Upload
buiduong
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
12
BAB II
STUDI LITERATUR
II.1. Pengelolaan Rantai Pasok di Industri Manufaktur
II.1.1. Definisi Pengelolaan Rantai Pasok
Pengelolaan rantai pasok (supply chain management) merupakan koordinasi yang
strategis dan sistematis antara fungsi-fungsi bisnis tradisional pada suatu
perusahaan dan di sepanjang jaringan rantai pasok kegiatan bisnisnya dengan
tujuan untuk meningkatkan hasil prestasi perusahaan dan rantai pasok secara
jangka panjang. Hal ini sesuai dengan pendefinisian yang diberikan oleh The
Council of Logistics Management.
Pujawan (2005) menjelaskan, kalau rantai pasok adalah jaringan fisik dari
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi
barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, maka pengelolaan rantai
pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaan yang menghendaki
pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan semangat kolaborasi.
Tidak hanya urusan internal perusahaan saja yang dikelola, melainkan juga urusan
eksternal menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Untuk
itu diperlukan kerja sama, koordinasi, dan kolaborasi antar perusahaan-perusahaan
yang terlibat dalam jaringan rantai pasok, karena pada hakikatnya tujuan mereka
adalah sama yakni ingin memuaskan konsumen akhir yang sama. Mereka harus
bekerja sama dalam membuat produk yang murah, kemudian mengirimkannya
tepat waktu serta dengan kualitas yang bagus. Sehingga dewasa ini persaingan
bukanlah lagi persaingan antar perusahaan melainkan persaingan antar rantai
pasok.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
13
Menurut Heizer et al. (2001), pengelolaan rantai pasok merupakan kegiatan
pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi
barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi, kemudian
mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi.
Upaya pengelolaan rantai pasok ini didasari oleh pemikiran yang berusaha
mengurangi kesia-siaan dan meningkatkan nilai pada jaringan rantai pasoknya.
II.1.2. Tujuan Pengelolaan Rantai Pasok
Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam jaringan rantai pasok harus saling
mendukung agar kegiatan pengadaan dan penyaluran bahan baku dan produk
akhir dapat terintegrasi secara baik dan benar. Sehingga misi yang mereka capai
adalah “to get the right goods or services to the right place, at the right time, and
in the desired condition, while making the greatest contribution to the firm”.
II.1.3. Lingkup Kegiatan Pengelolaan Rantai Pasok
Wisner et al. (2005) mengidentifikasi elemen-elemen penting pada pengelolaan
rantai pasok, yakni terdiri dari:
a. Elemen pembelian (purchasing)
Mencakup: aliansi pemasok, pengelolaan pemasok, dan strategi pembelian.
b. Operasional (operation)
Mencakup: pengelolaan persediaan, MRP, ERP, JIT, dan TQM.
c. Distribusi (distribution)
Mencakup: pengelolaan transportasi, pengelolaan hubungan dengan
pelanggan, perencanaan jaringan, dan pelayanan terhadap pelanggan.
d. Integrasi (integration)
Mencakup: koordinasi antar aktifitas, permasalahan integrasi global, dan
pengukuran kinerja.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
14
Sementara itu, Pujawan (2005) menjelaskan tentang cakupan kegiatan utama
pengelolaan rantai pasok pada perusahaan manufaktur terdiri dari:
a. Pengembangan produk (product development)
Kegiatannya meliputi: melakukan riset pasar, merancang produk baru, dan
melibatkan pemasok dalam perancangan produk baru.
b. Pengadaan (procurement)
Kegiatannya meliputi: memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor rantai pasok,
membina dan memelihara hubungan dengan pemasok.
c. Perencanaan dan pengendalian (planning and control)
Kegiatannya meliputi: perencanaan persediaan, peramalan permintaan,
perencanaan kapasitas, dan perencanaan produksi.
d. Operasi/produksi (production)
Kegiatannya meliputi: eksekusi produksi dan pengendalian kualitas.
e. Pengiriman/distribusi (distribution)
Kegiatannya meliputi: perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa
pengiriman, memonitor service level di setiap pusat distribusi.
Sedangkan Heizer et al. (2001) mengatakan, kegiatan pengelolaan rantai pasok
bisa meliputi penetapan pengangkutan, pentransferan kredit dan tunai, pemasok,
distributor, bank, utang dan piutang, penggudangan, pemenuhan pesanan,
membagi informasi mengenai ramalan permintaan, produksi, dan kegiatan
pengendalian persediaan.
Menurut Siagian (2005), ruang lingkup pengelolaan rantai pasok meliputi:
a. Seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah
sampai penyaluran ke tangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan
baku dan aliran informasi merupakan rangkaian dari rantai pasok.
b. Suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada
para pelanggannya.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
15
Sehingga terdapat aliran barang, pelayanan, dan informasi pada sektor manufaktur
dan jasa.
II.1.4. Interaksi Pihak-pihak dalam Rantai Pasok
Menurut Siagian (2005), rantai pasok mencakup keseluruhan interaksi antara
pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen. Tingkat
ketergantungan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok ini menjadi
sangat tinggi dan bersifat jangka panjang. Usaha bersama yang saling mendukung
dapat meningkatkan kemampuan bersaing antar kedua belah pihak.
II.1.5. Manfaat Pengelolaan Rantai Pasok
Keuntungan yang didapat dari keberhasilan pengelolaan rantai pasok tidak hanya
bersifat jangka pendek, bahkan juga jangka panjang seperti kemungkinan
peningkatan profit dari adanya kerja sama yang berkepanjangan dengan berbagai
pihak, perluasan pangsa pasar, dan kepuasan konsumen.
II.2. Pengelolaan Rantai Pasok di Industri Konstruksi
Industri manufaktur dikenal sebagai industri yang memiliki karakter produksi
yang berulang-ulang, rutin, berlangsung dalam jangka panjang, memiliki
intensitas kegiatan yang relatif sama, dengan batasan anggaran dan jadwal yang
tidak setajam dalam proyek, macam kegiatannya tidak terlalu banyak, serta
memiliki macam dan volume kebutuhan sumber daya yang relatif konstan. Namun
tidak seperti industri manufaktur, industri konstruksi memiliki tingkat
kompleksitas dan resiko yang sangat tinggi dengan karakternya yang bercorak
dinamis, nonrutin, dengan siklus proyek yang relatif pendek, memiliki intensitas
kegiatan dalam periode siklus proyek yang berubah-ubah (naik-turun),
kegiatannya harus diselesaikan berdasarkan anggaran dan jadwal yang telah
ditentukan, terdiri dari bermacam-macam kegiatan yang melibatkan berbagai
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
16
disiplin ilmu, serta memerlukan sumber daya yang berubah-ubah, baik macam
maupun volumenya. [Soeharto, 1997].
Pihak-pihak yang terlibat pada pendirian suatu kontruksi sangatlah banyak, yang
mengakibatkan seringkali ditemukan berbagai ketidak-efisienan dan permasalahan
di setiap tingkat dan tahapan prosesnya, seperti biaya konstruksi yang kian waktu
kian meningkat dan melebihi budget, durasi pelaksanaan konstruksi yang
melebihi waktu yang ditargetkan, kualitas konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diminta, belum lagi masalah koordinasi dan misscommunication
antar berbagai pihak yang terlibat yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
dispute. [Tucker et al., 2001].
Oleh karenanya dewasa ini berbagai pihak di industri konstruksi mulai berusaha
menerapkan konsep pengelolaan rantai pasok yang telah dikenal cukup efektif dan
efisien di industri manufaktur untuk diterapkan pada industri konstruksi, dengan
harapan dapat meminimalisir berbagai ketidak-efisienan dan permasalahan yang
seringkali muncul.
Di industri konstruksi, penumpukan persediaan yang terlalu lama akan
mengakibatkan adanya dana yang mengendap dan tidak produktif serta tidak
menghasilkan pendapatan. Bahkan bisa menambah biaya proyek karena adanya
tambahan biaya penyimpanan stok bahan (inventory carrying cost), juga ada
biaya-biaya untuk mengganti bahan yang sudah kadaluarsa (obsolescence),
mengalami kerusakan (damage) atau hilang (spoilage). [PT PP, 2003].
Sehingga mengelola aliran persediaan dengan tepat adalah salah satu tujuan utama
dari pengelolaan rantai pasok. Aliran yang tepat artinya persediaan dapat tiba pada
saat dibutuhkan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan terkirim ke
tempat yang memang membutuhkan. [Siagian, 2005].
Terlebih lagi dewasa ini mengurangi biaya rantai pasok konstruksi menjadi salah
satu strategi kontraktor dalam bersaing. Untuk itu diperlukan upaya pengawasan
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
17
terhadap biaya penyelenggaraan kegiatan rantai pasok konstruksi, baik di tingkat
perusahaan maupun proyek.
Penelitian-penelitan mengenai pengelolaan rantai pasok konstruksi dewasa ini
mulai berkembang dengan pesat, yang dibuktikan dengan telah teridentifikasinya
beberapa manfaat dari pengelolaan rantai pasok konstruksi. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan mengenai pengelolaan rantai pasok konstruksi di Indonesia
adalah: Nurisra (2002) melakukan studi pada hubungan antara kontraktor dan
subkontraktor; Syachrani (2005) melakukan pengembangan model seleksi mitra
pemasok pada proyek konstruksi; Susilawati (2005) melakukan studi pola
jaringan rantai pasok konstruksi dan proses pembentukan rantai pasok pada
proyek konstruksi pada proyek gedung; Febrina dan Nugroho (2006) melakukan
studi hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan konstruksi di
proyek; Yustiarini (2006) melakukan studi pengidentifikasian system QA pada
anggota rantai pasok di proyek konstruksi; Wirahadikusumah, R. D. et al,
(2007) melakukan studi penelitian kajian hubungan antar pihak yang terlibat
dalam rantai pasok proyek konstruksi bangunan gedung; Noorlaelasari, Y. (2008)
meneliti pengembangan indikator kinerja supply chain pada proyek konstruksi
bangunan gedung: dan Oktaviani (2008) meneliti kajian kinerja supply chain
pada proyek konstruksi bangunan gedung.
II.3. Persediaan (Inventory) di Industri Manufaktur
Persediaan di sepanjang rantai pasok memiliki pengaruh yang besar terhadap
kinerja finansial suatu perusahaan. Biaya modal yang tertahan dalam bentuk
persediaan di suatu perusahaan atau rantai pasok bisa menjadi sangat signifikan
karena jumlah uang yang tertanam biasanya sangat besar sehingga persediaan
merupakan satu aset terpenting yang dimiliki rantai pasok. Banyak perusahaan
yang menginvestasikan lebih dari 25% dari total asetnya untuk persediaan.
[Pujawan, 2005]. Christopher (2005) mengatakan bahwa salah satu elemen
biaya logistik terbesar yang seringkali dilupakan adalah biaya penyimpanan
persediaan, nilainya berkisar sekitar 25% per tahun dari nilai buku persediaan.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
18
Mengelola aliran material/produk dengan tepat adalah salah satu tujuan utama dari
pengelolaan rantai pasok. Aliran yang tepat artinya tiba pada saat dibutuhkan
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan terkirim ke tempat yang
memang membutuhkan. Tersine (1994) mengatakan, salah satu tujuan mengelola
persediaan adalah untuk mengurangi biaya.
II.3.2. Definisi Persediaan
Menurut Siagian (2005), persediaan merupakan bahan atau barang yang disimpan
untuk tujuan tertentu, antara lain untuk proses produksi. Jika berupa bahan
mentah, maka akan diproses lebih lanjut. Jika berupa komponen (spare part),
maka akan dijual kembali menjadi barang dagangan.
Pada banyak perusahaan, persediaan merupakan asset yang paling mahal, karena
menghabiskan sekitar 40% dari total modal yang diinvestasikan. Di samping itu,
persediaan menjadi salah satu faktor yang harus dikelola dengan benar, karena
sangat berpengaruh terhadap proses produksi. Maka sudah selayaknya persediaan
dikelola dengan baik, karena mengelola manajemen persediaan dapat
meminimalisir biaya.
Persediaan mengambil porsi bagian yang terbesar dari penggunaan modal kerja
perusahaan dan merupakan aktiva yang selalu berubah setiap saat. Persediaan
mengalami perputaran yang berbeda-beda, yang berpengaruh langsung terhadap
dana yang dibutuhkan untuk penyimpanan persediaan tersebut. Semakin tinggi
perputaran persediaan, maka waktu yang dibutuhkan dalam menyimpan
persediaan akan semakin pendek, sehingga dana yang dibutuhkan relatif lebih
kecil. Namun jika perputaran persediaan semakin lamban, maka waktu
penyimpanan yang dibutuhkan akan semakin lama dan dana yang dibutuhkan
akan relatif lebih besar.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
19
Setidaknya ada dua persyaratan untuk mencapai persediaan yang ideal, yakni:
a. Peningkatan pelayanan terhadap pelanggan dengan memberikan pelayanan
berupa penyediaan bahan/barang yang pelanggan butuhkan (service
availability).
b. Penekanan biaya penyimpanan persediaan.
II.3.3. Fungsi Persediaan
Menurut Kapoor et al. (2003), persediaan memiliki empat fungsi yakni:
a. Mengurangi biaya pada tingkat persediaan yang diharapkan
Jika persediaan mempunyai kuantitas yang kecil, maka investasi terhadap
persediaan akan rendah, namun biaya pemesanannya tinggi. Objektifnya
adalah bagaimana caranya agar biaya total penyimpanan dapat ditekan
seminimum mungkin dalam tingkat persediaan yang tidak mengganggu bagian
produksi atau pelanggan.
b. Memberikan pelayanan terhadap pelanggan pada tingkat yang diharapkan
Persediaan di gudang akan mempengaruhi tingkat pelayanan dalam hal
memuaskan pelanggan. Persediaan juga akan berpengaruh pada waktu dan
biaya pelayanan. Lokasi persediaan akan menentukan waktu dan biaya
pelayanan pada tingkat mana pelanggan akan dilayani.
c. Merangkaikan berturut-turut beberapa operasi atau fungsi
Persediaan yang sedikit membutuhkan respons transportasi yang lebih sering.
Di sisi lain, persediaan yang banyak akan membutuhkan respons transportasi
yang lebih jarang.
d. Menstabilkan produksi dan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi
kebutuhan modal
Sedangkan menurut Siagian (2005), persediaan memiliki fungsi penting untuk
menambah fleksibilitas operasi suatu perusahaan. Fungsi dasarnya sangat
sederhana, yakni untuk meningkatkan profitability perusahaan.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
20
Fungsi persediaan lainnya adalah:
a. Fungsi pemisahan wilayah
Merupakan spesialisasi ekonomis antara unit pembuatan (manufacturing)
dengan unit distribusi yang dibagikan dalam wilayah-wilayah yang ditangani.
b. Fungsi decoupling
Merupakan fungsi suatu produk yang diproses dan didistribusikan dalam
ukuran yang ekonomis.
c. Fungsi penyeimbang dengan permintaan
Merupakan fungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumsi dengan
produksi, agar kebutuhan konsumsi dapat dipenuhi dengan lancar dari proses
produksi yang dilakukan.
d. Fungsi penyangga (buffer stock)
Sebagai penyangga yang dilaksanakan dengan menetapkan persediaan
pengaman (safety stock) agar proses produksi berjalan lancar tanpa hambatan.
Kebijakan persediaan tradisional yang aman yaitu memiliki persediaan dalam
jumlah banyak, namun hal ini berakibat tingginya biaya penyimpanan dan biaya
pembelian bahan/barang tersebut. Di samping itu, kelebihan persediaan
menyebabkan banyaknya dana yang terserap dalam persediaan sehingga tidak
efisien. Sebaliknya, bila persediaan terlalu sedikit akan berakibat terjadinya
kekurangan bahan/barang yang dapat menganggu kelancaran proses produksi.
II.3.4. Klasifikasi Persediaan
Menurut Kapoor et al. (2003), berdasarkan material yang disimpan, dikenal tiga
tipe persediaan, yaitu:
a. Persediaan bahan baku/mentah (raw material/components/fuel)
b. Persediaan barang dalam proses (work in progress)
c. Persediaan barang jadi (finished goods)
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
21
Sedangkan berdasarkan kelasnya, dikenal tiga kelas persediaan, yakni:
a. working/cycle stock
b. safety/buffer stock
c. seasonal/speculative stock
Pujawan (2005) mengklasifikasikan persediaan dalam tiga jenis klasifikasi:
a. Berdasarkan bentuknya
1. Persediaan bahan baku (raw materials)
2. Persediaan barang setengah jadi (wip)
3. Persediaan produk jadi (finished product)
b. Berdasarkan fungsinya
1. Pipeline/transit inventory
Persediaan jenis ini muncul karena adanya lead time pengiriman dari satu
tempat ke tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu
pengirimannya panjang. Namun juga bisa dikurangi dengan mempercepat
pengiriman, misalnya dengan memilih moda transportasi yang lebih cepat
atau memilih pemasok yang lokasinya lebih dekat.
2. Cycle stock
Persediaan yang muncul akibat motif memenuhi skala ekonomi. Pada saat
pengiriman, persediaan ini jumlahnya banyak, kemudian berkurang sedikit
demi sedikit karena dijual/digunakan, sampai akhirnya habis/hampir habis,
lalu kembali pada siklus yang baru.
3. Persediaan pengaman (safety stock)
Persediaan yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian
permintaan maupun pasokan. Umumnya perusahaan menyimpan
persediaan lebih banyak dari perkiraan kebutuhan dengan maksud untuk
dapat melayani kebutuhan yang lebih banyak tanpa harus menunggu lama.
Sulit untuk menentukan besarnya persediaan pengaman, karena nilainya
akan bergantung pada biaya persediaan dan tingkat pelayanan yang
diharapkan.
4. Persediaan antisipasi (anticipation stock)
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
22
Persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan
akibat sifat musiman permintaan terhadap suatu produk. Walaupun
persediaan jenis ini untuk mengantisipasi permintaan yang bersifat tidak
pasti, namun perusahaan dapat memprediksi adanya kenaikan dalam
jumlah yang signifikan (bukan sekedar pola acak).
c. Berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara persediaan yang satu
dengan yang lainnya
1. Persediaan yang kebutuhannya bergantung pada kebutuhan persediaan
yang lain (dependent demand item)
Biasanya terdiri dari komponen atau bahan baku yang akan digunakan
untuk membuat produk jadi, karena kebutuhannya akan ditentukan oleh
banyaknya produk jadi yang akan dibuat.
2. Persediaan yang kebutuhannya tidak bergantung pada kebutuhan
persediaan yang lain (independent demand item)
Produk jadi biasanya tergolong dalam independent demand item karena
kebutuhannya tidak mempengaruhi kebutuhan produk jadi yang lain.
Menurut Siagian (2005), persediaan dapat dibedakan dalam beberapa jenis
sebagai berikut:
a. Persediaan bahan baku/mentah (raw material inventory)
Merupakan persediaan bahan atau barang yang akan diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi.
b. Persediaan barang dalam proses (work in process inventory)
Merupakan persediaan barang yang telah mengalami perubahan, namun belum
selesai. Dibutuhkan waktu siklus tertentu yang mencukupi untuk membuat
persediaan WIP. Pengurangan waktu siklus dapat berakibat persediaan WIP
berkurang.
c. Supplies inventory
Merupakan persediaan yang berfungsi sebagai penunjang dalam proses
operasi atau produksi agar berjalan lancar.
d. Persediaan barang dagangan (merchandise inventory)
Merupakan persediaan yang akan dijual kembali sebagai barang dagangan.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
23
e. Persediaan barang jadi (finished good inventory)
Merupakan persediaan yang diperoleh dari hasil operasi atau produksi yang
sudah selesai dan masih disimpan di gudang perusahaan.
Masih menurut Siagian (2005), terdapat jenis persediaan yang lain dalam dunia
logistik yakni:
a. Pipeline (intransit inventory)
Merupakan persediaan yang masih dalam proses persediaan. Persediaan
pipeline terbagi dalam dua jenis, yakni Free On Broad (FOB) destination dan
Free On Broad (FOB) origin. Pada FOB destination, barang masih menjadi
tanggung jawab pihak pengirim hingga barang sampai di tempat tujuan.
Sedangkan FOB origin, barang menjadi tanggung jawab pihak penerima
setelah barang dikirim.
b. Speculation
Merupakan persediaan yang dibeli untuk tujuan spekulasi berkenaan dengan
sifat permintaan musiman.
c. Regular atau cyclical
Merupakan persediaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rutin, baik
kebutuhan yang digunakan pada proses produksi ataupun kebutuhan yang lain.
d. Safety stock
Merupakan persediaan pengaman berkenaan dengan sifat permintaan yang
berubah-ubah dengan waktu tunggu (lead time) yang tidak teratur. Persediaan
pengaman adalah tambahan persediaan dari jumlah biasanya sebesar rata-rata
kondisi persediaan dan lamanya waktu tunggu. Peranan peramalan sangat
penting di sini untuk menentukan besarnya persediaan pengaman. Jika
peramalan dilakukan dengan tepat, maka perusahaan boleh tidak mempunyai
persediaan pengaman.
e. Persediaan antisipasi atas bahan baku yang sering mengalami kerusakan,
kadaluarsa, usang, susut, tidak layak, atau hilang dicuri sebelum berhasil
dijual.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
24
II.3.5. Biaya-biaya Persediaan
Menurut Chopra et al. (2007), biaya yang berkenaan dengan persediaan yakni
biaya penyimpanan (inventory holding cost) dan biaya pemesanan (order cost).
a. Biaya penyimpanan (inventory holding cost)
Komponen penyusunnya terdiri dari biaya modal (cost of capital), biaya
keusangan (obsolescence or spoilage cost), biaya pengolahan (handling cost),
biaya kepemilikan (occupancy cost), dan biaya lain-lain (miscellaneous cost).
b. Biaya pemesanan (order cost)
Komponen biaya pemesanan terdiri dari biaya pembelian kembali (buyer time
cost), biaya transportasi (transportation cost), biaya penerimaan (receiving
cost), dan biaya lain-lain (other cost).
Kapoor et al. (2003) mengklasifikasikan biaya persediaan menjadi beberapa
biaya sebagai berikut:
a. Biaya pengadaan (procurement cost)
Terdiri dari biaya pemrosesan pesanan (cost of order processing), biaya
penempatan pesanan (cost of placing order), biaya transportasi (cost of
transportation), biaya pengolahan material (cost of material handling).
b. Biaya penyimpanan (inventory carrying cost)
Terdiri dari biaya modal (capital cost), biaya asuransi dan pajak (insurance
and taxation cost), biaya keusangan dan pemerosotan (obsolescence and
deterioration cost), dan biaya gudang (storage cost).
c. Biaya kehabisan bahan (out of stock cost)
Terdiri dari biaya kehilangan penjualan (lost sales cost) dan biaya pemesanan
tunggakan (back order cost).
d. Biaya kelebihan bahan (over stock cost)
Hampir mirip dengan pengklasifikasian biaya yang dibuat Kapoor et al, Tersine
(1994) membagi biaya persediaan sebagai berikut:
a. Biaya pembelian (purchase cost)
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
25
Merupakan biaya untuk memperoleh persediaan apabila persediaan tersebut
dibeli dari suplier atau biaya untuk memproduksi persediaan apabila
diproduksi sendiri secara internal.
b. Biaya pemesanan/penyiapan (order/setup cost)
Yakni biaya yang berkaitan dengan pengurusan proses-proses pemesanan
pembelian kepada suplier atau biaya pengaturan produksi internal. Biasanya
diasumsikan besarnya bergantung pada jumlah pemesanan atau pengaturan.
Biaya pemesanan di antaranya adalah membuat daftar permintaan,
menganalisa vendor, memesan pembelian, menerima material, inspeksi
material, pesanan susulan, dan proses-proses yang diperlukan untuk
melengkapi transaksi. Sedangkan biaya penyiapan terdiri dari biaya-biaya di
sepanjang proses produksi untuk menghasilkan bahan pesanan, biasanya
meliputi persiapan permintaan pesanan, menjadwalkan pekerjaan, pengaturan
sebelum proses produksi, percepatan, dan penerimaan kualitas pesanan.
c. Biaya penyimpanan (holding cost)
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang diasosiasikan dengan investasi
pada persediaan dan pemeliharaan investasi fisik di gudang, seringkali
diistilahkan dengan holding cost atau carrying cost. Terdiri dari biaya modal
(capital cost), pajak (taxes), asuransi (insurance), biaya pengolahan
(handling), biaya gudang (storage), biaya penyusutan (shrinkage), biaya
keusangan (obsolescence), dan biaya kemerosotan (deterioration).
d. Biaya kehabisan bahan (stock out cost)
Merupakan konsekuensi ekonomi dari kekurangan persediaan, baik secara
eksternal maupun internal. Kekurangan eksternal terjadi apabila pesanan
pelanggan tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan internal terjadi ketika
pesanan departemen dalam suatu organisasi tidak dapat dipenuhi. Kekurangan
eksternal dapat menimbulkan biaya pemesanan kembali, kehilangan
keuntungan saat ini (penjualan potensial), dan kehilangan keuntungan di masa
mendatang (hilangnya minat pelanggan untuk membeli). Kekurangan internal
mengakibatkan kehilangan produksi (adanya sumber daya yang tidak bekerja)
dan keterlambatan waktu penyelesaian. Tingkatan biaya ini tergantung pada
bagaimana respon pelanggan dalam menghadapi kondisi kehabisan bahan.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
26
Kehilangan ekonomi yang terjadi tergantung pada apakah dilakukan
pemesanan kembali, atau pesanan diganti dengan jenis yang lain, ataukah
dilakukan pembatalan pesanan. Sangatlah fatal apabila kondisi kehabisan
bahan ini menjadikan proses produksi tidak berjalan atau bahkan pelanggan
memilih pergi memesan di tempat yang lain di masa mendatang.
Jika Kapoor et al dan Tersine membagi biaya persediaan ke dalam empat jenis
biaya, lain halnya dengan Bowersox (1978) yang memecah biaya persediaan
menjadi dua kelompok besar sebagai berikut:
a. Biaya pemeliharaan (maintenance cost)
Terdiri dari biaya pajak (taxes), biaya gudang (storage), biaya modal (capital),
biaya asuransi (insurance), dan biaya keusangan (obsolescence).
b. Biaya pemesanan (ordering cost)
Terdiri dari biaya penempatan pesanan (cost of placing order), biaya persiapan
pesanan (order preparation), biaya komunikasi pemesanan (order
communication), biaya perbaikan aktifitas (update activities), biaya
pengawasan manajemen (managerial supervision).
Sementara itu, Siagian (2005) mengklasifikasikan biaya persediaan menjadi
beberapa biaya, yakni:
1. Biaya penyimpanan (inventory carrying cost)
Didefinisikan sebagai biaya untuk menyimpan, menjaga atau merawat
persediaan. Misalnya biaya sewa gudang, biaya keusangan, asuransi, biaya
penjaga gudang, biaya listrik, dan biaya peralatan untuk perawatan.
2. Biaya pemesanan (ordering cost)
Merupakan biaya yang timbul selama proses pemesanan. Misalnya biaya
administrasi pemesanan, biaya proses pesan, biaya bongkar muatan, dan
sebagainya.
3. Biaya penyiapan (setup cost)
Merupakan biaya yang timbul untuk mempersiapkan mesin atau proses untuk
produksi, apabila barang/komponen yang diperlukan diproduksi sendiri oleh
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
27
perusahaan. Misalnya, biaya untuk membersihkan dan mempersiapkan mesin,
biaya untuk menyetel mesin, biaya penjadwalan mesin, dan sebagainya.
4. Biaya kehabisan bahan (stock out cost)
Merupakan biaya yang timbul jika terjadi kehabisan bahan. Misalnya, biaya
kehilangan penjualan, biaya kehilangan pelanggan, selisih harga beli antara
harga suplier, eceran, dan sebagainya.
Biaya-biaya tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan
kebijakan persediaan. Kebanyakan model persediaan dari berbagai literatur
bertujuan untuk meminimalkan biaya total persediaan secara keseluruhan.
II.4. Gudang (Warehouse) di Industri Manufaktur
II.4.1. Definisi Gudang
Gudang (warehouse) biasa difahami sebagai tempat penyimpanan barang sesuai
dengan penggunaannya. Di masa lampau gudang hanya berfungsi sebagai tempat
untuk menyimpan persediaan saja. Dewasa ini bagi beberapa distributor, gudang
merupakan salah satu dasar pelayanan yang memberikan nilai tambah bagi
pelanggan, sehingga ada suatu kebutuhan untuk memindahkan fungsi gudang
pada fungsi yang strategis fundamental dalam menghadapi persaingan bisnis.
Dalam konsep modern, gudang merupakan salah satu dari beberapa fungsi bisnis
yang berintegrasi secara bersama-sama untuk memberikan manfaat persaingan
yang unik bagi perusahaan [Kapoor, 2003]. Dalam konteks ekonomi, gudang
menciptakan kegunaan menurut waktu. Gudang meningkatkan nilai barang yang
disimpan dengan menyeimbangkan antara kekuatan persediaan dan penawaran.
Sehingga, barang dipindahkan ke gudang untuk disimpan sampai permintaan
terhadap barang tersebut mencapai kapasitas yang cukup untuk dilakukan
pengiriman barang.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
28
II.4.2. Fungsi Gudang
Gudang diperlukan untuk beberapa fungsi sebagai berikut:
a. menyediakan persediaan cadangan untuk mengantisipasi
kekurangan/kehilangan produksi dan menjaga sejumlah ukuran ekonomis serta
menstabilkan persediaan
b. menyelamatkan persediaan dari bahaya lingkungan dan resiko kecurian
c. mengelola persediaan secara efisien
II.4.3. Klasifikasi Gudang
Menurut Kapoor (2003), terdapat beberapa tipe gudang yakni sebagai berikut:
a. Gudang pengolahan material (material handling warehouses), pemasangan
(assembly) atau pendistribusian (distribution)
Gudang ini digunakan untuk proses pemasangan (assemble), pencampuran
(mix), dan pembagian barang untuk pengangkutan (segment goods in transit).
Gudang jenis ini melayani produk sementara hanya sebentar saja. Gudang
untuk proses pemasangan biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk
membeli barang agrikultur dalam jumlah besar yang berasal dari banyak
sumber, juga digunakan oleh perusahaan industri dan institusi pemasaran yang
melakukan pembelian barang dalam jumlah besar dari supplier. Gudang untuk
proses distribusi kadang kala disebut sebagai gudang pasar (market
warehouses), digunakan untuk menerima produk dari pusat produksi dalam
borongan dan kemudian mendistribusikannya ke pasar melalui mekanisme
pemesanan oleh pelanggan. Gudang distribusi seringkali digunakan untuk
mencampurkan dan memindahkan muatan mobil dan muatan truk dari
sejumlah besar titik produksi ke sejumlah yang lebih besar lokasi pelanggan.
Fungsi yang paling penting dari gudang untuk pemasangan adalah
perpindahan. Aktivitas utama pada gudang pengolahan material adalah
menerima, menyimpan, mengkonsolidasikan, memilih, dan mengirimkan.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
29
b. Gudang penyimpanan (storage warehousing)
Gudang jenis ini mempunyai beberapa kegunaan yang semuanya berkenaan
dengan permintaan dan persediaan. Setiap industri dengan permintaan
musiman atau pola produksi menggunakan jenis gudang penyimpanan ini.
Ada yang menggunakan gudang ini untuk tujuan pendewasaan (maturing),
pematangan (ripening), menyimpan dalam waktu yang lama (aging), atau
sekedar untuk tujuan spekulatif.
c. Gudang kombinasi (combination warehousing)
Tidak ada batasan garis yang tegas antara gudang pengolahan material dan
gudang penyimpanan. Banyak gudang yang didisain untuk berfungsi sebagai
paduan antara keduanya.
II.5. Persediaan (Inventory) di Industri Konstruksi
Berdasarkan pengalaman di lapangan, durasi penyimpanan stok/persediaan adalah
selama 14 hari (dari mulai material datang hingga terpasang di konstruksi).
Penumpukan persediaan yang terlalu lama akan mengakibatkan adanya dana yang
mengendap dan tidak produktif serta tidak menghasilkan pendapatan. Bahkan bisa
menambah biaya proyek karena adanya tambahan biaya penyimpanan stok bahan
(inventory carrying cost), juga ada biaya-biaya untuk mengganti bahan yang
sudah kadaluarsa (obsolescence), mengalami kerusakan (damage) atau hilang
(spoilage). Hal ini sesuai dengan pandangan [PT PP, 2003].
II.6. Gudang (Warehouse) di Industri Konstruksi
Gudang yang digunakan untuk penyimpanan besi beton di industri konstruksi
berbeda halnya dari industri manufaktur. Proyek konstruksi umumnya hanya
menggunakan gudang jenis terbuka saja tanpa bangunan yang khusus seperti pada
manufaktur.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
30
II.7. Komponen Biaya Rantai Pasok
Beberapa literatur mendefinisikan total biaya rantai pasok adalah sebagai berikut:
Menurut Kapoor et al (2003), biaya distribusi total terdiri atas biaya transportasi,
biaya fasilitas, biaya komunikasi, biaya persediaan, biaya perlindungan
pemaketan, dan biaya pengelolaan distribusi.
Total Distribution Cost = TC + FC + CC + IC + PPC + DMC
dimana,
TC Transport Cost
FC Facilities Cost
CC Communication Cost
IC Inventory Cost
PPC Protective Packaging Cost
DMC Distribution Management Cost
Sedangkan Frazelle (2002), merumuskan biaya logistik total mencakup segala
pengeluaran dan biaya modal pada lima proses logistik, yakni pelayanan terhadap
pelanggan (customer response), perencanaan dan pengelolaan persediaan
(inventory planning and management), pemasokan (supply), transportasi
(transportation), dan gudang (warehousing).
Total Logistics Cost = TRC + TIC + TSC + TTC + TWC
dimana,
TRC Total Response Costs
TIC Total Inventory Costs
TSC Total Supply Costs
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
31
TTC Total Transportation Costs
TWC Total Warehousing Costs
Customer response costs atau total response costs (TCR) mencakup biaya tenaga
kerja, telekomunikasi, dan biaya yang dibutuhkan bagi personal dan sistem pada
proses pemesanan dan komunikasi status pesanan.
Total inventory costs (TIC) meliputi inventory carrying cost (ICC), biaya tenaga
kerja, ruang kantor, dan sistem yang diaplikasikan dalam mengelola persediaan.
ICC = AIV x ICR
dimana,
AIV Average Inventory Value
ICR Inventory Carrying Rate
Total supply costs (TSC) meliputi biaya tenaga kerja, ruang, sistem, dan
telekomunikasi yang digunakan selama proses perencanaan, persetujuan,
pelaksanaan, dan pengawasan pesanan pembelian.
Total transportation costs (TTC) meliputi biaya-biaya transportasi pada
pengangkutan di hulu dan hilir rantai pasok.
Total warehousing costs (TWC) meliputi biaya tenaga kerja, ruang, material-
handling systems, dan information handling systems. Biaya tenaga kerja,
sederhananya adalah perkalian dari annual working hours (AWH, hour/year)
dengan warehouse wage rate (WWR, dollars/hour with fringes). Biaya ruang,
merupakan perkalian dari total floorspace (TFS, in squarefeet) dengan space
occupancy rate (SOR, dollars/SF x year). Biaya material-handling systems,
adalah perkalian dari material handling systems investment (MHSI, dollars)
dengan systems capitalization rate (SCR, percent per year). Sedangkan biaya
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
32
information handling systems, merupakan perkalian dari information handling
systems investment (IHSI, dollars) dengan SCR.
Blanchard (2004) merumuskan biaya total logistik sebagai berikut:
Total Logistics Cost (TLC) = CDL + CPLE + COL + CMS
dimana,
CDL Cost of Development of Logistics
CPLE Cost of Producing Logistics Elements
COL Cost of Operational Logistics
CMS Cost of Maintenance and Support
(Sustaining)
sedangkan, Cost of Operational Logistics (COL) dirumuskan sebagai
COL = P + MH + T + CS
dimana,
P Cost of Material Acquisition (Purchasing)
MH Cost of Material Processing (Materials
Handling)
T Cost of Distribution (Transportation)
CS Cost of Customer Service
Bernard et al. (1976) mendefinisikan total biaya rantai pasok sebagai berikut:
Total Costs = ICC + LQC + WC + TC + CLS
dimana,
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
33
ICC Inventory Carrying Costs
LQC Lot Quantity Costs
WC Warehousing Costs
TC Transportation Costs
CLS Cost of Lost Sales
Objektifnya adalah untuk memperbesar keuntungan perusahaan dan mengurangi
biaya total penyelenggaraan rantai pasok. Keuntungan perusahaan dapat
ditingkatkan dengan cara mengurangi persediaan dan mengalihkannya pada
transportasi atau sistem logistik. Alokasi persediaan yang sedikit dengan biaya
penyimpanan yang rendah akan menimbulkan masalah pada penggunaan gudang
yang banyak (atau pemesanan berkali-kali) dan pemilihan moda transportasi yang
berdurasi lambat seperti kereta api. Sedangkan alokasi persediaan yang banyak
dengan biaya penyimpanan yang tinggi akan menjadikan lokasi penyimpanan
berjumlah terbatas dengan kebutuhan penggunaan moda transportasi cepat seperti
kendaraan bermotor atau bahkan mungkin pesawat terbang.
II.8. Faktor Penting Biaya Penyimpanan (Inventory Carrying Cost) di
Industri Manufaktur
Bernard et al. (1976) telah mencoba mengembangkan suatu metodologi untuk
menentukan proporsi biaya penyimpanan (inventory holding cost). Tujuannya
agar dapat menjadi framework bagi para manajer dalam menetapkan kebijakan
mengenai biaya penyimpanan. Menurutnya, biaya penyimpanan tersusun oleh
sejumlah komponen biaya yang berbeda dan secara umum merupakan salah satu
biaya tertinggi dalam sistem distribusi fisik (physical distribution system). Biaya
ini berkisar antara 12% sampai 35% dari biaya total penyelenggaraan rantai
pasok.
Terdapat empat kategori biaya dasar yang harus dipertimbangkan ketika
menghitung biaya penyimpanan, yaitu:
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
34
a. Biaya modal (capital cost)
Menyimpan persediaan artinya membiarkan modal tertahan yang sebenarnya
dapat dimanfaatkan pada investasi lainnya. Terdapat dua tipe biaya modal
yakni:
1. Investasi persediaan (inventory investment)
2. Aset investasi (investment in assets)
b. Biaya pelayanan persediaan (inventory service cost)
Jenis biaya ini tersusun oleh komponen-komponen sebagai berikut:
1. Pajak (taxes)
Besarnya biaya pajak bervariasi dan tergantung secara langsung dengan
tingkat persediaan.
2. Asuransi (insurance)
Merupakan sejumlah biaya antisipasi yang dibayarkan untuk menutupi
kerugian yang ditimbulkan atas risiko menyimpan persediaan. Tingkat
asuransi bervariasi tergantung dari jenis material yang digunakan, usia,
dan berbagai pertimbangan perlindungan yang diharapkan.
c. Biaya gudang (storage space cost)
Secara umum, terdapat empat tipe fasilitas yang harus dipertimbangkan karena
membutuhkan perlakuan yang berbeda bagi setiap tipenya, yakni:
1. plant warehouses
2. public warehouses
3. rented/leased warehouses
4. privately owned warehouses
d. Biaya risiko persediaan (inventory risk cost)
Kebijakan mengenai komponen biaya risiko persediaan ini bisa berbeda-beda
antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Komponennya antara lain:
1. obsolescence
2. damage
3. pilferage
4. relocation costs
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
35
Tersine (1994) mendefinisikan biaya penyimpanan sebagai biaya yang
diasosiasikan dengan investasi pada persediaan dan pemeliharaan investasi fisik di
gudang, seringkali diistilahkan dengan holding cost atau carrying cost. Asumsi
penyederhanaan biaya penyimpanan umumnya dibuat dalam mengelola
persediaan, yakni berkisar pada 20% - 40% dari investasi persediaan.
Biaya penyimpanan terdiri dari:
a. Biaya modal (capital cost)
Biaya yang dialokasikan untuk jenis pengembalian yang belum diterima.
Biaya ini merefleksikan besarnya kehilangan daya pendapatan (lost earning
power) atau kehilangan peluang (opportunity cost).
b. Pajak (taxes)
c. Asuransi (insurance)
d. Biaya pengolahan (handling)
e. Biaya gudang (storage)
f. Biaya penyusutan (shrinkage)
Biaya yang dialokasikan untuk mengatasi resiko pengurangan jumlah
persediaan karena hilang atau dicuri.
g. Biaya keusangan (obsolescence)
Biaya yang dialokasikan untuk mengatasi resiko persediaan yang akan
kehilangan nilainya karena pergeseran corak mode atau pilihan pelanggan.
h. Biaya kemerosotan (deterioration)
Biaya yang dialokasikan untuk mengatasi perubahan karakter material karena
faktor usia atau penurunan kondisi lingkungan.
Baru-baru ini, Chopra et al. (2007) membagi biaya penyimpanan (inventory
holding cost) menjadi:
a. Biaya modal (cost of capital)
Biaya modal merupakan komponen yang paling dominan dari biaya
penyimpanan untuk jenis produk yang tidak cepat usang. Pendekatan yang
tepat didapatkan dengan mengevaluasi weight average cost of capital
(WACC)
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
36
b. Biaya keusangan (obsolescence/spoilage cost)
c. Biaya pengolahan (handling cost)
d. Biaya kepemilikan (occupancy cost)
e. Biaya lain-lain (miscellaneous cost)
Berbeda halnya dengan Christopher (2005) yang membagi biaya penyimpanan
(the cost of holding inventory) secara lebih terperinci sebagai berikut:
a. Biaya modal (cost of capital)
b. Biaya gudang dan pengolahan (storage and handling)
c. Biaya keusangan (obsolescence)
d. Biaya ganti rugi kerusakan dan kemerosotan (damage and deterioration)
e. Biaya kecurian/penyusutan (pilferage/shrinkage)
f. Biaya asuransi (insurance)
g. Biaya pengelolaan (management cost)
Menurut Bowersox et al. (2002), biaya penyimpanan (inventory carrying cost)
adalah sejumlah biaya yang diasosiasikan dengan pemeliharaan persediaan, dapat
dihitung dengan mengalikan presentase biaya penyimpanan tahunan dengan rata-
rata nilai persediaan. Hampir mirip dengan pembagian di atas, biaya penyimpanan
(inventory carrying cost) dipecah menjadi:
a. Biaya modal (capital cost)
Besarnya didasarkan pada target pengembalian investasi (return on
investment) yang diharapkan bagi perusahaan, umumnya berkisar sekitar 25%.
Dana yang diinvestasikan pada persediaan akan kehilangan daya
pendapatannya, membatasi ketersediaan modal, dan membatasi investasi
untuk yang lainnya.
b. Biaya pajak (taxes)
Umumnya persediaan di gudang akan dikenakan pajak yang nilainya
tergantung pada lokasi. Biaya pajak ini biasanya langsung dipungut
berdasarkan tingkat persediaan pada suatu waktu atau tingkat persediaan rata-
rata pada suatu rentang periode waktu.
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
37
c. Biaya asuransi (insurance)
Biaya asuransi adalah pengeluaran yang didasarkan pada prediksi resiko atau
kerugian selama waktu tertentu. Resiko kerugian bergantung pada jenis
produk dan karakter fasilitas pengaman yang digunakan.
d. Biaya keusangan (obsolescence)
Adalah biaya keusangan persediaan yang disebabkan oleh kemerosotan
selama disimpan di gudang, misalnya karena kadaluarsa atau usang karena
mode/gaya. Berdasarkan pengalaman, penentuan biaya ini biasanya besarnya
berupa prosentase dari nilai persediaan rata-rata yang usang tiap tahun.
e. Biaya gudang (storage)
Biaya fasilitas yang berhubungan dengan penyimpanan persediaan. Pada
gudang milik public atau contract, muatan gudang ditagih secara individual.
Sedangkan untuk gudang milik sendiri (private owned), biaya depresiasi
tahunan total gudang harus dihitung dengan satuan pengukuran yang standar,
seperti biaya/hari/m2 atau biaya/hari/m3. Biaya kepemilikan tahunan total
dapat dihitung dengan mengalikan rata-rata harian ruang yang digunakan
dengan faktor biaya standar pada tahun tersebut. Biaya ini dapat
didistribusikan pembebanannya pada seluruh persediaan yang disimpan guna
menentukan biaya gudang rata-rata per unit persediaan produk. Prosentase
biaya penyimpanan yang akan digunakan perusahaan ditentukan oleh
kebijakan manajerial perusahaan. Keputusan mengenai besarnya alokasi untuk
biaya penyimpanan merupakan keputusan yang penting, karena biaya
penyimpanan berinteraksi dengan komponen-komponen biaya logistik
lainnya.
Khusus biaya penyimpanan, Hohenstein (1982) mendefinisikannya sebagai biaya
tambahan yang diperlukan untuk menyimpan barang persediaan selama satu
tahun, biasa diistilahkan dengan holding cost atau carrying cost. Jika biaya setiap
pemesanan besarnya sama dan tidak tergantung pada jumlah pemesanan, maka
biaya penyimpanan dapat bertambah atau berkurang sesuai dengan jumlah
pemesanan. Misalkan untuk persediaan senilai $ 1 membutuhkan biaya
penyimpanan sebesar $ 0.2 per tahun, maka untuk persediaan senilai $ 2 akan
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
38
membutuhkan biaya penyimpanan sebesar $ 0.4 per tahun. Dapat dilihat bahwa
biaya penyimpanan berkaitan/berhubungan langsung dengan jumlah jumlah
persediaan (rata-rata).
Menurut Hohenstein, komponen biaya penyimpanan terdiri dari:
a. Biaya investasi (the extra cost of money invested in stock)
Pemilik modal yang berinvestasi dalam bentuk persediaan berhak
mendapatkan pengembalian atas investasi tersebut. Dalam pengaturan laju
pengembalian modal, pemilik modal berhak pula atas laju yang lebih tinggi
dibandingkan laju normal, karena faktor resiko terhadap modal bisnis
berhubungan langsung dengan junlah resiko bisnis itu sendiri.
b. Biaya pajak (property taxes paid on inventory)
c. Biaya asuransi (insurance on stock)
d. Biaya kehilangan/kerusakan (stock losses due to stockroom pilferage or other
stock handling damage)
e. Biaya gudang (storage space)
Berdasarkan kajian dari beberapa literatur di atas, dapat disimpulkan faktor-faktor
yang mempengaruhi biaya penyimpanan pada rantai pasok di industri manufaktur
adalah sebagai berikut:
a. Biaya modal (capital cost)
b. Biaya pelayanan persediaan (inventory service cost)
1. Pajak (taxes)
2. Asuransi (insurance)
c. Biaya gudang (storage space cost)
a. plant warehouses
b. public warehouses
c. rented/leased warehouses
d. privately owned warehouses
d. Biaya risiko persediaan (inventory risk cost)
1. obsolescence
IDENTIFIKASI STRUKTUR BIAYA PENYIMPANAN
RITA UTAMI / 250 06 015
39
2. damage
3. pilferage
4. relocation costs