Upload
trannhi
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberculosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
1) TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-
tanda lain positif)
2) TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-
tanda lain meragukan)
(Suyono, et al, 2001)
2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior
adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara
ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga
hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah
pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan eshopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di
belakang laring (laring-faringeal).
Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang
memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya. Laring terdiri
atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan
di tempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun
atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchus-bronchus itu berjalan ke
bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek
dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkus lobus bawah. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi
beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang
lebih 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas
assinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea
sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan
pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan.
Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan
dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan
otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu
(1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal)
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. (2) Distribusi darah dalam sirkulasi
pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3)
Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah respimi
atau respirasi interna menipakkan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel
dimana metabolik dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-
paru. (4) Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup
proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya
kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu
pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi dari unit
pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan
istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-
paru.
Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara
atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli
ke udara atmosfer
b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
c. Reservoir darah
d. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
3. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3
– 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, et al
2001)
4. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri,
basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru
lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil
dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam
alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan
yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya
disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi,
memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
respon inadekuat system imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi
bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan
penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).
5. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi
awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila
timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen
produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat
malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan (Corwin, 2001).
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis
perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat
dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek
samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada
keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau
jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada
keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah
tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah
hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
merah dan hijau, maupun optic neuritis.
b. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan
tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis
atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum
susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum
terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG
untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis virulen.
7. Prioritas Keperawatan TB Paru
Mempertahankan oksigenasi adekuat, mempertahankan intake nutrisi
yang adekuat mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku
mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif, memberi
informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
8. Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
a. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
9. Fokus Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan
yang perlu dikaji adalah:
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Dispnea saat kerja maupun istirahat
3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat
4) Mimpi buruk
Tanda:
1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
2) Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala:
1) Palpitasi
Tanda:
1) Takikardia, disritmia
2) Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
3) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
4) Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara
dalam mediatinum)
5) TD: hipertensi/hipotensi
6) Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:
1) Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit,
masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya
produktivitas.
Tanda:
1) Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
2) Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
3) Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Penurunan berat badan
Tanda:
1) Turgor kulit buruk, kering, bersisik
2) Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
1) Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
2) Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
1) Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
f. Pernapasan:
Gejala:
1) Batuk (produktif atau tidak produktif)
2) Napas pendek
3) Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
3) Pengembangan dada tidak simetris
4) Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi
hiperresonan di atas area yang telibat.
5) Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
6) Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
7) Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (crackels posttussive)
8) Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah
9) Deviasi trakeal
g. Keamanan:
Gejala:
1) Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
Tanda:
1) Demam ringan atau demam akut.
h. Interaksi Sosial:
Gejala:
1) Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
2) Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
i. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
1) Riwayat keluarga TB
2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
Pathway
Saluran pernafasan
Saluran pernafasan atas
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan sekret
Efektif Tidak efektif
Sekret keluar saat batuk
Batuk terus menerus
Terhisap orang sehat
Resiko penyebaran
Sekret sulit dikeluarkan
Obstruksi
Sesak nafas
Gangguan pola nafas
tidak efektif
Saluran pernafasan bawah
Paru-paru
Alveolus
Terjadi perdarahan Alveolus
mengalami konsolidasi
dan eksudasi
Gangguan pertukaran
gas
Penyebaran bakteri secara limfa hematogen
Keletihan Anoreksia malaese mual
muntah
Demam
Peningkatan suhu tubuh
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan
Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Airbone / inhalasi droplet
Mycobacterium tuberculosis
Sumber : Sylvia A. Price and Lourraine.
Diagnosa Keperawatan
1 Berikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
4. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi
untuk aktivitas
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
7. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi
Fokus Intervensi dan Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
c. Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis,
ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan
dan peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah
kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya
hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
me↓kan upaya pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali kontra
indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan
sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali aktif
b. KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan
normal
c. Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris,
catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen
diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal
upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
a. Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
b. KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang
normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
c. Intervensi dan rasional
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan
kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas
nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna
kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
O2 organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya
untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah
kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau
menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien
sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
b. Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan
melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau
muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki
masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan
hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi
area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan
atau penggunaan nutrien.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila
kebutuhan meningkat saat demam.
5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat
muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau
kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari
menurunkan iritasi gaster.
7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik dan diet.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
b. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
c. Intervensi dan rasional:
1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan
hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam
nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu
yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah
memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali
dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara
umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu
tahap meningkat.
2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang,
berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan
selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien
menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi,
lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigen untuk aktivitas.
a. Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
b. Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan
tidak kelelahan setelah beraktivitas.
c. Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen
seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan
tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja
jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan
toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan
fungsi pernafasan.
3) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat
peningkatan aktivitas.
4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan
aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi
jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi
informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.
a. Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru.
b. Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB
Paru.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan
contoh: jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi pengulangan
menguatkan belajar.
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan
alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau
subtansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
pasien..
4) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TBC
tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.
5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau
reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan
reaktivitas.
8. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan
proses inflamasi, mal nutrisi.
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
b. Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/ menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah
untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga,
sahabat karib/ teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi
pernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit
menular.
4) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,
tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang
resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering,
makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya, merendahkan
tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu
penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan
pemasukan semua.
B. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) yang dikutip oleh Effendy
(1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Friedman (1998), keluarga adalah kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga.
Menurut Bailon dan Maglaya (1989) yang dikutip oleh Effendy
(1998), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di
dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan.
Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga adalah suatu unit terkecil yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
tinggal di satu tempat/rumah, saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai
peran masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan.
2. Struktur Keluarga
Menurut Effendy ( 1998 ) struktur keluarga terdiri dari bermacam-
macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
b. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
c. Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga Kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.
3. Tipe/Bentuk Keluarga
a. Keluarga Inti (Nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara, misalnya, nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi,
dan sebagainya.
c. Keluarga Berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari 1 kali dan merupakan satu
keluarga inti.
d. Keluarga Duda/Janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga Berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation), adalah dua orang yang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
4. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
a. Fungsi Biologis
1) Untuk meneruskan keturunan.
2) Memelihara dan membesarkan anak.
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
4) Memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak.
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya
pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
e. Fungsi Pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat, minat yang
dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan sewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
5. Tugas Perkembangan Keluarga
a. Pasangan baru menikah (pasangan baru)
1) Membina hubungan intim yang memuaskan.
2) Menetapkan tujuan bersama.
3) Mengembangkan hubungan dengan keluarga keluarga lain, teman, dan
kelompok sosial.
4) Mendiskusikan rencana memiliki anak.
b. Keluarga dengan menanti kelahiran / bayi baru lahir
1) Mempersiapkan menjadi orang tua.
2) Tugas masing-masing dan tanggung jawab.
3) Persiapan biaya.
4) Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga baru, interaksi
keluarga, hubungan seksual dan kegiatan sehari - hari.
5) Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.
c. Keluarga dengan anak usia prasekolah
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat
tinggal, privacy dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain (tua) juga harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar).
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (biasanya
keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi).
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan anak.
d. Keluarga dengan anak usia sekolah
1) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas (yang tidak/kurang diperoleh dari sekolah
atau masyarakat).
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
e. Keluarga dengan remaja
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggungjawab
mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan memiliki
otonomi.
2) Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.
Hindarkan terjadinya perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota)
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.
f. Keluarga dengan anak-anak dewasa awal (pelepasan)
1) Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga
besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
g. Keluarga usia pertengahan
1) Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan.
2) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
3) Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-
anaknya dan sebaya.
4) Meningkatkan keakraban pasangan.
5) Partisipasi aktifitas sosial.
h. Keluarga usia lanjut
1) Mempertahankan suasana kehidupan kehidupan rumah tangga yang
saling menyenangkan pasangannya.
2) Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi ; kehilangan pasangan,
kekuatan fisik dan penghasilan keluarga.
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
4) Mempertahankan kontak dengan anak cucu.
5) Mempertahankan kontak dengan masyarakat.
6) Melakukan life review masa lalu.
6. Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Freeman ( 1981 )
yang dikutip oleh Effendy ( 1998 ), yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-
lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik
fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
C. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah TB Paru Menurut
Friedman
1. Pengkajian
a. Identifikasi Data
Daftar nama-nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
Alamat tempat tinggal keluarga
b. Komposisi keluarga
1) Umur penderita Tuberkulosis Paru, seringkali berasal dari usia
produktif (15 – 60 tahun) (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990).
Angka tertinggi pada wanita ditemukan pada usia 40 – 50 tahun,
sedangkan laki-laki usia lebih dari 65 tahun.
2) Jenis kelamin, pada wanita angka pravelensinya masih lebih rendah
dan meningkatnya juga lebih sedikit dibandingkan laki-laki (Crofton,
John, 1998).
3) Jenis pekerjaan yang berat akan lebih tinggi terjadinya Tuberkulosis
Paru, seperti : tukang batu, kuli, dan buruh bangunan.
c. Tipe keluarga
Garis keturunan atau silsilah keluarga dari tiga generasi apakah ada yang
menderita penyakit Tuberkulosis Paru.
d. Latar belakang budaya
Adat istiadat di tempat tinggal keluarga, suku bangsa, agama, sosial,
budaya, rekreasi, kegiatan pendidikan, kebiasaan makan dan berpakaian.
Adanya pengaruh budaya pada peran keluarga dan kekuatan struktur,
bentuk rumah, bahasa yang digunakan sehari-hari, komunikasi dalam
keluarga, penggunaan tempat pelayanan kesehatan.
e. Pola spiritual
Agama yang dianut dalam keluarga dan kegiatan agama yang aktif
diikuti.
f. Status sosial ekonomi budaya
1) Penghasilan keluarga
Dampak keluarga yang berpenghasilan kurang atau kepala keluarga
yang tidak mampu bekerja lagi, mudah terserang Tuberkulosis Paru
karena keadaan gizi menurun dan daya tahan tubuh semua anggota
keluarga rendah. Sehingga kemungkinan terserang Tuberkulosis Paru
sangat besar. Sedangkan penderita Tuberkulosis Paru memerlukan
perawatan yang lama, rutin, dan biaya untuk pengobatan.
2) Pendidikan
Keadaan ekonomi yang rendah sangat berkaitan dengan masalah
pendidikan, ini disebabkan karena ketidakmampuan keluarga dalam
mengatasi masalah yang mereka hadapi dan kurangnya pengetahuan
tentang masalah Tuberkulosis Paru pada salah satu anggota keluarga,
sehingga tidak mampu merawat penderita dengan baik yang
mengakibatkan kondisi bertambah buruk, dan timbul komplikasi.
g. Aktivitas rekreasi keluarga
Identifikasi aktivitas dalam keluarga, frekuensi aktivitas tiap anggota
keluarga dan penggunaan waktu senggang.
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a) Tahap perkembangan setiap anggota keluarga dari yang usia bayi sampai
lanjut usia
b) Riwayat keluarga sebelumnya
Riwayat kesehatan dalam keluarga adakah anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit kronis, penyakit menular atau penyakit yang sifatnya
herediter, misalnya DM, hipertensi, jantung, hepatitis, tuberculosis. Dan
bagaimana perawatan dari keluarga, pengobatan, serta tindakan medis
yang telah didapatkan.
3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Lingkungan perumahan yang kumuh, berdebu, kurang ventilasi,
penerangan yang tidak adekuat, keadaan kamar tidur yang pengab karena
sinar matahari tidak dapat masuk, kasur yang tidak pernah dijemur
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kuman-kuman Tuberkulosis
mudah menyebar dan menular.
b. Macam lingkungan tempat tinggal
Tempat tinggal yang sempit, padat, sanitasi yang tidak terjaga, polusi
udara juga menjadi potensi tersebarnya Tuberkulosis Paru.
c. Karakteristik hubungan dengan tetangga dan masyarakat Penderita
Tuberkulosis Paru cenderung merasa rendah diri dalam pergaulan dengan
tetangga dan masyarakat, oleh karena itu penderita tidak perlu dikucilkan
atau diasingkan. Jika rajin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
secara berkala dan minum obat secara teratur, maka penderita dapat
disembuhkan.
d. Mobilitas geografis keluarga
Status rumah yang dihuni oleh keluarga apakah rumah sendiri atau
menyewa, sudah berapa lama tinggal di daerah tersebut, dan pindah dari
daerah mana.
e. Interaksi keluarga dengan masyarakat
1) Fasilitas sosial dan kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tidak memadai dan tidak terjangkau menjadi
kendala dalam kelangsungan pengobatan penderita Tuberkulosis Paru,
karena fasilitas kesehatan seperti puskesmas tempat yang dapat
digunakan untuk berobat.
2) Fasilitas transportasi
Transportasi merupakan saran yang penting dan sangat diperlukan
agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera.
Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan
berkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin
memburuk.
f. Sistem pendukung dalam keluarga
Dukungan keluarga untuk penderita dengan memberikan motivasi dan
semangat agar penderita tertib minum obat, rajin memeriksakan diri,
penyediaan gizi yang sesuai anjuran. Adanya sistem pendukung dalam
keluarga diharapkan membantu proses kesembuhan.
4. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari di dalam keluarga
dan waktu yang sering digunakan untuk berkomunikasi.
b. Struktur peran
Apakah keluarga sudah menjalankan perannya dalam keluarga dengan
baik dan sesuai dengan fungsinya. Seorang penderita Tuberkulosis akan
mengalami perubahan kapasitas fisik dalam melaksanakan peran, karena
merasa tidak mampu menjalankan perannya misalnya sebagai seorang
kepala keluarga yang tidak bisa bekerja lagi, sehingga penghasilan
keluarga menurun.
c. Struktur Kekuatan keluarga
Sejauh mana keluarga mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam
mengatasi masalah Tuberkulosis Paru yang ada di keluarga.
d. Nilai dan norma keluarga
Persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan yang terjadi di keluarga
dalam hal ini Tuberkulosis Paru.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan
perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi
dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling
pengertian satu sesama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga terutama anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru
(Effendy, Nasrul, 1998).
b. Fungsi sosialisasi
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga
mempersiapkan anggota keluarganya menjadi anggota masyarakat yang
baik, mampu menyesuaikan diri dan dapat berinteraksi dengan
lingkungan (Effendy, Nasrul, 1998).
c. Fungsi kesehatan
1) Mengenal masalah kesehatan
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah sejauh mana
pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam
keluarga dalam hal ini Tuberkulosis Paru.
2) Pola nutrisi
Kebiasaan makan dalam keluarga sangat mempengaruhi penularan
Tuberkulosis Paru. Jika ada anggota keluarga yang menderita
Tuberkulosis Paru, maka keluarga harus memperhatikan gizi yaitu
tinggi kalori tinggi protein, memisahkan peralatan makan penderita
seperti piring, sendok, gelas agar tidak terjadi penularan pada anggota
keluarga yang lain (Nadesul, Handrawan, 1996).
3) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur menjadi satu dengan penderita, tidur di lantai tanpa
alas atau kasur akan memperparah keadaan. Seorang penderita
Tuberkulosis Paru biasanya mengalami kesulitan tidur pada malam
hari, demam, dan berkeringat banyak (Doenges, 2000).
4) Pola aktivitas
Aktivitas kerja yang berlebihan tanpa istirahat juga akan
memperparah keadaan, karena penderita cenderung mengalami
kelemahan, kelelahan umum, nafas pendek, nyeri dada, dan sesak
nafas (Doenges, 2000).
5) Kebiasaan mengkonsumsi obat
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol, tembakau yang berlebihan juga
menyebabkan Tuberkulosis Paru bertambah parah.
6) Pola perawatan diri
Kebiasaan meludah di sembarang tempat tidak menggunakan tempat
khusus, tidak menutup mulut saat batuk atau bersin, tidak
meninggalkan kebiasaan merokok, tidak cuci tangan sebelum makan,
merupakan kebiasaan-kebiasaan hidup tidak sehat yang dapat
menyebabkan penularan Tuberkulosis Paru.
7) Lingkungan
Masalah kebersihan lingkungan juga sangat menunjang tesebarnya
Tuberkulosis Paru terutama polusi udara karena salah satu cara
penularan Tuberkulosis adalah melalui droplet.
8) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit-penyakit infeksi yang pernah diderita oleh keluarga,
misalnya : demam thipoid, tuberculosis, hepatitits, diare, penyakit
kulit.
9) Pelayanan kesehatan yang pernah diterima
10) Persepsi terhadap pelayanan kesehatan
6. Koping Keluarga
a. Stressor yang sering muncul dalam keluarga
b. Respon keluarga terhadap stressor
c. Koping yang digunakan dalam mengatasi stressor
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Observasi penampilan umum penderita : tubuh kurus, postur tubuh
cenderung membungkuk, dan tampak lemah.
2) Observasi kulit : Pucat. Turgor buruk, kering/bersisik
3) Batuk berdahak (produktif/non produktif)
4) Sesak nafas, gelisah/distraksi
5) Berhati-hati pada area yang sakit, terutama pada daerah dada
b. Palpasi dada
1) Pengembangan paru yang tidak simetris (efusi pleural)
2) Nyeri dada
c. Perkusi dada
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan
pleural)
d. Auskultasi paru dan dada
Kaji frekuensi pernafasan, irama kedalaman, bunyi nafas tidak normal
(ronchi, mengi atau stridor).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur sputum : positif untuk Mycobacterium Tuberkulosis pada tahap
aktif penyakit
b. Zient Neelsen : Positif untuk basil asam cepat
c. Tes kulit (PPD, Mantoux) : reaksi positif (area indurasi 10 mm/lebih
besar, terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intradermal antigen)
d. Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.
D. Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada Klien Tuberkulosis Paru Di
Keluarga
1. Risiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) (Doenges, 2000)
2. Pembersihan jalan nafas tidak efektif (Doenges, 2000)
3. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas (Doenges, 2000)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Doenges, 2000)
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
(Doenges, 2000)
6. Intoleransi aktivitas (Carpenito, Lynda Juall, 1997)
7. Gangguan pola tidur (Carpenito, Lynda Juall, 1997)
E. FOKUS INTERVENSI
1. Dx 1 : Risiko tinggi penyebaran infeksi ulang
a. Prevensi Primer
1) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti perbaikan kondisi
rumah yang pengab, lantai yang berdebu, pengadaan ventilasi.
2) Penjelasan tentang cara-cara penularan Tuberkulosis Paru pada
anggota keluarga yang lain
3) Pendidikan kesehatan tentang personal hygiene seperti menutup mulut
saat batuk, tidak meludah di sembarang tempat, mencuci tangan
sebelum makan.
b. Prevensi Sekunder
1) Pemeriksaan sputum ulang penderita BTA (+)
2) Meningkatkan keteraturan minum obat terhadap penderita agar tidak
terjadi putus obat, dan keluarga sebagai pengawas minum obat
3) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus
Tuberkulosis Paru sesuai paduan OAT Depkes RI tahun 2001.
c. Prevensi Tersier
1) Perhatikan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan
tidak terjadi penyebaran infeksi
2) Rujukan pada pelayanan kesehatan apabila sudah dilakukan
pengobatan dan penderita masih sakit diharapkan keluarga membawa
ke Rumah Sakit atau BP4.
3) Menyadarkan masyarakat untuk menerima penderita Tuberkulosis
Paru dengan dukungan moral dan tidak mengasingkannya.
2. Dx 2 : Pembersihan jalan nafas tidak efektif
a. Prevensi Primer
1) Mengidentifikasi tanda dan gejala Tuberkulosis pada penderita
tersangka seperti batuk-batuk dan sesak
2) Memperbaiki lingkungan rumah yang kotor, pengab, dan berdebu.
b. Prevensi Sekunder
1) Mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan irama,
dan kedalaman
2) Ajarkan penderita untuk batuk efektif dan nafas dalam
3) Memberikan penderita untuk minum sedikit 2500 ml/hari
4) Berikan uap air panas atau inhalasi uap dan minyak cucalyptus/vicks
vaporub.
5) Berikan obat-obatan tradisional untuk mengencerkan secret misalnya
jahe, kencur, bawang putih.
c. Prevensi Tersier
1) Peningkatan peran serta keluarga dalam prevensi sekunder dan
memberi dukungan moral pada penderita
2) Rujukan ke pelayanan kesehatan jika keluhan semakin memberat
3. Dx 3 : Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas
a. Prevensi Primer
1) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku
hidup sehat seperti tidak merokok, menghindari alkohol agar tidak
terjadi sesak pada penderita tersebut
2) Perbaikan/modifikasi lingkungan seperti lantai rumah yang berdebu,
ventilasi udara yang kurang/rumah yang pengab dan kotor
3) Jelaskan tentang komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita
jika kondisi bertambah parah.
b. Prevensi Sekunder
1) Kaji sesak nafas dan adanya peningkatan supaya pernafasan
2) Anjurkan penderita untuk tirah baring dan membatasi aktivitas
3) Libatkan keluarga untuk membantu perawatan diri sesuai keperluan
c. Prevensi Tersier
1) Rujuk penderita untuk melakukan pemeriksaan laboratorium GDA
dan pemberian terapi oksigen jika diperlukan di rumah sakit.
4. Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Prevensi Primer
1) Memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi dan asupan nutrisi
bagi penderita Tuberkulosis Paru
2) Ajarkan keluarga menyusun menu seimbang untuk penderita terutama
diet TKTP seperti nasi, sayuran hijau, telur, buah-buahan, ikan laut.
b. Prevensi Sekunder
1) Kaji masukan/pengeluaran dan berat badan penderita secara periodik
2) Anjurkan penderita untuk makan sedikit tapi sering bila terjadi
anoreksia, mual/muntah
3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan makanan/diet bagi
penderita Tuberkulosis Paru yaitu tinggi protein dan karbohidrat.
c. Prevensi Tersier
1) Berikan antipiretik yang tepat, misalnya Panadol (Paracetamol) atau
kompres denan daun dadap serep
2) Rujuk untuk pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum
dan albumin.
5. Dx 5 : Kurang pengetahuan tentang aturan tindakan dan pencegahan
Tuberkulosis Paru
a. Prevensi Primer
1) Penyuluhan dan pemberian informasi tentang pengertian, gejala-
gejala, tindakan, dan pencegahan yang perlu diketahui dan dilakukan
secara mandiri oleh anggota keluarga penderita Tuberkulosis Paru
2) Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan tenaga medis
3) Jelaskan tentang jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan
Tuberkulosis Paru.
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan keluarga untuk selalu terlibat dalam perawatan secara
mandiri pada penderita, terutama sebagai pengawas minum obat agar
penderita tidak putus obat
2) Anjurkan penderita untuk teratur berobat dan meminum obat yang
diberikan agar mempercepat penyembuhan
3) Jelaskan tentang efek samping obat yang diminum seperti
Rikampicine yang menimbulkan gatal-gatal, kemerahan pada kulit,
tidak nafsu makan, mual, warna kemerahan pada urine.
4) Jelaskan tentang lamanya pengobatan agar penderita tidak merasa
cemas
5) Anjurkan untuk tidak merokok dan meminum alkohol.
c. Prevensi Tersier
1) Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang penularan, pencegahan
dan keteraturan minum obat pada Tuberkulosis Paru
2) Jika terjadi efek samping obat, usahakan ganti dengan obat lain yang
tidak menimbulkan efek samping contohnya efek samping
streptomycin yang menimbulkan gangguan keseimbangan dapat
diganti dengan Ethambutol
3) Jika efek samping bertambah berat, berikan kartikosteroid
(Prednison), infus di UPK perawatan terdekat atau rujuk ke rumah
sakit.
6. Dx 6 : Intolerasi aktivitas
a. Prevensi Primer
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang kelemahan, kelelahan dan
nafas pendek pada Tuberkulosis Paru dan jenis-jenis pekerjaan yang
menyebabkan Tuberkulosis Paru seperti kuli bangunan, pegawai
pabrik garment
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan penderita untuk membatasi aktivitas yang berat dan
menguras energi, seperti kuli bangunan, buruh pabrik dan pekerjaan
naik turun tangga.
2) Anjurkan penderita untuk tirah baring
3) Libatkan keluarga untuk membantu dalam perawatan diri penderita,
seperti mengambil obat mengambil makan dan personal hygiene.
c. Prevensi Tersier
1) Penyempurnaan dan intesifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan
tidak menimbulkan komplikasi
2) Bila terjadi kelemahan, berikan asupan vitamin B6.
7. Dx 7 : Gangguan pola tidur
a. Prevensi primer
Jelaskan pada masyarakat untuk pola istirahat dan tidur yang baik bagi
penderita Tuberkulosis Paru dan gangguan tidur di malam hari yang
sering dialami penderita
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan pada penderita untuk banyak istirahat dan tidak terlalu lelah,
tidur terlalu larut dan sering begadang di malam hari
2) Jelaskan pentingnya istirahat bagi kesegaran tubuh
3) Anjurkan teknik masase, distraksi sebelum tidur (pijat pada
punggung)
4) Usahakan tempat tidur yang nyaman, bersih, tidak tidur di lantai dan
dipisahkan dari anggota keluarga lain.
c. Prevensi Tersier
1) Menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan dan
modifikasi lingkungan rumah agar nyaman untuk beristirahat
terutama tidur.