24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Niasinamida 2.1.1 Struktur Kimia Niasinamida Gambar 2.1 Struktur kimia niasinamida Sumber : (Gille et al., 2008) 2.1.2 Sifat dan karakteristik Niasinamida Niasinamida mempunyai sinonim Nikotinamida, Niasinamid, Niacinamide. Nama kimianya adalah Piridin-3-karboksinamida (C6H6N2O). Niasinamida mempunyai bentuk serbuk hablur, putih, tidak berbau dan mempunyai rasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Kelarutannya mudah larut dalam air, dalam etanol dan larut dalam gliserin. Berat mlekul Niasinamida adalah 122,12. Jarak leburnya antara 128 o dan 131 o dan mempunyai pH 6,0-7,5 (DepKes RI, 2014). Niasinamida sering disebut juga Niasin dan Vitamin B3. Niasinamida tahan dengan pemanasan, udara dan oksidan tetapi Niasinamida dihidrolisis oleh asam kuat dan larutan alkalis. Niasinamida adalah molekul hidrofilik dan diasumsikan menjadi vitamin larut air yang paling stabil (Leskova et al., 2006; Nicoli et al., 2008). Stabilitas Niasinamida tetap konstan selama penyimpanan pada suhu 20 o , 30 o dan 37 o C selama 12 bulan (Albala et al., 2000). Niasinamida memiliki toksisitas rendah dan telah terdaftar oleh FDA diantara senyawa GRAS (Generally Recognized as safe) (Nicoli et al., 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

  • Upload
    lamliem

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Niasinamida

2.1.1 Struktur Kimia Niasinamida

Gambar 2.1 Struktur kimia niasinamida

Sumber : (Gille et al., 2008)

2.1.2 Sifat dan karakteristik Niasinamida

Niasinamida mempunyai sinonim Nikotinamida, Niasinamid, Niacinamide.

Nama kimianya adalah Piridin-3-karboksinamida (C6H6N2O). Niasinamida

mempunyai bentuk serbuk hablur, putih, tidak berbau dan mempunyai rasa pahit.

Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Kelarutannya mudah larut dalam

air, dalam etanol dan larut dalam gliserin. Berat mlekul Niasinamida adalah

122,12. Jarak leburnya antara 128o dan 131o dan mempunyai pH 6,0-7,5 (DepKes

RI, 2014).

Niasinamida sering disebut juga Niasin dan Vitamin B3. Niasinamida

tahan dengan pemanasan, udara dan oksidan tetapi Niasinamida dihidrolisis oleh

asam kuat dan larutan alkalis. Niasinamida adalah molekul hidrofilik dan

diasumsikan menjadi vitamin larut air yang paling stabil (Leskova et al., 2006;

Nicoli et al., 2008). Stabilitas Niasinamida tetap konstan selama penyimpanan

pada suhu 20o, 30o dan 37oC selama 12 bulan (Albala et al., 2000). Niasinamida

memiliki toksisitas rendah dan telah terdaftar oleh FDA diantara senyawa GRAS

(Generally Recognized as safe) (Nicoli et al., 2008).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

6

2.1.3 Sumber Niasinamida

Niasinamida dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan hewan salah

satunya terdapat pada beberapa sumber makanan seperti daging, kacang-

kacangan, biji-bijian, ragi, dan sebagainya (Salvador dan Chisvert 2007).

Niasinamida tersedia dalam tiga bentuk yaitu Niasinamida (nikotinamida), asam

nikotinat, dan ester nikotinat (myristyl nicotinate, benzyl nicotinate) (Draelos dan

Thaman 2006).

2.1.4 Manfaat Niasinamida

Berbagai produk kosmetik memiliki perkembangkan dengan berbagai efek

klinis. Beberapa bahan kosmetik ditambahkan dalam kosmetik berdasarkan

manfaat teoritis yang ditemukan pada studi in vitro untuk penyembuhan luka dan

proses metabolik lainnya. Berbagai tanda-tanda photoaging pada kulit, Misalnya,

depigmentasi, kerutan halus dan kulit kasar, sebagian besar terdapat dalam

beberapa kosmetik. Niasinamida merupakan bagian integral dari koenzim

nicotinamida adenin dinukleotida (NAD) dan NAD fosfat. Kekurangan

Niasinamida dapat menyebabkan pellagra. Penggunaan Niasinamida secara

topikal dapat mengurangi hilangnya air dari transepidermal dan meningkatkan

kadar air dari layer. Selain itu, Niasinamida meningkatkan sintesis keratin dan

merangsang produksi ceramide. Penggunaan Niasinamida secara topikal

dilaporkan dapat memudarkan warna, mengurangi kerutan, bercak merah dan titik

hiperpigmentasi dalam penuaan kulit wajah (Kawada et al., 2008).

Niasinamida mampu meningkatkan fungsi penghalang lapisan kulit

sehingga meningkatkan resistensi kulit terhadap lingkungan dari senyawa yang

dapat merusak seperti surfaktan, pelarut, dan dapat mengurangi iritasi, inflamasi,

dan kekasaran dimana dapat menyebabkan penuaan pada kulit (Bissett, 2009;

Draelos dan Thaman, 2006). Selain itu, Niasinamida dapat meningkatkan

kandungan air pada lapisan tanduk, antigaris halus, antikerut, antioksidan,

mengurangi hiperpigmentasi, dan antijerawat (Lupo, 2001).

Penggunaan Niasinamida 5% secara topikal juga diuji selama 12 minggu

kepada wanita yang berusia 40-60 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan signifikan selama 8 hingga 12 minggu berupa pengurangan garis

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

7

halus dan kerutan pada kulit wajah, mengurangi lipid sebasea dan ukuran pori-

pori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit (Bissett et

al., 2005). Niasinamida dapat digunakan dengan dosis yang cukup tinggi (2%

sampai 5%) untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Kulit memiliki toleransi

yang sangat tinggi untuk penggunaan Niasinamida bahkan dengan penggunaan

jangka panjang. Pemakaian Niasinamida dengan dosis tinggi dapat digunakan dan

diterima oleh kulit. Dosis topikal Niasinamida adalah 1-5% (Bissett, 2009).

Niasinamida memiliki efek yang lebih baik dalam mengurangi ukuran pori,

hiperpigmentasi, dan kerut. Penggunaan dengan konsentrasi tinggi dapat

meningkatkan efek anti-penuaan (Surjanto et al., 2016).

Sebagai pencerah kulit, Niasinamida telah diamati bekerja dengan cara

menghambat proses transfer melanosom, dari melanosit ke keratinosid sehingga

terjadi pengurangan hiperpigmentasi kulit (Bisset et al., 2004). Niasinamida dapat

bekerja sebagai anti penuaan dengan dua cara, yang pertama Niasinamida

meningkatkan produksi kolagen yang dapat mengurangi munculnya kerutan pada

kulit wajah. Niasinamida meningkatkan aktivitas HAT (Histone Acetyltrans-

ferase) pada fibroblas manusia, sementara pada sel penuaan aktivitas HAT dan

Histone H4 asetilasi diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa Niasinamida mampu

untuk membalikkan fenotip penuaan dari fibroblas melalui modulasi histon.

Kemudian Niasinamida juga bekerja dengan cara mengurangi produksi kelebihan

glikosaminoglikan kulit yang merupakan ciri khas dari penuaan atau kerutan pada

kulit (Draelos dan Thaman 2006; Kawada at al., 2008).

2.1.5 Penetrasi Niasinamida Kedalam Kulit

Stratum korneum merupakan lapisan kulit paling luar, agar bahan obat dapat

berpenetrasi kedalam kulit, bahan obat harus dapat menembus stratum korneum.

Stratum korneum tersusun dari sekitar 40% protein (terutama keratin) dan 40% air

dan fosfolipid. Konsentrasi kandungan lipid pada fase ekstraselular stratum

korneum dan membentuk sebagian besar membran di sekitar sel. Karena rute

penetrasi obat utama melalui saluran interselular, komponen lipid dianggap

sebagai penentu paling penting dalam langkah pertama absorbsi (Ansel et al.,

2008). Niasinamida merupakan senyawa hidrofilik sehingga sulit untuk

menembus ke dalam kulit karena struktur lipid bilayer dari stratum korneum

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

8

(Hakozaki et al., 2006; Nicoli et al., 2008). Selain itu penelitian yang dilakukan

secara kuantitatif membuktikan bahwa Niasinamida dapat menembus lapisan

epidermal, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Sehingga dibutuhkan

penetration enhancer untuk membantu Niasinamida menembus stratum korneum

(Gehring et al., 2004).

2.2 Kulit

Gambar 2.2 Struktur Kulit

Sumber : (Chandra, 2015)

Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan

melindungi dari bahaya yang datang dari luar. Bagi wanita, kulit merupakan

bagian tubuh yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memperindah

kecantikan. Kulit manusia mempunyai ketebalan yang bervariasi, mulai dari 0,5

mm sampai 5 mm, dengan luas permukaan sekitar 2 m2 dan berat sekitar 4 kg

(Wibowo, 2005).

Secara hispatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: lapisan

epidermis atau kutikel, dermis dan subkutis (hipodermis).

A. Lapisan Epidermis

Epidermis terdiri (Djuanda Adhi et al., 2001):

1. Stratum Korneum (lapisan tanduk)

Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak

berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum Lusidum

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

9

Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti,

protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini

lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.

3. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar

dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa

biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

4. Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau lapisan akanta

Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih

karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila

semakin dekat ke permukaan. Diantara stratum spinosum, terdapat jembatan

antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril

atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil

yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula

sel langerhans.

5. Stratum Basalis

Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada

perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal

bermitosis dan berfungsi reproduktif.

a. Sel kolumnar adalah protoplasma basofilik inti lonjong besar,

dihubungkan oleh jembatan antar sel.

b. Sel pembentuk melanin (melanosit) adalah sel berwarna muda,

sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosom).

B. Lapisan Dermis

Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum

papilare di sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam.

a. Stratum papilare tipis terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel

jaringan ikat lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan

makrofag. Dari lapisan ini, serabut lapisan kolagen khusus menyelip ke

dalam lamina basalis dan meluas ke dalam dermis. Serabut kolagen

tersebut mengikat dermis pada epidermis dan disebut serabut penambat.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

10

b. Stratum retikulare lebih tebal, yang terdiri atas jaringan ikat padat tak

teratur (terutama kolagen tipe I), dan oleh karena itu memiliki lebih

banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilar (Junqueira,

2007).

Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Di daerah

kulit tertentu, darah dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melalui

anastomosis atau pirau arteriovenosa. Pirau ini berperan sangat penting pada

pengaturan suhu. Selain komponen tersebut, dermis mengandung beberapa

turunan epidermis, yaitu folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea

(Junqueira, 2007).

C. Lapisan Subkutis

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara

longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di

atasnya. Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya

bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status

gizi yang bersangkutan. Lapisan ini juga disebut sebagai jaringan subkutan dan

jika cukup tebal disebut panikulus adiposus (Junqueira, 2007).

2.2.1 Fungsi Kulit

Menurut (Djuanda Adhi et al., 2001) fungsi kulit secara umum sebagai

berikut:

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik, misalnya

tekanan; gesekan; tarikan; zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan; gangguan

yang bersifat panas, misalnya radiasi, paparan sinar UV, gangguan infeksi luar

terutama kuman maupun jamur.

2. Fungsi absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi

cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.

3. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa

metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan ammonia.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

11

4. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan

mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.

5. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi syaraf.

6. Fungsi keratinisasi

Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,

sel langerhan dan melanosit.

7. Fungsi pembentukan vitamin D

Dengan mengubah 7 hidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari.

2.2.2 Hiperpigmentasi

Warna kulit seseorang terutama ditentukan oleh jumlah melanin. Fungsi

utama melanin yaitu proteksi terhadap radiasi UV. Peningkatan sintesis melanin

atau distribusi melanin yang tidak merata dapat menyebabkan kelainan

hiperpigmentasi. Melanogenesis terjadi didalam melanosit (Sudharmono, 2005).

Proses pembentukan pigmen melanin terjadi pada butir-butir melanosum

yang dihasilkan oleh sel melanosit terdapat di antara sel-sel basal keranosit di

dalam lapisan basal (stratum germinavum), melanosit memberikan melanosum

kepada sejumlah sel-sel keranosit di sekelilingnya. Melanosom yang terdapat di

keratinosit berbentuk partikel padat atau gabungan dari 3-4 buah partikel lebih

kecil yang mempunyai membran dinamakan melanosom kompleks. Pembentukan

melanosum di dalam melanosit melalui 4 fase yaitu :

Fase I : Permulaan pembentukan melanosum dari matriks protein dan

tirosin, diliputi membran dan berbentuk vesikula bulat.

Fase II : Disebut pre-melanosum, pembentukan lebih sempurna, belum

terlihat adanya pembentukan melanin.

Fase III : Mulai Nampak adanya deposit melanin di dalam membran

vesikula, disini mulai terjadi melanisasi melanosom.

Fase IV : Deposit melanin memenuhi melanosom yang merupakan

partikel-partikel padat dan berbentuk sama.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

12

Proses melanisasi melanosom terjadi di fase III dan IV sebelum melanosom

diekskresikan ke keratinosit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.3 Penuaan Kulit

Banyak faktor luar yang mempengaruhi penuaan kulit, yang paling utama

ialah sinar matahari (sinar UV). Kulit yang sering terpapar sinar matahari

cenderung lebih cepat kering, keriput, dan kasar. Kulit kering disebabkan oleh

menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit (kelenjar sebasea). Keriput disebabkan

oleh berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut kolagen serta elastin

akibat penurunan sekresi hormon-hormon kelamin. Penurunan kecepatan

metabolisme sel basal dan proses keratinisasi mengakibatkan regenerasi sel-sel

epidermis menjadi lambat (Tranggono dan Latifah 2007).

2.3 Krim

2.3.1 Definisi Krim

K r im adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau dispers mikrokristal asam-asam lemak atau

alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih

ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI, 2014).

2.3.2 Penggolongan Krim

Krim digolongkan menjadi 2 tipe yaitu A/M dan M/A tergantung pada

jumlah emulgator yang digunakan. Krim larut dengan fase kontinu :

a. Emulsi air dalam minyak (A/M) merupakan minyak sebagai basis krim, basis

ini diproduksi oleh bahan pengemulsi yang berasal dari alam. Basis tersebut

memiliki sifat emolien yang baik. Basis ini mempunyai konsistensi yang

lembut, putih atau bening dan agak kaku (Marriott et al., 2014).

b. Emulsi minyak dalam air (M/A) merupakan air sebagai basis krim. Basis ini

diproduksi oleh lilin sintetis. Lilin sintesis adalah basis terbaik yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

13

digunakan untuk absorbsi dan penetrasi obat yang cepat. Basis ini tipis, putih

dan mempunyai konsistensi lembut (Marriott et al., 2014).

2.3.3 Krim Tipe A/M dan Formulasinya

Krim tipe A/M merupakan sediaan yang terdiri dari fase minyak, fase air

dan zat aktif, dimana konsentrasi fase minyak didalam formula cukup tinggi 50-

58% (Mitzui, 1997).

Formula basis krim tipe A/M berdasarkan jurnal penelitian Shovyana dan

Zulkarnain 2013 yaitu :

Cera Alba 16%

Parafin liquidum 45%

Span 80 5%

Metil paraben 0,1%

Propil paraben 0,2%

Pewangi qs

Aquadest ad 100%

Sediaan topikal yang sesuai dengan mempertimbangkan tujuan pengobatan

dan kelarutan dari bahan aktif adalah krim, dimana krim ini merupakan suatu

sistem emulsi yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Diharapkan bahan aktif

yang digunakan dapat terdispersi secara merata kedalam basis krim. Krim dengan

tipe A/M, memiliki penyebaran lebih baik daripada tipe M/A, walaupun sedikit

berminyak tetapi penguapan air yang terkandung dalam emulsi berjalan lambat

sehingga menimbulkan rasa dingin pada kulit (Shovyana dan Zulkarnain 2013).

Selain itu kandungan fase luar berupa minyak akan menyebabkan krim dapat

melekat lebih lama pada kulit sehingga akan menghasilkan efek terapi yang lebih

panjang (Ansel, 2008).

2.3.4 Fungsi Krim

Sediaan semipadat biasanya ditujukan untuk pemakain pada kulit. Sediaan

semipadat biasanya berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk

pengobatan kulit, biasanya ditambahkan bahan lainnya seperti emolien dan

pelindung atau oklusif (Lachman et al., 1990).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

14

2.3.5 Stabilitas Krim

Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan

suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara

berlebihan, jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat, pembekuan,

guncangan mekanik atau getaran, ketidakseimbangan densitas, reaksi antara dua

atau lebih komponen dalam sistem dan penambahan asam atau senyawa elektrolit.

(Suryani, 2000).

Beberapa bentuk ketidakstabilan sediaan krim antara lain :

1. Creaming

Creaming ialah yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu bagian

mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming

bersifat reversibel, artinya dengan pengadukan perlahan-lahan akan terdispersi

kembali (Syamsuni, 2006).

2. Koalesensi dan Cracking

Koalesensi ialah pecahnya emulsi karena film yang meliputi artikel rusak dan

butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah.

Emulsi ini bersifat irreversibel (tidak dapat diperbaiki kembali) (Syamsuni, 2006).

3. Inversi fase

Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A menjadi A/M atau

sebaliknya. Sifatnya irreversibel (Syamsuni, 2006).

2.3.6 Keuntungan Krim Tipe A/M

Krim air dalam minyak bersifat keras, berminyak dan lengket. Oleh karena

itu, krim tipe A/M biasanya digunakan untuk perlindungan terhadap air, krim

bayi, atau krim malam, dan juga untuk krim siang. Keuntungan dari emulsi A/M

adalah:

a. Sebagai penutup atau pelindung alami karena memiliki sifat kemiripan dengan

lapisan lipid dalam stratum korneum.

b. Sebagai perlindungan kulit yang efisien karena dapat membentuk lapisan lipid

terus menerus pada kulit setelah pemakaian.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

15

c. Sebagai moisturization karena bersifat semioklusif yang dapat mengurangi

penguapan air pada kulit dan bahan aktif dilepaskan melalui fase internal,

umumnya beberapa kali lebih efisien daripada M/A emulsi.

d. Dapat meningkatkan penetrasi ke dalam stratum korneum.

e. Dapat menurunkan resiko pertumbuhan mikroba.

Sifat fisikokimia dari komponen lipid mempengaruhi sifat penyebaran pada

kulit, tingkat oklusifitas dan perlindungan kulit. Oleh karena itu, pemilihan sistem

emulsi krim tipe M/A atau A/M sangatlah penting (Barel et al., 2009).

2.3.7 Bahan Pengemulsi dan Pengawet

2.3.7.1 Pengemulsi

Krim tipe A/M dengan kandungan fase minyak yang cukup tinggi, yaitu

sebesar 50-85 % (Mitzui, 1997). Dalam proses pembuatannya, membutuhkan

emulgator untuk menjaga stabilitas sediaan krim tipe A/M (Barel et al., 2009).

Emulsi merupakan campuran dari fase air dan fase minyak, sehingga dibutuhkan

emulgator untuk membentuk emulsi yang baik yaitu keadaan dimana kedua fase

dapat bergabung. Emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan)

disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi. Emulgator juga dapat menurunkan

tegangan permukaan sehingga sediaan tersebut terbentuk emulsi. Tanpa adanya

emulgator yang sesuai maka emulsi akan membentuk creaming, flokulasi,

koalesensi, dan inversi yang disebut sebagai fenomena ketidakstabilan emulsi.

Selain itu emulgator memiliki peranan penting yaitu sebagai penetrating enhancer

sehingga dapat mempercepat absorbsi dari zat aktif (Mollet H et al., 2001 dan

Anief, 2005).

Emulgator dapat dikelompokkan menjadi anionik, kationik, nonionik dan

amfoter. Emulgator anionik terdisosiasi dalam larutan air, dan anionnyalah yang

bekerja sebagai emulgator. Bagian yang terionisasi bisa berupa karboksilat, sulfat,

sulfonat, atau fosfat dan beberapa emulgator anionik dapat menyebabkan busa

dalam sediaan (contoh: natrium oleat digunakan untuk emulgator M/A).

Emulgator kationik terdisosiasi di dalam larutan air, emulgator kationik berbeda

dari anionik dan nonionik karena mereka membawa muatan positif, emulgator ini

tidak dapat digunakan bersama sabun lainnya karena akibat perbedaan muatannya

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

16

menyebabkan tidak dapat berfungsi sebagai emulgator lagi (contoh :

benzalkonium bromida untuk emulgator M/A). Emulgator nonionik tidak

membentuk ion dalam air, emulgator nonionik memiliki kompatibel kulit dan

mata yang bagus dan memiliki potensi iritasi yang rendah apabila dikombinasikan

bersama anionik dengan konsentrasi yang sesuai (contoh : ester sorbitan

digunakan untuk emulgator A/M). Emulgator amfoter adalah semyawa kimia,

yang menunjukkan grup kationik dan anionik dalam molekulnya (contoh : lesitin

digunakan untuk emulgator M/A atau A/M) (Voigt, 1994 dan Barel et al., 2009).

2.3.7.2 Pengawet

Pengawet digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme

terutama pada sediaan yang mengandung fase air seperti emulsi. Tipe emulsi

minyak dalam air sangat membutuhkan pengawet karena kontaminasi fase

eksternal mudah terjadi. Pengawet yang sering digunakan biasanya bersifat

fungistatik dan bakteriostatik. Pengawet yang biasanya digunakan yaitu metil-,

etil-, propil-, dan butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium kuartener

(Depkes RI, 1995).

Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben

(nipagin) 0,12% – 0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02% – 0,05% (Syamsuni,

2006).

2.3.8 Sistem HLB

Pada umumnya setiap bahan pengemulsi memiliki bagian hidrofilik dan

lipofilik, dengan satu atau yang lain lebih atau kurang dominan dalam

mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan diatas untuk membentuk tipe

emulsi. Sebuah metode yang dirancang untuk pengemulsi atau bahan permukaan

aktif dapat dikategorikan pada penyusun kimia untuk keseimbangan hidrofil-

lipofil atau HLBnya. Bahan yang sangat polar atau hidrofilik ditandai dengan nilai

HLB yang tinggi dibandingkan yang kurang polar atau lebih lipofilik. Umumnya,

bahan permukaan aktif yang memiliki nilai HLB 3-6 lebih lipofil dan

menghasilkan emulsi A/M. Sedangkan bahan dengan nilai HLB 8-18

menghasilkan emulsi M/A (Ansel, 2008).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

17

Dalam sistem HLB, selain untuk bahan pengemulsi, nilai ditandai untuk

bahan minyak dan bahan menyerupai minyak. Dengan menggunakan dasar HLB

dalam penyiapan suatu emulsi, dapat dipilih bahan pengemulsi yang memiliki

nilai HLB yang sama atau mendekati minyak dari emulsi yang diinginkan. Untuk

membuat emulsi yang stabil, bahan pengemulsi harus memiliki harga HLB sama

dengan HLB untuk minyak atau air, bergantung pada jenis emulsi yang

diinginkan. Jika diperlukan, dua atau lebih pengemulsi dapat dikombinasikan

untuk mendapatkan nilai HLB yang diinginkan (Ansel, 2008).

2.3.9 Cara Pembuatan Krim

Seperti pembuatan sediaan lain, dalam pembuatan emulsi kebersihan dari

seluruh alat yang digunakan sangat penting, seperti wadah pembuatan emulsi,

spatula dan peralatan lainnya. Dalam pembuatan krim harus melebihkan bahan-

bahan yang digunakan karena krim tidak dapat dipindahkan seluruhnya kedalam

wadah akhir. Selanjutnya menentukan bahan yang larut dalam fase air dan fase

minyak. Lalu melarutkan bahan yang larut air kedalam fase air. Untuk pembuatan

fase minyak yaitu dengan mencairkan basis lemak dalam wadah di atas penangas

air pada suhu serendah mungkin. Dimulai dari basis yang memiliki titik leleh

tertinggi. Kemudian didinginkan hingga 60oC (panas yang berlebihan dapat

mendenaturasi bahan pengemulsi dan stabilitas produk dapat hilang). Kemudian

zat yang larut atau bercampur dengan fase minyak diaduk ke dalam leburan. Lalu

Suhu fase air harus disesuaikan hingga 60oC. Sehingga fase dispersi ditambahkan

kedalam fase kontinyu pada suhu yang sama. Maka untuk membuat krim tipe

M/A masukkan fase minyak kedalam fase air dan Untuk membuat krim tipe A/M

masukkan fase air kedalam fase minyak. Kemudian aduk emulsi yang dihasilkan

tanpa memasukkan udara, hingga terbentuk massa krim. Jangan mempercepat

pendinginan karena akan menghasilkan produk yang kurang bagus (Marriott et

al., 2014).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

18

2.4 Uji Evaluasi Sediaan Krim

1. Tipe Emulsi

Tipe emulsi dilakukan untuk membuktikan bahwa krim yang dibuat

merupakan krim dengan tipe emulsi A/M (Shovyana dan Zulkarnain

2013).

2. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dimaksudkan untuk melihat tampilan fisik suatu

sediaan yang meliputi bentuk, warna dan bau. Ini dilakukan untuk

mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau bahan aktif

yang digunakan. (Juwita et al., 2013).

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui

tercampurnya bahan-bahan sediaan krim (Juwita et al., 2013).

4. Uji pH

Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan krim saat

digunakan. Jika krim memiliki pH yang terlalu basa dapat menyebabkan

kulit bersisik, sedangkan pH yang terlalu asam dapat menyebabkan iritasi

kulit (Alissya et al., 2013). Kosmetik dengan pH balanced menurut SNI

16-4399-1996 adalah pH kosmetik sama atau dekat dengan pH fisiologis

kulit yaitu 4,5-8,0.

5. Uji Viskositas

Viskositas sediaan semi padat menjadi salah satu faktor yang

perlu diperhatikan karena berkaitan dengan kenyamaan penggunaan

(Shovyana dan Zulkarnain 2013). Viskositas merupakan salah satu

parameter penting dalam produk emulsi. Nilai viskositas berkaitan

dengan kestabilan emulsi suatu bahan, semakin tinggi viskositas suatu

bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan

partikel cenderung sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan

(Yunilawati et al., 2011).

6. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar basis dilakukan untuk mengetahui kemampuan basis

menyebar pada permukaan kulit ketika diaplikasikan. Kemampuan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

19

penyebaran basis yang baik akan memberikan kemudahan pengaplikasian

pada permukaan kulit. Selain itu penyebaran bahan aktif pada kulit lebih

merata sehingga efek yang ditimbulkan bahan aktif menjadi lebih optimal

(Shovyana dan Zulkarnain 2013).

7. Uji Stabilitas

Uji stabilitas dilakukan untuk memastikan dan menjaga kualitas,

keamanan dan efikasi produk sepanjang masa simpan dianggap sebagai

persyaratan untuk penerimaan dan persetujuan produk farmasi (Bajaj et

al., 2012).

2.5 VCO

2.5.1 Cara Pembuatan VCO

Cara pembuatan VCO dapat diperoleh melalui proses fermentasi,

pendinginaan dan tekanan mekanis atau sentrifugasi (Haerani, 2010). VCO

merupakan minyak yang berasal dari buah kelapa tua segar yang diperoleh tanpa

proses pemanasan atau dengan suhu rendah (<60oC) yang terbentuk setelah santan

didiamkan dalam beberapa hari. Berikut adalah cara pembuatan VCO dengan

proses sentrifugasi diambil daging kelapa segar kemudian diparut dengan mesin

pemarut. Lalu peras hasil parutan menggnakan kain. Santan yang dihasilkan

didinginkan pada suhu 1°C-15°C, kemudian memasukkan santan kedalam wadah.

Wadah yang berisi santan dimasukan ke alat sentrifugal, setelah itu memisahkan

minyak yang didapat. Kemudian minyak divacum untuk mengurangi kadar airnya,

lalu disaring dengan kertas saring. Masukkan minyak yang telah disaring kedalam

oven pada temperatur 60ºC (Fachry et al., 2006).

Sedangkan pembuatan minyak kelapa dibuat dengan cara daging kelapa

segar yang diparut kemudian diperas untuk diambil santannya. Lalu santan

didiamkan hingga terpisah menjadi dua bagian, yaitu krim santan dan air santan.

Krim santan kemudian dipanaskan hingga minyaknya keluar, lalu minyak disaring

dan dipisahkan dari ampas. Minyak yang dihasilkan berbau harum, tetapi

warnanya kurang jernih akibat penggunaan panas pada pengolahannya

(Susilowati, 2009).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

20

2.5.2 Kandungan VCO

VCO mengandung 93% asam lemak jenuh, tetapi 47-53% berupa lemak

jenuh berantai sedang dan pendek. Hasil uji laboratorium kimia Universitas

Gadjah Mada juga menunjukkan bahwa asam lemak yang terdapat dalam VCO

adalah asam lemak jenuh berantai pendek dan sedang. Asam lemak yang paling

dominan adalah asam laurat (50,33%). Kandungan lain berupa asam kalproat

(14,23%), asam kaprat (10,25%), asam miristat (12,91%), dan asam palmitat

(4,92%) (Wirakusumah, 2007).

2.5.3 Manfaat VCO

Minyak kelapa murni banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi

serta kosmetik. Pemanfaatannya didasarkan pada keamanannya dan mudah

didapatkan (Setiaji, 2005). Oleh karena itu VCO dapat menjadi salah satu

alternatif pemilihan komponen dalam membuat sediaan krim (Nurlaela et al.,

2014).

Pemanfaatan VCO dalam sediaan semi padat dimungkinkan karena

memiliki sejumlah sifat yang baik terhadap kulit yaitu bersifat emolient dan

moisturizer. Hal ini membuat kulit menjadi lembut dan lembab sehingga dapat

menurunkan tahanan difusinya (Agero et al., 2004). Asam-asam lemak rantai

pendek dan sedang seperti asam laurat dan asam oleat mudah diserap melalui kulit

sehingga dapat meningkatkan laju penetrasi zat aktif dari sediaan krim

mengandung VCO (Lucida et al., 2008).

2.5.4 VCO Sebagai Penetration Enhancer (Peningkat Penetrasi)

Sediaan transdermal dapat bekerja secara efektif jika zat aktif yang

terkandung dalam sediaan tersebut dapat berpenetrasi ke lapisan bawah kulit.

Kecepatan penetrasi obat ke dalam kulit dapat diamati melalui fluk obat. Untuk

meningkatkan fluk obat dapat digunakan senyawa peningkat penetrasi. Senyawa

peningkat penetrasi dapat memodifikasi atau melemahkan susunan lipid

interselluler stratum korneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat

ditingkatkan (Williams dan Barry 2004).

VCO dapat berperan sebagai peningkat penetrasi melalui mekanisme

peningkatan hidratasi kulit karena VCO mengandung asam-asam lemak rantai

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

21

pendek yang dengan mudah melintasi membran kulit. Adanya peningkat penetrasi

disamping meningkatkan jumlah dan laju zat yang berpenetrasi juga diduga dapat

mempengaruhi mekanisme proses penetrasi atau difusi obat (Lucida Henny et al.,

2008).

2.5 Komponen Penyusun Krim

2.6.1 Span 80

Gambar 2.3 Struktur kimia span 80

(Sumber : Sweetman, 2009)

Span 80 mempunyai sinonim sorbitan monooleat, berupa cairan kental

berwarna kuning. Span 80 mudah larut dalam minyak, tidak larut dalam air. Span

80 digunakan sebagai emulgator yang mempunyai nilai HLB 4,3. Untuk

penyimpanannya dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et

al., 2009).

Ester sorbitan secara luas digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan

formulasi sebagai surfaktan non-ionik lipofilik. Ester sorbitan secara umum dalam

formulasi berfungsi sebagai agen pengemulsi dalam pembuatan krim, emulsi, dan

salep untuk penggunaan topikal. Ketika digunakan sebagai agen pengemulsi

tunggal, ester sorbitan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil dan

mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih sering digunakan dalam kombinasi

bersama bermacam-macam polisorbat untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik

tipe M/A atau A/M. Kadar yang digunakan apabila span 80 sebagai pengemulsi

tunggal adalah 1-15%.

Surfaktan nonionik berbeda dari surfaktan anionik, dengan tidak adanya

muatan atau ionisasi pada molekul bahan pengemulsi ini umumnya tidak

mengiritasi dibandingkan surfaktan lainnya. Bahan pengemulsi nonionik

diantaranya adalah ester sorbitan. Ester sorbitan adalah turunan dari mono siklik

atau dianhidrida sorbitol. Sorbitan terdiri dari ester sorbitan, yang dibuat dengan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

22

esterifikasi satu atau lebih gugus hidroksil dalam anhidrida dengan asam lemak

seperti asam stearat, palmitat, oleat, atau asam laurat, dan polisorbat, yang

merupakan turunan polioksietilena dari ester sorbitan. Ester sorbitan adalah

surfaktan nonionik yang larut dalam minyak, dapat terdispersi dalam air dan dapat

mengurangi tegangan antar muka yang efektif (Sweetman, 2009).

Ester sorbitan yang biasa digunakan adalah sorbitan monolaurat (span 20),

sorbitan monopalmitat (span 40), sorbitan monostearat (span 60), sorbitan

monooleat (span 80). Berikut adalah struktur dari sorbitan :

Gambar 2.4 Struktur kimia sorbitan monoester (R1 = sorbitan monolaurat, R2 =

sorbitan monopalmitat, R3 = sorbitan monostearat, R4 = sorbitan monooleat.

(Sumber : Korhonen et al., 2004)

Dari struktur diatas dapat disimpulkan bahwa panjang dan ikatan rangkap

dalam rantai hidrokarbon dari sorbitan monoester mempengaruhi secara signifikan

sifat-sifat antarmuka dan molekul dari surfaktan. Sorbitan monolaurat memiliki

rantai hidrokarbon terpendek yang membuat surfaktan ini paling hidrofilik.

Sorbitan monooleat lebih hidrofobik dan nonpolar dari sorbitan monolaurat,

sorbitan monopalmitat dan sorbitan monostearat karena pada sorbitan monooleat

terdapat ikatan rantai hidrokarbon terpanjang dan rantai rangkap sehingga

molekul sorbitan monooleat dapat mengurangi interaksi rantai-rantai hidrofobik

antara molekul surfaktan dan molekul minyak yang berdekatan (Korhonen et al.,

2004).

2.6.2 Vaselin Putih

Vaselin adalah campuran hidrokarbon jenuh setengah padat yang

dimurnikan, diperoleh dari minyak bumi. Vaselin putih merupakan vaselin yang

telah dihilangkan seluruh atau hampir seluruh warnanya, sehingga mengurangi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

23

reaksi hipersensitivitas dan lebih dipilih untuk penggunaan kosmetik dan sediaan

farmasetika lain. Vaselin putih mempunyi sinonim White soft paraffin, White

Petrolatum, berbentuk massa lunak putih, translusen, tidak berbau, tidak berasa

dan praktis tidak larut dalam air, gliserin, etanol (95%) dan aseton. Vaselin putih

sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering.

Vaselin banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal sebagai basis yang

bersifat emolien. Vaselin album digunakan sebagai emolien krim, topikal emulsi,

topikal ointment dengan konsentrasi antara 10-30% (Rowe et al., 2009).

2.6.3 Cera alba

Cera alba mempunyai sinonim white beeswax, malam putih. Pemeriannya

tidak berasa, serpihan putih dan sedikit tembus cahaya. Kemudian cera alba larut

dalam kloroform, eter, minyak menguap, sedikit larut dalam etanol (95%), praktis

tidak larut dalam air dan Inkompatibilitas dengan bahan pengoksidasi. Bahan ini

lebur pada suhu 61 - 65oC. Cera alba digunakan untuk meningkatkan konsistensi

dari krim dan salep dan untuk menstabilkan air dalam minyak. Bahan ini juga

dapat menambah laju absorbsi obat-obat yang digunakan secara topikal. Sebagai

bahan pembentuk basis penggunaan cera alba 5-20% (Rowe et al., 2009).

2.6.4 Propilen glikol

Gambar 2.5 Struktur kimia propilen glikol

(Sumber : Rowe et al., 2009)

Propilenglikol mempunyai sinonim 1,2-Dihidroksi propana, 2 hidroksi

propanol, metil etilen glikol, metil glikol. Bahan ini tidak berwarna, kental, praktis

tidak berbau, cair, dengan rasa manis, rasa sedikit pedas menyerupai gliserin dan

larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, larut pada 1:6

bagian eter, tidak larut dengan minyak atau tetap minyak mineral ringan, tetapi

akan larut beberapa minyak esensial. Mempunyai inkopatibilitas dengan bahan

pengoksidasi seperti kalium permanganat. Propilenglikol digunakan sebagai

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

24

humektan, kosolven.bahan ini tidak beracun sehingga aman untuk digunakan

sebagai bahan kosmetik. Penggunaan sebagai humektan dengan kadar 1- 15%

(Rowe et al., 2009).

2.6.5 Nipagin

Gambar 2.6 Struktur kimia Nipagin

(Sumber : Rowe et al., 2009)

Sinonim nipagin adalah metil paraben yang mempunyai pemerian kristal

berwarna atau sebuk kristalin putih, dan tidak berbau dengan rasa seperti pada

sediaan topikal. Kelarutannya mudah larut dalam etanol, eter dan propilen glikol

sedikit larut pada air, dan praktis tidak larut dalam minyak mineral (Rowe et al.,

2009).

Nipagin digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam

kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetika. Dalam kosmetik, Metil

paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Dapat

digunakan sendiri atau dikombinasi dengan golongan paraben yang lain atau

dengan antimikroba yang lain. Metil paraben efektif pada rentang pH yang luas

yaitu pH 4-8 dan memiliki spektrum yang luas terhadap mikroba dan jamur. Pada

sediaan topikal, metil paraben digunakan pada kadar 0,02-0,3%. Efikasi dari

pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan 2-5% propilenglikol. Dalam

formula ini digunakan metil paraben dengan kadar 0.18% (Rowe et al., 2009).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

25

2.6.6 Nipasol

Gambar 2.7 Struktur kimia Nipasol

(Sumber : Rowe et al., 2009)

Nipasol mempunyai sinonim propil paraben. Mempunyai pemerian serbuk

kristalin berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa dan kelarutannya sangat

mudah larut dalam aseton, eter, minyak, mudah larut dalam etanol dan methanol,

sukar larut dalam air. Nipasol berubah warna dengan adanya besi dan hidrolisis

dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).

Nipasol digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam

kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetika. Pengawet ini dapat

digunakan sendiri atau dikombinasi dengan golongan paraben yang lain atau

dengan antimikroba yang lain. Metil paraben efektif pada rentang pH yang luas

yaitu pH 4-8 dan memiliki spektrum yang luas terhadap mikroba dan jamur.

Propil paraben dapat digunakan sebagai pengawet untuk sediaan yang

mengandung minyak dan air, kemudian propil paraben dapat bekerja sebagai

pengawet air yang terjebak didalam minyak. Pada sediaan topikal, propil paraben

digunakan pada kadar 0,01-0,6%. Dalam formula ini digunakan propil paraben

dengan kadar 0.02% (Rowe et al., 2009).

2.6.7 Aquadest

Sinonim aquadest adalah Aqua, Aqua purificata, Hydrogen Oxide. Dan

memiliki pemerian jernih, tidak berwarna, tidak berasa. Aquadest digunakan

sebagai pelarut (Rowe et al., 2009).

Aquadest banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut dalam

pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API)

dan intermediet, dan reagen nalitis. nilai spesifik dari air yang digunakan untuk

aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe et al., 2009).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

26

2.6.8 Oleum Rosae

Oleum rosae mempunyai sinonim minyak mawar. Minyak mawar adalah

minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica

L., Rosa damascena Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya

adalah cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa

khas, pada suhu 25oC kental, dan jika didinginkan perlahan-lahan berubah

menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur. Minyak

mawar larut dalam kloroform dan digunakan sebagai Corigen Odoris (DepKes RI,

1979).

2.6.9 Butylated Hydroxytoluene (BHT)

Gambar 2.8 Struktur kimia BHT

(Sumber : Rowe et al., 2009)

Sinonim BHT adalah 2,6 bis(1,1dimetil etil) 4 metil fenol, butil hidroksi

toluen, dibutil hidroksi toluen. Pemeriannya berwarna putih atau kuning pucat,

kristal padat atau bubuk dengan karakteristik bau fenolik samar. Kelarutannya

praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol. Larut dalam aseton,

benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, minyak tetap dan minyak mineral

(Rowe et al., 2009).

BHT digunakan sebagai antioksidan pada kosmetik, makanan, dan obat-

obatan. Terutama digunakan untuk keterlambatan atau mencegah ketengikan

oksidatif lemak minyak dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut

dalam minyak. BHT digunakan dalam rentang 0.0075–0.1% (Rowe et al., 2009).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

27

2.6.10 Butylated Hydroxyanisole (BHA)

Gambar 2.9 Struktur kimia BHA

(Sumber : Rowe et al., 2009)

BHA memiliki sinonim Ter-butil-4-metoksifenol, butil hidroksi anisolum,

1,1-dimetiletil-4-metoksi fenol. Pemeriannya berwarna putih atau hampir putih,

bubuk kristal atau lilin berwarna putih kekuningan, bau aromatik yang khas.

Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, larut dalam metanol, propilen glikol,

kloroform, eter, heksan, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak kedelai,

gliseril monooleat, lemak babi, dan larutan dari alkali hidroksida (Rowe et al.,

2009).

BHA adalah antioksidan dengan memiliki kemampuan antimikroba. BHA

digunakan dalam berbagai kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Dalam kosmetik

digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan oksidatif lemak dan untuk

mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. BHA sering

digunakan dalam kombinasi dengan antioksidan lainnya, khususnya BHT, alkil

gallates dan sekuestran atau yang memiliki efek sinergis seperti asam sitrat.

Konsentrasi penggunaan BHA dalam rentang 0,005-0,02% (Rowe et al., 2009).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Gambar 2eprints.umm.ac.id/42801/3/jiptummpp-gdl-fitrilinda-48663-3-babii.pdfpori, mengurangi hiperpigmentasi serta meningkatkan elastisitas kulit

28

2.6.11 NA-EDTA

Gambar 2.10 Struktur kimia Na-EDTA

(Sumber : Rowe et al., 2009)

Sinonim Na-EDTA adalah Dinatrii edetat, disodium EDTA, disodium etilen

diamin tetra asetat, asam edetat. Bahan ini berbentuk kristal putih, tidak berbau

dan mempunyai rasa sedikit asam dan mempunyai kelarutan praktis tidak larut

dalam kloroform dan eter, sedikit larut dalam etanol (95%), larut 1 bagian dalam

11 bagian air. Na-EDTA bersifat asam lemah, menggantikan karbon dioksida dari

karbonat dan bereaksi dengan logam untuk membentuk hidrogen (Rowe et al.,

2009).

Dinatrium edetat digunakan sebagai chelating agent pada sediaan farmasi,

termasuk obat kumur, tetes mata, dan sediaan topikal, Na-EDTA biasanya

digunakan pada konsentrasi 0,005 dan 0,1% w/v. Dinatrium edetat adalah bentuk

stabil dan kompleks yang larut dalam air (kelat) dengan alkali tanah dan logam

berat ion. Bentuk kelat memiliki beberapa sifat dari ion bebas, chelating agent

sering digambarkan sebagai 'pelepas' ion dari larutan, prosesnya disebut sebagai

sequestering. Dinatrium edetat bersifat higroskopis dan tidak stabil saat terkena

kelembaban, sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang

sejuk dan tempat yang kering (Rowe et al., 2009).