Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 IPA
2.1.1.1 Pengertian IPA
IPA atau Sains berasal dari bahasa latin yaitu “scientia” yang berarti
“pengetahuan”. Ilmu pengetahuan yang dimaksud dengan sains (science) adalah
ilmu pengetahuan ilmiah atau pengetahuan yang bersifat ilmu, secara ilmu
pengetahuan, memenuhi syarat ilmu pengetahuan (KBBI). Dalam arti luas adalah
setiap pengetahuan dasar atau praktek belajar yang mencari tujuan secara
sistematis yang mampu menghasilkan prediksi. Itulah sebabnya mengapa sains
disebut sebagai teknik atau praktek yang sangat terampil. Namun, dalam istilah
yang lebih modern, sains adalah sistem yang memperoleh pengetahuan
berdasarkan proses atau metode ilmiah untuk mengatur pengetahuan yang
diperoleh melalui suatu penelitian. Jadi IPA atau sains merupakan suatu cara
untuk mempelajari berbagai aspek-aspek tertentu dari suatu pengetahuan alam
secara terorganisir, sistematik dan melalui berbagai metode saintifik. Bidang IPA
atau sains secara luas dibagi menjadi dua ilmu, ilmu alam (ilmu yang mempelajari
fenomena alam) dan ilmu-ilmu sosial (ilmu untuk mempelajari perilaku manusia
dan masyarakat). Namun, di kedua hal tersebut, pengetahuan harus diperoleh
melalui pengamatan yang mampu diuji oleh validitas peneliti lain yang bekerja di
bawah kondisi yang sama. Ada beberapa disiplin ilmu lain seperti ilmu kesehatan
dan teknik yang dikelompokkan ke dalam ilmu antar disiplin yang diterapkan.
Namun tentu saja Ilmuan tetap melakukan upaya secara berkelanjutan untuk
menemukan dan meningkatkan sains melalui penelitian.
Menurut Goldstein, ilmu merupakan cara memandang dunia, memahami,
dan mengubahnya. Dalam konteks kreativitas keilmuan, ilmu pengetahuan di
definisikan sebagai sistem berpikir yang melibatkan serangkaian aktivitas kreatif
dan imajinatif ilmuwan dalam upaya mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan pada
7
dasarnya merupakan kumpulan kumpulan pengetahuan yang diperoleh manusia
dari berbagai sumber. Pengetahuan-pengetahuan itu diperoleh dengan
menggunakan metode tertentu, yakni metode ilmiah. Hasil dari semua itu lalu
disusun secara sistematis. Selanjutkan dilakukan uji kebenaran atau verifikasi
secara empiris. Lalu pengalaman nyata akan membuktikan kebenaran secara
konkret
Conantdalam Usman (2006) dalam bukunya yang membahas tentang
optimalisasi kegiatan belajar mengajar mengatakan, IPA atau Science diartikan
sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang
berhubungansatusamalain, dantumbuhsebagai hasil eksperimentasi dan
observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan
lebih lanjut
MenurutR.Harre dalam bukunta yang berjudul “The Philosophies Of
Science” (2000), “science is acollection of wellattestedtheories
whichexplain thepatterns andregularies andirregularies amongcarefully
studied phenomena”, yang berartisainsadalahkumpulanteori-teoriyang
telahdiujikebenarannya, menjelaskan tentangpola-pola danketeraturan
maupunketidakteraturan dari gejala yangdiamati denganseksama
Bube mengatakan, Science adalah pengetahuan tentang dunia alamiah
yang diperoleh dari interaksi indera dengan dunia tersebut.Pernyataan ini
memberikan suatu ketelitian yang menarik terhadap dua aspek tentang bagaimana
observasi terjadi (berlangsung) :
1. Observasi gejala-gejala alam (yang merupakan dasar-dasar otoritas dimana
pengetahuan ilmiah berlaku) melalui pikiran dan indra seseorang.
2. Proses observasi menyangkut dua jalur interaksi antara pengamat (orang
yang melakukan observasi) dan objek (sesuatu yang diobservasi)
Secara umum ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang berasal dari alam,
yang telah terbukti melalui penelitian-penelitian para ahli sehingga telah teruji
kevaliditasannya dan dapat digunakan sebagai acuan ilmu dalam hal belajar dan
pembelajaran.
8
2.1.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual siswa. Perkembangan
psikologis anak usia SD merupakan masa dimana mereka mempunyai rasa
keingintahuan yang besar. Menurut Sumaji (2006:31) dalam bukunya yang
berjudul “Sains yang Humanis” menyatakan bahwa “pendidikan sains bukanlah
merupakan transfer pengetahuan dari guru sebagai sumber pengetahuan kepada
anak sebagai siswa. Kalau hal ini yang terjadi, pendidikan tidak akan
menghasilkan generasi yang terdidik dan berkualitas”.
Maka pengembangan pendidikan IPA di SD diupayakan untuk melihat
pada kesesuaian antara hakikat pembelajaran IPA itu sendiri dengan
perkembangan siswa baik perkembangan psikologis maupun intelektual sehingga
menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan melahirkan generasi yang siap
menghadapi dunia globalisasi.
Adapun Sri Sulistyorini (2007: 9-11) menyatakan bahwa pada hakikatnyaIPA
dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap.Artinya,
belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi produk (hasil), dandimensi
pengembangan sikap ilmiah, yang ketiganya saling terkait satu sama lain.
a. IPA sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan hasil upaya perintis IPA terdahulu dalam
menemukan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap dalam bentuk buku teks. Pada pembelajaran
IPA guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga
dapat membantu siswa membangun pemahamannya dan menghasilkan
pengetahuan yang relevan.
b. IPA sebagai Proses
IPA sebagai proses adalah cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh
produk IPA. Cara mendapatkan IPA yaitu menggunakan metode ilmiah.
Untuk memahami suatu konsep siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh dan menemukan
9
konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan
dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan.
c. IPA sebagai Pemupukan Sikap
IPA sebagai pemupukan sikap mempunyai arti bahwa melalui IPA, sikap
ilmiah terhadap alam sekitar yang dimiliki oleh siswa akan berkembang
ketika siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di
lapangan.
IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin
tahu siswa secara alamiah. Ini akan membantu mereka mengembangkan
kemampuan berpikir dan mencari jawaban melalui pengamatan dan pengalaman
langsung berdasarkan bukti.. Sebagaimana yang dikemukakan Rohandi dalam
Sumaji (2006: 112) dalam bukunya yang berjudul “Sains yang Humanis”
menyatakan bahwa “pelaksanaan pembelajaran sains adalah menempatkan
aktivitas nyata anak dengan berbagai objek yang dipelajari yang merupakan hal
utama untuk dapat dikembangkan”. Jadi, siswa akan memiliki kemampuan
berpikir yang baik apabila memiliki banyak pengalaman belajar.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat
pembelajaran IPA di SD adalah pembelajaran IPA bukan sekedar penguasaan
konsep, prinsip, hukum atau teori semata melainkan suatu proses dengan cara
mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan
konsep-konsep ilmiah tentang alam semesta.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut Permen No 22 Tahun 2006 mata pelajaran IPA perlu diberikan
kepada siswa sejak sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan
berfikir logis, analitis, sistematis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
10
Adapun Sri Sulistyorini (2007: 40) dalam bukunya yang bwejudul “Model
Pembelajaran IPA SD” menyebutkan bahwa mata pelajaran IPAdi SD bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya
Tujuan Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa:
1) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains,
2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang
akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam
kehidupan sehari-hari.
5) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang
pengajaran lain.
11
6) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini
untuk dipelajari (Sri Sulistiyorini, 2007: 40)
2.1.2 Model Pembelajaran PBL dan Media Gambar
2.1.2.1 Pengertian PBL
Dalam kemendikbud tahun 2013 bahwa pembelajaran berbasis masalah
(PBL)merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehinggamerangsang peserta didik untuk belajar. Pendapat yang sama
juga dikemukakanoleh Hmelo-Silver (Paull Eggen: 2012) yang menyatakan bahwa
pembelajaranberbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalahsebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah, materidan penguatan diri.
Selain beberapa pendapat diMahanal, 2009 mengatakan bahwa PBL adalah
pembelajaran dengan menggunakan proyek sebagai metode pembelajaran. Para
siswa bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat
menghasilkan produk secara realistis.Menurut Nurhadi, dkk (dalam Handayani,
2009)tipe pembelajaran PBL adalah tipe pembelajaran dengan pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran.
PBL merupakan salah satu strategi pengajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. PBL adalah suatu pendekatan pengajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi dkk,
2009;16).
PBL adalah cara belajar siswa dengan menggunakan strategi pemecahan
masalah serta menggunakan contoh sesuatu yang nyata di kehidupan sehari-hari
agar siswa dapat lebih memahami dan menyelesaikan masalah tersebut.
12
Masalah yang ada pada pembelajaran PBL umumnya bersifat terbuka,
artinya jawaban dari masalah yang dihadapi belum tentu benar. Dengan demikian
dari guru maupun siswa sangat mempunyai peluang untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan jawaban apa saja yang mereka punyai. Jadi model
pembelajaran PBLbisa memancing siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan
menganalisis data guna memecahkan masalah yang mereka hadapi. Tujuan yang
dicapai dari model pembelajaran ini adalah untuk mendorong siswa agar mampu
berpikir kritis dan menemukan cara untuk memecahkan masalah melalui
eksplorasi data dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
2.1.2.2 Karakteristik PBL
Setiap model pembelajaran memikiki karakteristik tertentu yang
membedakan satu model pembelajaran dengan yang lainnya. Karakteristik
PBLmenurut Paul Eggen & Don Kauchak (2012) dalam bukunya yang berjudul
“Ketrampilan Berpikir”:
1) Pelajaran berfokus pada pemecahan masalah
Dalam pelajaran yang dijadikan sebagai pokok suatu persoalan berfokus pada
satu pemecahan masalah agar peserta didik dapat berkosentrasi pada masalah
yang sedang dibahas atau dihadapinya.
2) Tanggung jawab untuk memecahkan masalah ada pada siswa
Setiap individu siswa atau kelompok memiliki tanggung jawab atas pokok
permasalah yang sedang mereka hadapi atau kerjakan dalam suatu proses
pembelajaran
3) Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah.
Guru sebagai berperan sebagai fasilitator dalam jalannya proses pembelajaran
model PBLini, mensuport peserta didik agar dapat tercipta suasana kelas
yang hidup.
Dapat dianalisa bahwa, konsep pembelajaran PBLyakni berpusat pada
pemecahan masalah dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pemecahan
masalah melalui cara berpikir yang bebas dan terbuka menuju kepada suatu solusi
atau penemuan. Sementara peran guru adalah sebagai fasilitator dan pendukung
13
proses belajar. Proses dalam PBLsecara teoritis mendukung pengembangan
berpikir kritis siswa sesuai dengan desain yang diterapkan
2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL
Ada pula kelebihan dan kekurangan tersendiri yang dimiliki oleh model
PBL, antara lain;
a. Kelebihan
PBL inimemiliki memiliki kelebihan tersendiri dibanding dengan model
pembelajaran yang lain. Kemendikbud 2013 menyebutkan ada beberapa kelebihan
model PBLyaitu a) terjadi pembelajaran bermakna, b) dalam situasi PBL, siswa
dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan scara simultan dalam konteks
yang relevan, dan c) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Adapun Warsono dan Hariyanto (2013: 152) dalam bukunya yang berjudul
“Pembelajaran aktif teori dan Asesmen” menyebutkan kelebihan dariPBL yaitu a)
siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem solving) baik didalam kelas
maupun yang ada dalam kehidupan sehari-hari, b) memupuk rasasolidaritas karena
interaksi sosial yang terjadi dengan orang di sekitarnya, c)mengakrabkan guru dengan
siswa, dan d) membiasakan siswa menerapkanmetode eksperimen melalui proses
pemecahan masalah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keunggulan dari
model PBLini adalah siswa lebih terbiasa dengan masalah yang dihadapi di dunia
nyata, sehingga akan tercipta pembelajaran yang lebih bermakna. Pengetahuan
yang didapat siswa melalui pembelajaran dpat diaplikasikan secara relevan.
Pembelajaran yang menantang dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam
pembelajaran.
b. Kekurangan
Selain kelebihan, adapun kekurangan yang dimiliki oleh model PBLini.
Antara lain; dalam pembelajaran metode ini guru tidak bisa secara langsung
memberikan ilmunya kepada peserta didik, sehingga tidak tercipta pembelajaran
yang inspiratif. Peran guru hanya sebatas fasilitator saja, guna memberi
14
kesempatan pengajar agar lebih inspiratif sebaiknya metode belajar lebih
divariasikan. Namun tidak cukup hanya berpatok pada buku pegangan saja,
namun diluar itu guru harus kreatif mencari referensi lainnya, misalnya untuk
menanamkan nilai mencintai lingkungan sekitar.
Sedangkan menurut Thobroni dan Arif (2011, hlm.350) mengungkakan
bahwa kelemahan PBL yaitu: 1) memerlukan waktu yang banyak; 2) tidak bisa
digunakan dikelas-kelas rendah; dan 3) tidak semua peserta didik terampil
bertanya. Berdasarkan ungkapan dari Sanjaya, Thobroni dan Arif dapat
disimpulkan bahwa PBL memiliki kelemahan terutama dalam masalah waktu
yang lama dalam hal persiapan, perlunya motivasi kuat dari peserta didik untuk
mempelajari masalah yang ada dalam materi pembelajaran, dan tidak semua
materi dalam pelajaran geografi dapat menggunakan model ini.
2.1.2.4 Langkah-langkah Model PBL
Pembelajaran berbasis masalah mempunyai langkah-langkah dalam setiap
proses pembelajarannya. Adapun langkah-langkah dalam PBL menurut Richard L.
Arends (2008: 57) terdiri dari lima langkah yaitu;
a. orientasi masalah kepada siswa
b. mengorganisasikan siswa untuk meneliti
c. membantu investigasi mandiri dan kelompok
d. mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, dan
e. menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Senada dengan pendapat di atas, Rusmono (2012: 81) juga menyebutkan
pendapat yang sama mengenai tahapan pembelajaran dengan strategi PBL yaitu ;
a. mengorganisasikan siswa kepada masalah
b. mengorganisasikan siswa untuk belajar
c. membantu penyelidikan mandii dan kelompok
d. mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran
e. menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Selain pendapat ahli di atas, Warsono dan Hariyanto (2013: 150) menyatakan
bahwa langkah-langkah pembelajaran dalam PBL meliputi;
a. orientasi siswa kepada masalah
15
b. mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar
c. memandu investigasi mandiri maupun investigasi kelompok
d. mengembangkan dan mempresentasikan karya, serta
e. refleksi dan penilaian.
2.1.3 Media Pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran
Perkembangn IPTEK yang semakin mendorong upaya pembaharuan
dalam pemanfaatan hasil teknologi dalam proses upaya belajar. Hal ini menuntut
agar guru mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah.Guru
sekurang-kurangnya dapat menggunakan media yang murah dan efisien yang
meskipun sederhana, tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Schramm (dalam Putri, 2011: 20) media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah alat bantu yang dapat digunakan
untuk pembelajaran.Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara
harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar
Arsyad, 2011:3).
Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2011:4) media
merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan.Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar
Arsyad (2011:4), media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau
informasi bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran
antara sumber dan penerima.
Kemudian dari pengertian menurut para ahli di atas Dapat disimpulkan
bahwa media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.
16
2.1.3.2 Macam-macam Media Pembelajaran
Sebagai seorang pendidik alangkah baiknya banyak mengetahui macam-
macam jenis media pembelajan yang dapat membantu proses belajar mengajar di
kelas. Perlu kita ketahui media pembelajaran akan sangat bermanfaat jika sang
guru bisa mempergunakannya dengan baik dan benar. Secara garis besar media
dalam pembelajaran terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu media audio, media visual,
media audio visual dan media serbaneka. Untuk setiap jenis media memiliki
kriteria dan karakteristik tersendiri. Bagi anda yang ingin mengetahui detailnya
silahkan simak ulasannya berikut;
a. Media Audio
Media Audio merupakan media berbentuk suara yang memiliki peran
penting dalam pembelajaran. Media ini bisa berupa rekaman radio, rekaman
suara dan sebagainya.Media ini biasanya bisa kita temukan di ruang bahasa
ataupun saat siaran radio pendidikan.
b. Media Visual
Media Audio merupakan media berbentuk gambar yang menitik
beratkan pada indra penglihatan. Media ini biasanya digunakan untuk
meningkatkan semangat aktivitas belajar siswa, pemahaman yang
menghubungkan antara dunia nyata dengan isi materi pelajaran akan
meningkatkanketertarikan siswa dengan gambar yang disajikan oleh guru.
c. Media Audio Visual
Media audio visual adalah media yang menggabungkan antara media
audio dan media visual yang berbentuk video. Ketertarikan siswa akan media
ini tentulah sangat besar. Selain bisa melihat gambar, siswa juga secara
langsung mendengarkan suara dari media yang disajikan oleh guru. Media ini
sangat membatu bagi proser mengajar guru, karena pada umumnya guru
hanya menjelaskan sedikit isi atau maksud dari video kemudian kreativitas
siswa akan jalan dengan sendirinya.
17
2.1.3.3 Media Gambar
Media pembelajaran sangat diperlukan dalam proses pembelajaran,
terutama pada siswa kelas rendah. Dengan menggunakan media pembelajaran
yang mudah dipahami dan diterima oleh siswa, maka pembelajaran akan mudah
diterima. Media pembelajaran dapat berupa visual, audio dan audio visual. Namun
dalam penggunaan media sebagai alat bantu pembelajaran ini penulis
menggunakan media gambar.
Media gambar adalah suatu bentuk asli dari dua dimensi berbentuk foto,
gambar maupun lukisan yang dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran
yang diberikan oleh guru dan berisikan pesan tentang pelajaran sehingga siswa
dapat mengungkap informasi yang terkandung dalam dalam gambar tersebut dan
tercapainya tujuan pembelajaran. Media gambar memberikan pengalaman yang
lebih nyata bagi siswa. Saat siswa mengamati gambar, seolah-olah siswa melihat
bentuk asli seperti yang tertera pada gambar. Kebanyakan siswa sangat tertarik
dengan media gambar atau cerita bergambar terutama bagi kelas rendah, karena
penggunaanya dapat mengaktifkan semua indra muriddan membangkitkan dunia
teori dengan realitanya. Cerita bergambar adalah cerita yang menjadi inti dari
ceritanya adalah narasinya, sedangkan gambar hanya sebagai ilustrasi pelengkap.
Gambarnya hanya sebagai ilustrasi dari cerita yang ada, tetapi hanya menceritakan
salah satu adegan dalam sebuah cerita. Kaitannya dengan media pembelajaran
yang menggunakan cerita bergambar peran guru adalah menceritakan gambar
yang ditunjukkan kepada siswa untuk menyampaikan materi, sehingga siswa akan
lebih memahami materi. Dengan melihat gambar siswa akan tertarik untuk
memperhatikan penjelasan guru yang disajikan dalam bentuk cerita.
18
2.1.4. Sintak Penerapan Model Pembelajaran PBL Berbantu Media
Gambar Sesuai Standar Proses
Tabel 2.1
Sintak Pembelajaran Model PBL
No Kegiatan Tahap-tahap Tingkah Laku Guru
1. Awal Stimulasi (pemberian
rangsangan)
Guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran, meteri pokok dan
penjelasan singkat tentang LKS yang
dibagikan kepada kelompok. Kegiatan
ini biasanya disampaikan dengan
pengajaran langsung.
2. Inti Tahap 1
Penyajian Kelas/ Class
Presentation Tahap 2
Belajar Kelompok/
Teams
Tahap 3
Permainan/ Games
Tahap 4
Kerja Kelompok
Tahap 5
Penghargaan kelompok
Guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok berdasarkan
kriteria kemampuan. Kelompok
biasanya terdiri dari 4-5 siswa. Guru
membagi soal kepada masing-masing
kelompok. Guru mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan materi, bernomor
1-30. Kemudian guru mempersiapkan
alat-alat untuk permainan. Guru
memberi reward.
3. Penutup Menarik kesimpulan Guru melakukan pembahasan
kembali materi yang telah dipelajari.
Guru memberi kesempatan siswa
untuk bertanya. Guru menutup kelas
dengan do'a dan salam.
19
2.1.5. Aktivitas Belajar
2.1.5.1 Pengertian Aktivitas Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan mencari informasi hingga dapat menemukan
ilmu yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti.Melihat dari definisi tersebut,
belajar menjadi salah satu faktor yang dapat merubah pola pikir seseorang dalam
pembentukan kepribadian sesuai perkembangan setiap individu tersebut. Namun
tidak semua perkembangan disebut sebagai proses belajar.
Menurut Komalasari (2010) mengidentifikasikan ciri-ciri kegiatan belajar
yang mengacu pada seseorang melakukan kegiatan belajar, sebagai berikut :
1. Belajar adalah aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan dalam
diri seeseorang, baik secara actual maupun potensial.
2. Perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang baru
dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama.
3. Perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri individu.
Dapat dikatakan sesorang belajar jika melakukan aktivitas yang
menghasilan perubahan dalam dirinya. Aktivitas belajar adalah segala sesuatu
yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi
untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Gie (dalam Florensiana, 2011), aktivitas
belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang
dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa
perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada banyaknya
perubahan.Menurut Sardiman (dalam Saminanto, 2010), yang dimaksud aktivitas
belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik maupun mental.Dalam kegiatan
pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus saling menunjang agar diperoleh
hasil yang maksimal.
2.1.5.2 Jenis-jenis Aktivitas
Aktivitas belajar meliputi aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas tersebut harus selalu berkait. Aktivitas
belajar siswa sangat kompleks. Paul B. Diedrich (Sardiman, 2006: 101),
menyatakan bahwa kegiatan siswa digolongkan sebagai berikut:
20
1. Kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, melihat gambar-
gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati
orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan lisan (oral activities), yaitu mengemukakan suatu fakta atau
prinsip, menghubungkan suatu kejadian mengajukan pertanyaan, memberi
saran, mengemukakan pendapat, berwawancara diskusi dan interupsi
3. Kegiatan mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, atau
mendengarkan radio.
4. Kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, menulis
laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau
rangkuman, dan mengerjakan tes serta mengisi angket.
5. Kegiatan menggambar (drawing activities), yaitu menggambar, membuat
grafik, diagram, peta dan polaKegiatan-kegiatan
6. Kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan, memilih
alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan
permainan, serta menari dan berkebun.
7. Kegiatan mental (mental activities), yaitu merenungkan mengingat,
memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-
hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan emosional (emotional activities), yaitu minat, membedakan,
berani, tenang, merasa bosan dan gugup.
Dari penggolongan di atas, dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar
sangatlah kompleks dan bervasi. Sebagai pendidik sangatlah dituntut untuk dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran dengan
menyajikan variasi model pembelajaran yang dapat memicu siswa untuk berpikir
kreatif dan aktif dalam pembelajan.Jadi penulis menyimpulkan bahwa aktivitas
belajar adalah keterlibatan siswa dalam pembelajaran secara aktif agar
pembelajaran mencapai keberhasilan belajar.aktivitas belajar adalah keterlibatan
siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan
21
pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan
memperoleh manfaat darri kegiatan tersebut. Pusat dari aktivitas belajar adalah
siswa, karena dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran akan menciptakan
situasi belajar aktif. Indikator dari aktivitas belajar siswa adalah antusiasme siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, interaksi siswa dengan guru, interaksi
siswa dengan siswa, kerjasama kelompok, aktivitas belajar siswa dalam diskusi
kelompok, aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran, keterampilan siswa
dalam menggunakan alat peraga, partisipasi siswa dalam menyimpulkan materi.
2.1.5.3. Nilai Aktivitas dalam Pembelajaran
Aktivitas merupakan hal penting bagian dari belajar siswa, yang mana
membawa pengaruh besar bagi nilai belajar mereka. Walaupun tidak sepenuhnya
hasil belajar dapat dinilai dari tingkat keaktifan siswa tersebut, namun sebagian
besar siswa yang aktif di hal positif dalam pelajaran biasanya lebih cenderung
banyak akal. siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan hal yang penting.
Adanya aktivitas dalam suatu pembelajaran membawa pengaruh besar dalam
tingkat keberhasilan, hal tersebut membuktikan bahwa pelajaran berlangsung
dengan baik dan optimal
Dalam penggunaannya aktivitas sendiri memiliki pengaruh besar bagi
pembelajaran. Karena siswa mencari pengalaman sendiri dalam belajar dengan
kreativitas yang mereka punyai, entah dengan cara kerjasama bersama teman
sekelompok sekaligus dapat memupuk kedisiplinan dan suasana belajar menjadi
demokratis ataupun bekerja sendiri menurut minat dan kemampuan mereka
sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup.
2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.Suprijono (2010) menyatakan hasil
22
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.
Menurut Bloom (Rusman, 2011) perubahan yang terjadi dalam belajar
merupakan hasil belajar yang meliputi perubahan dalam ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik.Kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis
dan evaluasi.Afektif meliputi sikap menerima, menanggapi, menilai, mengelola,
dan menghayati.Psikomotorik meliputi keterampilan bergerak dan bertindak, dan
kecakapan ekspresi verbal dan nonberbal.
Adapun Munawar (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu
penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang dilakukan berulang-ulang serta
akan tersimpan dalam waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selamanya.
Hasil belajar siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih
baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Hasil juga bisa diartikan bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut.
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa melalui proses pembelajaran yang
dilakukan berulang-ulang dan bersifat permanen, perubahan terjadi dari sebelum
belajar hingga setelah belajar, dari yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil merupakan
puncak dari proses belajar.
2.1.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak sekali macam-macam faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar peserta didik, namun dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal;
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Dalam faktor internal ini, terdapat
tiga jenis faktor yang dapat mempengaruhi faktor internal itu sendiri, antara lain;
23
a. Faktor Jasmaniah
Faktor kesehatan
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan
ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan,
olahraga, rekreasi, dan ibadah.
Cacat tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat
belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada
lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat
menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis ini adalah faktor yang meliputi ilmu kejiwaan seperti
intelegensi,minat,bakat,perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
Intelegensi
intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang
baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep
yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan
cepat.
Perhatian
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi,
jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau
sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka
siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika
bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan,
sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,
usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara
mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.
24
Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang,
diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda
dengan perhatian, karena perhatian sfatnya sementara (tidak dalam waktu
yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan
minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh
kepuasan.
Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hillgard adalah kemampuan untuk
belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang
nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik,
misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan
dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.
Motif
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di
dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk
mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab
berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorong.
Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan
seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan
kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan,
tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya
sudah siap untuk berpikir abstrak, dan lain-lain. Kematangan belum berarti
anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu
diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah
siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.
Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi
kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan
dan belajar.
25
Kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah kesediaan
untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam
diri seeseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena
kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini
perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan
padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlahat denngan lemah
lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan membaringkan tubuh. Kelelahan
jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi pembakaran di dalam
tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing
sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk
bekerja.
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non
sosial.
a. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baik di sekolah.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
26
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan yang belum dimilikinya.
Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b. Lingkungan Nonsosial
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan
tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu
lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah
tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
belajar siswa.
Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,
fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku
panduan, silabus, dan lain sebagainya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan
metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan
berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
siswa
2.1.6.3 Pengukuran Hasil Belajar
Penilaian dapat disebut sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik (Permendikbud
No. 66 Tahun 2013). Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
27
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dapat
dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian proses) dan setelah
pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk).
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru pada saat melaksanakan
penilaian untukimplementasi Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
Sahih maksudnya penilaian didasarkan pada data yang memang
mencerminkan kemampuan yang ingin diukur;
Objektif, penilaian yang didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas
dan tidak boleh dipengaruhi oleh subjektivitas penilai (guru);
Adil, suatu penilaian yang tidak menguntungkan atau merugikan siswa
hanya karena mereka (bisa jadi) berkebutuhan khusus serta memiliki
perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan gender;
Terpadu, penilaian dikatakan memenuhi prinsip ini apabila guru yang
merupakan salah satu komponen tidak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran;
Transparan, di mana kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
yang digunakan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan;
Menyeluruh dan berkesinambungan, mencakup segala aspek kompetensi
dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai. Dengan
demikian akan dapat memantau perkembangan kemampuan siswa;
Sistematis, Penilaian yang dilakukan oleh guru harus terencana dan
dilakukan secara bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku;
Akuntabel, penilaian yang proses dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya;
Edukatif, penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan
siswa.
http://pemerintah.net/perbaikan-implementasi-kurikulum-2013/
28
Standar penilaian pada kurikulum 2013 lebih menekankan pada pada
prinsif-prisif kejujuran, yang mengedepankan aspek-aspek berupa afektif, kognitif
dan psikomotorik.Salah satu bentuk dari penilaian itu adalah penilaia
autentik. Penilaian autentik disebutkan dalam kurikulum 2013 adalah model
penilaian yang dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung berdasarkan tiga
komponen di atas. Diantara teknik dan isntrumen penilaian dalam kurikulum 2013
sebagai berikut :
1. Penilaian kompetensi sikap (afektif). Pendidik melakukan penilaian
kompetensi sikap melalui observasi, penilaian iri, penilaian “teman
sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang
digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
2. Penilaian kompetensi pengetahuan (kognitif), menilai kompetensi
pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
3. Penilaian kompetensi keterampilan (psikomotorik), pendidik menilai
kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang
menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu
dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang dilengkapi rubrik.
Menurut Sudjana (Abdul Majib 2014) menguatarakan tujuan penilaian hasil
belajar sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan kecakapan belajar siswa sehiingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya.
2. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah,
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Menetukan tindak lanujut hasil penilaian, melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta system
pelaksanaannya.
29
4. Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada piak-pihak
yang berkepentingan (orang tua/wali murid, komite, dinas, dll)
2.1.7. Hubungan Model Pembelajaran PBL dengan Hasil Belajar
Model pembelajaran PBL sendiri dikembangkan dari faham
konstruktivisme, yaitu siswa membangun sendiri penalarannya melalui
pengalaman atau ilmu yang telah mereka peroleh (Hamurni dalam Suyadi 2013:
129). Aspek pembelajaran PBL sendiri dimulai dari masalah, permasalahan
tersebut akan menjadi acuan siswa dalam pembelajaran yang dikerjakan bersama
kelompok kemudian bersama-sama menggali informasi untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Pendapat peneliti terhadap penerapan metode pembelajaran berbasis
masalah (PBL) dengan hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA pada
kelas 4 SD keputon 01 Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Penerapan model
PBL dalam pembelajaran dapat menumbuhkan dampak positif bagi siswa, karena
dengan inovasi pembelajaran yang semakin beragam di masa kini, siswa tidak
mudah merasa jenuh dan dapat dengan mudah menerima pelajaran dengan baik.
Sehingga akan mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hal ini sangat
memungkinkan adanya keterkaitan model PBL dengan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan sebagai dasar acuan dalam penelitian penerapan
model pembelajaran PBLberbantu media gambar yaitu:
1. Rati, Ni Yayan (2014) penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Tahun
Pelajaran 2013/2014 di SD segugus 1 Kecamatan Marga Kabupaten
Tabanan”latar belakang penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar IPA
antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model PBL dan
siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
30
Konvensional. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: (1) Hasil belajar IPA
siswa kelompok eksperimen tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 19,50. (2)
Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol tergolong rendah dengan rata-rata
(M) 12,25. (3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V semester
II SD Negeri 1 Tua dan SD Negeri 4 Tua yang signifikan antara kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBL dan kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
2. Sudana, Nyoman (2013) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Video Terhadap
Hasil Belajar IPA kelas IV SD Negeri Pergung”Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui (1) hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan model
pembelajaran PBL berbantuan media video, (2) hasil belajar siswa setelah
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, (3) perbedaan hasil
belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model pembelajaran PBL berbantuan media video dan kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
3. Putri, Yeliana (2012) penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Menggunakan Media
Gambar pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tingkir – Tengah 02” latar
belakang pada penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar IPS
dengan menggunakan media gambar pada siswa kelas 4 hasil penelitian
yang diperoleh menggunakan media gambar untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. fariabel yang terkait yatu penggunaan media gambar untuk
media pembelajaran.
4. Amanah, H. Bunyamin (2015) dengan penelitian yang berjudul “Penggunaan
Media Gambar Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Di Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah An-Nur
Kota Cirebon” latar belakang penelitian ini bertujuan guna memperbaiki
hasil belajar siswa kelas I MI An-Nur dengan penggunaan media gambar
pada mata pelajaran IPA dan menggunakan penelitian tindakan kelas. Pada
pra siklus diperoleh rata-rata 60,04, siklus I diperoleh rata-rata 72,17. Nilai
31
tersebut mengalami peningkatan 12,13%, siklus II diperoleh nilai rata-rata
86,52 nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 14,35.
5. Yuswanti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengunaan Media
Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS
Di Kelas IV SD PT. Lestari Tani Teladan (LTT) Kabupaten Donggala” latar
belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SD
PT. Lestari Tani Teladan Kabupaten Donggala pada mata pelajaran IPS.
Setelah diterapkan media gambar dalam pembelajaran IPS yaitu ketuntasan
klasikal pada siklus I 20,08% meningkat menjadi 95,80% pada siklus II dan
daya serap klasikal yang diperoleh pada siklus I 54,58% menjadi 75,42%
pada siklus II dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penerapan media
gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD PT. Lestari Tani
Teladan. Kabupaten Donggala.
2.3. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA di sekolah saat ini masih dianggap sebagai pelajaran
yang monoton dan membosankan. Maka dari itu Pembelajaran IPA di sekolah
dasar harus di kemas dengan menarik untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Indikasi tersebut dapat dilihat dari hasil belajar dan keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Pembelajaran yang diterapkan masih konvensional
dimana pembelajaran berpusat pada guru, siswa kurang terlibat dalam
pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan berakibat
kurangnya minat dapat berpengaruh terhadap hasil pembelajarannya. Hasil belajar
akan meningkat apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi
melalui penerapan model/metode yang di dukung dengan media pembelajaran
yang sesuai.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka perlu adanya model
pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, dan
menyenangkan sehingga dapat meningkatkan semangat belajar siswa. Penggunaan
model pembelajaran PBL merupakan salah satu pilihan untuk mengatasi masalah
tersebut merupakan model pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok
32
dan memainkan permainan dengan anggota kelompok lain untuk memperoleh
skor bagi tim mereka dalam bentuk pertanyaan yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
Penggunaan media gambar sebagai media yang mendukung pembelajaran
diharapkan dapat mempermudah siswa tenteng materi yang diajarkan yaitu
perubahan wujud benda dan faktor yang mempengaruhi. Dengan media gambar
dapat membantu agar pembelajaran lebih merarik dan siswa lebih berminat
mengikuti pembelajaran.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang sudah diuraikan
diatas, maka sebelum dilakukan pengambilan data dalam penelitian dirumuskan
hipotesis terlebih dahulu sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran PBL berbantuan media gambar didugadapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN
Keputon 01 Kec. Blado, Kab. Batang.
2. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran PBL berbantuan media
gambar sesuai sintak diduga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Keputon 01 Kec. Blado, Kab. Batang.