14
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis Menurut Eriyanto, analisis wacana kritis adalah berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. 1 Seperti pandangan Mohammad A. S. Hikam dalam tulisannya telah membahas dengan baik perbedaan paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa. 2 terdapat tiga pandangan dalam analisis wacana. Pertama, diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Bahasa dipakai sebagai jembatan untuk manusia dengan objek di luarnya. Yang dimaksudkan adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pertanyaannya, sebab yang terpenting adalah kaidah sintaksis dan semantik. Kedua, kontruktivisme. Pandangan ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh oleh pemikiran fenomenologi. Aliran yang menolak pandangan empirisme/positifisme. Ketiga, pandangan kritis. Pandangan ini memberikan koreksi pada kontrusifisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Dengan pandangan semacam ini wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat pada masyarakat. 3 karena menggunakan kata kritis maka pandangan ketiga itu disebut dengan analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA). *** 1 Eriyanto, hal: 4. 2 Mohammad A. S. Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran Discursive Practice”, dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru, Bandung, Mizan, 1996, terutama hlm.78-79. 3 Mohammad A. S. Hikam, ibid., hlm. 85.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Wacana Kritis

Menurut Eriyanto, analisis wacana kritis adalah berhubungan dengan studi

mengenai bahasa/pemakaian bahasa.1 Seperti pandangan Mohammad A. S. Hikam

dalam tulisannya telah membahas dengan baik perbedaan paradigma analisis wacana

dalam melihat bahasa. 2 terdapat tiga pandangan dalam analisis wacana. Pertama,

diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Bahasa dipakai sebagai jembatan untuk

manusia dengan objek di luarnya. Yang dimaksudkan adalah orang tidak perlu

mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pertanyaannya, sebab

yang terpenting adalah kaidah sintaksis dan semantik. Kedua, kontruktivisme.

Pandangan ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh oleh pemikiran fenomenologi.

Aliran yang menolak pandangan empirisme/positifisme. Ketiga, pandangan kritis.

Pandangan ini memberikan koreksi pada kontrusifisme yang kurang sensitif pada

proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun

institusional. Dengan pandangan semacam ini wacana melihat bahasa selalu terlibat

dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai

tindakan representasi yang terdapat pada masyarakat. 3 karena menggunakan kata

kritis maka pandangan ketiga itu disebut dengan analisis wacana kritis (Critical

Discourse Analysis/CDA).

***

1 Eriyanto, hal: 4.

2 Mohammad A. S. Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran Discursive Practice”, dalam Yudi Latif

dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru,

Bandung, Mizan, 1996, terutama hlm.78-79.

3 Mohammad A. S. Hikam, ibid., hlm. 85.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

7

Eriyanto mengatakan bahwa, beberapa ahli di atas tadi mengelaborasi konsep

wacana untuk melihat bagaimana teks harus dianalisis. Beberapa ahli tersebut

berangkat dari aspek mikro dalam teks seperti kata, kalimat, gambar, proposisi

sebagai alat untuk melihat struktur yang lebih besar yakni kekuasaan. Baik Roger

Fowler, Theo van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. van Djik, maupun Norman

Fairclough, mereka mempunyai pendekatan yang berbeda, dalam melihat wacana

dalam teks media. Kalau hendak dirunut, mulai dari paradigma, hingga model analisis

yang digunakan oleh beberapa ahli di atas tadi, penjabaran dapat dilihat melalui tabel

di bawah ini:

2.2 Tabel Penjabaran Analisis Wacana Kritis

Paradigma Kritis

Teori Wacana Michel Foucault

Louis Althusser

Model Analisis

Roger Fowler dkk.

Theo van Leeuwen

Sara Mills

Teun A. van Djik

Norman Fairclough

2.2 Analisis Wacana Kritis Sara Mills

Analisis wacana Sara Mills, titik perhatiannya adalah terutama pada wacana

mengenai feminisme: bagaimana wanita/perempuan ditampilkan dalam teks, baik

novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Oleh sebab itu yang dilakukan Sara Mills

Sumber: Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

8

sering disebut dengan perspektif feminis. Titik perhatian pada wacana tersebut adalah

bagaimana teks bias dalam menampilkan wanita. Gagasan Mills berbeda dengan

model critical linguistik, ini lebih memusatkan perhatian pada struktur kebahasaan

dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak, Sara Mills lebih melihat

pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Selain itu Mills

memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks.

Posisi semacam ini akan menempatkan pembaca pada salah satu posisi dan

mempengaruhi bagaimana teks itu hendak dipahami dan bagaimana aktor sosial

ditempatkan. Akhirnya posisi yang ditempatkan dan ditampilkan dalam teks memuat

satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate.

A. Posisi: Subjek-Objek

Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam dari

analisisnya. Mills menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial,

posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi itu tersebut

pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Posisi subjek

atau objek dalam representasi ini mengandung muatan idiologis tertentu. Pertama,

posisi menunjukkan dalam batas tertentu sudut pandang penceritaan. Kedua, sebagai

subjek representasi, pihak laki-laki di sini mempunyai otoritas penuh dalam

mengabsyahkan penyampaian peristiwa tersebut kepada pembaca. Ketiga, proses

pendefinisian itu bersifat subjektif, tentu sukar dihindari kemungkinan pendefinisian

secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.

B. Posisi Pembaca

Mills berpandangan, dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan

haruslah diperhitungkan dalam teks itu sendiri. Pertama, model ini secara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

9

komperensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tetapi

juga resepsi. Kedua, posisi di sini ditempatkan sebagai posisi yang penting. Yang

secara tidak langsung teks adalah sarana “berkomunikasi” dengan khalayak. Jika

diterjemahkan dalam konteks berita , maka analoginya adalah demikian. Berita

bukanlah semata sebagai hasil produksi dari awak media/ wartawan dan pembaca

namun juga hasil dari negosiasi antara wartawan daan khalayak jadi bukan semata

karena sebagai sasaran.4 Jika digambarkan maka sebagai berikut ilustrasinya:

Gambar 1: Model konteks tradisional

Gambar 2: Model konteks dalam analisis wacana

C. Kerangka Analisis

Sara Mills dengan memakai analisis Althusser lebih menekankan pada

bagaimana aktor diposisikan dalam teks. Pertama, bagaimana aktor sosial dalam teks

tersebut diposisikan dalam pemberitaan. Siapa yang diposisikan sebagai penafsir

dalam teks untuk memaknai peristiwa dan akibatnya. Kedua, bagaimana pembaca

diposisikan dalam teks. Di sini tentu saja bisa bermakna khalayak macam apa yang

diimajinasikan oleh penulis untuk ditulis:

4 Berdasarkan Sara Mills, ibid., hlm. 183-184.

Konteks

Penulis

TEKS Konteks

Pembaca

Latar sosio-

historis Penulis TEKS Pembaca

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

10

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi

Subjek-Objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari

kacamata siapa peristiwa itu dilihat.

Siapa yang diposisikan pencerita

(subjek) dan siapa yang menjadi objek

yang diceritakan. Apakah masing-

masing aktor dan kelompok sosial

mempunyai kesempatan untuk

menampilkan dirinya sendiri,

gagasannya ditampilkan oleh

kelompok/orang lain.

Posisi Bagaimana posisi pembaca

ditampilkan Penulis dalam teks.

Bagaimana Pembaca memposisikan

dirinya dalam teks yang ditampilkan.

Kepada kelompok manakah pembaca

mengidentifikasi.

Posisi pemberitaan semacam itu tidak hanya sekedar urusan teknis jurnalistik

tetapi juga pada politik pemberitaan. Posisi antara pencerita yang menyebabkan

peristiwa yang dihadirkan kepada khalayak muncul dalam persepektif dan

kepentingan pencerita. Oleh karena itu erat kaitannya dengan idiologi, mengapa?

Karena pemosisian satu kelompok pada dasarnya membuat satu kelompok

mempunyai satu posisi lebih tinggi dan kelompok lain menjadi objek atau sarana

marjinalisasi.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

11

2.3 Teori Feminisme

Feminis menurut Goefe dalam (Sugihastuti, 2000:37) ialah teori tentang

persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, sosial; atau

kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.

Bhasin (1996:1) menjelaskan bahwa patriarki berarti kekuasaan bapak atau patriarch.

Istilah ini secara umum digunakan untuk menyebut sistem yang membuat perempuan

tetap dikuasai melalui berbagai macam cara. Patriarki membentuk laki-laki sebagai

superirordinat dalam kerangka hubungan dengan perempuan yang dijadikan sebagai

subordinatnya.

Selanjutnya Bhasin (1996:5-10) menguraikan bidang-bidang kehidupan

perempuan yang normalnya berada di bawah kontrol patriarki. Pertama, daya

produktif atau tenaga kerja perempuan. Yang dimaksud adalah laki-laki mengontrol

produktivitas perempuan di dalam rumah tangga, perempuan memberikan pelayanan

kepada anak dan suaminya. Kedua, laki-laki mengontrol produktifitas perempuan.

Dalam hal keputusan perempuan jarang mengambil adil atau menyumbang suara.

Ketiga, kontrol oleh laki-laki juga berlaku atas seksualitas perempuan. Perempuan

diharuskan memberikan pelayanan seksual kepada laki-laki. Feminisme muncul

sebagai sebuah upaya perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki di atas.

Asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan dieksploitasi menghadirkan anggapan

bahwa feminisme merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri penindasan dan

eksploitasi tersebut (Fakih, 1997:99). Alasan yang mendukung hal ini adalah

kenyataan bahwa feminisme tidak hanya memperjuangkan masalah gender, tetapi

juga masalah kemanusiaan.

Membahas masalah feminisme, terlebih dahulu harus dipahami konsep seks

dan konsep gender. Fakih (1997:7-9) menjelaskan kedua konsep tersebut sebagai

berikut. Seks dan jenis kelamin manusia ditentukan secara biologis yang melekat

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

12

pada jenis kelamin tertentu. Seks dan jenis kelamin merupakan ketentuan biologis

atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Berbeda dengan seks,

gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang

dibentuk, diasosiasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial atau kultural,

melalui ajaran keagamaan maupun negara. Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh

perbedaan gender merupakan salah satu masalah pendorong lahirnya feminisme.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni

marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak

penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan

negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih Panjang dan lebih banyak (burden),

serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, 1997: 12-13).

A. Karakteristik Feminis

Kasiyan (Fransisca, 2005: 11) menjelaskan, feminisme sebagai gerakan

muncul dalam karakteristik yang berbeda-beda yang disebabkan perbedaan asumsi

dasar yang menyebabkan persoalan-persoalan yang menyebabkan ketimpangan

gender. Aliran dalam gerakan ini adalah feminisme liberal:

1. Feminisme Liberal

Feminisme liberal berusaha memperjuangkan agar perempuan mencapai

persamaan hak-hak yang legal secara sosial dan politik (Humm, 1992: 181). Aliran

ini menolak segera bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu dari ribuan

perempuan yang dapat diklasifikasikan sebagai feminis liberal salah satunya

merupakan Betty Friedan. Sebagaimana diungkapkan oleh Zillsah Einstein, Elizabeth

Holtzan, Bella Abzug, Eleanor Smeal, Pat Schroeder, dan Patsy Mink adalah feminis

liberal, demikian juga banyak pemimpin dan anggota lain dari National Organization

for Women (NOW) dan Women’s Equity Action League (WEAL). 5

5 Eisenstein, The Radical Future of Liberal Feminism, hlm. 176.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

13

Fokus dalam feminisme liberal menurut (Rosemari, 2004) membahas

mengenai perbedaan jenis kelamin, peran gender dan androgini telah membantu

memfokuskan dorongan feminisme liberal terhadap kebebasan kesetaraan dan

keadilan untuk semua.

2. Feminisme Radikal

Pandangan ini menganggap bahwa perbedaan gender bisa dijelaskan melalui

perbedaan biologis atau psikologis antara laki-laki dan perempuan (Bhasin, 1996:35).

Dalam aliran ini, kekuasaan kaum laki-laki atas kaum perempuan, yang didasarkan

pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduktif perempuan telah

menyebabkan penindasan pada perempuan. Hal ini mengakibatkan ketergantungan

perempuan secara fisik dan psikologis kepada laki-laki (Bhasin, 1996: 36).

3. Feminisme Sosialis

Menurut Jaggar (Fakih, 1997:89), feminism sosialis merupakan perpaduan

metode historis meterialistis Marx dan Engels dengan gagasan personal is political

dari kaum feminis radikal. Aliran ini menganggap konstruksi sosial sebagai sumber

ketidakadilan terhadap perempuan. Penindasan perempuan menurut feminisme

sosialis terjadi di semua kelas, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta

menaikan posisi perempuan (Fakih, 1997:90). Teori yang dikemukakan oleh

feminism sosialis di kenal sebagai teori patriarki kapitalis, yakni teori yang

menseksual (Fakih, 1997:146). Teori ini dikemukakan oleh Zillah, yang menganggap

bahwa ketidakadilan terhadap perempuan semata-mata disebabkan oleh penilaian dan

anggapan akibat konstruksi sosial terhadap perbedaan tersebut.

Sejalan dengan hal-hal di atas, sofia dan Sugihastuti (2003:26) menyimpulkan

bahwa munculnya ide-ide feminis berangkat dari kenyataan bahwa konstruksi sosial

gender yang mendorong citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

14

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kesadaran akan ketimpangan

struktur, sistem dan tradisi dalam masyarakat kemudian melahirkan kritik feminis

yang termanifestasikan dalam berbagai wujud ekspresi, baik melalui sikap, penulisan

artikel, novel maupun melalui media lain. Semua ini dilakukan sebagai bentuk kritik

feminis terhadap situasi dan pandangan sosial masyarakat.

4. Feminis Marxis

Dalam pandangan feminisme menurut (Euis, 2003) menjelaskan jika

menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan

melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara jenis kelamin yang disebabkan oleh

faktor budaya.

5. Feminisme Sosialis

Feminisme sosialis menurut (Euis, 2003) titik fokusnya pada penyadaran kaum

perempuan akan posisi mereka yang tertindas. Menurut kalangan feminisme marxis

banyak perempuan yang tidak sadar adalah kelompok yang tertindas.

2.4 Penelitian Terdahulu

A. Penelitian Menggunakan Kritik Sastra Feminis

1. Peneliti: Nina Kusuma Dewi

2. Judul: Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno

Karya Remy Sylado

3. Tujuan:

a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam novel Mimi lan

Mintuno, sebagai makhluk individu yang dilihat dari aspek fisik,

dan aspek psikis, serta sebagai makhluk sosial.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

15

b. Mendeskripsikan identifikasi tokoh profeminis dan tokoh

kontrafeminis dalam novel Mimi lan Mintuno.

c. Mendeskripsikan sikap pengarang dalam merepresentasikan

feminisme melalui novel Mimi lan Mintuno.

4. Metode: Merujuk pada penelitian yang menghasilkan data deskriptif,

berupa kata-kata, frase, klausa, kalimat, ataupun paragraph.

5. Hasil:

a. Citra Indayati sebagai makhluk individu terdiri dari aspek fisik dan

aspek psikis. Secara fisik Indayati digambarkan sebagai perempuan

yang cantik serta dikaruniai tubuh yang proporsional. Selanjutnya, dari

aspek psikis Indayati merupakan sosok perempuan yang penyabar,

mandiri, tegar, dan optimis. Citra Indayati sebagai makhluk sosial

dilihat melalui peran dan kedudukannya sebagai seorang istri dan ibu.

Indayati hidup dalam masyarakat Jawa yang menganut garis keturunan

patrilineal sehingga dalam budaya masyarakatnya, perempuan di

pandang menempati kedudukan yang inferior atau lebih rendah daripada

laki-laki. Dalam lingkungan sosial, Indayati cenderung menganggap

bahwa perempuan sudah sewajarnya hidup terbatas dalam lingkungan

rumah tangga dengan tugas utama mengurus suami dan anak. Keputusan

Indayati yang memilih mengakhiri rumah tangga, menunjukkan bahwa

dia merupakan sosok perempuan yang memperjuangkan hak-haknya

sebagai manusia. Indayati tidak ingin terbelenggu dalam rumah tangga

yang selalu membuatnya tersiksa secara lahir maupun batin. Keputusan

tersebut merupakan wujud pemberontakan diri dan perjuangan seorang

perempuan untuk mendapatkan keadilan. Berkat ketegaran dan sikap

optimis dalam menentukan pilihan hidup, Indayati akhirnya berhasil

keluar sebagai “pemenang” (dari situasi yang berat).

b. Tokoh profeminis adalah tokoh yang memiliki hubungan dengan

kemunculan ide-ide feminis. Dalam Novel Mimi lan Mintuno dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

16

kriteria-kriteria feminis yang ditampilkan di antaranya, sosok yang

perempuan optimis, berani mandiri, kuat, tegar dalam menghadapi

cobaan hidup, dan mampu memperjuangkan hak dan kepentingannya

sebagai perempuan. Tokoh-tokoh yang termasuk profeminis di

antaranya, Indayati dan Listuhayuningsih atau Bulik Ning. Di sisi lain

tokoh kontrafeminis menampilkan tokoh yang melakukan ketidakadilan

terhadap perempuan, seperti penindasan, stereotype, subordinasi, dan

kekerasan, di antaranya, Petruk, Sean PV, Kiki Wigagu, dan Dul Dower.

c. Di dalam novel Mimi lan Mintuno Indayati mengalami berbagai

ketidakadilan gender, seperti (1) stereotipe atau citra buruk terhadap

perempuan, (2) subordinasi atau penomorduaan, dan (3) kekerasan

terhadap perempuan.

d. Di dalam memaparkan ide-ide dan gagasannya, seorang penulis tidak

dapat lepas dari kondisi sosial, budaya, dan lingkungan masyarakatnya.

Remy Sylado yang lekat dengan budaya Jawa, secara tidak langsung

membawa pengaruh tradisi tersebut terhadap karyanya novel Mimi lan

Mintuno. Melalui novel Mimi lan Mintuno Remy Sylado telah berhasil

mengkritik kultur budaya Jawa yang cenderung menginterpretasikan

laki-laki sebagai pemimpin sehingga mengharuskan perempuan atau

isteri patuh kepada suami. Indayati merupakan tokoh yang digambarkan

Remy Sylado sebagai sosok perempuan yang memperjuangkan hak dan

kebebasannya sebagai manusia. Keputusan Indayati meninggalkan

suami yang sering berbuat semena-mena terhadapnya menjadi cerminan

bahwa Remy Sylado mendukung kesederajatan antara laki-laki dan

perempuan dalam rumah tangga. Tokoh Siti Anastasia yang

digambarkan Remy Sylado sebagai Polwan yang mendapatkan gelar

juara dalam Perbakin menunjukkan bahwa Remy Sylado menentang

tradisi Jawa yang membatasi perempuan dengan nilai-nilai kepatuhan

(pasrah) dan ketaatan (nerimo). Nilai-nilai tersebut justru membuat

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

17

perempuan tampak tidak berdaya karena akan dipandang sebagai sosok

yang lemah.

B. Penelitian Menggunakan AWK Sara Mills

1. Peneliti: Corri Prestita Ishava

2. Judul: Analilis Wacana Kritis Sara Mills dalam Film Dokumenter

Battle for Savastopol

3. Tujuan: Untuk mengetahui posisi-posisi perempuan dan untuk

mengetahui bagaimana pembaca menggambarkan perempuan dalam

film dokumenter Battle for Savastopol

4. Metode: Menggunakan analisis wacan kritis model Sara Mills.

5. Hasil:

a. Posisi subjek atau pencerita yang dideskribsikan dalam film Battle

for Savastopol adalah Eleanor Roosevelt dan Lyudmila

Pavlichenco. Posisi subjek dalam film ini memiliki dua sudut

pandang yang berbeda. Posisi subjek pertama Eleanor Roosevelt

menceritakan penglamannya beretemu di White House pada saat

Delegasi Siswa. Cerita yang disampaikan Elanor tidak lengkap,

sehingga peneliti mengambil dari sudut pandang subjek kedua.

Elanor hanya menceritakan tokoh utama pasca perang. Bagaimana

tokoh utama diperlakukan tidak adil oleh kaum laki-laki pasca

perang. Subjek kedua, yaitu Lyudmila Pavichenko. Pavichenko

menceritakan pengalamannya dengan leluasa. Ia memaparkan dari

awal terpilih menjadi sniper wanita hingga ia mampu

meninggalkan kehidupan domestik sebagai perempuan. Ia

menginginkan pernikahan dan melahirkan sesuai kodrat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

18

perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak dapat

menyamakan kedudukan laki-laki karena para feminis liberal

beranggapan ketika perempuan terpaku dalam kehidupan domestik

maka perempuan tersebut tidak memili rasional, sehingga

perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.

b. Posisi objek dalam film Battle for Savastopol adalah Kamerad

Jenderal, Boris, Ibu Pavlichenko, Ayah Pavlichenko, Komisaris,

dan teman-teman Pavlichenko Nicolai, wartawan dan instruktur

menembak. Karena mereka adalah objek maka aktor-aktor ini tidak

dapat menampilkan dirinya sendiri. Aktor-aktor tersebut hanya

sebagai pelengkap subjek yang memberikan pandangan yang

berbeda. Para aktor tersebut memperlihatkan dirinya sebagai

seseorang yang menjadi pemarginal perempuan atau tidak

memarginalkan perempuan.

c. Posisi pembaca mendiskribsikan perempuan tidak dapat menyamai

kedudukan laki-laki karena adanya sistem petriakat di mana lelaki

memiliki kekuasaan tertinggi. Selain itu perempuan digambarkan

tertindas ketika ia berusaha untuk menyamakan kedudukan lelaki

seperti Pavlichenko yang ingin menyamakan kedudukan lelaki

melalui profesinya sebagai penembak jitu.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Wacana Kritis...Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dalam Novel Mimi Lan Mintuno Karya Remy Sylado 3. Tujuan: a. Mendeskripsikan citra perempuan dalam

19

2.5 Kerangka Berpikir

2.3. Bagan Kerangka Pikir

Novel Laut Bercerita

“Leila S. Chudori”

Analisis Wacana Kritis

Sara Mills

LATAR HISTORI KONFLIK 98

Wacana Feminisme

Pada Tokoh Anjani