Upload
phamlien
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
SEJARAH PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG
DI BANYUMAS
A. Pilkada Langsung Produk Reformasi
Pilkada langsung di Indonesia produk reformasi yang dimulai
2005 sering dikatakan sebagai “lompatan demokrasi”. Istilah ini bisa
diartikan positif maupun negatif. Dalam pengertian posistif, pilkada
langsung merupakan sarana demokarsi untuk memberi kesempatan
kepada rakyat sebagai infrastruktur politik untuk memilih kepala
daerah secara langsung melalui mekanisme pemungutan suara. Sarana
ini akan membuat keseimbangan dengan suprastruktur politik, karena
melalui pemilihan langsung rakyat dapat menentukan jalannya
pemerintahan dengan memilih pemimpin yang dikehendaki secara
bebas dan rahasia. Meskipun rakyat tidak terlibat langsung dalam
pengembalian keputusan pemerintah sehari-hari, mereka dapat
melakukan kontrol atas jalannya pemerintahan yang sudah mendapat
mandat langsung dari rakyat. (Amirudin dan Zaini Bisri, 2006: 5).
Bangsa Indonesia memasuki tahap baru dalam rangka
penyelenggaraan dan tata pemerintahan ditingkat lokal. Kepala daerah
baik Gubernur, Walikota maupun Bupati yang sebelumnya dipilih
langsung oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), sejak Juni
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
2
2005 dipilih secara demokratis langsung oleh rakyat melalui proses
Pemilu Kepala Daerah. Pemilihan daerah dilakukan satu paket
bersama dengan wakil kepala daerah.
Pilkada langsung di Banyumas merupakan bagian dari produk
reformasi Indonesia, sejak Juni 2005 dipilih secara demokratis
langsung oleh rakyat melalui proses Pemilu Kepala Daerah. Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum, pilkada dimasukan dalam rezim
pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berkaitan dengan penyelengaran
Pilkada pemerintah telah mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah yang kemudian beberapa ketentuan
diubah, perubahan tersebut tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun
2008 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang kemudian diubah melalui PP Nomor 27
Tahun 2007 dan yang terahir beberapa kententuan diubah kembali
melalui PP Nomor 49 Tahun 2008.
Pilkada Banyumas 2003 merupakan pilkada pertama yang
dipilih oleh anggota DPRD hasil pemilu reformasi 1999. Dalam
kontestasi politik lokal ini terjadi persaingan politik yang terbuka
antar elit politik sebagai calon bupati. Para anggota DPRD Kabupaten
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
3
Banyumas dari berbagai partai politik yang memiliki hak suara dalam
kontestasi politik tersebut dalam situasi tarikan kepentingan politik
yang bersifat pragmatis, yaitu dalam bayang-bayang money politic.
B. Politik Banyumas
Banyumas adalah sebuah wilayah dengan masyarakat sebagian
besar merupakan kaum nasionalis pribumi. Dominasi penguasaan
politik oleh partai-partai berideologi nasionalis masih erat. Hasil
pemilu legislatif dari masa ke masa seakan menunjukkan kondisi
tersebut. Pada pemilu terakhir atau 2009, peringkat lima besar
diduduki oleh partai berhaluan nasionalis. PDIP, meski jumlah
perolehan suara lebih kecil dibandingkan dengan Pemilu 2004 lalu,
masih tetap menjadi penguasa dengan perolehan suara sebanyak 26,17
persen. Peringkat kedua diduduki oleh Partai Demokrat dengan 13,53
persen. Berturut turut kemudian, Partai Golkar dengan 12,69 persen,
PKB 9,46 persen, dan PAN 9,27 persen. Sejak era orde lama,
Banyumas dikenal sebagai basis massa nasionalis. Pemilu 1955
menjadi representasi kondisi masyarakat Banyumas saat itu. Peraih
suara terbanyak di Pemilu tahun tersebut adalah PNI. Tahun-tahun
berikutnya pada era orde baru, berkat rekayasa politik dan
kecurangan-kecurangan penguasa, Golkar yang saat itu ber-format
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
4
ormas (organisasi masyarakat) selalu menang mutlak di wilayah
Banyumas.
Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi yang ditandai
dengan sistem multipartai, membuka harapan baru. Namun lagi-lagi,
partai nasionalis terlalu kuat untuk digeser dominasinya. Pada Pemilu
1999 PDIP memperoleh suara terbanyak di wilayah ini dengan
meraup suara sebanyak 47,49% atau 19 kursi, menang mutlak dan
Golkar merosot drastis dengan hanya meraup 6 kursi DPRD. Namun,
kondisi ini tidak berlaku pada Pemilu 2004. Tingginya ekspektasi
masyarakat terhadap kebijakan pemerintahan Megawati dan gagalnya
wakil PDIP di legislatif untuk merepresentasikan diri sebagai wakil
wong cilik menjadi penyebabnya. Dan terbukti, ternyata perolehan
suara PDIP menurun drastis menjadi 36,56%. Meski demikian, PDIP
masihlah menduduki peringkat tertinggi.
Kemenangan partai berideologi nasionalis itu tidak mengejutkan
mengingat mayoritas kader partai nasionalis berasal dari massa
tradisional dikantong-kantong wilayah pedesaan. Jangan lupa, 80
persen dari total wilayah Banyumas seluas 1.327,60 km2 adalah
wilayah pedesaan. Entah disadari atau tidak, saat ini dominasi
pengusaan politik partai-partai lama berbasis massa tradisional di
kantong-kantong pedesaan semakin tergerus oleh kekuatan partai baru
yang selama ini dikenal hanya mampu berkiprah di perkotaan. Partai
Demokrat menjadi tokoh utama dalam kasus ini. Partai yang
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
5
sebelumnya hanya dikenal di perkotaan, kini mampu melakukan
penetrasi hingga ke pedesaan.
Munculnya pasangan Mardjoko-Achmad Husein menjadi
pemenang, mengalahkan dominasi PDIP di era pasca orde baru,
seakan menguatkan fakta alam demokratis yang berlangsung di
wilayah ini, bahwa tidak ada satupun kekuatan politik yang mampu
menancapkan pengaruhnya secara kekal. Sejarah konstelasi politik
modern di wilayah yang berpenduduk sekitar 1.734.154 orang ini
kerap kali memunculkan peta baru dalam penguasaan politik.
Meskipun sama-sama berideologi nasionalis. Kemenangan pasangan
Mardjoko-Achmad Husein memunculkan kondisi yang sering disebut
dengan anomali politik, karena pasangan tersebut didukung oleh partai
yang tidak mempunyai suara mayoritas di pemilu legislatif. (data dari
BPS Banyumas)
Pada kenyataannya, Banyumas termasuk daerah di Pulau Jawa
yang relatif dinamis. Perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan
intrik dan senjata sudah dilakukan sejak daerah ini dalam kekuasaan
Kasultanan Pajang. Kemudian pada abad ke-19, wilayah Banyumas
menjadi salah satu medan pertempuran dahsyat antara pasukan
Pangeran Diponegoro dengan tentara Belanda. Pada masa kolonial,
Panglima Besar Jendral Soedirman merencanakan dan mengatur
strategi melawan penjajah juga di daerah Banyumas. Demikian pula
pada masa pergerakan. Purwokerto, yang kini menjadi kota wilayah
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
6
bagian Banyumas, adalah tempat yang dipilih oleh Tan Malaka untuk
melakukan kongres bersama pimpinan partai politik lainnya. Di kota
ini pula Partai Murba, sebagai salah satu partai yang besar di era
pergerakan digagas. Di masa peralihan kekuasan dari orde baru ke
orde reformasi, Banyumas juga merupakan salah satu penggerak
reformasi yang ditandai maraknya unjuk rasa yang digelar oleh
mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah ini.
([email protected] diakses tanggal 15 Agustus 2016)
Kondisi yang dinamis itu muncul tidak lepas dari kondisi
masyarakat Banyumas yang selalu terbuka dalam menerima hal baru.
Kepemimpinan Mardjoko-Achmad Husein termasuk hal yang baru
bagi masyarakat Banyumas. Selain Bupati dan Wabup pertama
melalui pemilihan langsung, keduanya adalah pemimpin politik yang
berasal dari non-militer. Perlu diketahui sejak tahun 1966, Banyumas
selalu dipimpin dari kalangan militer. Di tengah keterbukaan politik
yang kian berembus, kondisi masyarakat ini akan dimanfaatkan oleh
kontestan Pilkada mendatang. Pemenang pilkada nanti adalah
kontestan yang mampu memberikan harapan-harapan baru untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga Banyumas dengan mempromosikan
kemandirian sosial, keadilan sosial, dan partisipasi masyarakat
Mulainya fase perjuangan anti kolonialisme melalui wadah
organisasi modern, kerjasama dan tarik – menarik anatar kekuatan
nasionalis dan Islam mulai dilegalkan lembaganya, hal ini juga terjadi
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
7
di tingkat lokal. Di Banyumas kekuatan nasionalis terpusat di
lingkaran kecil intelektual moderen dengan didikan baratnya dan
kalangan Priyayi yang menduduki posisi penting di birokrasi kolonial.
Beberapa nama seperti dr. Grumberg sebagai salah satu pendiri Budi
Utomo dan Ari Tjokroadisurjo merupakan Bupati Purwokerto 1924 –
1935 mereka adalah dua orang terkemuka yang menjadi “patron”
kalangan nasionalis di Banyumas. Dekade 1940-an menjadi figur
paling ternama dalam barisan nasionalis ialah Mr. Ishak
Tjokroadisurjo (Asisten Residen Banyumas, 1942 – 1945) dan
Residen Banyumas 1945 – 1950 ) dan Prof. Sumitro Kolopaking
Purbonegoro. ([email protected] diakses tanggal 15
Agustus 2016).
Salah satu alasan mengapa kalangan nasionalis memiliki akar
yang sangat kuat di Banyumas merupakan kepeloporan dan keaktifan
kalangan priyayi/birokrat di Banyumas dalam perjuangan menentang
kolonialisme. Penyebaran gagasan – gagasan nasionalisme yang
menyebar begitu cepat di kalangan masyarakat banyumas sampai
dengan lapisan bawahnya menjadi bukti bahwa sumber daya politik
dan ekonomi yang dimiliki priyayi/birokrat sangat kuat. Gagasan
perjuangan anti kolonialisme di Banyumas juga menyebar di kalangan
kyai dan elit agama islam, ada tiga sentra penyebaran Islam yang
berperan dalam menumbuhkan bibit anti kolonialisme, yaitu
Purwokerto, Sokaraja, dan Kebarongan. Purwokerto adalah pusat
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
8
aktivitas gerakan Muhammadiyah sedangakan Sokaraja menjadi pusat
kegiatan NU, Pesantren Kebarongan kuat dipengaruhi oleh gagasan –
gagasan Pan Islamisme dengan tokoh sentralnya Kyai Zawawi Habib
([email protected] diakses tanggal 15 Agustus 2016).
Kalangan nasionalis dan kyai/elit agama meski memiliki
gagasan sama mengenai anti kolonialisme keduanya memiliki
perbedaan yang sangat signifikan dalam orientasi dan strategi
perjuangannya. Kalangan nasionalis menekankan pada terciptanya
nation – state Indonesia dengan langkah – langkah politik dan
mobilisasi massa, sementara kalangan Kyai/elit agama lebih
menekankan pada terbentuknya tatanan moral yang islami melalui
jalan dakwah dan pendidikan. Perbedaan orientasi dan strategi
perjuangan dua golongan ini saling mengisi kekurangan dan bahu –
membahu dalam perjuangan anti kolonialisme.
Pada masa pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan, kerja
sama kalangan nasionalis dan Islam terwujud dalam keterlibatan
aktifnya dalam organisasi – organisasi semi militer bentukan Jepang.
Kalangan nasionalis dan Muhammadiyah banyak tergabung dalam
PETA, sedangkan kalangan NU banyak yang tergabung dalam milisi
Hizbullah/Sabilillah. Kuatnya basis sosial PETA Hizbullah/Sabilillah
dan kerjasama erat keduanya adalah salah satu penjelasan utama
kenapa Banyumas menjadi daerah pertama yang paling solid dalam
mobilisasi fisik menentang kolonialisme. Menurut banyak kalangan,
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
9
perlucutan senjata Jepang di Banyumas adalah yang terbesar di
banding daerah lain.
Transisi kekuasaan yang cepat dan relatif damai dari tangan
Jepang pada awal September 1945 merupakan bukti kerjasama erat
antara kalangan nasionalis dan Islam di Banyumas. Mr. Ishak
Tjokroadisurjo bahu-membahu dengan Kyai Raden Muchtar (NU),
Kyai Abu Dardiri (Muhammadiyah), dan Sudirman (tokoh
pemuda/PETA/Muhammadiyah) dalam menggalang dukungan bagi
revolusi kemerdekaan Indonesia.
Pasca kemerdekaan pada dekade 1950-an mulai berubah
konstelasi politik lokal dan pola hubungan yang terbangun antara
kalangan nasionalis dan Islam di Banyumas. Kalangan nasionalis
tumbuh menjadi kekuatan politik dominan, sedangkan kalangan islam
semakin terpinggirkan sebagai kekuatan politik. Fragmentasi politik
atas dasar aliran dan ideologi yang terjadi di Indonesia pada dekade
1950 dan 1960-an memiliki resonansi kuat di Banyumas. Namun,
fragmentasi ini sedikit mereda ketika ada ancaman musuh bersama
pada pertengahan 1960-an. Bersatunya beberapa elemen kekuatan
nasionalis dan Islam serta kerjasma yang mereka bangun dengan
militer sangat efektif mengeliminasi kekuatan komunis dari panggung
politik lokal Banyumas.
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
10
C. Politik Banyumas Masa Orde Baru dan Awal Reformasi
(1988-2003)
Pada masa Orde Baru di pelbagai daerah di Indonesia yang
menduduki jabatan pemerintah daerah hampir di dominasi dari
kalangan militer begitupun di Banyumas. Kontrol militer terhadap
rakyat Indonesia secara menyeluruh di semua sendi kehidupan dimana
para perwira militer ikut andil dalam aspek kehidupan politik praktis,
ekonomi, dan sosial.
Pada awal 1960-an militer memiliki struktur organisasi yang
hebat „manajemen teritorial‟ dimana para perwira militer mengawasi
sebagian besar aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial,
mengontrol langsung rekan administratif sipil mereka sampai ke
tingkat kabupaten. Singkatnya sejak lahir Orde Baru petinggi –
petinggi militer mendominasi elit pemerintahan Soeharto, tujuan
utama rezim ini adalah melanggengkan kekuasaan. Untuk itu,
stabilitas perekonomian yang goyah pada 1965 perlu segera
dipulihkan agar alat kelembagaan kekuasaan dipertahankan dan
diperkuat sampai tingkat terkecil (Julie Southwood – Patrick Flagnan
2013:63).
Legitimasi kekuasaan model Orde Baru begitu sempurna
melanggengkan kekuasaan Suharto dengan penempatan perwira aktif
pada posisi penting birokrasi sampai tingkat kabupaten, ibarat sebuah
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
11
pohon setiap cabangnya sampai dengan akar – akarnya harus diisi
dengan kroni – kroninya sehingga pemerintahan pusat memiliki
kontrol yang kuat hingga lapisan bawah. Letkol Djoko Sudantoko
adalah Bupati Banyumas yang berkuasa pada masa orde baru,
menduduki jabatan bupati selama dua periode yaitu 1988-1993 dan
periode 1993-1998. (Data di BPS laporan DPRD Banyumas)
Untuk mendukung kebijakan pengembangan kawasan kota
Purwokerto, pemerintah Kabupaten Banyumas melakukan kebijakan
pembebasan tanah bondo desa di wilayah perkotaan dengan
menggantikan tanah bondo desa di wilayah desa lain. Praktek tukar
guling tanah bondo desa ini salah satu langkah politik yang banyak
dilakukan oleh bupati Letkol Djoko Sudantoko selama dua periode
kepemimpinannya dalam kaitannya dengan elit pengusaha. Pihak yang
paling diuntungkan oleh Made, sebagai pengusaha yang menguasai
bisnis perumahan dan pertokoan. Made bisa dikatakan sebagai aktor
utama yang “menggosok” bupati agar melakukan serangkaian
kebijakan tukar guling tersebut. Akhirnya Made sebagai pemilik
modal, menguasai tanah “bondo desa” yang telah di tukar guling pada
posisi yang strategis berada di wilayah kota Purwokerto. Bupati
Banyumas Letkol Djoko Sudantoko selanjutnya memberi kemudahan
politik kepada Made dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan
perijinan usaha bagi bisnis Made dalam pemanfaatan tanah hasil tukar
guling tersebut. Konfigurasi politik lokal pada masa orde baru di
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
12
Kabupaten Banyumas di dominasi oleh dua elit penting yang saling
menguntungkan yaitu antara elit politik (Bupati) dengan elit ekonomi
(penguasaha, Made) (Ahmad Rofik dkk. 2010: Vol2)
Sepanjang sejarah politik orde baru Kabupaten Banyumas
selalu dipimpin oleh militer aktif. Demikian pula berakhirnya
kekuasaan Bupati Banyumas Letkol Djoko Sudantoko, digantikan
oleh Letkol Inf. Aris Setiono untuk masa jabatan 1998-2003 pada
masa transisi politik nasional dari rezim orde baru ke masa reformasi.
Seiring dengan maraknya gerakan reformasi politik nasional, maka
pada aras lokal Kabupaten Banyumas juga terjadi dinamika politik
lokal. Yaitu, jika pada masa orde baru relasi elit politik dan elit
ekonomi bersifat monolitik, maka pada masa reformasi terjadi
dinamika elit lokal yaitu memperebutkan arena politik dan ekonomi
lokal dalam rangka upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Arena politik dan ekonomi tidak lagi di dominasi elit politik
pemerintah (Bupati) dengan elit ekonomi (pengusaha keturunan
tionghoa, Made) saja. Pada level elit ekonomi, tampilnya kelompok
pengusaha pribumi dan keturunan Arab di Purwokerto (Nasir,keluarga
Ba‟asyir, Ali Basalamah), dan elit pengusahaTionghoa lainnya
(Buntoro), kemudian pada tahun 2008 pengusaha pribumi (Wisnu
Suhardono) besar di Jakarta dari lingkungan “cendana” pada
masa Orde Baru, ikut bermain pula sebagai aktor elit politik sekaligus
ekonomi di Kabupaten Banyumas. Sementara pada level elit politik,
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
13
berperannya elit-elit partai politik, diantaranya dr. Tri Waluyo Basuki
(politisi PDIP, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas 1999-2004), dan
Herman (Ketua DPC PDIP, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas 2004-
2009), Musaddad Bikri Noor (politisi PKB), Haris Subiyakto (politisi
Partai Golkar).
D. Pilkada Banyumas Tahun 2003
Pilkada Banyumas 2003 merupakan pilkada pertama yang
dipilih oleh anggota DPRD hasil pemilu reformasi 1999. Dalam
kontestasi politik lokal ini terjadi persaingan politik yang terbuka
antar elit politik sebagai calon bupati. Para anggota DPRD Kabupaten
Banyumas dari berbagai partai politik yang memiliki hak suara dalam
kontestasi politik tersebut dalam situasi tarikan kepentingan politik
yang bersifat pragmatis, yaitu dalam bayang-bayang money politic.
Tabel 1. Peta Politik Anggota DPRD Kabupaten Banyumas 1999-2004
No Perwakilan Politik Jumlah Kursi
1. PDI Perjuangan 17
2. PKB 8
3. P Golkar 6
4. PAN 5
5. PPP 2
6. PBB 1
7. PDI 1
8. TNI/Polri 5
Jumlah 45
Sumber: Diolah dari data DPRD di BPS Kabupaten Banyumas
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
14
Pertarungan politik paling seru adalah antara calon bupati
Letkol Inf Aris Setiono (Bupati, incumbent) dicalonkan Fraksi Partai
Golkar dengan calon bupati Drs Bambang Priyono, MSi (Sekda
Kabupaten Banyumas) dicalonkan Fraksi PDIP dan Fraksi PKB.
Munculnya dr. Tri Waluyo Basuki (anggota F-PDIP dan Ketua DPRD
Kabupaten Banyumas) dirinya merasa kesal tidak dicalonkan F-PDIP
akhirnya dicalonkan oleh Fraksi Gabungan.
Muculnya dr Tri sebagai calon Bupati dapat di duga sejak awal
sebagai kekuatan memecah kekuatan suara Fraksi PDIP dan sekaligus
mencoba mengambil keuntungan politik dari pertarungan antara kedua
calon bupati tersebut. Sementara munculnya calon wakil bupati Drs
Imam Durori, MAg (anggota F-PKB) berpasangan dengan Letkol Inf
Aris Setiono adalah jelas sebagai langkah memecah kekuatan suara
Fraksi PKB. Tantangan politik besar dihadapi Drs Bambang Priyono,
MSi merupakan pejabat pemerintah yang dikenal luas dan sangat
dekat dengan masyarakat bawah.
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
15
Tabel 2. Profil Calon dan Partai Pengusung
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas dalam Pilkada 2003
Sumber: Diolah dari data DPRD di BPS Kabupaten Banyumas
Dalam hitungan politik, diatas kertas Drs.Bambang Priyono,
MSi didukung dua kekuatan fraksi yang cukup besar (F-PDIP dan F-
PKB), sementara Letkol Inf Aris Setiono sebagai bupati yang militer
di dukung kekuatan politik orde baru (F-Partai Golkar dan Fraksi
TNI/Polri). Tetapi pada kenyataannya dr. Tri Waluyo Basuki
memainkan peranan yang sangat penting dan signifikan dalam
memecah suara F-PDIP.
Pemilihan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Banyumas
dilaksanakan dalam dua putaran dengan kemenangan tipis, selisih 1
(satu) suara pada putaran pertama oleh Drs Bambang Priyono, MSi
(16 suara) atas Letkol Inf Aris Setiono (15 suara). Sementara dr. Tri
Waluyo Basuki memperoleh 14 suara. Pada pemilihan putaran kedua
No Pasangan Calon
Bupati&Wakil
Latarbelakang Calon Partai
Pengusung
1. Letkol Inf Aris Setiono
Drs Imam Durori, Mag
Bupati Banyumas
Anggota DPRD F-PKB
F-P Golkar
2. Drs Bambang Priyono, Msi
Musaddad Bikri Noor, SH
Sekda Banyumas
Ketua DPC PKB
Koalisi F-
PDI
Perjuangan
& F-PKB
3. dr. Tri Waluyo Basuki
Drs Restriarto Efiawan, MM
Ketua DPRD, F-PDIP
Kader PAN
F-
Gabungan
(PAN,
PPP, PDI,
PBB)
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
16
akhirnya dimenangkan oleh Letkol Inf Aris Setiono memperoleh 28
suara, sementara Drs Bambang Priyono, MSi hanya memperoleh 17
suara, bertambah 1 suara. Peran politik penting dimainkan oleh dr. Tri
Waluyo Basuki dalam menarik dukungan suara untuk memenangkan
Letkol Inf Aris Setiono. Tentu saja dukungan politik dr Tri Waluyo
Basuki kepada Letkol Inf Aris Setiono melalui proses negosiasi politik
yang sangat singkat, oleh karena dari pemilihan putaran pertama ke
pemilihan putaran kedua hanya dibatasi jeda waktu istirahat 15 menit.
Pasangan Letkol Inf Aris Setiono terpilih sebagai Bupati Banyumas
untuk masa jabatan 2003-2008.
Tabel 3. Perolehan Suara Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati Banyumas dalam Pilkada 2003
Sumber: Diolah dari data DPRD di BPS Kabupaten Banyumas
No Pasangan Calon Bupati & Wakil Putaran I Putaran II
1. Letkol Inf Aris Setiono
Drs Imam Durori
15 28
2. Drs Bambang Priyono
Musaddad Bikri Noor, SH
16 17
3. dr. Tri Waluyo Basuki
Drs Restriarto Efiawan, MM
14 15
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
17
E. Undang-Undang Pilkada Tahun 2007
Pemilihan Presiden dan wakil presiden secara langsung pada
tahun 2004 menjadi tolak ukur dilakukannya pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) secara langsung. Hal itu telah diatur dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 yang berbunyi “Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Pasangan yang maju sebagai calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pasangan yang
diajukan partai politik atau gabungan partai politik. Setelah revisi
tentang perubahan kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, pasangan calon yang maju Pilkada tidak hanya
pasangan calon yang diusung partai atau gabungan partai politik,
akan tetapi pasangan calon yang berangkat dari jalur perseorangan
atau independen.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemilihan kepala daerah secara langsung itu menggunakan rujukan
atau konsideran Pasal 1, Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD
1945. Frase “ kedaulatan di tangan rakyat” dan dipilih secara
demokratis” agaknya menjadi sandaran pembuat Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 merumuskan diterapkannya pemilihan
kepala daerah secara langsung untuk menggantikan pemilihan
kepala daerah melalui sistem perwakilan melalui DPRD
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
18
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999.(Jurnal Fakultas Hukum Unibersitas Pancasila: Vol. No.1
Februari 2014)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung dengan demikian
merupakan proses politik yang tidak saja merupakan mekanisme
politik untuk mengisi jabatan demokratis (melalui pemilu); tetapi
juga sebuah implementasi pelaksanaan otonomi daerah atau
desentralisasi politik yang sesungguhnya.
Pilkada di Banyumas tahun 2008 belum memunculkan pasangan
calon dari jalur perorangan atau independen hal itu karena Pilkada
tahun itu merupkan pengalaman kali pertama masyarakat Banyumas
melakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Baru pada Pilkada tahun 2013 dari enam pasangan calon Kepala
Daerah yang maju dalam kontestasi politik ada dua pasangan calon
dari jalur perorangan yaiti pasangan calon Bupati Toto Dirgantoro
dan calon Wakil Bupati Sifudin,SH satu pasangan lagi Anteng
Tjahyono Widyadi, A.Md dan calon Wakil Bupati Drs. Dwi Basuki.
Sedangkan pasangan lain masing-masing yang diusung partai politik
Muhsonuddin.S.Ag dan Hendri Anggoro Budi, ST.,SE., (Paratai
Demokrat,PKB,PKPB), Drs.H.Mardjoko,MM dan dr. Gempol
Suwandono,MMR(Golkar,Gerindra,Hanura), Ir. H. Achmad Husein
dan dr. Budhi Setiawan(PDI-P dan PPP), dan terakhir pasangan
calon nomor enam H. Warman,SH.,SE.,MM dan
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016
19
Hj.Winarni,SH.,M.Hum(PAN dan PKS), meskipun dua pasangan
dari jalur perseorangan hanya mendapat perolehan 4-3 suara hal itu
sudah menunjukan bahwa kredibilitas calon-calon jalur perorangan
memiliki kredibilitas yang baik. (Wawancara Ketua KPUD Tanggal
1 Agustus2016)
Dinamika Pemilihaan Kepala Daerah..., Yusup, FKIP UMP, 2016