45
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Kulit Kulit merupakan organ tubuh terluar yang unik, kompleks, dan memiliki komponen yang dinamis. Luas kulit pada orang dewasa adalah 1,52 m 2 dengan berat 15% berat badan. Fisik kulit berbeda-beda bergantung pada ras, tipe kulit, usia, jenis kelamin, dan lokasi tubuh. Fungsi utama kulit adalah proteksi, persepsi, absorbsi, ekskresi, termoregulasi, keratinisasi, serta pembentukan pigmen dan vitamin D (Boediardja, 2009). 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, 2001). Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel- sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

  • Upload
    others

  • View
    43

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Kulit

Kulit merupakan organ tubuh terluar yang unik, kompleks, dan memiliki

komponen yang dinamis. Luas kulit pada orang dewasa adalah 1,52 m2 dengan

berat 15% berat badan. Fisik kulit berbeda-beda bergantung pada ras, tipe kulit,

usia, jenis kelamin, dan lokasi tubuh. Fungsi utama kulit adalah proteksi, persepsi,

absorbsi, ekskresi, termoregulasi, keratinisasi, serta pembentukan pigmen dan

vitamin D (Boediardja, 2009).

2.1.1 Anatomi Kulit

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, 2001).

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti

pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-

sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan

keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya

sinar ultra violet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap

tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

5

Menurut Tranggono dan Latifah (2007), kulit merupakan suatu kelenjar

holokrin yang besar. Luas kulit pada manusia rata-rata ±2 m2, dengan berat 10 kg

jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak. Kulit terbagi atas dua lapisan

utama, yaitu:

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling atas.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

Di bawah dermis terdapat subkutis atau jaringan lemak bawah kulit.

Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga kedalam

menjadi 5 lapisan, yakni (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Lapisan Tanduk (Stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas.

2. Lapisan Jernih (Stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier”.

3. Lapisan berbutir-butir (Stratum granulosum).

4. Lapisan Malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri.

5. Lapisan Basal (Stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis

sel-sel basal.

Gambar 2.2 Struktur Kulit Normal Dilihat dari Lapisan Epidermis

(Jackson et al., 1993).

Pada permukaan kulit ada lapisan dari bahan yang diemulsikan terdiri dari

campuran kompleks dari cairan berlemak, keringat dan lapisan tanduk yang dapat

terkelupas, yang terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut

“lapisan tanduk” atau stratum corneum dan letaknya langsung dibawah lapisan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

6

yang diemulsikan. Dibawah lapisan tanduk secara teratur ada “lapisan

penghalang” epidermis yang hidup atau stratum germinativum, dan dermis atau

kulit sesungguhnya (Ansel, 2005).

Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut syaraf timbul dari jaringan

lemak subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar

keringat berada pada jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara

pembuluh keringat menemukan jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak dan

folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan juga

menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut

berturut-turut (Ansel, 2005).

2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh

dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai (Chandrasoma and Taylor, 2010):

1. Pelindung dan Sistem Imun

Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-

benda dari luar dan keluarnya cairan berlebih dari tubuh. Melanin yang

memberi warna pada melindungi kulit dari akibat buruk sinar UV. Kulit

juga berperan sebagai sistem imunologi penting. Sistem imun pada kulit

terdiri dari semua elemen imunitas sel bawaan maupun adaptif, dengan

pengecualian dari sel B.

2. Pengaturan suhu

Diwaktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna

mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di

kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat,

sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.

3. Penyerap (Skin Barrier)

Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut

dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Zat-zat

yang larut dalam lemak lebih mudah masuk kedalam kulit dan masuk

peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

7

permukaan kulit. Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan

hanya sedikit sekali yang melalui muara kelenjar keringat.

4. Indera perasa

Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris

dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri,

perabaan, panas, dan dingin.

5. Faal sekretoris (Fungsi pergetahan)

Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan, yaitu sebum dan keringat. Getah

sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat dihasilkan oleh

kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak yang membuat kulit

menjadi lentur.

Fungsi kulit yang paling penting adalah sebagai pelindung (barier) antara

individu dengan lingkungan sekitarnya. Barier ini harus dilewati oleh parasit

apabila hendak masuk ke dalam lingkungan internal suatu individu (Chandrasoma

and Taylor, 2010).

2.1.3 Mekanisme Penghalang UV pada Kulit

Epidermis berasal dari lapisan ektodermal yang merupakan lapisan terluar

dari kulit dan berfungsi sebagai titik kontak tubuh dengan lingkungan. Dengan

demikian, epidermis memainkan peranan yang besar dengan karakteristik biologis

dan fisikanya dalam melakukan perlawanan terhadap tekanan lingkungan seperti

patogen infeksius, bahan kimia, dan radiasi UV. Keratonisit adalah jenis sel yang

melimpah di epidermis dan ditandai dengan pengekspresian dari sitokeratin,

pembentukan desmosom, serta susunan antar sel untuk membentuk penghalang

fisiko kimia yang efektif. Dermis juga mengandung sel-sel kekebalan tubuh yang

melimpah dan fibroblas, yang berpartisipati aktif dalam banyak tanggapan

fisiologis pada kulit (Slominski et al., 2012).

Selain sebagai penghalang fisik yang sangat efektif, keratonisit juga

sebagai tempat pigmen melanin ketika telah dewasa yang juga berfungsi untuk

memblokir penetrasi UV kedalam kulit. Meskipun melanin banyak ditemukan

dalam keratonisit epidermis, melanin tidak diproduksi pada sel-sel ini. Sebaliknya

sintesis melanin dibatasi untuk melanosit, yang berasal dari puncak syaraf dan sel

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

8

yang paling melimpah kedua di epidermis. Pada dasarnya, melanosit dapat

ditemukan dalam dermis dan epidermis (Nordlund, 2007).

Bahkan, sebagian besar melanin di kulit ditemukan terakumulasi dalam

keratinosit yang berfungsi sebagai tabir surya alami untuk melindungi kulit

terhadap foton UV yang masuk. Selain memblokir penetrasi UV ke dalam kulit,

melanin mungkin memiliki banyak efek fisiologis penting lainnya termasuk

pengaturan epidermal homeostasis, radikal bebas untuk melindungi terhadap

cedera oksidatif, dan juga aktivitas antimikroba (Slominski et al., 2004).

Melanin ada dalam dua bentuk kimia utama: (1) Eumelanin, pigmen gelap

banyak terdapat di kulit individu yang sangat berpigmen, dan (2) Pheomelanin,

pigmen sulfat berwarna terang yang dihasilkan dari penggabungan sistein menjadi

prekursor melanin. Eumelanin jauh lebih efisien untuk memblokir foton UV dari

pheomelanin, sehingga banyaknya eumelanin di kulit dapat mengurangi

banyaknya sinar UV yang masuk pada epidermis kulit (Ito et al., 2000).

Warna kulit adalah salah satu faktor penentu yang paling penting dari

tingkat sensitivitas UV dan resiko kanker kulit. Paparan sinar UV pada kulit

secara terus menerus dapat menyebabkan peradangan (sunburn). MED (Minimal

Erythematous Dose) tidak dapat terjadi pada kulit dengan tingkat eumelanin yang

tinggi, karena itu pada orang berkulit gelap mempunyai banyak potensi untuk

memblokir radiasi UV lebih lanjut sehingga tidak menyebabkan peradangan

(sunburn) (Godar, 2005).

Di lingkungan, sinar UV memberikan kontribusi untuk berbagai penyakit

kulit termasuk peradangan, penuaan degeneratif dan kanker. Secara historis,

manusia telah terkena radiasi UV terutama melalui paparan sinar matahari.

Paparan sinar UV telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun

terakhir karena kegiatan aktifitas luar ruangan yang meningkat sehingga semakin

meningkat pula sediaan kosmetik sebagai tabir surya (Andreassi et al., 1999).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

9

Gambar 2.3 Mekanisme Penghalang UV pada Kulit (Funasaka et al., 1998).

UV memiliki banyak efek pada fisiologi kulit, dengan beberapa

konsekuensi yang terjadi secara akut dan lain-lain dengan cara tertunda. Salah

satu efek akut yang paling jelas dari UV pada kulit adalah induksi inflamasi

(Slominski et al., 2012). UV-B menginduksi kaskade sitokin, kemokin, dan

vasoaktif dan mediator neuroactive di kulit yang bersama-sama akan keluar dari

kulit dan menghasilkan respon inflamasi serta menyebabkan sunburn (Kim et al.,

2016). Sinar UV juga menginduksi tekanan genotoksik serta UVA merupakan

etiologi dari foto dermatosis serta sebagai salah satu penyebab alergi (Zimmer et

al., 2015). Studi kasus dari Swedia Selatan, dilaporkan bahwa pemaparan sinar

matahari lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan tabir surya, serta

memiliki peningkatan risiko melanoma ganas pada kulit (Ghiasvand et al., 2016).

Jika dosis UV melebihi respon kerusakan ambang batas, keratinosit

mengaktifkan jalur apoptosis dan mati. Keratinosit apoptosis tersebut dapat

diidentifikasi dengan inti pyknotic mereka dan dikenal sebagai sunburn sel

(Bayerl, et al., 1995). UV juga menyebabkan peningkatan ketebalan epidermis,

disebut hiperkeratosis. Dengan menyebabkan cedera sel, UV menginduksi jalur

respon kerusakan di keratinosit. Sinyal kerusakan tersebut seperti aktivasi p53

dalam mengubah fisiologis keratinosit sebagai mediasi siklus sel tahanan,

mengaktifkan perbaikan DNA dan merangsang apoptosis jika kerusakan cukup

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

10

besar. Beberapa jam setelah paparan sinar UV, meskipun sinyal respon kerusakan

mereda, keratinosit epidermis berkembang secara signifikan (Coelho, et al.,

2009). Faktor pertumbuhan epidermal dimediasi oleh berbagai peningkatan

pembelahan sel keratinosit setelah paparan UV menyebabkan akumulasi dari

keratinosit epidermis yang meningkatkan ketebalan epidermis. Hiperplasia

epidermal melindungi kulit lebih baik terhadap penetrasi UV ke kulit (Scott, et al.,

2012).

2.2 Sinar Ultra Violet (UV)

Radiasi sinar matahari terdiri dari sinar inframerah (panjang gelombang

>760 nm), sinar tampak (400-760 nm), dan sinar UV (ultraviolet) yang terdiri dari

UV-A (320-400 nm), UV-B (290-320 nm) serta UV-C (200-290 nm) (Mitsui,

1997). Sinar UV adalah sinar yang dipancarkan oleh matahari yang dapat

mencapai permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar inframerah (COLIPA,

2006).

Gambar 2.4 Efek Spektrum Elektromagnetik Radiasi UV Terhadap Kulit

Manusia (D’Orazio, et al., 2013).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

11

Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi dan mempunyai dampak

terhadap kulit adalah sinar UV-A dan UV-B. Kulit mempunyai fungsi yang sangat

vital sebagai organ tubuh paling luar, yang menutupi dan melindungi organ tubuh

lain dibawahnya terhadap gangguan fisik maupun kimiawi (Hardiyanto dan

Soedirman, 1981).

Sinar UV B dapat mencapai kulit sebanyak 70% direfleksikan oleh lapisan

tanduk (stratum corneum), 30% terpenetrasi ke dalam epidermis, dimana sebagian

diabsorpsi oleh keratinosit dan melanin, hanya 10 % yang mencapai bagian atas

dermis. Sinar UV-A memiliki energi lebih rendah dari UV-B tetapi memiliki

kelimpahan lebih dari 95% dari radiasi UV yang mencapai bumi (Wang et al.,

2008), dengan 20-32% dapat mencapai dermis dan 4% terpenetrasi pada jaringan

subkutis. Semakin panjang suatu panjang gelombang, maka semakin dalam

penetrasi ke dalam kulit (Mitsui, 1997).

Sinar UV A disebut juga gelombang panjang (320-400 nm) bertanggung

jawab pada terbentuknya tanning di permukaan kulit. Sinar UV-B bertanggung

jawab atas terjadinya sunburn yang merupakan reaksi akut dengan gejala

bervariasi mulai dari eritema hingga luka bakar yang nyeri (Wilkinson and Moore,

1982).

Energi foton yang dilepaskan cahaya matahari dapat menimbulkan

perubahan fotokimia sehingga dapat menyebabkan perubahan metabolisme pada

makhluk hidup (Koechevar et al., 1993). Efek buruk dari radiasi sinar matahari

pada kulit manusia dapat menyebabkan sunburn, pigmentasi kulit, penuaan dini,

(Wang et al., 2008) dan bahkan paling parah dapat menyebabkan kanker pada

kulit manusia (Wilkinson and Moore, 1982). Timbulnya berbagai dampak negatif

akibat radiasi sinar matahari berlebih maka perlu dilakukan perlindungan terhadap

kulit dengan tabir surya. (D’Orazio, et al., 2013)

Oleh karena adanya dampak negatif dari sinar UV, maka diperlukan

perlindungan terhadap sinar UV. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

meminimumkan jumlah UV yang berpenetrasi ke dalam kulit adalah dengan

menggunakan tabir surya. Indonesia sebagai negara tropis dengan pemamparan

sinar matahari yang cukup tinggi sangat membutuhkan sediaan kosmetik yang

berperan sebagai tabir surya (Shovyana dan Zulkarnain, 2013).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

12

2.3 Tabir Surya

Menurut Permenkes RI nomor 376/menkes/per/VIII/1990, tabir surya

adalah zat yang dapat menyerap sedikitnya 85% sinar matahari pada panjang

gelombang 290 sampai 320 nm tetapi dapat meneruskan sinar pada panjang

gelombang lebih dari 320 nm. Efektivitas sedíaan tabir surya dalam menahan

paparan sinar matahari dan panas dipengaruhi oleh stabilitas bahan aktif dan

stabilitas sediaan tabir surya tersebut (Wilkinson and Moore, 1982).

Secara alamiah kulit manusia telah mempunyai sistim perlindungan

terhadap sinar UV yaitu penebalan stratum corneum, pembentukan melanin, dan

juga pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang berlebihan sistim

pertahanan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga menyebabkan beberapa

gangguan pada kulit, karena itu diperlukanlah senyawa tabir surya untuk

melindungi kulit dari radiasi UV secara langsung (Tanjung, 1997). Senyawa tabir

matahari adalah senyawa yang dapat melindungi kulit terhadap eritema (panjang

gelombang 290-320 nm) yang disebut sebagai sunscreen UV-B. Sedangkan

senyawa yang mampu melindungi kulit terhadap bahaya pigmentasi (panjang

gelombang di atas 320 nm) yang disebut sunscreen UV-A (Shaath, 1990). Tabir

surya yang lebih baik tentunya merupakan tabir surya yang mempunya kombinasi

penghalang UV A dan UV B. Namun dewasa ini menurut salah satu penelitian

terhadap perlindungan kulit secara komprehensif, sebaiknya sediaan tidak hanya

melindungi terhadap UVA dan UVB saja, tetapi juga energi inframerah yang

berbahaya (Lohan et al, 2016).

Mekanisme sediaan tabir surya dibedakan atas dua kelompok, yaitu

kelompok tabir surya kimia yang bekerja menyerap sinar UV, dan kelompok

pemblok fisik (tabir surya yang bekerja secara fisik). Tabir surya pemblok fisik

bekerja dengan cara memantulkan atau membelokkan radiasi UV. Tabir surya

fisik pada umumnya merupakan senyawa anorganik yang terbukti dapat

memberikan manfaat mencegah terjadinya kerusakan kulit akibat radiasi sinar

matahari. Akan tetapi, formulasi senyawa anorganik ini pada umumnya bersifat

opaque, karena ukuran partikel serbuk akan mempengaruhi penampilan kulit pada

saat dipakai (Newmann dkk., 2009).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

13

Perlu diperhatikan jaminan keamanan dan keefektifan sediaan tabir surya.

Di beberapa negara, ketersediaan tabir surya mulai dibatasi oleh suatu aturan. Hal

ini dikarenakan produk yang mengandung SPF atau tabir surya diregulasi sebagai

bagian dari obat-obatan, sehingga hal ini membuatnya menjadi prioritas tertinggi

(Cefali et al., 2016). Beberapa bukti pernah menunjukkan bahwa tabir surya

organik dan tabir surya nanopartikulasi anorganik dapat menembus kulit. Adapun

penilaian atas stigma penggunaan tabir surya dapat menyebabkan sensitifitas dan

kerusakan kulit (Stiefel and Schwack, 2015).

Bahan tabir matahari dapat diperoleh secara sintetik maupun secara alami.

Bahan tabir matahari sintetik yang sering digunakan dalam sediaan tabir matahari

sebagai pengeblok fisik dan kimia, contoh pengeblok fisik adalah TiO2, ZnO,

sedangkan pengeblok kimia sebagai anti UV-A yaitu benzofenon, turunan

antranilat, dan sebagai anti UV-B yaitu turunan amino benzoat, turunan kamfor,

salisilat, dan turunan sinamat, misalnya etil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil-p-

metoksisinamat, 2-etil heksil-p-metoksi sinamat (Martindale, 1989).

2.4 Kencur

2.4.1 Sejarah dan Klasifikasi

Kencur (Kaempferia galanga L) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di

Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian

kalangan menduga bahwa asal-usul kencur adalah dari kawasan Indo-Malaysia.

Tetapi sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman kencur adalah

dari India. Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan

Cina. Penyebaran kencur di Indonesia telah meluas di berbagai wilayah atau

daerah. Pusat penanaman kencur masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama

Jawa Tengah dan Jawa Timur (Rukmana, 1994).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

14

Gambar 2.5 Rimpang Kencur (Rahayu, 2002).

Taksonomi Kaempferia galanga L (Family Zingiberaceae) (Preetha et al.,

2016):

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Phanerogamae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Series : Epigynae

Order : Scitaminales

Family : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Spesies : galanga.

Kencur merupakan tumbuhan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu

tinggi, lebih kurang 20 cm. Tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau

dengan pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar

sampai bundar, panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk,

dan tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan bagian

bawah berbulu halus Tangkai daun pendek, berukuran 3-10 cm, pelepah terbenam

dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Bunga tunggal, bentuk

terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang sari panjang sekitar 4 mm, berwarna

kuning. Putik berwarna putih atau putih keunguan (Rahayu, 2002).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

15

Gambar 2.6 Tumbuhan Kencur (Rahayu, 2002).

Pemerian simplisia kencur irisan pipih, bau khas, rasa pedas, bentuk

hampir bundar sampai jorong atau tidak beraturan, tebal 1-4 mm, panjang 1-5 cm,

lebar 0,5-3 cm, bagian tepi berombak dan berkeriput, warna coklat sampai coklat

kemerahan, bagian tengah berwarna putih sampai putih kecoklatan. Korteks

sempit, lebar lebih kurang 2 mm, warna putih (Menkes RI, 2009).

2.4.2 Kandungan dan Manfaat

Rimpang kencur adalah rimpang Kaempferia galanga L, suku

Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 2,40% v/b dan etil-p-

metoksisinamat tidak kurang dari 1,80% (Menkes RI, 2009).

Rimpang kencur mengandung minyak atsiri; dari destilasi uap bahan

kering diperoleh minyak atsiri sebanyak 2.4%-3.8%. Dari akar ditemukan p-

metoksi sinamat dalam bentuk bebas, terikat sebagai metil dan etil ester, dan

sebagai garam kalium. Etil-p-metoksisinamat mudah diisolasi dan dimurnikan.

Ekstraksi dengan etanol teknis panas menghasilkan etil-p-metoksisinamat.

Dengan bertambahnya umur panen kencur, kandungan p-metoksisinamat etil ester

juga makin meningkat, pada umur panen 5 bulan dihasilkan 0.33%; 7 bulan

dihasilkan 0.50% dan 9 bulan dihasilkan 1,00% (Astuti dkk, 1996).

Kencur banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu),

fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

16

bahan campuran saus rokok pada industri rokok kretek, bahkan dapat

dimanfaatkan sebagai bioinsektisida. Secara empirik kencur digunakan sebagai

penambah nafsu makan, ekspektoran, obat batuk, disentri, tonikum, infeksi

bakteri, masuk angin, sakit perut. Kandungan kimia tanaman kencur yaitu etil

sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksistiren, karen, borneol, dan parafin.

Kandungan minyak atsiri kencur adalah α-pinena, kampena, δ-3-carene, α-

pelandrena, limonene, p-simena4-isopropiltoluena, 7,8-epoksitrisiklododekana, 5-

metiltrisiklo undek-2-en-4-one, 2-asam propenoat, 3-(4-metoksifenil), etilester

(Assaat, 2011) dapat digunakan sebagai pelangsing. Etilester mempunyai nama

trivial etil p-metoksi sinamat (Setyawan dkk, 2012).

2.4.3 EPMS

EPMS merupakan komponen utama turunan dari senyawa sinamat yang

mempunyai aktivitas sebagai bahan tabir matahari. Kadar EPMS dalam simplisia

dapat mencapai 2,5% (Dyatmiko et al., 1995). Tingginya kadar EPMS

menyebabkan kencur memiliki prospek yang baik untuk dijadikan bahan dasar

sintesis senyawa tabir matahari (Hidajati dan Suyatno, 2008).

Gambar 2.7 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat (Setyawan dkk, 2012).

EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin

benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil EPMS

adalah sebagai bahan dasar senyawa tabir surya atau sebagai pelindung kulit dari

sengatan sinar matahari. Senyawa tabir surya digunakan bagi manusia yang

memerlukan perlindungan kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar

matahari. Kulit dengan perlindungan tampak lebih bersih dan putih. Dalam

ekstrak kencur terdapat senyawa sinamat. Sinamat adalah salah satu senyawa yang

berpotensi sebagai senyawa tabir surya (Wahyuningsih dkk, 2002).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

17

2.5 Titanium Dioksida

Titanium dioksida telah banyak digunakan dalam sediaan farmasi dan

produk kecantikan, salah satunya sebagai kosmetik pelindung dan pemutih.

Biasanya krim emulsi dengan bahan aktif ini konsistensinya menjadi sangat

kental, hal ini dikarenakan fase minyak dan fasa air secara bersamaan menjadi

homogen. Sehingga memungkinan terjadinya distribusi yang homogen serta

agregasi lokal pada kulit (Oh et al., 2010). Sebagai partikel pemblok UV dan

cahaya tidak terlihat, tabir surya yang dihasilkan dari titanium dioksida tampaknya

menjadi jelas dan transparan apabila diterapkan pada kulit manusia (Nohynek et

al., 2007).

Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa delapan suspensi TiO2 yang

memiliki ukuran nano dan lima konsentrasi yang berbeda diuji bersamaan dengan

parameter kualitas air pada (pH, suhu dan kekuatan ion), sumber cahaya dan

intensitas cahaya, kondisi lingkungan yang berbeda. Hasil menunjukkan partikel

bahwa ada atau tidaknya sumber cahaya tidak berpengaruh terhadap nano-TiO2,

hal ini terjadi karena peroksidasi lipid yang terinduksi secara foto aktif dan

disrupsi respirasi seluler (Erdem et al., 2015). Suatu penelitian bioassay sel

menunjukkan bahwa titanium dioksida yang berukuran nanopartikel dose-

dependent mampu meningkatkan kerusakan DNA, peroksidasi lemak, karbonilasi

protein, mampu menurunkan aktivitas dismutase superoksida secara signifikan,

katalase, kadar glutathione total, dan jumlah total antioksidan yang dapat

menyebabkan stres oksidatif (Dubey et al., 2012).

Menurut Sweetman (2009), Titanium dioksida adalah serbuk berwarna

putih atau hampir putih, yang praktis tidak larut dalam air dan asam mineral cair.

Tetapi larut perlahan-lahan pada larutan asam sulfat pekat panas. Titanium

dioksida dapat melebur dengan larutan kalium bisulfat atau dengan alkali

hidroksida maupun karbonat. Suspensi titanium dioksida dengan penambahan air

10% dapat menetralkan lakmus. Titanium dioksida mempunyai titik lebur sebesar

1,8oC dan titik didih sebesar 2,972

oC. Titanium dioksida mempunyai beberapa

sinonim, yaitu Titanidioksidi, Titandioxid, Titane diokside, Titanii dioxidum,

Titanium oxide, Titanodioksida, dan mempunyai Berat Jenis sebesar 79,87

(Sweetman, 2009).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

18

Titanium dioksida mempunyai mekanisme dan kegunaan yang mirip

dengan zink oksida yaitu sebagai antiinflamasi ringan dan pengobatan luka pada

kulit dan wasir, serta dapat juga memantulkan sinar UV sebagai tabir surya fisika.

Biasanya, kombinasi Titanium dioksida dengan titanium peroksida digunakan

untuk ruam popok. Titanium dioksida juga dapat memantulkan sinar UV sebagai

tabir surya fisika, hal ini digunakan sebagai bahan berbagai kosmetik (Sweetman,

2009).

Titanium dioksida merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan

karena kecerahan dan indeks biasnya sangat tinggi (n=2,4), biasanya ditemukan

dalam bentuk bubuk sebagai produk seperti cat, pelapis, kertas, tinta, makanan,

obat-obatan (pil dan tablet), serta pasta gigi; sebagai pigmen untuk memutihkan

susu skim (Phillips and Barbano, 1997); sebagai tabir surya dan penyerap UV

dalam kosmetik; sebagai fotokatalis karena memiliki sifat fotokatalitik (Fujishima

et al, 2005). Titanium dioksida memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi, stabil

dan tidak beracun. Secara komersial serbuk titanium dioksida juga mudah didapat

dan diproduksi dalam jumlah besar (Slamet dkk, 2003).

Menurut Permenkes (1998), penggunaan maksimal titanium dioksida

sebagai bahan tabir surya dan pemutih dalam batas maksimal 25%. Pada

penelitian Oh et al., (2010), menjelaskan bahwa produk yang beredar di pasaran,

terdapat sediaan titanium dioksida dengan rata-rata konsentrasinya pada sampel

sekitar 1,75-2,32%.

2.6 VCO

VCO diperoleh dari daging buah kelapa yang sudah tua tetapi masih segar

yang diproses tanpa pemanasan, diproses dengan cara sederhana sehingga

diperoleh minyak kelapa murni yang berkualitas tinggi. VCO merupakan produk

olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat. Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar

90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi

oleh asam laurat yang memiliki rantai C12. VCO mengandung ± 53% asam laurat

dan sekitar 7% asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

19

sedang yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA) (Budiman dkk,

2012).

Menurut Villarino dan Lizada (2007), menyebutkan bahwa salah satu

keuntungan VCO adalah terletak pada 90% kandungan asam lemak jenuhnya

yaitu C-8 (asam kaprilat), C-10 (asam kaprat), C-12 (asam laurat) dan C-14 (asam

miristat), yang sebagian besar merupakan Medium Chain Triglycerides (MCT)

dan antioksidannya seperti tokoferol. Kandungan asam laurat (± 53%) dan

tokoferol (0,5 mg/100 g VCO) dapat bersifat sebagai antioksidan dan dapat

mengurangi tekanan oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana tingkat oksigen reaktif

intermediet (reactive oxygen intermediate atau ROI) yang toksik melebihi

pertahanan antioksidan endogen yang diakibatkan oleh paparan sinar UV

(Hernanto dkk., 2008).

Tabel II.1 Sifat Fisika Kimia VCO (Andi, 2005)

Karakteristik Kandungan

Titik cair (°C) 22-26

Densitas (60°C) 0,890-0,895

Berat spesifik (40°C/air pada 20°C) 0,908-0,921

Titer (°C) 20-24°C

Indeks refraktif/bias (40°C) 1,448-1,450

Bilangan penyabunan 248-265

Bilangan iod 6 sampai 11

Bilangan asam

1. Virgin oil 0,6 max

2. Non-virgin oil 4 max

Bilangan peroksida 10 max

Bilangan Reichert-Meissel 6-8,5

Bilangan Polenske 13-18

Angka tak tersaponifikasi 15 g/kg max

Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO,

sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di

Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa

sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Disamping itu, VCO

efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

20

meningkatkan hidratasi kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero

and Verallo-Rowell, 2004).

Di dalam basis krim, VCO merupakan fase minyak yang akan diemulsikan

dengan emulgator untuk membentuk matriks krim yang stabil secara fisika. Fase

minyak cair yang banyak digunakan dalam pembuatan krim adalah parafin cair

(Lucida dkk, 2008). Menurut Hasibuan (2011), VCO merupakan pelembab kulit

alami karena mampu mencegah kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan

terhadap kulit tersebut. Susunan molekular dari VCO memberikan tekstur lembut

dan halus pada kulit. Oleh karena itu, VCO dapat menjadi losion (Fife, 2009) dan

tabir surya alami (Henry, 2012).

Kadar asam lemak bebas yang terlalu tinggi dapat mempercepat

pertumbuhan mikroorganisme yang akan merusak komponen lemak sehingga

menimbulkan bau tengik dan menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Oleh

karena itu, penurunan kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam VCO

dapat menyebabkan emulsi kosmetik yang terbentuk menjadi stabil (Mu’awanah

dkk, 2014).

2.7 Ekstraksi

Menurut Mukhriani (2014), Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan

dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi

dihentikan ketika tercapai kesetim-bangan antara konsentrasi senyawa dalam

pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Salah satu metode yang digunakan

untuk penemuan obat tradisional adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode

ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Proses

ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai

berikut :

1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan

penggilingan bagian tumbuhan.

2. Pemilihan pelarut

3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.

4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.

5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petrole-um eter, kloroform, dan sebagainya.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

21

2.7.1 Macam-macam Metode Ekstraksi

Penyarian simplisia dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan

dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan

cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara

perkolasi (BPOM, 2010). Menurut Mukhriani (2014), Jenis-jenis metode ekstraksi

yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Maserasi

Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut

yang sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses

ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa

dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi,

pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode

maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup

banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa

senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain,

metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat

termolabil (Mukhriani, 2014).

2. Perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian

bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan

menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel

senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel

dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.

Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan me-makan banyak

waktu (Mukhriani, 2014).

3. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction

Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan

bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi

serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal ini

dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

22

rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan

senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014).

4. Soxhlet

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung

selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas

labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan

suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah

proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil

kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan

banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat

terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih

(Mukhriani, 2014).

5. Reflux dan Destilasi Uap

Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu

yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik

didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu (Mukhriani, 2014). Destilasi

uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi

minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap

terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)

ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua

metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel,

2006).

2.7.2 Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari

simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.

Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari

digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air (BPOM, 2010).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), ekstrak adalah sediaan kental

yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati

atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

23

sedemikian rupa hingga memenuhi buku yang telah ditetapkan. Sebagian ekstrak

dilakukan dengan cara mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh

perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar

panas sesedikit mungkin terkena panas.

Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol

sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-

maisng monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia

yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat

didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienap tuangkan (dekantasi).

Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope. Ekstrak cair dapat

dibuat dari ekstrak yang sesuai.

2.7.3 Proses Pembuatan Ekstrak

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 55 (2000),

proses pembuatan ekstrak adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya.

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk

simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia

dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini

dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai

berikut:

a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien,

namun makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi

peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan

interaksi dengan benda keras (logam). Maka akan timbul panas yang

dapat berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini dapat

dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.

2. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah elarut yang

baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang

aktif, dengn demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

24

dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya sebagian besar

senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka

cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder

yang terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan

cairan penyari adalah sebagai berikut:

a. Selektivitas

b. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut

c. Ekonomis

d. Ramah Lingkungan

e. Keamanan.

3. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa

yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada

senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang

lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan,

pemisahan dua cairan tak tercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta

proses adsorbsi dan penukar ion.

4. Pemekatan/Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa

terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering,

ekstrak hanya menjadi kental/pekat.

5. Pengeringan Ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga

menghasilkan serbuk. Masa kering rapuh, tergantung proses dan

perlalatan yang digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak

yaitu dengan cara.

a. Pengeringan evaporasi

b. Pengeringan vaporasi

c. Pengeringan sublimasi

d. Pengeringan konveksi

e. Pengeringan kontak

f. Pengeringan radiasi

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

25

g. Pengeringan dielektrik.

6. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia awal.

2.7.4 Pembuatan Ekstrak Kencur dan Isolasi Kristal EPMS

Pembuatan ekstrak kencur dapat dilakukan dengan berbagai macam

metode dan pelarut. Menurut beberapa penelitian yang telah ditemukan, metode

yang banyak digunakan adalah metode maserasi (dengan pelarut etanol 96% dan

n-heksana) dan metode perkolasi (dengan pelarut etanol 96% dan petroleum eter).

1. Pembuatan Ekstrak Kencur dengan Cara Maserasi

a. Pelarut Etanol

Menurut Hidajati dan Suyatno (2008), Sampel kencur diseleksi,

dibersihkan, dipotong-potong sampai berukuran kecil, dan dikeringkan pada suhu

kamar. Sampel yang sudah kering digiling sehingga terbentuk serbuk halus yang

siap diekstraksi. Sebanyak 1 kg serbuk rimpang kencur dimaserasi dengan pelarut

etanol selama 3×24 jam. Ekstrak etanol dipekatkan secara vakum rotavapor

menghasilkan ekstrak pekat. Selanjutnya ekstrak tersebut didinginkan dalam

lemari es sampai terbentuk kristal. Selanjutnya kristal tersebut disaring, dicuci

dengan etanol dan dimurnikan dengan cara rekristalisasi dalam pelarut campuran

etanol-air.

b. Pelarut Etanol 96%

Menurut Taufikurrohmah (2005), Lima kilogram rimpang kencur dicuci

dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iris tipis agar mudah kering dengan

pengeringan sinar matahari tidak langsung atau diangin-anginkan. Setelah kering

didapatkan 900 g simplisia selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk dan direndam

menggunakan pelarut etanol 96 % selama 24 jam. Filtrat ditampung dan residu

direndam lagi sampai 3 kali atau sampai diperoleh perkolat yang berwarna kuning

pucat. Filtrat selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Filtrat

pekat selanjutnya didinginkan dengan penangas es hingga terbentuk kristal.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

26

Kristal yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan etanol dan direkristalisasi

dengan metanol hingga didapat kristal jarum yang tidak berwarna.

c. Pelarut N-heksana

Menurut Restuti (2005), Penelitianya dimulai dari kencur dicuci sampai

bersih dipotong tipis-tipis lalu dikeringkan dibawah sinar matahari secara tidak

langsung. Serbuk kencur digiling atau dihaluskan didalam blender ditimbang

200 gram serbuk kencur dimasukkan ke dalam wadah direndam serbuk kencur

dengan n-heksana sampai terendam 1 cm di atas serbuk kencur yang ada

didalam wadah didiamkan selama 3 hari dimaserasi dengan suhu 60 °C.

Larutan ekstrak kencur dimasukkan ke dalam erlenmeyer disimpan dalam

lemari es hingga terbentuk kristal. Kristal disaring dan dikeringkan, kemudian

ditimbang dan diuji titik lelehnya.

2. Pembuatan Ekstrak Kencur dengan Cara Perkolasi

a. Etanol 96%

Menurut Caesaria et al (2009), rimpang kencur yang sudah dipanen

kemudian di sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan rimpang kencur

dengan tanaman lain yang ikut terbawa saat pemanenan. Kemudian tahap

selanjutnya adalah pencucian. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan

kotoran yang melekat pada rimpang kencur. Jenis kotoran yang dihilangkan

adalah sisa tanah yang melekat pada rimpang kencur. Setelah selesai, rimpang

kencur dikeringanginkan agar mengurangi kadar air setelah pencucian.

Pengecilan ukuran, pengeringan, penyerbukan, pengayakan Rimpang kencur

yang telah dikeringanginkan kemudian dikecilkan ukurannya dengan cara

dipotong dengan ketebalan 3-4 mm. Hal ini bertujuan untuk mempermudah

proses selanjutnya yaitu proses pengeringan. Pengecilan ukuran suatu

simplisia tergantung dengan senyawa target yang akan diambil. Apabila

senyawa target yang akan diambil bersifat volatile (mudah menguap) maka

jangan mengecilkan ukuran simplisia terlalu kecil, karena akan mempercepat

pengeringan sehingga dikhawatirkan zat aktif yang bersifat volatile tersebut

akan hilang. Kemudian dilakukan pengeringan dengan cara dijemur dibawah

sinar matahari langsung sampai kering. Lalu diserbukkan dengan cara

diblender. Serbuk hasil blender kemudian diayak dengan derajat halus serbuk

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

27

20/60 atau serbuk agak kasar, setelah itu dilakukan ekstraksi. Ekstraksi adalah

kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga memisahkan

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi dilakukan dengan

cara perkolasi. Sebelum proses perkolasi, serbuk simplisia dimaserasi terlebih

dahulu, karena bila sebuk simplisia langsung dialiri dengan cairan penyari

maka cairan penyari tidak akan menembus ke seluruh sel dengan sempurna.

Hal ini disebabkan karena tidak seluruh sel mengembang. Setelah massa

didiamkan 24 jam di dalam perkolator, keran dibuka. Karena diatur sehingga

kecepatan menetes 1 ml tiap menit. Jika penetesan terlalu cepat, penyarian

tidak sempurna, sebaliknya jika terlalu lambat akan membuang waktu dan

kemungkinan menguap lebih besar. Rekristalisasi Kristal yang telah

didapatkan, kemudian dilarutkan kembali dengan etanol 96% dan didesak

dengan air sehingga akan terjadi pengendapan. Endapan yang dihasilkan

diambil yang kemudian digunakan untuk proses selanjutnya. Fungsi dari

rekristalisasi adalah memisahkan kristal dari senyawa target dengan zat ballast

yang ikut terekstraksi sehingga memaksimalkan kemurnian senyawa aktif

yang diinginkan.

b. Pelarut Potreleum Eter

Menurut Nugraha dkk (2012), Sebanyak 100 gram serbuk kencur

dimasukkan dalam alat perkolator dan dimaserasi dengan pelarut petroleum

eter sambil diaduk selama 3 jam, 5 jam, dan 24 jam, waktu disini merupakan

variabel bebas. Ekstrak yang terbentuk diuapkan dalam rotary evaporator

kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal dan dimurnikan dengan cara

direkristalisasi menggunakan pelarut kloroform untuk menghilangkan

pengotor yang masih tertinggal. kemudian dipanaskan hingga terbentuk kristal

putih. Setelah dilakukan isolasi etil p-metoksisinamat, kemudian dihitung

berapa berat rendemen hasil isolasi yang terbentuk, lalu diidentifikasi secara

kimia dengan cara titik leleh kristal hasil isolasi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

28

2.8 Krim

2.8.1 Definisi Krim

Krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik

bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya digunakan

sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit (Ansel, 2005). Emulsi adalah

sistem termodinamika yang tidak stabil. Stabilitas emulsi sangat penting untuk

memastikan kualitasnya. Faktor stabilitas terkadang dipengaruhi oleh karakteristik

fisikokimia bahan yang dicampurkan selama masa pembuatan. Beberapa

kerusakan sering terjadi pada emulsi yang sebagian besar disebabkan oleh

pemisahan gravitasi, flokulasi, dan koalesensi. Stabilitas emulsi sangat

dipengaruhi oleh berat jenis, distribusi ukuran partikel, dan karakteristik rheologi

(Khor et al., 2014).

Rheologi merupakan studi aliran yang membahas karakteristik viskositas

sediaan serbuk, cairan, dan semipadat. Aliran viskositas dibagi menjadi dua

kategori umum yaitu aliran Newtonian dan non-Newtonian yang bergantung pada

karakteristik alirannya. Aliran Newtonian ditandai dengan viskositas konstan,

terlepas dari tingkat geser yang diterapkan. Sedangkan aliran non-Newtonian

ditandai oleh perubahan karakteristik viskositas dengan kenaikan laju geser dan

tidak mengikuti persamaan aliran newtonian. Ada 3 jenis aliran non-Newtonian

meliputi: plastik, pseudoplastik, dan aliran dilatan. Beberapa sediaan yang

termasuk dalam aliran non-Newtonian adalah larutan koloid, emulsi, suspensi

cair, krim, salep, dan lain-lain (Ansel, 2005).

Sediaan krim terdiri atas 2 komponen utama, yaitu bahan aktif dan bahan

dasar (basis) krim. Bahan dasar krim terdiri dari fase minyak dan fase air yang

dicampur dengan adanya bahan pengemulsi (emulgator) sehingga membentuk

basis krim. Agar diperoleh suatu basis krim yang baik, maka penggunaan dan

pemilihan bahan pengemulsi sangat menentukan. Selain itu, dalam suatu krim

untuk menunjang dan menghasilkan suatu karakteristik formula krim yang

diinginkan, maka sering ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pengawet,

pengkelat, pengental, pewarna, pelembab, pewangi, dan sebagainya (Lachman et

al., 1994).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

29

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus

bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

b. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang

dihasilkan menjadi lunak serta homogen.

c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim

padat atau cair pada penggunaan (Widodo, 2013).

2.8.2 Vanishing Cream

Vanishing cream adalah suatu sediaan setengah padat, berupa emulsi

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Krim akan rusak jika terganggu sistem campurannya yang dapat disebabkan

perubahan suhu dan perubahan salah satu fase secara berlebihan. Karena waktu

krim ini digunakan dan digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat.

Hilangnya krim ini dari kulit dipermudah oleh emulsi minyak dalam air yang

terkandung didalamnya (Ikhsanudin, 2012).

2.8.3 Keuntungan dan Tipe Krim

Krim berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan

dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim, krim tipe minyak dalam

air (m/a) dan tipe air dalam minyak (a/m) (Anief, 2008). Apa yang disebut

vanishing umumnya emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam presentase

yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan

sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel, 2005).

Krim tipe m/a (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika digunakan

pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu

obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan

kulit. Tetapi pada umumnya orang lebih menyukai tipe a/m, karena

penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan airnya

dapat mengurangi rasa panas di kulit. Cold cream adalah bentuk emulsi yang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

30

memiliki perbandingan fase minyak lebih tinggi atau salah satu contoh tipe a/m,

walaupun begitu saat krim ini diaplikasikan pada kulit tetap memberikan efek

dingin karena penguapan dari air yang terkandung dalam emulsi berjalan lambat

(Howard, 1974).

2.8.4 Emulgator (Emulsifying agent)

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat

membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling

tidak bercampur. Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair

dapat digunakan secara bermacam-macam seperti oral, topikal, atau parenteral,

sedangkan emulsi semisolid digunakan secara topikal. Umumnya untuk membuat

emulsi diperlukan tiga fase yaitu, fase minyak, fase air, dan fase ketiga atau zat

pengemulsi (emulsifying agent) (Ansel, 2005).

Emulsifying agent merupakan bahan yang digunakan untuk menurunkan

tegangan antarmuka antara dua fasa yang dalam keadaan normal tidak saling

bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi. Secara struktural, emulsifier

adalah molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik maupun lipofilik atau

gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu molekul (Nasution dkk, 2004).

Menurut Ansel (2011), bahan yang umum dan sering digunakan dalam

aplikasi kefarmasian sebagai emulsifier dan stabilisator adalah sebagai berikut:

1. Bahan mengandung karbohidrat alami.

Bahan-bahan berikut umumnya menghasilkan emulsi tipe m/a. Contoh:

akasia, tragakan, agar dan pektin (Ansel, 2011).

2. Bahan mengandung protein.

Bahan-bahan berikut menghasilkan emulsi m/a. Contoh: gelatin, kuning telur,

dan kasein (Ansel, 2011).

3. Bahan mengandung alkohol bermolekul tinggi.

Bahan ini bekerja terutama sebagai agen penebalan dan stabilisator untuk

emulsi tipe m/a dari lotion atau salep tertentu yang digunakan secara

eksternal. Bahan mengandung kolesterol dan turunannya dapat bekerja

sebagai pengemulsi eksternal tipe a/m. Contoh: stearil alkohol, setil alkohol,

dan gliseril monostearat (Ansel, 2011).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

31

4. Agen pembasah (wetting agent) anionik, kationik, nonionik.

Sifat ion surfaktan adalah pertimbangan utama dalam pemilihan agen

pembasah. Surfaktan nonionik yang efektif berada pada rentang pH 3-10,

surfaktan kationik berada pada rentang pH 3-7, sedangkan surfaktan anionik

efektif berada pada rentang pH >8 (Ansel, 2011).

a. Agen pembasah anionik

Bahan ini mempunyai ujung hidrofilik dan lipofilik dengan protein

lipofilik yang dihitung sebagai aktifitas pemukaan molekul. Pada agen

anionik, sebagian permukaan lipofiliknya bermuatan negatif. Contoh:

sabun monovalen, polivalen dan organik (seperti: trietanolamina, oleat,

dan sulfonat) (Ansel, 2011).

b. Agen pembasah kationik

Bahan ini permukaan lipofiliknya bermuatan positif. Karena itu

kombinasi antara agen anionik dan kationik tidak dianjurkan karena

dapat menetralisir sifat antara keduanya. Contoh: benzalkonium klorida

(Ansel, 2011).

c. Agen pembasah nonionik

Pada agen nonionik tidak memiliki kecenderungan untuk mengionisasi.

Tergantung pada sifat masing-masing tipe emulsi m/a ataupun a/m.

Contoh: ester sorbitan, polioksietilen dan turunannya (Ansel, 2011).

5. Bahan mengandung padatan halus atau koloid

Bahan ini umumnya membentuk emulsi m/a. Ketika larut, bahan ditambahkan

ke fase air jika volume lebih banyak dari fase minyak. Namun jika bahan ini

ditambahkan dalam fase minyak, dapat membentuk emulsi dengan tipe a/m.

Contoh: Bentonit, magnesium klorida, dan aluminium hidroksida (Ansel,

2011).

2.8.5 Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang

terdiri dari air dan minyak dengan cara menurunkan tegangan permukaan antar

fase. Surfaktan dalam jumlah sedikit apabila ditambahkan ke dalam suatu

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

32

campuran dua fase yang tidak saling bercampur seperti minyak dan air dapat

mengemulsikan kedua fase tersebut menjadi emulsi yang stabil. Aktifitas

surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan

memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang

suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat

bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan

surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-

air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan

rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam

dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan

rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung

gugus hidroksil. Bagian kepala bersifat hidropilik masuk ke fase hidropil dan

bagian ekor bersifat hidropobik masuk ke fase hidropobik (Jatmika, 1998).

Menurut Widodo (2013), penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan,

yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying

agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Berdasarkan sifat gugus fungsi yang

dimiliki, surfaktan terbagi menjadi empat golongan, yaitu:

1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu

anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat,

garam sulfonat asam lemak rantai panjang.

2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu

kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil

ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.

3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester

sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida,

mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muata

positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,

betain, fosfobetain.

Menurut Seager dan Slabaugh (1994), asam lemak adalah asam karboksilat

yang gugus alkilnya adalah rantai hidrokarbon, yang mempunyai atom C panjang

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

33

dan tidak bercabang. Asam lemak merupakan komponen dari molekul lemak

dimana asam lemak tersebut mempunyai jumlah atom C genap termasuk atom C

pada karboksil mulai dari atom C4. Secara umum struktur asam karboksilat dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.8 Struktur Kimia Asam Karboksilat (Seager dan Slabaugh, 1994).

Di dalam air, ion asam lemak bergabung dengan ion-ion yang lain

membentuk kelompok yang disebut misel. Rantai nonpolar yang ada di dalam

misel membantu terjadinya dispersi zat yang tidak larut. Asam lemak yang tidak

mempunyai ikatan rangkap atom C dengan C adalah lurus, sedangkan asam lemak

yang mempunyai ikatan rangkap, maka bentuk ikatan atom C dengan C agak

bengkok. Asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam

lemak tidak jenuh. Sebagai contoh asam stearat (18 karbon) adalah asam lemak

jenuh dengan titik lebur 71oC, asam oleat (18 karbon dengan satu ikatan rangkap

cis) titik leburnya 13oC, dan asam linoleat (18 karbon dengan 2 ikatan rangkap)

mempunyai titik lebur -5oC (Seager dan Slabaugh, 1994). Setiap turunan asam

lemak yang akan digunakan pada industri kosmetik harus aman dan memenuhi

persyaratan berikut yaitu tidak iritasi, stabil secara fisika, bebas dari kontaminasi

mikrobial, stabil secara kimia tanpa mudah terhidrolisis dan rendah toksisitas

oralnya (Johnson dan Fritz, 1989).

Menurut Kim (2004), proses penyabunan antara trietanolamina dengan asam

stearat yang menghasilkan sabun stearat terjadi pada suhu ±65oC. Sabun stearat

berupa trietanolamin-stearat yang terbentuk juga berfungsi sebagai emulgator

yang menstabilkan emulsi melalui pembentukan monolayer yang stabil. Reaksi

penyabunan yang terjadi ditunjukkan pada gambar berikut:

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

34

Gambar 2.9 Reaksi Penyabunan Trietanolamin-Stearat (Puspita, 2012).

Penggunaan emulgator anionik yaitu trietanolamin dan asam stearat,

mengingat bahwa krim yang dibuat ditujukan untuk penggunaan luar. Basis yang

dipilih dalam suatu sediaan krim untuk penggunaan luar pada umumnya dibentuk

dari fase minyak yang tidak terabsorbsi kedalam kulit yaitu dari golongan minyak

mineral, misalnya parafin liquid. Sedangkan asam stearat akan membentuk krim

yang stabil jika digabungkan dengan trietanolamina (TEA) (Hamzah dkk., 2014).

2.9 Formulasi Krim

Pada penelitian ini menggunakan basis vanishing cream dalam formulasi

sediaan krim tabir surya yang mengandung EPMS dan titanium dioksida

menggunakan emulgator asam stearat dan trietanolamina.

Formulasi standar basis krim berdasarkan (Martin, 1993)

R/ Asam stearat 15 g

Malam putih 2 g

Vaselin putih 8 g

Trietanolamin 1,5 g

Propilenglikol 8 g

Aquadest 65,5 g

Beberapa formulasi pada berbagai penelitian sebagai acuan formulasi krim:

Formulasi krim mengandung VCO (Mu’awanah dkk., 2014)

R/ Gliserol 6 g

Asam Stearat 20 g

Setil alkohol 2 g

Lanolin 2 g

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

35

KOH 50% 1,4 g

VCO 2-50 g (2, 8, 14, 20,26, 32, 38, 44, 50 g)

Akuades 161 g

Formulasi krim mengandung EPMS (Wardiyah, 2015)

R/ Kristal EPMS 1 %

Setil alkohol 3 %

Isopropil miristat 3 %

Asam stearat 5 %

Minyak zaitun 1 %

Propilenglikol 15 %

Metil paraben 0,2 %

Propil paraben 0,1 %

Trietanolamin 0,2 %

Vitamin E 0,1 %

Alkohl 96% 5 %

Aqua destilata ad 100 %

Formulasi krim mengandung nipagin dan nipasol (Liony, 2014)

R/ Asam stearat 5 g

Setil alkohol 5 g

Parafin cair 2 g

Olive oil 3 g

Metyl paraben 0,2 g

Propil paraben 0,02 g

Trietanolamin 0,7 g

Gliserin 2 g

Monostearat 8 g

BHT qs

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

36

2.10 Komposisi Penyusun

1. VCO (Darmoyuwono, 2006).

Sinonim : Virgin coconut oil, minyak kelapa murni, minyak

perawan, minyak sara.

Berat molekul : 0,883

Pemerian : Tidak berwarna, jernih, bebas endapan, memiliki

aroma seperti kelapa, serta tidak memiliki bau tengik

dan rasa yang masam (Gediya, 2011)

Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1)

Suhu lebur : 20-25⁰ C

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk

Kegunaan : Sebagai fase minyak

2. Asam stearat (Rowe et al, 2009)

Gambar 2.10 Struktur Kimia Asam Stearat.

Sinonim : Acidum stearicum; Cetylacetic acid; Croadacid;

E570; Edernol; emersol; stereophanic acid; Pearl

Steric

Rumus Kimia : C18H3602

Berat molekul : 284,47

Pemerian : Kristal padat warna putih atau sedikit kekuningan,

sedikit mengkilap, sediki berbau (dalam kadar

minimal 20 ppm) dan berasa seperti lemak.

Kelarutan : Mudah larut dalam benzen, CCL4, kloroform dan

eter, larut dalam etanol (95%), heksan dan propilen

gilkol, praktis tidak larut dalam air.

Titik lebur : 69-70oC

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

37

Nilai Saponifikasi : 200-220

Inkompabilitas : Dengan logam hidroksida, basa, naproxen, bahan

pereduksi dan bahan pengoksidasi.

Penggunaan : Bahan pembentuk emulsi, agen pelarut. Asam

stearat dalam sediaan krim topikal digunakan

sebagai pembentuk emulsi dengan konsentrasi kadar

1-20%, asam stearate dinetralkan dengan alkalis atau

TEA untuk memberikan tekstur krim yang elastis.

Asam stearat digunakan juga sebagai bahan

kosmetik dan makanan.

3. Malam putih (Rowe et al, 2009)

Sinonim : White beeswax, cera alba

Pemerian : Tidak berasa, serpihan putih kekuningan dan sedikit

tembus, bau seperti lilin

Kelarutan : Larut dalam kloroform, eter, minyak menguap:

sedikit larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut

dalam air

Titik lebur : 61 – 65o C

Inkompabilitas : Dengan bahan pengoksidasi.

Penggunaan : Bahan penstabil emulsi, bahan pengeras, bahan

pembentuk basis (10-30%) pada sediaan krim dan

salep digunakan untuk meningkatkan konsistensi

dan menstabilkan emulsi air dalam minyak.

4. Vaselin putih (Depkes RI, 1995)

Sinonim : Vaselinum album, Vaselin putih

Pemerian : Berwarna putih atau kekuningan pucat massa

berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah

didinginkan pada suhu 0 oC.

Titik lebur : 38-60 oC

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

38

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol

dingin atau panas, dan dalam etanol mutlak dingin;

mudah larut dalam benzena, dalam karbon

disulfida dalam kloroform; larut dalam heksana,

dan dalam sebagaian besar minyak lemak dan

minyak atsiri.

Penggunaan : Pada formulasi topikal sebagai emolien krim,

topikal emulsi, topikal ointments dengan

konsentrasi antara 10-30%.

5. Trietanolamina (Rowe et al, 2009)

Gambar 2.11 Struktur Kimia Trietanolamina.

Sinonim : TEA ; triethylolamin; trihydroxytriethylamine;

trolaminum; tealan

Rumus molekul : C6H15NO3

Berat molekul : 149,19

Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna sampai kuning pucat,

bau lemah mirip amoniak, sangat higroskopis.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, CCL4, alkohol,

gliserin; larut dalam gliserin

Titik lebur : 20-21o C

pH : 10,5

Inkompatibilitas : Thionyl chloride, karena dapat meningkatkan

toksisitas

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

39

Penggunaan : Agen pembentuk emulsi dan pembasa. Dalam

formulasi terutama digunakan sebagai bahan

pembentuk emulsi (2-4%) dengan membentuk

sabun anionik bila dicampurkan dengan asam

lemak untuk menghasilkan krim yang halus, serta

emulsi krim m/a yang stabil. Kegunaan lain yaitu

sebagai surfaktan, buffer, pelarut, humektan dan

polimer plasticizer.

6. Metil paraben (Rowe et al, 2009)

Gambar 2.12 Struktur Kimia Metil Paraben.

Sinonim : Asam 4-hidroksibenzoat metil ester, metil p

hidroksibenzoat, metil paraben; metagin; nipagin.

Rumus molekul : C8H8O3

Berat molekul : 153,15

Titik lebur : 125-128oC

Pemerian : Kristal tidak berwarna atau kristal serbuk Kristal

putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan

sedikit rasa membakar.

Kelarutan : Pada suhu 25o C larut dalam 2 bagian etanol, 3

bagian etanol (95%), 6 bagian etanol (50%), 200

bagian etanol (10%), 10 bagian eter, 60 bagian

gliserin, 2 bagian methanol, praktis tidak larut

dalam minyak mineral, larut dalam 200 bagian

minyak kacang, 5 bagian propilenglikol, 400

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

40

bagian air (25o C), 50 bagian air (50

o C) dan 30

o

bagian air (80 o C).

Penggunaan : Digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan

kosmetikdan kefarmasian. Dengan metil paraben

sendiri atau dengan kombinasi dengan paraben atau

pengawet yang lain. Efektifitas sebagai pengawet

yang lain. Efektifitas sebagai pengawet dapat

ditingkatkan dengan penambahan 2-5% propilen

glikol, feniletilen alkohol atau EDTA. efek sinergis

sebagai pengawet terjadi pada penggunaan

metilparaben dengan paraben lain. kadar

metilparaben untuk sediaan topikal 0,02-0,3%.

pH : 4-8. Kegunaan sebagai pengawet menurun seiring

dengan meningkatnya pH pada formulasi.

Inkompatibiltas : Aktivitas antimikroba berkurang dengan kehadiran

surfaktan nonionic seperti polisorbat 80 karena

miselisasi. Penambahan 10% propilen glikol

menunjukkan efek potensiasi dan mencegah

interaksi antara paraben dengan polisorbat 80.

Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisiklat

talk, tragakan, sodium alginate, minyak esensial,

sorbitol dan atropin; diabsorpsi oleh plastic

tergantung pada jenis plastic dan pembawa yang

digunakan, botol polietilen tidak mengabsorpsi

metil paraben.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

41

7. Propil paraben (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.13 Struktur Kimia Propil Paraben.

Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid propyl ester; propagin;

nipasol; Propyl paraben; propyl p-

hydroxybenzoate; Aseptoform P.

Rumus molekul : C10H12O3

Berat molekul : 180,20

Titik lebur : 96-99o C

Pemerian : Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa.

Kelarutan : Larut dalam aseton, eter, 1,1 bagian etanol 5,6

bagian etanol (50%), 250 bagian gliserin, 3330

bagian mineral oil, 70 bagian minyak kacang, 3,9

bagian propilen glikol, 110 bagian propilen glikol

(50%), 4350 bagian air (15o C), 2500 bagian air,

225 bagian air (80%).

Penggunaan : Digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan

kosmetik, sendiri atau kombinasi dengan paraben

atau pengawet yang lain. Paraben lebih aktif

terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri,

dan lebih aktif terhadap gram positif. Aktifitas

dapat ditingkatkan dengan menggunakan

kombinasi dari paraben. Kadar propil paraben

untuk sediaan topikal sebesar 0,01%-0,6%.

pH : Dapat menghambat aktivitas mikroba pada pH 4-8.

Khasiat pengawet menurun dengan meningkatnya

pH karena pembentukan anion fenolat.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

42

Inkompatibilitas : Aktivitas mikroba berkurang dengan kehadiran

surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 karena

miselisasi. Inkompatibel dengan bentonit,

magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium

alginate, minyak essensial, sorbitol dan atropin;

diabsorpsi oleh plastik tergantung pada jenis

plastik dan pembawa yang digunakan; mengalami

perubahan warna akibat hidrolisis dengan adanya

besi, alkali lemah atau asam kuat.

8. Propilenglikol (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.14 Struktur Kimia Propilenglikol.

Sinonim : Propylenglycolum, Methyl ethylene glycol, Methyl

glycol, 1,2-Dihidroxypropane, Propane-1,2-diol.

Rumus molekul : C3H802

Berat molekul : 76,09

Titik lebur : -59oC

Pemerian : Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau

rasa manis dan sedikit tajam menyerupai gliserin.

Kelarutan : Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%),

gliserin dan air. Larut dalam 6 bagian eter, tidak

larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak

mineral tetapi dapat melarutkan beberapa minyak.

Penggunaan : Propilen glikol juga digunakan pada industri

kosmetik dan makanan sebagai emulsifier dan

pembawa rasa dengan tidak adanya penguapan.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

43

Pada sediaan topikal, propilen glikol juga

digunakan sebagai Humectant dengan kadar ≈15%.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi seperti kalium

permanganat.

9. Gliserin (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.15 Struktur Kimia Gliserin.

Sinonim : Glycerol, glycerin, croderol

Rumus molekul : C3H8O

Berat molekul : 92,09

Titik lebur : 18 ⁰C

Pemerian : Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang

higroskopis, memiliki rasa yang manis, kurang

lebih 0,6 kali manisnya dari sukrosa.

Kelarutan : Gliserin praktis tidak larut dengan benzene,

kloroform, dan minyak, larut dengan etanol 95%,

methanol dan air.

Stabilitas : Pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknya ditempat yang

sejuk dan kering.

Penggunaan : Digunakan pada berbagai formulasi sediaan

farmasetika, pada formulasi farmasetika sediaan

topikal dan kosmetik, gliserin utamanya digunakan

sebagai humektan dan pelembut. Rentang gliserin

yang digunakan sebagai humektan sebesar ≤30%.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

44

Inkompatibilitas : Bahan pengoksidasi kuat dapat menyebabkan

ledakan. Sinar secara langsung, dan ZnO dapat

merubah warnanya menjadi hitam.

10. BHA (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.16 Struktur Kimia BHA.

Sinonim : Butylated Hydroxyanisole, BHA, tert-butyl-4-

methoxyphenol, butylhydroxyanisolum, BHA.

Rumus molekul : C11H1602

Berat molekul : 180,25

Titik lebur : 47oC

Pemerian : Serbuk kristal atau padatan lemah agak berminyak,

putih kekuningan, putih atau hampir putih. Berbau

aromatik yang khas

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam metanol.

Bebas larut dalam ≥ 50% etanol encer, propilen

glikol, kloroform, eter, heksana, minyak biji kapas,

glyceryl monooleat, lemak babi, dan larutan alkali

hidroksida.

Penggunaan : BHA digunakan sebagai antioksidan dengan

beberapa sifat anti mikroba. Digunakan dalam

berbagai kosmetik, makanan, dan obat-obatan.

BHA sering dikombinasi dengan BHT, alkyl

gallate, dan asam sitrat. Pada sediaan topikal, BHA

digunakan sebagai anti oksidan dengan kadar

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

45

0,005-0,02% yang tercantum dalam peraturan FDA

dan USDA.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi dan garam ferri.

Paparan cahaya dan banyaknya jumlah logam

menyebabkan perubahan warna dan hilangnya

aktifitas.

11. BHT (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.17 Struktur Kimia BHT.

Sinonim : Butylated Hydroxytoluene, Agidol, BHT, 2,6-

bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol, 2,6-di-tert-

butyl-p-cresol, Embanox BHT; Impruvol, Nipanox

BHT, Tenox BHT, Topanol, Vianol,

butylhydroxytoluenum.

Rumus molekul : C15H240

Berat molekul : 220,35

Titik lebur : 70oC

Pemerian : Serbuk kristal atau padat kuning putih atau pucat

dengan aroma fenolik yang samar.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen

glikol, larutan alkali hidroksida, dan asam mineral

encer. Bebas larut dalam aceton, benzen etanol

95%, eter metanol, toluen, berbagai minyak dan

minyak mineral.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

46

Penggunaan : BHT digunakan sebgai anti oksidan dalam

kosmetik, makanan, dan obat-obatan, dapat

digunakan juga sebagai anti virus. Pada sediaan

topikal, BHT digunakan sebagai anti oksidan

dengan kadar 0,0075-0,1%.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida

dan permanganat dapat menyebabkan pembakaran

spontan. Garam ferri dapat menyebabkan

perubahan warna dan hilangnya aktifitas.

12. Na EDTA (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Edetate sodium, edetic acid tetrasodium salt;

EDTA tetrasodium, N,N0-1,2-ethanediylbis[N-

(carboxymethyl)glycine] tetrasodium salt,

ethylenediaminetetraacetic acid tetrasodium salt,

(ethylenedinitrilo) tetraacetic acid tetrasodium salt,

Sequestrene NA4, tetracemate tetrasodium,

tetracemin, tetrasodium edetate, Versene.

Rumus molekul : C10H12N2Na4O8

Berat molekul : 380,20

Titik lebur : 300 oC

pH : 11,3 dalam 1% w/v dalam air

Pemerian : Serbuk kristal putih.

Kelarutan : larut dalam air.

Penggunaan : Na EDTA digunakan sebagai Chellating agent dan

juga sebagai pengawet anti mikroba. Pada sediaan

topikal, Na EDTA digunakan sebagai chellating

agent dengan kadar 0,01-0,1%.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat, dan

logam polivalen.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

47

13. Paraffinum liquidum (Depkes RI, 1979)

Sinonim : Parafin cair, Minyak mineral ( Depkes RI, 1993).

Pemerian : Cairan kental, transaran, tidak berfluoresensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol

(96%), larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Kegunaan : Khasiat dan penggunaan sebagai laksativum.

Berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas

dalam fase minyak (Depkes RI, 1993).

14. Aqua destilata ( Depkes RI, 1979)

Gambar 2.18 Struktur Kimia Aqua destilata.

Sinonim : Air suling

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Berat molekul : 18,02

Kegunaan : Khasiat dan penggunaan sebagai pelarut.

2.11 Evaluasi Sediaan Semisolida

Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan sedikit efektif

harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasar dan ini harus selalu

ditaati. Pertama tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu sediaan yang

baik. Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegah teguh pada standar atau

spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standar atau spesifikasi yang telah

ada (Lachman, 1994)

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42592/3/jiptummpp-gdl-zidnarizki-48793-3-babii.pdf · 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Shoten, ... perabaan,

48

Evaluasi sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah

dibuat sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan mencapai hasil yang maksimal.

Evaluasi untuk sediaan dermatologi termasuk kosmetika terdiri dari stabilitas

bahan aktif, stabilitas bahan tambahan, organoleptis (warna, bau, dan tekstur),

homogenitas, distribusi ukuran partikel fase terdistribusi, pH, pelepasan atau

bioavaibilitas, viskositas (Barry, 1983).

Salah satu kontrol kualitas untuk spesifikasi produk jadi adalah

kenampakan atau penampilan produk yang bersifat subyektif. Hal ini

menunjukkan identitas produk. Warna, bau, dan konsistensi termasuk dalam

pengamatan identitas. Sifat-sifat ini berhubungan dengan kenyamanan. Krim yang

baik memiliki warna yang menarik, bau yang menyenangkan, dan konsistensi

yang tidak terlalu kental maupun encer (Lund, 1994).

Evaluasi sediaan semisolida pada penelitian ini meliputi karakteristik

fisika, kimia dan stabilitas sediaan krim tabir surya. Evaluasi karakteristik fisika

sediaan meliputi: organoleptis, homogenitas, viskositas, dan daya sebar. Evaluasi

karakteristik kimia yaitu pengukuran pH dan evaluasi stabilitas sediaan krim

dengan metode Freeze and thaw (Setyawan dkk, 2012).

Viskositas adalah besaran yang menyatakan tahanan dari cairan untuk

mengalir. Semakin besar viskositas maka cairan sukar mengalir. Hal ini

mempengaruhi kemudahan lotion untuk dituang. Viskositas juga berpengaruh

pada kecepatan pemisahan dari lotion menjadi fase minyak dan fase air. Sesuai

dengan hukum stokes, kecepatan pemisahan berbanding terbalik dengan

viskositas. Kecepatan pemisahan akan berkurang dengan meningkatnya viskositas

sehingga lotion menjadi lebih stabil. Perubahan temperatur dapat mempengaruhi

viskositas, dimana viskositas suatu cairan akan menurun jika temperatur

dinaikkan (Sinko, 2006).

Daya sebar adalah pengujian kemampuan sediaan semisolida, yaitu mudah

dioleskan, tidak membutuhkan tekanan yang besar untuk meratakannya pada

daerah aplikasi. Kemampuan daya sebar berkaitan dengan seberapa luas

permukaan kulit yang kontak dengan sediaan topikal ketika diaplikasikan.

Kemampuan daya sebar krim yang dapat dilihat dari luas sebaran yang dihasilkan

pada uji daya sebar (Voigt, 1994).