Upload
hadien
View
249
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Pelet Serbuk Kayu Jati
Pelet serbuk kayu merupakan partikel kayu yang dipadatkan yang digunakan
sebagai bahan bakar, dan dapat menyala dalam waktu yang lama. Pelet tersebut
merupakan bahan bakar alternatif untuk rumah tangga, sebagai pengganti energi
bahan bakar minyak. Dengan menggunakan biomassa maka akan terjadi
penghematan biaya bahan bakar.
Pelet serbuk kayu merupakan sisa-sisa kayu atau bagian kayu yang dianggap
tidak bernilai ekonomi lagi dalam proses tertentu, pada waktu tertentu dan tempat
tertentu yang mungkin masih dimanfaatkan pada proses dan waktu yang berbeda.
Sangat disayangkan limbah seperti itu tidak dimanfaatkan, padahal limbah tersebut
bisa didaur ulang yaitu dengan cara mengumpulkan serbuk lalu campur dengan
campuran yang sifatnya merekatkatkan contohnyanya lem, setelah dicampur maka
serbuk siap di press menggunakan mesin untuk dijadikan pelet
1.1.1 Bahan Campuran Pembuatan Pelet Serbuk Kayu
Untuk pembuatan pelet dari bahan serbuk kayu, di perlukan sebuah campuran
untuk merekatkan bahan ketika di press menggunakan alat. Bahan utama yang
digunakan yaitu tepung topioka, kenapa tidak menggunakan tepung yang lain saja,
misalnya tepung terigu atau tepung sagu, karena tepung topioka sangat memberikan
pengaruh terutama untuk merekatkan bahan campuran pelet, di banding dengan
tepung yang lain tidak terlalu kuat untuk proses perekatan.
Pada pembuatan pelet terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
diperoleh pelet yang memiliki kualitas baik. Penggunaan perekat dan tekanan sangat
mempengaruhi kualitas pelet yang dihasilkan (Syachri,1983dalam Purba, 2012).
Oleh sebab itu, pada percobaan pembuatan pelet ini kami menggunakan tepung
tapioka sebagai bahan perekat. Tepung tapioka merupakan salah satu jenis perekat
5
yang dapat digunakan dalam pembuatan pelet. Perekat tepung topioka ini digunakan
karena harga relatif murah, mudah dalam penanganan, dan relatif kuat. Clark dan
Hawley (1996) dalam Rakhmat (2013) menyatakan bahwa tepung topioka
mengandung komponen piridine dan asam anhidrid yang bersifat sangat menyerap
air. Kadar perekat dalam pelet tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan
penurunan mutu pelet dan menimbulkan banyak asap (Sumangat dan Broto, 2008).
Batas minimal persentase bahan baku perekat dalam pembuatan pelet serbuk kayu
adalah 4%. Adapun jumlah perekat yang digunakan pada kali ini adalah 1:4 dari
bahan serbuk kayu.
Tabel 2.1 Komposisi Ubi Kayu dan Tepung Ubi Kayu (Tepung Tapioka)
(Sumber : a.Kay, 1973, b,Deprin, 1989 (dalam Hambali, Erliza, dkk, 2007))
1.1.2 Langkah Pembuatan
Pembuatan Pelet Serbuk Kayu Jati Langkah pertama dalam penelitian ini adalah
tahap pembuatan pelet. Pelet dibuat dengan serbuk kayu jati dan campuran perekat
yaitu tepung topioka. Pembuatan pelet dilakukan di Lab. PP Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Malang. Kadar air kayu jati terlebih dahulu dianalisis
sebelum dilakukan pembuatan pelet. Kadar air bahan yang diperoleh dapat dilihat
pada di bawah ini :
Jenis Bahan Kadar Air
Kayu Jati 103,97%
6
Tabel 2.2 Kadar Air Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980); Tsoumis (1991);
Bowyer et al. (2003).
Proses yang dilakukan dalam pembuatan Pelet, yaitu :
1. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang disiapkan adalah Serbuk kayu jati . Bahan dijemur di
bawah sinar matahari, setelah cukup kering serbuk kayu diayak menggunakan
saringan / ayakan untuk memisahkan antara ukuran ukuran halus, medium,
dan kasar. Bahan baku pembuatan pelet dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 2.1 Serbuk yang sudah diayak
2. Pemisahan Serbuk Kayu Jati
Alat yang disediakan untuk pengayakan bahan serbuk kayu adalah ayakan
kecil yang biasanya sering digunakan untuk mengayak pupuk yang berukuran
6,12 dan 18 mesh.
Gambar 2.2 Ayakan Serbuk Kayu
3. Pembuatan Campuran Pelet
7
Tepung kanji yang sudah ada dimasukkan kedalam wadah, setelah itu
masukkan air sesuai dengan takaran, aduk sampai rata, lalu dimasak
menggunakan wajan panas, saat didalam wajan aduklah terus menerus sampai
air mongering dan tepung kanji membentuk lem. Tepung kanji bisa dilihat
pada gambar dibawah.
Gambar 2.3 Lem Tepung Kanji
4. Pengadukan antara serbuk kayu dan lem
Bahan baku dan campuran perekat sudah ditimbang dimasukkan kedalam
mixer untuk proses pengadukan, setelah bahan baku rata maka tungakan
bahan baku dari mixer ketakaran. Untuk proses pengadukan bisa dilihat pada
gambar dibawah.
Gambar 2.4 Mixer Pengaduk Bahan Baku
5. Pencetakan Pelet
8
Bahan yang sudah ditakar langsung dimasukkan kedalam tabung cetakan
untuk proses pengepressan pelet. Pengepressan pelet bisa dilihat pada gambar
dibawah
Gambar 2.5 Pengepressan pelet.
1.2 Pengertian Kayu
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam dan bahan mentah
yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu
memiliki beberapa sifat sekaligus yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain.
Pengertian kayu disini adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk berbagai
keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan
(pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi.
9
Gambar 2.6 Kayu Jati
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun
tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dengan
intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal
adalah antara 0-700 m dpl, meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Jati sering
terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu
jenis pohon.
Tabel 2.3 sifat-sifat kayu jati
Tabel 2.1.1 Sifat-Sifat Kayu Jati
No Sifat Satuan Nilai
1 Berat Jenis 𝐾𝑔/𝑚3 0,62-0,75(rata-rata 0,67)
2 Kadar Selulosa % 47,5
3 Kadar Lignin % 29,9
4 Modulus Elastis 𝐾𝑔/𝑚𝑚3 127700
5 Kadar Pentosa % 14,4
6 Kadar Abu % 1,4
7 Kadar Silika % 0,4
8 Serabut % 66,3
9 Kelarutan dalam Alcohol Benzena % 4,6
10 Kelarutan dalam Air Dingin % 1,2
11 Kelarutan dalam Air Panas % 11,1
12 Kelarutan dalam NaOH 1% % 19,8
13 Kadar Air Saat Titik Jenuh Serat % 28
14 Nilai Kalor Kal/g 5081
15 Kerapatan Kal/g 0,44
Tabel 1 Sifat-Sifat Kayu Jati
10
2.2.1 Sifat Kimia Kayu
Komponen kimia kayu sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh faktor tempat
tumbuh, cuaca, dan letaknya didalam batang atau cabang. Komponen kimia didalam
kayu mempunyai arti yang penting, karena menetukan kegunaan suatu jenis kayu.
Secara kimia kandungan zat yang terdapat pada kayu dapat dibagi atas :
1. Selulosa
2. Hemiselulosa
3. Lignin
4. Zat Ekstraktif
5. Abu
Komposisi kimia kayu bervariasi untuk setiap spesies. secara umum, kayu keras
lebih banyak mengandung lebih banyak selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif
dibanding dengan kayu lunak, tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit.
1. Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan
hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berkaitan
dengan lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa. Selulosa juga merupakan
bagian terbesar dari pada dinding sel kayu, selulosa adalah polimer karbihidrat
kompleks yang mempunyai presentasi komposisi yang sama seperti pati, yang
menghasilkan glukosa dan terhidrolisis sempurna oleh asam.
2. Hemiselulosa
Zat ini semacam selulosa yang berupa persenyawaan dengan molekul-molekul
besar yang bersifat karbohidrat.
3. Lignin
Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa adalah salah satu sel
yang terdapat dalam kayu. Lignin merupakan suatu makromolekul kompleks, suatu
11
polimer aromatik alami yang bercabang–cabang dan mempunyai struktur tiga dimensi
yang terbuat dari fenil propanoid yang saling terhubung dengan ikatan yang
bervariasi.
4. Zat Ekstraktif
Merupakan sejumlah besar senyawa dalam kayu yang dapat diekstraksi (proses
kimia yang secara selektif mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan
bantuan pelarut) dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Ekstraktif dapat
pula diartikan sebagai senyawa yang larut dalam pelarut organik. Sejumlah kayu
mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat racun atau
mencegah bakteri, jamur dan rayap. Ekstraktif juga dapat memberikan warna dan bau
pada kayu (Fengel & Wegener 1995).
5. Abu
Kayu juga mengandung komponen-komponen anorganik. Komponen ini
diukur sebagai kadar abu yang jumlahnya jarang melebihi 1% dari berat kering
kayu. Abu ini berasal terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding
sel dan lumen. Abu merupakan senyawa anorganik di dalam kayu yang dapat
dianalisis dengan cara kayu dibakar pada suhu 600-850°C. Komponen utama abu
kayu adalah kalium, kalsium dan magnesium maupun silikon dalam beberapa kayu
tropik selip
2.2.3 Sifat Fisik Kayu
1. Berat dan Berat Jenis
Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat
ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya. Kayu
mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2 (kayu
balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin
berat dan semakin kuat pula.
12
2. Keawetan
Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak
kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan
adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak
kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu
teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.
3. Warna
Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna dalam
kayu yang berbeda-beda.
4. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu bertekstur
sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh: kempas, jati
dll).
5. Arah Serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah
serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta
terpilin dan serat diagonal (serat miring).
6. Bau
Bau kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka. Beberapa
jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk menyatakan bau kayu
tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau
bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dsb.
7. Higroskopis
Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab
udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan
dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama dengan kelembaban
13
udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium
Moisture Content).
1.3 Parameter Ukuran, Campuran, dan Jumlah Lubang dari Pelet
1.3.1 Parameter Ukuran Serbuk
Paramater bentuk serbuk adalah dimana serbuk kayu memiliki macam-macam
bentuk dari bentuk yang kecil, sedang, sampai yang ukuran besar. Untuk
mendapatkan serbuk kayu yang berbentuk kecil atau sedang yaitu dengan
menggunakan ayakan kawat yang sudah ditentukan ukuran kawatnya
1.3.2 Parameter Campuran
Parameter campuran adalah bahan untama untuk pembuatan pelet, bahan yang
digunakan untuk pembuatan pelet ini adalah tepung topioka atau sering kita sebut
biasanya tepung kanji, cara pembuatannya agar tepung kanji agar menjadi lem adalah
tepung kanji dimasukkan kedalam wadah, kemudian masukkan air secukupnya lalu
aduk sampai kanji dengan air itu menyatu, setalah itu sediakan wajan untuk proses
pemasakan tepung kanji, masukkan air kedalam wajan, nyalakan api kompor dan
panaskan wajan sampai air mendidih, lalu masukkan tepung kanji yang sudah diaduk
dengan air tadi, aduk cairan tepung kanji sampai merata dan berbentuk lem, kanji siap
digunakan untuk proses pencampuran bahan serbuk kayu.
1.3.3 Parameter Jumlah Lubang
Parameter jumlah lubang adalah perbandingan antara lubang satu dengan
lubang yang lain, dimana pada perancangan alat press pelet ini kami membuat pelet
dengan jumlah lubang 1, 3, dan 5. Pada perbandingan jumlah lubang tersebut kita
bisa mengetahui kwalitas pembakan yang baik, semakin banyak lubang maka pelet
akan semakin bagus pembakarannya karena banyak rongga udara sehingga
pembakaran bisa sampai merata kedalam melalui rongga udara yang dibuat.
14
2.4 Pengujian Pelet
Tahap pengujian pelet adalah tahap melakukan uji karakteristik pelet untuk
mengidentifikasi apakah pelet yang dihasilkan berkualitas bagus yang sesuai dengan
SNI, biasanya langkah-langkah pengujian yang dilakukan meliputi kadar abu, kadar
air, kadar karbon, nilai kalor, kerapatan massa, kuat tekan, lama nyala api, dan laju
pembakaran, yang kami lakukan pada pengujian pelet yang kami buat hanyalah
waktu pembakaran. Untuk pengujian waktu pembakaran kami hanya menggunakan
kompor dan kelengkapan lainnya, setelah itu kami membuat tabel.
Proses yang dilakukan untuk pengujian pelet adalah :
Pembuatan
Penjemuran
Pengujian
Untuk melakukan pengujian pelet harus melakukan 3 tahap diatas, yaitu :
1. Pembuatan
Pada pembuatan pelet haruslah sesuai dengan standar agar hasilnya nanti bagus
mulai dari pembuatan perekat, penimbangan bahan serbuk dan perekat, pengadukan
dan pengepressan. Untuk pembuatan pelet harus dengan ketelitian agar tidak terjadi
kecacatan saat pelet sudah jadi.
2. Penjemuran
Pelet yang sudah jadi setelah dipress harus dijemur, karena fungsi dijemur
adalah untuk mengeringkan air dari perekat yang sudah tercampur dengan serbuk,
waktu pemjemuran biasanya sekitar 4-5 hari. Pada penjemuran pelet harus sampai
benar-benar kering, apabila pelet masih basah terutama pada bagian dalamnya, maka
nanti saat pembakaran tidak akan maksimal, bahkan peletpin susah menyala sampai
habis, sehingga untuk mendapatkan hasil pembakaran yang bagus harus dijemur
diterik matahari.
15
3. Pengujian
Pelet yang sudah kering bisa langsung diuji dilab, pengujian yang dilakukan
adalah pembakaran pelet, sebelum pengujian harus disediakan perlengkapan untuk
menguji yaitu kompor, minyak tanah, dan lain. Saat menguji yang dicari hanya waktu
pembakaran untuk satu buah pelet, setelah waktu diketahui maka tulis waktunya dan
membuat tabel lalu buat diagram menggunakan aplikasi MATLAB.
2.4.1 Pembakaran
Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan
bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas
dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya
cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran
adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.
Pembakaran yang sempurna dapat terjadi jika ada oksigen dalam prosesnya.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya
mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas
sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan
menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara
yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya
merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan
suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari
pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi
transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil
samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke
cerobong.
Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala
yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar
16
beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen
di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas
masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon
juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan
melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon).
Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas
per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap. Terdapat
bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada poin-poin berikut ini
:
1. Complete combustion
Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen,
menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar
dengan oksigen,maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida dan uap air.
Namun kadang kala akandihasilkan senyawa nitrogen dioksida yang merupakan
hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di dalam udara. Pembakaran sempurna
hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata.
2. Incomplete combustion
Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen
dalamjumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya
karbondioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat
seperti karbondioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang
tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon
monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas
pembakaran dapat ditingkatkan dengan analisa media pembakaran yang lebih
baik dan optimisasi proses.
17
3. Smouldering combustion
Smouldering merupakan bentuk pembakaran yang lambat, bertemperatur rendah,
dan tidak berapi, yang dipertahankan oleh panas ketika oksigen menyerang
permukaan dari bahan bakar pada fasa yang terkondensasi. Pembakaran ini dapat
dikategorikan sebagai pembakaran yang tidak sempurna. Contoh pembakaran ini
adalah inisiasi kebakaran yang dikarenakan rokok, dan sisa kebakaran hutan yang
masih menghasilkan hawa panas.
4. Rapid combustion
Rapid combustion merupakan pembakaran yang melibatkan energi dalam jumlah
yangbanyak dan menghasilkan pula energi cahaya dalam jumlah yang besar. Jika
dihasilkan volume gas yang besar dalam pembakaran ini dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan yang signifikan, sehingga terjadi ledakan.
5. Turbulent combustion
Pembakaran yang menghasilkan api yang turbulen sangat banyak digunakan
untukaplikasi industri, misalnya mesin berbahan bakar bensin, turbin gas, dll,
karenaturbulensi membantu proses pencampuran antara bahan bakar dan
pengoksida.
2.5 Metode Pengolahan Hasil Pengujian Pelet
Pada riset ini peneliti menganalisa hasil produk pelet menggunakan serbuk
kayu jati. Pada riset ini peneliti menggunakan multi variable dimana analisa
menggunakan Response Surface Method (RSM) dimana menggunakan 3 parameter
dengan 3 variasi yang berbeda, sebagai berikut :
Parameter 1 (Bentuk Serbuk) = Halus, Medium, dan Kasar
Parameter 2 (Campuran) = 25%, 32.5%, dan 50%
18
Parameter 3 (Jumlah Lubang) = 1, 3, dan 5
Pada riset ini menggunakan multi variable dengan 3 parameter dan pada
masing-masing parameter memiliki 3 variasi yang berbeda sehingga menghasilkan 27
sampel yang berbeda.