30
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Narapidana 2.1.1 Pengertian Narapidana Narapidana merupakan warga binaan atau orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan ialah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. 5 2.2.2 Pidana Penjara Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Terpidana diwajibkan untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga Pemasyarakatan. 15 Pidana penjara terdiri dari pidana seumur hidup dan pidana sementara waktu yang ditetapkan oleh keputusan pengadilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

  • Upload
    hatuyen

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Narapidana

2.1.1 Pengertian Narapidana

Narapidana merupakan warga binaan atau orang yang sedang

menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan yang dimaksud

dengan Lembaga Pemasyarakatan ialah tempat untuk melaksanakan

pembinaan narapidana atau warga binaan. 5

2.2.2 Pidana Penjara

Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan

bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang

tersebut di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Terpidana diwajibkan

untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga

Pemasyarakatan.15 Pidana penjara terdiri dari pidana seumur hidup dan

pidana sementara waktu yang ditetapkan oleh keputusan pengadilan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

9

2.2 Stres

2.2.1 Pengertian Stres

Menurut KBBI stres adalah gangguan, kekacauan mental dan

emosional, maupun ketegangan yang disebabkan oleh faktor luar. Stres dalam

dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan

yang dialami individu agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri.16

Sebenarnya dalam batas tertentu stres sehat untuk diri karena membantu untuk

tetap aktif dan waspada, tetapi stres yang sangat kuat atau berlangsung lama

dapat melebihi kemampuan diri untuk mengatasi (coping ability) sehingga

menyebabkan distres (penderitaan) emosional, seperti depresi, kecemasan,

atau kelahan fisik, misalnya kelelahan dan sakit kepala.16

Saat ini teori stres terus berkembang dari masa ke masa, tetapi secara

fundamental teori tersebut digolongkan atas 3 pendekatan yaitu:

1. Stres model stimulus

Stres model stimulus merupakan teori yang menjelaskan bahwa stres

merupakan variabel bebas atau penyebab manusia mengalami stres,

dengan kata lain stres adalah situasi lingkungan yang dirasa begitu

menekan, dalam hal ini individu hanya menerima secara langsung

rangsangan stres tersebut tanpa ada proses penilaian.17, 18

2. Stres model respon

Stres model respon dikembangkan oleh Hans Selye, menurutnya

stres merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang diberikan,

disini ditekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan tubuh

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

10

spesifik terhadap penyebab stres yang mempengaruhi individu. Reaksi

tubuh terhadap stres diistilahkan sebagai variabel terikat atau hasil. Hasil

stres itu bersumber dari dalam diri individu yang meliputi perubahan

kondisi fisik dan psikologis.18, 19

3. Stres model transaksional

Stres model ini menekankan pada peranan penilaian individu

terhadap penyebab stres yang selanjutnya akan menentukan respon

individu terhadap stres tersebut, dengan kata lain stres adalah hasil dari

terjadinya transaksi antara individu dengan penyebab stres yang

melibatkan proses pengevaluasian. Sumber stres yang dimaksud

merupakan situasi yang melebihi kemampuan pikiran atau tubuh untuk

menanggulanginya, ketika situasi tersebut memberi rangsangan, maka

individu akan melakukan appraisal (penilaian) dan coping

(penanggulangan), oleh sebab itu stres dapat berubah menjadi lebih parah

maupun semakin berkurang. 19,20

Berdasarkan teori- teori diatas dapat penulis simpulkan bahwa stres

merupakan tekanan maupun stimulus dari lingkungan luar yang sifatnya

tidak menyenangkan sehingga individu harus memberikan respon untuk

beradaptasi yang disertai dengan penilaian bagaimana untuk mengatasinya.

2.2.2 Penyebab Stres

Sumber stres disebut stresor. Stresor adalah segala situasi atau

stimulus yang menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam.

Penyebab stresor dibagi menjadi dua yaitu dari faktor eksternal dan internal.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

11

Faktor eksternal berasal dari luar individu yang merupakan hasil dari

interaksi individu dengan lingkungannya, misalnya kehilangan orang yang

dicintai, masalah keuangan, mendekam di penjara, pindah rumah dan lain-

lain. Stresor internal adalah stresor yang berasal dari dalam diri individu

sendiri yaitu stresor psikologis dan biologis. Stresor psikologis berupa

tekanan di dalam diri individu yang biasanya bersifat negatif misalnya rasa

frustasi, rendah diri, kecemasan, perasaan bersalah, marah dan lain-lain.

Stresor biologis berupa pelepasan hormon-hormon stres dari sistem

endokrin yang memiliki beberapa efek, misalnya peningkatan tekanan

darah, gula darah dan denyut jantung yang sebenarnya berfungsi untuk

melindungi diri dari situasi yang mengancam.20

Menurut Thoits pada tahun 1994, sumber stres (stresor) dapat

dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu: 21

1. Life events (Peristiwa-peristiwa kehidupan)

Life events berfokus pada peran perubahan-perubahan dalam

kehidupan yang banyak terjadi dalam waktu yang singkat sehingga

meningkatkan kerentanan pada penyakit. Suatu peristiwa kehidupan

dapat menjadi sumber stres bagi seseorang apabila kejadian tersebut

membutuhkan penyesuaian perilaku dalam waktu yang sangat singkat.

Ketika seseorang gagal menyesuaikan diri dengan situasi atau

perubahan-perubahan yang ekstrem tesebut, maka timbul dampak

buruk, misalnya perasaan cemas.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

12

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Spurgeon et al. di

United Kingdom pada tahun 2001 menggunakan the Life Events

Inventory (LEI), ditemukan bahwa terdapat sepuluh peristiwa

kehidupan paling penting yang dapat memicu terjadinya stres, yaitu

kematian pasangan, perceraian, kehilangan anggota keluarga,

terpenjara, masalah keuangan, pertengkaran dalam keluarga,

tunawisma, pengangguran, anggota keluarga yang tiba-tiba mencoba

bunuh diri, dan anggota keluaga yang menderita sakit serius.

2. Chronic Strain (Ketegangan kronis)

Chronic strain merupakan kesulitan-kesulitan yang konsisten

atau berulang-ulang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketegangan

kronis yang berkelanjutan bisa berpengaruh terhadap kesehatan baik

dari segi fisik maupun psikologi dan menjadi ancaman bagi seseorang.

Menurut penelitian pada tahun 2004 pda warga Amerika Serikat,

didapatkan 4 faktor yang menyebabkan ketegangan kronis yaitu

tuntutan- tuntutan pekerjaan, kurangnya pengendalian atas pekerjaan,

tuntutan-tuntutan dari rumah, dan kurangnya pengendalian atas rumah.

3. Daily Hassles (Permasalahan-permasalahan sehari-hari).

Daily hasless adalah peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari yang memerlukan tindakan penyesuaian dalam

sehari saja, misalnya seseorang mengalami kesulitan, tetapi kesulitan itu

tidak berlanjut terus-menerus dan bisa terselesaikan dalam kurun waktu

yang singkat, contohnya adalah kemacatan lalu lintas, tugas-tugas

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

13

harian yang penting, berargumentasi dengan orang lain, tamu yang tidak

diharapkan, dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan tersebut hanya

menimbulkan stres sesaat dan tidak mengakibatkan terjadinya

gangguan-gangguan fisik maupun mental yang parah

2.2.3 Fisiologi Stres

Beberapa kelenjar endokrin terlibat dalam menampilkan respon

tubuh terhadap stres yang berkaitan dengan dua sistem pada tubuh yaitu

Sympathetic Adrenomedullary System (SAM) dan Hypothalamic Pituitary

Adrenocortical (HPA) axis. Respon awal terhadap stres adalah peningkatan

aktivitas SAM atau respon fight or flight. Peningkatan aktivitas simpatis ini

menstimulasi bagian medulla adrenal sehingga terjadi pelepasan

katekolamin seperti epinefrin dan norepinefrin yang memicu peningkatan

tekanan darah, denyut jantung, konstriksi pembuluh darah perifer dan

peningkatan laju pernafasan untuk menyiapkan diri mengahadapi situasi

yang mengancam.

Paparan stresor juga mengaktivasi HPA axis. Hipotalamus akan

mengeluarkan Corticotropin Releasing Faktor (CRF) yang kemudian

menstimulasi kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan Adrenocorticotropic

Hormone (ACTH). Pengeluaran ACTH akan memicu korteks adrenal untuk

mengeluarkan glukokortikoid terutama kortisol yang berperan dalam

konversi simpanan karbohidrat dan menurunkan inflamasi. ACTH juga

berperan menahan stres dengan cara mempermudah proses belajar tubuh

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

14

tentang suatu stresor dan membantu tubuh mempelajari perilaku yang

sesuai.

Ketika stresor sudah terlewati maka tubuh akan kembali normal.

Selama stres yang kronik, tubuh terus-menerus menghasilkan hormon-

hormon yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh dan menekan

sistem kekebalan sehingga rentan terhadap penyakit. 5,16, 22

2.2.4 Tahap- Tahap Stres

Stres timbul melalui beberapa tahapan, yang pertama, yaitu reaksi

awal berupa timbulnya beberapa gejala dan tanda namun masih dapat diatasi

oleh mekanisme pertahanan diri. Tahap kedua adalah reaksi pertahanan

yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa tertentu dapat kembali

kepada keseimbangan. Apabila stres tetap berlanjut dan mekanisme

pertahanan diri tidak mampu mengelola maka stres akan berlanjut ke tahap

ketiga yaitu kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi yang telah

kolaps (layu).23

Menurut Hans Selye, tiga fase tahapan stres adalah sebagai berikut :

1. Tahap reaksi waspada

Tahap reaksi waspada dimulai dengan timbulnya reaksi

fisiologis “fight or flight syndrome”. Tanda fisik yang muncul adalah

peningkatan curah jantung, peningkatan tekanan darah, ketegangan

otot, dan peningkatan laju nafas, pada saat yang sama daya tahan

tubuh juga akan berkurang.

2. Tahap melawan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

15

Individu mulai melakukan mekanisme penanggulangan

psikologis pada tahap ini serta mengatur strategi untuk mengatasi

stresor. Tubuh berusaha untuk mengembalikan proses

homeostasisnya yang telah terpengaruh akibat reaksi waspada.

Apabila proses fisiologis telah kembali menjadi normal maka gejala

stres akan menurun, tetapi apabila stresor tidak dapat diatasi maka

ketahanan tubuh untuk beradaptasi akan habis dan individu tidak

sembuh.

3. Tahap kelelahan

Tahap ini terjadi ketika ada perpanjangan tahap awal stres.

Energi penyesuaian telah terkuras dan individu tidak dapat lagi

mengambil energi dari berbagai sumber penyesuaian lainnya. Mulai

timbul gejala penyesuaian yang patologis terhadap lingkungan

seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, gangguan mental dll.

Apabila tubuh terekspos pada stresor yang sama pada waktu yang

lama terus-menerus, tubuh yang semula telah menyesuaikan diri akan

kehabisan energi untuk beradaptasi.

2.2.5 Tanda dan Gejala Stres

Individu yang mengalami stres akan menimbulkan dampak baik dari

aspek fisik, psikologis, maupun perilaku.

1. Aspek Fisik

Tanda dan gejala fisik yang timbul akibat stres adalah mudah

lelah, denyut jantung meningkat, insomnia, nyeri kepala, berdebar-

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

16

debar, nyeri dada, nafas pendek, gangguan lambung, mual, tremor,

ekstremitas dingin, wajah terasa panas, berkeringat, sering flu,

menstruasi terganggu, serta otot kaku dan tegang terutama pada bagian

leher, bahu, dan punggung.

2. Aspek Psikologis

Tanda dan gejala stres dari sisi psikologis adalah kecemasan,

ketegangan, kebingungan, mudah tersinggung, menangis tiba-tiba,

perasaan frustasi, rasa marah, kebencian, sensitif dan hiperreaktivitas,

fobia, menarik diri dari pergaulan, anhedonia, kehilangan konsentrasi,

kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya

diri.

3. Aspek Perilaku

Aspek perilaku ditandai dengan adanya kegelisahan, berjalan

mondar-mandir, penurunan kinerja dan produktivitas, peningkatan

penggunaan minuman keras dan obat-obatan, berjudi, peningkatan

agresivitas, vandalisme, kriminalitas, perubahan pola makan

mengarah ke obesitas, perilaku makan tidak normal (kekurangan)

sebagai bentuk penarikan diri, kehilangan berat badan secara tiba-tiba,

penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan

teman serta kecenderungan untuk bunuh diri.

Stres merupakan pengalaman yang individual, stresor yang sama

dapat ditanggapi dengan cara yang berbeda oleh tiap individu sehingga

gejala dan tanda stres pun akan berbeda-beda. 24

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

17

2.2.6 Tingkat Stres

Tingkat stres yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami

individu. Tingkat stres merupakan salah satu faktor pembeda dalam

melakukan koping sebagai kegiatan kognitif. Tingkat stres digolongkan

menjadi stres ringan, stres sedang, dan stres berat. 25

1. Stres ringan

Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis

seseorang. Stresor berupa hal-hal yang dihadapi secara teratur dan

umumnya dirasakan oleh setiap orang yang sebenarnya dapat membantu

individu tersebut menjadi waspada. Stres ringan, contohnya adalah

kemacetan, lupa, kebanyakan tidur, dan dikritik. Situasi seperti ini

biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya

tidak akan menimbulkan bahaya atau suatu penyakit kecuali dihadapi

terus-menerus.

2. Stres sedang

Stres sedang umumnya lebih lama dari stres ringan, biasanya

berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Situasi seperti ini dapat

berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang. Respon dari tingkat

stres ini yaitu didapatkan gangguan pada lambung dan usus misalnya

gastritis, gangguan pola tidur, perubahan siklus mestruasi, serta daya

konsentrasi dan daya ingat menurun. Stresor yang mengakibatkan stres

sedang contohnya adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

18

yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga

yang pergi dalam waktu yang lama.

3. Stres berat

Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu

sampai beberapa tahun. Stres yang berat biasanya lebih cenderung

direspon tubuh dengan berbagai gangguan kesehatan seperti gangguan

pencernaan berat, debar jantung yang meningkat, peningkatan tekanan

darah, sesak napas, tremor, perasaan cemas dan takut meningkat, mudah

bingung dan panik, nyeri leher dan bahu serta berkeringat dingin.

Stresor yang dapat menimbulkan stres berat misalnya hubungan suami

istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang

lama.

2.2.7 Pengukuran Tingkat Stres

Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian. Instrumen

berperan untuk memperoleh data yang selanjutnya diteliti dan ditarik

kesimpulan sebagai hasil penelitian. Penulis menggunakan kuesioner DASS

42 (Depression Anxiety Stres Scale 42) dari Lovibond dan Lovibond 1995

sebagai instrumen untuk menilai tingkat stres pada narapidana.

DASS 42 adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk

mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS

42 tidak hanya dibentuk untuk mengukur status emosional secara

konvensional, melainkan juga proses yang lebih lanjut untuk pemahaman,

pengertian, dan pengukuran dari status emosional yang secara signifikan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

19

digambarkan sebagai stres dan berlaku dimanapun. DASS 42 dapat

digunakan baik oleh kelompok maupun individu untuk tujuan penelitian.26

Peneliti menggunakan kuesioner DASS 42 yang sudah divalidasi oleh

Damanik pada tahun 2011, berdasarkan uji realibilitas dengan formula

cronbach's alpha didapatkan bahwa kuesiooner ini reliable dengan nilai α =

0.948. Kuesioner DASS 42 yang valid terdiri dari 41 pertanyaan.27

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

20

2.3 Resiliensi

2.3.1 Pengertian Resiliensi

Secara bahasa resiliensi diadaptasi dari kata dalam Bahasa Inggris

resilience yang berarti gaya pegas, daya kenyal, atau kegembiraan.28

Resilience secara harfiah, dekat maknanya dengan elasticity yaitu lentur,

mudah berubah bentuk, dan mudah kembali ke bentuk asal. Seseorang yang

mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya maupun keluar dari

masalah yang menghampirinya dengan pola perilaku yang adaptif, dalam

dunia psikologi disebut sebagai individu yang resilien.29

Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para

ahli behavioral dalam usaha untuk mengetahui, mendefinisikan, dan

mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang pada

kondisi yang menekan (adverse condition) dan untuk mengetahui

kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari tekanan.30

Grotberg di tahun 1999 mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas manusia

untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat setelah mengalami tekanan

hidup.30

Luasnya kostruk resiliensi membuat perbedaan konsep yang

diajukan terkait resiliensi, setidaknya terdapat empat perspektif berbeda

namun tetap saling berhubungan mengenai resiliensi yaitu: a) sebagai good

outcomes (hasil yang baik) meskipun mengalami kesengsaraan, b) sebagai

kompetensi yang menopang (sustained competence) dalam situasi sulit, c)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

21

sebagai recovery dari pengalaman trauma, dan d) sebagai interaksi antara

protective faktor dan risk faktor.

Konsep pertama dalam penjelasan diatas menyatakan bahwa

resiliensi sebagai hasil yang positif dalam penanggulangan kesengsaraan,

konsep kedua dan ketiga menekankan pada kualitas-kualitas individu yang

resilien untuk beradaptasi dan kemampuan recovery (bounce back) ketika

menghadapi situasi sulit, sedangkan konsep yang keempat memfokuskan

resiliensi sebagai sebuah proses dinamis dimana terdapat adaptasi yang

positif dalam kondisi yang menekan (significant adversity).30

Menurut Azlina dan Jamaluddin resiliensi merujuk kepada

penyesuaian diri yang efektif, dimana individu melibatkan penilaian

kognitif mengenai stresor dan ketrampilan pemecahan masalah untuk

mengembalikan atau mempertahankan keseimbangan psikologis dibawah

tekanan. Adapun sebagai mekanisme pemulihan (recovery), resiliensi

merupakan kapasitas individu untuk pulih dari peristiwa traumatis seiring

berkurangnya intensitas atau kesulitan yang ada.31

Bertujuan untuk membatasi ruang lingkupnya, pada penelitian ini

resiliensi didefinisikan sebagai kapasitas yang dimiliki individu untuk

menghasilkan adaptasi yang positif dalam menghadapi kesulitan

sebagaimana konsep yang kedua dari pemaparan diatas

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

22

2.3.2 Faktor Resiko dan Faktor Protektif Resiliensi

Upaya untuk memahami resiliensi tidak pernah terlepas dari dua faktor, yaitu

faktor protektif dan faktor resiko. Resiliensi selalu melibatkan adanya adversity

(penderitaan) sebagai faktor resiko dan adanya positive adjustment yang mengacu

pada faktor protektif sebagai reaksi dalam menghadapi resiko.32

1. Faktor Resiko

Faktor resiko adalah kejadian hidup atau faktor-faktor yang secara

langsung mampu memperbesar tingginya potensi risiko bagi individu, serta

meningkatkan probabilitas individu berperilaku negatif. Faktor resiko

merupakan prediktor awal dari sebuah hasil yang tidak menguntungkan,

sesuatu yang membuat seseorang menjadi rentan, atau variabel yang

mengarahkan pada ketidakmampuan atau yang menyebabkan terjadinya

suatu perilaku yang bermasalah.33 Faktor resiko bisa berasal dari internal

maupun eksternal. Faktor resiko internal contohnya adalah kondisi

psikologis dan faktor genetic (misalnya penyakit yang diderita sejak lahir).

Faktor resiko eksternal contohnya adalah kemiskinan, perceraian,

pengalaman traumatik, pola asuh yang salah dan kekerasan dari orang tua.34

2. Faktor protektif

Faktor protektif merupakan faktor yang dapat membantu dalam

melindungi individu dari faktor resiko saat menghadapi adversity atau

kemalangan. Faktor protektif cenderung mengurangi kesempatan individu

untuk melakukan hal-hal yang negatif sehingga dapat meningkatkan

perilaku positif. Faktor protektif memiliki peran penting dalam

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

23

memodifikasi efek negatif dari lingkungan yang merugikan hidup serta

mampu menguatkan resiliensi seseorang.33 Faktor protektif berasal dari

internal dan eksternal. Faktor protektif internal berasal dari diri individu itu

sendiri seperti harga diri, efekasi diri, kemampuan mengatasi masalah,

regulasi emosi dan optimisme. faktor eksternal berasal dari luar individu

seperti pendidikan serta dukungan dari keluarga dan lingkungan.30

2.3.3 Aspek- Aspek Resiliensi

Reivich dan Shatter pada tahun 2002 mengatakan bahwa terdapat

tujuh kemampuan yang berpengaruh untuk membentuk tingkat resiliensi

individu, yaitu: 9

1. Regulasi emosi (Emotion regulation)

Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang saat

berada dibawah tekanan. Menurut hasil penelitian, individu yang kurang

terampil dalam mengatur emosi mengalami kesulitan dalam

membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Tidak semua

emosi yang dirasakan oleh indvidu harus ditahan, mengekspresikan

emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan

hal yang konstruksif dan sehat, selama individu dapat bersikap tenang

(calming) dan focus (focusing) terhadap pokok permasalahan agar

mampu membedakan antara sumber permasalahan yang sesungguhnya

dengan masalah yang timbul akibat dampak dari sumber permasalahan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

24

2. Kontrol impuls (Impulse control)

Kontrol impuls adalah kemampuan individu untuk

mengendalikan keinginan, dorongan, serta tekanan yang berasal dari diri

sendiri. Individu dengan control impuls yang rendah cenderung lebih

cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya membuat

mereka menampilkan perilaku impulsif dan agresif yang dapat berakibat

buruk terhadap hubungan sosialnya dengan orang lain. Individu dengan

kemampuan kontrol impuls yang tinggi dapat mengendalikan

impulsivitas sehingga dapat mencegah kesalahan pemikiran dan dapat

memberikan respon yang tepat terhadap permasalahan yang ada.

Pencegahan untuk bersikap impulsif dapat dilakukan dengan cara

menguji keyakinan, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan rasional

kepada diri sendiri, dan mengevaluasi kebermanfaatannya terhadap

pemecahan masalah. Kontrol impuls erat kaitannya dengan regulasi

emosi.

3. Optimisme realistis (Realistic optimism)

Individu yang resilien mempunyai sikap optimisme yang

realistis (realistic optimism), yaitu sebuah kepercayaan terhadap masa

depan yang cemerlang dengan diikuti usaha untuk mewujudkannya.

Optimisme akan sangat bermanfaat apabila disertai dengan self eficacy

yaitu kepercayaan bahwa individu dapat menyelesaikan permasalahan

yang ada dan mengendalikan hidupnya, dengan begitu optimisme yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

25

ada akan terus didorong untuk menemukan solusi permasalahan dan

terus berusaha agar kondisi menjadi lebih baik.

4. Analisis kausal (Causal analysis)

Istilah causal analysis mengarah kepada kemampuan individu

untuk mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat untuk mencari

penjelasan dari suatu keadaan. Individu yang tidak mampu melihat

penyebab masalah dengan tepat berkemungkinan akan terus berbuat

kesalahan yang sama. Seligman mengidentifikasikan gaya berpikir

explanatory yang erat kaitannya dengan kemampuan causal analysis

individu. Gaya berpikir explanatory dapat dibagi dalam tiga dimensi

yaitu:

a. Personal (saya-bukan saya)

Individu dengan gaya berfikir saya adalah individu yang

cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang berjalan diluar

keinginan, sebaliknya individu dengan gaya berfikir bukan saya

meyakini faktor eksternal atas kesalahan yang terjadi.

b. Permanen (selalu-tidak selalu)

Individu yang pesimis cenderung beranggapan bahwa suatu

keadaan buruk akan terus berlangsung, sebaliknya individu yang

optimis akan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan

sementara saja.

c. Pervasif (semua-tidak semua)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

26

Individu dengan gaya berfikir semua akan melihat suatu

ketidakberhasilan akan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya.

Individu dengan gaya berfikir tidak semua dapat menjelaskan secara

rinci penyebab dari masalah yang ia hadapi.

Individu yang resilien tidak terlalu fokus pada faktor—fakor

yang berada diluar kendali mereka, sebaliknya mereka

memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan

masalah.

5. Empati

Empati adalah kemampuan individu untuk membaca tanda-

tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain yang

diinterpretasikan dalam bahasa nonverbal, seperti ekspresi wajah,

intonasi suara, dan bahasa tubuh, serta mampu menangkap apa yang

dipikirkan dan dirasakan orang lain, oleh karena itu individu yang

memiliki kemahiran untuk berempati cenderung memiliki hubungan

sosial yang positif. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-

tanda nonverbal orang lain akan berdampak buruk pada hubungan kerja

maupun personal disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang ingin

dipahami dan dihargai. Individu dengan empati yang rendah

menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain sehingga

berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial.

6. Efikasi diri (Self-efficacy)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

27

Efikasi diri adalah kepercayaan atau keyakinan pada diri sendiri

bahwa ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan efektif.

Kepercayaan kepada kemampuan diri membantu individu untuk tetap

berusaha dalam situasi yang penuh tantangan dan mempengaruhi

kemampuan untuk mempertahankan harapan. Individu yang memiliki

self efficacy yang tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan

masalah dan tidak menyerah ketika strategi yang sedang digunakannya

tidak berhasil. Individu yang berkeyakinan mampu untuk memecahkan

masalah cenderung tampil sebagai pemimpin, sebaliknya individu yang

tidak memiliki efikasi diri cenderung terlihat ragu-ragu. Self efficacy

merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai resiliensi.

7. Reaching Out

Reaching out adalah kemampuan seseorang untuk membentuk

hubungan dengan orang lain, meminta bantuan, berbagi cerita dan

perasaan, dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik

personal, interpersonal atau membicarakan konflik. Individu yang

resilien tahu kapan ia harus menyelesaikan masalahnya sendirian dan

kapan harus meminta bantuan orang lain. Ketika ia merasa

membutuhkan bantuan orang lain, ia mampu mengkomunikasikan

permasalahnnya dan meminta bantuan dengan baik.9

2.3.4 Sumber- Sumber Resiliensi

Menurut Grotberg pada tahun 1999 terdapat beberapa sumber dari

resiliensi, yaitu: 35

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

28

1. I am (Aku ini)

Faktor I am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri

individu, seperti perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan. Aspek I

Am mencakup rasa bangga pada diri sendiri, perasaan dicintai, sikap

yang menarik, mencintai, empati, altruistik, serta mandiri dan

bertanggung jawab.

2. I have (Sumber dukungan eksternal)

Aspek ini merupakan sumber bantuan dari luar yang

meningkatkan resiliensi. Sumber tersebut dapat berupa struktur

rumah tangga, peraturan dirumah, model-model peran (role models),

dorongan menjadi mandiri, serta akses terhadap layanan kesehatan,

pendidikan, kesejahteraan dan keamanan. I have merupakan

dukungan dari lingkungan di sekitar individu, seperti hubungan

dengan keluarga maupun dengan orang lain, dan lingkungan tinggal

yang menyenangkan. Melalui I have, seseorang memiliki hubungan

yang penuh kepercayaan.

3. I can (Aku dapat)

I can merupakan kompetensi sosial dan interpersonal yang

dimiliki individu. Kompetensi ini terdiri dari ketrampilan

berkomunikasi, mengelola impuls dan perasaan, mengukur

temperamen diri sendiri dan orang lain, menjalin hubungan yang

didasarkan atas kepercayaan, serta kemampuan memecahkan

masalah.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

29

2.3.5 Level Resiliensi

Level resiliensi merupakan tahapan seseorang ketika ia dihadapkan

dengan sebuah ancaman atau situasi yang menekan. Menurut O’Leary dan

Ickovicks yang dikutip dari Cholily pada tahun 2014, terdapat empat tahap

yang terjadi ketika seseorang mengalami situasi yang sulit, yaitu: 29

1. Succumbing (Mengalah)

Succumbing merupakan tahap saat individu mengalami

penurunan kondisi berupa rasa mengalah atau menyerah setelah

dihadapkan dengan situasi yang menekan. Penampakan pada

individu yang berada pada kondisi ini yaitu, berpotensi mengalami

stres, depresi, maupun terlibat dalam narkoba sebagai pelarian.

2. Survival (Bertahan)

Tahap survival terjadi ketika individu tidak mampu

mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif setelah

menghadapi tekanan. Dampak dari pengalaman yang menekan

membuat individu gagal berfungsi kembali secara wajar (recovery).

Individu pada kondisi ini bisa mengalami perasaan, perilaku dan

aspek kognitif yang negatif secara berkepanjangan, seperti menarik

diri dalam hubungan sosial, berkurangnya kepuasan kerja, dan

depresi.

3. Recovery (Pemulihan)

Tahap Recovery adalah tahap ketika individu sudah bisa

pulih kembali (bounce back) dalam fungsi psikologis dan emosi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

30

serta dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan meskipun

masih menyisakan efek dari perasaan negatif sebelumnya. Individu

sudah dapat kembali beraktivitas seperti semula dan menunjukkan

diri sebagai individu yang resilien pada tahap ini.

4. Thriving (Berkembang dengan pesat)

Individu tidak hanya pulih pada tahap ini namun ia juga telah

memiliki kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih

baik setelah menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan

menantang. Hal ini dapat termanifestasi pada perilaku, emosi, dan

kognitif seperti sense of purpose of in life, kejelasan visi, lebih

menghargai hidup dan hubungan sosial yang lebih positif.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa

terbentuknya resiliensi memerlukan beberapa tahapan yang

membutuhkan waktu.

2.3.6 Biopsikologi Resiliensi terhadap Stres

Berbagai hormon, neurotransmitter, dan neuropeptida terlibat dalam

respon psikobiologi terhadap stres. Perbedaan fungsi, keseimbangan dan

interaksi antara faktor-faktor tersebut mendasari terciptanya perbedaan

resiliensi antar individu.36

1. Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) axis

Pelepasan CRH (Corticotropin releasing hormone) oleh

hipothalamus sebagai respon terhadap stres menyebabkan aktivasi aksis

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

31

HPA dan pelepasan kortisol. Penelitian menunjukkan saat stres terjadi

peningkatan level CRH secara kronik pada manusia dan hewan, dalam

jangka pendek kortisol bersifat protektif dan dapat meningkatkan

adaptasi, tetapi paparan terus-menerus oleh kortisol dalam level tinggi

dapat menyebabkan hipertensi, immunosupresi, penyakit

kardiovaskuler dan masalah kesehatan lainnya. Level kortisol yang

tinggi di otak memiliki efek pada struktur hippocampus dan amygdala,

termasuk efek atrofi pada neuron tertentu, dengan demikian penurunan

pelepasan CRH dan perubahan adaptif pada aktivitas reseptor CRH

dapat meningkatkan resiliensi.

Berdasarkan percobaan pada hewan dan penelitian pada

manusia, resiliensi berhubungan dengan aktivasi yang cepat dari respon

stres dan terminasinya yang efisien. Resiliesi dihubungkan dengan

kemampuan membatasi kenaikan CRH dan kortisol melalui umpan

balik negatif yang rumit, sekaligus melibatkan fungsi optimal dan

kesimbangan dari reseptor glukokortikoid dan mineralkortikoid.

Penelitian menunjukkan, hewan yang menggunakan respon aktif

terhadap lingkungan yang megancam (respon ‘fight or flight’,

contohnya berperilaku agresif dan mencoba melarikan diri)

menunjukkan respon glukokortikoid yang lebih rendah bila

dibandingkan dengan hewan yang menggunakan respon pasif

(contohnya diam dan patuh).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

32

Dehydroepiandrosterone (DHEA) merupakan hormon yang

disekresi oleh kelenjar adrenal dan ikut dilepaskan sebagai respon

terhadap stres. DHEA memiliki efek antiglukokortikoid di otak. Rasio

DHEA dengan kortisol yang lebih tinggi pada veteran yang sedang

menjalani pelatihan militer ketat dikaitkan dengan gejala disosiatif yang

lebih rendah dan kinerja yang lebih baik, sehingga kemungkinan

memiliki resiliensi yang lebih tinggi terhadap stres. Sebuah penelitian

pada veteran laki-laki dengan PTSD menunnjukkan bahwa level DHEA

yang lebih tinggi berhubungan dengan perbaikan gejala. DHEA

memiliki efek tambahan di otak, terutama pada sistem asam-GABA (γ-

aminobutyric acid), yang juga berperan dalam resiliensi.

2. Noradrenergic System

Stres menyebabkan pelepasan noradrenalin dari nuklei batang otak,

terutama locus coeruleus yang menyebabkan peningkatan stimulasi

noradrenergik pada bagian otak lain terutama yang terlibat dalam perilaku

emosional, seperti amygdala, nucleus accumbens, prefrontal cortex (PFC)

dan hippocampus. Respon yang berlebihan, tidak terkendali dan kronis dari

sistem noradrenergik locus coeruleus dihubungkan dengan gangguan

kecemasan dan masalah kardiovaskular, selain itu blokade reseptor β-

adrenergik pada amigdala dapat menghambat perkembangan memori yang

tidak menyenangkan pada hewan dan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa

berkurangnya respon terhadap sistem locus coeruleus noradrenergik dapat

meningkatkan resiliensi.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

33

3. Serotonergic and Dopaminergic System

Neuron serotonin tersebar secara luas di otak. Stres akut dikaitkan

dengan peningkatan turnover serotonin di beberapa bagian otak, termasuk

amigdala, nucleus accumbens dan pre frontal cortex. Serotonin memodulasi

respons saraf terhadap stres dengan efek anxiogenik dan ansiolitik

(tergantung pada wilayah otak dan tipe reseptor yang terlibat). Serotonin

juga terkait erat dengan pengaturan suasana hati. Neuron dopamin

diaktifkan sebagai respons terhadap penghargaan atau harapan terhadap

penghargaan, umumnya dihambat oleh rangsang yang tidak menyenangkan.

Pensinyalan dopamin memfasilitasi hilangnya rasa takut, tetapi perannya

dalam resiliensi masih belum jelas.

4. Neuropeptide Y (NPY)

NPY merupakan sebuah neuropeptida yang terdistribusi secara luas

di otak, memiliki efek anxiolytic dan dianggap dapat meningkatkan

kemampuan kognisi dalam kondisi stres. NPY juga melawan efek

anxiogenik CRH di amigdala, hippocampus, hipothalamus dan lokus

coeruleus. Diduga resiliensi bekerja dengan cara menjaga keseimbangan

antara kadar NPY dan CRH selama stres. Sebuah penelitian pada pasukan

tentara khusus yang dianggap sangat resilien terhadap stres menunjukkan,

tingkat NPY yang lebih tinggi selama pelatihan militer dikaitkan dengan

kinerja yang lebih baik. Studi lain juga menemukan bahwa didapatkan kadar

NPY yang lebih tinggi pada veteran yang tidak mengalami PTSD dari pada

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

34

yang mengalami PTSD akibat perang. Temuan pada manusia ini konsisten

dengan penelitian terbaru pada tikus, pusat kendali NPY pada tikus

menghambat perkembangan dan meningkatkan hilangnya kondisi

ketakutan, sedangkan antagonisnya bekerja dengan cara berlawanan. Efek

ini sebagian diatur oleh amygdala. Selain itu, pemberian NPY intra-

amygdala meningkatkan respons tangguh terhadap stres dalam bentuk

perilaku, seperti kecemasan yang berkurang.

5. Brain-Derived Neurotrophic Faktor (BDNF)

BDNF adalah faktor pertumbuhan saraf yang penting dan

diekspresikan dengan level tinggi di otak. Percobaan pada tikus

menunjukkan bahwa stres menurunkan ekspresi BDNF di hippocampus,

sedangkan pengobatan dengan antidepresan dalam jangka waktu yang lama

memiliki efek sebaliknya, temuan serupa telah diamati pula pada

hippocampus manusia saat pemeriksaan post-mortem, namun BDNF

memiliki efek yang sangat berbeda di wilayah otak lainnya. Stres kronis

meningkatkan ekspresi BDNF di nucleus accumbens tikus, ini dikaitkan

dengan efek pro-depresi pada beberapa uji perilaku. Menariknya, induksi

terhadap pelepasan BDNF berhubungan dengan sejauh mana tikus rentan

terhadap efek merusak dari stres (misalnya menarik diri dan anhedonia),

individu yang tangguh didapatkan tidak menunjukkan peningkatan pada

kadar BDNF. Manusia dengan depresi juga menunjukkan peningkatan kadar

BDNF dalam nucleus accumbens, ini menegaskan bahwa BDNF memiliki

efek berbeda di bagian otak yang berbeda. Stres juga menghasilkan efek yang

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

35

berbeda pada BDNF di amigdala dan PFC, tetapi BDNF di wilayah ini belum

dipelajari dalam model resiliensi.

2.3.7 Pengukuran Resiliensi

Tingkat resiliensi diukur menggunakan kuesioner Connor-Davidson

Resilience-Scale (CD-RISC) yang disusun oleh Connor dan Davidson di

tahun 2003. Penulis menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari penelitian

Raisa pada tahun 2016 pada penelitian ini. Kuesioner ini sudah divalidasi,

uji validasi menunjukkan terdapat 23 item valid (α = 0,923), masing-masing

item memiliki rentang skala likert dari 0 hingga 4. Item- item pada skala ini

mempresentasikan kualitas-kualitas personal yang berkontribusi dalam

resiliensi seseorang, yaitu : kemampuan beradaptasi, daya tahan, self-

efficacy, problem solving, berorientasi ujian, menemukan kekuatan setelah

mengalami kesulitan, dapat bertoleransi terhadap emosi yang tidak

menyenangkan, persepsi diri tentang kemampuan mengontrol hidup, selera

humor meskipun dalam situasi menekan, hubungan dekat yang supportive,

makna atau tujuan hidup, pengaruh spiritual, dan optimisme.37

Menurut Connor dan Davidson resiliensi merupakan aspek yang

dapat diukur dan dipengaruhi oleh status kesehatan (individu dengan

penyakit mental memiliki tingkat resiliensi lebih rendah dari pada populasi

umum). CD-RISC memiliki potensi kegunaan baik dalam praktek klinis dan

penelitian.37

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

36

2.4 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Biologi

• HPA axis

• Noradrenergic

system

• Serotogenic &

dopaminergic system

• Neuropeptide Y

• BDNF

Psikologi

• Regulasi Emosi

• Kontrol Impuls

• Optimisme

• Analisis kausal

• Efekasi diri

• Empati

• Reaching Out

Sosial

• Pendidikan

• Dukungan keluarga

dan lingkungan

Tingkat Resiliensi

Tingkat Stres

Biologi

• HPA axis

• SAM

Psikologi

• Frustasi

• Rendah diri

• Perasaan

bersalah

Sosial

1. Live Events

• Terpenjara

• Kematian pasangan

• Perceraian

2. Chronic Stres

• Tuntutan pekerjaan

• Tuntutan rumah

3. Daily Hassles

• Kemacetan lalu lintas

• Tugas sehari-hari

• Berargumentasi dengan orang lain

• Narapidana yang

baru masuk

• Narapidana yang

akan segera bebas

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/69342/3/bab_dua(1).pdfStres dalam dunia psikologi digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang

37

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

1. Terdapat perbedaan tingkat stres antara narapidana yang baru masuk

dengan narapidana yang akan segera bebas

2. Terdapat perbedaan tingkat resiliensi antara narapidana yang baru masuk

dengan narapidana yang akan segera bebas

• Narapidana yang baru masuk

• Narapidana yang akan bebas

Tingkat Resiliensi

Tingkat Stres