22
.BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air merupakan kebutuhan yang penting bagi semua kehidupan dimuka bumi, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air baku adalah air yang digunakan sebagai sumber/bahan baku untuk penyediaan air bersih. Sumber air baku yang bisa digunakan untuk penyediaan air minum yaitu air hujan, air permukaan seperti air sungai, air tanah dan mata air. Air banyak digunakan untuk kebutuhan air minum, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan industri dan kebutuhan lain-lainnya. Namun air banyak mengalami pencemaran diantaranya yaitu: a. Sumber domestik (rumah tangga, kota, perkampungan, pasar, jalan, dan sebagainya.io; b. Sumber non-domestik (industri, perikanan, peternakan, pertanian, serta sumber-sumber lainnya). Sumber pencemar tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air. Berbagai upaya telah dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya dapat dikurangi. 4

BAB II REVISI FIX.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II REVISI FIX.doc

.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air

merupakan kebutuhan yang penting bagi semua kehidupan dimuka bumi, karena

tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air baku adalah air yang digunakan

sebagai sumber/bahan baku untuk penyediaan air bersih. Sumber air baku yang

bisa digunakan untuk penyediaan air minum yaitu air hujan, air permukaan seperti

air sungai, air tanah dan mata air. Air banyak digunakan untuk kebutuhan air

minum, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan industri dan kebutuhan lain-lainnya.

Namun air banyak mengalami pencemaran diantaranya yaitu:

a. Sumber domestik (rumah tangga, kota, perkampungan, pasar, jalan, dan

sebagainya.io;

b. Sumber non-domestik (industri, perikanan, peternakan, pertanian, serta

sumber-sumber lainnya).

Sumber pencemar tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan

mempengaruhi kualitas air. Berbagai upaya telah dilakukan agar kehadiran

pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya dapat dikurangi.

2.1.1. Pengertian Air Minum

Pengertian air minum menurut Permenkes RI No 492/ MENKES/ PER/

IV/2010 adalah air yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan tidak

menimbulkan gangguan kesehatan. Sedangkan pengertian lain air minum menurut

PP No 16 tahun 2005 adalah air minum rumah tangga yang melalui proses

pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan

dapat langsung diminum. Standar kualitas air minum yang ada di Indonesia saat

ini menggunakan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu mengenai

Syarat–Syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan PP RI No.82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan standar

kualitas air minum berdasarkan Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002

mengenai Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

4

Page 2: BAB II REVISI FIX.doc

5

2.2. Koagulan Tawas (Aluminium Sulfat)

Tawas atau aluminium sulfat adalah kelompok garam rangkap berhidrat

berupa kristal dan bersifat isomorf. Aluminium sulfat biasanya dihasilkan oleh

reaksi antara aluminium hidroksida dan asam sulfat, dengan produk yang

dihasilkan yaitu berupa padatan terhidrat dan larutan. Aluminium sulfat cair dalam

banyak kasus diperoleh setelah mengencerkan aluminium sulfat hidrat yang solid

dalam air. 

Tawas sudah lama digunakan dalam pengolahan dan penjernihan air

PDAM. Hampir semua teknologi pengolahan air minum menggunakan tawas dan

variannya untuk menjernihkan air sungai. Tawas adalah nama pasar untuk

aluminum sulfat dan sudah lama diterapkan dalam pengolahan air di PDAM.

Tawas menjadi salah satu zat penambah konsentrasi aluminum dalam air minum

yang dapat berdampak negatif pada kesehatan (Cahyana, 2012).

Aluminum sesungguhnya terkandung dalam air tanah dan air sungai secara

alamiah. Dalam proses pengolahan air diperlukan koagulan untuk memisahkan zat

padat penyebab kekeruhan seperti koloid dan padatan tersuspensi (suspended

solid). Namun dapat juga digunakan larutan ferisulfat. Fungsi koagulan tawas dan

ferisulfat adalah untuk menghilangkan kestabilan koloid atau destabilisasi agar

koloid dapat bergabung menjadi lebih besar dan berat, serta membentuk

makroflok sehingga mudah mengendap.

Setelah melewati unit pengendap atau sedimentasi, air baku yang keruh

akan mulai jernih setelah di saring di unit filter. Namun persoalannya, air yang

dihasilkan masih kaya aluminum meskipun air yang diperoleh sudah jernih.

Bukan hanya kaya aluminium koagulan tawas yang bisa saja mengandung krom

dan merkuri yang termasuk zat berbahaya dan beracun jika terlalu banyak

menggunakan koagulan. Kewajiban PDAM adalah untuk mencarikan dosis

optimumnya agar pelanggan setianya tidak sampai sakit ginjal akibat aluminum

dan harus rutin cuci darah (hemodialisis).  

2.3. Limbah Padat Lumpur PDAM

Limbah adalah hasil buangan dari suatu proses produksi baik yang berasal

dari industri maupun domestik (rumah tangga). Biasanya limbah industri akan

Page 3: BAB II REVISI FIX.doc

6

selalu membawa dampak negatif terlebih lagi limbah keluaran industri yang

melebihi ambang batas lingkungan. Untuk mengurangi dampak buruk tersebut,

maka limbah padat lumpur PDAM perlu dilakukan pengolahan yang tepat dan

sesuai agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Beberapa proses terbentuknya lumpur secara rinci, yaitu:

2.3.1. Proses Koagulasi

Menurut Kusnaedi (2000), reaksi koagulasi dapat berjalan dengan

menambahkan zat pereaksi kimia (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut.

Koagulan yang biasa digunakan seperti tawas, kapur dan kaporit. Pemilihan

koagulan biasanya didasarkan pada garam-garam seperti Al, Ca dan Fe yang

bersifat tidak larut dalam air dan mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-

sisa basa. Proses tersebut digambarkan pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Endapan

(Sumber : Kusnaedi, 2000)

Proses koagulasi dilakukan untuk memisahkan koloid dari air baku yang

akan dijernihkan, dimana koloid yang merupakan partikel sangat halus dan sangat

sukar untuk diendapkan dan memerlukan waktu yang sangat lama untuk

mengendapkannya. Namun koloid akan mudah mengendap jika ukuran partikel

koloid diperbesar, yaitu dengan cara menggabungkan partikel-partikel koloid

tersebut melalui proses koagulasi dengan penambahan koagulan (Retno dan

Winda, 2010)

Flok terbentuk dari partikel koloid yang tidak stabil. Dengan adanya

muatan positif yang cukup dan merata maka akan terbentuk flok-flok kecil yang

dapat diendapkan, maka antara sesama flok-flok kecil tersebut harus terus

bergabung sampai menjadi flok yang cukup besar untuk bisa mengendap. Oleh

karena itu diperlukan penambahan koagulan sehingga flok-flok kecil tersebut

saling mengikat dan membentuk flok yang lebih besar.

Page 4: BAB II REVISI FIX.doc

7

2.3.2. Proses Flokulasi

Flokulasi terjadi karena adanya tumbukan antara flok-flok kecil dari proses

koagulasi sehingga saling menempel dan bergabung membentuk flok yang

ukurannya lebih besar. Agar diperoleh intensitas tumbukan yang memadai maka

diperlukan juga pengadukan atau aliran yang turbulen tetapi turbulensinya harus

lebih kecil dari aliran turbulen pada proses koagulasi. Proses ini bertujuan untuk

membentuk flok atau partikel yang lebih besar agar dapat diendapkan. Faktor-

faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok menjadi partikel yang lebih besar dan

dapat mengendap dengan gravitasi adalah kekeruhan pada air baku, jenis dari

suspensi solid, pH, alkali, bahan koagulan yang ditambahkan, dan lamanya proses

pengadukan (Suherman, 2003).

2.3.3. Sedimentasi (Pengendapan)

Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel padat yang

tersuspensi dalam zat cair karena adanya pengaruh gravitasi secara alami. Proses

pengendapan dengan adanya pengaruh gravitasi bertujuan untuk mengendapkan

partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat daripada air. Sedimentasi bertujuan

untuk mereduksi bahan-bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat

berfungsi untuk mereduksi adanya kandungan organisme (patogen) tertentu di

dalam air.

Proses sedimentasi dengan cara pengendapan dimana masing-masing

partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, ataupun kerapatan selama

terjadinya proses pengendapan. Sedimentasi merupakan suatu proses

pengendapan yang terjadi apabila padatan mempunyai berat jenis yang lebih besar

dari pada air sehingga mudah untuk tenggelam atau mengendap. Prinsip

sedimentasi yaitu proses pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya

gravitasi sehingga bagian yang padat akan berada di dalam kolam pengendapan

sedangkan air murni berada diatas (Kusnaedi, 2000).

Limbah hasil dari sedimentasi atau pengendapan berupa padatan lumpur

yang sebagian besar masih mengandung Al(OH)3 yang dibuang dan ditimbun

dalam kolom-kolam penampungan sebenarnya dapat diolah kembali menjadi

alumina (Al2O3) melalui proses hasil pengolahan kembali. Dari tiga proses di atas

Page 5: BAB II REVISI FIX.doc

8

maka akan terbentuklah lumpur. Lumpur yang berasal dari zat-zat pengotor dalam

air ini tidak dapat lagi dimanfaatkan. Namun, berdasarkan penelitian Sugiantoro

(2009), lumpur ini dapat digunakan sebagai koagulan dalam proses pengolahan air

baku.

2.3.4. Pengaruh Limbah Padat Lumpur PDAM terhadap Kedangkalan

Sungai Musi Palembang.

Sungai Musi di Palembang memiliki banyak peran di dalam kehidupan

perekonomian masyarakatnya. Sungai Musi tidak hanya berperan sebagai sarana

transportasi, namun juga sebagai penyedia air bahan baku industri dan kehidupan

sehari-hari, sehingga wajar bila dikatakan sebagai urat nadi Palembang. Namun

saat ini sungai Musi mulai menemui berbagai macam masalah, salah satu

diantaranya yaitu terjadi pendangkalan sungai yang terus meningkat setiap

tahunnya. Idealnya kedalaman sungai Musi berkisar dari 12 sampai 15 meter,

tetapi dikarenakan masalah pendangkalan tersebut, saat ini di beberapa daerah

tertentu menurut Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia atau Indonesia National

Shipowners Association (INSA) wilayah Sumatera Selatan, hanya berketinggian

tujuh meter (www.tribunnews.com/regional/2014/04/28/sungai-musi-kini-hanya-

miliki-kedalaman-7-meter, 2014).

Secara umum pendangkalan sungai sendiri dapat terjadi karena adanya

pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di

waduk/dam, kelokan sungai (meander), ataupun muara sungai. Partikel ini bisa

berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama

partikel tersebut biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang

berlebihan di daerah hulu sungai. Air hujan akan membawa dan menggerus tanah

subur yang berada di permukaan dan melarutkannya, kemudian akan terbawa ke

sungai, membentuk suspensi. Hasil partikel yang terbawa ini biasanya akan

berupa lumpur tanah dan kemudian tersedimentasi di dasar sungai.

Air baku yang berasal dari air sungai Musi dipakai di dalam produksi air

minum PDAM Tirta Musi, setelah selesai proses penjernihan menjadi air minum,

akan menghasilkan limbah padat lumpur yang akan ditampung pada bak-bak

penampungan. Limbah padat lumpur tersebut kemudian akan dibuang kembali ke

Page 6: BAB II REVISI FIX.doc

9

sungai Musi. Dengan demikian, hal ini dapat menambah volume lumpur di Sungai

Musi dan menambah risiko pendangkalan. Volume lumpur berdasarkan data dari

PDAM Tirta Musi dapat dilihat di bawah ini:

Produksi air baku = 10.084.219 m3 / Tahun

Kandungan lumpur = 3% / m3 air baku

Produksi lumpur per tahun = Produksi air baku x % kandungan lumpur dalam

air baku

= 10.084.219 m3 x 3 %

= 302.536, 57 m3/ Tahun

= 302.536, 57 ton/ Tahun

Volume lumpur yang mengendap di muara Sungai Musi berkisar 2 juta

hingga 3 juta meter kubik per tahun (Kompas, 2010) jumlah ini merupakan total

dari lumpur yang berada di sungai. Sehingga bila tidak ada solusi untuk

mereduksi jumlah tersebut akan terjadi pendangkalan di Sungai Musi. Solusi yang

dapat dilakukan adalah mengupayakan pengerukan dasar sungai (dredging) yang

bertujuan untuk mengangkat partikel-partikel lumpur yang telah tersedimentasi di

dasar sungai ke daerah lain.

Solusi lainnya adalah dengan mengolah kembali limbah lumpur PDAM

yang menjadi salah satu penyebab pendangkalan sungai Musi tersebut menjadi

koagulan atau hal-hal bernilai ekonomis lain. Bila tidak dilakukan, hal itu akan

menganggu jalannya transportasi, karena kapal-kapal besar dari luar Sumsel

bahkan luar negeri tidak dapat masuk ke ilir lebih jauh, sehingga berimbas pada

terganggunya kegiatan perekonomian.

Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Sumatera

Selatan, Indonesia. Dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang

terpanjang di pulau Sumatera dan membelah Kota Palembang menjadi dua bagian

yakni Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai

Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota

Sungsang. Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi

disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian

Page 7: BAB II REVISI FIX.doc

10

sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang

bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah : Sungai

Komering, Sungai Rawas, Sungai Leko, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai

Lematang, Sungai Semangus, Sungai Ogan, Lahan seluas 3 juta ha di daerah

aliran sungai (DAS) Musi dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar.

Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor.

2.4. Proses Pengolahan Air di PDAM

Gambar 2.2. Proses Pengolahan Air di PDAM

Proses pengolahan air baku menjadi air minum melalui beberapa tahap:

2.4.1. Bangunan Intake

Bangunan intake berfungsi sebagai tempat bangunan pertama untuk

masuknya air dari sumber air. Pada umumnya, sumber air baku untuk pengolahan

air bersih, diambil dari sungai-sungai. Pada setiap bangunan intake biasanya

terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut

tergenang dalam air. Selanjutnya, air tersebut akan masuk ke dalam sebuah bak

yang akan dipompakan ke bangunan selanjutnya, yaitu water treatment plant.

2.4.2. Water Treatment Plant

Water treatment plant adalah bangunan utama pengolahan air bersih.

Biasanya water treatment plant terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak koagulasi, bak

flokulasi, bak sedimentasi serta bak filtrasi dan penambahan desinfektan.

a. Koagulasi

Dari bangunan intake, selanjutnya air akan dipompakan ke bak koagulasi.

Koagulasi adalah proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku

Page 8: BAB II REVISI FIX.doc

11

sehingga membentuk campuran yang homogen. Dengan koagulasi, partikel-

partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok

(Suryadiputra, 1995). Partikel-partikel koloid yang terbentuk biasanya sulit untuk

dihilangkan jika hanya dilakukan dengan pengendapan secara gravitasi. Tetapi

jika koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi maka

koloid tersebut akan menjadi partikel yang lebih besar sehingga koloid-koloid

tersebut dapat dihilangkan dengan cepat.

Pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid,

karena air sungai atau air-air kotor biasanya mengandung berbagai jenis partikel

koloid. Proses destabilisasi partikel koloid ini bisa dilakukan dengan penambahan

bahan kimia seperti tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan metode rapid

mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun

dengan secara mekanis (menggunakan batang pengaduk).

Gambar 2.3. Proses Koagulasi

b. Flokulasi

Setelah dari unit koagulasi, kemudian air akan masuk ke dalam unit

flokulasi. Unit flokulasi ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok-

flok yang berasal dari unit koagulasi. Teknisnya adalah dengan cara dilakukan

pengadukan lambat (slow mixing). Flokulasi adalah suatu mekanisme dimana

flok-flok kecil yang telah terbentuk dalam proses koagulasi tadi akan membentuk

flok yang lebih besar untuk bisa mengendap. Tujuan proses flokulasi dalam

pengolahan air adalah untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang

telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel flok yang telah

distabilkan selanjutnya akan saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-

Page 9: BAB II REVISI FIX.doc

12

menarik sehingga membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta

mudah mengendap.

Gambar 2.4. Proses Flokulasi

c. Sedimentasi

Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi

dan unit flokulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit

sedimentasi ini berguna untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah

didestabilisasi pada unit sebelumnya. Unit sedimentasi menggunakan prinsip

massa jenis. Dimana massa jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan

lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi air dan lumpur akan

terpisah. Secara umum proses sedimentasi diartikan sebagai proses pengendapan

karena adanya gaya gravitasi. Partikel dengan massa jenis yang lebih besar

daripada massa jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil akan

melayang atau mengapung. Secara lebih terperinci sedimentasi merupakan proses

pengendapan flok yang telah terbentuk pada proses flokulasi. Gabungan antara

unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi disebut dengan unit aselator

Gambar 2.5. Proses Sedimentasi

d. Filtrasi

    Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Prinsip dasar

filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia dan biologi untuk

Page 10: BAB II REVISI FIX.doc

13

menyaring partikel yang tidak terendapkan dalam proses sedimentasi melalui

media berpori. Unit filtrasi berguna untuk menyaring dengan menggunakan media

berbutir. Media berbutir yang biasa digunakan terdiri dari antrasit, pasir silica, dan

kerikil silica dengan masing-masing memiliki ketebalan berbeda. Dilakukan

secara gravitasi. Selesailah sudah proses pengolahan air bersih.

Gambar 2.6. Proses Filtrasi

Setelah proses filtrasi biasanya dilakukan proses tambahan, seperti proses

desinfeksi yaitu dengan penambahan klor, ozonisasi dan UV sebelum masuk ke

bangunan selanjutnya, yaitu reservoir. Penambahan senyawa klor aktif pada air

bersih untuk membunuh organisme bakteriologis khususnya organisme pathogen

yang dapat menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia. Pembubuhan

desinfektan tersebut dilakukan pada air yang sudah mengalami penyaringan

sebelum air tersebut ditampung dan disalurkan pada konsumen.

Gambar 2.7. Proses Desinfeksi Penambahan Klor

2.4.3. Reservoir

    Setelah dari water treatment plant yang berupa clear water, sebelum

didistribusikan, air akan masuk ke dalam reservoir. Reservoir berfungsi sebagai

tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter sebelum

Page 11: BAB II REVISI FIX.doc

14

didistribusikan melalui pipa-pipa secara gravitasi.. Air ini sudah menjadi air

bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian

dapat dijadikan air minum. Karena kebanyakan distribusi menggunakan gravitasi,

maka reservoir ini biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi

daripada tempat-tempat pendistribusian. Resevoir biasanya diletakkan diatas

bukit, ataupun gunung.

Gambar 2.7. Unit Resevoir

Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi

Pengolahan Air. Agar menghemat biaya, pembangunan intake, water treatment

plant, dan reservoir dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup

tinggi, dengan demikian tidak dibutuhkan pumping station dengan kapasitas

pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari water treatment plant ke

reservoir. Setelah dari reservoir, air bersih tersebut siap untuk didistribusikan

melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi.

2.5. Pengujian Air Baku dengan Metode Jar Test

Metode jar test biasa digunakan untuk menguji kualitas air baku dan dosis

optimal koagulan pada suatu instansi penjernihan air seperti PDAM. Jar test

adalah suatu percobaan pengujian yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal

koagulan yang akan digunakan pada proses pengolahan air bersih. Selain

penambahan koagulan, diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok

tersebut akan mengumpulkan partikel – partikel yang kecil dan koloid. Partikel

kecil dan koloid tersebut bergabung dan mengendap bersama – sama. Jar Test

merupakan suatu rangkaian sederhana untuk proses koagulasi, flokuIasi dan

Page 12: BAB II REVISI FIX.doc

15

sedimentasi. Cara kerja jar test yaitu dengan membuat gerakan air limbah

berputar searah, sehingga padatan yang tercampur di dalam cairan limbah akan

ikut bergerak searah juga. Perputaran pengadukan tersebut dilakukan dengan 2

kecepatan yang berbeda yaitu kecepatan tinggi yang digunakan untuk

memisahkan partikel dengan cairan dan kecepatan lambat digunakan untuk

membentuk flok-flok. Jar test bermanfaat untuk menghilangkan bahan cemaran

yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid.

Dalam bidang industri, jar test biasa dilakukan untuk penjernihan air.

Proses penjernihan air menggunakan zat flokulan dan koagulan yang aman agar

air tersebut dapat difungsikan kembali. Jar test sangat bermanfaat dalam berbagai

bidang industri, karena setiap komponen industri, selalu membutuhkan air dan

menghasilkan limbah buangan. Terutama pada industri kecil, pasti akan ada

limbah yang dihasilkan, namun jika limbah tersebut diproses dan dijernihkan

maka airnya dapat dimanfaatkan kembali. Air tersebut dilakukan analisa dengan

metode jar test. Jar test berfungsi untuk menganalisa kelayakan air yang telah

diproses untuk digunakan kembali.

2.6. Parameter Air

Persyaratan air minum yang baik menurut Permenkes RI No

492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu harus memenuhi beberapa kriteria seperti

persyaratan kimiawi, persyaratan fisika, persyaratan mikrobiologis, persyaratan

radioaktif serta beberapa parameter tambahan lainnya. Parameter fisik air yaitu

berupa bau, warna, TDS, kekeruhan, rasa dan suhu. Parameter mikrobiologis yaitu

berupa kandungan bakteri dan kimia an-organik. Parameter kimiawi misalnya

kandungan logam (alumunium, klorida, mangan, besi), kesadahan, dan pH.

Kemudian parameter air tambahan lainnya yaitu berupa kandungan pestisida,

desinfektan, serta persyaratan radioaktivitas yang meliputi gross alpha activity

dan gross beta activity.

2.6.1. Turbiditas

Kekeruhan air atau sering disebut turbiditas adalah salah satu parameter uji

fisik dalam analisis kualitas air. Kekeruhan air yang terjadi disebabkan karena air

Page 13: BAB II REVISI FIX.doc

16

mengandung bahan suspensi yang dapat menghambat sinar menembus air dan

berbagai macam parikel yang bervariasi ukurannya, dimulai koloid sampai yang

berukuran makro. Semakin keruhnya air, maka mengindikasikan banyaknya

bahan organik yang terlarut, sehingga akan menambah jumlah bakteri di dalamnya

karena bahan organik merupakan makanan bagi bakteri.

Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan satuan NTU

(Nephelometric Turbidity Unit) setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat

turbidimeter. Kekeruhan air minum yang memenuhi syarat  kesehatan berdasarkan

acuan yang berlaku adalah tidak melebihi 5 NTU, secara kasat mata kekeruhan air

ini tidak akan terlihat. Namun jika kekeruhan nya melebihi 10 NTU maka akan

terlihat secara visual.

Tingkat kekeruhan air antara sumber yang satu dengan yang lainnya dapat

dipastikan berbeda, ini akibat pengaruh tingkat pencemaran yang berbeda-beda.

Sumber air alami seperti mata air dan air terjun merupakan sumber air dengan

tingkat kekeruhan yang rendah dibanding sumber air lainnya seperti air sumur, air

sungai, dan air hujan.

2.6.2. pH

pH merupakan pengertian dari konsentrasi ion hidrogen (H+) yang ada di

dalam air atau lebih mudah dikatakan sebagai derajat keasaman air.

Definisi formal mengenai pengertian pH adalah negatif logaritma dari aktifitas ion

hidrogen yang dapat dinyatakan dengan persamaan: pH= - log [H+] pH sangat

penting sebagai parameter kualitas air karena pH mengontrol tipe dan laju

kecepatan reaksi beberapa bahan yang terlarut di dalam air. Pengukuran pH sangat

penting bagi penyediaan air minum agar dapat diketahui apakah air tersebut layak

atau tidak, misalnya untuk proses koagulasi dibantu bahan kimia, saat disinfeksi,

serta pelunakan air dan pencegahan korosi.

Mahluk hidup di dalam air seperti ikan hidup pada selang pH tertentu,

sehingga jika mengetahui nilai pH maka akan bermanfaat menentukan apakah air

tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan makhluk hidup tersebut.

Besaran pH berkisar 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). pH

yang bernilai kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam , sedangkan pH

Page 14: BAB II REVISI FIX.doc

17

diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). pH bernilai 7 disebut

sebagai pH netral.

Fluktuasi keasaman air sangat ditentukan oleh alkalinitas di air sendiri.

Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air akan mudah mengembalikan pH-nya ke

nilai semula apabila terjadi perubahan nilai. Nilai pH yang tinggi (basa)

menyebabkan air akan terasa seperti kapur, dan akan timbul flok halus keputihan

dan makin lama akan mengendap sehingga tidak baik untuk dikonsumsi,

sedangkan air dengan pH rendah (asam) dapat menyebabkan karat/korosi

dikarenakan peka terhadap senyawa logam. Air yang baik dikonsumsi merupakan

air normal yang tidak bersifat asam dan bersifat basa.

2.6.3. TDS (Total dissolved solid)

TDS (Total dissolved solid) merupakan ukuran zat terlarut (zat organik

maupun anorganik, contoh: garam, dll) pada sebuah larutan, berdiameter < 10-6

mm dan koloid berdiameter 10-6 mm – 10-3 mm, dapat berupa senyawa-senyawa

kimia dan bahan-bahan lain, dan tidak tersaring pada kertas saring berdiameter

0,45 µm (Effendi, 2003). TDS terdapat di dalam air sebagai hasil reaksi dari zat

cair, gas, dan padat, yang berupa senyawa organik ataupun anorganik. Materi

anorganik biasanya berasal dari mineral, logam, dan gas yang terbawa ke dalam

air setelah kontak dengan materi permukaan dan pada tanah. Materi organik

berasal dari penguraian vegetasi, senyawa organik, dan gas-gas anorganik yang

telah terlarut.

Satuan TDS adalah Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram

per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas, zat yang terlarut dalam

air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-

6 meter). Pengukuran TDS umumnya digunakan untuk mengukur kualitas cairan,

diperuntukkan bagi pengairan, air minum murni, kolam renang, proses kimia,

pembuatan kosmetika dan pembuatan air mineral.