Upload
voxuyen
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Derlina (2013) yang meneliti “Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak
dengan Menggunakan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Manado”. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan penerbitan
penagihan pajak dengan surat paksa dan pencairan/pelunasan tunggakan pajak
pada seksi penagihan KPP Pratama Manado. Data dikumpulkan dengan
peninjauan langsung dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis efektivitas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penagihan tunggakan pajak dengan
menggunakan surat paksa pada tahun 2011 dilihat dari jumlah lembar memiliki
persentase efektivitas 41.26% yang indikatornya tergolong kurang efektif dan dari
nominalnya memiliki persentase 64.84% yang indikatornya tergolong cukup
efektif, sedangkan pada tahun 2012 dilihat dari jumlah lembar memiliki
persentase efektivitas 84.09% yang indikatornya tergolong efektif dan dari
nominalnya memiliki persentase 81.56% yang indikatornya tergolong efektif.
Kukuh, Putrada, dan Devi (2014) yang meneliti “Pengaruh Surat
Ketetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan
Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus KPP Pratama Malang Utara 2005-2013).
Penelitian ini menggunakan analisis data uji klasik dan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan SKP dan penagihan aktif
10
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah pencairan dan SKP memiliki
pengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
Mala, Siti, Achmad (2013) yang meneliti “Analisis Efektivitas dan
Kontribusi Tindakan Penagihan Pajak Aktif dengan Surat Teguran dan Surat
Paksa Sebagai Upaya Pencairan Tunggakan Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)”. Hasil penelitian dengan menggunakan
rumus efektivitas menunjukkan bahwa efektivitas Surat Teguran tergolong tidak
efektif. Efektivitas Surat Paksa pada tahun 2010 dan 2012 tergolong tidak efektif
tetapi di tahun 2011 dikategorikan sangat efektif. Penilaian tingkat kontribusi
dengan menggunakan Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP) menunjukkan
Surat Teguran dan Surat Paksa masuk kategori sangat kurang.
Rudi (2013) yang meneliti “Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan
Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan Pajak”. Populasi dalam
penelitian ini adalah penunggak pajak yang memperoleh keputusan
pengurangan/penghapusan sanksi atau keputusan keberatan/ banding di tahun
2010-2011 berjumlah 189 Wajib Pajak, baik Wajib Badan maupun Wajib Pajak
Orang Pribadi. Teknik pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan
menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu uji asumsi klasik dan uji kelayakan model. Hasil
penelitian menunjukkan Kualitas penetapan berpengaruh signifikan positif
terhadap pencairan tunggakan pajak, dan tindakan penagihan aktif berpengaruh
signifikan positif terhadap pencairan tunggakan pajak.
11
Hendrawan (2014) yang meneliti “Pengaruh Surat Paksa terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak dan Impliksinya terhadap Penerimaan Pajak”.
Populasi dalam penelitian ini adalah 16 (enam belas) Kantor Pelayanan Pajak di
Jawa Barat I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Paksa berengaruh positif
terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bara I. Pencairan tunggakan pajak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I.
Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu masih banyak terdapat ketidak
konsistenan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi dan menguatkan hasil penelitian sebelumnya.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Penagihan Pajak
Menurut Direktorat Jenderal Pajak melalui situs resminya
(www.pajak.go.id) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan supaya
penanggung pajak (badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak)
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
mengingatkan, melaksanakan penagihan seketa dan sekaligus memberitahukan
surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Dasar hukum pengaihan pajak
diatur dalam Undang-undang No. 19 tahun 1997 yang telah diubah menjadi
Undang-undang No.19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
12
Menurut situs resmi Dirjen Pajak (www.pajak.go.id) tindakan penagihan pajak
terdiri dari :
a. Surat Teguran
Surat teguran atau juga disebut surat peringatan adalah surat yang
diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak
untuk melunasi utang pajaknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Zuraida, 2011:65).
Zuraida, (2011;66) menyatakan bahwa dalam peraturan Menteri Keuangan
No.24/PMK.03/2008, tanggal 2 Februari 2008, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat
penerbitan surat teguran, tergantung pada ada tidaknya sengketa dalam penetapan
pajak sebagai berikut :
- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurag
Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh)
hari sejaksaat jatuh tempo pengajuan keberatan.
- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib
13
pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan banding.
- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
wajib pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dengan Surat Ketetetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib
pajak disampaikan surat teguran seletah 7 (tujh) hari sejak saat jauh tempo
pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.
- Dalam hal wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada wajib pajak
disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan.
- Dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Letetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan, tetapi sebelum
tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak, kepada
wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal
pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
b. Surat Paksa
Surat paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya
penagihan. Surat paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukanya sama
dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
14
(Mardiasmo, 2011:127). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000
mengenai penagihan pajak dengan surat paksa, untuk pajak setelah lewat 21 hari
dari tanggal surat teguran tidak dilunasi, maka diterbitkan surat paksa yang
diberitahukan oleh Jurusita Pajak. Ini berarti bahwa juru sita sebagai petugas
pelaksana surat paksa dapat melakukan eksekusi langsung atas barang-barang-
barang milik penanggung pajak.
Surat paksa harus memiliki kekuatan hukum seperti putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum yang bersifat final, karena tanpa kekuatan
hukum yang bersifat tetap (Mardiasmo, 2011:127), maka surat kuasa masih dapat
diajukan gugatan atau peninjauan kembali, sehingga jika demikian, maka sifat
eksekutorialnya menjadi hilang. Jika surat paksa masih dapat disengketakan,
maka hal ini dapat menunda pelaksanaan eksekusinya. Dalam surat paksa ini
kekuatan hukum pajak yang bersifat memaksa atau dapat dipaksakan terlihat
nyata (Zuraida, 2011:72).
Zuraida,(2011;66) menyatakan bahwa gugatan hanya dilakukan atas
prosedur penerbitan dan pelaksanaan surat paksa, penanggung pajak yang merasa
hak dan kepentingannya dilanggar atas pelaksanaan surat paksa dapat mengajukan
gugatan hanya kepada pengadilan pajak. Jadi, yang digugat hanya prosedur
pelaksanaan surat paksa, bukan pada materi yang ada pada surat paksa. dalam
surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
- Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak;
- Dasar penagihan;
- Besarnya utang pajak;
15
- Perintah untuk membayar.
Dalam surat paksa terdapat 2 (dua) perintah. Perintah pertama ditunjukkan
kepada penanggung pajak agr melakukan pelunasan urang pajaknya dan biaya
penagihan pajak dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.
Perintah kedua, kepada juru sita yang melaksanakan surat paksa atau juru sita lain
yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan surat paksa untuk melakukan
penyitaan atas barang-barang milik wajib pajak atau penanggung pajak apabila
dalam jangka waktu 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam surat paksa
tersebut tidak dipenuhi (Zuraida, 2011:72).
c. Surat Perintah Penyitaan
Penyitan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan (Mardiasmo, 2011:128). Tujuan dari tindakan
penyitaan sesunguhnya tidak untuk melakukan penjualan barang milik
penanggung pajak, melainkan hanya untuk menguasai barang penanggung pajak
sebagai jaminan pelunasan hutang pajak (Mardiasmo, 2011:90). Apabila utang
pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua
puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk
Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan
penyitaan, Jurusita Pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang
16
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan sanksi-sanksi
(Mardiasmo,2011:128).
Mardiasmo, (2011:128) menyatakan bahwa barang yang disita dapat berupa :
- Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentu lainnya yang
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,
piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau
- Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
Mardiasmo,(2011:128) menyatakan bahwa barang bergerak yang dikecualikan
dari penyitaan adalah :
- Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan.
- Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang berada di rumah.
- Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari
negara.
- Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung
Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan
keilmuan.
- Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp 20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah). Besarnya nilai peralatan
17
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala
Daerah.
- Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
d. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara
penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat
atau calon pembeli (Mardiasmo, 2011:130). Apabila utang pajak dan atau biaya
penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat
berwewenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita
melalui Kantor Lelang (Mardiasmo, 2011:130).
Menurut Undang-undang No.19 tahun 2000 Pasal 1 Sub 17, lelang adalah
penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan
atau tertulis melalui usaha pengmpulan peminat atau calon pembeli. Apabila
penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang
melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor
Lelang. Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan
penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang.
Mardiasmo,(2011:130) menyatakan bahwa penjualan secara lelang terhadap
barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang dilaksanakan
paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. Hasil lelang dipergunakan
18
terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayarar,
dan sisanya untuk membayar utang pajak.
2. PPh Pasal 25
PPh pasal 25 merupakan angsuran penghasilan pajak yang masih harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan pada tahun berjalan
(Mardiasmo, 2011;249). Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan
paling lambat tanggal 15 bulan berikut, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri
Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan
Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.
3. Perhitungan PPh Pasal 25
Dalam situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (www.online-pajak.com) dan
undang-undang no.36 tahun 2008 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun
berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan
PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
- Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17
ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki
NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah -
serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta
pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang
tidak memiliki NPWP
19
- Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa
setahun.
Pasal 25 ayat 4 dan 6 UU PPh menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang
dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:
- Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP)
untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan SKP tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan SKP.
- Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai
berikut:
- Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;
- Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
- SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan;
- Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
- Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
dan/atau
- Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.
-
20
4. Sanksi keterlambatan pembayaran PPh pasal 25
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai
bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran sesuai dengan Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), WP dikenai bunga 2%.
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Penerbitan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi
Menurut Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) No.19
tahun 2000 dalam pasal 1 ayat (12) disebutkan bahwa Surat Paksa adalah perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sesuai dengan dasar hukum
penagihan pajak Undang-undang Nomor 19 pasal 7 ayat (1 dan 2) menjelaskan
bahwa surat paksa memiliki kekuatan hukum yang pasti dan tidak dapat ditentang,
Sehingga Setiap peningkatan/penurunan satu satuan tindakan penagihan aktif
maka akan meningkatkan/menurunkan pencairan tunggakan pajak sesuai dengan
Derlina (2013) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa
dikategorikan efektif terhadap penerimaan tunggakan pajak. Hendrawan (2013)
menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh signifikan.
H1 : Penerbitan surat paksa berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak
Penghasilan pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Pengaruh Penerbitan Surat Perintah penyitaan terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi
21
Menurut Undang-undang No.19 tahun 2000, penyitaan adalah tindakan jurusita
pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna digunakan jaminan untuk
melunasi hutang pajaknya. Surat penyitaan merupakan serangkaian tindak lanjut
dari Surat Paksa, yang mana apabila dalam waktu 2 x 24 jam Wajib Pajak tidak
melunasi hutang pajaknya, maka diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan. Rifqiansyah (2014) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat
penyitaan berpengaruh efektif terhadap pencairan tunggakan pajak. Ketika wajib
pajak dalam waktu 21 hari tidak melakukan pembayran pajak sesuai dengan yang
ada di dalam surat paksa maka akan dilakukan penyitan, dimana ketika penyitaan
dilakukan wajib pajak akan dikenakan biaya sebesar Rp 100.000,00 (Seratus ribu
rupiah) sehingga menyebabkan beban yang harus dibayar oleh wajib pajak akan
semakin besar, dan wajib pajak tidak memiliki pilihan lain selain harus membayar
hutang pajaknya. Karena jika tidak membayar hutang pajaknya maka barang milik
wajib pajak yang disita oleh petugas pajak akan di lelang sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
H2 : Penerbitan surat perintah penyitaan berpengaruh positif terhadap penerimaan
PPh pasal 25 wajib pajak orang pribadi.
D. Kerangka Pemikiran
Variabel menjadi satu langkah yang digunakan dalam perumusan
hipotesis penelitian tentang variabel surat paksa (X1) dan surat penyitaan (X2)
sebagai variabel bebas terhadap penerimaan PPh pasal 25 WP-OP (Y) sebagai
variabel terikat. Hubungan antar variabel tersebut digambarkan pada gambar 2.1
sebagai berikut :
22
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Penerbitan Surat Paksa
Penerbitan Surat Penyitaan
Penerimaan PPh pasal 25