21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk adalah binatang jenis serangga yang sangat mengganggu dan apabila menggigit menimbulkan rasa gatal-gatal. 8 Nyamuk Ae.aegypti digolongkan kedalam : Philium : Arthropoda Clas : Hexapoda/insecta Ordo : Diptera Subordo : Meniatocera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes Subgenus : Stegomyla Species : Aedes aegypti 2. Morfologi Nyamuk Ae.aegypti Nyamuk Aedes aegypti dengan bentuk badan yang kecil, berwarna hitam belang-belang putih dengan ruas tubuhnya. Terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lyre forum) yang putih di punggung atau thoraxnya. 9,11 Pada bagian kepala terdapat sebuah proboscis, sepasang antena yang terdiri dari 15 segmen, sepasang palpus maxilaries yang terdiri dari 4 segmen, sepasang mata majemuk dan bulu clypeus proboscis berfungsi sebagai alat untuk menghisap darah pada nyamuk betina, sedangkan pada nyamuk jantan berfungsi untuk menghisap madu bunga atau cairan tumbuh-tumbuhan. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files//disk1/105/jtptunimus-gdl...BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk adalah binatang

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

    Nyamuk adalah binatang jenis serangga yang sangat mengganggu dan

    apabila menggigit menimbulkan rasa gatal-gatal.8 Nyamuk Ae.aegypti

    digolongkan kedalam :

    Philium : Arthropoda

    Clas : Hexapoda/insecta

    Ordo : Diptera

    Subordo : Meniatocera

    Famili : Culicidae

    Subfamili : Culicinae

    Genus : Aedes

    Subgenus : Stegomyla

    Species : Aedes aegypti

    2. Morfologi Nyamuk Ae.aegypti

    Nyamuk Aedes aegypti dengan bentuk badan yang kecil, berwarna

    hitam belang-belang putih dengan ruas tubuhnya. Terutama pada kakinya dan

    dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang

    mempunyai gambaran lira (lyre forum) yang putih di punggung atau

    thoraxnya.9,11

    Pada bagian kepala terdapat sebuah proboscis, sepasang antena yang

    terdiri dari 15 segmen, sepasang palpus maxilaries yang terdiri dari 4 segmen,

    sepasang mata majemuk dan bulu clypeus proboscis berfungsi sebagai alat

    untuk menghisap darah pada nyamuk betina, sedangkan pada nyamuk jantan

    berfungsi untuk menghisap madu bunga atau cairan tumbuh-tumbuhan. Untuk

  • membedakan antara jantan dan betina dilihat dari sepasang antenanya. Pada

    nyamuk jantan terdapat antena plumous (berambut lebar) sedangkan pada

    nyamuk betina terdapat antena pilose (berambut panjang). Selain itu dapat

    dilihat pada ukuran palpus maxilaries. Pada nyamuk betina lebih pendek

    daripada proboscisnya, dan pada nyamuk jantan lebih panjang

    proboscisnya.9,10

    3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) mengalami metamorfose

    sempurna (holometabola), yaitu dari telur → larva (jentik) → pupa

    (kepongpong) → hingga imago (nyamuk dewasa). Selama masa bertelur,

    seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100 sampai 400 butir telur.

    a. Telur Telur nyamuk memiliki panjang sekitar 1 mm. Ketika baru

    dikeluarkan berwarna abu-abu keputih-putihan, tetapi setelah kira-kira 1

    jam dikeluarkan oleh induknya warna telur ini akan terlihat menjadi lebih

    gelap yaitu abu-abu kehitam-hitaman. Biasanya telur-telur tersebut

    diletakkan dibagian berdekatan dengan permukaan air misalnya di bak

    yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah. Telur

    menetas menjadi larva (jentik) setelah 7 hari.

    b. Larva

    Stadium larva adalah tahap perkembangan nyamuk Ae.aegypti yang

    kedua. Pada stadium larva kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh

    suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva,

    lingkungan hidup serta adanya predator.

    Ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada

    segmen terakhir, tidak dijumpai rambut berbentuk kipas (palmate hair)

    pada segmen-segmen abdomen, terdapat pectin pada corong udara,

  • sepasang rambut serta jumbai dijumpai pada corong (shipon) ada combo

    scale sebanyak 8-21 pada setiap sisi abdomen segmen ke delapan, terdapat

    duri yang panjang dengan bentuk kurva pada sisi thorax dan adanya

    sepasang rambut dikepala dan corong udara dilengkapi dengan pectin.12

    Sifat larva Ae.aegypti biasa bergerak lincah dan aktif,

    memperlihatkan gerakan-gerakan naik kepermukaan air dan turun ke dasar

    secara berulang-ulang. Larva aktif mencari makanan di dasar, oleh karena

    itu larva Ae.aegypti disebut pemakan makanan di dasar (bothomfeeder).

    Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan

    siphonnya di atas permukaan air sehimgga abdomennya terlihat

    menggantung pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada

    posisi membentuk sudut (±45o) dengan permukaan air.13

    Temperatur optimal untuk perkembangan larva adalah 25oC-27oC.

    Larva berbah menjadi pupa memerlukan waktu 4-9 hari dan mengalami

    empat tahap perkembangan yaitu instar I, II, III dan IV. Perubahan instar

    ditandai dengan pengelupasan kulit yang disebut moulting. Perkembangan

    instar I ke II berlangsung dalam waktu 2-3 hari, kemudian instar II ke

    instar III dalam waktu dua hari dan perubahan instar III ke instar IV dalam

    waktu dua hari.13

    Larva instar III dan instar IV mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu

    telah lengkap struktur anatominya dan jelas, tubuh dapat dibagi menjadi

    bagian kepala (chepal), dada biasa (thorax), dan perut (abdomen). Pada

    bagian kepala sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri

    dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing).

    Larva juga biasanya memangsa mikroorganisme yang ada di dalam

    air. Adanya makanan tersebut mengalami pertumbuhan dan

    perkembangan dengan merusak kulit yang lama menjadi kulit yang baru

  • yang bentuknya lebih besar. Namun ada juga beberapa jenis larva Aedes

    aegypti yang memangsa jentik yang lain.

    c. Pupa

    Pupa tidak membutuhkan makanan mikro organisme lagi dan warna

    kulit atau wadah pupa akan menghitam sejalan dengan berkembangnya

    nyamuk baru atau dewasa di dalamnya. Perubahan dari larva menjadi pupa

    akan membelah disepanjang bagian tubuhnya. Perlahan-lahan nyamuk

    baru atau dewasa akan berusaha melepaskan diri dari kulit tersebut.6

    d. Nyamuk Dewasa

    Untuk nyamuk dewasa yang dari jenis betina, ia mampu bertahan

    hidup antara 2 minggu sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), tergantung suhu

    atau kelembaban udara di sekitarnya. Sementara nyamuk jantannya hanya

    akan hidup dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari, tepatnya nyamuk kawin

    dan akan segera mati. Perubahan dari pupa menjadi nyamuk dewasa

    membutuhkan waktu 7 sampai 10 hari.6

    Perilaku nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah untuk

    proses pematangan telurnya. Berbeda dengan nyamuk jantan tidak

    memerlukan darah, tetapi menghisap sari bunga dan nektar. Nyamuk

    betinalah yang menyebabkan penyakit dan mengganggu manusia.

    Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan, sehingga memiliki

    kebiasaan mengigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat memungkinkan

    menyebarkan virus demam berdarah kebeberapa orang secara sekaligus.

    Nyamuk biasanya menggigit pada pukul 08.00 – 13.00 dan pukul 15.00 –

    17.00, sementara pada malam hari nyamuk bersembunyi di sela-sela

    pakaian yang tergantung, korden dan ruangan yang gelap serta lembab.11

  • 4. Sistem Respirasi pada Serangga Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat O2 dapat berdifusi

    masuk dan sebaliknya CO2 dapat berdifusi keluar.Alat respirasi pada

    serangga corong hawa (trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh

    serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada lubang

    kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel

    berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan

    pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot

    sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada

    umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat

    serangga beristirahat. Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian

    udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea dan selanjutnya

    pebuluh trakea bercabang lagi menjadi cabang halus yang disebut trakeolus

    sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh bagian dalam.

    Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan dibentuk oleh sel yang

    disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjad antara trakeolus dengan sel-sel

    tubuh. Sistem trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkan ke seluruh

    tubuh, dengan demikian darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut

    sari-sari makanan dan bukan untuk mengangkut gas pernapasan. Di bagian

    ujung trakeolus terdapat cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan.

    Pada jentik nyamuk, udara diperoleh dengan menjulurkan tabung pernapasan

    ke permukaan air untuk mengambil udara.13

    5. Bionomik

    a. Tempat Perindukan (Breeding Pleace) Nyamuk Ae.aegypti hidup di dalam rumah, sekitar rumah

    ditempat-tempat yang terdapat genangan air yang jernih seperti lubang

    pohon, pelepah daun, drum, tepayan, bak mandi, WC, kaleng bekas, vas

  • bunga, ban bekas, dan tempat-tempat yang lembab. Semua tempat-

    tempat tersebur tidak menyentuh tanah.11

    Tempat-tempat perindukan atau perkembang biakan tersebut,

    dapat dibedakan atas :

    1. Tempat Perindukan Sementara. Terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA)

    misalnya, kaleng bekas, ban bekas, pecahan botol, pecahan gelas,

    talang air, vas bunga, dan tempat-tempat yang menampung genangan

    air besar.

    2. Tempat Perindukan Permanen

    Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan rumah tangga

    seperti, baka penampungan air bersih (reservoir), bak mandi,

    gentong air dan bak cuci di kamar mandi.

    3. Tempat Perindukan Alamiah Berupa genangan air pada lubang pohon seperti yang terdapat pada

    celah-celah atau lubang-lubang pohon pisang, kelapa, aren, atau

    juga pada bekas pohon bambu dan lubang bekas batang atau cabang

    pohon yang tumbang.

    b. Perilaku Makan Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari

    hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode

    aktivitas menggit, pertama di pagi hari selama beberapa jam matahari

    terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum matahari gelap

    c. Perilaku Istirahat Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan

    tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur,

    kamar mandi, kamar kecil dan dapur.

  • d. Jarak Terbang Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh

    beberapa faktor termasuk ketersediaan tenpat bertelur dan darah, tetapi

    terbatas 100 meter dari lokasi kemunculan.Akan tetapi peneltian baru di

    Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat menyebar

    sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur.6

    e. Lama Hidup Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya

    delapan hari. Selama musim hujan saat bertahan hidup lebih panjang

    risiko penyebaran virus makin besar.

    6. Gambaran Klinis Penyakit DBD

    Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga sedang,

    dengan manivestasi demam akut, disertai sakit kepala nyeri yang hebat pada

    otot dan tulang (Breakbone fever), mual, kadang-kadang muntah, batuk

    ringan, pendarahan kulit (bercak-bercak) dan ditemukan leukopenia pada

    pemeriksaan laboratorium.. 11

    B. Pengendalian Vektor (Larva)

    Ada beberapa untuk pengendalian jentik atau lebih dikenal dengan istilah

    Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN) antara lain :

    a. Chemical Control (Secara Kimia) Dengan pemberian larvasida pada tempat-tempat penampungan air.

    Mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD pada penampungan

    air yang airnya digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari terutama untuk

    minum dan memasak, maka larvasida yang digunakan harus mempunyai sifat-

    sifat sebagai berikut ; efektif pada dosis rendah, tidak bersifat ricuh bagi

    manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna, dan bau pada

    air yang diperlukan, dan efektifitasnya lama. Beberapa larvasida dengan

  • kriteria seperti tersebut di atas sebagian telah digunakan secara luas

    (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau

    uji lapangan skala kecil.

    1) Temephos (Abate) Larvasida ini terbukti efektif terhadap Aedes aegypti dan daya

    racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor

    DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk

    (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm.

    2) Methoprene (OMS – 1697) Pada uji lapangan yang dilakukan oleh Houten dkk di daerah

    Jakarta Utara ternyata methoprene berhasil menekan kepadatan nyamuk

    Aedes aegypti yang hinggap pada orang dan munculnya nyamuk tersebut

    selama sebulan. Larvasida ini termasuk jenis penghambat tubuh serangga

    (insect growth regulation).

    3) Difrubenzuron (OMS – 1804) Penggunaan larvasida ini pada tempat penampungan air (tempayan)

    berhasil mengendalikan larva Aedes aegypti selama 18 minggu.

    4) Triflumuron (OMS – 2015) Larvasida jenis penghambat tubuh serangga ini efektifitasnya telah

    dibuktikan. Pada uji labolatorium, dosis 1 ppm berhasil menekan

    perkembangan Aedes aegypti menjadi dewasa selama 8 minggu. Uji

    lapangan pada dosis 0,075 ppm ternyata berhasil menurunkan populasi

    Aedes aegypti selama 2 minggu setelah perlakuan.

    5) Vetrazin (OMS – 2014) Uji laboratorium dan lapangan vetralizin terhadap larva Aedes

    aegypti membuktikan bahwa LC50 nya terhadap Aedes aegypti sebesar

    0,48 mg/l (laboratorium) sedang efektifitasnya di lapangan sama dengan

    methopiene.5, 12

  • b. Environmental Control (Secara Mekanis) Cara ini dilakukan dengan cara mengubur kaleng-kaleng atau wadah-

    wadah sejenis seperti ban bekas, vas bunga dan yang dapat menampung air

    hujan dan membersihkan yang potensial yang dijadikan sebagai sarang

    nyamuk, misalnya semak belukar, got. Pengendalian secara mekanis yang

    dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap

    nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem atau raket pemukul.11

    c. Biological Control (Secara Hayati) Pengendalian larva Aedes Aegypti secara hayati tidak sepopuler secara

    kimiawi oleh karena penurunan padat populasi yang diakibatkannya perlahan-

    lahan tidak sedrastis bila menggunakan larvasida (kimiawi). Organisme yang

    digunakan dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator,

    parasitic atau patogenik dan pada umumnya ditemukan pada habitat yang

    sama dengan larva yang menjadi mangsanya. Predator biasanya hidup bebas

    dengan memangsa binatang atau serangga lainnya. Dengan ciri-ciri predator

    adalah : predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsa,

    predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsa dengan

    cepat, seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama

    hidupnya, predator membunuh mangsa untuk dirinya sendiri, kebanyakan

    predator bersifat carnivora. Beberapa diantaranya telah diuji coba di

    laboratorium dan di lapangan pada skala kecil.

    1) Texorhynchites sp Larva Tx. Splendens instar I diuji coba didaerah pemukiman di

    Jakarta untuk mengendalikan Aedes aegypty yang berada di tempat-tempat

    penampungan air.

    2) Mesostoma sp Organisme tersebut termasuk bangsa Tubellaria berukuran 0,1 – 0,5

    cm bersifat predator terhadap larva nyamuk. Pada uji laboratorium yang

    dilakukan di Malaysia, cacing tersebut terbukti sangat efektif dalam

  • menekan populasi nyamuk demikian pula dengan uji lapangan

    (persawahan).

    3) Labelulla Masyarakat awam mengenal organisma tersebut sebagai capung

    (dragon fly), termasuk golongan serangga Anisoptera.

    Nimfa serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama

    diketahui sebagai predator larva nyamuk baik di dalam laboratorium

    maupun di alam. Berdasarkan sifat tersebut pada uji ciba yang dilakukan

    di Myanmar ternyata nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa

    larva dan pupa Aedes aegypti sebanyak 133 ± 21 dalam waktu 24 jam.

    Kemampuan tersebut ternyata 3 kali lebih banyak daripada kemampuan

    larva Tx. Slendens yang sebesar 40 ± 6.

    4) Mesocyclups aspericornis Jenis Copepodo yang terbesar sebagai plankton dan benthos ini

    bersifat predator. Pada suatu penelitian di Polinesia Perancis terbukti

    bahwa M.. aspericurnis pengaruhnya tidak konsisten terhadap Aedes

    aegypti yang berada di tangki air, drum dan sumur tertutup.

    5) Romanomermis iyengari Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit

    pada larva nyamuk.Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi

    dewasam cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan

    merobek dinding tubuh inangnya sehingga menyebabkan kematian inang

    tersebut. Penelitian di labolatorium dengan menggunakan perbandinga

    jumlah parasit dan inangnya 1 : 1 diperoleh rata-rata infeksi sebesar 33,

    75%. 12

  • C. Pestisida Secara garis besar pestisida dapat dikelompokan berdasar kelompak hama

    yang akan dikendalikan dan berdasarkan fungsi pestisida tersebut. Penggolongan

    inilah yang sering menimbulkan salah satu pengertian dari pemakainya,sehingga

    menimbulkan kesalahan dalam aplikasinya. Karena kesalahan dalam memilih

    jenis pestisida yang akan digunakan menyebabkan tidak berfungsinya pestisida

    tersebut seperti yang diharapkan.Sebelum membuat keputusan dalam memilih

    pestisida harus diketahui dahulu fungsi beberapa golongan pestisida. Adapun

    fungsi dari beberapa pestisida antaralain : a) Insektisida untuk mengendalikan

    serangga; b) fungisida untuk mengendalikan jamur; c) herbisida untuk

    mengendalikan gulma; d) bakterisida untuk mengendalikan bakteri; e) rodensida

    untuk mengendalikan tikus; f) nematisida untuk mengendalikan nematoda dan g)

    molukisida untuk mengendalikan siput.

    1. Karakteristik Pestisida Dalam menentukan jenis pestisida yang tepat perlu diketahui

    karakteristik pestisida, yang meliputi :

    a. Efektifitas : merupakan daya bunuh pestisida terhadap hama. Pestisida yang bagus seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk

    mengendalikan hama dengan dosis yang tidak perlu tinggi, sehingga

    memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.

    b. Selektifitas : sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan kemampuan pestisida membunuh beberapa jenis organisme.

    Pestisida yang disarankan adalah pestisida yang bersifat selektif atau

    berspektrum sempit.

    c. Fitotoksisitas : merupakan suatu sifat yang menunjukan potensi pestisida untuk menimbulkan efek keracunan pada tanaman yang ditandai dengan

    pertumbuhan abnormal setelah aplikasi pestisida. Pestisida yang

    sebaiknya digunakan adalah pestisida dengan fitotoksisitas yang rendah.

  • d. Residu : adalah racun yang tinggal, yang akan bertahan sebagai racun sampai batas waktu tertentu.

    e. Persistensi : kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat

    berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.

    f. Resistensi : merupakan kekebalan hama terhadap aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi sebaiknya

    tidak digunakan.

    g. LD 50 atau Lethal Dosage 50% : besarnya dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah sampel yang diberi perlakuan.

    h. Kompatabilitas : adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif.16

    2. Mekanisme Kerja Pestisida

    Secara fisiologis mekanisme kerja pestisida ada beberapa cara antara

    lain yaitu :

    a. Cara Insektisida Membunuh Sasaran Menurut Subiyakto Sudarmo (1992) adanya cara-cara insektisida

    dalam membunuh jasad sasaran adalah :

    1) Fisis

    Berpengaruh secara fisis yaitu bahan insektisida memblokade

    proses metabolisme, bukan reaksi biokemis atau neurologis,

    melainkan mekanis misalnya dengan memblokade penutupan

    pernapasan. Penyerapan air, dari tubuh serana sehingga serangga

    akan kehilangan kandungan air dan akan mati

    2) Merusak Enzim

    Mercuri dan garam-garamnya semua asam kuat beberapa logam

    berat termasuk cadmium dan timah hitam akan berpengaruh

    merubah semua enzim dalam sistem kehidupan serangga.

  • 3) Merusak Syaraf

    Jenis insektisida yang merusak saraf adalah methyl bromide,

    ethylene dibromide, hydrogen cyanida dan chloropicrin. Insektisida

    merusak sysrsf dengan cara kerja fisis.

    4) Menghambat Metabolisme

    Insektisida yang menghambat transport electron mitokondria,

    misalnya rotenone HCN dinettrophenols dan organating.

    5) Meracuni Otot

    Insektisida yang meracuni otot yaitu karena berhubungan langsung terhadap jaringan otot

    D. Insektisida

    Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang

    digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai sifat

    sebagai berikut : 1) Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak

    berbahaya bagi binatang vertebrata termasukmanusia dan ternak ; 2) murah

    harganya dan mudah didapat dalam jumlah yang besar; 3) mempunyai susunan

    kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar; 4) mudah dipergunakan dan dapat

    dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut dan 5) tidak berwarna dan tidak

    berbau yang tidak menyenangkan.

    Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah : 1) ovisida

    insektisida untuk membunuh stadium telur; 2) larvasida insektisida untuk

    membunuh stadium larva/nimfa; 3) adultisida insektisida untuk membunuh

    stadium dewasa; 4) akarisida (mitisida) insektisida untuk membunuh tungau; dan

    5) pedikuisida (lousisida) insektisida utuk membunuh tuma.

    Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada

    bentuk, cara masuk kedalam badan serangga, macam bahan kimia, konsentrasi

    dan jumlah (dosis) insektisida.

    Disamping itu faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya

    membunuh serangga dengan insektisida ialah mengetahui spesies serangga yang

  • dikendalikan, ukurannya, susunan badannya, stadiumnya, sistem pernafasannya

    dan bentuk mulutnya. Juga penting mengetahui habitat dan perilaku serangga

    dewasa termasuk kebiasaan makannya.

    Pembagian insektisida menurut bentuknya dibagi menjadi tiga yaitu : 1)

    bahan padat, yang terdiri dari serbuk, glanula dan pallet; 2) larutan, yang terdiri

    dari aerosol dan fog, kabut, semprot dan 3) gas,yang terdiri dari asap (fume dan

    smoke) dan uap (vapors).

    Menurut cara masuknya ke dalam badan serangga, insektisida dibagi

    dalam:

    a) Racun kontak (contact poison) Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan

    perantara tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang

    mengandung residu insektisida. Pada umumnya dipakai untuk memberantas

    serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.

    b) Racun perut (stomach poison) Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi harus

    dimakan. Biasanya serangga yang diberantas dengan mengunakan insektisida

    ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap, dan

    bentuk menghisap.

    c) Racun pernapasan (fumigants) Insektisida masuk melalui sistem pernapasan (spirakel) dan juga melalui

    permukaan badan serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk

    memberantas semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk

    mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati sekali terutama bila

    digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup.

    Menurut macam bahan kimia insektisida dibagi menjadi tiga jenis yaitu,

    insektisida anorganik,insektisida organik dan insektisida organik sintetik.

    Insektisida anorganik terdiri dari sulfur,merkuri,golongan arsenikum,

    golongan flour. Insektisida organik terdiri dari piretrum, rotenon, nikotin,

  • sabadila, dan golongan insektisidaberasal dari bumi (minyak tanah, minyak

    solar, minyak pelumas).Sedangkan Insektisida organik sintetik terdiri dari

    golongan organik klorin (DDT, dieldrin, klorden, BHC, linden); golongan

    organik fosfor (malation, paration, diazinon, fenitrotion, abate, DDVP,

    dichorvos); golongan organik nitrogen (dinitrofenol); golongan

    sulfur/karbamat (baygon, sevin); golongan tiosianat (letena, tanit).

    E. Cara Kerja Insektisida Dalam Pernafasan

    Menurut Subiyakto Sudarmo, pada umumnya racun dapat masuk ke dalam

    tubuh hama melalui saluran pernafasan yang disebut spirakel dan pori-pori pada

    permukaan tubuhnya. Daya kerjanya menyerang pada system syaraf pusat dan

    cepat menimbulkan kelumpuhan (paralysis). Bahan kimianya berbentuk fumigan

    yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, dan asap yang berfungsi untuk

    membunuh hama.

    Insektisisda racun pernafasan ini sering digunakan dalam

    pemberantasanhama di gudang yaitu hama makanan, kertas-kertas arsip, atau

    dokumen, tikus dan sebagainya. Allethrin mempunyai senyawa cinerin pada

    pyrethrum dimana pyrethrum dikelompokkan ke dalam racun aksonik. Akson dari

    sel lainnya. Senyawa kimia yang mempengaruhi transmisi impuls ini disebut

    sebagai aksonik. Pengaruhnya sangat cepat terhadap serangga yang sedang

    terbang sehingga menyebabkan cepatnya otot-otot menjadi paralysis, oleh karena

    itu diduga insektisida ini mempunyai pengaruh terhadap gangguan dari system

    saraf pusat serangga dimana insektisida merusak saraf dengan cara kerja fisis

    yaitu insektisida memblokade penutupan pernafasan.

    F. Metode Penggunaan Insektisida

    Untuk memilih jenis insektisida dalam usaha memberantas serangga,

    maka harus dipertimbangkan berbagai faktor yaitu spesies serangga yang dituju,

    stadium serangga yang ingin diberantas apakah stadium telur, larva, atau dewasa,

  • lingkungan hidup daerah yang akan diberantas serangganya (apakah di air, apakah

    pemberantasannya ditujukan pada serangga yang terbang di udara, apakah

    serangga tersebut berada pada tumbuhan, apakah di dalam rumah atau di dalam

    tanah) dan bagaimana sifat-sifat biologik serangga yang akan diberantas agar

    dapat dipilih insektisida yang paling mudah masuk ke dalam tubuh serangga,

    misalnya dengan mengetahui cara hidup, cara makan, dan sistem pernafasan

    serangga yang dituju. Dengan demikian maka dapat dipilih jenis-jenis insektisida

    yang tepat dan dilakukan pemberantasan dengan cara dan metode yang benar.

    Berbagai bentuk insektisida yang digunakan untuk memberantas serangga

    adalah bentuk spray untuk penyemprotan, bentuk aerosol untuk pengasapan dan

    pengkabutan, bentuk debu, bentuk granula, dan bentuk umpan.16

    G. Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon spp) Gambar 1.Tanaman Kumis Kucing

    a. Spesifikasi Tanaman

    Kumis kucing (Orthosiphon spp) merupakan tanaman obat berupa

    tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai

    istilah seperti kidney tea/java tea (Inggris), giri-giri merah (Sumatra), remujung

    (Jawa tengah dan Jawa timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman kumis

    kucing berasal dari wilayah Afrika tropis kemudian menyebar ke wilayah Asia

    dan Australia. Namun sentra penaman berada di pulau Jawa.

  • b. Klasifikasi Tanaman

    Divisi : Spermatophyta

    Sub-divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Famili : Lamiaceae

    Genus : Orthosiphon

    Species : Orthosiphon spp

    c. Deskripsi

    Tanaman yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak

    tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak berakar.

    Helai daun terbentuk bundar telur panjang, lanset, lancip atau tmpul pada bagian

    ujungnya, tepi daun bergerigi, ukuran daun panjang 1-10cm dan lebarnya 7,5mm-

    1,5cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua

    permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat

    banyak, panjang tangkai daun 7-29cm, Kelopak bunga berkelenjar, urat dan

    pangkal berbulu pendek dan jarang, sedangkan di bagian yang paling atas gundul.

    Bunga bibir, mahkotaberwarna ungu pucat atau putih, sedangkan ukuran

    panjang13-27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek yang berwarna ungu

    atau putih, panjang tabung 10-18mm, panjang bibir 4,5-10mm, helai bunga

    tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan

    melibihi bibir bunga bagian atas. Buah jeruk berwarna coklat gelap,panjang 1,75-

    2 mm.

    d. Jenis Tanaman

    Spesies kumis kucing yang terdapat di pulau Jawa adalah O.aristatus,

    O.thymflorus, O.petiolaris dan O.temantosus var. glabratus. Klon kumis kucing

    yang ditanam di Indonesia adalah Klon berbunga putih dan ungu.

  • H. Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing Tanaman kumis kucing diketahui mengandung zat samak, minyak atsiri,

    saponin, tannin.20

    Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

    atsiri disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial. Karena

    pada suhu kamar bisa menguap. Secara kimia minyak atsira bukan senyawa

    tunggal,tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar

    terdiri dari kelompok terpenoid. Terpenoid merupakan kandungan cita rasa dan

    bau yang paling penting dalam tumbuhan. Sebagai kandungan tambahan minyak

    atsiri, senyawa atsiri menberikan ciri khas pada produk yang kandungan

    utamanya terpenoid sebagai kandungan cita rasa dan bau. Senyawa jenis ini juga

    mempunyai peran sebagai penghambat dalam antaraksi serangga-tumbuhan. Sifat

    minyak atsiri antara lain tersusun oleh bermacam komponen senyawa, memiliki

    bau yang khas, mempunyai rasa getir, berasa tajam dan mempunyai sifat yang

    tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan.Pada umumnya tidak bercampur

    dengan air, tetapi cukup dapat larut dalam air hingga dapat memberikan baunya

    kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil sangat mudah larut dalam pelarut

    organik. Dengan bau yang sangat khas atau aromatik, minyak atsiri tidak disukai

    oleh serangga.,18,19

    Saponin adalah glikosidan yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan

    gula (glikon). Selain itu saponin juga merupakan glikosida triterpenoid dan sterol.

    Senyawa aktif permukaan dari saponin bersifat seperti sabun dan dideteksi

    brdasarkan kemampuan membentuk busa dan memiliki rasa pahit yang

    mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan hingga merusak membran sel

    dan mengaktifkan enzim sel merusak protein sel. Saponin mempunyai bahan

    deterjen yang kuat. Saponin ada pada seluruh bagian tanaman misalnya pada

    daun, batang,akar dan bunga. Saponin dapat memberikan pengaruh terhadap

    proses biologis tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat

    produktivitas kerja enzim, sehingga dapat menghambat produktivitas dan

  • prtumbuhan. Pakan yang mengandung lebih dari 0,20% saponin akan berakibat

    buruk terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Saponin

    biasanya menyebabkan iritasi membran mukosa (selaput lendir) sehingga faring

    menjadi kering dan kemerh-merahan, otot di bawah kulit rusak dan terjadi

    kelumpuhan, akibat kelumpuhan yang hebat maka otot dapat pecah dan akhirnya

    terjadi kematian.15

    Zat samak diketahui mengendapkan protein yang terdapat dalam mukus

    yang melapisi bagian dalam usus. Dengan demikian, penyerapan makanan di usus

    menjadi terhambat. Zat samak pada kunis kucing bersifat sebagai diuretik atau

    membantu mengeluarkan cairan.20

    Tannin merupakan senyawa polifenolik (dapat berfungsi sebagai

    desinfektan). Dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan

    mengikat protein. Hampir semua keluarga tanaman mempunyai speies yang

    mengandung tannin, karena terkenal karena rasa sepat, biasanya berada pada

    daun, buah, kulit, pohon, batng maupun akar. Oksidasi fenol dalam tannin dapat

    meningkatkan daya tahan kulit, tahan terhadap aksi bakteri, panas dan abrasi. Hal

    tersebut menyebabkan pakan yang mengandung tannin memiliki daya cerna dan

    palabilitas yang rendah. Dengan memberikan pakan yang mengandung tannin

    lebih dari 0,5% dalam ransum dapat menyebabkan penekanan pertumbuhan.15

    Tannin buasanya berupa senyawa amorf, higroshopis,berwarna kuning yang

    mempunyai sifat larut dalam air. Tannin terbukti mempunyai aktifitas

    antioksidan, menghambat pertumbuhan hormon dan menghambat dan

    menghambat enzim.19

  • I. Kerangka Teori

    Upaya/cara pengendalian nyamuk (Aedes aegypti)

    Organik alami

    Organik sintesis

    Pengelolaan LingkunganmekanikKimia Biologi

    Suhu, parasit, predator Kandungan zat kimia

    pH, suhu,tempat kering

    Jentik Instar I Jentik Instar II Jentik Instar III Jentik Instar IV

    Pupa (Kepompong)

    Temperatur, pH air perindukan makanan, kepadatan larva, predator

    Penyakit demam berdarah

    Dewasa

    Jentik/larva

    Telur

    Faktor manusia, Vektor, Kuman (bibit penyakit)

    Ekstrak daun kumis kucing • Konsentrasi Temperatur air • Waktu Kontak • Volume tempat

    Gambar. 3 Kerangka teoritis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

    perkembangan nyamuk

  • J. Kerangka Konsep

    Variabel Bebas Variabel Terikat

    Kematian larva Aedes aegypti

    Variabel Terkendali • Suhu air • pH air • Intensitas cahaya • Kelembaban

    Ekstrak daun kumis kucing

    K. Hipotesis

    1. ”Ada pengaruh dari berbagai konsentrasi ekstrak daun kumis kucing

    terhadap kematian larva Ae.aegypti.”

    2. ”Ada perbedaan jumlah kematian larva Ae.aegypti pada berbagai tingkat

    konsentrasi.”

    BAB IITINJAUAN PUSTAKANyamuk Aedes aegyptiTanaman Kumis Kucing (Orthosiphon spp)Kandungan Kimia Tanaman Kumis KucingI. Kerangka TeoriJ. Kerangka KonsepK. Hipotesis