23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Longsoran Longsoran merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan didaerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh longsoran tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian atau pun adanya korban manusia akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktifitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Menurut Prakoso (dalam Suratman 2002 : 72) Longsoran adalah perpindahan massa tanah dan atau batuan pada arah tegak, miring atau mendatar dari kedudukan semula yang diakibatkan oleh gangguan keseimbangan massa tanah pada saat itu yang bergerak kearah bawah melalui bidang gelincir dan material pembentuk lereng. Menurut Karnawati (dalam Hardiyatmo 2006 : 33) Longsoran dapat didefenisikan sebagai suatu gerakan menuruni lereng tanah atau batuan penyusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Longsor merupakan pergerakan masa tanah atau batuan menuruni lereng mengukuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila masa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng baik berupa bidang miring maupun lengkung maka proses pergerakan tersebut disebut longsoran tanah. Jadi longsoran adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi,baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Longsoraneprints.ung.ac.id/4697/5/2013-1-87202-451408119-bab2... · 2.1.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Longsoran ... Biasanya batuan tersebut

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Longsoran

Longsoran merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda

daerah perbukitan didaerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh

longsoran tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya

fasilitas umum, lahan pertanian atau pun adanya korban manusia akan tetapi juga

kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan

aktifitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya.

Menurut Prakoso (dalam Suratman 2002 : 72) Longsoran adalah

perpindahan massa tanah dan atau batuan pada arah tegak, miring atau mendatar

dari kedudukan semula yang diakibatkan oleh gangguan keseimbangan massa

tanah pada saat itu yang bergerak kearah bawah melalui bidang gelincir dan

material pembentuk lereng.

Menurut Karnawati (dalam Hardiyatmo 2006 : 33) Longsoran dapat

didefenisikan sebagai suatu gerakan menuruni lereng tanah atau batuan penyusun

lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng

tersebut. Longsor merupakan pergerakan masa tanah atau batuan menuruni lereng

mengukuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila masa

yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui

suatu bidang pada lereng baik berupa bidang miring maupun lengkung maka

proses pergerakan tersebut disebut longsoran tanah.

Jadi longsoran adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk

mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi,baik

secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada

suatu lereng, jika ada keadaan-keadaan keseimbangan yang menyebabkan

terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut

bergerak mengukuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor lereng

akan seimbang atau stabil kembali.

2.1.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Longsoran

Longsoran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi pemicu

terjadinya longsoran terutama faktor yang berhubungan langsung seperti : lereng

atau tebing terjal, jenis batuan, jenis tata guna lahan, jenis tanah, getaran, susut

muka air tanah, adanya beban tambahan, pengikisan, curah hujan, adanya

timpasan pada tebing, bekas longsoran lama, dan daerah pembuangan (Rudiyanto

2010 : 6).

1. Kemiringan Lereng.

Lereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya beda

tinggi di dua tempat. Kemiringan lereng merupakan salah satu unsur topografi

dan sebagai faktor terjadinya longsor melalui proses runoff. Semakin curam

lereng semakin besar laju dan jumlah aliran permukaan, semakin besar pula untuk

terjadi longsoran.

Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.

Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi

diberbagai tempat yang disebabakan oleh gaya-gaya eksogen dan gaya-gaya

endogen. Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik

diatas permukaan bumi.

Alat yang dapat digunakan untuk mengukur sudut kemiringan lereng

disebut clinometer. Alat ini juga dapat dapat digunakan untuk mengukur

ketinggian benda.

Beberapa faktor kemiringan lereng yang mempengaruhi terjadinya

longsor, yaitu :

a. Panjang lereng dengan faktor pendukung : intensitas hujan. Jika intensitas

hujan tinggi, panjang lereng meningkat disertai dengan meningkatnya erosi.

b. Arah lereng. Erosi lebih besar pada lereng yang menghadap kearah selatan

karena tanahnya mudah terdispersi secara langsung terkena sinar matahari.

c. Konfigurasi lereng (cembung → erosi lembar, cekung → erosi alur dan parit).

d. Keseragaman lereng (bentuk kecuraman). Erosi akan lebih besar pada lereng

yang seragam. Derajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat

tofografi yang dapat mempengaruhi besarnya longsoran tanah. Semakin curam

dan semakin panjang lereng maka makin besar pula aliran permukaan dan

bahaya longsor semakin tinggi.

2. Jenis Batuan

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan

lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari

kulit bumi yang dapat kita amati langsung dengan dekat maka banyak hal-hal

yang dapat pula kita ketahui dengan cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah

kenyataan bahwa daratan tersusun oleh beberapa jenis batuan yang berbeda satu

sama lain. Dari jenisnya batuan-batuan tersebut dapat digolongkan menjadi 3 jenis

golongan. Mereka adalah : batuan beku batuan sediment dan batuan

metamorfosa/malihan Batuan-batuan tersebut berbeda-beda materi penyusunnya

dan berbeda pula proses terbentuknya.

a. Batuan Beku.

Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk

dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma.

Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku

plutonik dan vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral

penyusun batuannya. Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan

magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif

besar. Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan granit (yang

sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan batuan beku vulkanik umumnya

terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat letusan

gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt,

andesit (yang sering dijadikan pondasi rumah), dan dacite.

b. Batuan Sedimen

Batuan sediment atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan yang

terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan

erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sediment

ini bias digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sediment

klastik, batuan sediment kimia, dan batuan sediment organik. Batuan sediment

klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari material-material yang

mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi

dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut

menjadi batuan penyimpan hidrokarbon atau bisa juga menjadi batuan induk

sebagai penghasil hidrokarbon Contohnya batu konglomerat, batu pasir dan batu

lempung. Batuan sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan.

Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung hidrokarbon dari migrasi.

Contohnya anhidrit dan batu garam. Batuan sediment organik terbentuk dari

gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk

atau batuan penyimpan. Contohnya adalah batugamping terumbu.

c. Batuan Metamorf

Batuan Mmetamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk

akibat proses perubahan temperature dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada

sebelumnya. Akibat bertambahnya temperature dan/atau tekanan, batuan

sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan

baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah

batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer

yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan

perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya

terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian

mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.

Proses-proses tersebut berlangsung sepanjang waktu baik dimasa lampau maupun

masa yang akan datang.

3. Jenis Tanah.

Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas

mineral dan bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang yang

membantu kehidupan semua mahluk hidup yang ada dibumi. Tanah sangat

mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi.

selain itu, Tanah juga merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang

ada dibumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk hidup yang

ada didarat. Dari segi klimatologi , tanah memegang peranan penting sebagai

penyimpan air dan mencegahterj adinya erosi. Meskipun tanah sendiri juga bisa

tererosi.Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang dibantu oleh

organisme membentuk tekstur unik yang menutupi permukaan bumi. proses

pembentukan tanah ini akan membentuk lapisan-lapisan yang menutupi seluruh

permukaan bumi. lapisan-lapisan yang terbentuk memiliki tekstur yang berbeda

dan setiap lapisan juka akan mencerminkan proses-proses fisika, kimia dan

biologi yang telah terjadi selama proses pembentukannya. Struktur

tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara

agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase

padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat.

Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang

antaragregat disebut sebagai porus Struktur tanah baik bagi perakaran apabila

pori berukuran besar terisi udara dan pori berukuran kecil terisi air. Tanah yang

gembur memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang

seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga

kekurangan makropori. Dari segi warna, tanah memiliki variasai warna yang

sangat beragam mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning,

hingga putih. Selain itu tanah juga memiliki perbedaan warna yang sangat kontras

pada setiap lapisannya sebagai akibat proses kimia. Tanah yang memiliki warna

yang gelap merupakan ciri yang biasanya menandakan bahwa tanah tersebut

mengandung bahan organik yang sangan tinggi. Warna gelap juga dapat

disebabkan oleh kehadiran mangan,belerang, dan nitrogen.Warna tanah

kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang

tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia

pembentukannya. Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam,

antara lain:

a. Organosol.

Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa

atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon

secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman,

tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat,

kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari

20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam, kandungan

unsur hara rendah.

b. Aluvial.

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari

bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur ,

konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan

sedang hingga tinggi. Penyebarannya didaerah dataran aluvial sungai, dataran

aluvial pantai dan daerah cekungan.

c. Regosol.

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur

pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,

kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau

pasir pantai. Penyebarannya didaerah lereng vulkanik muda dan di daerah

beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.

d. Litosol.

Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya

batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm)

bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk. Tekstur tanah

beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur,

terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol

dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya ditopografi berbukit,

pegunungan, lereng miring sampai curam.

e. Latosol.

Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,

kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi

gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning.

Penyebarannya didaerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000

meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi.

f. Grumosol.

Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur

lempung berat, struktur granular dilapisan atas dan gumpal hingga pejal

dilapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering

sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa,

dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini

berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat

basa. Penyebarannya diiklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari

2500 mm/tahun.

g. Podsolik Merah Kuning.

Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur

lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak

asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang, warna merah

hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi. Tanah ini berasal dari

batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam. Tersebar didaerah beriklim

basah tanpa bulan kering,curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun.

h. Podsol.

Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon

terdiri dari horizon albic dan spodic yang jelas, tekstur lempung hingga pasir,

struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat

masam, kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka

terhadap erosi, batuan induk batuanpasirdengankandungankuarsanyatinggi,

batuan lempung dan tuf vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah,

curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi

pegunungan

i. Andosol.

Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum

agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik

tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat

licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam,

kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembabantinggi,

permeabilitassedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan

induk abu atau tuf vulkanik.

j. Mediteran.

Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal,

warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh

hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila

basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi

sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras

dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran didaerah beriklim sub humid, bulan

kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan

lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian dibawah 400 m. Khusus

tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa.

k. gleisol.

Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu

topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang

air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh

hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat

asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya

lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari

0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air.

4. Jenis Tata Guna Lahan.

a. Kawasan perumahan

Kawasan perumahan hanya didominasi oleh bangunan-bangunan

perumahan dalamsuatuwilayah tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang

memadai.Kawasanini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga

landai.)

b. Kawasan perkebunan

Perkebunan ini ditandai dengan dibudidayakannya jenis tanaman

yang bisa menghasilkan materi dalam bentuk uang. Kawasan ini sesuai pada

tingkat kelerengan

8-15 (landai).

d. Kawasan pertanian

Kawasan pertanian ditandai oleh adanya jenis budi daya satu tanamansaja.

Kawasan pada tingkat kelerengan 8-15%(landai).

e. Kawasan ruangterbuka hijau.

Kawasan terbuka hijau ini dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh

tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit. Namun dapat juga berupa hutan

yang didominasi olehberbagaijenis macam tumbuhan.Kawasan ini sesuai

pada tingkat kelerengan15-25% ( aga kcuram).

f. Kawasan perdagangan

Kawasan perdagangan ini biasanya ditandai dengan adanya bangunan

pertokoan yang menjual berbagai macam barang. Kawasan ini sesuai pada

tingkat kelerengan 0-8% (datar).

g. Kawasan industri

Kawasan industri ditandai dengan adanya proses produksi baik dalam

jumlah kecil maupun dalam jumlah besar. Kawasan ini sesuai pada tingkat

kelerengan 8-15% ( hinggalandai).

h. Kawasan perairan

Kawasan perairan ini ditandai oleh adanya aktifitas perairan, seperti budidaya

ikan,pertambakan, irigasi, dan sumber air bagi wilayah dan sekitarnya

Tanah longsor banyak terjadi didaerah tata lahan persawahan,

perladangan, dan adanya genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat

tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.

Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar

pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya

terjadi di daerah longsoran lama.

5. Getaran.

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan,

getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya

adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

6. Curah Hujan.

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama

periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan

horizontal bila tidak terjadi evaporasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah

hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul

dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.

Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada

tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air

sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan

yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode

musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-

masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).

Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama

rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan

jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971-

2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :

a. Diatas Normal : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-

ratanya.

b. Normal : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-

ratanya.

c. Dibawah Normal : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-

ratanya.

7. Adanya Beban Tambahan.

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan

kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di

sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya

penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

8. Adanya Material Timbunan Pada Tebing.

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya

dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada

lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di

bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang

kemudian diikuti dengan retakan tanah.

9. Bekas Longsoran Lama.

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat

atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.

2.1.2 Karakteristik Longsoran

Longsoran merupakan gerakan massa tanah yang besar disepanjang bidang

longsor kritisnya, longsoran tanah ini merupakan gerakan kearah bawah material

pembentuk lereng yang dapat berupa tanah,batu, timbunan buatan atau campuran

dari material lain.

Menurut Cruden dan Varnes (dalam Hardiyatmo 2006: 15) karakteristik

Longsoran dapat dibagi menjadi lima macam yaitu;

a. Jatuhan

Jatuhan adalah gerak bebas material yang berasal dari lereng curam seperti

bukit. Tipe ini memiliki asal kata jatuh yang membedakan dengan tipe lain

adalah keadaan dimana material jatuh bebas dari lereng mengalami tumbukan

berulang dengan lereng yang berada dibawahnya dengan kecepatan tinggi.

Lebih mudahnya adalah adanya sebuah pecahan batuan yang jatuh dari sebuah

lereng yang menggelinding dan menerjang serta merusakkan apa saja yang

dilewatinya.

Diantara tipe jatuhan ini adalah dimana bukit curam tersusun oleh batuan

bersipat getas yang mengalami erosi gelombang laut pada bagian bawahnya

yang menyebabkan terjadinya jatuhan.

b. Runtuhan

Runtuhan adalah gerak rotasi kedepan dari massa batuan atau tanah

dengan sumbu yang berhimpit pada lereng bukit. Rubuhan merupakan

gabungan dari gerak jatuhan dengan gelinciran tetapi bergerak tanpa adanya

tumbukan.

Gerakan ini terjadi akibat tekanan interaksi antar blok kolom. Blok-blok

tersebut terjadi akibat adanya bidang perlapisan iregular, belahan, kekar atau

retakan tension dengan arah jurus relatif sejajar dengan arah jurus lereng.

Rubuhan mungkin hanya terdiri dari satu fragmen dengan volume 1 m3

hingga 109 m3. Perubahan umumnya terjadi dibatuan schist dan gamping

tetapi juga terdapat pada batuan sedimen tipis dan juga batuan beku dengan

kekar kolom.

c. Rotasional dan Translasional

Rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering

terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. longsoran

rotasional terdiri dari penggelinciran, longsoran rotasional berlipat, longsoran

berurutan sedangkan Translasional merupakan gerakan disepanjang bidang

lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaam lereng , sehingga

gerakan tanah secara translasi. Longsoran translasional dapat dibedakan

menjadi longsoran blok translasional, longsoran pelat, longsoran translasional

berlipat, dan sebaran lateral.

d. Aliran

Aliran dalam gerakan permukaan adalah berpindahnya partikel yang

bergerak dalam pergerakan massa. Material tersebut mungkin merupakan

batuan dengan retakan yang banyak dan menghasilkan runtuhan yang

tertanam dalam matrik atau materi yang berukuran halus. Longsoran ini terjadi

pada tanah atau pasir yang memiliki kandungan air yang besar. Longsoran ini

terjadi terus-menerus seperti air yang mengalir dalam jumlah besar dengan

densitas cairan yang besar pula. Densitas yang tinggi inilah yang sangat

berbahaya, karena dapat mengapungkan batu-batu besar dan tentunya

bangunan beton yang dilewatinya akan berdampak pada tumbukannya. Aliran

lahar merupakan contoh pada tipe ini. Longsoran ini jarang terjadi, tetapi jika

terjadi hal ini akan sangat merusakkan.

e. Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak

dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bisa

menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

2.1.3 Persebaran Longsoran

Persebaran longsoran merupakan munculnya titik-titik longsor diatas

permukaan bumi yang terjadi di seluruh dunia dengan karakteristik yang berbeda-

beda. Persebaran longsoran untuk disetiap wilayahnya tidak terjadi secara merata,

seperti yang terjadi diIndonesia. Hal ini dikarenakan oleh kondisi topografi

disetiap daerah yang berbeda-beda.

Menurut pendapat Karnawati, penyebab terjadinya persebaran longsoran secara

tidak merata adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan Curah Hujan.

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan

luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan

dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu

dalam jangka waktu relative lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat

dinyatakan dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air.

Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m

adalah 10 liter. Curah hujan merupakan salah satu faktor penentu tingkat

potensi bahaya longsor didaerah penelitian. Semakin tingi nilai curah hujanya,

maka sudah dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut mempunyai potensi

tertinggi terjadi longsor, dan semakin rendah curah hujan disetiap wilayah

potensi longsornya akan berkurang pula.

b. Perbedaan Tanah.

Faktor tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda

beda. Kepekaan longsor tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah longsor sebagai

fungsi berbagai sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang

mempengaruhi longsor adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman,

sifat lapis air tanah dan tingkat kesuburan tanah. Semakin mantap tekstur dan

struktur tanah proses terjadinya longsoran akan berkurang.

c. Perbedaan Kemiringan Lereng.

Tanah longsor umumnya dapat terjadi pada wilayah berlereng. Makin

tinggi kemiringan lahannya akan semakin besar potensi longsornya. Tanah

longsor terjadi biasanya diakibatkan oleh wilayah jenuh air dan adanya gaya

gravitasi. Hal ini terjadi karena bagian bawah tanah terdapat lapisan yang

licin dan kedap air. Dalam musim hujan, apabila tanah diatasnya tertimpa

hujan dan menjadi jenuh air, sebagian tanah akan bergeser ke bawah melalui

lapisan kedap yang licin tersebut dan menimbulkan longsor. Pada

kenyataannya tidak semua lahan/wilayah berlereng mempunyai potensi

longsor dan itu tergantung pada karakter lereng beserta materi penyusunnya

terhadap respons tenaga pemicu terutama respons lereng tersebut terhadap

curah hujan. Faktor lereng yang terjal sangat menentukan daya tahan lereng

terhadap reaksi perubahan energi pada lereng tersebut.

d. Perbedaan Jenis Batuan.

Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi

batuan penyusunnya, dimana salah satu proses geologi yang menjadi

penyebab utama terjadinya gerakan tanah adalah pelapukan batuan, (Selby,

1993 : 125). Proses pelapukan batuan yang sangat intensif banyak dijumpai

dinegara-negara yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Tingginya

intensitas curah hujan dan penyinaran matahari menjadikan proses pelapukan

batuan lebih intensif. Batuan yang banyak mengalami pelapukan akan

menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan yang pada akhirnya membentuk

lapisan batuan lemah dan tanah residu yang tebal. Apabila hal ini terjadi pada

lereng maka lereng akan menjadi kritis. Kondisi batuan dapat dianalisis

melalui variabel tekstur tanah dan jenis batuan. Tekstur tanah dan jenis batuan

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsor yang diukur

berdasarkan sifat tanah dan kondisi fisik batuan.

e. Perbedaan Tata Guna Lahan.

Tata guna lahan merupakan bagian dari aktivitas manusia, secara umum

yang dapat menyebabkan longsor adalah yang berhubungan dengan

pembangunan infrastruktur seperti pemotongan lereng yang merubah

kelerengan, hal ini juga akan merubah aliran air permukaan dan muka air

tanah. Penggundulan hutan maupun penggunaan lahan yang tidak

memperhatikan ekosistem dapat pula memicu terjadinya gerakan tanah dan

erosi. Faktor pemanfaatan lahan dapat dianalisis melalui variabel jenis

kegiatan dari pemanfaatan lahan

Pengunaan lahan menpunyai pengaruh besar terhadap kondisi air tanah,

hal ini akan mempemgaruhi kondisi tanah dan batuan yang pada akhirnya juga

akan mempengaruhi keseimbangan lereng.

f. Perbedaa Kerapatan Vegetasi.

Kerapatan vegetasi merupakan kerapatan penutup lahan dari terpaan dan

hambatan laju aliran limpasan permukaan. Akar tanaman dapat berfungsi

mengikat agregat-agregat tanah agar tidak mudah lepas.Kerapatan vegetasi

dihitung luas vegetasi dibandingkan dengan luas satuan lahan yang diketahui

melalui cek lapangan. Tutupan lahan dalam bentuk tanaman-tanaman hutan

akan mengurangi erosi. Adapun tutupan lahan dalam bentuk permukiman,

sawah dan kolam akan rawan terhadap erosi, lebih-lebih lahan tanpa penutup

akan sangat rawan terhadap erosi yang akan mengakibatkan gerakan tanah.

Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap pengaruh

faktor-faktor lain yang erosif seperti hujan, topografi dan karakteristik tanah.

2.1.4 Satuan Medan

Menurut Van Zuidam & Cancelado dalam (Karnawati, 2003) Medan adalah

suatu bidang lahan yang berhubungan dengan sifat-sifat fisik permukaan dan

dekat permukaan yang kompleks dan penting bagi manusia. Medan meliputi unsur

fisikal dimana termasuk diantaranya adalah iklim, relief, proses geomorfologi,

batuan dan strukturnya, tanah, hidrologi, dan vegetasi. Dasar untuk mempelajari

medan adalah analisis dan klasifikasi bentuk lahan, sehingga analisis dan

klasifikasi medan akan selalu terkait dengan geomorfologi.

Satuan medan adalah kelas medan yang menunjukkan suatu bentuk lahan

atau kompleks bentuk lahan yang sejenis dalam hubungannya dengan

karakteristik medan dan komponen-komponen medan yang utama. Satuan medan

juga dapat diartikan sebagai satuan ekologis yang dapat berupa bentuk lahan,

proses, batuan, tanah, air dan vegetasi yang masing-masing saling mempengaruhi

untuk menbentuk suatu keseimbangan alamiah.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

di lakukan oleh:

1. Radiallah (2005) dengan judul Pemetaan Kerentanan longsor Dengan

Pendekatan Geomorfologi Kota Kendari, Bertujuan untuk mengidentifikasi

dan mengklasifikasi satuan bentuk lahan Kota Kendari serta menyajikannya

dalam bentuk peta.Dari hasil penelitian terdapat 9 saatuan bentuk lahan dan

daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima kelas kerentanan.

2. Suprapto Dibyosaputra (1999) dengan judul “Tanah Longsor didaerah

Kecamatan Simigaluh, Kabupaten Kunloprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta

“ Bertujuan mempelajari daerah potensial terjadi tanah longsor dan menyusun

peta tanah longsor, serta mengevaluasi tanah longsor pada setiap unit satuan

medan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa daerah penelitian dapat

dikelompokan kedalam 32 unit medan dengan 4 kelas tingkat bahaya tanah

longsor. kelas bahaya rendah sebanyak 5 unit medan, kelas bahaya sedang

sebanyak 6 unit medan, kelas bahaya tingkat tinggi sebanyak 14 unit medan

dan bahaya tinkat sangat tinggi sebanyak 5 unit medan.

Dari kedua penelitian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan

melakukan penerlitian longsor dapat diketahui karakteristik tanah longsor dan

dapat dilakukan identifikasi dengan mempelajari daerah potensial tanah longsor

serrta dapat dilakukan pengklasifikasian dalam beberapa kelas dan dapat di

lakukan pemetaan terhadap persebaran tanah longsor.

2.3 Kerangka Berpikir

Longsor adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk

mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik

secara alamiah maupaun akibat ulah manusia. Perubahan penggunaan lahan yang

terjadidi Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu masalah yang dapat

memicu proses terjadinya longsor. Terjadinya longsor akan sangat mempengaruhi

proses percepatan pembangunan dan pola perencanaan tata ruang. Untuk

mencegah terjadinya longsor dalam pemanfaatan ruang harus memngetahui

tempat-tempat terjadinya longsor dan sifat fisik pada wilayah tersebut. Titik-titik

longsor dan Sifat fisik medan dipengaruhi oleh beberapa faktor pembatas baik itu

yang permanen maupun yang sementara. Berbagai karakteristik medan yang

dipertimbangkan sebagai dasar penelitian sebaran longsoran antara lain: Titik

longsor, titik kordinat, nama Kecamatan, nama Desa, dan penggunaan lahan.

Dalam pengkajian sebaran longsoran, penelitian ini menggunakan satuan medan

sebagai unit analisisnya.

Berdasarkan hasil analisis itu maka akan diperoleh titik-titik sebaran

longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara. Adapun kerangka berpikir dapat dilihat

pada gambar berikut:

SEBARAN

LONGSORAN

Nama

Kecamatan

dan Nama

Desa

Penggunaan

Lahan Faktor Pembatas Titik Kordinat

Peta Sebaran

Longsoran

Faktor pengaruh

Jenis Tanah

Jenis Longsoran

Jenis Batuan

Topografi

Curah Hujan

Gambar 1: Kerangka Berpikir