33
BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku as-Si>ratu an-NabawiyyatuJuz 2, karya Abu Muhammad ‘Abdul Malik Ibn Hisyam, terbitan Da> rul-Chadi>ts–Kairo tahun 2006, yang diterjemahkan oleh Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya “Piagam Madinah Konstitusi Tertulis Pertama di Dunia” terbitan Pustaka Al-Kautsar tahun 2014. Objek material kemudian dikelompokkan menjadi 85 data yang merupakan kalimat. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi-strategi penerjemahan yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan teks PM. Menurut Nababan (2007: 49), penerjemah menggunakan strategi pada saat analisis teks BSu untuk membongkar dan memahami amanat dan pesan yang hendak dikomunikasikan oleh penulis TSu. Contoh nyata adalah pada saat membandingkan makna utama dengan makna sekunder, yaitu pada saat mencari hubungan konseptual dan mencari informasi untuk membantu memahami sebuah kata, frasa, hingga kalimat pada TSu. Sementara pada saat penyusunan ulang amanat dan pesan, penerjemah menerjemahkan ulang, dan menghindari kata yang dekat dengan BSu atau dengan lain terjemahan kata literal. Adapun pada teks PM ini, penerjemah telah menerapkan strategi penerjemahan struktural dan strategi penerjemahan semantis sebanyak 458 kali. Strategi yang diterapkan berulang dan hampir sama di setiap data. Namun 51

BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

51

BAB II

STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN

TEKS PIAGAM MADINAH

Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku

“as-Si>ratu an-Nabawiyyatu” Juz 2, karya Abu Muhammad ‘Abdul Malik Ibn

Hisyam, terbitan Da>rul-Chadi>ts–Kairo tahun 2006, yang diterjemahkan oleh

Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya “Piagam Madinah –Konstitusi Tertulis

Pertama di Dunia” terbitan Pustaka Al-Kautsar tahun 2014. Objek material

kemudian dikelompokkan menjadi 85 data yang merupakan kalimat. Pada bab ini

akan dijelaskan mengenai strategi-strategi penerjemahan yang diterapkan

penerjemah dalam menerjemahkan teks PM.

Menurut Nababan (2007: 49), penerjemah menggunakan strategi pada saat

analisis teks BSu untuk membongkar dan memahami amanat dan pesan yang

hendak dikomunikasikan oleh penulis TSu. Contoh nyata adalah pada saat

membandingkan makna utama dengan makna sekunder, yaitu pada saat mencari

hubungan konseptual dan mencari informasi untuk membantu memahami sebuah

kata, frasa, hingga kalimat pada TSu. Sementara pada saat penyusunan ulang

amanat dan pesan, penerjemah menerjemahkan ulang, dan menghindari kata yang

dekat dengan BSu atau dengan lain terjemahan kata literal.

Adapun pada teks PM ini, penerjemah telah menerapkan strategi

penerjemahan struktural dan strategi penerjemahan semantis sebanyak 458 kali.

Strategi yang diterapkan berulang dan hampir sama di setiap data. Namun

51

Page 2: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

52

terkadang penerjemah menggunakan strategi yang berbeda untuk dua teks atau

lebih yang memiliki pesan yang sama.

Penerapan strategi penerjemahan oleh penerjemah teks PM terdiri dari dua

bagian besar, yakni strategi penerjemahan struktural dan strategi penerjemahan

semantis. Adapun penerapan strategi penerjemahan struktural memiliki porsi lebih

sedikit, yakni 24%. Sedangkan penerapan strategi penerjemahan semantis

menempati porsi hingga 76% pada data. Hal ini dapat disimpulkan bahwa di

dalam menerjemahkan, penerjemah teks PM lebih mementingkan aspek semantis

atau makna dalam BSa agar dapat berterima dan terbaca oleh masyarakat BSa.

Prosentase dari penerapan kedua strategi tersebut dapat dilihat pada diagram 2.1.

di bawah ini.

Diagram 2.1. Strategi Penerjemahan Piagam Madinah

Strategi penerjemahan menurut Suryawinata (2003) terbagi menjadi dua

macam strategi, yakni strategi struktural dan strategi semantis. Adapun strategi

struktural terdiri dari tiga macam, yakni strategi penambahan, strategi

pengurangan, dan strategi transposisi. Sedangkan strategi semantis terdiri dari

sembilan strategi, yakni strategi pungutan, strategi padanan budaya, strategi

24%

76%

Strategi Penerjemahan

Strategi Struktural

Strategi Semantis

Page 3: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

53

deskripsi dan analisis komponensial, strategi sinonim, strategi terjemahan resmi,

strategi penyusutan dan perluasan, strategi penambahan, strategi penghapusan,

dan terakhir strategi modulasi. Berikut tabel 2.1. mengenai strategi-strategi

penerjemahan yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan teks PM.

No Jenis Strategi Penerjemahan Jumlah

Item(*)

Prosentase

(%)

A. Strategi Struktural

1. Penambahan 9 1,91

2. Pengurangan 17 3,60

3. Transposisi 83 17,62

B. Strategi Semantis

1. Pungutan 44 9,34

2. Padanan Budaya 14 2,97

3.1. Padanan Deskriptif 14 2,97

3.2. Analisis Komponensial 23 4,88

4. Sinonim 36 7,64

5. Terjemahan Resmi 0 0

6.1. Penyusutan 2 0,42

6.2. Perluasan 51 10,82

7. Penambahan 83 17,62

8. Penghapusan 81 17,19

9. Modulasi 1 0,21

Total 458 100

(*) Data yang sering muncul

Tabel 2.1. Strategi Penerjemahan Teks PM

Pada tabel 2.1. di atas, strategi penerjemahan struktural-transposisi dan

strategi penerjemahan semantis-penambahan memiliki jumlah data terbanyak

dalam penerapannya pada data BSa, yaitu 83 data (17,62%). Pemakaian kedua

strategi tersebut menjadi dominan karena banyak data yang mengalami pergeseran

Page 4: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

54

bentuk struktur BSu dan diberikan informasi tambahan oleh penerjemah sebagai

usaha untuk menjadikan pesan BSu tersampaikan lebih baik.

Akan tetapi strategi penerjemahan semantis-terjemahan resmi menempati

posisi terendah dalam penerapannya pada data, yakni 0%. Hal ini menunjukkan

bahwa strategi terjemahan resmi tidak dipakai oleh penerjemah dalam

menerjemahkan teks PM. Di dalam teks PM pun tidak ditemukan singkatan atau

istilah teknis dari BSu yang kemudian telah dibakukan dalam bahasa Indonesia.

Sehingga menjadikan strategi terjemahan resmi tidak dipilih penerjemah dalam

mengalihpesankan BSu ke dalam BSa pada teks PM.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab I sejauh pengamatan

peneliti, 14 prosedur penerjemahan Newmark (1988) memiliki kesamaan fungsi

dengan 10 strategi penerjemahan Suryawinata (2003) Penjelasan data yang

menerapkan strategi-strategi penerjemahan tersebut adalah sebagai berikut.

A. Strategi Penerjemahan Struktural

Strategi penerjemahan jenis pertama adalah strategi penerjemahan

struktural. Suryawinata (2003: 67) menjelaskan mengenai strategi penerjemahan

struktural sebagai strategi yang diterapkan penerjemah berkaitan dengan struktur

kalimat. Strategi ini bersifat wajib dilakukan karena kalau tidak hasil

terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BSa. Struktural

yang dimaksud adalah struktur gramatikal BSa yang berlaku pada masyarakatnya.

Adapun penerjemah teks PM dengan dengan menerapkan strategi ini,

menyesuaikan struktur gramatikal BSu (bahasa Arab) dengan struktur gramatikal

BSa (bahasa Indonesia).

Page 5: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

55

Adapun pada data yang dimiliki, penerapan strategi penerjemahan struktural

memiliki prosentase 24% atau sebanyak 109 kali diterapkan. Penerapan strategi

struktural pada data terbagi menjadi tiga macam, yaitu (1) strategi penambahan

sebanyak 9 data (1,91%), (2) strategi pengurangan sebanyak 17 data (3,60%), dan

(3) strategi transposisi sebanyak 83 data (17,62%). Adapun penjelasan mengenai

tiga macam strategi tersebut dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.

1. Strategi Penambahan

Strategi penambahan adalah strategi yang menambahkan kata-kata

dalam BSa karena struktur BSa menghendaki seperti itu (Suryawinata, 2003:

67-68). Pada data penelitian telah ditemukan 9 kali penerapan strategi

penambahan yang dilakukan secara alamiah dengan memperhatikan struktur

BSa. Adapun contoh penerapan strategi ini dapat dilihat pada data 1 berikut.

(1) BSu:

وإنسلمالـمؤمنينواحدة

Wa inna silmal-mu’mini>na wa>chidatun (Hisyam, 2006: 369). BSa:

Perdamaian dari orang-orang yang beriman adalah satu (Ahmad,

2014: 16).

Pada data 1 di atas, penerjemah menerapkan penambahan secara

alamiah dalam menjelaskan kata “ واحدة” wa>chidatun yang berkududukan

sebagai khabar charf inna (nomina penjelas partikel inna). Penambahan

tersebut berupa kata keterangan “adalah” sebagai penjelas dari “ واحدة”

wa>chidatun yang diterjemahkan secara harfiah, yaitu “satu”. Di dalam KBBI

(2008: 10) kata “adalah” memiliki pengertian sebagai kata untuk menegaskan

hubungan subjek dan predikat yang bersifat penjelasan. Sehingga

penambahan kata “adalah” pada struktur BSa data 1 di atas merupakan bentuk

penegasan yang menghubungkan “ذمةالل” dzimmatu’l-La>hi sebagai ismu inna

Page 6: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

56

(nomina partikel inna) dengan khabar inna (penjelas partikel inna) yaitu kata

.wa>chidatun ”واحدة “

Ni’mah (1988: 39) menjelaskan bahwa khabar charf inna yakni setiap

khabar -nomina penjelas- untuk mubtada` -nomina yang dijelaskan- dapat

dimasuki charf inna wa akhawa>tuha> (partikel inna wa akhawa>tuha>) dan

khabar inna selalu marfu’ (dhammah).

Adapun Cantarino (1925: 106) berpendapat bahwa kata benda klausa

setelah charf inna (partikel inna) dapat ditempatkan pada awal susunan

gramatika kemudian diikuti ide klausanya. Namun komponen charf inna

(partikel inna) akan hilang karena pendekatan pada kata keterangan di dalam

kalimat BSa. Maka dapat disimpulkan bahwa penambahan kata “adalah” pada

data 1 di atas merupakan penambahan yang diperlukan penerjemah untuk

menjadikan terjemahan lebih terbaca.

Penambahan kata pada teks BSa berbahasa Arab banyak terjadi pada

susunan kalimat nominal atau dalam sintaksis Arab disebut “إسمية ”جملة

jumlah ismiyyah. Penambahan kata yang diberikan adalah sebagai bentuk

penjelas dalam kalimat BSa.

Adapun penerjemah telah menerapkan penambahan pada susunan

gramatika BSa teks PM berupa kata “dan, adalah, yaitu, saling”. Penerapan

kata “adalah” terdiri dari 7 data. Sedangkan penerapan kata “dan”, “yaitu”

dan “saling” hanya diterapkan pada satu data saja. Penambahan keempat kata

ini merupakan suatu keharusan dalam teks BSa untuk terjemahan BSu yang

lebih terbaca.

Page 7: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

57

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan strategi struktural-penambahan dengan mempertimbangkan

kedudukan kata tersebut di dalam BSu dan BSa. Penambahan ini dilakukan

sebagai bentuk keharusan dan keberterimaan makna dari segi pola

penyusunan gramatikal pada BSa.

2. Strategi Pengurangan

Strategi pengurangan adalah strategi yang mengurangi elemen

struktural di dalam teks BSa. Elemen struktural itu berupa kata, frasa, klausa,

dan kalimat. Strategi ini pun diterapkan karena struktur BSa menghendaki

adanya pengurangan elemen struktural pada BSu (Suryawinata, 2003: 68).

Pada data penelitian telah ditemukan sebanyak 17 kali penerapan strategi

pengurangan ini. Adapun penerapan strategi ini dapat dilihat pada data 2

berikut.

(2) BSu:

الـمقتـول أنيـرضيولي وإنهمناعتبطمؤمناقـتلعنبـيـنةفإنهقـود بهإلWa inna mani‘-tabatha mu’minan qatlan ‘an bayyinatin fa innahu quwwadun bihi illa an yardha waliyyul-maqtu>li (Hisyam, 2006:

369).

BSa:

Barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan cukup bukti

atas perbuatannya, harus dihukum mati atasnya, kecuali wali

(keluarga yang berhak) dari si korban bersedia dan rela menerima

ganti kerugian (Ahmad, 2014: 17).

Pada data 2 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi

pengurangan pada partikel “أن” an yang memiliki makna “untuk” (Al-Maurid,

2006: 106) pada frasa “يـرضي an yardha yang diterjemahkan menjadi ” أن

“bersedia dan rela menerima ganti kerugian”. Pengurangan yang dilakukan

penerjemah pada gramatika BSu adalah merupakan suatu keharusan. Hal itu

Page 8: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

58

terjadi karena bila partikel “أن” an tetap diterjemahkan maka terjemahan akan

menjadi kurang efisien, yaitu “wali dari si korban untuk bersedia dan rela

menerima ganti rugi”. Sehingga pengurangan pada partikel “أن” an dilakukan

agar informasi dalam terjemahan BSa dapat tersampaikan secara efisien.

Adapun penerjemah telah menerapkan pengurangan pada 3 partikel

Arab pada teks PM ini. Partikel pertama adalah “أن” an terdiri dari satu data.

Partikel kedua, yaitu “ل” li memiliki 9 data dan partikel ketiga, yaitu “على”

‘ala memiliki 6 data. Pengurangan ketiga partikel tersebut dalam terjemahan

bahasa Indonesia dibahas oleh Suparno (2005: 153-154) dengan berpendapat

bahwa partikel Arab berupa “ل،على،أن ” li, ‘ala, an yang memiliki makna

bersama berupa “untuk, bagi, kepada, dan atas” adalah merupakan partikel

Arab yang dipakai untuk suatu penegasan tujuan. Namun penerapan ketiga

macam partikel ini dapat dihapus pada terjemahannya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah dalam

menerapkan strategi struktural-pengurangan memiliki pertimbangan dalam

penyusunan gramatika BSa. Pengurangan yang terjadi menjadi suatu

keharusan karena keberadaan kata yang dikurangi tersebut tidak memiliki

andil besar jika tetap diterjemahkan dalam teks BSa.

3. Strategi Transposisi

Strategi ini menjadikan penerjemah mengubah struktur asli BSu di

dalam kalimat BSa untuk mencapai efek yang padan. Tipe pertama, yaitu

perubahan dari bentuk jamak menjadi bentuk tunggal. Sedangkan tipe kedua,

yaitu pergeseran bentuk yang diperlukan ketika struktur gramatika teks BSu

tidak sesuai pada teks BSa. Tipe kedua ini dapat berupa pergeseran pada

Page 9: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

59

posisi kata sifat atau pada pengubahan kalimat secara keseluruhan (Newmark,

1988: 85; Suryawinata, 2003: 68). Pada data telah ditemukan sebanyak 83

data yang menggunakan strategi ini.

a. Transposisi Bentuk Jamak Menjadi Bentuk Tunggal

Strategi transposisi bentuk tunggal menjadi bentuk jamak diterapkan

penerjemah dalam menerjemahkan teks PM, seperti pada contoh data 3

berikut ini.

(3) BSu:

فة،معالبر وإنيـهوداألوس،مواليهموأنـفسهم،علىمثلماألهلهذهالصحيـفة الـمحسنمنأهلهذهالصحيـ

Wa inna Yahu>dal-Ausi mawa>li>him wa anfusihim ‘ala mitsli ma> li ahli hadzihi’sh-shachi>fati ma‘al-birril-muchsini min ahli hadzihi’sh-shaci>fati (Hisyam, 2006: 370).

BSa:

Kaum Yahudi dari Aus dan segala sekutu serta simpatisan mereka

mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam

untuk kebaikan (perdamaian) itu (Ahmad, 2014: 24).

Pada data 3 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi transposisi

pada tiga bagian. Bagian pertama, “ أنـفسهم و مواليهم األوس يـهود إن ” inna

Yahu>dal-Ausi mawa>li>him wa anfusihim yang diterjemahkan menjadi “kaum

Yahudi dari Aus dan segala sekutu serta simpatisan mereka”. Pada bagian ini

telah terjadi pergeseran pada bentuk frasa “مواليهم” mawa>li>him dan “ همأنـفس ”

anfusuhum. Dalam kamus Al-Munawwir (1977: 1583) kata “موالي” mawa>liya

adalah bentuk jamak dari “مولى” maula> memiliki makna “tuan/ hamba/

pengikut”. Adapun kata “أنـفس” anfusu adalah bentuk jamak dari “نفس” nafsun

yang dalam kamus Al-Munawwir (1977: 1446) memiliki makna “jiwa/ ruh”.

Kedua frasa ini diterjemahkan dengan menggeser bentuk jamak menjadi

bentuk tunggal, yaitu “segala sekutu” dan “simpatisan mereka”.

Page 10: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

60

Selain transposisi bentuk jamak menjadi bentuk tunggal, pada data 3

di atas juga terdapat transposisi tipe kedua. Transposisi tipe kedua ini

mengubah struktur BSu yang tidak sesuai dengan struktur BSa. seperti pada

frasa “ فة علىمثلماألهلهذهالصحيـ ” ala mitsli ma> li ahli hadzihi’sh-shachi>fati

yang diterjemahkan menjadi “mempunyai kewajiban yang sama dengan

segala peserta piagam”. Pada bagian ini, telah terjadi pergeseran bentuk frasa

nomina ke dalam verba adjektiva, yaitu “ما مثل ala mitsli ma> menjadi‘ ”على

“mempunyai kewajiban yang sama”. Apabila komponen frasa nomina

tersebut dipecah, maka akan didapat dua partikel dan satu nomina. Dua

partikel berupa “على” ‘ala yang memiliki arti “di atas” dan “ما” ma> yang

memiliki arti “apa, apapun”. Satu nomina tersebut berupa “مثل” mitslu yang

memiliki arti “seperti”. Apabila diterjemahkan secara harfiah, maka ketiga

komponen tersebut memiliki arti yang rancu, yaitu “di atas seperti apapun”.

Sehingga penerjemah menerapkan pergeseran bentuk BSu dengan

mengubahnya menjadi “mempunyai kewajiban yang sama”.

Selanjutnya transposisi pada frasa “فة الصحيـ هذه أهل من الـمحسن البر ”مع

ma‘al-birril-muchsini min ahli hadzihi’sh-shaci>fati yang diterjemahkan

menjadi “untuk kebaikan (perdamaian) itu”. Pada bagian ini, telah terjadi

penghapusan dalam teks BSu yang tidak diterjemahkan ke dalam BSa.

Penghapusan itu dilakukan pada “ فةأهل الصحيـ هذه ” ahlu hadzihi’sh-shaci>fati

dan “الـمحسن” al-muchsinu, sehingga terjadi pergeseran bentuk pada BSa.

Pergeseran bentuk itu terjadi pada klausa “الـمحسن البر -ma‘al-birril ”مع

muchsini yang terjemahannya lebih dikhususkan pada kata “ al-birru ”البر

sehingga menjadi bentuk nomina “kebaikan (perdamaian)”.

Page 11: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

61

b. Transposisi Struktur BSu yang Tidak Sesuai dengan Struktur BSa

Tipe kedua dari strategi transposisi adalah mengubah struktur BSu

yang tidak sesuai dengan struktur BSa. Penerjemah teks PM menggunakan

transposisi tipe dua ini dengan mengubah elemen struktural berupa kalimat,

klausa, dan frasa. Contoh data yang menggunakan strategi transposisi tipe dua

ini dapat dilihat pada data 4 berikut.

(4) BSu:

فةوأبـر هوإناللعلىأتـقىمافيهذه الصحيـ Wa inna’l-La>ha ‘ala atqa ma> fi hadzihi’sh-shachi>fati wa abarrihi (Hisyam, 2006: 370).

BSa:

Allah berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang

setia padanya (Ahmad, 2014: 23).

Pada data 4 di atas, penerjemah telah menerapkan pergeseran bentuk

pada frasa “أتـقى ala atqa yang diterjemahkan menjadi “berpegang‘ ”على

teguh” dengan menjadikan “Allah” sebagai subjek dari ism tafhdil/ nomina

superlatif “أتـقى” atqa. Pada susunan gramatika BSu dalam data 4 di atas,

kedudukan nomina “الل” Alla>hu adalah sebagai ismu inna (nomina partikel

inna) yang menjadikan klausa “فةوأبـره ala atqa ma> fi‘ ”علىأتـقىمافيهذهالصحيـ

hadzihi’sh-shachi>fati wa abarrahu sebagai khabar inna (penjelas partikel

inna). Maka apabila pergeseran bentuk pada data ini menyandarkan subjek

dari frasa “أتـقى Alla>hu akan tidak ”الل“ ala atqa kepada nomina‘”على

berterima. Hal itu karena ism tafhdil/ nomina superlatif “أتـقى” atqa ditujukan

kepada الصحيفة ahlu a‘sh-shachiifati –orang-orang yang termasuk dalam أهل

piagam perjanjian ini. Sehingga pergeseran bentuk dari verba aktif menjadi

bentuk nomina adalah kurang tepat karena menjadikan subjek pada data 4 di -

Page 12: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

62

atas kembali pada “Allah” yang merupakan ismu inna (nomina partikel inna)

bukan termasuk dalam khabar inna (penjelas partikel inna).

Adapun bentuk pergeseran lain adalah pada bentuk ism tafhdil/

nomina superlatif pada klausa “ هبـر أ ” abarruhu yang diterjemahkan menjadi

“orang-orang yang setia padanya”. Klausa ini sama seperti ism tafhdil/

nomina superlatif “أتـقى” atqa yang ditujukan kepada الصحيفة -ahlu a‘sh أهل

shachiifati –orang-orang yang termasuk dalam piagam perjanjian ini.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam

menerapkan strategi tranposisi, penerjemah memperhitungkan keadaan

gramatika BSa. Pergeseran tersebut lebih mementingkan keberterimaan dan

kesesuaian struktural pada BSa. Sehingga membuat penerjemah menerapkan

pergeseran bentuk struktural BSu untuk disepadankan pada bentuk struktural

BSa supaya hasil terjemahan tidak kaku. Akan tetapi, peneliti menemukan

bentuk transposisi yang kurang tepat dalam terjemahan teks PM ini seperti

pada contoh data 4 di atas.

B. Strategi Penerjemahan Semantis

Strategi penerjemahan jenis kedua adalah strategi penerjemahan semantis.

Suryawinata (2003: 70) menjelaskan mengenai strategi penerjemahan semantis

sebagai strategi yang berkaitan dengan makna kata atau kalimat yang sedang

diterjemahkan. Penerapan strategi ini merupakan pertimbangan dari penerjemah

dalam membawa kata atau kalimat BSu ke dalam BSa.

Di dalam menerjemahkan teks PM, penerjemah juga mempertimbangkan

sisi semantis teks BSa (bahasa Indonesia) dengan menerapkan strategi

penerjemahan semantis ini.

Page 13: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

63

Adapun pada data yang dimiliki, penerapan strategi penerjemahan semantis

memiliki prosentase hingga 76% atau diterapkan sebanyak 349 kali. Penerapan

strategi semantis pada data terbagi menjadi 9 bagian, yaitu (1) strategi pungutan

atau prosedur naturalization (naturalisasi) dan transference (transferensi)

sebanyak 44 data (9,34%), (2) strategi padanan budaya atau prosedur cultural

equivalent (padanan budaya) dan translation label (terjemahan label) sebanyak 14

data (2,97%), (3) strategi padanan deskriptif dan analisis komponensial atau

prosedur descriptive equivalent (padanan deskriptif) dan componential analysis

(analisis komponensial) sebanyak 37 data (7,85%), (4) strategi sinonim atau

prosedur synonym (sinonim) dan functional equivalent (padanan fungsi) sebanyak

36 data (7,64%), (5) strategi terjemahan resmi atau prosedur recognized

translation (terjemahan resmi) sebanyak 0 data (0%), (6) strategi penyusutan dan

perluasan atau prosedur reduction and expansion (penyusutan dan perluasan)

sebanyak 53 data (11,25%), (7) strategi penambahan atau prosedur notes,

addition, and glosses (catatan, penambahan, dan pengurangan) dan paraprhrase

(parafrase) sebanyak 83 data (17,62%), (8) strategi pengurangan atau prosedur

notes, addition, and glosses (catatan, penambahan, dan pengurangan) dan

compensation (kompensasi) sebanyak 81 data (17,19%), dan (9) strategi modulasi

atau prosedur modulation (modulasi) sebanyak 1 data (0,21%). Adapun

penjelasan mengenai sembilan bagian tersebut dapat dilihat pada penjelasan di

bawah ini.

1. Strategi Pungutan

Strategi pungutan atau prosedur naturalisasi adalah strategi

penerjemahan yang membawa kata BSu ke dalam teks BSa. Strategi ini

Page 14: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

64

adalah usaha menstranfer pesan BSu dengan mengadopsi kata BSu untuk

dirubah menjadi bentuk kata yang padan pada BSa (Newmark, 1988: 82;

Suryawinata, 2003: 70).

Suryawinata (2003: 71) menambahkan bahwa strategi pungutan dapat

mencakup transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi yang dimaksud adalah

strategi penerjemahan yang mempertahankan kata BSu secara utuh, baik

bunyi maupun tulisan. Sedangkan naturalisasi adalah kelanjutan dari

transliterasi yang menjadikan pungutan kata BSu tersebut disesuaikan

pengucapan dan penulisannya dengan aturan bahasa BSa.

Adapun pungutan yang terjadi adalah pada tingkatan kata atau frasa

yang berhubungan dengan nama orang, nama tempat, nama majalah, nama

koran, nama jurnal, nama gelar, nama lembaga, dan istilah-istilah

pengetahuan yang belum ada di BSu (Newmark, 1988: 82; Suryawinata,

2003: 71). Sehingga menjadikan strategi pungutan ini pun dapat dikatakan

sebagai prosedur transferensi karena mencoba mentransferensi kata pada BSu

dengan tetap mempertahankan budaya negeri –tempat asal– BSu sebagai

bentuk penghargaan terhadap kata BSu tersebut. Sebagaimana yang

diterapkan penerjemah dengan menggunakan strategi pungutan pada teks PM.

Adapun penerapan strategi pungutan ini dapat dilihat pada data 5 berikut.

(5) BSu:

كذه شيرقـنمنيملسمـالونينمؤمـالنيبـ،ملسوهيلعىالللصي بالندمحـمنماب تا،مهعمداهجو،مهقبحلفـ،مهعبتنمو،برثيـو

Hadza> kita>bun min Muchammadin a’n-nabiyya Shalla’l-La>hu ‘alaihi wa Sallama baina al-mu>’mini>na wa al-muslimi>na min Quraisyin wa Yatsribin wa man tabi‘ahum falachiqa bihim wa ja>hada ma‘ahum (Hisyam, 2006: 368).

Page 15: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

65

BSa:

Inilah piagam tertulis dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa

Sallam dikalangan orang-orang yang beriman dan memeluk

Islam(yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang

yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama

mereka (Ahmad, 2014: 12).

Pada data 5 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi pungutan

pada 4 bagian. Pungutan atau naturalisasi yang dilakukan adalah naturalisasi

pada nama orang, yakni nama seorang nabi, yaitu “ Muhachammadun ”محمد

yang diterjemahkan menjadi “Muhammad”. Kedua, naturalisasi pada nama

kabilah, yakni “ شيرقـ ” Quraisyun yang diterjemahkan menjadi “Quraisy”.

Ketiga, naturalisasi pada nama tempat “ برثيـ ” Yatsriba yang diterjemahkan

menjadi “Yatsrib”. Keempat, naturalisasi pada gelar seseorang, yaitu

“ الللص ملسوهيلعى ” Shalla’l-La>hu ‘alaihi wa Sallama yang diterjemahkan

menjadi “Shallallahu Alaihi wa Sallam” dan “ ي بالن ” a’n-nabiyyu yang

diterjemahkan menjadi “Nabi”.

Keempat bagian BSu yang telah diterjemahkan sesuai aslinya ini

merupakan terjemahan istilah budaya yang bisa dicek keberterimaannya di

dalam masyarakat BSa. Sebagaimana pada pungutan gelar Nabi Muhammad,

yaitu “Shallallahu Alaihi wa Sallam” telah lama melesap menjadi istilah

budaya di masyarakat BSa (masyarakat Indonesia) dengan singkatan “Saw”.

Begitu pula dengan pungutan pada nama seseorang, nama kabilah, dan nama

tempat yang merupakan pungutan lazim dalam masyarakat BSa. Ketiga jenis

pungutan ini sudah termasuk pada terjemahan pungutan yang secara alamiah

terjadi karena padanan BSa (bahasa Indonesia) membolehkan adanya

terjemahan pungutan tanpa perlu dirubah lagi.

Page 16: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

66

Pungutan kata BSu ke dalam BSa pada teks PM terjadi pada 3 jenis

pungutan. Jenis pertama, yakni pungutan pada nama seseorang atau kabilah.

Pada jenis pertama ini terdapat sebanyak 17 macam pungutan yang dilakukan

secara berulang, yaitu pada kata “ شيرقـ ,(Allah) الل (Quraisy), محمد

(Muhammad), بـنـوعوف (Bani Auf), بـنـوساعدة (Banu Sa’idah), بـنـوالحارث (Bani

Al-Harts), بـنـوجشم (Bani Jusyam), بـنـوالنجار (Bani Najjar), بـنـوالنبيت (Bani An-

Nabit), عوف بن األوس ,(Bani Amr bin Auf) عمرو يـهود ,(Bani Al-Aus) بـنـو

(Yahudi), جفنة (Jafnah), ثـعلبة (Tsa’labah), dan الش طيبة ,(Bani Syuthaibah) بني

.”(Muslimin) الـمسلمين dan ,(Muhajirin) الـمهاجرون

Jenis kedua, yakni pungutan pada gelar atau sebutan. Pada jenis

pungutan ini, terdapat sebanyak 8 macam pungutan pada beberapa data.

Sebelas macam kata pungutan tersebut adalah “ ملسوهيلعىالللص (Shallallahu

Alaihi wa Sallam), يبالن (Nabi), كافرا (seorang yang kafir), مشرك (musyrik), ولي

(wali), اليـوماآلخر (Hari Akhir), يـومالقيامة (Hari Kiamat), dan ظالـم: orang-orang

yang zalim”. Adapun jenis ketiga, yakni pungutan pada nama tempat yang

hanya terdapat satu macam. Nama tempat tersebut adalah “ برثيـ (Yatsrib)”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan strategi pungutan pada tiga jenis bagian di dalam

menerjemahkan teks PM. Strategi pungutan ini dilakukan untuk mendapatkan

terjemahan yang natural karena bertepatan dengan gelar atau sebutan

seseorang, nama seseorang atau kabilah, dan nama tempat.

2. Strategi Padanan Budaya

Strategi padanan budaya adalah strategi yang diterapkan penerjemah

dengan menggunakan kata budaya dalam BSa untuk mengganti kata budaya

Page 17: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

67

dalam BSu. Hal ini disebabkan karena budaya dari suatu bahasa dengan

budaya dari bahasa yang lain memungkinkan adanya perbedaan makna.

(Newmark, 1988: 83; Suryawinata, 2003: 72). Adapun contoh penerapan

dapat dilihat pada data 6 berikut.

(6) BSu:

كل طائفةتـفدي هابالـمعروفوالقسطبـينالـمؤمنينعانيـو Wa kullu tha>i’fatin tufdi> ‘a>niyaha> bil-ma’ru>fi wa al-qisthi baina al-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 368).

BSa:

Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama uang tebusan

dengan baik dan adil di antara orang-orang yang beriman (Ahmad,

2014: 13).

Pada data 6 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi padanan

budaya dalam menerjemahkan kata “طائفة” tha>ifatun yang diterjemahkan

menjadi “keluarga”. Kata “طائفة” tha>ifatun merupakan istilah prosedural yang

dipilih oleh Nabi Muhammad Saw dalam teks PM yang merujuk pada

kelompok masyarakat yang tinggal di kota Madinah. Sebagaimana Newmark

(1988: 99) menjelaskan bahwa Organisations, Customs, Activities,

Procedures, and Concepts (Organisasi, Adat-istiadat, Aktivitas, Prosedur, dan

Konsep) termasuk dalam pembagian kata yang berkonotasi budaya yang

dapat dilihat dari pemakaiannya pada teks BSu.

Pada kamus Al-Munawwir (1997: 872) arti dari “طائفة” tha>ifatun

memiliki makna “kelompok orang”. Penerjemah menerapkan penyepadanan

istilah budaya “طائفة” tha>ifatun pada BSu dengan diterjemahkan menjadi

“keluarga”. Namun usaha penyepadanan istilah budaya yang dilakukan

menjadi kurang berterima karena sesungguhnya teks BSu ini berupa teks

piagam perjanjian yang berarti perjanjian antara satu atau dua kelompok atau

Page 18: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

68

perseorangan. Sedangkan pada teks-teks BSu sebelumnya telah disebutkan

beberapa kabilah yang ikut dalam perjanjian PM ini. Maka alangkah baiknya

untuk menerjemahkan kata “ ائفةط ” tha>ifatun tetap menjadi “kabilah”.

Dari keempat belas data yang menggunakan strategi padanan budaya

ini, penerjemah menerapkan padanan pada 3 istilah budaya BSu. Empat

istilah BSu itu adalah “ طائفة (keluarga/tha>ifah), اللذمة (jaminan Allah), اللرسول

(utusannya/ pesuruh Allah).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan strategi padanan budaya dengan menyepadankan tiga istilah

budaya BSu yang terdapat pada teks PM. Adapaun istilah budaya yang

terdapat pada teks PM ini bersifat prosedural.

3. Strategi Padanan Deskriptif dan Strategi Analisis Komponensial

Strategi padanan deskriptif adalah strategi yang dilakukan penerjemah

untuk mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata BSu. Deskripsi dan

fungsi adalah dua bagian yang amat perlu penjelasan, terlebih pada

penerjemahan. Dan strategi ini biasanya memiliki glosarium atau catatan kaki

sebagai penjelasan lebih lanjut terkait kata BSu yang dipungut (Newmark,

1988: 83-84; Suryawinata, 2003: 73). Pada data telah ditemukan sebanyak 14

data yang menggunakan strategi ini. Adapun contoh penerapan strategi ini

dapat dilihat pada data 7 berikut.

(7) BSu:

عتهميـتـعاقـالـمهاجرونمنقـريش نـهم،وهميـفدونعانيـهمبالـمعروفعلىربـ لونبـيـ والقسطبـينالـمؤمنين،

al-Muha>jiru>na min Quraisyin ‘ala rab‘atihim yata‘a>qalu>na bainahum, wa hum yufdu>na ‘a>niyahum bil-ma‘ru>fi wal-qisthi bainal-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 368).

BSa:

Page 19: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

69

KaumMuhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli (former

condition) mereka; yaitu saling tanggung-menanggung membayar

dan menerima uang tebusan darah (diyat) di antara mereka (karena

suatu pembunuhan), dengan cara yang baik dan adil di antara

orang-orang beriman (Ahmad, 2014: 12).

Pada data 7 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi padanan

deskriptif dalam menjelaskan frasa “ همربـعت ” rab‘atuhum yang diterjemahkan

menjadi “hak asli (former condition) mereka” dan frasa “عانيـهم”‘a>niyahum

yang diterjemahkan menjadi “uang tebusan darah (diyat)”. Penerjemah

menerapkan penjabaran atau deskripsi singkat pada BSa. Deskripsi dilakukan

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat BSa mengenai istilah

asing yang terpakai pada BSu. Frasa “ همربـعت ” rab‘atuhum diambil dari kata

dasar “ ةربـع ” rab‘atun dalam Al-Munawwir (1997: 467) memiliki makna

harfiah “kotak/ rumah”. Sedangkan frasa “ عانيـهم ”‘a>niyahum diambil dari

kata dasar “ عاني ”‘a>niya dalam Al-Munawwir (1997: 980) memiliki makna

harfiah “tawanan/ darah yang mengalir”.

Kedua istilah BSu tersebut dipadankan dalam BSa dengan cara

mendeskripsikan istilah BSu dengan penjelasan singkat. Dalam hal ini,

penerjemah mendeskripsikan istilah BSu secara langsung yakni di dalam

kalimat tanpa membuat footnote/ catatan kaki. Lalu setelah penerjemah

mendeskripsikannya, ia memberikan istilah asing sesuai dengan pungutan

dari istilah BSu tersebut. Sebagaimana pada contoh lain pada istilah

“ األولىمعا قلهم ” ma‘aqiluhumul-’u>la> yang diterjemahkan menjadi “uang

tebusan darah (diyat)” (Ahmad, 2014: 13). Penerjemah memberikan pungutan

istilah BSu setelah menjabarkan maksud dari istilah tersebut.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa deskripsi atau

penjabaran yang diberikan penerjemah pada beberapa istilah budaya BSu

Page 20: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

70

dilakukan berdasarkan versi penerjemah. Hal ini terjadi karena penerjemah

memiliki pengetahuan lebih mengenai maksud pesan BSu pada teks PM ini.

Strategi kedua, strategi analisis komponensial adalah strategi yang

memisahkan unit leksikal menjadi jenis komponen-komponen terkecilnya,

bisa saja satu menjadi dua, tiga, atau empat macam terjemahan. (Newmark,

1988: 90; Suryawinata, 2003: 73). Adapun contoh dapat dilihat pada data 8

berikut. Pada data telah ditemukan sebanyak 23 data yang menggunakan

strategi ini. Penerapan strategi ini dapat dilihat pada contoh data berikut.

(8) BSu:

أنيـرضيولي مناعتبطمؤمناقـتلعنبـيـنةفإنههوإن الـمقتـولقـود بهإل Wa inna mani‘-tabatha mu’minan qatlan ‘an bayyinatin fa innahu quwwadun bihi illa an yardha (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan cukup bukti

atas perbuatannya, harus dihukum mati atasnya, kecuali wali

(keluarga yang berhak) dari si korban bersedia dan rela menerima

ganti kerugian (Ahmad, 2014: 17).

Pada data 8 di atas, penerjemah telah menerapkan strategi analisis

komponensial pada dua tempat. Pertama adalah pada fi‘il mudha>ri‘ (verba

yang menyatakan sedang berlangsung) “يـرضي” yardha yang diterjemahkan

menjadi “bersedia dan rela menerima ganti kerugian”. Verba “ يـرضي ” yardha

yang berasal dari kata “ يـرضى-رضي ” radhiya -yardha bermakna “senang,

suka, dan rela” (Al-Munawwir , 1997: 505).

Pada data 8 di atas, penerjemah memecah komponen verba “يـرضي ”

yardha dengan beberapa komponen lain dalam BSa. Dalam hal ini,

penerjemah menambahkan kata “bersedia” dan keterangan “menerima ganti

rugi”. Kata “bersedia” sebagai bentuk kata yang sejenis dengan maksud verba

Page 21: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

71

yardha yakni “rela/ bersedia”. Adapun keterangan “menerima ganti ” يـرضي “

rugi” merupakan penjelas dari tujuan “rela dan bersedia” di dalam pesan BSu.

Kedua adalah pada frasa “به quwwadun bihi yang diterjemahkan ”قـود

dengan bentuk penjabaran makna menjadi “harus dihukum mati atasnya”.

Bila melihat arti harfiah dalam kamus Al-Munawwir (1997: 1169) dari kata

quwwadun adalah “tuntutan”. Namun nomina tersebut disepadankan ”قـود“

dengan “hukuman mati” sebagaimana penjelasan yang diberikan penerjemah

pada data 8 di atas.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah dalam

menerapkan strategi analisis komponensial juga menerapkan penambahan

makna dalam BSa. Sebagaimana yang diterapkan pada verba “يـرضي ” yardha.

Selain itu, tambahan komponen makna dalam BSa yang diterapkan

penerjemah dalam teks PM ini adalah dengan menyepadankan komponen lain

sebagai pengganti lalu menambahkan makna setelahnya. Sebagaimana yang

diterapkan pada frasa “قـود به” quwwadun bihi.

4. Strategi Sinonim

Strategi sinonim adalah strategi yang diterapkan penerjemah sebagai

pengganti strategi analisis komponensial yang dirasa mengganggu alur

kalimat BSa. Strategi ini memberikan pendekatan pada terjemahan kata BSu

akan tetapi tidak sempurna (Newmark, 1988: 84; Suryawinata, 2003: 73).

Adapun strategi sinonim ini memiliki kesamaan fungsi dengan

prosedur padanan fungsional, yaitu penerjemah menerjemahkan kata pada

BSu dengan padanan yang fungsional/ sesuai kegunaannya –kata yang

memiliki makna sama. (Newmark, 1988: 83). Pada data telah ditemukan

Page 22: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

72

sebanyak 36 data yang menggunakan strategi ini. Adapun penerapan itu dapat

dilihat pada pembahasaan di data 9 berikut ini.

(9) BSu:

كانبـينأه فةمنحدثأواشتجاريوإنهما خاففساده،فإنمردهإلىلهذهالصحيـو جل،وإلىمحمدرسولاللصلىاللعليهوسلماللعز

Wa innahu ma> ka>na baina ahli hadzihi’sh-shachi>fati min chadatsin awisytija>rin yakha>fu fasa>dahu, fa inna maraddahu ila’l-La>hi ‘Azza wa Jalla wa ila Muchammadin Rasu>lu’l-La>hi Shalla’l-La>hu ‘alaihi wa Sallam (Hisyam, 2006: 370).

BSa:

Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini, atau

terjadi pertengkaran, harus segera dilaporkan dan diserahkan

penyelesaiannya menurut (hukum) Allah dan (kebijaksanaan)

utusannya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (Ahmad,

2014: 22).

Pada data 9 di atas, penerjemah menerapkan sinkronisasi pada tiga

bentuk nomina dalam BSu. Bentuk pertama adalah kata “اشتجار” isytija>ru

yang diterjemahkan sebagai “pertengkaran”. Di dalam kamus Al-Munawwir

(1997: 694), kata “ اشتجار ” isytija>ru dari asal kata “ يشتجر-اشتجر ” isytajara-

yasytajiru yang bermakna “Maju ke depan”. Bentuk kedua adalah kata

فة“ a’sh-shachi>fatu yang diterjemahkan menjadi “piagam”. Di dalam ”الصحيـ

kamus Al-Munawwir (1997: 765), kata “فة a’sh-shachi>fatu bermakna ”الصحيـ

“Lembaran”. Adapun bentuk ketiga adalah kata “أهل” ahlu yang

diterjemahkan menjadi “peserta”. Di dalam kamus Al-Munawwir (1997: 46)

kata “أهل” ahlu bermakna “keluarga”.

Penerjemah telah menerapkan pendekatan kata BSu dengan kata BSa

yang memiliki makna yang hampir mendekati. Dalam ketiga bentuk yang

sudah disebutkan di atas, penerjemah tidak menggunakan arti leksikal dari

dalam kamus BSa. Akan tetapi penerjemah menerapkan padanan fungsional

yang mendekati maksud penulis BSu agar pesan tersampaikan dengan baik.

Page 23: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

73

Adapun Newmark (1988: 84) menegaskan bahwa sinonim adalah

menerapkan suatu pertimbangan dengan memperhatikan tiap bagian pada teks

BSu yang akan diterjemahkan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum penerjemah

menerapkan strategi sinonim ini, ia sudah lebih dahulu mengetahui makna

leksikal di dalam kamus BSa. Kemudian penerjemah menerapkan

pertimbangan antara menggunakan makna leksikal atau menggantinya dengan

makna lain yang mendekati maksud pesan BSu. Dalam hal ini, penerjemah

mengambil langkah dengan memilih makna lain yang mendekati pesan BSu

dengan tujuan untuk memahamkan pembaca terkait kata yang ia terjemahkan

tanpa perlu penjabaran lebih lanjut terkait kata tersebut.

5. Strategi Terjemahan Resmi

Strategi terjemahan resmi (Recognized Translation) adalah strategi

yang menerjemahkan teks BSu dengan melihat kebakuan yang ada pada teks

BSa. Apabila teks BSa berupa bahasa Indonesia, penerjemah dapat melihat

kebakuan bahasa pada “Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing”

yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Depdikbud R.I (Suryawinata, 2003: 74) dan atau dapat mengecek secara

online di www.kateglo.com., yang berisikan data lengkap kata baku bahasa

Indonesia.

Pada data penelitian, tidak ditemukan data dengan kualifikasi sesuai

dengan strategi terjemahan resmi. Hal ini menunjukkan bahwa strategi

terjemahan resmi tidak dipakai oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks

PM. Di dalam teks PM pun tidak ditemukan singkatan atau istilah teknis dari

Page 24: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

74

BSu yang kemudian telah dibakukan dalam bahasa Indonesia. Sehingga

menjadikan strategi terjemahan resmi tidak dipilih penerjemah dalam

mengalihpesankan BSu ke dalam BSa pada teks PM.

6. Strategi Penyusutan dan Strategi Perluasan

Newmark (1988: 90) dan Suryawinata (2003: 74) menjelaskan bahwa

di dalam menerjemahkan, penerjemah dapat melakukan strategi penyusutan

(Reduction) dan strategi perluasan (expansion) terhadap kata BSu. Strategi

penyusutan (Reduction) adalah strategi yang berusaha menyusutkan

komponen kata BSu. Sedangkan strategi perluasan (expansion) adalah

strategi yang memperluas kata BSu di dalam BSa. Pada data telah ditemukan

sebanyak 2 data yang menggunakan strategi penyusutan dan 51 data yang

menggunakan strategi perluasan. Adapun data yang menggunakan strategi

penyusutan dapat dilihat pada contoh data 10 berikut.

(10) BSu:

وإنالـمؤمنينالـمتقينعلىأحسنهديوأقـومهWa innal-mu’mini>nal-muttaqi>na ‘ala achsani hadyin wa aqwamihi (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Setiap orang beriman yang bertakwa harus berteguh hati atas jalan

yang baik dan kuat (Ahmad, 2014: 17).

Pada data 10 di atas, penerjemah menerapkan strategi penyusutan

pada frasa adjektiva “الـمتقين al-mu’mini>nal-muttaqi>na/ yang/ ”الـمؤمنين

diterjemahkan menjadi “Orang beriman yang bertakwa”. Pola frasa adjektiva

dalam bahasa Arab disebut sebagai “نعت و man‘u>t wa na‘tun “yang ”منعوت

disifati dan mensifati”. Nomina pertama “الـمؤمنين” al-mu’mini>na merupakan

man‘u>t (yang disifati) sedangkan nomina kedua “الـمتقين” al-muttaqi>na

merupakan na‘tun (sifat) yaitu yang mensifati nomina pertama. Apabila

Page 25: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

75

diterjemahkan secara terpisah menjadi “orang-orang yang beriman” dan

“orang-orang yang bertakwa”. Kedua nomina tersebut adalah kata sifat yang

dapat diringkas terjemahannya menjadi “orang-orang yang beriman dan

bertakwa”.

Pada data 10 di atas, penerjemah telah menerapkan penyusutan pada

bentuk jamak menjadi tunggal “orang”. Dalam fenomena seperti ini,

penyusutan bentuk jamak pada jamak mudzakkar sali>m (bentuk jamak

maskulin yang sempurna/ salim) adalah kurang berterima karena akan

memberikan asumsi bahwa subjek yang dimaksud adalah hanya seorang.

Penerjemah kemudian memberi tambahan “setiap” sebagai pengganti bentuk

jamak frasa adjektiva “ الـمتقينالـمؤمني ن ” al-mu’mini>nal-muttaqi>na. Dalam hal

ini Ramlan (1981: 65) menjelaskan tentang kata penghubung “setiap, setiap

kali, dan tiap kali” adalah kata penghubung untuk menyatakan bahwa apa

yang dinyatakan pada klausa inti dan klausa bawahan terjadi bersama-sama.

Sehingga pemilihan kata “setiap” untuk menyusutkan bentuk jamak menjadi

plural kurang tepat karena itu tidak sesuai dengan fungsi katanya sebagai kata

penghubung.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah telah

menerapkan strategi penyusutan pada pola frasa adjektiva BSu. Strategi ini

diterapkan penerjemah sebanyak dua kali dalam pola BSu yang sama, yakni

frasa adjektiva “ الـمؤمنينالـمتقين ” al-mu’mini>nal-muttaqi>na.

Adapun contoh data yang menggunakan strategi perluasan dapat

dilihat pada penjelasan data 11 berikut ini.

Page 26: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

76

(11) BSu:

معالـمؤمنينيـهودبنيعوفأمة وإن Wa inna Yahu>da Bani ‘Aufin ummatun ma‘al-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Kaum Yahudi dari suku Bani Auf adalah satu bangsa-negara

(ummah) dengan warga yang beriman (Ahmad, 2014: 18).

Pada data 11 di atas, penerjemahkan menerapkan strategi perluasan

pada tiga bagian. Bagian pertama pada kata “يـهود”Yahu>da yang

diterjemahkan dengan menambahkan kata “kaum”. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Sugono, 2008: 233) kata “kaum” memiliki makna

“bangsa, golongan, barisan, dan keluarga”. Sehingga penambahan kata

“kaum” menjadi tepat sebagai strategi perluasan yang diterapkan penerjemah

untuk menunjukkan bahwa “Yahudi” merupakan suatu golongan tertentu

yang termasuk dalam salah satu kelompok yang tersebut dalam PM ini.

Bagian kedua adalah perluasan makna pada frasa “ عوف <Bani ” بني

‘Aufin yang diterjemahkan menjadi “Suku Bani Auf”. Perluasan makna

tersebut terletak pada kata tambahan “suku”. Dalam KBBI (2008: 473)

“suku” memiliki makna “bangsa, keluarga, dan marga” yang memiliki bentuk

dan referensi yang sama. Akan tetapi, bentuk perluasan ini termasuk

berlebihan karena pada kata BSu sudah tersebut kata “بني” bani dengan

makna yang sama dengan kata “suku”.

Selanjutnya bagian ketiga pada kata “الـمؤمنين” al-mu’mini>na yang

diterjemahkan menjadi “warga yang beriman”. Penerjemah dalam

memperluas makna kata “الـمؤمنين” al-mu’mini>na memiliki tiga varian

terjemahan. Ketiga varian ini terdapat pada 7 data. Varian pertama adalah

diterjemahkan sebagai “orang-orang yang beriman” (Ahmad, 2014: 15)

dengan memperluas maknanya dengan bentuk kata berulang “orang”. Varian

Page 27: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

77

kedua adalah diterjemahkan sebagai “kaum yang beriman” (Ahmad, 2014: 18

dan 23) dengan memperluas maknanya dengan makna plural “kaum” untuk

mewakilkan bentuk jamak “orang-orang”. Adapun varian ketiga adalah

diterjemahkan sebagai “warga negara yang beriman” (Ahmad, 2014: 17, 18,

dan 22) dengan memperluas maknanya pada cakupan “warga negara” untuk

menerjemahkan pesan BSu sebagai sebuah piagam perjanjian antar

masyarakat yang termasuk sebagai warga negara Kota Madinah pada saat itu.

Akan tetapi, kata “الـمؤمنين” al-mu’mini>na dapat diganti dengan istilah kata

“mukmin”. penerapan istilah kata tersebut lebih umum dan baku sesuai

dengan KBBI (2008: 330) daripada diterjemahkan sebagai “orang-orang yang

beriman” yang sangat jarang terpakai dalam literatur masyarakat BSa.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan perluasan makna dengan menambahkan kata tambahan yang

masih berhubungan dengan kata yang diperluas dalam BSa. Penambahan

dilakukan dengan mempertimbangkan kejelasan makna BSa.

7. Strategi Penambahan

Strategi penambahan pada strategi semantis ini dilakukan berdasarkan

pertimbangan kejelasan makna. Informasi tambahan pada terjemahan

didasarkan pada versi penerjemah. Hal ini dilakukan karena alasan budaya

untuk dapat membedakan budaya BSu dan BSa, atau alasan teknis yang

berkaitan dengan topik, atau alasan bahasa yang membutuhkan penjelasan

lebih lanjut (Newmark, 1988: 91; Suryawinata, 2003: 74).

Strategi semantis-penambahan memiliki kesamaan fungsi dengan

prosedur parafrase, yaitu dalam hal pengungkapan makna tetapi tidak

Page 28: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

78

merubahnya. Newmark (1988: 90) menjelaskan bahwa prosedur parafrase

adalah amplifikasi atau penjelasan mengenai makna dari segmen teks BSu.

Pada data telah ditemukan 83 data yang menggunakan strategi ini. Adapun

data yang menggunakan strategi ini dapat dilihat pada contoh data 12 berikut.

(12) BSu:

ماللقريشولنـفسا رمشرك إنهليجيـ و Wa innahu laa yuji>ru musyrikun ma>lan liquraisyin wa la> nafsan (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman

(musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy tidaklah

diakui (Ahmad, 2014: 17).

Pada data 12 di atas, penerjemah telah menerapkan penambahan

informasi pada tiga bagian, “yang diberikan oleh”, “seorang musuh”, dan

“tidaklah diakui”. Dalam kamus Al-Munawwir (1997: 222) kata “ر ”يجيـ

yuji>ru memiliki asal kata “ ر-جار يجيـ ” ja>ra–yuji>ru artinya “menyimpang,

melindungi”. Adapun penerjemah menerjemahkannya sebagai bentuk nomina

bukan verba, yaitu “perlindungan” dan menambahkan secara semantis

keterangan “yang diberikan oleh” setelahnya. Penambahan ini kurang

diperlukan dalam BSa karena dalam BSu sudah disebutkan fa>‘il (subjek)

dengan jelas, sehingga penerjemah hanya perlu merekonstruksi ulang

penyusunan gramatika BSu tanpa perlu memberikan tambahan informasi.

Penambahan selanjutnya terjadi dalam menjelaskan frasa “لقريش” li

quraisyin menjadi “terhadap seorang musuk Quraisy”. Penerjemah

menambahkan keterangan “seorang musuh” yang dalam BSu tidak

ditemukan. Penambahan informasi ini tidak merubah makna namun juga

tidak diperlukan terjadi dalam BSa.

Page 29: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

79

Penerjemah juga menambahkan keterangan “diakui” untuk

menerjemahkan partikel “ل” la> yang bermakna harfiah “tidak”. Ni‘mah

(1988: 161) menjelaskan bahwa partikel “ل” la> memiliki dua karakter berbeda

bila bersambung dengan fi‘il (kata kerja). Partikel “ل” la> dapat berupa sebagai

charf nafyi (partikel peniadaan) atau sebagai charf jazm/ la> a’n-na>hiyah

(partikel larangan). Adapun pola penyusunan pada data di 13 di atas adalah

jumlah fi‘liyah (kalimat verba) dengan charf nafyi karena kata verba

setelahnya tidak mengalami kedudukan majzum (disukunkan). Sehingga,

akan lebih tepat bila diartikan sebagai “tidak boleh” agar selaras dengan

bentuk verba setelahnya “ر yuji>ru, sehingga menjadi “orang musyrik ”يجيـ

tidak boleh melindungi”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan

strategi penambahan, penerjemah banyak menambahkan keterangan

informasi yang dalam BSu adalah implisit menjadi eksplisit dalam BSa. Tapi

penambahan yang diberikan merupakan versi penerjemah dan beberapa di

antara penambahan tersebut sebenarnya tidak diperlukan.

8. Strategi Penghapusan

Strategi penghapusan adalah strategi yang menghapus kata atau

bagian teks BSu di dalam teks BSa. Hal ini dilakukan dengan

mempertimbangkan bahwa kata atau bagian teks BSu itu dirasa tidak penting

untuk diterjemahkan (Suryawinata, 2003: 75). Pada data ditemukan sebanyak

81 data yang menggunakan strategi ini. Penerapan strategi ini dapat dilihat

pada data 13 berikut.

Page 30: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

80

(13) BSu:

ومنشيء،فإنهمرد وإنكممهمااختـلفتمفيه جل ،وإلىمحمدصلىهإلىاللعز اللعليهوسلم

Wa innakum mahmakh-talaftum fi>hi min syai’in fa innahu maraddahu ila’l-La>hi ‘azza wa jalla wa ila muchammadin Shalla’l-La>hu ‘alaihi wa sallama (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu dalam suatu

soal, kembalikanlah penyelesaiannya kepada (hukum) Allah dan

(keputusan) Muhammad (Ahmad, 2014: 18).

Pada data 13 di atas, penerjemah telah menerapkan penghapusan kata

pada lima bagian. Bagian pertama adalah kata sambung partikel “و” wawu

“dan”. Begian kedua, yakni “إنكم” innakum “sesungguhnya kalian”. Bagian

ketiga, yakni “ fa innahu “maka sesungguhnya ia”. Menurut Suparno ” فإنه

(2005: 28) mengenai ketiga bagian ini (إنكم , و , dan فإنه) adalah merupakan

charf (partikel) yang tidak mempengaruhi makna apabila tidak diterjemahkan.

Maka pilihan penerjemah untuk menghapus ketiga bagian ini menjadi tepat

karena alasan efektivitas kalimat.

Cantarino (1925: 20-23) menjelaskan mengenai partikel Fa’ “فاء” yang

disebut sebagai "partikel klasifikasi". Sebagai partikel klasifikasi, partikel Fa’

memiliki koordinasi yang bersinambungan antara kalimat dan ide ”فاء“

pembangun pada kalimat. Partikel Fa’ “فاء” menyiratkan pengaturan dalam

cerita yang dapat diterjemahkan dengan mengekspresikan perkembangan dan

pengaturan yang sama secara berurutan, misalnya, "jadi", "sehingga",

"demikian", dsb. Partikel Fa’ “فاء” dapat berupa kata sambung yang

menghubungkan sebab dan akibat antar dua kalimat BSu. Maka penghapusan

partikel Fa’ “فاء” pada kata “فإنه” fa innahu dalam data 13 menjadikan pesan

BSu berubah dari kalimat pernyataan menjadi kalimat perintah, yaitu pada

kata selanjutnya “مرد ه” maradduhu “kembalikanlah”. Penghapusan ini

Page 31: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

81

seharusnya tidak dilakukan karena pada dasarnya, data 13 memiliki dua

kalimat yang menyatakan sebab dan akibat dari suatu keadaan.

Adapun dua bagian lain yang juga dihapus adalah berupa gelar atau

sebutan, yaitu “ جل و سلم“ dan (Azza wa Jalla/ Swt‘) ”عز و عليه الل ”صلى

(Shalawat dan Salam kepadanya/ Saw). Kedua gelar ini dihapus dalam

kalimat BSa sehingga menjadikan nama “Allah” dan nama “Muhammad”

diterjemahkan tanpa ada penyebutan gelar. Kedua penghapusan ini menjadi

kurang berterima karena dalam teks BSu telah disebutkan gelar keduanya.

Sedangkan dalam masyarakat BSa, penyebutan kedua gelar tersebut sudah

merupakan suatu kebiasaan.

Dari penjelasan mengenai data 13 di atas, dapat disimpulkan bahwa

strategi penghapusan yang dilakukan penerjemah memiliki kelemahan.

Pilihan untuk menghapus beberapa kata dalam BSu masih kurang tepat dan

menjadikan terjemahan yang dihasilkan kurang berterima. Akan tetapi

strategi penghapusan yang dilakukan tidak sampai mengganggu pesan BSu

yang telah disampaikan secara baik oleh penerjemah.

9. Strategi Modulasi

Strategi modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frasa, klausa,

atau kalimat dengan menerjemahkan pesan BSu dari sudut pandang yang

berbeda (Suryawinata, 2003: 75). Adapun Newmark (1988: 88-89)

menjelaskan bahwa modulasi adalah moncoba untuk memberi definisi dengan

sudut pandang atau perspektif yang berbeda. Kategori modulasi yang

dimaksud oleh Newmark (1988), yaitu “negated contrary” (meniadakan

Page 32: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

82

perlawanan). Pada data ditemukan satu data yang memakai strategi ini,

berikut penjelasannya.

(14) BSu :

كانولدوإنأيديـهمعليه عا،ولو مأحدهجميـ Wa inna aidiyahum ‘alaihi jami>‘an wa law ka>na waladu achadihim (Hisyam, 2006: 369).

BSa:

Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah

merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka

sendiri (Ahmad, 2014: 15).

Pada data 14 di atas, penerjemah memaknai kalimat ini dengan sudut

pandang yang berbeda pada tiga bagian, yaitu frasa “أيديـهم” aidiyahum

menjadi “tangan yang satu”, frasa “عليه” ‘alaihi menjadi “terhadap orang-

orang yang bersalah”, dan kata “عا .”jami>an menjadi “kebulatan persatuan ”جميـ

Persepektif penerjemah mengenai terjemahan “tangan yang satu”

menekankan pada terjemahan harfiah yakni “tangan” yang dimiliki para

peserta PM untuk saling menjadi “satu” sebagaimana maksud terjemahan

tersebut. Lalu penerjemah memberikan hasil terjemahan “tangan yang satu”

di akhir kalimat BSa dan mengedepankan terjemahan kata “عا jami>an ”جميـ

yaitu “kebulatan persatuan” di awal kalimat.

Adapun penulis BSu pada data 14 ini menjadikan kata “أيديـهم”

aidiyahum yaitu “persatuan mereka” sebagai fa‘i>l (subjek) kalimat dan kata

عا“ jami>an yaitu “menyeluruh/ semua” sebagai maf‘ul (kata keterangan) ”جميـ

pada dari kata “أيديـهم” aidiyahum. Menerjemahkan dengan cara

mengedepankan maf‘ul dalam bahasa Arab adalah suatu pilihan untuk

memudahkan pemahaman teks BSa sebagaimana yang dilakukan penerjemah

pada data 14 ini. Sehingga apabila diterjemahkan menjadi “setiap orang harus

Page 33: BAB II STRATEGI PENERJEMAHAN DALAM MENERJEMAHKAN … · TEKS PIAGAM MADINAH Penelitian ini mengambil objek material berupa teks asli PM dalam buku “as-Si>ratu an-Nabawiyyatu”

83

bersedia dalam menentang perbuatan salah tersebut” untuk tetap pada

penekanan kata (perspektif) yang sama dengan penulis BSu.

Selanjutnya penerjemah menerapkan eksploitasi dalam

menerjemahkan frasa “عليه” ‘alaihi yaitu pada dhamir muttashil (pronomina

yang menempel pada kata) “ ـــه” hu yang memiliki arti “-nya (kepemilikan

untuk laki-laki)”. Pronomina ini diterjemahkan menjadi “orang-orang yang

bersalah” secara eksplisit oleh penerjemah. Terjemahan pronomina “ ـــه” hu

ini memiliki hubungan dengan kalimat sebelumnya, yaitu “الـمؤمنينالـمتقين وإن

عةظلم،أ هم،أوابـتـغىدسيـ وإثم،أوعدوان،أوفسادبـينالـمؤمنين،علىمنبـغىمنـ ”Wa innal-

mu’mini>nal-muttaqi>na ‘ala man bagha minhum, awibtagha dasi>’ata zhulmin,

aw itsmin, aw ‘udwa>nin, aw fasa>din bainal-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 369)

yang diterjemahkan sebagai “segenap orang-orang beriman yang bertakwa

harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan, melanggar ketertiban,

penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang

yang beriman” (Ahmad, 2014: 15). Dalam data 14 ini, penerjemah lebih

menekankan pada “orang-orang yang bersalah” bukan pada “perbuatan

buruk”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah telah

menerapkan strategi modulasi bebas pada data 14. Strategi modulasi bebas

yang diterapkan penerjemah adalah merubah suduh pandang penulis BSu

bukan berdasarkan susunan gramatika BSu akan tetapi berdasarkan pilihan

untuk mencari padanan yang tepat dalam menerjemahkan data 14 ini.