bahwa apa yang terjadi dalam

lingkungan keluarga menentukan apa yang akan dilakukan oleh anggotanya dalam

masyarakat.

Dari semua fungsi yang ada, tidak dapat dikatakan bahwa dalam keluarga memiliki

fungsi yang lebih penting sedangkan yang lain tidak begitu penting. Sebuah keluarga yang

sehat haruslah menjalankan semua fungsinya, jika ada satu saja fungsi yang tidak berjalan

maka keluarga tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga yang kurang sehat atau keluarga

tersebut memiliki masalah. Fungsi keluarga yang telah dijabarkan di atas akan sangat

membantu dalam melaksanakan proses Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga bagi anak-

anak.

3) Peranan Orang Tua

Page 12: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

25

Dalam kehidupan berkeluarga orang tua memiliki peranan yang penting dalam

membangun kepribadian anak, oleh sebab itu orang tua memiliki beberapa peranan40

diantaranya:

a. Pengajar/ pembimbing

Orang tua membantu anak mengembangkan keahlian baru dan meningkatkan kemampuan

yang telah dimiliki.

b. Pemimpin / penuntun

Orang tua memiliki tugas untuk membimbing anak dalam memasuki ranah kehidupan yang

baru yang mungkin saja penuh dengan resiko.

c. Pendamping / teman

Peran ini akan berkembang sejalan dengan perkembangan anak. Peran ini dapat dimulai

dengan melakukan aktivitas bersama-sama.

d. Konselor / sahabat karib

e. Pelindung / pembela

f. Pemberi nafkah/ pendukung

g. Menjadi teladan bagi anak/ pemberi suri teladan

Orang tua harus memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik, salah satunya adalah

kasih sayang kepada anak-anak. Kasih sayang dapat ditunjukkan secara fisik maupun lewat

kata-kata. Thompson mengatakan bahwa anak-anak belajar dari mengamati perilaku

bukan lewat perkataan atau nasihat41

.

40

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 31-36. 41

Marjorie Thompson. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2001), 13.

Page 13: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

26

Tentunya dalam kehidupan berkeluarga orang tua memiliki peranan yang cukup

besar. Ayah dan ibu harus bisa berperan layaknya seorang teman bagi anak-anak hingga

menjadi seorang pendidik. Dalam menjalankan peranya sebagai seorang pendidik, orang

tua harus tahu bahwa salah satu hal penting yang perlu dilakukan dalam pedidikan kepada

anak-anak adalah dengan memberikan Pendidikan Agama Kristen. Seperti yang sudah

disinggung sebelumnya bahwa salah satu tempat atau setting Pendidikan Agama Kristen

adalah Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan dalam keluarga, sehingga fungsi dan

peran keluarga atau orang tua harus benar-benar diperhatikan dan dilakukan.

4) Setting Pendidikan Agam Kristen

Setting PAK yang dimaksudkan adalah “dimana” Pendidikan Agama Kristen dapat

dilakukan. Nuhamara menegaskan bahwa dimanapun setting PAK, PAK sebagai usaha

pendidikan menaruh perhatian pada masalah pembentukan identitas pribadi yang Kristen.

John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah partisipasi individu dalam kesadaran

sosial42

. Mengapa setting PAK perlu diperhatikan? karena lingkungan sosial memiliki

pengaruh yang besar dalam pembentukan pribadi seorang. Penekanan mengenai kesadaran

sosial juga dilakukan oleh Thompson yang mengemukakan pendapat yang sama yaitu dengan

siapa kita secara akrab tinggal, berjuang, bermain, tampaknya memberikan dampak yang

paling mempengaruhi walaupun tidak disadari kita menemukan jati diri kita43

.

Ada berbagi macam setting PAK dan salah satu diantaranya adalah dalam keluarga.

Budiyana menegaskan tentang tujuan keluarga berdasarkan ajaran Kristen yakni a) Hubungan

dan persekutaun yang berpusat pada Allah, b) watak yang serupa dengan watak Allah, c)

42

Nuhamara, Pembimbing PAK, 51. 43

Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 11.

Page 14: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

27

pelayanan dan kegiatan kegiatan yang dikukuhkan oleh Allah sendiri, d) pengembangbiakan

baik jasmani maupun rohani, e) penguasaan rohani dan alami44

.

Apabila berbicara tentang PAK dalam keluarga serta melihat tujuannya maka

Nuhamara menyatakan bahwa pembicaraan tentang keluarga akan dikaitkan dengan peranan

orang tua dalam mengasuh anak-anak45

. Sejalan dengan ini Thompson menyatakan bahwa

keluarga melebihi konteks kehidupan apa pun, merupakan tempat dasar pembentukan paling

luas terutama bagi anak-anak46

. Nuhamara menambahkan bahwa ketika orang tua

mengajarkan kepada anak tentang iman Kristen maka mereka (orang tua) juga mengalami

pertumbuhan iman dalam dimensi tindakan47

. Landasan teologis mengenai hak dan kewajiban

orang tua tercatat dalam Ulangan 6 : 1-7 dan Amsal 1 : 8.

Ulangan 6 : 1-7 6:1. "Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan

kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu

pergi untuk mendudukinya, 6:2 supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut

akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang

kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. 6:3 Maka dengarlah, hai orang

Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi

sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di

suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. 6:4. Dengarlah, hai orang

Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! 6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu,

dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 6:7

haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan

membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam

perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Crains menyatakan bahwa dalam perikop ini ada tuntutan supaya Israel mengabdi

kepada Tuhan dengan kesetiaan yang total serta adanya pengakuan bahwa hanya ada satu

44

Budiyana, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, 185. 45

Nuhamara, Pembimbing PAK, 57. 46

Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 12. 47

Nuhamara, Pembimbing PAK, 57.

Page 15: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

28

Tuhan. Hal-hal inilah yang perlu diperhatikan oleh semua umat Israel dan haruslah ini

menjadi bagian penting dalam pembelajaran kepada anak-anak dalam keluarga48

.

Dalam perikop ini ada seruan untuk menjalankan apa yang menjadi tugas dan

tanggungjawab dari orang tua, yaitu memberikan ajaran kepada anak-anak hingga kepada

generasi penerus dari anak-anak tersebut. Hal penting yang ditekankan dalam perikop ini

adalah pengakuan akan pengabdian kepada Allah haruslah juga menjadi bagian dalam

pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anak di dalam rumah.

Amsal 1:8 Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan

ajaran ibumu.

Sinulingga menyatakan bahwa Amsal 1:8-19 adalah perikop yang bercerita tentang

peringatan guru hikmat kepada anak didiknya yang masih muda. Dari semua perikop ayat

yang ke 8 mengandung didikan yang paling sederhana. Dalam ayat ini mau disampaikan

bahwa otoritas untuk menyampaikan didikan hikmat sudah diberikan kepada orang tua. Ciri

utama dari ayat ini adalah perintah kepada anak untuk mendengarkan, menerima dan tidak

melupakan. Ada 3 kata yang perlu diperhatikan dalam ayat ini yaitu kata „didikan‟, „ajaran‟,

dan „janganlah menyia-nyiakan‟. Kata didikan memberikan makna bahwa apa yang dididik

oleh ayah adalah hal yang tegas untuk mendisiplinkan atau mengkoreksi anaknya dalam sikap

dan tingkah laku yang tidak benar. Kata ajaran mengandung makna yang lebih lembut yaitu

berupa dorongan yang sangat bermanfaat. Ajaran juga dapat diartikan dengan undang-undang

atau aturan yang penuh dengan kasih sayang. Sedangkan kata janganlah kau menyia-nyiakan

48

William Crain. Theories of Development concept and aplication (New Jersey: A Paramount

Communications Company Englewod Cliffs, 1992), 132-135.

Page 16: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

29

adalah bentuk kata negatif yang artinya janganlah engkau dengan sengaja meninggalkan atau

menyia-nyiakan. Dalam hal ini, jangan meninggalkan sesuatu yang bermanfaat49

.

Dalam ayat ini ingin dikatakan bahwa ketika orang tua baik itu ayah ataupun ibu

memberikan didikan dan ajaran kepada anak-anak tentang hal-hal yang baik dalam hal ini

yang dimaksud adalah Pendidikan Agama Kristen, maka anak-anak haruslah memperhatikan

ajaran tersebut karena apa yang diajarkan oleh orang tua adalah sesuatu yang bermanfaat.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik ajaran agama Kristen, keluarga

kemudian disebut sebagai jemaat atau gereja mini. Thompson menyebutkan bahwa keluarga

dapat disebut juga dengan istilah jemaat mini dengan alasan bahwa keluarga memiliki tugas

dalam pembentukan rohani. Tugas gereja sebagai pembentuk kerohanian jemaatnya

diharapkan juga dapat dilakukan dalam keluarga yang merupakan bagian kecil dari jemaat

suatu gereja, oleh sebab itu gereja disebut dengan gereja mini50

.

Lebih jauh lagi pembahasan tentang Gereja mini atau jemaat mini, Thompson

memakai istilah Domestic Church. Paus Paulus VI melihat tradisi kuno yang dihormati51

yaitu:

Altar pertama yang dipuja oleh orang-orang primitif adalah tungku perapian yang

menyala di tengah-tengah rumah tangga. Altar berikutnya adalah meja makan keluarga

dimana makanan dirayakan dan peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah keluarga

diperingati. Pendeta pria dan pendeta wanita pada upacara pertama ini adalah bapak dan

ibu di keluarga tersebut.

Hays memberikan pendapatnya tentang kelaurga sebagai gereja mini bahwa setiap

rumah memiliki suatu tempat sentral yang kudus untuk berdoa dan mengenang peristiwa-

49

Risnawati Sinulingga. Kitab Amsal 1-9 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2010), 96-101. 50

Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 16. 51

Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 16.

Page 17: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

30

peristiwa rohani dalam kehidupan sehari-hari52

. Kemudian Thompson menambahkan bahwa

gereja secara konsisten harus mampu mempertahankan pendidikan agama dalam keluarga,

dimana anak-anak mempunyai kemampuan untuk meniru orang tua mereka dan ikut serta

dalam peribadatan keluarga53

.

Agar dapat menerapkan fungsi keluarga sebagai gereja mini, maka Budiyana

menambahkan tentang sikap-sikap yang harus dimiliki54

yaitu:

(a) kejujuran, adanya suatu kesedidaan untuk saling membuka diri, (b) persahabatan,

suatu kesediaan agar dapat meluangkan waktu agar dapat bisa bersekutu, (c)

penundukan diri, suatu kesediaan untuk saling memberi respon yang semestinya dalam

hubungan dan wewenang yang dikukuhkan Allah, (d) loyalitas, kesediaan

menggunakan kekurangan masing-masing sebagai kesempatan untuk saling memberi

dukunagn, (e) kepercayaan dan respek, kersediaan untuk melepaskan satu dan yang lain

dari tuduhan-tuduhan, (f) kemantapan dan sambutan,kesediaan untuk menerima seperti

apa adanya.

Selain sebagai gereja mini, Thompson menambahkan bahwa keluarga perlu

dipersiapkan untuk menjadi tempat menyambut kehadiran Allah. Kehidupan bersama dalam

keluarga sebaiknya menjadi tempat penyambutan kehadiran Allah, oleh sebab itu setiap

keluarga perlu dipersiapkan. Keluarga perlu memiliki sebuah meja kecil yang berfungsi

seperti altar. Di atasnya diletakkan sebuah Alkitab dan sebatang lilin dan mungkin sebuah

patung Tuhan Yesus atau salib buatan sendiri55

. Untuk mengajarkan anak-anak dalam

keluarga maka tentunya orang tua harus memberikan contoh terlebih dahulu. Dalam

memberikan pengajaran kepada anak-anak maka, anak perlu melihat apa yang sedang

diajarkan oleh kedua orang tuanya, dalam hal ini adalah orang tua harus bisa memberikan alat

peraga yang terletak di atas meja tadi, misalnya dengan menggunakan sekeping uang logam

52

Idem. 53

Ibid., 18. 54

Budiyana. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, 197. 55

Thompson. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 68-69.

Page 18: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

31

(jika sedang membaca Lukas 15:8-10), mutiara tiruan atau kelereng sebagai pengganti

mutiara yang mahal (jika sedang membaca Matius 13:45-46). Ketika anak-anak melihat hal-

hal tersebut mereka bisa dengan mudah mengingat setiap pengajaran yang diberikan. Suatu

ritual keluarga bisa dilakukan dengan sederhana, seperti yang dilakukan di kalangan Yahudi

kuno, di mana minuman dan makanan diedarkan kepada semua anggota keluarga dan setiap

orang mengucap syukur atasnya. Aktivitas berdoa dan penyalaan lilin bisa mengubah doa atau

pembacaan Alkitab menjadi suatu ritual56

. Ibadah keluarga dapat dijadikan suatu ungkapan

penting untuk menyambut kehadiran Allah di tengah-tengah kehidupan rumah tangga. Hal

yang penting dalam ibadah rumah tangga adalah dilakukan secara teratur bukan tentang lama

atau tidaknya ibadah tersebut. Doa atau ibadah yang dilakukan secara teratur akan membantu

orang untuk mengingat kehadiran Tuhan dalam keluarga. Ide-ide untuk melakukan doa pagi

dan malam terlihat memberatkan, namun ada cara-cara sederhana untuk melakukannya,

terlebih lagi ketika anak-anak sudah beranjak remaja57

.

Dalam melakukan pendidikan dalam keluarga, ada kendala yang dihadapi oleh orang

dan salah satunya menurut Thompson adalah orang tua merasa tidak memiliki pemahaman

yang baik tentang pendidikan tersebut58

. Namun dalam tulisannya Nuhamara memberikan

hal-hal praktis yang dapat dilakukan agar orang tua mampu menciptakan atau menghadirkan

gereja mini tersebut dalam keluarga59

yakni;

Pertama, orang tua perlu menciptakan suatu iklim yang disebut “home” bagi anak-

anaknya dimana ada suasana kehangatan dan kasih serta penerimaan terhadap anak-

anaknya sebgaimana adanya. Hal ini akan membantu anak untuk percaya

56

Ibid., 69-70. 57

Thompson. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 70-71. 58

Ibid., 17. 59

Nuhamara. Pembimbing PAK pendidikan Agama Kristen, 65-66.

Page 19: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

32

(mempercayai) lingkungannya yang pada giliran akan lebih memudahkannya untuk

mempercayai bahwa Tuhan itu Mahakasih.

Kedua, dari hari kehari orang tua perlu menjadi model yang dapat dicontoh dalam

tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Kristen, baik dalam perlakuan terhdap

sesama anggota keluarga maupun terhadap orang-orang lain yang dapat dialami dan

diamati oleh sang anak.

Ketiga, orang tua mengusahakan kesempatan-kesempatan dimana kepercayaan dan

nilai-nilai Kristen diekspresikan, misalnya secra bersama-sama melakukan ibdah

keluarga dengan membaca Alkitab, berdoa, dan bernyanyi memuji Tuhan. semua hal

yang dilakukan belum tentu dapat diterima apabila ketika anak-anak belum memahami

semua hal yang dilakukan, namun dengan proses sosialisasi maka anak akan mampu

untuk menangkap.

Selain cara-cara yang sudah diungkapkan di atas, ada cara lain yang bisa digunakan

untuk membantu keluarga dalam membangun relasi dengan Tuhan yakni dengan mengadakan

komunikasi yang baik dengan Tuhan, mensyukuri dan menikmati semua kebaikan Tuhan

serta berserah total pada kehendakNya. Hal-hal teknis yang dapat dilakukan adalah dengan

doa bersama keluarga, saling mendoakan, ibadah bersama, dan ruang doa60

. Dalam sebuah

keluarga, alangkah baiknya jika memiliki sebuah ruang doa atau minimal membuat tempat

khusus untuk berdoa secara khusyuk. Ruang doa ini kemudian dapat menjadi simbol

kehadiran Allah dalam keluarga61

.

Menjadikan keluarga disebut sebagai gereja mini ataupuan mempersiapkan keluarga

untuk menyambut kehadiran Allah adalah ketika orang tua mampu menjalankan tugas

pembentukan rohani kepada anak-anaknya. Ada banya cara yang bisa dilakukan yaitu dengan

membuat sebuah mimbar keluarga yang berada dalam rumah. Namun untuk mendapatkan itu

semua tentu saja tidak mudah, ada banyak kendala yang dihadapi tetapi dalam tulisannya

Nuhamara sudah mencoba memberikan jalan keluarnya.

60

Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” Keuskupan Agung Semarang. Kursus

Persiapan Hidup Berkeluarga. (Jogjakarta:Kanisius, 2006), 37-38. 61

Ibid., 38.

Page 20: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

33

2.1.3 Fondasi Pendidikan Agama Kristen

Dalam melalukan Pendidikan Agama Kristen perlulah diperhatikan beberapa

fondasi yang dikemukakan oleh Pazmino yaitu fondasi alkitabiah, fondasi teologis, fondasi

filosofis, fondasi historis, fondasi sosiologis, fondasi psikologis dan fondasi kurikulum.

Fondasi Pendidikan Agama Kristen yang secara khusus akan dijabarkan adalah mengnai

Fondasi Sosiologis yang dikemukakan oleh Pazmino. Mengapa fondasi sosiologis perlu?

Berger dan Luckmann melihat bahwa semuanya berawal dari realita. Sedangkan sosiologi

akan menganalisis proses-proses yang olehnya realita dikonstruksi secara sosial. Tugas ini

pada akhirnya menjadi penting untuk dipertimbangkan oleh pendidikan Kristen karena

pendidikan pada dasarnya menekankan pada proses dan menghasilkan dan mendistribusikan

pengetahuan. Berger dan Luckmann menambahkan bahwa seorang pendidik Kristen berusaha

berbagi dengan peserta didiknya bukan hanya apa yang telah menjadi nyata bagi mereka,

tetapi juga apa yang ditetapkan sebagai realitas oleh komunitas Kristen selama berabad-

abad62

.

Pazmino menyatakan bahwa untuk mengerti proses pendidikan Kristen, seseorang

harus merujuk kepada budaya dan masyarakat. Fakta bahwa manusia hidup berdampingan

dengan kebudayaan tidak dapat dihindari. Tuhan menciptakan manusia dengan kapasitas

untuk menciptakan budaya dan membentuk masyarakat. Tanpa budaya, kekristenan adalah

sesuatu yang abstrak yang tidak berhubungan dengan kehidupan manusia63

.

Williams melihat hubungan antara pendidikan dan budaya yakni dalam kenyataannya

laju pendidikan jauh lebih lambat dari perkembangan budaya dan perubahan sosial sehingga

62

Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen, 229. 63

Ibid., 230.

Page 21: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

34

seorang pendidik harus berusaha untuk membuat pengajaran mereka tetap update dan relevan

dengan konteks budaya mereka supaya bisa terus memberi dampak bagi peserta didik yang

hidup dalam budaya tersebut64

. Namun Williams menambahkan bahwa manusia harus kritis

dalam melihat perubahan sosial dan budaya yang terjadi disekitar mereka sehingga tetap

mencerminkan kehendak Allah didalamnya. Ada banyak budaya dan masing-masing budaya

bisa diwujudkan dalam iman Kristen dengan cara yang memuliakan Tuhan. namun, budaya

dimana seseorang dilahirkan memberi mereka jendela untuk melihat dunia dan budaya ini

juga mampu untuk menjadi tembok yang mengisolasi dan memisahkan manusia65

.

Dengan demikian, maka para pendidik agama perlu untuk memperhatikan dan

memberi tekanan kepada bagaiman kebudayaan yang ada disekitar anak didik dapat

mempengaruhi pola pikir dan membentuk kepribadiannya. Kegunaan memperhatikan fondasi

sosiologis bagi seorang pendidik yakni ia bisa memakai kebudayaan setempat sebagai alat

atau sarana untuk memberikan Pendidikan Agama Kristen. Perlu adanya sebuah pengakuan

bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh orang di Indonesia telah ada jauh sebelum agama

Kristen menjadi salah satu agama yang sah di Indonesia, sehingga ketika seorang pendidik

agama mampu untuk memanfaatkan kebudayaan maka pendidikan agama yang dilakukan

jauh lebih mudah.

2.2 Sosialisasi

Ihromi mengatakan bahwa seseorang membutuhkan sosialisasi agar ia dapat hidup dan

bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana individu

64

Ibid., 231. 65

Ibid., 235.

Page 22: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

35

berada66

. Oleh karena itu, Vander Zande memberikan definisi sosialisasi yakni proses interaksi

sosial melalui mana kita mengenal cara-cara berpikir, berperasaan dan berperilaku sehingga

dapat berperan secara efektif dalam masyarakat67

. David Goslin menambahkan definisi

sosialisasi dengan proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan,

keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam

kelompok masyarakat68

. Dua definisi sosialisasi ini menunjukkan bahwa sosialisasi dilakukan

oleh seseorang dengan tujuan agar orang tersebut pada akhirnya dapat berbaur dan berguna

dalam masyarakat.

Selanjutnya, Groome berpendapat bahwa sosialisasi memiliki makna yang berbeda apabila

dilihat dari berbagai sudut pandang. Para psikolog memahami istilah sosialisasi sebagai

kesadaran jiwa individu yang muncul akibat interaksi sosial69

. Para sosiolog melihatnya sebagai

fenomena dari perspektif struktur-struktur sosial kontemporer dan menanyakan cara orang-orang

memahami diri mereka yang dengannya mereka melakukan tugas mereka dalam masyarakat.

Para Antropolog lebih memilih istilah enkulturasi dari pada sosialisasi yaitu menyelidiki proses

perspektif transmisi kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan

mempergunakan sistem simbol yang dipertahankan bersama.

Groome menambahkan bahwa melihat masalah pokok dari sosialisasi adalah identitas diri

yang berarti kesadaran yang stabil dan terus menerus yang kita miliki dari citra diri, pandangan

hidup dan sistem nilai. Dua hal lain yang masih berkaitan dengan ini adalah kebudayaan dan

masyarakat70

.

66

Ihromi. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 30. 67

Ibid., 31. 68

Ibid., 30. 69

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 160. 70

Ibid., 160-161.

Page 23: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

36

Sosialisasi adalah berhubungan dengan diri dan juga proses menurunkan sesuatu kepada

generasi selanjutnya. Sosialisai selalu erat kaitannya antara diri, lingkungan sosial yang dalam

hal ini adalah masyarakat dan juga kebudayaan yang ada dalam lingkungan atau masyarakat

tersebut. Groome juga menambahkan dalam tulisan yang dikutib oleh Nike Atmaja bahwa

sosialisasi mampu untuk membentuk identitas manusia Kristen, namun perlu juga diperhatikan

hubungan antara persekutuan dan konteks sosialnya dalam sebuah hubungan dialektika kritis,

dimana setiap hal yang dihasilkan dari proses sosialisasi perlu untuk diperhatikan kembali.

Tanpa adanya hubungan yang dilektis maka tidak ada pendorong kearah kedewasaan iman yang

mampu memberikan jawaban atas tugas panggilan Allah71

. Kesadaran kritis perlu untuk

diperhatikan dengan mempertimbangkan beberapa hal: (1) Transformasi perlu dilakukan

persekutuan Kristen merupakan kelompok kecil di tengah-tengah masyarakat yang pluralis

dalam agama dan ideologi. Anggota-anggota persekutuan Kristen juga menjadi anggota dari

macam-macam kelompok (etnis, daerah, partai politik, profesi, hobi). Macam-macam kelompok

ini akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan pandangan hidup dan nilai-nilai yang boleh jadi

bertentangan dengan identitas Kristen72

. (2) Pendidikan yang bersifat kritis-dialektis diperlukan

bagi pembaharuan gereja. Sosialisasi yang terjadi dalam kelompok, lebih menekankan pada

penyesuaian terhadap norma-norma kelompok serta lebih kepada menciptkan „status quo‟ dari

pada mendorong kepada perubahan73

. (3) Sosialisasi saja tidak cukup untuk membawa orang

pada kedewasaan iman. Apabila yang dipakai hganyalah kekuatan dari sosialisasi maka akan

menghasilkan orang Kristen yang mengikuti arus dan bangga dengan apa yang dicapai Amerika

71

Atmadja Hadinoto. Dialog dan Edukasi Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia (Jakarta :

BPK Gunung Mulia, 1990). 191. 72

Ibid., 191-192 73

Idem.

Page 24: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

37

sebagai „the chosen people’74

. Proses sosialisasi yang dilakukan harusah dibarengi dengan proses

edukasi agar tidak menciptakan generasi yang hanya meniru orang dewasa75

.

2.2.1 Proses Sosialisasi

Ada beberapa jenis proses sosialisasi menurut para ahli diantaranya adalah:

St. Vebrianto menjelaskan tentang proses sosiaslisasi76

sebagai berikut:

1. Proses sosialisasi adalah proses belajar yaitu suatu proses akomidasi dengan mana

individu menahan, mengubah implus-implus dalam dirinya dan mengambil alih cara

hidup atau kebudayaan masyarakatnya.

2. Dalam proses sosialisasi individu memperlajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai

dan tingkah laku dalam masyarakat dimana individu hidup.

3. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan

dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam masyarakat dimana individu hidup.

Kesimpulan yang dapat diambil dari proses ini adalah proses sosialisasi adalah cara

atau jalan bagi individu untuk belajar mengubah dirinya dengan belajar tentang cara hidup

ataupun kebudayaan yang dipelajari lewat masyarakat.

Sementara itu, Groome menjelaskan tentang proses sosialisasi77

, yakni:

1. Eksternalisasi

Manusia tidak dapat hidup hanya dengan dirinya sendiri, oleh sebab itu manusia

memiliki kebutuhan batiniah untuk keluar dari diri dan masuk dalam relasi. Ketika

74

Idem. 75

Ibid., 193. 76

Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 21-22. 77

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 162-165.

Page 25: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

38

melakukan eksternalisasi itu apa yang menjadi keinginan dan kemampuan kita masuk

dalam kolektivitas. Dari eksternalisasi bersama, kebudayaan-kebudayaan akan muncul.

2. Objektifikasi

Struktur sosial dan kebudayan yang merupakan hasil dari eksternalisasi yang akan

menciptakan batasan-batasan tertentu ketika manusia bertingkah laku. Semuanya akan

diatur dalam peraturan-peraturan yang masuk akal dan dari kedua hal ini akan

memunculkan ideologi. Ideologi ini akan membuat makna keluar dari dunia

sebagaimana adanya dan oleh karena itu melegitimasi dan membuat lingkungan sosial

atau budaya masuk akal. Cara orang memaknai ideologi kelompok mereka adalah

dengan memakai simbol-simbol, dimana bahasa adalah yang paling utama.

3. Internalisasi

Internalsisai adalah proses menjadikan pandangan dunia, sistem nilai dan pola bertindak

dari lingkungan sosial budaya menjadi milik sendiri. Proses sosialisasi ini membentuk

identitas diri oleh lingkungan dan juga pembentukan identitas Kristen dalam suatu

lingkungan sosial yang Kristen.

Kesimpulan dari proses ini adalah proses sosialiasai dimulai dari kesadaran bahwa

manusia membutuhkan orang lain, sehingga ia harus keluar dari dirinya sendiri dan masuk

dalam relasi. Dalam menjadlin relasi tersebut individu-individu akan menciptakan batasan-

batasan tertentu ketika manusia bertingkah laku dan pada akhirnya apa yang telah menjadi

kesepakatan bersama tersebut di pakai sebagai milik sendiri.

Page 26: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

39

Ihromi melihat ada 2 tahapan dalam proses sosialisasi78

yaitu:

1. Sosialisasi Primer, adalah sosialisai pertama yang dijalani individu semasa kecil,

melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi primer

dilakukan oleh keluarga.

2. Sosialisasi Sekunder, adalah proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang

telah disosialisasi kedalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya. Agen

sosialisasi sekunder adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerjaan dan

lingkungan yang lebih luas dari keluarga.

Sedangkan Richards menyebutkan bahwa dalam perjanjian lama proses sosialisasi terjadi

dalam pewarisan tradisi religius Yahudi. Anak-anak tidak saja berpartisipasi dalam kehidupan

ritual umat, tetapi juga mempunyai kesempatan meniru orang dewasa79

.

Proses sosialisasi membantu manusia untuk menemukan kelompoknya dan

membantunya mendapatkan identitasnya. Dalam proses sosialisasi ini sudah terlihat bahwa

keluarga yang merupakan agen primer dalam suatu masyarakat juga menjadi tempat anak-

anak atau individu mendapatkan sosialisasi primer.

Dalam melaksanakan proses sosialisasi, Hanum menawarkan 3 metode80

yang bisa

digunakan yakni:

1. Metode ganjaran dan hukuman; metode ini sama seperti memerikan hadiah kepada

mereka yang melakukan apa yang diperintahkan dan menghukum mereka yang tidak

mengikuti apa yang diperintahkan.

78

Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, 32. 79

Nuhamara. Pembimbing PAK,125. 80

Farida Hanum. Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta:Kanwa Publisher, 2011), 63-64.

Page 27: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

40

2. Metode Didactic Teaching; metode ini kebanyakan dilakukan disekolah yakni

diguanakan untuk mentransfer ilmu pengetahuan. Pembelajaran tentang keterampilan

juga dapat menggunakan metode ini dan juga tentang afeksi ( kecerdasan emosionald an

spiritual).

3. Metode Pemberian Contoh atau Keteladanan; biasanya ini diberikan dari orang dewasa

kepada anak-anak (yang belum dewasa). Dimulai pada masa anak-anak ketika proses

imitasi hingga proses identifikasi. Anak dapat memilah mana yang perlu untuk ditiru

dan mana yang tidak perlu untuk ditiru.

Masing-masing metode yang ditawarkan oleh Hanum, memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Berkaitan dengan tulisan ini, maka metode yang cocok untuk

digunakan adalah metode yang ke-3 yakni memberikan contoh dan teladan kepada anak-anak.

2.2.2 Sosialisasi dan Edukasi dalam Keluarga

Hadinoto mendefinisikan sosialisasi sebagai proses pendidikan yang berlaku wajar dan

dengan sendirinya, dimana orang tua meneruskan kebiasaan, nilai-nilai kepada anak-

anaknya81

. Sehingga ia menambahkan bahwa keluarga sebagai kelompok sosial terkecil,

mempunyai tugas menyiapkan anggotanya untuk dapat berhubungan secara sosial dengan

dunia luarnya. Pengalaman yang didapatkan pada masa kanak-kanak akan membantu anak

tumbuh sebagai orang dewasa yang dapat berperan dalam masyarakat. Seperti yang telah

disebutkan di atas bahwa apabila berbicara mengenai pendidikan dalam keluarga maka tidak

terlepas dari pendidikan kepada anak. Sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Hadinoto,

maka Nuhamara menegaskan kembali bahwa sosialisasi yang dilakukan pada masa kanak-

kanak jauh lebih kuat pengaruhnya dan disebut sebagai sosialisai primer. Sosialisasi yang

81

Hadinoto, Dialog dan Edukasi Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia, 184.

Page 28: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

41

dialami oleh anak- anak ini didapatkan lewat interaksinya dengan lingkungan sosial budaya82

.

Hadinoto lebih fokus melihat bahwa ada 2 nilai yang dapat diturunkan dari orang tua kepada

anak-anak yakni tata-krama dan kerukunan83

.

Para ahli mengatakan bahwa proses sosialisasi terjadi melalui observasi dan imitasi

terhadap tingkah laku model sosial (orang terdekat yaitu orang tua). Seseorang dapat

melakukan imitasi apabila ia memiliki kesempatan untuk mengamati orang tua, dimana orang

tua menyatakan tingkah laku maupun sistem kepercayaan dan sistem nilai yang melandasi

tingkah laku tersebut. Nuhamara menambahkan bahwa agar sosialisasi menjadi efektif, orang

tua harus menjadi panutan yang efektif bagi internalisasi sistem kepercayaan, nilai dan pola

tingkah laku kristiani84

.

Bentuk sosialisasi seperti apa yang dapat dilakukan dalam keluarga? Hadinoto

menyebutkan diantaranya adalah mengajak anak tiap hari minggu ke gereja, mengajar anak

menutup mata pada saat berdoa, dan melipat tangan untuk berdoa85

. Keluarga bukan saja

menjalankan tugas sosialisasi tetapi juga tugas mendidik. Hadinoto menambahkan bahwa

tugas mendidik dianggap sebagai tugas rutin yang hanya mengulang-ulang, mempertahankan

dan meneruskan ajaran gereja86

. Padahal dalam pendidikan bukan cuma usaha menanamkan,

meneruskan dan mempertahakan ajaran saja yang dikerjakan, namun juga usaha mengubah,

kalau perlu mengkoreksi yang salah dan membaharui manusia sehingga pada akhirnya tiba

pada kemandirian secara pribadi. Firet mengatakan bahwa dalam pendidikan agama Kristen,

82

Nuhamara. Pembimbing PAK, 61. 83

Hadinoto, Dialog dan Edukasi Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia, 10. 84

Nuhamara, Pembimbing PAK, 62. 85

Hadinoto, Dialog dan Edukasi Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia, 185. 86

Ibid., 183.

Page 29: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

42

perubahan melalui pendidikan dalam diri manusia adalah moment agogis dalam tindakan

pastoral yang bertujuan membawa manusia kepada fungsi iman yang mandiri87

.

Untuk menghadirkan pendidikan yang baik, orang tua haruslah langsung turun tangan

dalam mengajarkan kepada anak-anak. Seorang anak yang baru pertama kali belajar tentang

sesuatu tentunlah harus memiliki perjumpaan langsung dengan guru yang utama yaitu orang

tua.

2.2.3 Pengasuhan

Brooks melihat orang tua sebagai individu yang melakukan pengasuhan,

perlindungan, dan pembimbing dari bayi hingga dewasa. Dalam melakukan pengasuhan

sebenarnya orang tua sedang melakukan investasi dalam diri anak-anaknya seperti yang

dikutip oleh Brooks dari tulisan Dante dan Lynch tentang Transactional Model of Community

Violence and Child Maltreatment: Consequence for Child Development. Pengasuhan yang

diberikan oleh orang tua dapat dilakukan dalam 2 bentuk yakni secara langsung dan tidak

langsung. Pengasuhan langsung dapat dilakukan dengan memberikan perhatian dalam

interaksi secara langsung dengan anak yakni lewat makan bersama, bermain bersama dan

kegiatan lainnya yang dilakukan secara bersama-sama. Pengasuhan yang tidak langsung

adalah ketika orang tua memastikan bahwa anaknya masuk dalam sekolah yang tepat atau

sekolah yang baik, orang tua memastikan bahwa lingkungan bermain dan teman bermain dari

anaknya adalah lingkungan yang baik. Brooks menambahkan bahwa pengasuhan tidak dapat

terjadi apabila hanya dilakukan satu arah88

. Pengasuhan haruslah dilakukan secara dua arah

bahwa ada interaksi antara orang tua dan anak-anak.

87

Ibid., 184. 88

Jane Brooks. The Process of Parenting, (Yogyakarta: pustaka Pelajar, 2011), 10.

Page 30: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

43

Wright menjabarkan hal-hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam membimbing

atau mengasuh anak-anak. Dalam bukunya ia menyebutkan hal tersebut sebagai mitos-

mitos89

.

1. Keterlibatan penuh orang tua

Orang tua kadang menjadi sangat bersemangat untuk selalu terlibat dalam semua

kegiatan yang diliki oleh anak-anak. Orang tua berpikir bahwa ia harus juga turut serta

dalam apa yang dilakukan oleh anak-anak. Ketika orang tua terlalu terlibat aktif dalam

semua kegiatan anak-anak akan menjadikan orang tua kelelahan dan melewatkan

waktu-waktu berkualitas dengan anak-anak dan bahkan kehilangan waktu dalam

mendidik anak.

2. Tanggung jawab penuh orang tua

Banyak orang berpikir bahwa semua yang dialami oleh seorang anak maka sepenuhnya

adalah tanggung jawab dari orang tua. Ketika anak-anak berbuat salah maka orang tua

yang harus bertanggung jawab sepenuhnya. Setiap anak-anak memiliki kebebasan yang

sama dalam memilih untuk melakukan apa. Tugas dari orang tua dalam hal ini adalah

mengasihi mereka, mengasuh mereka dan menyediakan lingkungan yang positif serta

yang membantu perkembangan mereka.

3. Suka cita penuh orang tua

Menjadi orang tua tidak selalu menyenagkan. Ada hal-hal yang membuat peran sebagai

orang tua tidak selalu menyenangkan, yakni : ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan maka harga diri orang tua terancam, ketika anak

mengganggu jadwal mereka maka, mereka akan merasa tidak nyaman, orang tua kadang

merasa cemas dengan segala keputusan yang harus diambil, berbicara kepada anak-anak

89

Norman Wright. Menjadi Orang Tua yang Bijaksana (Yogyakarta : ANDI, 2009), 78-89.

Page 31: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

44

tidak sama seperti berbicara kepada orang dewasa sehingga orang tua harus

membahasakannya dengan baik serta menjadi orang trua artinya harus membatai semua

kegiatan-kegiatan.

Berdasarkan pendapat dari Brooks bahwa pengasuhan yang diberikan oleh orang tua

kepada anak-anak akan menjadi warisan atau investasi yang bersifat abadi karena anak akan

terus membawa hasil dari pengasuhan yang diterimanya kepada generasi selanjutnya bahkan

dapat dikatakan bahwa pengasuhan merupakan warisan yang tidak akan pernah habis dari

generasi ke generasi. Dengan demikian maka pentinglah bagi keluarga-keluarga untuk

melakukan pengasuhan bagi anak-anaknya. Ada juga hal-hal yang perlu diperhatikan yang -

anak dalam keluarga.

2.2.4 Mendidik Anak lewat upacara-upacara

Schaefer menerangkan peran dari sebuah upacara dan adat istiadat. Ada berbagai

macam upacara diantaranya adalah upacara keklaurgaan yang dilakukan dengan sengaja dan

teratur sesuai dengan aturan yang sudah direncanakan atau diadatkan. Upacara-upacara

tersebut akan membangkitkan perasaan kebersamaan, kegembiraan dan kesatuan. Keluarga

menggambarkan suatu cara yang tersendiri dari suatu keluarga untuk berkumpul dan membuat

kehidupan mereka berbeda dari keluarga lainnya. Upacara tersebut akan mempererat

hubungan dalam kelompok tersebut dan dalam hal ini adalah keluarga. Selain itu dapat

digunakan untuk memberitahukan dan semua harapan akan tingkah laku yang lebih matang

dari anak. Serta penggunaan upacara-upacara sebagai suatu teknik untuk mendorong anak-

anak memperoleh atau melakukan tingkah laku yang dikehendaki90

.

90

Charles Schaefer. Bagaimana Membina Hubungan Keluarga Yang Positif Dalam Mendidik

Anak (Jakarta, 1981), 19-20.

Page 32: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

45

Cara yang ditawarkan oleh Scaefer ini dapat dilakukan di Indonesia dengan melihat

kenyataan bahwa Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang dapat dijadikan sebagai

pilihan untuk melakukan pendidikan.

2.3 Piring Nazar sebagai Kebudayaan

Vriezen mengartikan nazar dengan sesuatu yang dibuat untuk menguatkan permintaan

atau untuk membujuk Yahwe memberikan apa yang diminta. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini

menuliskan bahwa nazar adalah kehendak melaksanakan suatu tindakan atau menjauhkan diri

dari suatu tindakan untuk memperoleh belas kasihan Allah atau dalam hal menyatakan

kegairahan atau penyerahan diri kepada Allah. Bernazar memiliki ikatan yang sama dengan

sumpah91

.

2.3.1 Sejarah munculnya tradisi “Piring Nazar”

“Piring Nazar” sering juga sisebut dengan sebutan Piring Misteer oleh beberapa orang

Maluku92

. Tradisi “Piring Nazar” tidak muncul begitu saja di tengah-tengah kehidupan

masyarakat Maluku. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan AL, ia menceritakan

tentang kisah yang pernah didengarnya dari kedua orang tua tentang asal mula munculnya

tradisi “Piring Nazar” dalam kehidupan bersama masyarakat kota Ambon. Tradisi “Piring

Nazar” pada awalnya bukanlah berasal dari sebuah tradisi Kristen, tetapi tradisi “Piring

Nazar” ini dimulai dari agama Tete-Nene Moyang. Pada zaman dahulu, ada seorang yang

bernama Tete Tanus. Tete Tanus adalah seorang yang memiliki kekuatan atau dalam

kesehariannya disebut dengan orang pintar. Tete Tanus memiliki kekuatan untuk

91

Vriezen. Agama Israel Kuno (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), 91. 92

Hasil wawancara dengan BP tanggal 19 september 2014

Page 33: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

46

menyembuhkan. Pada saat itu, sebagai tanda menjadi pengikut dari Tete Tanus, maka para

pengikutnya yang dalam hal ini adalah orang Ambon itu sendiri membuat apa yang disebut

dengan “Piring Nazar”, namun pada saat itu “Piring Nazar” yang mereka miliki hanyalah

sebuah piring biasa yang ditutup dengan kain. Alkitab pada saat itu belum digunakan karena

pada saat itu kekristenan belum masuk di Maluku. Di setiap rumah pasti memiliki “Piring

Nazar”, selain sebagai tanda dari komunitas pengikut Tete Tanus, mereka juga menggunakan

“Piring Nazar” untuk berdoa kepada Tete-Nene moyang agar Tete Tanus agar selalu diberikan

kekuatan untuk bisa menyembuhkan orang (masyarakat Ambon) yang sakit. Hingga agama

Kristen masuk ke Ambon dan mengubah tradisi “Piring Nazar” yang sebelumnya digunakan

untuk berdoa kepada Tete-Nene moyang untuk Tete Tanus, manjadi doa yang dipanjatkan

untuk Tuhan. Alkitabpun pada akhirnya diletakkan bersama-sama dengan “Piring Nazar”.

Data lain yang dapat ditemukan terkait dengan asal usul tradisi “Piring Nazar”93

adalah:

Behoundens lokale verschillen concentreerde deze religie zich op een opperwezen (op

Midden-en West-Ceram in die tijd aangeduid met namen als Opo Tata Pattoa,

Oepolaniet (Heer des Hemels) en Opoe Ama (Heer de Vader), de schepper van hemel en

aarde die het goed beloonde en kwade strafte, hetzij in het huidige hetzij in het

toekomstige leven. Zjin wil kon gekend worden door een mawe (ordalium). Daarnaast

kende ze nitu, de goede en kwade, aan het opperwezen ondergeschikte geesten, soms van

gestorven voorouders, soms onbekende, die men op allerlei wijzen gunstig trachtte te

stemmen. Nitu werden geacht vrij rond te bewegen of op bepaalde plaatsen of in

bepaalde voorwerpen of gebouwen te verblijven, zoals in de baileo (dorpshuizen, waarin

ook gesnelde koppen werden opgehangen). Men brandde voor hen wierook, stak kleine

offervlaggetjes van rood en wit linnen of katoen in de grond, en bracht nazar (offers) aan

de gestrovenen. Hiertoe plaatste men borden, kommetjes of schaaltjes (piring) met

munten, haarlokken, stukjes stof, veren, ringen, stenen, papiertjes met koran-teksten, een

betelnoot, een maisvrucht, een afgesneden oor, neus of vinger, een stukje van een

mensenhart of een sigaret onder bomen als de waringin, tussen takken, op of aan de voet

van grote stenen of rotsblokken (batu pemali), in boomholten, bij rivieren of op

bergpassen en op andere plaatsen die met een geest in verband stonden. Bepaalde nazar

werden ook als jimat (amulet) in de lendendoek geknoopt ter bescherming tegen kogels,

93

Chr. GF de Jong. Kerk, adat en theologie: Een korte geschiedenis van Amahi, een christelijke

negorij op Ceram. (1600-1935), 12.

Page 34: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

47

vijandelike speren en de klewang der koppensnellers, andere werden gebruikt om

vijanden te vervloeken of te doden. De handle in veel van deze nazar was in handen van

islamitische handelaren, die ze van Makasar en Java aanvoerden.

Data sejarah diatas dapat diterjemahkan sebagai berikut; sebelum agama Kristen

masuk ke Maluku, ada beberapa daerah di Maluku melakukan penyembahan kepada Upu

seperti Tata Pottoa94

. Salah satu hal yang dilakukan untuk melakukan penyembahan kepada

Upu adalah dengan membakar dupa, meletakkan bendera kecil berwarna merah dan putih dari

kain linen dan membawa nazar (persembahan) kepada orang yang sudah mati. Semuanya itu

ditempatkan pada sebuah piring, mangkuk atau cangkir dengan sebuah koin (uang logam),

rambut, cincin, atau rokok di bawah sebuah pohon besar (pohon beringin) atau pada cabang-

cabangnya, pada batu pemali ataupun di sungai. Dari dalam nazar tersebuta ada yang

mengmbilnya sebagi jimat yang diikatkan di celana agar menjadi kebal dan ada yang

menggunkan nazar itu untuk membunuh dan mengutuk musuh. Tradisi “Piring Nazar”

kemudian berbah bentuknya menjadi tradisi Kristen pada abad ke 19.

2.3.2 Piring Nazar di Maluku

94

Tata Pottoa sebutan kepada Upu Lanit dan Upu Ama yaitu pencipta langit dan bumi yang

sangat di hargai. Ada kepercayaan bahwa manusia yang berlaku baik akan mendapatkan kebaikan dan

mereka yang jehat akan mendapatkan hukuman.

Page 35: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

48

Soplainit menjelaskan tentang nazar dalam tulisannya yang dipahami oleh jemaat-

jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) sebagai „uang pergumulan‟. Beberapa kebiasaan yang

berkaitan dengan pemahaman95

itu adalah:

Pertama, dalam setiap rumah pada kamar utama selalu ada „meja sumbayang‟ dan di

atasnya diletakkan piring nazar. „Meja sumbayang‟ adalah tempat khusus untuk berdoa atau

tempat pergumulan keluarga. Piring nazar menjadi simbol kehadiran Tuhan dalam

pergumulan tersebut.

Kedua, orang yang berdoa memegang “Piring Nazar” terlebih dahulu sesudah

diletakkan uang sumbayang96

. Sebelum kekristenan masuk di Maluku, saat itu orang-orang

Maluku sudah memegang kepercayaan agama suku kepada dewa atau tete nene moyang.

Sebelum agama Kristen masuk meja sumbayang digunakan untuk mempersembahakan

sesuatu kepada leluhur, karena mereka percaya bahwa para leluhur melindungi mereka.

Setelah kekristenan amsuk di Maluku, maka makna dari piring nazar mengalami pergeseran

dari persembahan kepada leluhur menjadi syukur kepada Allah yang telah melindungi.

Ketiga, ada keluarga yang menjadikan uang sumbayang sebagai „alas pergumulan‟

satu tahun. Uang tersebut diletakkan saat „doa tahun baru‟ dan akan diantar kegereja pada

‘malam konci taong’. „Uang pergumulan‟ dahulu berbentuk uang koin logam dibungkus

dengan kertas dan diletakkan dalam piring nazar. Ada larangan khusus yang diberikan oleh

orang tua kepada anak yaitu : ingatang, seng bole ambel uang sumbayang.

95

Julentri Soplainit. “Nazar Gereja Enam Bulan: Tinjauan Antropologis-Teologis Terhadap

Pelaksanaan Nazar Gereja Enam Bulan di Jemaat GPM PNIEL Pulau Lease” (Skripsi., Universitas

Kristen Satya Wacana, 2010), 23-25. 96

Uang sumbayang adalag uang yang telah didoakan terlebuh dahuku secara khusus dalam

keluarga di depan “Piring Nazar” sebelum dibawa ke gereja untuk dimasukkan ke dalam kantong

persembahan.

Page 36: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

49

Keempat, sebagai orang percaya pada nilai mistis dari piring nazar. Berdasarkan

pengalaman yang dikemukakan Julentri Soplainit bahwa ada orang yang menuliskan nama

saudaranya dalam kertas di piring nazar agar Tuhan memberikan hukuman (sakit atau mati)

kepada saudaranya itu. Saudara yang namanya ditulis itu menjadi takut dengan hal tersebut.

Hal ini mau menunjukkan bahwa mereka percaya dengan kekuatan dari piring nazar.

2.3.3 Ciri-Ciri Kekristenan di Maluku

Masyarakat Maluku yang masih kental dengan sentuhan kebudayaan tentunya

memiliki ciri-ciri khusus dalam mengembangkan kekristenannya. Ada beberapa ciri yang bisa

ditemukan dalam tulisan Cooley yakni ciri sosiologi dan ciri teologi97

.

2.3.3.1 Ciri Sosiologi

Ciri-ciri sosiologi yang terdapat dalam Gereja Protestan Maluku adalah sebagai

berikut:

1. Kekristenan Maluku sangat menonjolkan sifat tradisonalnya. Agama dan ibadah

merupakan hal yang dijunjung tinggi. Ambon sangat erat kaitannya dengan

kekristenan oleh sebab itu, orang sering mengatakan bahwa menjadi orang Ambon

sama saja dengan menjadi orang Kristen. Ada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan

oleh seorang Kristen yaitu berdoa sebelum dan sesudah makan, mengikuti ibadah di

gereja, mengikuti perjamuan kudus 2 kali pada 1 tahun yaitu pada saat Jumat Agung

dan juga di bulan Oktober yang diperingati sebagai hari perjamuan kudus sedunia.

Alkitab dianggap adalah sarana kekristenan yang paling tinggi. Perubahan dalam

pola Kekristen atau tata liturgi oleh seorang pendeta akan mendapat tantangan keras

dari kalangan orang-orang tua.

97

Frank Cooley. Mimbar dan Takhta (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1984), 273-281.

Page 37: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

50

2. Gereja Protestan Maluku merupakan sebuah gereja suku. Hal yang menyebabkan ini

terjadi adalah dikarenakan masih adanya ornamen-ornamen atau gaya-gaya suku

dalam kekristenan. Ciri kebudyaan kelompok suku tersebut ikut memberikan ciri-ciri

pada kekristenan dan kehidupan grejawi mereka. Kenyataan semacam ini kemudian

menimbulkan pemahaman bahwa kekritenan telah menyesuaikan diri dengan sifat-

sifat dominan dari adat dan pola-pola budaya lain dari mayarakat Ambon.

3. Gereja Protestan Maluku bercirikan semangat organisasi yang sangat sentralistis–

birokratis. Organisasi dalam gereja disusun sesuai dengan atau menurut hirarki

pemerintahan. Tenaga gereja adalah pegawai-pegawai pemerintahan dan bersikap

sesuai dengan pola yang berlaku di pemerintahan.

4. Agama oleh para pengikutnya dipandang sebagai pemberi status yang khusus dalam

masyarakat. Ada pangkat yang bisa didapatkan dalam gereja yakni “serani” ketika

seseorang sudah masuk dalam gereja dan sudah menerima sakaramen baptis ia akan

menerima seragam yang baru, apa yang ada dalam seragam yang lama bukanlah

yang penting yang paling penting adalah kini ia datang dalam penampilan yang baru.

2.3.3.2 Ciri Teologis

Ciri-ciri sosiologi yang terdapat dalam Gereja Protestan Maluku adalah sebagai

berikut:

Page 38: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

51

1. Sangat spiritualistis. Terlihat perbedan yang jauh antar dunia yang fana dengan dunia

yang rohani. Agama berurusan dengan hal-hal yang bersifat kejiwaan, kerohanian, dan

dunia spiritual bukanlah soal duniawi.

2. Bersifat keakanan. Maksud dari keakanan ini adalah agama akan membawa manusia

menuju ke surga. Hal ini kemudian menunjukkan sikap yang pasif kepada dunia.

3. Bersifat perorangan. Sikap ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari ciri yang kedua

bahwa fokus dari kekristenan adalah surga sehingga orang lebih memperhatikan diri

mereka sendiri dan bukan komunitas.

4. Adanya ketidaksinambungan antara agama dan etika. Dalam kenyataan bermasyarakat

di Maluku, masih ada pemabukkan, kemesuman dan percekcokan yang sering terjadi

dalam persekutuan Kristen.

2.3.4 Pandangan orang Maluku tentang Adat Istiadat

Adat dalam kebudayaan Maluku dilihat sebagai aturan, kebiasaaan dan hukum yang

menuntun dan menguasai kelakuan serta hubungan-hubungan dalam suatu masyarakat. Dalam

kebudayaan Indonesia adat adalah sesuatu yang di hormati dan dinilai paling tinggi oleh

masyarakat oleh sebab itu adat punya pengaruh yang besar juga dalam kehidupan bergereja.

Adat secara umum disebutkan dengan sisa-sisa agama asli yang masih terdapat secara

luas khususnya pada sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan kepercayaan

pada arwah-arwah leluhur dan kekuatan-kekuatan gaib yang berhubungan dengan tempat-

tempat dan obyek-obyek tertentu. Sedangkan secara khusus adat dapat diartikan dengan

kebiasaan tata kehidupan yang telah diturunkan dari para leluhur. Adat dalam masyarakat

Maluku, sebagian besar tergolong pada jenis kebiasaan (mores) yaitu tingkah laku yang

Page 39: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

52

diharuskan sebagai suatu kewajiban bagi semua pihak, sedangkan dalam pelaksanaannya

terserah terutama pribadi atau kelompok yang bersangkutan.

Adat pada akhirnya dilihat sebagai sebuah hukum atau dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa adat adalah hukum itu sendiri. Sebagai sebuah hukum tentunya adat juga

memiliki sanksi-sanksi. Sanksi yang terdapat dalam adat bisa berupa sanksi sosial maupun

sanksi secara gaib. Hal semacam ini menjadikan adat bersifat wajib, demi kesejahteraan dan

keamanaan pribadi yang bersangkutan dalam masyarakat. Orang Maluku percaya bahwa adat

sudah diturunkan dari para leluhur yang merupakan pendiri desa dana adat sebagai suatu pola

kehidupan yang harus tetap dipertahankan hingga keturunan-keturunan selanjutnya98

.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilihat bahwa dalam kehidupan bergereja,

agama masih dipengaruhi oleh adat, maka hal ini juga dapat mendukung kesimpulan bahwa

“Piring Nazar” (merupakan bagian dari tradisi masayarakat Maluku) dapat diubah dan

kemudian masuk dalam tradisi Kristen karena pemahaman tentang pengaruh adat yang besar

dalam kehidupan bergereja.

2.3.5 Ciri Masyarakat Maluku

Henderika Marlyn Latuny, disebutkan bahwa masyarakat Maluku digolongkan dalam

beberapa bagian99

yaitu:

1. Masyarakat Maluku yang adatis

98

Cooley, Mimbar dan Takhta, 106-109. 99

Hendrika Latuny. “Batu Pamale: Studi Sosio-Teologis Atas Pandangan jemaat GPM Amahi

Soahulu terhadap budaya Batu Pamale.” (Skripsi., Universitas Kristen Satya Wacana, 2010).

Page 40: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

53

Adalah hasil dari bentukan adat dan budaya yang menyeluruh. Dapat juga disebut dengan

kata lain bahwa masyarakat Maluku selalu berhubungan dengan adat sejak ia lahir sampai

ia meninggal. Ketika lahir orang Maluku sudah diajarkan untuk menggunakan bahasa

daerah dan diikutkan dalam upacara-upacara adat sampai ia meninggal.

2. Masyarakat Maluku yang agamawi

Masyarakat Maluku memegang 2 kepercayaan yakni kepercayaan tradisional (kepercayaan

Tete-Nene moyang100

) dan juga menganut kepercayaan yang sah di Indonesia. Ada 2

agama yang dianut secara mayoritas yakni agama Islam dan Kristen.

3. Masyarakat Maluku yang suka kebersamaan dan jujur

Kebersamaan dan sikap jujur yang dimiliki dari masyarakat Maluku tercermin sikap ada

adanya. Apa yang mereka miliki akan diberikan dengan ikhlas sehingga mereka

menyebutnya dengan kalo ada na kasi (jika ada di berikan).

4. Masyarakat Maluku yang cinta persatuan dan kesatuan

Setiap -benar dihayati dengan baik dan dilakukan dalam kehidupan bersama dengan

orang lain.

5. Masyarakat Maluku yang terbuka dan mau bermusyawarah

Setiap ada persoalan dalam sebuah komunitas atau kelompok, maka orang Maluku suka

untuk meneyelesaikannya bersama-sama dan tentunya akan menguntungkan semua orang

bukan keuntungan satu orang saja. Biasanya penyelesaian masalah dilakukan di Baileo101

.

100

Tete - Nene moyang adalah sebutan yang diberikan pada nenek moyang. Dalam bagian ini

penulis ingin menjelaskan bahwa kepercayaan tete nene moyang adalah kepercayaan yang sudah ada jauh

sebelum para zending masuk ke Pulau Maluku dan melakukan peneybaran agama Kristen. 101

Baileo. Berasal dari bahasa Melayu bale (balai atau tempat untuk pertemuan yang berguna

untuk berbincang – bincang atau membahas suatu masalah). Baileo juga dapat diartikan dengan rumah

adat, rumah suku, rumah tua atau gereja adat.

Page 41: BAB II PIRING NAZAR SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12320/2/T2_752013033_BAB II...melakukan Pendidikan Agama Kristen yang dijabarakan dalam beberapa

54

Masayarakat Maluku adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi atau dengan

kata lain adalah jenis masyarakat yang sangat menghormati adat dan agama. Hal ini terlihat

dari ciri-ciri yang dipaparkan di atas. Agama dan adat memiliki kaitan didalamnya yakni

kehidupan agama masyarakat Maluku yang berawal dari agama tete-nene moyang dan

kemudian agama tete-nene moyang tersebut berubah menjadi adat atau kebiasaan-kebiasaan

yang kemudian di teruskan oleh masyarakat Maluku. Sikap-sikap yang dibangun seperti

persatuan dan kesatuan, sikap tolong menolong dan bermusyawarah adalah sikap-sikap yang

juga diajarkan dalam kehidupan beragama. Sehingga secara sederhana dapat diungkapkan

bahwa kehidupan masyarakat Maluku tidak terlepas dari aturan-aturan agama dan adat.