15
20 BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika kita memahami agama orang Jepang melalui agama resmi, agama sempurna atau agama dunia, dimana agama-agama seperti ini di dalam sejarah tertentu adalah merupakan suatu agama yang terbentuk oleh seorang pemuka atau nabi, memiliki kitab suci tertentu, penganut resmi dan masing-masing agama tersebut memiliki karakter yang khas, maka sebagai hasilnya, akan membuahkan suatu kesimpulan yang terbatas pada penganut-penganut agama ini satu sama lain saling bersaing, dan menganggap bahwa ajaran ( doktrin ) agama merekalah yang paling sempurna. Oleh karena itu, jika kita memahami kebudayaan spiritual Jepang berlandaskan agama sempurna atau agama dunia tertentu, misalnya dengan memusatkan perhatian pada bentuk bangunan tertentu, ritus-ritus, doktrin ( ajaran) dari agama-agama yang bersangkutan. Maka ini berarti mempermasalahkan keyakinan yang bersifat kyukyoku atau menempatkan permasalahan pada kutub yang paling luhur yang akhirnya akan suatu argumentasi keagamaan orang Jepang yang khusus. Atas dasar itu menurut Kunusoki dalam Dahsiar Anwar ( 1992: 59 ) perlu diambil suatu alternative untuk memahami agama orang Jepang dari sudut pendekatan yang bersifat mendasar, agar dapat memahami secara menyeluruh tentang agama orang Jepang pada umumnya. Pendekatan yang bersifat mendasar disini didalam arti , Universitas Sumatera Utara

BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

20

BAB II

SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG

DAN DRAMA NOH

2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang

Jika kita memahami agama orang Jepang melalui agama resmi, agama

sempurna atau agama dunia, dimana agama-agama seperti ini di dalam sejarah

tertentu adalah merupakan suatu agama yang terbentuk oleh seorang pemuka atau

nabi, memiliki kitab suci tertentu, penganut resmi dan masing-masing agama tersebut

memiliki karakter yang khas, maka sebagai hasilnya, akan membuahkan suatu

kesimpulan yang terbatas pada penganut-penganut agama ini satu sama lain saling

bersaing, dan menganggap bahwa ajaran ( doktrin ) agama merekalah yang paling

sempurna. Oleh karena itu, jika kita memahami kebudayaan spiritual Jepang

berlandaskan agama sempurna atau agama dunia tertentu, misalnya dengan

memusatkan perhatian pada bentuk bangunan tertentu, ritus-ritus, doktrin ( ajaran)

dari agama-agama yang bersangkutan. Maka ini berarti mempermasalahkan

keyakinan yang bersifat kyukyoku atau menempatkan permasalahan pada kutub yang

paling luhur yang akhirnya akan suatu argumentasi keagamaan orang Jepang yang

khusus.

Atas dasar itu menurut Kunusoki dalam Dahsiar Anwar ( 1992: 59 ) perlu

diambil suatu alternative untuk memahami agama orang Jepang dari sudut pendekatan

yang bersifat mendasar, agar dapat memahami secara menyeluruh tentang agama

orang Jepang pada umumnya. Pendekatan yang bersifat mendasar disini didalam arti ,

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

21

fokus studi agama di Jepang tidak diletakkan pada pola ajaran ( doktrin ) agama

bersifat sebagai tolak ukurnya dan membuat suatu pendekatan yang bersifat

normative, melainkan menempatkan fokus pengamatan pada agama sebagai

penghayahatan dan penginterpretasian manusia dalam kaitannya dengan pengalaman

hidup sehari-hari atau dengan kata lain memusatkan perhatian pada tingkah laku

keagamaan yang bersifat empiris.

Hanazono dalam Eman Kusdiyana ( 1995: 97 ) mengatakan, bahwa agama

Jepang dibagi dalam 3 klasifikasi, yakni agama yang bersifat individual ( Kobetsteki

Shukyo ), agama yang bersifat universal ( Fuhenteki Shukyo) dan agama yang bersifat

fungsional ( Kinoteki Shukyo ).

Agama yang bersifat individual misalnya Shinto. Agama Shinto ini dapat juga

dikatakan minzoku shukyo ( folk religion ) atau shizen shukyo ( natural religion ).

Pada prinsipnya, minzoku atau shizen shukyo ini tidak dapat memiliki pencipta, tidak

memiliki kitab suci, tetapi hanya memiliki tempat ibadat saja.

Seperti halnya agama Shinto memiliki tempat ibadat yang disebut Jinja. Jinja

ini mempunyai fungsi sebagai simbol kerja sama ( community ) dan persatuan (unity),

upacara perkawinan, tempat memohon supaya panen berlimpah dan lain-lain. Dengan

demikian masyarakat jepang dalam kehidupan sehari-hari sering menyelenggarakan

upacara-upacara berdasarkan agama Shinto.

Agama Budha merupakan agama yang bersifat universal di Jepang. Agama

Budha di Jepang terbagi atas dua aliran, yakni ortodok Budhisme ( sectional

Budhisme ) yaitu agama yang memiliki sekte ( seperti: Tendaishu, Jodoshu, Jishu dan

sebagainya).

Popular Budhisme, yaitu agama Budha yang bertentangan dengan sekte ( cross

sectional ) serta agama Budha yang bersifat kerakyatan ( folkoristic Budhisme ).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

22

Popular Budhisme ini selanjutnya menjadi Shomin Shinko ( kepercayaan rakyat).

Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang, mereka

menyelenggarakan persembahan sesajen untuk arwah nenek moyangnya di kuil

Budha, mengadakan upacara penguburan berdasarkan agama Budha, memohon

kepada dewa Budha untuk menyembuhkan penyakit dan sebagainya. Dengan

demikian masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-harinya, selain

menyelenggarakan upacara berdasarkan agama Shinto juga menyelengggarakan

upacara berdasarka agama Budha. Disini kelihatan adanya keterpaduan antara agama

Shinto dan agama Budha.

Agama yang bersifat fungsional dapat dikatakan kepercayaan secara Magic

( Jujutsuteki Shinto ). Hal ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang

sehari-hari. Misalnya, orang ingin melahirkan dengan selamat, bayinya sehat, berdoa

supaya tanaman subur, berdoa minta hujan, ingin menyembuhkan penyakit dan

sebaginya. Orang-orang banyak pergi ke kuil untuk memohon hal itu kepada dewa.

Disini timbul kebingunan antara memohon sesuatu berdasarkan agama dan magic.

Malinowski dalam Eman Kusdiyana mengatakan bahwa fungsi upacara

berdasarkan magic dan agama berbeda, menurutnya upacara berdasarkan agama

( religion ceremony ) berarti upacara untuk tujuan tertentu yang tak jelas dan

dierjakan bersama-sama. Jadi upacara ini berdasarkan integrasi, misalnya upacara

perkawinan ( Kekkonshiki ). Sedangkan upacara berdasarkan magic, berarti upacara

yang mempunyai tujuan yang jelas, misalnya ingin mempunyai anak yang sehat,

cantik dan sebagainya. Malinowski menyebut upacara ini adalah magic ceremony.

Kesimpulannya, bahwa upacara yang diselenggarakan oleh masyrakat Jepang dalam

kehidupan sehari-hari, ada tiga jenis upacara, yakni upacara berdasarkan agama

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

23

Shinto, berdasarkan agama Budha dan berdasarkan magic. Upacara ini semuanya

dilaksanakan masyarakat Jepang sehari-hari.

Dari hal diatas, terlihat bahwa agama yang bersifat individu, universal dan

fungsional bercampur hidup berdampingan ( paralel ). Dengan demikian bangsa

Jepang bias dianggap multi personality atau kepercayaan orang Jepang dapat

dianggap juga multi dimensial. Jadi masyrakat Jepang membentuk

keyakinannyaberdasarkan prinsip religius ( Shukyoteki ) dan magic ( Jujutsuteki ).

Dan oleh Masahiro Kusunoki integrasi dinamikadari Jujutsuteki-Shukyoteki inilah

yang disebut Shomin Shinko.

Selanjutnya Kusunotoki dalam S Dahsiar Anwar ( 1992: 64 ) mengatakan dan

menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan Shomin Shinko. Dikatakannya

bahwa:

Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagi macam tujuan dan cara hidup.

Ada hidup yang bertujuan untuk uang, nama, kekuasaan, hidup untuk mencari

ke benaran, untuk tujuan seni, hidup untuk etik dan lain-lain. Di pihak lain

yaitu didalam aspek kehidupan religius terdapat gejala kehidupan yang

terungkap seperti doa-doa, kutukan, penycian dan lain-lain. Gejala

kepercayaan ini bukan merupakan tujuan nilai budaya yang rasional, tapi

sebaliknya kebanyakan adalah bersifat Jujutsuteki-Shukyoteki atau religiu

magic, yaitu gejala kepercayaan yang enunjukkan usaha untuk mencapai

tujuan guna memenuhi atau memuaskan tuntutan atau keinginana yang

dianggap tidak mungkin direalisasikan secara rasional dengan sesautu yang

dianggap memiliki kekuatan yang lebih dari amanusia. Gerak Jujutsuteki-

Shukyoteki atau religius magis ini jika sempurna atau mencapai

kematangannya, akan tiba kepada penolakan terhadap diri sendiri, dan inilah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

24

dunia yanag disebut religius atau misteri agama. Sedangkan gejala

kepercayaan yang tersebut diatas bergerak dengan dua poros ini. Atau lebih

tepat lagi jika dikatakan bgahwa, integrasi dinamika dari kesua poros inilah

yang disebut Shomin Shinko. Adapun ciri khas terletak pada keterpaduan

antara agama sebagai bagian dari pengalaman hidup dengan agama sebagai

tuntunan ideal atau doktrinal.

Untuk lebih jelasnya, Kusunoki mengatakan bahwa Shukyoteki adalah

penolakan diri sendiri, pasrah, ikhlas, menyerah tulus dan sebagainya. Sedangkan

Jujutsuteky ( magic ) adalah doa-doa irasional pemenuh keinginan atau tuntutan

manusia. Jujutsuteki-Shukyoteki ( religius-magic ) dalam kenyataannya akan terlihat

dalam berbagai macam kegiatan ritus keagamaan yang dilakukan orang Jepang

berbagai kelompok dan lapisan masyarakat.

Jadi Shomin Shinko ( kepercayaan rakyat ) ini adalah suatu sistem

kepercayaan yang didalamnya tercakup masalah-masalah yang menyangkut akan

kesucian dan dunia sekuler, serta masalah-masalah yang berkaitan dengan ajaran

berbagai agama yang ada di Jepang, dengan dunia empiris dalam kehidupan orang

Jepang sehari-hari ( lihat Kusunoki dalam Dahsiar Anwar, 1992: 66 ).

Kepercayaan rakyat yang telah dijelaskan diatas, tidak menutup kemungkinan

mempengaruhi terhadap pertunjukan drama Noh. Sehingga dalam teks-teks drama

Noh banyak juga yang mengungkapkan masalah Shomin Shinko seperti salah satu

contohnya Noh yang berjudul : Hagoromo, Sumidagawa, Seiobo dan lain-lain. Untuk

judul cerita Hagoromo dan Sumidagawa akan penulis dalam bab III.

2.2. Eksistensi Perkembangan Drama Tradisional Jepang

Zaman Chusei pada hakekatnya dibagi menjadi dua periode, yaitu periode

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

25

Kamakura dan periode Muromachi, dengan tahun 1333 sebagai tahun pembatas kedua

periode tersebut. Periode Kamakura dan periode Muromachi merupakan dua periode

yang terus menerus mengalami bencana-bencana alam, perang demi perang serta

kekacauan lainnya.

Walaupun keadaannya demikian, dengan ketekunan dan keuletan bangsa

Jepang pada zaman yang bersangkutan, mereka berhasil membentuk kebudayaan

dalam bidang seni sastra terutama seni drama. Seni drama pada Chusei mengalami

kemajuan-kemajuan besar dalam konsep, struktur, penciptaan serta teorinya. Dari

semua kemajuan-kemajuan tersebut pada setiap segi terlihat karakter zaman

pertengahan (Chuesi) yang kuat, terutama yang diperlihatkan oleh drama Noh.

Berdasarkan pembagian sejarah dalam zaman Chusei terdiri dari dua periode,

pertama periode yang berakhir 1350 dan periode yang kedua mulai tahun 1350. Jadi

pembagiannya ada dua taraf yaitu drama yang ada dalam kurun waktu yang berakhir

tahun 1350 dan drama yang muncul/ada dari mulai tahun 1350.

2.2.1. Eksistensi Drama pada Periode Chusei I ( 1200-1250 )

Periode ini mengatur atau merupakan periode permulaan dari seni drama abad

pertengahan ( zaman Chusei ). Di tengah-tengah kekacauan sosial serta politik,

dibentuk dasar permulaan dari drama zaman pertengahan. Drama yang pertama kali

muncul adalah Ennen Noh dan Sarugaku Noh, kedua drama ini merupakan induk dari

seni drama Noh.

Enne Noh ini bersumber dari berbagai jenis kesenian fragmenter ( tarian,

nyanyian dan lain-lain ) yang dimainkan setelah selesai kebaktian Budhis di kuil-kuil.

Begitu juga Sarugaku Noh sama, memiliki unsur-unsur tarian, lagu dan penekanannya

pada elemen legenda. Periode ini hanya menjelaskan tentang asal mula drama yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

26

hidup pada zaman pertengahan ( zaman Chusei ) hingga perkembagannya pada

periode berikutnya.

2.2.2. Eksistensi Drama pada Periode Chusei II ( 1250-1350 )

Pada periode ini banyak terjadi bencana alam, maupun bencana akibat

perbuatan manusia itu sendiri, termasuk di antaranya serangan yang datang dari

pasukan Mongol dan jatuhnya Bakufu di Kamaruka pada tahun 1333. Pada periode

ini terjadi kekacuan sosial, kesulitan-kesulitan ekonomi, namun dalam mengatasi

permasalahan ini ( kondisi yang menyengsarakan ini ) masyarakat kembali berupaya

untuk menciptakan stabilitas dalam kehidupannya, demikian juga dengan yang terjadi

didalam kehidupan budaya, ternyata masyarakat Jepang pada zaman ini berhasil

membentuk budaya abad pertengahan Jepang yang memiliki ciri-ciri tersendiri ( baca

Yoshinobu Inoura, 1971: 9-10 ).

Pada periode Chusei II ini agama-agama seperti agama Zen Shu, Jodo Shu, Ji

Shu muncul di Jepang dan meluas dikalangan masyarakat sarta membawa

penyelamatan dan penguatan kepada jiwa-jiwa yang menderita. Parsudi Supalan (

1982 : 84 ) mengatakan bahwa agama mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia

antara lain sebagai berikut :

1. Agama membuat dan mndukung berlakunya nilai-nilai yang ada dan mendasar

kebudayaan dari suatu masyarakat yaitu etos dan pandangan hidup, yang

antara lain terwujud dalam penekanan dalam bentuk-bentuk kelakuan wajar

dan tepat, menurut bidang atau arena sosial yang ada.

2. Agama menyajikan berbagai penjelasan mengenai hakekat kehidupan manusia

dan lingkungan serta ruang dan waktu yang dihadapi manusia dan dirinya

sendiri adalah sebagian dari padanya ; sehingga kebudayaan dan peranannya

menjadi jelas dan penerimaanya atas berbagai tahap dalam kondisi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

27

dihadapi dan peranannya yang jelas terlihat adalah bahwa didalam keadaan

kekacauan dan kesukaran, kebingungan dan jiwa tertekan agama memaikan

peranan besar, bagi individu-individu yang bersangkutan, karena agama

menyajikan penjelasan dan bertindak sebagai kerangka sandaran bagi

ketentaraman dan penghibur hati dalam keadaan kesukaran dan kekacauan

yang dihadapi tersebut.

3. Agama mempunyai peran untuk menyatukan berbagai faktor dan bidang

kehidupan dalam suatu pengorganisasian yang menyeluruh, yaitu dalam

rangkuman struktur yang dimungkinkan oleh adanya peran dari mitos dan

ucupan. Keduanya mempunyai peran yang penting dalam mengkoordinasikan

titik temu antara struktur sosial dengan agama dan antara agama dengan

kehidupan nyata.

Aliran-aliran keagamaan ini terutama dibawa oleh para pemuka agama Jepang

yang telah belajar di Cina. Pengalaman serta pengentahuan yang mereka bawa ke

Jepang, mempengaruhi dalam peri kehidupan masyarakat dan juga turut berperan

dalam penciptaan kesenian dan pertumbuhan drama Noh ( Ennen Noh ). Demikian

juga Sarugaku Noh semakin disempurnakan hingga pada akhir periode Chusei II ini.

Selanjutnya, Sarugaku Noh ini berkembang mejadi drama baru, yatiu drama Noh.

Pada periode Chusei II ini, drama zaman pertengahan mendapatkan bentuknya

yang mandiri dan strukturnyapun terbentuk dengan kokoh. Terlebih lagi

perkembangan drama zaman Chusei ini dipengaruhi Bhudisme dan Shintoisme.

Pada zaman pertengahan II ( 1250-1350 ) ini merupakan bagian dari abad

pertengahan yang secara khusus kaya dengan kualitas antik ( kualitas kuno ), pada

saat dimana pengaruh kuli-kuil dan pagoda-pagoda ( Bhudisme dan Shintoisme )

memberi pengaruh yang dominan baik dalam kehidupan budaya maupun dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

28

kesenian drama ( Yoshinobu Inoura, 1971 : 11 ).oleh karena itu adanya pengaruh yang

antara kedua agama ( Bhudisme dan Shintoisme ) tersebut, maka hal ini

memugkinkan terjadinya pembentukan drama zaman Chusei yang bersifat unik dan

berkualitas tinggi.demikianlah pada priode Chusei II ( 1250-1350 ) dapat terlihat

pengaruh yang besar, baik pengaruh dari berbagai aliran agama yang timbul pada

periode Chusei II terhadap perkembangan drama pada periode selanjutnya.

2.2.3. Eksistensi Drama pada Periode Chusei III ( 1350-1450 )

Periode Chusei III ini berlangsung kira-kira satu abad. Diantara kurung waktu

yang seabad ini lahirlah dua sastrawan besar, yaitu , Kan’ami ( ayahnya ) dan Zeami (

anaknya ) .

Kedua sastrawan ini sepenuh tenaga dan vitalitasnya dalam memperkaya,

memurnikan dan memperdalam Sarugaku Noh mereka berhasil menanggalkan seluruh

gaya kuno yang terdapat dalam Sarugaku Noh dan kemudian memunculkannya dalam

bentuk Noh yang merupakan gaya baru zaman Chusei.

Pada periode ini drama mempunyai suatu gaya baru, tetapi gaya lama dan

gaya baru dalam seni drama tumbuh secara berdampingan dan sekaligus saling

bersaing. Didalam persaingan ini, seni drama gaya lama dan secara perlahan–lahan

seni drama gaya baru berhasil mengungguli dalam periode Chusei ketiga ini.

Sebagai akibat dari seni drama gaya baru berhasill mengugguli seni drama

gala lam, maka kesenian-kesenian tradisional hanya ada dan tumbuh di kuil-kuil saja

kesenian-kesenian yan bernafaskan keagamaan, kesenian yang tergolong sederhana

dan masih mentah semuanya mengalami kemunduran serta seni-seni drama juga

bergeser ke tepi urban ( tipe seni drama yang bermasyarakat ).

Dengan demikian, drama pada periode ini dapat dinikmati oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

29

dan berkembang dikalangan masyarakat terutama masyarakat biasa atau masyarakat

golongan bawah.

Yoshinobu ( 1971 : 14 ) mengatakan bahwa seni drama zaman pertengahan

( 1350-1450 ) serta kesenian yang ada pada periode ini tidaklah dibatasi bak secara

local maupun secara sosial, artinya kesenian-kesenian didalam periode ini tidak

terbatas hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu.

Walaupun pada dasarnya gaya-gaya baru timbul, tetapi pola-pola lama masih

tetap hidup dan tradisi yang baikpun tidaklah dilupakan sama sekali. Pada periode

Chusei III ini dijelaskan mengenai lahirnya Kan’ami dan anaknya Zeami sebagai

seniman besar serta timbulnya gaya baru dalam seni drama yakni lahirnya seni drama

Noh. Dan drama dari mulai periode ini sebagai objek penelitian, terutama dalam

menganalisis teks-teks naskah drama Noh yang bernuansakan kepercayaan rakyat.

2.2.4. Eksistensi Drama pada Periode Chusei ( 1450-1600 )

Periode ini berlangsung selama seratus lima puluh tahun. periode ini

merupakan masa yang ditandai konflik secara berkelanjutan diseluruh Jepang. dan

pada masa ini gejolak-gejolak sosial yang keras bermunculan, sehingga

mengakibatkan terjadinya keresahan-kersahan dan kebingungan dalam masyarakat.

Dalam periode ini, perubahan dalam seni drama berlangsung secara radikal.

Sebagai akibat meluasnya perubahan-perubahan seni drama, maka drama Ennen Noh

mengalami kemunduran dan praktis hilang.

Walaupun masih ada beberapa bagian kecil dari drama Ennen Noh yang masih

terasa dan tersebar dibeberapa daerah. Drama Noh pada periode Chusei IV ini, sering

dipertunjukkan dibebagai tempat. Dan suatu hal yang luar biasa dalam pertunjukan

drama Noh terse but ialah dibawakauaran oleh pemain profesional dan malahan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

30

rakyat biasa ( golongan bawah ).

Hal tersebut menunjukkan adanya simpati masyarakat pada zaman atau

periode ini terhadap drama Noh. Dan pada akhirnya drama Noh pada periode IV ini

berhasil digemari dan dihargai oleh masyarakat banyak.

Dari urain diatas terlihat pembagian drma zaman Chusei yang terdiri dari

empat periode, yakni drama periode Chusei I (1200-1250) dan Chusei II (1250-1350)

adalah periode drama yang berakhir tahun 1350 dengan kata lain drama ini disebut

drama gaya kuno. Dan drama pada periode Chusei III ( 1350-1450 ) dan Chusei IV

( 1450-1600 ) merupakan drama yang lebih dari tahun 1350 dengan kata lain drama

ini drama gaya baru.

2.3. Latar Belakang Lahirnya Drama Noh

Kebudayaan zaman Chusei mempunyai cirri khas, yakni pertama, kesenian

tidak hanya milik bangsawansaja tetapi sudah menyebar kekalangan rakyat biasa,

kedua para bushi merupakan penghasil dan penyebar kebudayaan dan ketiga

kebudayaan tidak hanya berpusat di Kyoto, tetapi menyebar keseluruh daerah ( Adji

Soemarno 1997: 20 )

Hal yang melatar belakangi timbulnya Noh tidak terlepas dari suatu kejadian

atau peristiwa yang terjadi pada masa yang bersangkutan yang secara langsung dapat

mempengaruhi aspek politik, ekonomi serta kebudayaan. Pada zaman Chusei lahir

drama Noh dan sekaligus drama ini merupakan perwakilan drama zaman Chusei.

Timbulnya drama Noh, sebelumnya ditandai dengan situasi terjadinya kerusuhan-

kerusuhan di tengah-tengah masyarakat Jepang pada zaman kamakura yang

berkelanjutan terus sampai zaman Muromachi, seperti halnya terjadinya pergeseran

pemerintahan militer, terjadinya penggarongan–penggarongan, perselisihan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

31

Nanbokucho, perang Onin dan lain-lain. Sehingga keadaan pemerintahan Negara dan

kehidupan masyarakat sangat kacau dan semakin tak menentu.

Pemberontakan Onin dimulai di Kyoto pada tahun 1467 dan meluas ke daerah

dan berlangsung selama sebelas tahun. Akibat pemeberontakan Onin, istana

kekaisaran serta sejumlah besar tempat ibadat di Kyoto habis terbakar dan benda-

benda seni serta dokumen yang disimpan sejak zaman kuno musnah ( baca Taroo

Sakamoto, 1982 : 31).

Pada pemberontakan Onin banyak para bangsawan dan pendeta meninggalkan

ibu kota dan pindah ke propinsi-propinsi sehingga kebudayaan cenderung untuk

menyebar ke seluruh Negara. Bersamaan dengan menyebarnya kebudayaan keseluruh

Negara sebagai akibat pemberontakan Onin ini, maka kesustraan rakyat biasa

(golongan sosial bawah) mulai timbul.

Akibat dari perang yang tidak henti-hentinya, kota-kota sering terbakar, rakyat

dibebani pajak yang tinggi, penderitaan-penderitaan lainnya yang mengganggu

perasaan atau fikiran rakyat biasa yang tak henti-hentinya, menyebabkan kehidupan

rakyat pada sasat ini menderita sekali. Terutama rakyat merasa sedih dan merasa

sangat tidak dihormati. Dan untuk mengimbangi penderitaan yang timbul dimana-

mana, maka timbul dikalangan rakyat biasa (golongan sosial bawah) seni drama Noh.

Isoji Asoo (1993 : 107) menyatakan drama Noh sebagai berikut : drama Noh

ini bersifat klasik dan banyak mengandung unsure-unsur agama Budha, secara

keseluruhan drama Noh mempunyai sifat-sifat agung, simbolik dan khayalan.

Kemunculan drama Noh selain dilator belakangi perselesihian Nanbokucho,

perang Onin, juga dilator belakangi oleh Sengoku Jidai ( Perang saudara), pada saat

ini terjadi bawahan melawan atasan dan kedudukan rakyat naik, para bangsawan

kehilangan kekuasaannya, tetapi golongan Bushi makin memperoleh kekuasaan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

32

merka berhasil membentuk kebudayaan yang telah dapat disejajarkan mutunya

dengan kebudayaan yang telah ada sebelumnya.

Dengan berkuasanya golongan Bushi pada zaman Chusei ini maka kesusteraan

berkemang karena kerjasama antara seniman dengan bushi. Kesenian dan

kesusastraan rakyat yang sebelumnya kurang mendapat tempat terhormat,

berkembang dengan pesatnya. Bahkan drama Noh ini pun dilindungi oleh para bushi

dan berkembang dengan pesatnya berkat dua tangan seniman yaitu Kanami dan

anaknya Zeami.

Dari sejak lahirnya drama Noh, secara tahap demi tahap mengalami

perubahan-perubahan, sehingga cenderung untuk berkembang dimasa berikutnya.

Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut, drama Noh dapat mencapai suatu

kestabilan dan berhasil digemari oleh semua golongan.

2.4. Periodesasi Perkembangan Drama Noh

Drama Noh lahir pada pertengahan abad ke-14 dan terus berkembang sampai

drama ini mencapai suatu kesetabilan . secara garis besar tahap perkembangna drama

Noh dibagi dalam tiga periode, yaitu : periode Koseolidasi, Periode Perubahan dan

Periode Stabilisasi.

Sehubungan dengan periode-periode tersebut diatas, maka pemantapan drama

Noh jelas terlihat secara tahap demi tahap, sehingga penyempurnaan drama Noh dapat

tercapai secara sempurna.

2.4.1. Periode Konsolidasi Kanami

Periode Konsolidasi Kanami merupakan periode yang penting sekali, karena

periode ini menandai adanya suatu peralihan dari Sarugaku Noh menjadi drama Noh.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

33

Drama Noh sering dipertunjukkan diberbagi tempat. Kanami telah mengadakan

pertunjukkan drama Noh di Imagumano dan Higashiyama ( Kyoto ).

Seorang shogun ketiga yang bernama Ashikaga Yoshimitsu sempat menonton

pertunjukan drama Noh yang ditampilkan oleh Kanami ini. Setelah menonton

pertunjukkan drama Noh tersebut Ashikaga Yoshimitsu mengakui keistimewaan

peragaan drama Noh yang ditampilkan Kanami pada saat itu. Akhirnya Ashikga

Yoshimitsu memberikan perlindungan terhadap drama Noh tersebut. Berkat

perlindungan yang diberikan oleh Shogun Ashikaga Yoshimitsu, masa depan Noh

menjadi lebih cerah dan terus berkembang.

Kanami tanpa membuang-membuang kesempatan yang ada berniat

mengalihkan drama Noh, yang semula drama Noh merupakan drama yang di dukung

oleh pendeta Budha, ia ingin mengalihkan menjadi drama yang didukung oleh bakufu.

Selain itu, kanami berusaha menggiatkan seluruh kretifitasnya dibidang seni dengan

tujuan untuk memperkokoh drama Noh.

Guna memperkokoh drama Noh, Kanami berusaha memasukkan suatu gaya

baru kedalam teks drama Noh. Usaha-usaha yang ditempuh dengan cara mengadakan

eksperimen-eksperimen dalam penulisan teks tersebut. Bahan-bahan yang dijadikan

sebagai bahan eksperimen tersebut adalah legenda dan kehidupan yang terjadi di

zaman Chusei ( baca Yoshinobu Inoura, 1971: 88-89 ).

Dalam cerita didalamnya, Kanami sering mengambil kejadian-kejadian yang

terjadi sambil menambahkan percakapan-percakapan humor didalamnya.

2.4.2. Periode Konsolidasi Zeami

Zeami pada usia dua puluh tahun telah ditinggalkan ayahnya. Oleh karena

Zeami sangat bertanggung jawab terhadap perjuangan hidup ayahnya dibidang seni.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II SISTEM KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DAN DRAMA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22421/3/Chapter II.pdf · DAN DRAMA NOH 2.1. Sistem Kepercayaan Masyarakat Jepang Jika

34

Zeami selama sepuluh tahun berlatih untuk hidup dalam kesukaran. Walaupun hidup

Zeami penuh dengan kesukaran ia terus berusaha melanjutkan perjuangan ayahnya

dalam memantapkan drama Noh. Akhirnya Zeami bernhasil menghasilkan sebuah

buku, yaitu Fungshi Kaden. Munculnya buku Zeami tersebut menujukkan bahwa

Zeami berada pada puncak kemampuannya.

Oleh karena itu Zeami sering muncul di berbagai pertunjukkan di Kyoto dan

didaerah-daerah lainnya. Sehingga Zeami menjadi sangat berpengaruh di masyarakat

sekitarnya. Pada kesempatan ini Zeami berusaha melebarkan sayapnya dalam

pementasan seni drama dan memperkaya gaya karya seninya. Zeami dalam

memperkaya gaya seninya, banyak mengambil gaya dari kanami ( baca Yoshoinobu

Inoura, 1971:93-35).

Apa yang telah dipelajari Zeami dari kanami, jauh lebih luas ruang lingkupnya

dan jauh lebih tinggi dalam kualitas gaya seninya. Hal ini merupakan persembahan

yang luar biasa dari Zeami dalam mengangkat drama Noh dan Kyogen ketingkat

artistik yang tinggi.

Dalam usaha memantapkan Noh, Zeami mengalami rintangan yang cukup

berat. Rintangan itu muncul ketika Ashikaga Yoshinori menjadi Shogun pada tahun

1429. Zeami dan anaknya yang pertama Motomasa dilarang mementaskan Noh di

kalangan Bakufu. Sebetulnya Zeami ini di dukung juga oleh Ashikaga Yoshimitsu,

hanya karena situasi politik pada saat itu, terpaksa Zeami diasingkan ke pulau Sado.

Ketika dibuang Zeami telah berusia kira-kira 71 tahun dan pada saat inilah Zeami

mencapai suatu keberhasilan yang gemilang dalam menulis buku-buku Noh. (baca

Yoshinabu Inoura, 1971: 97).

Selama dalam pengasingannya, Zeami selalu memikirkan nasibnya yang

malang dan memikirkan masa depan Noh untuk dimasa yang akan datang. Dan tiga

Universitas Sumatera Utara