20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindungan jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol (Dirjen POM, 1995). Sediaan sejenis suppositoria telah dikenal di negeri Mesir kuno dan di Mesopotamia.Sejak lama mereka dijumpai naik untuk penggunaan perlakuan lokal, atau ditetapkan kerjanya untuk seluruh organisme (suppositoria resorpsi).Suppositoria masa kini menggambarkan suppositoria lemak atau tetesan wol berlemak, kepadanya dimasukkan obat yang sesuai.Mereka menunjukkan ukuran yang sangat berbeda dan kadang-kadang dapat mengisi seluruh usus buntu.Suppositoria sabun sebagai obat cuci perut

BAB II Suppo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

materi suppo

Citation preview

Page 1: BAB II Suppo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,

yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,

melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai

pelindungan jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat

lokal atau sistemik.Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah

lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran

polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen

glikol (Dirjen POM, 1995).

Sediaan sejenis suppositoria telah dikenal di negeri Mesir kuno dan di

Mesopotamia.Sejak lama mereka dijumpai naik untuk penggunaan perlakuan

lokal, atau ditetapkan kerjanya untuk seluruh organisme (suppositoria

resorpsi).Suppositoria masa kini menggambarkan suppositoria lemak atau

tetesan wol berlemak, kepadanya dimasukkan obat yang sesuai.Mereka

menunjukkan ukuran yang sangat berbeda dan kadang-kadang dapat mengisi

seluruh usus buntu.Suppositoria sabun sebagai obat cuci perut pertama kali

dilaporkan Galen. Sebagai massa dasar berlaku antara lain buah bawang,

madu, damar, karet, buah ara, sebagai dasar perancah dasar Wol, Sutera dan

Lena.

Reseptur untuk suppositoria dari abad ke-6 menunjukkan, bahwa Myrrha,

rempah-rempah dan opium digunakan rektal pada muntah-muntah.Malam

telah digunakan sejak Yunani kuno sebagai dasar suppositoria.Dalam abad

pertengahan dijumpai pelaporan suppositoria dari lemak babi, lemak, malam

dan sabun.Yang sering dilakukan masa kini, penyalahgunaan penggabungan

sediaan rektal dan vaginal, yang mengandung saripati jamu menghebohkan

(Hyoscyamus sp, Beladona) mengarahkan kepada pewarnaan seksual yang

berlebih-lebihan.Minimal tampak di sini suatu alasan untuk proses akhir yang

sangat banyak dan pembakaran. Sekitar 1750 apoteker Prancis Baume

Page 2: BAB II Suppo

menyarankan, mentega coklat yang telah ditemukan 100 tahun sebelumnya

untuk pembuatan suppositoria.Sejak 1888 orang menyebutnya suppositoria

gliserol (Voigt,1994).

Macam – macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaanya, yaitu:

1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk

peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara

2-3 g, yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV

kurang lebih 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai

keunggulan, yaitujika bagian yang besar masuk melalui jaringan otot

penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan sendirinya.

2. Suppositoria vagina (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut,

digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya

5 g. Suppositoria kempa atau suppositoria sisipan adalah suppositoria

vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk

yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.Menurut

FI IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau

dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki

bobot 5 g. Suppositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70

bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air) harus disimpan dalam

wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu di bawah 35˚C.

3. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk

batang dengan panjang antara 7-14 cm (Syamsuni, 2006).

Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibandinng per

oral, yaitu (Syamsuni, 2006):

1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam

lambung.

3. Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat

berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.

4. Baik bagi pasien ayng mudah muntah atau tidak sadar.

Page 3: BAB II Suppo

Tujuan penggunaan obat bentuk suppositoria (Syamsuni, 2006) :

1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik di dalam rektum, vagina,

atau uretra, seperti pada penyakit haemorroid / wasir / ambeien, dan infeksi

lainnya.

2. Cara rektal juga digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap

oleh membran mukosa dalam rektum.

3. Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan, misalnya pada

pasien yang mudah muntah atau tidak sadarkan diri.

4. Aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat diabsorpsi melalui

mukosa rektum dan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.

5. Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran

gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.

Basis Suppostoria Ideal

Basis suppostoria ideal dapat diuraikan sebagai berikut. (1)Telah mencapai

kesetimbangan krisnalitas, dimana sebagian besar komponen mencapai

temperature rektal 36˚C, tetapi basis dengan kisaran leleh lebih tinggi dapat

digunakan untuk campuran eutektikum,penambahan minyak-minyak, balsam-

balsam,serta suppositoria yang digunakan pada iklim tropis.(2) Secara keseluruhan

basis toksis dan tidak mengiritasi pada jarring tersebut yang peka dan jaringan

yang meradang. (3) Dapat bercampur dengan berbagain jenis obat.(4) Basis

suppostoria tersebut tidak mempunyai bentuk yang stabil. (5) Basis suppostoria

tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan, sehingga dapat dilepaskan dapat

dilepaskan darin cetakan tanpa menggunakan pelumas cetakan. (6) Basis

suppossitoria tersebut tidak merangsang. (7) Basis suppositoria tersebut

mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi. (8) “Angka air” tinggi, maksudnya

persentase air yang tinggi dapat dimasukkan ke dalamnya. (9) Basis suppositoria

tersebut stabil pada penyimpanan, maksudnya warna, bau, atau pola pengeplasan

obat tidak berubah. (10) Suppositoria dapat dibuat dengan mencetak dengan

tangan, mesin, kompresi, atau ekstruksi (Lachman, 1994).

Jika basis tersebut berlemak, basis suppositoria mempunyai persyaratan

tambahan sebagai berikut : (11) “Angka asam” dibawah 0,2; (12) “ Angka

penyabunan” berkisar dari 200 sampai 245; (13) “angka iod” kurang dari 7;

Page 4: BAB II Suppo

(14) interval antara titik leleh dan titik memadat kecil atau kurva SFI-nya tajam

(Lachman,1994).

Basis suppositoria yang memiliki semua sifat ini belum dijumpai.

Sesungguhnya beberapa sifat berdiri sendiri dan tidak ideal dalam semua

keadaan. Seringkali penambahan obat mengubah karakterisik basis

tersebut.Formulasi yang tepat memerlukan penggunaan nilai fisik yang telah

diuraikan, karena dapat membantu memilih basis untuk obat tersebut

(Lachman, 1994).

Minyak Coklat ( Minyak Theobroma )

Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak

digunakan; minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep

pencampuran bahan-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-

apa.Sebagian besar sifat minyak coklat memenuhi persyaratan basis ideal,

karena minyak ini tidak berbahaya, lunak, dan tidak reaktif, serta meleleh pada

termperatur tubuh.Akan tetapi minyak coklat mempunyai beberapa kelemahan,

yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas menjadi cair bila

dicampur dengan obat-obat tertentu dan pemanasan yang terlalu lama,

terisomerisasi dengan titik leleh yang rendah dan tidak dikehendaki (Lachman,

1994).

Minyak cokelat terutama merupakan trigliserida dengan rantai-rantai

gliserida utama yaitu oleopalmitostearin dan oleodistearin. Minyak coklat

berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak yang rapuh, baud an

rasanya seperti coklat. Titik lelehnya terletak antara 30˚C dan 35˚C (86˚F

sampai 95˚F), angka iodnya antara 34 sampai 38, dan angka asamnya tidak

lebih dari 4.Karena minyak cokelat mudah mencair dan menjadi tengik, maka

harus disimpan di tempat dingin, kering, dan terlindung dari cahaya (Lachman,

1994).

Minyak cokelat menunjukkan polimorfisme yang jelas (sifat dapat berada

dalam bentuk-bentuk Kristal yang berbeda), suatu fenomena yang sangat

memungkinkan untuk dapat berhubungan dengan sebagian besar trigeliserida

tidak jenuh.Masing-masing bentuk minyak cokelat yang berbeda mempunyai

Page 5: BAB II Suppo

titik dedeh yang berbeda pula,demikiean juga laju pengelepasan obatnya

berbeda.Bila minyak cokelat dipanaskan di atas temperature (kira-kira 36˚C)

dan didinginkan sampai titik memadatnya segera setelah dikembangkan pada

temperature kamar,minyak cokelat ini mempunyai titik leleh 24˚C,kira-kira

12˚C di bawah keadaan aslinya.Pengetahuan keadaan polimorfis ini

diperlukan untuk dapat mengerti bagaimana pola pengelepasan obat yang

sama dapat diperoleh dari basis suppositoria yang sebagian besar terdiri dari

minyak cokelat. Minyak cokelat diperkirakan mampu berada dalam empat

keadaan kristal (Lachman, 1994):

1. Bentuk α, meleleh pada 24˚C, diperoleh dengan pendinginan secara tiba-

tiba minyak cokelat yang sedang meleleh sampai suhu 0˚C.

2. Bentuk β’ , diperoleh dari minyak cokelat yang dicairkan dan diaduk-aduk

pada 18˚C sampai 23˚C.Titik lelehnya terletak antara 28 dan 31˚C.

3. Bentuk β’ secara perlahan-perlahan berubah menjadi bentuk β yang

stabil,yang mencair antara 34˚C dan 35˚C.Perubahan ini disertai oleh

penyusutan volume.

Bentuk γ, meleleh pada 18˚C, diperoleh dengan menuang minyak cokelat

dingin (20˚C), sebelum minyak cokelat memadat, ke dalam suatu wadah yang

telah didinginkan pada temperature sangat dingin (Lachman, 1994).

Pembentukan berbagai bentuk minyak cokelat tergantung pada derajat

pemanasan,pada proses pendinginan, dan pada kondisi-kondisi selama proses ini

terjadi.Pada temperatur di bawah 36˚C, diperoleh bentuk-bentuk yang tidak stabil

dalam jumlah yang tidak berarti,tetapi pemanasan yang lebih lama di atas

temperatur kritis menyebabkan pembentukan kristal yang tidak stabil dengan

titik leleh yang lebih rendah. Pengubahan kembali menjadi bentuk β yang stabil

memerlukan waktu satu sampai empat hari,tergantung pada temperature

penyimpanan pada temperature yang lebih tinggi, perubahan terjadi lebih cepat

(Lachman, 1994).

Pembentukan bentuk tidak stabil dari minyak cokelat dapat dicegah dengan

berbagai cara. (1) Jika massa dicairkan tidak sempurna, maka kristal yang tinggal

akan mencegah pembentukan tidak stabil. (2) Penambahan sejumlah kecil

Page 6: BAB II Suppo

kristal stabil pada minyak cokelat yang mencair akan mempercepat perubahan

dari bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil; proses ini dikatakan

“pembenihan.” (3). Lelehan yang didapatkan dikeraskan dalam temperatur 28

dan 32˚C selama beberapa jam atau beberapa hari akan menyebabkan

perubahan yang termasuk cepat dari bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil

(Lachman, 1994).

Semua sifat minyak cokelat ini dapat menyebabkan kesulitan besar dalam

proses pembuatan. Sebagai aturan umum, dianjurkann untuk menggunakan

pemanasa yang yang minimal dalam proses pelelehan lemak.Pemanasan yang

lebih lama harus dihindari sebanyak mungkin. Ada beberapa kelemahan

tambahan khas yang sudah menjadi sifat minyak cokelat sebagai basis

suppositoria.Kemampuan penyusutan rendah selama pemadatan menyebabkan

suppositoria melekat pada cetakan, sehingga memerlukan zat penglepas dari

cetakan atau pelumas (Voight, 1994).

II.2 Rancangan Formula

Tiap Suppositoria (3 gram) mengandung:

Chloralhydrate 75 mg

Cera Flava 5%

Alpha- tocopherol 0,05%

Oleum cacao qs

II.3 Alasan Penambahan

II.3.1 Alasan Formulasi

Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,

umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh

pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1979).

Suppositoria adalah sediaan berbentuk tetap, bertakaran dalam

aturannya berbentuk silindris atau berbentuk kerucut, yang

ditetapkan untuk dimasukkan kedalam rektum, melebur pada suhu

tubuh atau larut kedalam lingkungan berair (Voight, 1994)

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya

dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh

Page 7: BAB II Suppo

dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek

lokal atau sistemik (Ansel, 1989).

Keuntungan Suppositoria

Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral

pada pasien tidak sadr, mual, gangguan pencernaan saat pembedahan

dan gangguan jiwa (Winarti, 2013).

Sediaan dalam bentuk suppositoria dapat menghindari terjadinya

iritasi pada lambung dan menghindari kerusakkan obat oleh enzim-

enzim pencernaan (Ansel, 1989).

Obat-obat untuk suppositoria dapat diberikan dalam bentuk

suppositoria baik untuk efek lokal dan efek sistemik (Lachman,

1994).

II.3.2 Alasan Penambahan zat

1. Chloralhydrate

Chloralhydrate jika digunakan dalam bentuk cair (sirup), dalam

penggunaannya dapat dikhawatirkan pasien tidak dapat menakar

dosis dengan tepat sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan

over dosis serta penggunaan dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kecanduan (Perkin, 2005)

Penggunaan Chloralhydrate melalui rektal atau dalam bentuk

suppositoria proses absorbsinya lebih baik karena 80%

chloralhydrate diserap pada rektal dan 70% lebih banyak diserap

melalui oral (Pagliaro, 1999)

Chloralhydrate dibuat dalam bentuk suppositoria karena

tujuannya untuk didistribusikan secara sistemik karena dapat

diserap oleh membran mukosa dalam rektum. Dengan demikian

aksi kerja awal akan lebih cepat, karena obat dapat diabsorpsi

melalui mukosa rektum dan langsung ke dalam sirkulasi darah

(Syamsuni, 2006).

Page 8: BAB II Suppo

2. Oleum Cacao

Oleum cacao merupakan basis suppositoria yang ideal karena

dapat meleleh pada suhu tubuh akan tetapi akan bertahan sebagai

bentuk padat pada suhu kamar (Putri, 2014).

Minyak cokelat merupakan basis suppositoria yang banyak

digunakkan sebagian besar sifat lemak cokelat mengandung

persyaratan basis ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak

dan tidak reaktif meleleh pada temperatur tubuh (Lachman,

1994).

Oleum cacao meleleh antara 30-360 C, merupakan basis

suppositoria yang ideal, yang dapat melumer pada suhu tubuh tapi

tetap dapat bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar

(Ansel, 1989).

3. Cera Flava

Beberapa bahan dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti

kloralhidrat untuk itu digunakan tambahan cera flava yang dapat

meningkatkan titik lebur dari oleum cacao penambahan cera flava

tidak boleh lebih dari 6%, sebab akan memperoleh campuran

yang memiliki titik lebur diatas 370C dan tidak boleh kurang dari

4%karena akan memperoleh titik lebur dibawah titik leburnya

(<330C) (Putri, 2014)

Obat-obat seperti minyak menguap, kresol, fenol, dan kloralhidrat

dapat menurunkan titik leleh minyak cokelat. Untuk

memperbaiku kondisi ini biasanya digunakan malam kuning

(Lachman, 1994)

Bahan seperti fenol dan kloralhidrat dapat menurunkan titik lebur

oleum cacao sewaktu bercampur dengan bahan tersebut. Jika titik

lebur menurun sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi

dijadikan suppositoria yang padat dengan menggunakan dengan

menggunakan oleum cacao sebagai basis tunggal, maka bahan

pengeras seperti cera flava dapat dilebur dengan oleum cacao

Page 9: BAB II Suppo

untuk mengimbangi pengaruh pelunakkan dari bahan yang

ditambahakan (Ansel, 583).

4. Alpha-tocopherol

Alpha-tocopherol sebagai antioksidan berdasarkan basis yang

digunakan yaitu oleum cacao memiliki ketengikkan yang

disebabkan oleh auto-oksidasi dan penguraian berturut-turut dari

lemak tidak semua menjadi aldehid jenuh agar tidak terjadi

autooksidasi maka digunakan antioksida (Lachman, 1994).

Penggunaan antioksidan ini untuk mengrangi atau meminimalisir

adanya bau tengik dari basis oleum cacao, oleum cacao memiliki

kelemahan yakni dapat berbau tengik karena oksidasi (Lachman,

1994).

Penggunaan alpha-tocopherol ini karena menurut literatur karena

alpha-tocopherol bersifat lipofilik hal ini sesuai dengan sifat

kelarutan oleum cacao yang larut lemak dengan konsentrasi yang

digunakan yaitu 0,005% (Lachman, 1994; Rowe, 2009)

II.4 Uraian Bahan

1. Chloralhidrate (Dirjen POM, 1979; Martindale, 2009)

Nama resmi : CHLORALHYDRAS

Nama Lain : Kloralhidrat, Chloralhydrate

RM/BM : C2H3Cl3O2/ 165,40

Pemerian : Hablur, transparan, tidak meleleh basah, tidak berwarna,

bau tajam khas, rasa kaostik, dan agak pahit melebur

pada suhu lebih kurang 550C dan perlahan-lahan

menguap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam minyak zaitun ,

mudah larut dalam etanol (95%) P, dalam klorom P dan

dalam eter

Stabilitas : Stabil pada tekanan dan suhu normal

Inkompabilitas : Inkompatibel dengan alkali, alkali tanah, alkali karbonat,

barbiturat cair, boraks, tanin, iodida, agen pengoksidasi,

Page 10: BAB II Suppo

permangat dan alkohol. Membentuk cairan dengan bahan

organik seperti kampher, mentol, phenazone, fenol, dan

timol dan garam quinine.

Penyimpanan : Dalam wadah kaca tertutup rapat, terlindung dari cahaya

dan ditempat sejuk

Kegunaan : Zat aktif

DM : 75 mg

2. Oleum Cacao (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)

Nama resmi : OLEUM CACAO

Nama Lain : Minyak cokelat, lemak cokelat

Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas, aromatik rasa

khas lemak agak rapuh

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam

kloroform, dalam eter, dan dalam eter minyak tanah

Stabilitas : Pemanasan oleum cacao diatas suhu 360 C selama

persiapan suppositoria dapat mengakibatkan penurunan

titik beku karena terbentuknya metastabil, hl ini dapat

mempersulit dalam pembuatan suppositoria

Inkompabilitas : -

Penyimpanan : Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai basis suppositoria

3. Cera Flava (Dirjen POM, 1979; Putri, 2014)

Nama resmi : CERA FLAVA

Nama lain : Malam kuning

Pemerian : Zat padat, cokelat kekuningan, bau enak, menjadi elastik

jika hangat dan bekas patahan buram dan berbutir

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol

(95%), larut dalam minyak atsiri

Stabilitas : -

Inkompabilitas : -

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Page 11: BAB II Suppo

Kegunaan : untuk meningkatkan titik lebur oleum cacao

Konsentrasi : 4-6% yang digunakan 5%

4. Alpha-tocopherol (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)

Nama resmi : TOCOPHEROLUM

Nama Lain : alfa-tokoferol, vitamin E

RM/BM : C22H50O2/430

Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa bentuk alpha-

tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak kental

jernih, warna kuning, atau kuning kehijauan

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam larutan alkali

tanah, larut dalam etanol aseton dan dalam minyak nabati

mudah larut dalam klorofom

Inkompabilitas : Tidak kompatibel dengan peroksida dan ion logam,

terutama zat besi, tembaga dan perak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai antioksidan

Konsentrasi : 0,05%

Page 12: BAB II Suppo

Dapus

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi

IV.Jakarta: UI Press

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1994.  Teori dan

Praktek Farmasi Industri Edisi ketiga, Jakarta:

Universitas Indonesia

Deglin. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat edisi IV. Jakarta: EGC

Pagliaro.1999. Psycologist Psycotropic Drug Reference. USA: Walters Kluwer

Health

Winarti, L.2013. Diklat Kuliah Formulasi Sediaan Semi Solid. Jember:

Universitas Jember

Putri, S. 2014. Oleum Cacao.Jakarta: Universitas Indonesia

Rowe,R.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical excipients 6th edition. London:

Pharmaceutical Press

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC