26
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. PeranPerawat 1. Definisi Peran perawat Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku,nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan posisisnya dimasyarakat(Hidayat, 2006). Sedangkan Menurut Hartanti (2013) mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi social tertentu (Mubarak, 2012). Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yangsehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalahkesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukanfungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalahsebagai berikut: a. Sebagai pendidik Perawat memberikan berbagai informasi dalam membantu keluarga dalam meningkatkan tingkat pengetahuan tentang penanggulangan TB paru, cara penularan tuberkulosis, tujuan pengobatan tuberkulosis, tanda dan gejala tuberkulosis bahkan tindakan yang diberikan perawat, sehingga terjadi perubahan perilaku dari kelurga setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Melalui pendidikan ini di upayakan keluarga tidak lagi mengalami kesulitan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat Sedangkan menurut Supartini (2004), perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.sari-mutiara.ac.id/104/4/CHAPTER II.pdf · 2018. 10. 20. · Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan.Dahak dapat

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    .

    A. PeranPerawat

    1. Definisi Peran perawat

    Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang

    sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap,

    perilaku,nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan

    posisisnya dimasyarakat(Hidayat, 2006). Sedangkan Menurut Hartanti (2013)

    mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh

    orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran

    adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi social

    tertentu (Mubarak, 2012).

    Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada

    keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yangsehat.

    Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalahkesehatan

    dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukanfungsi dan tugas

    perawatan kesehatan keluarga.Peran perawat dalam melakukan perawatan

    kesehatan keluarga adalahsebagai berikut:

    a. Sebagai pendidik

    Perawat memberikan berbagai informasi dalam membantu keluarga dalam

    meningkatkan tingkat pengetahuan tentang penanggulangan TB paru, cara

    penularan tuberkulosis, tujuan pengobatan tuberkulosis, tanda dan gejala

    tuberkulosis bahkan tindakan yang diberikan perawat, sehingga terjadi

    perubahan perilaku dari kelurga setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

    Melalui pendidikan ini di upayakan keluarga tidak lagi mengalami

    kesulitan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat

    Sedangkan menurut Supartini (2004), perawat berperan sebagai pendidik

    baik secara langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan

  • 8

    pada keluarga maupun secara tidak langsung dengan menolong keluarga

    dalam pencegahan tuberklosis paru.

    b. Koordinator

    Koordinasi diperlakukan pada perawatan agar pelayanan

    komprehensivedapat dicapai.Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur

    programkegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi

    tumpangtindih dan pengulangan.

    c. Pelaksana

    Perawat dapat memberikan perawatan langsung kepada klien dankeluarga

    dengan menggunakan metode keperawatan.

    d. Pengawas kesehatan

    Sebagai pengawas kesehatan harus melaksanakanhome visite yang teratur

    untuk mengidentifikasi dan melakukan pengkajian tentang

    kesehatankeluarga.

    e. Konsultan

    Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi

    masalahkesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada

    perawat,hubungan perawat dan klien harus terbina dengan baik,

    kemampuan perawat dalam menyampaikan informasi dan kualitas dari

    informasi yangdisampaikan secara terbuka dan dapat dipercaya.

    f. Kolaborasi

    Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dananggota

    tim kesehatan lain untuk mencapai kesehatan keluarga yangoptimal

    g. Fasilitator

    Membantu keluarga dalam menghadapi kendala seperti masalah

    sosialkonomi, sehingga perawat harus mengetahui sistem pelayanan

    kesehatanseperti rujukan dan penggunaan dana sehat.

    h. Penemu kasus

    Menemukan dan mengidentifikasi masalah secara dini di

    masyarakatsehingga menghindarkan dari ledakan kasus atau wabah

  • 9

    B. Tuberkulosis

    1. Pengertian Tuberkulosis paru

    Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru

    yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan

    nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari

    penderita kepada orang lain (Wahid, 2013).Tuberkulosis merupakan infeksi

    bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai

    oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh

    hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity).

    Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2

    jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan

    juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5%

    dalam waktu 24 jam. Mycobakterium tuberculosis seperti halnyabakteri lain

    pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan

    kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan

    merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel

    bakteri.Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk

    bakteri-bakteri patongen termasuk tuberkulosis.

    Mycobakterium tuberculosis memiliki rentan suhu yang disukai, merupakan

    bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 C, tetapi akan

    tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat

    tersebut agent sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit,

    sifa-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian

    agent atau daya tahan tehadap pemanasan atau pendinginan.TBC merupakan

    salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah(Alsagaf, Mukty.2008:2).

  • 10

    2. Patogenesis

    Patogenesis Tuberkulosis Paru adalah implantasi kuman terjadi pada

    respiratory bronchial atau alveoli yang selanjutnya akan berkembang sebagai

    berikut:

    a. Fokus primer – kompleks primer – sembuh pada sebagian besar atau

    meluas – tuberkulosis primer

    b. Dari kompleks primer yang sembuh terjadi reaktivasi kuman yang tadinya

    dormant pada fokus primer, reinfeksi endogen – tuberkulosis paska primer

    penyebaran kuman dalam tubuh penderita dapat melalui 4 cara, yaitu :

    1) Lesi yang meluas

    2) Aliran limfa (limfogen)

    3) Melalui aliran darah (hematogen) yang dapat menimbulkan

    lesituberkulosis ekstra paru, antara lain pleura, selaput otak, ginjal,

    dan tulang (Suprapto, 2013).

    3. Epidemiologi

    TBC kembali muncul ke permukaan sebagai pembunuh utama oleh satu jenis

    kuman.Di dunia diperkirakan terdapat 8 juta orang terserang TBC dengan

    kematian 3 juta orang.Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, jumlah

    penderita TBC meningkat. Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih

    banyak daripada kematian karena kehamilan, bersalin dan nifas. Oleh karena

    itu, WHO mencanangkan kedaruratan global pada tahun 1993 karena

    diperkirakan ¼ penduduk dunia telah terinfeksi kuman TBC ( Notoadmodjo,

    2007).

    Penyakit TBC cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

    dibandingkan perempuan.Menurut Herryanto(2010),penelitian yang sudah

    dilakukan sebelumnya di Rumah sakit (pemerintah dan swasta) yang ada di

    kabupaten dan kota Bandung di temukan peningkatan dua kali lipat resiko TB

    Aktif pada perokok baik pada laki-laki sekitar 54,5% dan perempuan 45,5%.

    Pada jenis kelamin laki-laki, penyakit ini lebih tinggi terjadi karena merokok

  • 11

    (tembakau) dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh dan lebih mudah

    terpapar dengan agent penyakit Tuberculosis (Hiswani, 2010).

    4. Klasifikasi

    Tuberkulosis Paru pada manusia dapat dijumpai dalam 2 bentuk , yaitu :

    a. Tuberkulosis primer:Bila penyakit terjadi pada infeksipertama kali

    b. Tuberkulosis paska primer :Bilapenyakit timbul setelah beberapa waktu

    seseorang terkena infeksi dan sembuh.

    Tuberkulosis Paru ini merupakan palingsering ditemukan.Dengan

    terdapatnyakuman dalam dahak, penderita merupakan sumber penularan

    (Notoadmodjo, 2007).

    5. Manifestasi Klinis

    Secara rinci tanda dan gejala Tuberkulosis Paru ini dapat dibagi atas 2 (dua)

    golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.

    a. Gejala sistemik:

    1) Demam

    Demam merupakan gejala pertama dari Tuberkulosis Paru, biasanya

    timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip

    demam influenza yang segera mereda.Tergantung dari daya tahan

    tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat

    terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza ini

    hilang dan semakin lama makin panjang masa serangan, sedangkan

    masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai

    suhu tinggi yaitu 400 -410C.

    2) Malaise

    Karena Tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa

    tidak enak badan , pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin

    kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang

    dapat terjadi gangguan siklus haid.

  • 12

    b. Gejala Respiratorik:

    1) Batuk

    Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus.

    Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus, selanjutnya

    akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi

    produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-

    produk ekskresi peradangan.Dahak dapat bersifat mukoid atau

    purulen.

    2) Batuk darah

    Batuk berdarah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.Berat dan

    ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya

    pembuluh darah yang pecah.

    3) Sesak nafas

    Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan

    paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah

    ditemukan

    4) Nyeri Dada

    Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura

    terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik (Halim, 2012).

    6. Komplikasi

    Komplikasi yang mungkin timbul pada klien Tuberkulosis Paru dapat berupa:

    a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

    mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena

    tersumbatnya jalan napas.

    b. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus

    akibat retraksi bronchial.

    c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan

    jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

    d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan

    ginjal.

  • 13

    7. Test Diagnostik

    a. Pemeriksaan Radiologis: Foto rontgen toraks

    Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada

    foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang

    karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:

    1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru

    2) Bayangan berwarna atau bercak

    3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple

    4) Terdapat klasifikasi

    5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru

    6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang

    beberapa minggu kemudian.

    Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi disegmen apikal dan

    posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Lesi Tuberculosis

    bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia pada saat yang

    sama misalnya terdapat infiltrate, fibrosis dan klasifikasi bersamaan.

    Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium

    penyakit.Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat

    gambaran bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas.Kemudian

    pada lesi berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas.

    Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan bulat

    terbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberculosis meluas maka

    akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas.

    Kavitas ini akan bermacam-macam bentuknya “multiloculatied”, dinding

    tebal dan sklerotis. Bila juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan

    pada satu paru, kadang - kadang kerusakan yang luas ditemukan pada

    kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat,

    sedangkan klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi.

    Sering juga dijumpai penebalan yang tersebar merata dikedua

  • 14

    paru.Gambaran efusi pleura dan pneumotoraks juga sering menyertai

    Tuberkulosis Paru.

    b. Pemeriksaan Laboratorium

    1) Darah: pada Tuberkulosis Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan

    leukosit dan Laju Endap Darah (LED)

    2) Sputum BTA: pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk

    menemukan kuman Mycobacterium Tuberculosis. Pemeriksaan

    penting untuk diagnose definitive dan menilai kemajuan klien

    dilakukan tiga kali berturut – turut dan biakan / kultur BTA selama 4-

    8 minggu.

    c. Test Tuberculin (Mantoux Test)

    Pemeriksaan ini biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified

    Derivation) secara intra kutan 0.1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada

    ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test

    tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur

    diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan.

    Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut:

    1) Indurasi 0-5 mm: negative

    2) Indurasi 6-9 mm: meragukan

    3) Indurasi > 10 mm: positif (Halim, 2012).

    8. Tipe Penderita Tuberkulosis Paru

    Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatansebelumnya. Ada

    beberapa tipe penderita yaitu :

    a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT

    (Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari

    satu bulan (30 dosis harian).

    b. Kambuh (Relaps) adalah penderita Tuberkulosis Paru yang sebelumnya

    pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis Paru dan telah dinyatakan

  • 15

    sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

    BTA positif.

    c. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat

    pengobatan di suatu kabupaten lain, kemudian pindah berobat ke

    kabupaten ini.

    d. Pengobatan setelah lalai (Default/Drop-out ) adalah penderita yang sudah

    berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian

    datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan

    pemeriksaan dahak BTA positif.

    e. Gagal

    1) Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

    menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan setelah pengobatan)

    atau lebih.

    2) Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi

    BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.

    f. Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan sputum masih

    BTA positif setelah selesai pengobatan ulang ( Imam, 2013).

    9. Proses Penularan Tuberkulosis Paru

    a. Proses Penularan

    Daya penularan dari seorang penderita tuberkulosis paru ditentukan oleh:

    1) Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita.

    2) Penyebaran kuman diudara.

    3) Penyebaran kuman bersama dahak berupa doplet dan berada disekitar

    penderita tuberkulosis paru.

    Kuman Microbakterium Tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru

    dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA

    positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita yang kumannya tidak

    dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA

    negatif ) dan sangat kurang menular. Penderita Tuberkulosis Paru dengan

    BTA positif mengeluarkan kuman – kuman di udara dalam bentuk droplet

  • 16

    yang sangat kecil pada waktu bersin atau batuk.Droplet yang sangat kecil

    ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman

    tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam.

    Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika

    kuman tersebut menetap dalam paru orang yang menghirupnya kuman

    mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Apabila

    seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan

    berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,

    menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat

    tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian(Notoatmodjo, 2007).

    b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit

    Tuberkulosis Paru

    Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit

    sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu

    (host), dan lingkungan (environmen ).

    1) Agent / Bibit penyakit

    a) Macam Sumber Penularan

    Sumber penularan adalah dahak penderita TB. TB menular

    melalui udara bila penderita batuk, bersin dan berbicara dan

    percikan dahaknya yang mengandung kuman TBC melayang-

    layang di udara dan terhirup oleh orang lain. Umumnya sumber

    infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.

    Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak

    langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.Penderita

    TBC Paru dengan BTA Positif, dapat menularkan kepada 10

    orang di sekitarnya.(BTA Positif artinya dalam parunya terdapat

    bakteri TB), (Emiliadiasri, 2011).

  • 17

    b) Spesies / Kelas Agent

    Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada

    manusia terutama oleh Mycobacterium tuberculosis.Bakteri

    Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru)

    tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat.System

    limfatik, system sirkulasi, system genitourinary, tulang,

    persendian, dan bahkan kulit.

    c) Jumlah agent

    Tidak semua orang menjadi sakit walaupun mendapat

    infeksi.Status infeksi suatu masyarakat dapat diketahui dengan tes

    tuberkulin. Jika tes tuberkulin positif dianggap seseorang telah

    terinfeksi oleh basil tuberkulosis

    2) Host / Pejamu

    a) Kepadatan populasi

    Keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,

    lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat

    memudahkan penularan tuberkulosis paru.Luas lantai bangunan

    rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya

    luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan

    jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload.Hal ini

    tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya

    mengkonsumsi oksigen. Bila salah satu anggota keluarga terkena

    penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga

    yang lain.

    b) Perilaku

    Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

    Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara

  • 18

    penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh

    terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya

    berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

    c) Pekerjaan

    Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

    setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu

    paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi

    terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis

    udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama

    terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB

    Paru.

    Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap

    pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap

    pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan

    kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap

    kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang

    mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi

    makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan

    bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi

    yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit

    infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah

    dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi

    rumah yangdimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga

    akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

    d) Umur

    Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB. Terdapat 3

    puncak kejadian dan kematian :

  • 19

    (1) Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua

    penderita,

    (2) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda (pada usia

    muda atau usia produktif (15–50 tahun)sesuai dengan

    pertumbuhan,

    (3) Perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada

    wanita.

    (4) Puncak sedang pada usia lanjut. Pada usia lanjut lebih dari 55

    tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat

    rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-

    Paru.

    e) Jenis Kelamin

    Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-

    laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam

    periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal

    akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan

    lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru

    dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.

    Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena

    merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat

    menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah

    terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

    f) Imunitas

    Status gizi seseorang, kondisi kesehatan secara umum, tekanan

    fisik-mental dan tingkah laku juga berperan penting dalam

    mekanisme pertahanan umum atau imunitas seseorang terhadap

    penyakit.Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi

    merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan

    penularan dan pemberantasan TBC di Indonesia.

    g) Pendidikan

  • 20

    Orang dengan tingkat pengetahuan rendah, terutama tingkat

    pengetahuan tentang penyakit yang rendah dan tidak ada

    pengalaman sebelumnya tentang TB akan bersifat tidak peduli

    dan lalai akan penyakit yang sedang dialami orang tersebut.

    3) Environment/ Lingkungan

    a) Sanitasi ruangan

    Sanitasi ruangan yang baik dapat meminimalisir terjadinya TB,

    karena atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang

    biakan kuman.Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan

    menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan

    sebagai media yang baik bagiberkembangbiaknya

    kumanMycrobacterium tuberculosis(Emiliadiasri, 2011).

    Sanitasi ruangan untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam

    m2/orang.Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari

    kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.Untuk rumah

    sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.Untuk kamar tidur

    diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah

    penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur

    yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur

    sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami

    istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara

    yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya

    2,75m.

    b) Sanitasi Udara

    Pengaturan sanitasi udara dengan mengupayakan ventilasi yang

    baik (cross ventilation), agar partikel dari orang batuk atau bersin

    dapat cepat terdilusi di udara sehingga kandungan bakteri lebih

    kecil.

  • 21

    (1) Aerasi ruangan

    Untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam ruangan maka

    dibuat ventilasi agar aliran udara lancar. Ventilasi untuk

    menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap

    segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan

    oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya

    ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

    rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan

    kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya

    proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

    Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk

    pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab

    penyakit Tuberkulosis Paru.

    (2) Sinar matahari

    Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar

    matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta

    sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni

    akan sangat berkurang.

    (3) Pencahayaan ruangan

    Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan

    luas jendela kaca minimum 20% luas lantai.Jika peletakan

    jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang

    genteng kaca.Cahaya ini sangat penting karena dapat

    membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya

    basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan

    masuk cahaya yang cukup (Emiliadiasri, 2011).

  • 22

    10. Pencegahan Tuberkulosis Paru

    Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat pada

    petugas kesehatan (www.library.usu.ac.id).Terdapat beberapa cara untuk

    mencegah TBC, yaitu:

    a. Pegawasan penderita, Kontak dan Lingkungan

    1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk

    dan membuang dahak tidak disembarang tempat. Bila harus meludah,

    gunakan tempat seperti tempolong atau kaleng tertutup, untuk

    menampung dahak. Cara yang aman untuk menjauhkan dahak Anda

    dari orang lain adalah buanglah dahak Anda ke lubang WC, atau

    timbun tampungan dahak ke dalam tanah di tempat yang jauh dari

    keramaian.

    2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan terhadap bayi

    harus diberikan vaksinasi BSG.

    3) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang terinfeksi, pengobatan

    khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita

    yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program

    pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis

    untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

    4) Des-Infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,

    perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat

    tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

    5) Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa digunakan di tempat-tempat

    di mana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk

    bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang

    tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat

    di dalam udara.

  • 23

    6) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang

    penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang

    ditimbulkannya.

    7) Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan

    risiko tinggi TBC, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes

    tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya

    penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9 bulan.

    8) Penderita tidak perlu tidur terpisah dari keluarga selama menjalankan

    pengobatan dengan tekun dan teratur.

    9) Tidak meludah di sembarang tempat. Sebaiknya meludah di tempat

    ludah.

    10) Menjemur kasur, bantal dan tempat tidur terutama pagi hari.

    11) Immunisasi BCG, diberikan kepada bayi berumur 3-14 bulan.

    dapatkan secara Cuma-Cuma di Posyandu atau Puskesmas.

    b. Tindakan pencegahan

    1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor resiko, seperti

    kepadatan penghuni, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

    2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita dan

    pengobatan dini bagi penderita, kontak, suppect, perawatan.

    3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan

    terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai

    pencegahan.

    4) BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan

    perlindungan bagi ibunya dan keluarganya.

    5) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup

    udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan

    sebagainya.

    6) Pemeriksaan bakteriologi dahak pada orang dengan gejala TB.Paru

  • 24

    7) Pemeriksaan screning dengan tuberculin test pada kelompok beresiko

    tinggi, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit,

    petugas atau guru disekolah, petugas foto rontgen.

    8) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil

    pemeriksaan tuberculin test.Menurut dr.Yohannes Y.Laban, langkah

    atau cara pencegahan yang paling efektif ialah memutus rantai

    penularan, yaitu mengobati penderita sampai benar-benar sembuh

    serta melaksanakan pola hidup sehat dan bersih.

    11. Pengobatan Tuberkulosis Paru

    Tujuan pengobatan TB adalah:

    a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan

    produktivitas

    b. Mencengah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutan.

    c. Mencegah kekambuhan

    d. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain

    e. Mencegah terjadinya resisten obat serta penularannya.

    Pengobatan TB terbagi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.Pada

    umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.

    1) Obat anti tuberkulosis (OAT)

    Obat yang dipakai:

    a) Jenis obat lini pertama adalah:

    INH

    Rifampisin

    Pirazinamid

    Etambutol

    Streptomisin

    b) Jenis obat lini kedua adalah:

    Kanamisin

    Kapreomisin

  • 25

    Amikasin

    Kuinolon

    Sikloserin

    Etionamid/ Protionamid

    Para- Amino Salisilat (PAS)

    Obat- obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid, amoksilin +

    asam klavulanat, linezolid, clofazimin)

    OAT lini keduanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB

    multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kampreomisin,

    sikloserin, etionamid belum tersedia pasaran indonesia tetapi sudah

    digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR. Pengembangan

    pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk

    menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR (PDPI, 2011).

    2) Panduan obat anti tuberkulosis

    Pengobatan TB standar di bagi menjadi

    Pasien baru

    Panduan obat yang di anjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian

    dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka

    pemberian dosis setiap hari pada fase intensif di lanjutkan dengan

    pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOTS

    2HRZE/4H3R3

    Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,

    pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara

    individual.

    Tuberkulosis paru dan ekstraparu di obati dengan regimen pengobatan

    yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu:

    Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena beresiko

    kecacatan. Etambutol sebaiknya di gantikan dengan streptomisin.

  • 26

    TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai

    respons pengobatan(PDPI, 2011).

    3) Efek samping oat

    Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat.Bila efek samping

    ringan dapat diatasi dengan obat simtomatis maka pemberian OAT

    dapat dilanjutkan (PDPI, 2011).

    Tabel 4. Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT : (PDPI, 2011).Efek Samping Mayor Obat Tatalaksana Hentikan Obat

    penyebab dan rujuksecepatnya

    Kemerahan kulit dengan atautanpa gatal

    StreptomisinIsoniazidRifampisinPirazinamid

    Hentikan OAT

    Tuli (bukan disebabkab olehkotoran)

    Streptomisin Hentikan streptomisin

    Pusing Streptomisisn Hentikan streptomisin

    Kuning (setelah penyebab laindisingkirkan), hepatitis

    IsoniazidPirazinamidRifampisisn

    Hentikan pengobatan TB

    Efek samping Minor Obat Teruskan pengobatan,evaluasi dosis obat

    Bingung (di duga gangguanhepar berat bila bersamaandengan kuning)

    Sebagian besar OAT Hentikan pengobatan TB

    Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol

    Syok, purpura, gagal ginjalakut

    Rifampisin Hentikan Rifampisin

    Penurunan jumlah urine Streptomisin Hentikan Streptomisisn

  • 27

    Tidak nafsu makan, mual dannyeri perut

    PirazinamidRifampisinIsoniazid

    Hentikan obat bersamaandengan makanan ringan atausebelum tidur dan anjurkanpasien untuk minum obatdengan air sedikit demi sedikit.Apabila terjadi muntah yangterus menerus, atau ada tandaperdarahan segera pikirkansebagai efek samping mayor dansegera rujuk.

    Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin

    Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berika obatsebelum tidur.

    Urine berwarna kemerahanatau oranye

    Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknyapasien diberi tahu sebelumpengobatan

    Sindrom flu (demam,menggigil, malaise, sakitkepala, nyeri tulang)

    Dosis Rifampisinintermiten

    Ubah pemberian dari intermitenke pemberian harian.

    4) Pengobatan suportif

    a). Pasien rawat jalan

    Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan

    klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat,

    pasien dapat dilakukan pengobatan rawat jalan.Selain OAT

    kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif untuk

    meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/

    keluhan.Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil

    akhir penyakit infeksi termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi

    kurangnya nutrisi.Makanan sebaiknya bersifat tinggi kalori

    protein, secara umum protein hewani lebih superior dibanding

    nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien

    seperti Zink, vitamin D, A,C dan zat besi diperlukan untuk

    mempertahankan imunitas tubuh yang berperan penting dalam

    melawan TB (PDPI, 2011).

    Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB

    adalah:

  • 28

    (1) Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6

    kali perhari lebih diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga

    kali perhari

    (2) Bahan- bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak

    nabati, mentega kacang, telur dan bubuk susu kering

    nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan bubur, sup, kuang

    daging, atau minuman berbahan kandungan kalori dan

    protein tanpa menambah besar ukuran makanan.

    (3) Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang

    dikomsumsi untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium

    secara adekuat.

    (4) Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran di komsumsi tiap hari.

    (5) Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver serial,

    polong, kentang, pisang.

    (6) Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori

    tinggi, tidak memiliki vitamin dan juga dapat memperberat

    fungi hepar.

    (7) Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8

    gelas per hari)

    (8) Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.

    b) Pasien rawat inap

    TB paru disertai keadaan/ komplikasi sebagai berikut:

    (1) Batuk darah masif

    (2) Keadaan umum buruk

    (3) Pneumotoraks

    (4) Empiema

    (5) Efusi pleura

    (6) Sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura

    Pengobatan suportif/ simptomatis yang diberikan sesuai dengan

    keadaan klinis dan indikasi rawat.

  • 29

    5) Directly Observed Tretment Short Course (DOTS)

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci

    keberhasilan program penanggulangan TB adalah strategi DOTS

    (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan

    oleh WHO. Strategi DOTS menyarankan adanya suatu pengawasan

    minum obat (PMO) bagi penderita Tuberkulosis Paru selama

    menjalani pengobatan hingga tuntas, yakni dalam rentang waktu

    antara 6-9 bulan. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:

    a) Komitmen politis

    b) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya

    c) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus

    tuberklosis dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk

    pengawasan langsung pengobatan.

    d) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu

    e) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan

    penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja progran

    secara keseluruhan, dalam perkembangan dalam upanya ekspansi

    penanggulangantuberkulosis.

    Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang

    direkomendasikan oleh WHO:

    (1) Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan

    penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang

    efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu.

    (2) Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan

    aktivitas gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan lain

    yang relevan.

    (3) Konstribusi pada sitem kesehatan, dengan kolaborasi bersama

    program kesehatan yang lain dan pelayanan umum.

  • 30

    (4) Melibatkan seluruh praktis kesehatan, masyarakat, swasta dan

    nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private

    Mix untuk mematuhi International Standars of TB Care.

    (5) Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk

    berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif.

    (6) Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan

    obat baru, alat diagnostik dan vaksin.

    Jenis dan Dosis pengobatan Tuberkulosis Paru yaitu:

    (a) Isoniasid

    Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh

    90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

    pengobatan.Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

    keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang

    berkembang.Dosis pengobatan harian 300-400mg, sedangkan

    pengobatan intermiten 700-800 mg. Efek samping adalah

    rasa kesemutan didaerah tangan dan kaki.Keluhan ini hanya

    banyak ditemukan pada pasien gizi buruk.

    (b)Rifampisin (R)

    Bersifat bakterisid, bekerja baik di dalam maupun diluar sel.

    Dosis pengobatan harian 450–600 mg, sedangkan pengobatan

    intermiten 600 mg.Efek samping obat ini adalah mual, sakit

    kepala.Sebaiknya obat ini diminum sebelum tidur dimalam

    hari.

    (c)Pirasinamid (Z)

    Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada

    dalam sel dengan suasana asam.Dosis harian yang dianjurkan

    25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga

    kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.Efek

  • 31

    samping obat ini rasa mual yang hebat dan nyeri pada ulu

    hati.

    (d)Streptomisin (S)

    Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg

    BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga kali

    seminggu digunakan dosis yang sama. Efek samping dapat

    menimbulkan rasa kesemutan disekitar mulut dan muka saat

    obat disuntikan.

    (e)Etambutol (E)

    Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan

    25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten (tahap

    lanjutan)tiga kali seminggu digunakan dosis 45-50 mg/kg

    BB.

    Pengobatan diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap

    lanjutan (intermiten).Pada tahap intensif penderita mendapat OAT setiap hari

    selama dua bulan.Bila tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita

    menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.Sebagian besar

    penderita Tuberkulosis Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada

    akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan (intermiten) penderita mendapat

    jenis OAT tiga kali dalam seminggu, namun dalam jangka waktu selama empat

    bulan ( Emiliadiastri, 2011).

    C. Kerangka Konsep

    Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

    Skema 2.1

    Kerangka Konsep

    Variabel Independent Variabel Dependent

    Peran Perawat

    - Baik

    - Cukup

    - Kurang

    Pencegahan Penularan Tuberklosisparu

    - Baik- Buruk

  • 32

    D. Hipotesis

    a. Ha : Terdapat hubungan antara peran perawat terhadap pencegahan

    penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia

    Medan Tahun 2015.