Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Badan Usaha Milik Negara
1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara.
Menilik latar belakang sejarah, kehadiran BUMN sebetulnya sudah ada
sebelum Indonesia merdeka. Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sudah
dikenal badan usaha negara seperti, spoorswagen (SS), Gemeenschapelijke
Mijnbow Maatscapij Biliton (GMB), perusahaan ini bergerak di bidang tambang
timah di pulau Belitung, Perusahaan Pegadaian, PLN, PTT, dan sebagainya.
Setelah era kemerdekaan pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh utilitas
publik tersebut sebagai perusahaan negara dengan status jawatan, misalnya
Jawatan Kereta Api, Jawatan PTT, Jawatan Pegadaian, dan sebagainya.12
Pada hakikatnya keberadaan BUMN sendiri merupakan peninggalan atau
warisan sejarah pemerintahan Hindia Belanda melalui program nasionalisasi dan
setelah itu BUMN difungsikan sebagai “agent of development”.13 Selain dari
meneruskan BUMN sebagai warisan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah
Indonesia mendirikan BUMN berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-
Undang Dasar NRI 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa “Cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara”. Atas dasar tersebut pemerintah membentuk badan
usaha yang berperan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Seiring
dengan berkembangnya waktu, peran BUMN sendiri menjadi tambah penting
pada saat usaha swasta dan koperasi yang diharapkan bersama-sama dengan
BUMN justru tidak optimal atau tidak memainkan peran yang berarti.
Akibatnya, pendirian BUMN pada saat itu dipilih sebagai alternatif guna
mengembangkan roda perekonomian nasional, disamping belum adanya minat
12 Aminuddin Ilmar, Op.Cit, Hlm. 72. 13 Ibid, Hlm. 74.
12
dan kemampuan usaha swasta maupun nasional maupun koperasi untuk
memasuki bidang-bidang usaha tertentu. Padahal investasi sangatlah dibutuhkan
untuk memacu roda perekonomian nasional. Pada saat itulah BUMN hadir
sebagai “pioneer” dalam perekonomian nasional. Atas konsep-konsep yang sudah
dipaparkan tesebut maka pendirian BUMN terdiri atas berbagai faktor yaitu
Pertama, BUMN sendiri merupakan “agen of development” yang kemudian
menjadi warisan pemerintahan Hindia Belanda. Kedua, atas warisan pemerintahan
Hindia Belanda tersebut pemerintah Indonesia membentuk sebuah payung hukum
yang memungkinkan sebuah badan usaha negara untuk mengelola cabang
produksi yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan strategis
dalam perekonomian nasional. Ketiga, belum optimalnya badan usaha swasta dan
koperasi dalam memainkan peran membaut BUMN menjadi “garda” terdepan
dalam perekonomian nasional karena pada saat itu Indonesia sedang
membutuhkan investasi guna memacu roda perekonomian nasional.
Berbagai peraturan perundangan memberikan definisi tentang Badan
Usaha Milik Negara. Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara, yang
selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.14 Sementara itu dalam Surat Keputusan
Menteri Keuangan RI No.740/KMK 00/1989 yang dimaksud dengan BUMN
adalah Badan Usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara (Pasal 1 ayat
(2)a), atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi
statusnya disamakan dengan BUMN yaitu (Pasal 1 ayat (2) b):15
1. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah
daerah.
2. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN
lainnya.
14 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 15 Pandji Anoraga, BUMN, Swasta dan Koperasi Tiga Ekonomi, Jakarta:Dunia Pustaka Jaya, 1995,
Hlm. 1.
13
3. BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta
nasional/asing dimana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
BUMN adalah badan usaha yang berbeda dengan badan usaha swasta. Hal
ini dikarenakan BUMN tidaklah murni 100% persen (seratus persen) pemerintah
dan tidak murni bisnis 100% (seratus persen). Dalam kepemilikan tersebut terlihat
bahwa BUMN dapat dikatakan sebagai Public Enterprise.16 Di sinilah letak yang
membedakan BUMN dengan BUMS. Apabila diuraikan lebih lanjut, maka ada
tiga makna terkandung dalam BUMN yakni public purpose, public ownership,
dan public control dimana dari ketiga makna tersebut public purpose-lah yang
menjadi inti dari konsep BUMN yaitu hasrat pemerintah untuk mencapai cita-cita
pembangunan.17 Keiistimewaan lain dari BUMN yang tidak dimiliki BUMS
dirumuskan sebagai “ A corporation clothed with the power of government but
possessed the flexibility an initiative of a private enterprise”18 (suatu badan usaha
yang “berbaju” pemerintah tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai
perusahaan swasta).
2. Pengaturan Badan Usaha Milik Negara.
Pembentukan BUMN sendiri tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) dan 2
Undang-Undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara disebutkan
secara jelas sifat pendirian BUMN, dimana BUMN merupakan kesatuan produksi
yang bersifat:19
a. Memberi jasa;
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan
c. Memupuk pendapatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan utama BUMN adalah untuk
mendorong atau memacu roda perekonomian nasional dengan mengutamakan
kebutuhan rakyat, di sisi yang lain BUMN sebagai badan usaha tidak hanya
16 Ibid, Hlm. 2 17 Ibid, Hlm. 2-3 18 Ibid. 19 Aminuddin Ilmar, Op.cit, Hlm. 74.
14
berorientasi kepada nilai keuntungan semata melainkan harus memperhatikan
aspek-aspek pelayanan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum.
Dengan demikian, dapat dirinci bahwa tujuan negara mendirikan BUMN adalah
untuk:20
a. Pertama, untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada
masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu keuangan negara.
b. Kedua, untuk mengejar keuntungan, Meskipun maksud dan tujuan persero
adalah mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu adalah melakukan
pelayanan umum. Persero dapat diberikan tugas khusus dengan
memerhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
c. Ketiga, BUMN memiliki fungsi menyelenggarakan kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai
bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
d. Keempat, pendirian BUMN diharapkan menjadi perintis kegiatan-kegiatan
usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan korporasi.
3. Bentuk Usaha Dalam Badan Usaha Milik Negara.
Dalam menjalankan roda bisnisnya, BUMN mengambil berbagai bentuk
usaha. Data yang dihimpun dari Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/ Badan
Pengelolaan BUMN. Pada tahun 1997, ada 188 perusahaan BUMN yang terdiri
atas 6 sektor mulai dari industri/perdagangan, jasa keuangan, migas, tambang,
perumahan dan sebagainya.21 Kepemilikan negara pada BUMN menurut status
hukumnya dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu : Patungan Minoritas,
Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM), dan Persero.
Berdasarkan Laporan Menteri Keuangan, Jumlah BUMN terakhir berdasarkan
20 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan di Indonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti, 2010,
Hlm. 171 21 Indra Bastian, Privatisasi Di Indonesia, Jakarta:Salemba Empat Patria, 2002, Hlm. 121.
15
status hukumnya sampai dengan Maret 2001 sebanyak 188 perusahaan tersebut
terdiri atas 125 Persero, 13 Perum, 15 Perjan, 21 Perusahaan Patungan Minoritas
dan 14 anak Perusahaan Holding Company.22
a. Perusahaan Jawatan (PERJAN).
Perusahaan Jawatan atau yang sering disingkat dengan PERJAN adalah
perusahaan negara yang tidak berbadan hukum. Perusahaan ini diutamakan untuk
kegiatan di bidang penyediaan jasa bagi masyarakat dan tidak mengutamakan
keuntungan.23 Bidang kegiatan usaha perjan semata-mata dititik beratkan pada
pelayanan masyarakat (public service) sehingga tidak semata-mata mencari
keuntungan saja. Pengaturan mengenai Perjan sendiri tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa Perusahaan Jawatan
adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah dan merupakan
kekayaan negara, yang tidak dapat dipisahkan serta tidak terbagi atas saham-
saham. Akan tetapi, dalam perkembangannya status Perusahaan Jawatan ini
ditingkatkan menjadi Perum bahkan Persero.
b. Perusahaan Negara Umum (PERUM).
Perum atau yang disingkat dengan Perusahaan Umum merupakan
perusahaan negara yang dibentuk selain melayani kepentingan umum juga
berfungsi untuk mencari keuntungan. Ketentuan mengenai Perum sendiri dimuat
dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1969 kemudian disempurnakan dalam
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa Perum adalah
BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara yaitu berupa kekayaan negara
yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
Organ Perum sendiri dapat didefinisikan sebagai:24
1) Menteri;
2) Direksi: dan
22 Ibid. 23 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Global, Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2008, Hlm. 45. 24 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta; FH UIIPress, 1996, Hlm.69-70
16
3) Dewan Pengawas.
Menteri di sini adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemilik modal dalam Perum. Menteri yang dimaksud
adalah Menteri Negara BUMN. Kedudukan Menteri disini menurut Penjelasan
Pasal 37 Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah sebagai
organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perum yang mempunyai segala
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Pengawas. Menteri
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki beberapa kewenangan yang
diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yaitu:25
1) Memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang
diusulkan direksi;
2) Kebijakan pengembangan usaha yang diusulkan oleh Doreksi kepada
Menteri mendapat persetujuan Dewan Pengawas;
3) Kebijakan pengembangan usaha yang sesuai dengan maksud tujuan
Perum.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 juga menjelaskan bahwa,
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat
Perum. Ia juga tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum yang telah
dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:26
1) Baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan
Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
2) Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perum; dan
3) Langsung atau tidak langsung secara melawan hukum menggunakan
kekayaan Perum.
Usaha yang dijalankan oleh Perum sendiri haruslah memegang teguh
syarat-syarat efisiensi, efektivitas dan ekonomi, serta bentuk pelayanan yang baik
terhadap masyarakat atau nasabahnya dengan status badan hukum yang pada
25 Ibid, Hlm. 70 26 Ibid.
17
umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities).27 Modal perum
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan bahwa seluruhya dimiliki oleh
negara yang dipisahkan serta mempunyai dan memperoleh dana dari kredit-kredit
dalam dan luar negeri atau obligasi dari masyarakat.28 Dalam status kepemilikan
Perum tidak dibagi atas saham-saham sehingga tidak memungkinkan adanya kerja
sama patungan (joint venture) seperti Persero. Mendirikan perum dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan otomatis
memperoleh status sebagai badan hukum sejak pendiriannya.
c. Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan Negara Perseroan atau yang disingkat dengan Persero
merupakan perusahaan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dikuasai
oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung.29 Pada hakikatnya
pembentukan badan usaha ini lebih berorientasi untuk mendapatkan keuntungan
dengan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sektor
swasta dan koperasi. Dalam prakteknya PT Persero ini hampir tidak ada bedanya
dengan PT-PT biasa, kecuali unsur pemerintah di dalamnya yang masih
mayoritas.30
Pengaturan mengenai Perusahaan Negara dalam bentuk Perseroan dulu
diatur dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
lalu disempurnakan melalu Peraturan Pemerintah Nomor. 12 Tahun 1998, hingga
saat ini Perusahaan Negara tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor. 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.Selain itu Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan dari pendirian Persero adalah
31untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
27 R.T . Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan
(Bentuk-bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia), Hlm. 196. 28 Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, Jakarta:Pradnya Paramita, 1986, Hlm. 466. 29 Indra Bastian, Op.Cit, Hlm. 120. 30 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 45. 31 Pasal 12, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
18
Berdasarakan definisi di atas, dapat ditarik unsur-unsur yang melekat di dalam
Persero yakni:
a. Persero adalah badan usaha;
b. Persero adalah Perseroan Terbatas32
Mengingat Persero adalah PT, pendiriannya dan pengelolaan Persero juga
harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor. Tahun 1995 dengan
beberapa pengecualian. Pasal 3 dan Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa BUMN, dalam hal ini
Persero juga tunduk pada Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995
termasuk perubahannya (jika ada) dan peraturan pelaksanaan. Salah satu
pengecualian ketentuan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 terhadap
Persero adalah penyimpangan terhadap ketentuan jumlah pemegang saham
Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 mensyaratkan ada dua orang
pemegang saham. Ketentuan ini dikecualikan terhadap Persero, karena di
dalam Persero adakalanya negara memegang atau menguasai 100% saham
Persero.
c. Modalnya terbagi atas saham;
Negara menguasai 100% (seratus persen) atau paling sediki 51% saham
perusahaan yang bersangkutan. Dalam kasus privatisasi “PT Indonesia
(Persero) Tbk, negara melepaskan mayoritas kepemilikan saham Persero
tersebut kepada pihak asing. Konsekuensinya, Persero tersebut telah
menjadi perusahaan swasta sehingga menjadi PT. Indosat Tbk.
d. Tujuan didirikannya Perseroan adalah untuk mencari keuntungan.
Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar
pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri
Keuangan. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan. Dalam persaingan ekonomi global Persero
dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang/jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Hal ini tentu akan menguntungkan
pada nilai persero itu sendiri dan pihak-pihak lain yang bersangkutan.
32 Ridwan Khairandy, Op.Cit, 69-70.
19
4. Perkembangan Badan Usaha Milik Negara.
Istilah tentang Perseroan Terbatas (PT) dahulu dikenal dengan nama
Naamloze Vennootschap (NV), selain itu dikenal juga istilah lainnya seperti
Corporate Limited (CO.Ltd), Sendiri Dagang Bendhard (Sdn BHD). Perseroan
Terbatas sendiri terbagi atas dua kata yakni “Perseroan” dan “Terbatas”.
Perseroan merujuk pada sero-sero atau saham-saham, lalu kata “Terbatas”
merujuk kepada pemegang saham yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal
semua saham yang dimilikinya.33
Perseroan sendiri dulu lebih terkenal dengan nama “Naamloze
Vennootschap”, ini merupakan bentuk usaha yang sering dipakai oleh pedagang-
pedangan, pengusaha dan sebagainya untuk mencapai maksud dan tujuan dalam
mencari keuntungan dalam lapangan industri. Sebagai sebuah badan hukum
Perseroan tidak memiliki beda dengan manusia (natuurlijke persoon) dalam
melakukan kegiatan hukum.
Merunut sejarah yang ada, Perseroan pada awalnya diatur melalui Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
hanya terdapat 20 Pasal yang khusus mengatur mengenai Perseroan Terbatas.
Atas minimnya dan sederhananya pengaturan tersebut, dibuatlah aturan mengenai
Perseroan Terbatas melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. KUH Perdata
mengartikan Perseroan dalam bentuk dasar berupa perkumpulan. Perkumpulan
yang dimaksudkan di sini adalah perkumpulan dalam arti luas, dimana tidak
mempuyai kepribadian tersendiri dan yang mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:34
a. Kepentingan bersama;
b. Kehendak bersama;
c. Tujuan bersama;
d. Kerja sama;
33 Asikin Zainal dan Suhartana L. Wira, Pengantar Hukum Perusahaan, Jakarta:Kencana, 2010,
Hlm. 51 34 R.T Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Op.Cit, Hlm. 9.
20
Tujuan dari dibentuknya sebuah Perseroan adalah untuk mencari
keuntungan kemudian dibagikan pada pemegang saham masing-masing dengan
besaran yang sudah ditentukan.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.35 Atas pengertian yang tertuang
dalam Undang-Undang tersebut maka sebagai suatu Perseroan yang melahirkan
suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechtpersoon, legal person, legal entity)
harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:36
a. Merupakan Persekutuan Modal.
Untuk menjalankan roda kegiatannya sebuah Perseroan haruslah memiliki modal.
Modal tersebut sering disebut juga dengan modal dasar “authorized capital”,
yaitu adalah jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akte
Pendirian atau AD. Perseroan.37 Modal dasar tersebut terdiri atas saham atau sero
(aandelen, share, stock). Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu,
dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota
Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Jadi, ada
beberapa orang pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola perusahaan.
Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan
hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota
yang terdiri dari pemegang saham (aandeelhoulder, shareholder). Namun yang
lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang
atau anggotanya sebagai dimana diatur dalam Pasal 1618 Perseroan Terbatas.
35 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 36 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, Hlm. 34. 37 Syahrul, S.E, Muhammad Afni Nazar dan Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta:Citra
Harta Prima Jakarta, 2000, Hlm. 98.
21
b. Didirikan Berdasarkan Perjanjian.
Pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas sudah jelas bahwa sebagai sebuah badan hukum Perseroan
didirikan atas dasar “perjanjian”. Maka dari itu pendirian sebuah Perseroan
haruslah memenuhi hukum perjanjian yang tertuang dalam buku ketiga KUH
Perdata yakni Pasal 1313-1319 tentang ketentuan umum perjanjian, Pasal 1320-
1337 tentang syarat sahnya suatu perjanjian dan Pasal 1338-1341 tentang akibat
dari perjanjian tersebut. Maka dari itu lahirnya sebuah Perseroan sebagai sebuah
badan hukum bersifat “kontraktual” (contractual, by contract) yaitu bahwa
Perseroan lahir dikarenakan perjanjian. Selain itu sebuah Perseroan sebagai
sebuah badan hukum juga bersifat “konsensual” (consensuel, consensual) yaitu
berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian.38
Sesuai dengan ketetuan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2007, supaya perjanjian untuk mendirikan Perseroan sah menurut Undang-
Undang, pendirinya paling sedikit 2 orang atau lebih. Hal itu dijelaskan pada
penjelasan Pasal 27 ayat 1 alinea kedua, bahwa prinsip yang berlaku berdasar
Undang-Undang ini, Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan
perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham.
Adapun yang dimaksud dengan orang menurut penjelasan dimaksud, adalah:39
a. Orang perseorangan (natuurlijke persoon, natural person) baik warga
negara maupun orang asing.
b. Badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Apa yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) maupun penjelasan Pasal itu,
sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata. Dimana bahwa suatu perjanjian adalah
perbuatan dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya. Selanjutnya, Pasal
1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah maka haruslah
memenuhi kesepakatan (overeenkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid,
competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu
38 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 53. 39 Ibid.
22
(bepalde onderwarp, fixed subject matter), dan suatu sebab yang halal
(geeorloofde oorzaak, allowed cause). Maka, apabila perjanjian itu sah Pasal 1338
KUH Perdata mengatakan bahwa perjanjian itu mengikat sebagi Undang-Undang
kepada mereka.40
c. Melakukan Kegiatan Usaha.
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa maksud dan tujuan suatu Perseroan
haruslah dicantumkan dalam AD Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan. Dalam Pasal 18 tersebut, maksud dan tujuan merupakan “usaha
pokok” Perseroan. Sedangkan “kegiatan usaha” merupakan “kegiatan yang
dijalankan” oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan:41
a. Kegiatan usaha harus “dirinci” jelas dalam Anggaran Dasar Perseroan.
b. Rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.
Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas membagi Perseroan ke dalam dua jenis yaitu
Perseroan Terbuka dan Perseroan Tertutup. Jika kita melihat ke negara Belanda,
maka ternyata ketentuan-ketentuan yang mengatur B.V, kembali diulang dalam
mengatur N.V., sehingga terlihatlah banyak terjadi pengaturan secara lengkap.
Laginya dalam praktek di Indonesia ternyata tidak ada keperluan untuk
membedakannya, maka rencananya tetap dipertahankan tradisi yang lama, yakni
hanya satu bentuk hukum untu perseroan bersaham dengan tanggung jawab
terbatas, yaitu apa yang dinamakan dengan Perseroan Terbatas atau disingkat PT.
Sedang untuk melindungi pihak ketiga dan atau masyarakat terhadap PT-PT yang
go public, bersifat terbuka diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
40 Ibid. 41 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 38.
23
Dari penelitian yang dilakukan atas 262 tambahan Berita Negara dari Tahun 1971
sampai 1975, dari 3141 populasi PT ternyata:42
a. Dilihat dari jumlah pemegang saham, 76,72% berkisar antara 2-5 orang
sementara yang melebihi 20 orang pemegang saham hanyalah 1,91%.
b. Dalam pada itu dilihat dari ketentuan tata cara peralihan saham, 91,60%
mengandung klausula “blokkering”.
i. Perseroan Tertutup.
Perseroan Tertutup atau dalam bahasa Belanda nya dikenal dengan
“Besloten VennotschaPeraturan Pemerintahen” ialah Perseroan dimana tidak
semua orang dapat atau bisa menanamkan sahamya dalam perusahaan tersebut.
Supaya dapat dikategorikan dalam suatu Perseroan tertutup maka, seluruh surat
sahamnya harus dituliskan atas nama.43
Pada umumnya, perusahaan seperti ini merupakan perusahaan keluarga.
Dan untuk menjaga surat saham tersebut biasanya, dalam surat saham ditulis
nama orang yang mempunyai hubungan tertentu. Ini untuk menghindari
pemindahan surat saham kepada orang lain. Dalam prakteknya saham sering kali
dibagi ke dalam dua macam, saham A dan B, yang biasanya disebut saham-saham
prioritas dan saham preferen, hanya dapat dibeli oleh orang-orang tertentu dan
diberikan atas nama. Dalam perusahaan dengan status Perseroan tertutup berlaku
ketentuan-ketentuan seperti Perseroan terbuka, akan tetapi dalam beberapa hal
Perseroan ini diperbolehkan untuk menyimpang dari ketentuan umum.
ii. Perseroan Terbuka.
Sesuai dengan namanya Perseroan terbuka adalah Perseroan dimana setiap
orang dapat membeli dan menanamkan sahamnya dalam perusahaan tersebut.
Pada umumnya, surat saham dalam perusahaan terbuka tidak tertulis atas nama,
42 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut
Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, Hlm. 133. 43 H. Roechmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung:ERESCO,
1993, Hlm. 16.
24
melainkan saham atas pengunjuk.44 Pengaturan mengenai Perseroan Terbuka
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menyatakan “Perseroan Terbuka adalah Perseroan
Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. 45
Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Undan-
Undang Pasar Modal emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dan
penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah mendaftarkan diri dahulu
ke BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Mengenai tata cara pendaftaran
Perseroan Tbk dalam rangka melakukan penawaran umum (public offering)
saham yang diterbitkannya diatur dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal.
iii. Perseroan Umum.
Perseroan umum adalah Perseroan terbuka, yang kebutuhan akan
modalnya dipenuhi dengan modal yang diperoleh dari umum dengan jalan
menjual surat-surat sahamnya dalam bursa. Pada umumnya, orang yang ikut serta
dalam saham Perseroan umum hanya memperhatikan kurs surat saham. Tujuan
dari membeli surat saham tersebut hanya untuk membungakan atau sebagai
spekulasi. 46 Dalam Perseroan jenis umum ini, mereka tidak memerdulikan siapa
direksi dan bahkan tidak punya kepentingan sama sekali dengan diadakannya
Rapat Umum Pemegang Saham, karena tidak pernah muncul dalam RUPS.
iv. Perseroan Terbatas Perseorangan.
Perseroan merupakan persekutuan dua orang atau lebih, maka dari itu
Perseroan tidak mungkin didirikan hanya oleh satu orang saja. Akan tetapi terbuka
kemungkinan, jika pada akhirnya Perseroan tersebut jatuh ke satu tangan
pemegang saham dikarenakan suatu hal tertentu. Dalam hal demikian dikatakan
terjelma Perseroan terbatas perseorangan.
44 H. Roechmat Soemito, Op.Cit, Hlm. 17 45 Pasal 1 ayat 7, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 46 H. Roecmat Soemitro, Op.Cit, Hlm. 18.
25
v. Kebangsaan P.T.
Perseroan merupakan badan hukum, karena itu Perseroan harus dapat
ditentukan kebangsaan badan hukum tersebut. Kebangsaan Perseroan ini penting
untuk menentukan Undang-Undang mana yang diperlakukan terhadap badan
hukum tersebut, dan hak serta kewajiban apa yang melindungi sebuah Perseroan
tersebut.47
Pada saat ini lazim dikenal “Multinational Corporations”, yaitu Perseroan
yang di beberapa negara melakukan usahanya, baik melalui subsidiary (anak
Perseroan) maupun dengan suatu cabang dengan karyawan-karyawan yang
sebagian besar berkebangsaan negara kedudukannya. Biasanya, Multi National
Corporations ini mempunyai usaha di berbagai negara dengan bentuk cang-
cabang atau permanent estlabishment maupun dengan bentuk (subsidiary).48
Untuk membatasi resiko, maka untuk sesuatu usaha di bidang tertentu maupun
usaha yang dilakukan negara asing dibentuk P.T (subsidiary) yang berdiri sendiri,
yang saham-sahamnya lazimnya dibeli oleh Perseroan induk (mother company).
B. Organ Perseroan Terbatas.
Sebagai sebuah subjek hukum buatan (artificial person), Perseroan tidak
mampu melakukan atau bertindak sendiri. Kondisi ini berbeda dengan manusia
(natural person) yang mempunyai kehendak, dan bentuk fisik yang nyata
sehingga memampukan manusia untuk bertindak sendiri dan melakukan aktivitas
hidupnya secara mandiri. Atas keterbatasannya itu, Perseroan membutuhkan
orang-orang yang mempunyai kehendak untuk menjalankan Perseroan tersebut
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan tersebut. Dalam Undang-Undang
Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas orang-orang yang
menjalankan roda kegiatan Perseroan disebut dengan Organ Perseroan. Organ
Perseroan itu terdiri atas rapat umum pemegang saham, direksi dan komisaris
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Rapat Umum Pemegang Saham.
47 H. Roechmat Soemitro, Op.Cit, Hlm. 19 48 Ibid.
26
Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disingkat dengan RUPS
merupakan organ Perseroan yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam Perseroan
tersebut. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 memberikan penjelasan tentang
RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diserahkan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.49 Berangkat dari pengertian ini
dapatlah disimpulkan bahwa Pertama, RUPS berbentuk rapat. Hal yang harus
dicermati adalah forum rapat berbeda dengan individu pemegang saham.50 Yang
dimaksudkan disini adalah bahwa ketika seorang individu memegang kekuasaan
tertinggi, ia tidak serta merta menjadi pemegang saham mayoritas. Kekuasaan
tertinggi baru muncul apabila diselenggarakan rapat dan rapat tersebut harus
memenuhi persyaratan formalitas Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Kedua, Kewenangan atau autoritas yang dimiliki oleh forum rapat ini
adalah kewenangan tersisa yang berdasarkan teori residual. Kewenangan ini pada
dasarnya lahir dari status kepemilikan Perseroan yang ada di tangan pemegang
saham. Pemegang saham adalah (bagian) pemilik Perseroan. Secara teoritis,
sebagai pemilik ia memegang hak untuk melakukan tindakan apa saja terhadap
benda yang dimilikinya. Dalam hal kepemilikan tersebut berupa Perseroan
Terbatas, maka pemilik secara bersama-sama (dalam forum) memiliki
kewenangan untuk melakukan tindakan apa saja terhadap Perseroan.
Ketiga, kewenangan yang ada pada forum rapat ini (sebagian) dapat
didelegasikan kepada organ lain, yaitu Direksi atau Dewan Komisaris.
Keleluasaan kewenangan yang didelegasikan dapat diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan/atau Anggaran Dasar PT atau melalu keputusan RUPS.
Kewenangan yang didelegasikan sejatinya ada yang bersifat sementara dan ada
yang bersifat tetap. Kewenangan yang didelegasikan , yang bersifat tetap
misalnya, kepengurusan perusahaan(secara umum) dan fungsi representasi
49 Pasal 1 ayat 4, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Salatiga:Griya Media, 2011, Hlm. 148.
27
(mewakili Perseroan baik di depan pengadilan maupun luar pengadilan).51
Adapun wewenang RUPS adalah sebagai:52
a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak.
b. Menyetujui dapat/tidaknya pemegang saham dan kreditor lain yang
mempunyai tagihan terhadap Perseroan untuk menggunakan hak tagihnya,
sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah
diambilnya.
c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan.
d. Menyetujui penambahan modal Perseroan.
e. Memutuskan pegurangan modal Perseroan.
f. Menyetujui rencana kerja yang dilakukan oleh direksi.
g. Memutuskan penggunaan laba bersih, meliputi penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan dan mengatur tata cara pengambilan dividen
yang telah dimasukkan ke cadangan khusus.
h. Memutuskan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan;
pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit; perpanjangan
waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan.
i. Mengangkat dan memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu, dengan
menyebutkan alasannya.
j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara direksi,
dalam hal direksi terdiri atas dua orang anggota atau lebih.
k. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota
direksi.
l. Mencabut dan menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota
direksi yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris.
m. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikannya
sebagai jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari
51 Ibid. 52 Zaeni Ashyadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Jakarta:Erlangga, 2012,
Hlm. 92
28
50% jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu transaksi atau lebih,
baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
n. Menyetujui dapat/tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atas
Perseroan kepada pengadilan niaga.
o. Mengangkat anggota dewan komisaris.
p. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota dewan komisaris.
q. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
r. Mengangkat komisaris independen.
s. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk
Perseroan.
t. Memutuskan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
Perseroan.
u. Memutuskan pembubaran Perseroan.
b. Direksi.
Direksi merupakan organ perusahaan yang memiliki kewenangan
menjalankan dan mengambil kebijaksanaan perusahaan (eksekutif). Direksi juga
bertanggung jawab penuh atas pengurusan untuk kepentingan dan tujuan
Perseroan Terbatas serta memiliki kewenangan mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan.53 Organ ini dipilih melalui Rapat Umum Pemegang
Saham maka dari itu organ ini bertanggung jawab kepada RUPS. Undang-Undang
Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang
perorangan. Itu berarti sistem hukum Perseroan Indonesia tidak dikenal adanya
pengurus Perseroan oleh badan hukum Perseroan lainnya ataupun oleh badan
usaha lain secara ex officio (baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum).54
53 Farida Hasyi, Hukum Dagang, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, Hlm. 153 54 Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta:Raih Asa Sukses, 2015, Hlm.
97.
29
Orang perseorangan yang diangkat menjadi direksi adalah mereka yang
cakap untuk bertindak hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan
ataupun anggota direksi atau komisaris yang pernah dinyatakan bersalah telah
menyebabkan pailitnya Perseroan tersebut, dan belum pernah dihukum penjara
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka
waktu 5 tahun terakhir, terhitung sejak tanggal pengangkatannya.55
Atas penjelasan di atas, maka direksi memiliki dua fungsi utama yakni
fungsi pengelolaan (manajemen) dan fungsi ke dua yaitu representasi
(perwakilan).56 Yang dimaksudkan dengan fungsi pertama adalah menempatkan
direksi sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya
perusahaan, khususnya dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Sementara itu itu, fungsi kedua yaitu fungsi representasi sejatinya menjadi
perwujudan subjek hukum ayng melekat pada Perseroan sebagai subjek hukum
(legal entity atau rechtpersoon). Dengan fungsi ini, direksi melakukan perbuatan
hukum tidak dalam kapasitas pribadi tetapi dalam status Perseroan.
c. Komisaris.
Organ komisaris merupakan organ yang menjalankan fungsi pengawasan
terhadap Perseroan (yudikatif). Organ komisaris ini juga dipilih oleh Rapat Umum
Pemegang Saham maka dari itu komisaris juga bertanggung jawab pada Rapat
Umum Pemegang Saham.57 Ada tidaknya lembaga komisaris ini sangat
tergantung pada pilihan system yang dipergunakan oleh suatu negara, Secara
teoritik dalam pengelolaan Perseroan terdapat dua sistem yaitu one tier board dan
two tiers board. Pada sistem one tier board, tugas pengaturan dan pengelolaan
persahaan berada di tangan dewan direksi. Board of Directors biasanya terdiri atas
dua unsur, yaitu executive directors dan outside directors yang biasanya bersifat
independen dalam menjalankan fungsi pengawasan.
55 Ibid. 56 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 167. 57 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 41,
30
Pengawasan yang harus dilakukan Dewan Komisaris meliputi
pengawasan umum dan pengawasan khusus. Tugas Utama Dewan Komisaris
adalah melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan pengurusan Perseroan
yang dilakukan direksi dan jalannya pengurusan pada umumnya.58 Tugas
memberikan nasihat berupa penyampaian pendapat atau pertimbangan yang layat
dan tepat kepada direksi merupakan tugas yang kedua dari Dewan Komisaris.
Selain kewajibannya Dewan Komisaris juga berwenang mengajukan gugatan atas
nama Perseroan bersama dengan pemegang saham minoritas terhadap anggota
direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga menimbulkan kerugian
pada Perseroan. Dewan Komisaris juga berhak memberhentikan Direksi untuk
sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.59
C. Badan Hukum, Teori Badan Hukum, dan Doktrin.
Dalam pemaparan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa Perseroan Terbatas
merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Penjelasan kalimat
dari “persekutuan modal” memiliki makna bahwa Perseroan Terbatas merupakan
badan hukum yang memberi penekanan pada aspek (persekutuan) modal.
Sehingga dalam kalimat ini dapat diartikan bahwa uang memiliki posisi yang
lebih tinggi dari orang. Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas memiliki
kedudukan subjek hukum. Kedudukan ini membawa konsekuensi hukum bahwa
Perseroan Terbatas dapat melakukan hak dan kewajibannya.60
Merunut dari sejarah, yang bisa melakukan suatu perbuatan hukum adalah
orang atau manusia (natuurlijke persoon) akan tetapi dalam perkembangannya
terjadi perluasan, dengan membentuk badan hukum (rechtpersoon). Badan hukum
sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan
kebutuhan masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan
kewajiban.61 Selain orang perseorangan yang secara alamiah menjadi subjek
hukum, hukum juga mengakui eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum,
58 Pasal 108 Ayat (1), Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 59 Pasal 106, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 60 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 58 61 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung:Alumni, 2005, Hlm. 21
31
yang dengan demikian berkedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Menurut Pasal 1653 KUH Perdata terdapat empat jenis badan hukum yaitu:62
a. Badan hukum yang didirikan oleh Pemerintah. Yang termasuk dalam
kategori badan hukum ini adalah badan hukum publik seperti provinsi,
kabupaten, kota, dll.
b. Badan hukum yang diakui oleh Pemerintah, misalnya gereja atau badan
keagamaan lainnya.
c. Badan hukum yang diizinkan oleh Pemerintah.
d. Badan hukum yang didirikan oleh pihak swasta.
Ketiga jenis badan hukum yang sudah dijelaskan memerlukan pengakuan
status dari pemerintah. Tanpa adanya pengakuan dari pemerintah, badan usaha
tersebut kedudukannya dalam lalu lintas hukum tidak diakui. Teori-teori dalam
Perseroan Terbatas muncul akibat adanya unsur personalitas dari Perseroan.
Beberapa teori badan hukum tersebut pada hakekatnya memberikan
bingkai terhadap eksistensi badan hukum dalam lalu lintas hukum. Dengan
berbagai argumentasi yang dikonstruksikan, pencetus teori badan hukum hendak
mengatakan bahwa status badan hukum Perseroan Terbatas menjadi memiliki
logika fikir yang memadai. Terlepas dari kelemahan dan keunggulan suatu teori,
Perseroan telah memiliki persona standi in judicio. Teori tersebut antara lain
adalah:
a. Teori Fiksi (Fictious Theory).
Teori ini sering disebut juga dengan teori entitas (entity theory) atau teori
agregat (aggregate theory), atau juga teori simbol (symbol theory). Pada intinya
teori ini menyatakan bahwa kumpulan orang dengan berbagai latar belakang,
kepentingan, dan unsur-unsur lainnya menyatukan dirinya sehingga membentuk
suatu simbol yaitu badan hukum tersebut yakni Perseroan tersebut. Teori ini
dipumpunkan pada paendirian bahwa yang bisa menjadi subjek hukum
sebenarnya hanya manusia, karena pada hakikatnya hanya manusia yang
mempunyai kehendak. Jadi, karena merupakan abstraksi saja maka tidak mungkin
62 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 60
32
menjadi subjek hukum. Sebab, hukum (hanya) memberikan kekuasaan dan
menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacaht).63 Badan hukum hanyalah buatan
pemerintah atau negara. Kelahiran badan hukum semata-mata melalui persetujuan
pemerintah dalam bentuk fiat, aroval atau concensus of the government.64 Dapat
ditarik kesimpulan bahwa sebetulnya teori ini mengakui bahwa sebagai hanya
manusia lah yang dapat menjadi subjek hukum. Tetapi manusia menjalankan,
menciptakan, badan hukum selaku subjek hukum diperhitungkan sama dengan
manusia.
b. Teori Organ (Organ Theory).
Teori organ ini merupakan reaksi terhadap teori fiksi. Tokoh pengemuka
dari teori organ ini adalah Otto Van Gierke (1841-1921). Ajaran teori ini disebut
sebagai leer der volledige realiteit (ajaran realitas yang sempurna). Teori ini
menyatakan bahwa badan hukum merupakan sesuatu yang sama dengan manusia
biasa. Memiliki kehendak seperti kepribadian manusia sehingga bentuknya sah
dalam lalu lintas kegiatan hukum. Menurut teori ini, badan hukum bukanlah suatu
hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada.65
Badan hukum menjadi suatu abdan yang membentuk kehendaknya dengan
perantaraan atau alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-
anggotanya atau seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan
perantaraan mulut atau tangan.
c. Teori Harta Kekayaan dalam Jabatan (Ambtelijk Vermogen).
Teori harta kekayaan ini menjelaskan bahwa hak yang dimiliki tersebut
haruslah digunakan agar ia mempunyai kedudukannya sebagai subjek hukum.
Untuk badan hukum, yang memiliki kehendak adalah pengurus. Pada badan
hukum semua hak tersebut diliputi oleh pengurus. Dalam jabatannya sebagai
pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu disebut ambtelijk vermogen.66
63 Ibid. 64 Harry G. Henn and John. R Alexander, The Law Of Corporation and Other Business Enterprise,
Minessota:West And Publishing Co, 1983, Hlm. 115. 65 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 62. 66 Ibid.
33
Teori ini dipelopori oleh Holder dan Binder, dan sebagai pengikutnya adalah FJ.
Oud.
d. Teori Kekayan Bersama.
Teori Kekayan Bersama ini menjelaskan bahwa pada intinya badan hukum
merupakan persekutuan antar manusia. Hal ini sudah jelas karena pada intinya
badan hukum berbeda konsep dengan manusia biasa yang mempunyai kehendak.
Maka dari itu, untuk menjalankan kehendaknya badan hukum membutuhkan
organ-organ untuk melakukan kehendak tersebut. Jadi, kepentingan badan hukum
adalah kepentingan dari seluruh anggota secara bersama-sama.
Karena badan hukum adalah perkumpulan, maka harta kekayaan yang
timbul yang diakibatkan oleh badan hukum tersebut merupakan kekayaan
bersama para anggota. Selanjutnya, badan hukum hanyalah suatu konstruksi
hukum belaka, dan hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak. Tokoh dari teori
kekayaan ini adalah Rudolf Von Jering (1818-1892), Marcel Planiol (Perancis)
dan Molengraaff (Belanda). Pengikut dari teori ini adalah antara lai Star
Busmann, Kranengrung, Paul Scholten dan Van Apeldoorn.67
e. Teori Kekayaan Bertujuan.
Teori kekayaan bertujuan menjelaskan bahwa kekayaan yang dihasilkan
oleh badan hukum merupakan sesuatu yang terpisah dari anggotanya. Teori ini
mengutamakan bahwa yang paling penting bukanlah siapakah badan hukum
tersebut melainkan kekayaan tersebut diurus untuk tujuan tertentu. Maka dari itu
teori ini berpandangan tidak peduli manusia atau bukan, tidak perduli kekayaan
tersebut merupakan hak yang normal atau bukan, intinya adalah tujuan dari
kekayaan tersebut.68
Secara sederhana dapat dikatakan teori ini berpandangan apa yang disebut
hak badan hukum adalah hak tanpa subjek hukum, oleh karena itu sebagai
penggantinya adalah kekayaan yang terikat pada suatu tujuan. Teori ini
dikemukakan oleh A. Brinz (Jerman) dan diikuti oleh van der Heijden.
67 Ibid. 68 Ibid.
34
f. Teori Kenyataan Yuridis.
Teori Kenyataan Yirudis ini merupakan penghalusan (verfijning) dari teori
organ. Yang dimaksud adalah badan hukum merupakan suatu bentuk yang sama
dengan manusia sebagai subjek hukum walaupun tidak dapat diraba, tidak
memiliki wujud yang riil dan konkrit. Menurut Meijers, badan hukum merupakan
suatu realitas, konkrit, dan riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayalan
(fiksi), tetapi merupakan suatu realitas hukum. Selanjutnya Meijers mengatakan
bahwa, teori ini merupakan kenyataan sederhana (eenvoudiege realiteit).
Kesederhanaannya terletak pada cara pandang orang ketika mempersamakan
badan hukum dengan manusia. Menurut dia dalam mempersamakan hendaknya
terbatas pada bidang hukum saja.69
Berbeda dengan teori organ yang bersifat mutlak, teori kenyataan yuridis
tidak lagi bersifat mutlak, artinya sekedar diperlukan untuk hukum, sehingga tidak
perlu ditanyakan mana tangannya. Inti dari sebuah badan hukum adalah suatu
abstraksi. Titik tolaknya adalah apa yang disebut dengan hak. Secara sederhana,
hak mempunyai dua ujung, yaitu subjek dan objek. Hubungan antara subjek
dengan objek inilah yang disebut dengan hak. Pada mulanya objek berkaitan
dengan benda-benda yang dapat diindera saja (zaak). Tetapi dalam
perkembangannya diperlukan perluasan terhadap benda yang tidak saja dapat
diindera/berwujud (lichmalijke zaak) melainkan muncul tetapi tidak dapat
diindera/tidak berwujud (onlichmalijke zaak).
Perseroan merupakan subjek hukum yang berbeda dengan Firma,
Persekutuan Komanditer, dan persekutuan perdata lainnya. Perseroan merupakan
badan hukum yang memiliki hak dan kewajibannya sendiri. Berikut akan
dijelaskan mengenai doktrin-doktrin dalam hukum Perseroan yaitu:
i. Perseroan Sebagai Badan Hukum Merupakan Entitas Terpisah
(Separate Legal Entity).
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan bahwa pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab
69 Ibid.
35
atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.70 Pasal ini menjelaskan
bahwa suatu Perseroan dengan pemegang saham adalah dua entitas yang terpisah,
pemisahan ini mengakibatkan status Perseroan sebagai badan hukum. Hukum
Perseroan seperti yang dirumuskan pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor
40. Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, secara imajiner membentangkan
tembok pemisah antara Perseroan dengan pemegang saham untuk melindungi
pemegang saham dari segala tindakan, perbuatan dan kegiatan Perseroan:71
a. Tindakan, perbuatan dan kegiatan Perseroan, bukan tindakan pemegang
saham;
b. Kewajiban dan tanggung jawab Perseroan bukan kewajiban dan tanggung
jawab pemegang saham.
Menurut hukum pemisahan (separate) dan perbedaan (distinct) antara
Perseroan dengan pemilik atau pemegang saham terjadi pada saat Perseroan
mendapat keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM yang digariskan
pada Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas:72
a. Sejak tanggal pengesahan tersebut, Perseroan terpisah (separate) dari
pemegang saham, pendiri, dan pengurus;
b. Juga saat itu Perseroan berbeda (distinct) dari Perseroan hukum yang lain.
Saat mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM maka saat
itulah suatu Perseroan sah sebagai suatu badan hukum, dimana Perseroan dapat
melibatkan dirinya dalam lalu lintas kegiatan hukum. Sejak saat itu pula,
Perseroan membayar pajak dan mendapat perlindungan sendiri dari pengadilan
dan penegak hukum.
Prinsip di atas menjelaskan, bahwa walaupun Perseroan merupakan person
yang tidak terlihat, tidak teraba, dan artifisual (invisible, intangable, and artificial
person). Namun hukum memberikan hak dan kewajiban seperti layaknya manusia
70 Pasal 3 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 71 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm 71. 72 Ibid.
36
(natural person). Perseroan juga memiliki hak diperlakukan dan dilindungi
dengan cara yang sama sesuai dengan proses yang dibenarkan oleh hukum (due
process of law).73
ii. Prinsip Tanggung Jawab Terbatas (Beperkete Aansprakeljkheid,
Limited Liability) Pemegang Saham.
Sebelumnya dia atas sudah dijelaskan mengenai sifat perusahaan
(corporate nature) yaitu tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan artifisial. Pada
dasarnya, pemegang saham (shareholder, stockholder, propietor) dari
Perseroan:74
a. Pemegang saham diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa ang
bersangkutan adalah pemilik sebagian (own a portion) dari Perseroan
tersebut;
b. Akan tetapi, oleh karena Perseroan merupakan wujud yang terpisah
(separate entity) dari pemegang saham sebagai pemilik, maka pemegang
saham tidak boleh menuntut aset Perseroan;
c. Kekayaan Perseroan tetap milik Perseroan, oleh karena itu pemegang
saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan Perseroan
kepada dirinya maupun orang lain.
Tanggung jawab terbatas merupakan akibat yang ditimbulkan dari prinsip
pertama yaitu keterpisahan dua entitas antara pemegang saham dan Perseroan.
Sebagai pemegang saham dalam suatu Perseroan, saham tersebut hanya sebagai
bukti kepemlikan atas sebagian Perseroan. Saham ini berfungsi untuk
mengeluarkan suara dalam RUPS, memilih dewan direksi dan komisaris,
menerima deviden, menerima aset presentase Perseroan secara proporsional sesuai
dengan jumlah saham yang dimiliki apabila Perseroan dilikuidasi. Selanjutnya,
pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai kontrol tidak langsung atas
operasional sehari-hari Perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi.
73 Ibid. 74 Ibid.
37
Ada beberapa keuntungan yang didapatkan pemegang saham dalam
prinsip tanggung jawab terbatas ini:75
a. Pemegang saham Perseroan, tidak bertanggung jawab secara pribadi
(personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan
maupun atas kerugian yang dialami Perseroan;
b. Resiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investasinya
tidak melebihi saham yang dimilikinya pada Perseroan;
c. Dengan demikian, pada prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung
jawab secara pribadi atau secara individual atas utang-utang Perseroan.
Prinsip ini dipertegas dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1, bahwa pemegang
saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang
dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Jadi, bertitik tolak dari
prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham dapat disimpulkan:76
a. Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum (legal unit)
dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari pemegang saham
untuk menguasai kekayaan (property), membuat kontrak, menggugat dan
digugat, melanjutkan hidup dan eksistensi meskipun pemegang saham
berubah dan direksi diberhentikan atau diganti;
b. Harta kekayaan, hak dan kepentingan serta tanggung jawab Perseroan
terpisah dari pemegang saham;
c. Selanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan ketentuan
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, mempunyai imunitas dari kewajiban dan tanggung jawab
Perseroan, karena antara pemegang saham dengan Perseroan terdapat
perbedaan dan pemisaha personalitas hukum.
Tujuan utama yang ingin dicapai dari prinsip limited liability, adalah untuk
menjadikan Perseroan sebagai kendaraan yang menarik menanam modal
(attractive investment vehicle), sebab melalui prinsip separate entity hukum
memberi tembok dan tabir perlindungan kepada pemegang saham yang tidak
75 Ibid, Hlm. 74. 76 Ibid.
38
berdosa (innocence shareholder) terlepas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul
dari kontrak yang dilakukan oleh Perseroan.77
iii. Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas dalam Lifting The Corporate
Veil.
Lifting The Corporate Veil atau Piercing The Corporate Veil merupakan
suatu teori dimana tujuan dari teori ini adalah untuk mencapai “keadilan”
khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai
hubungan hukum tertentu.
Kata “piercing the corporate veil” terdiri atas kata-kata berikut
• Pierce = menyobek/mengoyak/menembus.
• Veil = kain atau tirai.
• Corporate = perusahaan.
Seperti arti kalimatnya, maka prinsip lifting the corporate veil merupakan
prinsip dimana menyingkap tirai perusahaan. Konsekuensi hukum atas
penyingkapan tabir atau tembok perlindungan lifting the coporate veil yaitu:78
a. Hilang atau hapus perlindungan tanggung jawab terbatas pemegang saham
yang digariskan pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Dengan sendirinya pemegang saham ikut memukul resiko bersama-sama
dengan Perseroan membayar utang Perseroan dari harta pribadi pemegang
saham yang bersangkutan.
Seringkali, doktrin lifting the corporate veil ini muncul dan diterapkan
manakala ada kerugian atau tuntutan hukum dari pihak ketiga terhadap Perseroan
tersebut. Penerapan teori lifting the corporate veil ini secara universal dilakukan
dalam hal-hal sebagai berikut:79
77 Ibid. 78 Ibid. Hlm. 76. 79 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, Hlm. 10
39
1. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil karena Perusahaan Tidak
Mengikuti Formalitas Tertentu
• Alasan dari diterapkannya prinsip lifting the corporate veil ini
adalah karena suatu Perseroan tidak memenuhi suatu formalitas
tertentu yang diharuskan oleh hukum. Dalam hal ini tidak
bertujuan secara langsung untuk melindungi pihak-pihak tertentu,
tapi semata-mata untuk menegakkan formalitas.80
2. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil terhadap Badan-Badan
Hukum yang hanya Terpisah Secara Artifisial.
• Yang dimaksud dalam hal ini teori lifting the corporate veil ke
dalam suatu perusahaan yang sebenarnya dalam kenyataan adalah
tunggal (satu business entity), tetapi perusahaan tersebut dibagi ke
dalam beberapa Perseroan secara artifisial.81
3. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil Berdasarkan Hubungan
Kontraktual
• Teori ini dapat diterapkan pada dimana suatu keadaan anak
perusahaan berhubungan dengan pihak ketiga dan kemudian
kerugian pada pihak ketiga tersebut tidak tertanggulangi. Agar
dapat diterapkan dalm hubungan dengan kontrak dengan pihak
ketiga ini, biasanya dipersyaratkan terdapat unsur “keadaan yang
tidak lazim” pada aktivitas perusahaan.82
4. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil karena Perbuatan Melawan
Hukum atau Tindak Pidana.
• Jika terdapat suatu unsur pidana dalam suatu kegiatan Perseroan
meskipun hal tersebut dilakukan oleh Perseroan itu sendiri,
berdasarkan teori lifting the corporate veil, oleh hukum dibenarkan
juga jika tanggung jawab dimintakan kepada pihak-pihak lain
seperti direksi atau pemegang sahamnya. Demikian pula jika
perusahaan melakukan suatu perbuatan melawan hukum.83
80 Ibid, Hlm. 10. 81 Ibid. 82 Ibid, Hlm 11-12. 83 Ibid.
40
5. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil dalam Hubungan Holding
Company dan Anak Perusahaan.
• Penerapan teori lifting the corporate veil ini tidak terbatas pada
Perseroan tunggal saja, melainkan perusahaan yang berbentuk grup
usaha. Dalam hal ini yang bertanggung jawab bukan hanya badan
hukum yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan,
melainkan pemegang saham (perusahaan holding) ikut
bertanggung jawab secara hukum, yakni jika terdapat salah satu
unsur dari unsur-unsur sebagai berikut:84
a. Express agency; atau
b. Estohel; atau
c. Direct tort; atau
d. Dapat dibuktikan dengan adanya tiga unsur sebagai berikut:
1. Pengontrolan anak perusahaan oleh perusahaan holding.
2. Penggunaan kontrol oleh perusahaan holding untuk
melakukan penipuan, ketidakjujuran, atau tindakan tidak
fair lainnya.
3. Terdapatnya kerugian sebagai akibat dari breach of duty
dari perusahaan holding.
• Dalam hubungan dengan perusahaan holding, sangat mungkin
dilakukan tindakan-tindakan yang berakibatkan timbulnya
kerugian bagi pemegang saham minoritas. Untuk pihak pemegang
saham minoritas perlu diberikan perlindungan hukum, yang dalam
hal ini dilakukan dengan menerapkan teori lifting the corporate
veil, yakni dengan memintakan juga pertanggung jawaban dari
perusahaan holding. Fakta-fakta tersebut adalah:85
a. Perusahaan holding dan anak perusahaan mempunyai
pengurus, komisaris, atau pegawai yang sama.
b. Anak perusahaan mempuyai modal yang sangat kecil.
84 Ibid. 85 Ibid.
41
c. Perusahaan holding membayar gaji, upah, kerugian, dan
expenses lainnya dari anak perusahaan.
d. Perusahaan holding memiliki seluruh atau hampir seluruh
saham anak perusahaan.
e. Perusahaan holding membiayai anak perusahaan.
f. Anak perusahaan mempunyai bisnis dengan perusahaan
holding.
g. Anak perusahaan tidak mempunyai aset lain, kecuali aset yang
dialihkan dari perusahaan holding.
h. Perusahaan holding menggunakan aset anak perusahaan seperti
asetnya sendiri.
i. Pihak eksekutif anak perusahaan lebih memperhatikan
kepentingan perusahaan holding daripada kepentingan anak
perusahaan.
iv. Pelampauan Kewenangan Perseroan atau Ultra Vires.
Ultra Vires atau Pelampauan kewenangan Perseroan merupakan doktrin
hukum yang mengatur akibat hukum seandainya Perseroan bertindak di luar
kewenangan yang telah bertindak di luar anggaran dasar, Penjelasan ini pun
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menyebutkan bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan karena tindakan Perseroan yang dianggapnya tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/ atau
Dewan Komisaris.86
D. Restrukturisasi Dalam BUMN
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara, restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk
penyehatan BUMN. Tujuan dilakukannya restrukturisasi adalah untuk
memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan (firm value).
86 Pasal 61 ayat 1, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
42
Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN, agar dapat
beroperasi secara efisien, transparan dan profesional.
Selama ini kinerja dan kondisi BUMN dianggap masih buruk, sehingga
diperlukan penyegaran. Maka dari itu, BUMN masih harus terus diberdayakan
sehingga memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. Tujuan utama BUMN
untuk lebih diberdayakan adalah:87
a. Untuk mengoptimalkan aset negara yang dikuasai untuk mencapai
kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, melalui konsep yang telah
dicetuskan yaitu restrukturisasi dan privatisasi seluas-luasnya.
b. Untuk meningkatkan perannya sebagai pendukung perekonomian nasional
yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap Anggaran
Pendapatan Belanja Negara baik dalam bentuk deviden maupun pajak.
c. Agar mampu sebagai sarana dan prasarana untuk membangun sumber
daya manusia Indonesia, yang berjiwa kepemimpinan untuk membawa
dunia usaha nasional menuju keberhasilan.
d. Sebagai kekuatan penyeimbang kekuatan ekonomi, melalui peranannya
dalam melakukan berbagai aliansi baik tingkat nasional maupun tingkat
global, termasuk menciptakan kemitraan dengan pengusaha kecil,
pengusaha menengah maupun koperasi.
Dalam melakukan proses restruksturisasi untuk mengatasi kesulitan
keuangan atau memperbaiki kinerja, banyak jenis restrukturisasi yang bisa
ditempuh oleh suatu perusahaan. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara parsial
(terpisah) atau secara simultan (bersamaan). Jadi, restrukturisasi tersebut tidak
harus dilakukan secara bersamaan, Keempat jenis restrukturisasi yang sering
dilakukan oleh perusahaan adalah :88
a. Restrukturisasi Bisnis.
b. Restrukturisasi Keuangan.
c. Restrukturisasi Manajemen.
87 Indira Bastian, Op.Cit, Hlm. 162 88 Kamaludin, Karona Cahya Susena dan Berto Usman, Restrukturisasi, Merger, dan Akuisisi,
Bandung: Mandar Maju, 2015, Hlm.7.
43
d. Restrukturisasi Organisasi.
Pada umumnya, ketika melakukan restrukturisasi perusahaan harus
memperhatikan berbagai aspek mulai dari biaya hingga besaran manfaat yang
akan diperoleh dari proses restrukturisasi tersebut. Tentang kajian yang
menghitung besaran biaya dan manfaat yang akan diperoleh telah diatur dalam
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
negara.
Restrukturisasi sendiri dibagi ke dalam berbagai bentuk yaitu
restrukturisasi sektoral, restrukturisasi korporasi dan restrukturisasi internal.
Untuk penjelasan pertama, restrukturisasi sektoral merupakan restrukturasi yang
pelaksanaannya mengarah kebijakan sektor dan atau ketentuan peraturan
perUndang-Undangan.89
Kedua, restrukturasi perusahaan atau korporasi meliputi peningkatan
intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli,
baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah. Restrukturisasi pada sektor ini
lebih fokus pada penataan hubungan fungsional antara pemerintah dan BUMN
selaku badan usaha. Ketiga, restrukturisasi internal yaitu restrukturisasi yang
meliputi optimalisasi pengelolaan keuangan, manajemen organisasi, pengelolaan
operasional perusahaan, pengelolaan pada sistem. Dengan kata lain, sesuai dengan
namanya restrukturisasi ini merupakan perombakan pada bagian internal
perusahaan.90
Jika dibuat lebih rinci, maka tujuan dari restrukturisasi adalah:91
a. Meingkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
b. Memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga kompetitif kepada
konsumen; dan
d. Memudahkan pelaksanaan privatisasi.
89 Ibid. 90 Ibid, Hlm. 13 91 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, Hlm. 203.
44
Dalam program restrukturisasi BUMN cenderung menggunakan dua cara
dominan yang sering dingunakan oleh BUMN yaitu :
a. Privatisasi.
Privatisasi merupakan peningkatan penyebaran kepemilikan kepada
masyarakat umum dan swasta asing maupun domestik untuk akses pendanaan,
pasar, teknologi, serta kapabilitas untuk bersaing di tingkat dunia.92 Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2005 privatisasi dapat dimaknai sebagai
penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain
dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat
bagi negara dan masyarkat, serta memperluas pemilik saham oleh masyarakat.93
Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005, jo Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun
2009, maka prosedur privatisasi meliputi: penyusunan program tahunan
privatisasi (PTP), Pembahasan PTP untuk mendapatkan Arahan Komite
Privatisasi dan Rekomendasi Menteri Keuangan, konsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan.
Privatisasi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan yang
dilakukan dengan meningkatkan leverage aset yang dimiliki dengan melibatkan
pihak swasta dalam kepemilikan BUMN. Privatisasi sendiri dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti Initial Public Offering (IPO), Private Placement oleh
investor strategik atau private placement oleh lembaga keuangan. Dengan
privatisasi tersebut diharapkan ada dana segar untuk memperbaiki dan
menyehatan kinerja BUMN selain itu juga agar terjadi pengalihan teknologi
(transfer of technology).
b. Rightsizing Policy.
Dalam Master Plan BUMN, sesungguhnya sudah jelas kemana arah
transformasi BUMN. Konsolidasi yang dilakukkan oleh BUMN merupakan
92 Indira Bastian, Op.Cit, Hlm. 164. 93 Pasal 1 ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi
Perusahaan Perseroan (Persero).
45
konsolidasi agar BUMN dalam (size) jumlah yang tepat, tidak hanya pada jumlah
atau ukuran namun juga mencakup pada skala bisnisnya. Dalam buku Rencana
Strategis Kementrian BUMN 2012-2014, dari jumlah BUMN ini sekitar 141
perusahaan, Kementrian BUMN telah menetapkan rightsizing untuk mencapai
jumlah BUMN yang rasional, yaitu sekitar 91 BUMN pada akhir 2014.94
Rightsizing policy sendiri merupakan penataan yang dilakukan oleh
Kementrian BUMN yang membagi tindakan ke dalam 5 kelompok tindakan yaitu
stand alone, merger/konsolidasi, holding, divestasi, dan likuidasi.95
i. Penggabungan (Merger).
Merger berasal dari bahasa Latin “mergere” yang artinya bergabung,
bersama, bersatu, menyatu, berkombiansi yang menyebabkan hilangnya identitas
karena terserap atau tertelan penggabungan suatu objek. Merger bisa diibaratkan
seperti menyatunya dua sungai bersal dari mata air yang berbeda dan selanjutnya
air sungai itu mengalir bersama menuju ke muara. Berbagai definisi banyak
menjelaskan tentang definisi merger.
Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian
hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara
yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.96 Sementara itu dalam
Peraturan Pemerintah Nomor. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan,
dan Pengambilan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Penggabungan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya
Perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Merger memiliki berbagai jenis yaitu:97
a. Horizontal Merger.
94 Dwi Soetjitpto, Road To Semen Indonesia, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2014, Hlm. 5 95 Ibid. 96 Abdul Moin, Merger, Akuisisi, dan Divestasi, Yogyakarta:Ekonosia, 2003, Hlm. 5 97 M. Yahya Harahap, Op. Cit, Hlm. 482.
46
Horizontal Merger merupakan pengabungan dua perusahaan yang
memiliki bidang atau jenis kegiatan usaha yang sama. Dalam hal ini sering
dijumpai kasus Bank Madiri dengan BDN, BAPINDO, BBD, dan Bank
Exim..
b. Vertical Merger.
Vertical merger adalah penggabungan diantara dua Perseroan yang
memiliki keterkaitan antara input dan output.
c. Congenitive Merger.
Congenitive merger adalah penggabungan dua perusahaan yang memiliki
bidang dan jenis kegiatan usaha yang sama, sekilas nampak sama dengan
horizontal merger, akan tetapi dalam congenitive merger tidak memiliki
kerterkaitan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya, Pasal 122 ayat (3), Dikatakan dalam hal berakhirnya
Perseroan yang meleburkan diri:
a. Aktiva dan Pasiva Perseroan yang meleburkan diri beralih akrena
hukum kepada Perseroan hasil peleburan;
b. Pemegang saham Perseroan yang meleburkan diri, karena hukum
menjadi pemegang saham Perseroan hasil peleburan, dan
c. Perseroan yang meleburkan diri, berakhir karena hukum terhitung
sejak tanggal peleburan mulai berlaku.
ii. Divestasi.
Divestasi pada pada dasarnya ditempuh oleh perusahaan apabila ia berada
dalam posisi persaingan yang lemah. Lemahnya posisi saing ini bisa ditimbulkan
dari faktor internal maupun eksternal. Pada dasanya motif divestasi ada berbagai
macam diantaranya adalah:98
a. Kembali ke kompetensi inti (core competence), yaitu kondisi dimana
beragamnya jenis bidang usaha akibatnya perusahaan tidak fokus pada
bidang intinya. Terlalu banyak unit usaha yang ditangani dan terbatasnya
98 Abdul Moin, Op.Cit, Hlm. 334.
47
sumber daya yang mendukung membentuk inefisiensi dan pengendalian
yang lemah dalam perusahaan.
b. Menghindari sinergi yang negatif, artinya adalah bahwa divestasi
dilakukan untuk mencapai sinergi sebagaimana dalam merger dan akuisisi.
Walaupun ukuran perusahaan kecil, dengan berbagai aspek yang
diperhitungkan divestasi malah menjadi keuntungan dan jadi nilai tambah
dalam perusahaan.
c. Tidak menguntungkan secara ekonomis, jika anak perusahaan memiliki
kinerja yang buruk, terus menerus menghabiskan sumber daya, tidak
efisien dalam berproduksi dan perusahaan tidak ingin memperbaiki kinerja
tersebut, maka perusahaan sebaiknya didivestasi.
d. Divestasi juga terjadi karena perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress). Ada berbagai macam hal yang menyebabkan
perusahaan kesulitan keuangan. Pertama, cash flow yang terlalu kecil
untuk membayar hutang. Kedua, kesalahan dalam kebijakan keuangan
seperti kredit macet. Ketiga, terdapat kerugian yang besar sehingga
menganggu jalannya perushaan.
e. Perubahan strategi perusahaan, adalah salah satu strategi perusahaan untuk
melakukan divestasi. Tujuan utamanya adalah mengantisipasi tekanan
lingkungan eksternal dan internal.
f. Memperoleh tambahan dana
g. Mengangkat uang kas dengan segera dalam kasus leverage buy out, LBO
sendiri adalah akuisisi yang sebagia besar dananya berasal dari hutang
yang buganya relatif tinggi. Karena dibiayai hutang, maka perusahaan
secepatnya harus melunasi dana untuk LBO tersebut dengan cara menjual
aset-aset perusahaan yang bisa diakuisisi.
h. Alasan individu pemegang saham, dalam sebagian saham yang perusahaan
nya tertutup. Pemegang saham memutuskan untuk melakukan divestasi
karena ingin memperoleh dana untuk ditanamkan dalam bentuk lain
seperti penghasilan dan dana tetap.
48
i. Permintaan pemerintah, pemerintah bisa memaksakan perusahaan untuk
melakukan divestasi karena perusahaan memiliki pangsa pasar sedemikian
besar sehingga telah melebihi batas yang diijinkan oleh Undang-Undang.
j. Permintaan kreditur, apabila perusahaan mengalmi kesulitan keuangan dan
tidak ada tanda-tanda semakin baiknya kondisi keuangan perusahaan, dan
apabila kreditur tidak mau membantu melakukan restrukturisasi finansial
untuk menyelesaikan yang bermasalah maka bisa meminta perusahaan
untuk likuidasi.
iii. Likuidasi.
Kebijakan likuidasi dilakukan untuk BUMN-BUMN yang tidak memiliki
kewajiban public service obligation (PSO), berada dalam sektor kompetitif, skala
usaha kecil, mengalami kerugian selama beberapa tahun dan mempunyai ekuitas
negatif.
iv. Holding Company.
Holding Company sendiri merupakan langkah strategis yang akan diambil
oleh BUMN dalam program restrukturisasi. Khusus, mengenai holding, maka
telah pula dilakukan kajian mengenai pembentukan super holding dengan tiga
alternative pendekatan. Namun demikian, pendeketan yang digunakan dalam
pendekatan holding pada akhirnya bukanlah pembentukan super holding
melainkan pembentukan secara sektoral yaitu dengan alternative:99
Alternatif I:
Top Down/Secara Sekaligus
a. Super Holding dibentuk melalui pendirian holding (PT BUMN Holding)
yang penyertaannya berasal dari inbreng penyertaan Negara RI pada 141
BUMN.
b. Selanjutnya manajemen PT BUMN holding melakukan langkah-langkah
konsolidasi internal (merger, akuisisi, holding sektoral, likuidasi, dll).
99 Kementrian Badan Usaha Milik Negara, Master Plan Kementrian BUMN periode 2010-2014,
Hlm. 61-61.
49
Alternatif II:
Bottom up/Secara sektoral.
a. Pembentukan super holding sering dilakukan secara bertahap melalui
holding-holding sektoral misalnya holding perkebunan, holding
pertambangan, holding farmasi, holding karya dll.
b. Setelah holding sekoral terbentuk, maka dilanjutkan dengan pembentukan
super holding BUMN (PT BUMN Holding).
Alternatif III:
Fokus BUMN-BUMN besar dan sektoral yang sudah selesai.
a. Kombinasi holding sektoral yang relative sudah selesai (perkebunan,
pertambangan, farmasi, dll) dan BUMN-BUMN besar.
B. Holding Company.
1. Pengertian Holding Company.
Holding Company merupakan salah satu bentuk yang timbul atas adanya
perkembangan dari Perseroan yang ada di Indonesia. Pada dasarnya hukum
perusahaan di Indonesia belum mengatur secara yuridis mengenai holding
company, oleh sebab itu belum ada pengertian resmi dari Holding Company itu
sendiri. Holding Company sendiri memiliki nama lain antara lain Parenting
Company, Controlling Company dll. Roechmat Soemitro dalam bukunya
menjelaskan bahwa Holding Company merupakan suatu bentuk kombinasi badan-
badan. Holding, kadang-kadang disebut juga maskapai induk
(moedermaatschapij), yang biasanya berbentuk P.T. adalah pemberi modal pada
maskapai anak (dochtermaatschapij) yang lazimnya juga merupakan sebuah
P.T.100
Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menganur prinsip hukum “separate legal entity”, artinya Perseroan merupakan
badan hukum yang terpisah dari pemegang saham. Sedangkan dari sudut pandang
100 H.Roechmat Soemitro, Op.Cit, Hlm. 53.
50
keuangan, Group of Companies (konglomerasi grup perusahaan) dilihat sebagai
suatu “single economy entity”, artinya perusahaan tersebut mempunyai satu
kesatuan kepentingan yang dikontrol oleh “ultimate shareholder” atau
“controlling shareholder” (pemegang saham pengendali) dari grup tersebut.
Suatu perusahaan dikatakan pemegang kendali atas perusahaan lainnya
apabila perusahaan tersebut memiliki lebih dari setengah keseluruhan nominal
saham yang dikeluarkan oleh perusahaan lainnya, atau apabila perusahaan
memiliki kewenangan untuk menentukan komposisi direksi suatu perusahaan
lainnya. Karena holding company di Indonesia adalah dalam bentuk Perseroan
Terbatas, maka Holding Company tunduk pada Undang-Undang Perseroan
Terbatas. Seperti definisi yang telah diberikan, holding company adalah suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham pada suatu perusahaan yang
bertujuan untuk mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut, 101 atau dengan
kata lain kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak
perusahaan dan selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen
pada anak-anak perusahaan.102
Holding Company dapat diartikan sebagai induk perusahaan (Parent
Company) disebabkan perusahaan tersebut memiliki kepentingan terhadap anak-
anak perusahaan. Terdapat beraneka ragam pengertian holding company. Dalam
keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )
mencoba mendifinisikan anak perusahaan pada BUMN, yaitu pada Pasal 1 huruf e
anak perusahaan diartikan sebagai:
Anak perusahaan adalah Perseroan terbatas yang dikendalikan oleh
BUMN secara langsung atau tidak langsung melalui anak perusahaan dengan
memiliki lebih dari 50% (limapuluh persen) saham dengan hak suara, atau
memiliki 50% (limapuluh persen) saham dengan hak suara dengan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
101 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Jakarta:Citra Adiitya Bakti,
2008, Hlm. 83 102 Ahmad Yani dan Gunawan Widjadja, Seri Hukum Bisnis:Perseroan Terbatas,
Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2002, Hlm. 152-153.
51
a. Memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) hak suara berdasarkan
perjanjian dengan pemegang saham/pemilik modal lain;
b. Memiliki hak untuk menentukan kebijakan di bidang keuangan
operasional perusahaan berdasarkan Anggaran dasar atau perjanjian;
c. Mempunyai kemampuan untuk mengangkat atau memberhentikan
mayoritas anggota direksi dan komisaris/dewan pengawas; dan atau
d. Mempunyai kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam
rapat direksi dan komisaris/dewan pengawas perusahaan.
2. Pengaturan mengenai Holding Company.
Penyatuan badan usaha juga merupakan wujud ekspansi eksternal perusahaan
yang bertujuan untuk memperluas pangsa pasar (market share) yang akan
mengurangi kompetitor. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan karena
penjualan dari volume produksi semakin meningkat dengan adanya sinergi antara
grup usaha baik dari pembagian wilayah pasar ataupun dalam hal pengurangan
biaya (cost) dari persaingan yang terjadi sebelum terbentuknya holding.103
Banyak Perseroan yang memanfaatkan prinsip limited liability atau pertanggung
jawaban terbatas. Dalam rangka memanfaatkan prinsip tersebut sebuah Perseroan
mendirikan “Perseroan Anak” atau “Subsidiary” untuk menjalankan bisnis
“Perseroan Induk” (Parent Company). Dengan demikian, sesuai dengan prinsip
keterpisahan (separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal dengan
separate entity maka aset Perseroan Induk “terisolasi” terhadap kerugian
potensial (potensial loses) yang akan dialami oleh satu diantaranya.104
Di Indonesia sendiri pengaturan mengenai holding company tidak diatur secara
konkrit dalam Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas padahal dalam praktik penting untuk mengetahui makna dari Perseroan
grup atau Perseroan holding tersebut. Di Inggris misalnya, section 736 dan 736 A,
1989 Act mengatur dan mendefinisikan ulang mengenai holding dan subsidiary.
103 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 88 104 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 50.
52
Berdasarkan section 736, ada tiga cara mendirikan subsidiary dengan acuan
sebagai berikut:105
a. Satu Perseroan (A) pemegang hak suara mayoritas (hold a mayority of the
voting rights) pada Perseroan lain (B), dan hal itu disebut Perseroan A
memegang “kontrol suara” (voting control) atas Perseroan B.
b. Apabila satu Perseroan (A) pemegang saham pada Perseroan lain (B), dan
Perseroan (A) tadi dapat menunjuk dan memberhentikan anggota direksi
Perseroan B, dalam hal itu Perseroan A sebagai Perseroan induk dan
Perseroan B sebagai Perseroan anak dimana Perseroan A sebagai
Perseroan induk “mengontrol direksi” atas Perseroan B.
c. Apabila satu Perseroan (A), merupakan pemegang saham atas Perseroan
lain (B) dan Perseroan A mengontrol sendirian atau berdasar kesepakatan
dengan pihak pemegang shaam yang memiliki hak suara mayoritas
terhadap Perseroan B, maka dalam hal ini Perseroan A disebut mengontrol
Perseroan B berdasar kesepakatan (contract control).
Akan tetapi untuk payung hukum pembentukan holding BUMN sendiri,
pemerintah telah menerbitkan payung hukum sebagai dasar pembentukan BUMN
yaitu adalah Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas.
Terdapat hubungan keterkaitan yang amat erat antara perusahaan induk terhadap
perusahaan anak hal ini disebabkan karena adanya pengendalian oleh perusahaan
induk uang mendominasi perusahaan anak, namun demikian bahwa adanya
prinsip limited liability dan separate legal entity menjadikan bahwa perusahaan
induk dan perusahaan anak merupakan dua entitas yang berbeda.
3. Pembentukan Holding Company.
Ada adagium yang dikemukakan oleh Winardi mengenai holding
company yaitu, “holding company is a company which holds other
105 Ibid, Hlm 51.
53
companies”. Proses pembentukan holding sendiri sejatinya ada 3
macam:106
a. Prosedur Residu.
Dalam proses residu, perusahaan asal dipecah dengan masing-masing sektor
usaha. Perusahaan yang dipecah ini nantinya akan mejadi perusahaan yang
mandiri, sementara perusahaan sisanya (residu) dari perusahaan asal akan
dikonversi menjadi perusahaan holding dan tetap memegang saham pada
perusahaan pemecahan tersebut.
b. Prosedur Penuh.
Prosedur ini sebaiknya dilakukan jika tidak terlalu banyak
pemandirian/pemecahan perusahaan, namun masih dalam kepemilikan yang
sama/berhubungan saling terpencar-pencar setiap masing-masing perusahaan, dan
tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding.
Hal yang membedakan dari prosedur residu adalah perusahaan holding bukan sisa
dari perusahaan asal, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri
calon perusahaan holding bisa berupa:
1. Diambil dari salah satu perusahaan yang sudah akta tetapi masih dalam
kepemilikan yang sama atau berhubungan.
2. Diakuisisi perusahaan lain yang sudah terlebih dahulu ada, namun status
kepemilikan berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan atau sama lain.
c. Prosedur Terpogram.
Pembentukan perusahaan holding pada proses ini direncanakan pada saat memulai
awal (start) bisnis. Karenanya, perusahaan pertama yang didirikan dalam grupnya
adalah perusahaan holding. Selanjutnya, setiap bisnis yang dijalankan akan
dibentuk atau di akuisisi perusahaan lain, dengan catatan perusahaan holding
sebagai pemegang saham akan bersama dengan pihak lain sebagai partner bisnis.
Dengan demikian, jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan akan terus
106 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 84
54
berkembang jumlahnya, sesuai dengan perkembangan bisnis dari grup usaha yang
bersangkutan.
4. Pihak-Pihak Terkait dalam Holding Company.
Konsep holding sejatinya bukanlah tujuan, holding adalah cara untuk mencapai
efektivitas, efisiensi, kinerja dalam suatu perusahaan. Langkah ini diambil jika
suatu perusahaan tidak berjalan sesuai dengan harapan dalam kinerja. Salah satu
masalah mengapa BUMN tidak dapat tumbuh dan melakukan perlayanan secara
maksimal adalah karena terlalu banyak peran campur tangan pemerintah sehingga
menjadi penghambat BUMN untuk berkembang.
Upaya yang dilakukan BUMN untuk memperkuat serta mengembangkan lini
bisnis yang digelutinya adalah dengan membentuk anak perusahaan (subsidiary).
Akibatnya, aturan-aturan yang berkaitan dengan pengelolaan APBN yang
mengekang BUMN untuk maju dan berkembang tidak melekat pada anak
perusahaan karena anak perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak
bertanggung jawab kepada negara yang dalam hal ini Menteri BUMN. Dalam
sistem holding ini maka anak perusahaan akan lebih leluasa melakukan aksi
korporasi. Dalam proses pembentukan holding antara swasta dan BUMN juga
berbeda.
Dalam proses pembentukan holding di perusahaan swasta, perusahaan melakukan
aksi korporasi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Keputusan untuk membentuk holding akan ditentukan
pada tatanan Rapat Umum Pemegang Saham sebagai keputusan tertinggi. Berbeda
dengan swasta, dalam melakukan aksi korporasi BUMN harus memperhatikan
sejumlah aspek karena banyak aspek yang mengikat BUMN. Dari sisi hukum,
banyak aspek hukum yang mengikat BUMN. Diantaranya Undang-Undang
Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 dll.
Berbeda dengan swasta, dalam pembentukan holding BUMN banyak pihak yang
terkait. Mulai dari pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang saham mayoritas,
55
pemegang saham lainnya hingga DPR RI. Hal ini implikasi dari penyertaan modal
negara dari APBN sehingga DPR RI turut serta dalam fungsinya sebagai
anggaran, controlling, dan legislasi.
C. Bentuk-Bentuk Holding Company.
Dalam perkembangan bisnis pada umumnya, seorang pebisnis sering membentuk
suatu PT yang yang secara juridis merupakan beberapa subjek hukum yang
mandiri yang tidak ada kaitannya satu dengan yang lain. Tatanan seperti ini di
Belanda dikenal dengan nama “concern” sementara di Indonesia dikenal dengan
nama “group”. Bentuk concern atau group ini bisa dilakukan dengan dua cara.
Cara pertama adalah dengan sengaja mendirikan PT baru dan cara kedua, adalah
dengan jalan mengambil alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan
yaitu yang dewasa ini dikenal dengan akuisisi.107
Umumnya di Indonesia yang menjalankan pengendalian tersebut dilakukan oleh
suatu perusahaan induk (mother company/moeder maatschapij), yang secara
sekaligus menjalankan kegiatan usaha sendiri. Dalam hal ini, di Indonesia pada
umumnya pengendalian sentral tersebut masih cenderung dipengaruhi pada figur
pribadi dari pemegang saham pendiri (founder atau owner dalam pengertian
ekonomis). Yang paling menarik dalam sistem holding di Indonesia adalah
perusahaan subsidiary-nya atau anak perusahaannya kadang tidak berbentuk PT
melainkan dapat pula berbentuk CV.108
Philip N. Pilai menjelaskan bahwa holding company lazim diadakan dengan
tujuan agar dapat diselenggarakan penguasaan ekonomis dalam skala lebih besar,
menghilangkan kompetisi atau untuk menjamin stabilitas penyediaan bahan yang
kontinu. Hal terakhir ini dapat dilihat dari jenis usaha masing-masing PT dalam
kelompok yang bersangkutan, yaitu jika jenis usahanya ada pertalian yang vertikal
yang saling kebergantungan antara PT satu yang satu dengan PT yang lain.109
107 Rudhi Prasetya, Op.Cit, Hlm. 64. 108 Ibid, Hlm. 65. 109 Ibid.
56
Pada umumnya pertumbuhan figur concern vertikal di Indonesia lebih sering, hal
ini dikarenakan dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam pemeberian izin usaha.
Hal ini dapat dimengerti, karena pemerintah ingin memprioritaskan pemberian
usaha manakala dipandang suatu usaha baru ada kaitannya dengan dan atau
sebagai penunjang dari usaha yang sudah dijalankan.
Dalam taraf sekarang keadaan negara kita memang berbeda dengan negara lain.
Negara kita masih dapat dikata masih dalam taraf membangun dibandingkan
dengan dua negara tersebut yang sudah dalam keadaan berkembang. Bagi negara
tersebut kekuatan ekonominya sudah tangguh, sehingga jika tidak diadakan
pencegahan kemungkinan akan ada yang tumbuh menjadi beberapa raksasayang
tak terkendali memakan usahawan-usahawan lainnya. Satu hal yang ingin
ditekankan adalah. Sesungguhnya tumbuhnya Perseroan Group atau Holding
Company tersebut merupakan dampak dari adanya PT, tanpa adanya lembaga ini
kita tidak akan mengenal figur holding company.110
Holding Company dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu Investment Holding
Company dan Operating Holding Company, dimana keduanya ditinjau dari
kegiatan perusahaan induk yaitu:
a. Investment Holding Company.
Pada Investmen Holding Company, induk perusahaan hanya melakukan
penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan
pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh
pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan.
b. Operating Holding Company.
Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan
usaha dan mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk
perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus
dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.
Undang-Undang Perseroan terbatas belum mengatur mengenai holding company,
namun demikian dalam Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
110 Ibid, Hlm. 108.
57
Keuangan Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di
Pasar Modal terdapat definisi investmen holding company dan operating holding
company yaitu:111
Pasal 1 huruf a butir ke 24 : Perusahaan Induk (Holding Company) atau
perusahaan investasi (Investment Company) adalah suatu perusahaan yang
sebagian besar pendapatannya hanya berasal dari perusahaan-perusahaan lain.
Pasal 1 huruf a butir ke 25: Perusahaan Induk Operasional (Operating Holding
Company) adalah suatu perusahaan yang pendapatannya berasal dari penyertaan
pada perusahaan lain dan kegiatan usaha lainnya.
Selain itu terdapat juga perusahaan grup (holding company) berdasarkan sifatnya
yaitu:
a. Grup Usaha Vertikal.
Grup Usaha vertikal berarti bahwa jenis usaha dari masing-masing
perusahaan masih tergolong serupa, hanya produk yang dihasilkan saja
berbeda. Dimana subsidiary company yang menyediakan bahan baku,
sementara subsidiary company lainya memproduksi bahan setengah jadi
atau bahan jadi. Dengan demikian grup usaha ini menguasai satu produksi
dari hulu hingga hilir.
b. Grup usaha horizontal.
Grup usaha horizontal berarti bahwa jenis usaha dari masing-masing
perusahaan tidak ada kaitannya satu sama lain.
c. Grup usaha kombinasi.
Grup usaha kombinasi berarti bahwa terdapat sejumlah perusahaan jenis
usahanya berada pada satu line business yang sama, sementara berupa
perusahaan lainnya memiliki jenis usaha yang tidak kaitannya satu sama
lain.
111 Pasal 1 butir ke 24 dan 25, Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan Nomor. Kep-196/BL/2012 tentang Pedoman Penilaian Dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal.
58
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keberadaan holding company
maka perlu diketahui pengklasifikasian holding company. Klasifikasi holding
company dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria berupa tinjauan
dari keterlibatannya berbisnis, keterlibatannya dalam pengambilan keputusan dan
keterlibatan equity sebagai berikut. Ditinjau dari keterlibatan Holding Company
dalam berbisnis jika kriteria dipakai berupa keterlibatan holding company dalam
berbisnis sendiri (tidak lewat perusahaan anak), klasifikasinya adalah:
a. Holding Company semata-mata.
Secara de facto ia tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek dan
dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol perusahaan
anaknya.
b. Disamping bertugas memegang saham dan mengotrol perusahaan anak ia
juga melakukan bisnis sendiri.
Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan kategori samapi
sejauh mana Holding Company ikut telribat dalam pengambilan keputusan
perusahaan anaknya adalah:
a. Holding Company Investasi.
Disini holding company memiliki saham pada perusahaan anaknya
semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencampuri soal
manajemen dari perusahaan anak. Oleh karena itu, kewenangan mengelola
bisnis sepenuhnya atau sebagian besar berada pada perusahaan anak.
b. Holding Company manajemen.
Disini holding company ikut juga mencampuri, atau setidak-tidaknya
memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari perusahaan anak.
Ditinjau dari segi keterlibatan equity jika melihat sampai sejauh mana holding
company terlibat dalam saham (equity), pembagiannya adalah:
a. Holding Company afiliasi.
Holding Company memegang kurang dari 51% saham perusahaan
anaknya.
b. Holding Company subsidiary.
59
Holding company memegang 51% saham perusahaan anaknya.
c. Holding Company non kompetitif.
Holding company ini memegang tidak sampai 51% saham perusahaan
anaknya, tetapi tidak kompetitif dibandingkan dengan pemegang saham
lainnya.
d. Holding Company kombinasi.
Holding Company ini adalah kombinasi dari holding company afiliasi,
subsidiary, non-kompetitif. Di mana ia memegang saham pada beberapa
perusahaan anak sekaligus, ada yang memegang 51% saham bahkan lebih,
ada yang kurang dari 51% saham, dan kompetitif atau non kompetitif.