40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desa Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah- daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan dikemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Soetardjo, 1984:36). Terbentuknya suatu desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/ istri dan anak, serta sanak familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat kediaman bersama. Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat ditemukan pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam, beberapa warga melayu asli, juga di pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara, Kalimantan dan Papua. (sumardjo, 2010). Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desa

2.1.1. Sejarah Desa

Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner

Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan

kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang

berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14

Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-

daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan dikemudian hari ditemukan juga desa-desa

di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa

(Soetardjo, 1984:36).

Terbentuknya suatu desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara

naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/ istri dan anak, serta sanak

familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat kediaman bersama.

Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah

terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih

memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat

ditemukan pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam,

beberapa warga melayu asli, juga di pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara,

Kalimantan dan Papua. (sumardjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Setidaknya ada tiga alasan pokok dari semula orang-orang membentuk

masyarakat adalah (Kartohadikoesoemo, 1965): (1) untuk hidup, yaitu mencari

makan, pakaian dan perumahan; (2) untuk mempertahankan hidupnya terhadap

berbagai ancaman dari luar; dan (3) untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya.

Desa pertanian merupakan gejala desa pertama-tama dibentuk, setelah membuka

hutan dan mengolah lahan untuk ditanami tumbuhan yang menghasilkan makanan

dan bahan kebutuhan lainnya. Di tepi laut dan sungai-sungai besar terbentuk desa-

desa perikanan dan pelayaran (masyarakat pesisir) yang mendapat pencahariannya

dari menangkap ikan, tambak dan jasa pelayaran.

Fakta sejarah menunjukan bahwa dari abad ke abad desa telah berkembang

menjadi kesatuan hukum yang melindungi kepentingan bersama atas

penduduknya dilindungi dan dikembangkan menurut ketentuan hukum adat

setempat. Hukum itu memuat dua hal, yaitu: (1) hak untuk mengurus daerahnya

sendiri, yang kemudian dikenal istilah “hak otonomi”, dan (2) hak memilih kepala

desanya sendiri. Di masa lalu hak otonomi itu mencakup banyak aspek, seperti

hukum kekerabatan, hukum waris, hukum tanah, hukum perdata, dan hukum

pidana pun termasuk di dalamnya. Antara otonomi desa di Jawa, Madura, dan

Bali dengan desa lain bias saja berbeda, misalnya di Sumatera Barat dikenal

istilah desa ini dengan wilayah “nagari” yang mempunyai hukum adat yang

berbeda dalam hal hak otonomi tersebut. (sumardjo, 2010).

Desa pasar (jasa) tumbuh di sekitar tempat orang-orang bertemu satu sama

lain untuk bertransaksi (di era modern disebut jual beli), sehingga terjadilah

sebuah pasar yang terbentuk oleh masyarakat sekelilingnya. Di sekitar pasar

tersebut kemudian berkembang menjadi desa perdagangan (jasa). Desa-desa

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

tradisional juga sering terbentuk terkait dengan keberadaan sumber air atau

sumber-sember pencaharian lainnya, seperti pertambangan, pertambakan, dan

sebagainya. Kadang-kadang alasan terbentuknya desa tercantum dalam nama

desa, dari nama desa dapat diketahui alasan terbentuknya suatu masyarakat desa

tertentu (Kartohadikoesoemo, 1965).

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan

nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh

dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut

dengan istilah kampung, di Yogyakarta dosebut dusun dan di Bali disebut banjar.

Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain

sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah

satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat

setempat.

2.1.2. Pengertian Desa

Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti

tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu

kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas

(Soetardjo, 1984:15, Yuliati, 2003:24). Sesuai batasan definisi tersebut, maka di

Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya

masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati

di Maluku, Nagari di Minang atau Wanua di Minahasa. Pada daerah lain

masyarakat setingkat desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri

baik mata pencaharian maupun adat istiadatnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Menurut defenisi umum, desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di

wilayah perdesaan (Hardjatno, 2007). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian

wilayah administrative di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.

Menurut Poerwadarminta (1976) Desa adalah sekelompok rumah di luar kota

yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota) dusun atau udik (dalam arti

daerah pedalaman sebagai lawan dari kota). Beradasarkan Undang-Undang nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Desa atau yang disebut

dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan,

kampong (di luar kota); dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai

lawan dari kota) (Poerwadarminta, 1976). Desa merupakan suatu daerah hukum

yang merupakan wilayah masyarakat hokum terbentuk atas dasar ikatan tertentu,

antara lain: (1) bentuk genealogis, (2) bentuk “teritorial” dan (3) bentuk campuran

keduanya.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa.

Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 18B ayat 1

dan 2, serta dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor 32 tahun 2004,

di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya disebut desa),

adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini kemudian

ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa

dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

2.1.3. Karakteristik Desa

Di Indonesia, wilayah yang disebut desa seharusnya dilihat dalam tahapan

yang tidak sama. Masyarakat yang telah mulai menetap juga memiliki

karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, antara Jawa dengan

luar Jawa, antara desa dekat kota dengan desa yang jauh dari kota, antara wilayah

dataran tinggi dengan dataran rendah, demikian pula antara pantai dan pedalaman.

Di Indonesia kelihatannya belum ada kajian mendalam tentang hal ini. Secara

umum masyarakat yang telah mulai menetap yang disebut dengan desa, istilah

sebutannya sangat beragam di berbagai suku bangsa. Di Jawa disebut desa, di

Aceh disebut Gapong, di Papua disebut kampong dan masih banyak berbagai

istilah tentangnya. Sangatlah penting mengklasifikasikan penduduk yang telah

mulai menetap. Kalau digolongkan menurut sistem produksinya, ada penduduk

desa yang digolongkan dengan desa subsistensi. Sistem produksi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

dikembangkan adalah berproduksi untuk kepentingan hidup diri mereka sendiri

dan pemenuhan penduduk desa itu sendiri. Kebudayaan produksi bukan

mengubah alam akan tetapi mengadaptasi alam. Artinya apa yang di dalam alam

sekitarnya itulah sumber kehidupan mereka. Karakter sistem sosialnya bersifat

komunal. Ikatan antar hubungan personal dan pemilikan diatur atas dasar

pemilikan komunal. Contoh jelas akan hal ini adalah tanah, adat. Bagi desa yang

belum mengenal ekonomi uang, aktivitas ekonominya dilakukan dengan cara

barter (susetiawan, 2010).

Desa merupakan bentukan dan pengembangan konsep asli bangsa

Indonesia, meskipun ada kemiripan dengan desa di India yang bernuansa Hindu.

Kehidupan masyarakat desa terikat pada nilai-nilai budaya asli yang sudah

diwariskan secara turun menurun dan melalui proses adaptasi yang sangat panjang

dari interaksi intensif dengan perubahan lingkungan biofisik masyarakat. Kearifan

lokal merupakan salah satu aspek karakteristik masyarakat, yang terbentuk

melalui proses adaptasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat, sehingga nilai-

nilai yang terkandung di dalamnya seyogianya dipahami sebagai dasar dalam

pembangunan pertanian dan pedesaan (sumardjo,2010).

Kondisi masyarakat perdesaan di Indonesia pada saat ini sangat beragam,

mulai dari perilaku berladang berpindah, bertani menetap, desa industri, desa

dengan mata pencaharian dominan sektor jasa sampai desa yang dengan fasilitas

modern (semi urban dan urban) dapat ditemukan di wilayah Indonesia di era

milenium ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Pada tahun 1952 (Hadikoesoemo, 1965) terkait dengan desa terungkap

bahwa norma-norma daerah hukum masyarakat itu menurut hukum adat: (1)

berhak mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah, (2)

berhak mengurus dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri, (3)

berhak mengangkat pimpinan atau majelis pemerintahannya sendiri, (4) berhak

memiliki harta benda dan sumber keuangannya sendiri, (5) berhak atas tanahnya

sendiri, (6) berhak memungut pajak sendiri. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut

terdapat keberagaman hukum asli di masing-masing desa yang tersebar di seluruh

nusantara ini. Di Sumatera Barat misalnya, ada nagari yang mempunyai tata

aturan adat yang khas, demikian juga di tempat lain.

Desa mengandung sejumlah kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang

apabila dicermati nilai yang terkandung dalam kearifan tersebut maka dapat

menjadi suatu kekuatan untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana suatu

masyarakat berdomisili di suatu wilayah desa. Kearifan tersebut dapat dicermati

dari aturan-aturan, norma, tata krama/ tata susila, bahasa, kelembagaan, nama dan

gelaran, teknologi yang digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik

irigasi, teknik pengolahan tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/

jembatan, teknik perahu dan sebagainya). Sekiranya nilai (value) yang terkandung

di dalam aspek-aspek tersebut diperhatikan dalam pengembangan teknologi di era

modern ini, meski menggunakan bahan yang mungkin berbeda, maka keserasian

lingkungan dan daya adaptasi tampaknya menjadi tetap tinggi.

Infrastruktur itu alat penting bagi kemajuan perkembangan masyarakat desa,

namun masyarakat paham arti pentingnya infrastruktur itu jauh lebih penting

sebab orang akan bertindak dengan alat yang dimilikinya karena mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

mengetahui arti pentingnya alat yang dipunyai. Meskipun infrastuktur perdesaan

banyak ditemui di desa, pertanyaannya apakah infrastuktur yang ada telah

dipahami arti pentingnya bagi kehidupan masyarakat perdesaan. Data statistik

tentangnya seperti jalan desa, gedung SD, Polindes (Poliklinik Desa), kantor

pemerintah desa, kendaraan umum dan infrastuktur lainnya, dapat ditemukan

dengan mudah. Jika dilihat dari jumlah yang ada maka penyebaran infrastuktur

tidak merata antardesa di Jawa, apalagi dibandingkan dengan desa di luar Jawa.

Pembangunan infrastuktur buka sekedar ada dan menyebarkan secara merata

tentang pengadaannya, akan tetapi perlu analisis infrastuktur mana yang paling

penting bagi desa dengan tipologi tertentu, seberapa besar jumlah yang harus

dibutuhkan (susetiawan,2010).

Infrastuktur pendidikan perdesaan seperti gedung SD harus menjadi

perhatian utama. Kurang nya gedung SD dan kalau toh ada kualitas bangunan

yang ada sangat buruk mudah rusak bahkan ambruk. Dalam waktu yang singkat

barangkali Jawa tidak banyak membutuhkan infrastuktur itu, akan tetapi

bagaimana pemeliharaan infrastuktur tersebut. Luar Jawa keadaanya tidak hanya

pada pengadaan infrastuktur bangunan gedung sekolah akan tetapi tenaga

pengajar akan siap melayani pendidikan di pelosok desa pedalaman jauh lebih

penting untuk diperhatikan.

Kesehatan dan Gizi masyarakat harus dilihat pada tipologi desa macam apa.

Desa menetap dan berbudidaya di mana penduduk nya kreatif, ada pertanian yang

maju dan ada industri perdesaan yang berkembang, mereka tidak kesulitan untuk

memenuhi gizi. Bagi masyarakat yang telah memiliki pengetahuan pemenuhan

gizi tidak menjadi problematik. Ini terutama dapat dilihat di desa di Jawa. Desa

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

lain yang berada di luar Jawa juga tidak bisa dilihat secara kuantitatif semata akan

tetapi juga harus dilihat dari sifat kualitatif penyelenggaraan kesehatan dan gizi.

Keadaan seperti itu perlu dilihat lebih teliti desa mana yang mengalami tingkat

kesehatan rendah dan kekurangan gizi. Bagi masyarakat desa yang telah menetap

lama sebagai masyarakat desa persoalan ini sudah tidak menjadi persoalan serius.

Karakteristik wilayah perdesaan sangat berbeda tipologinya baik

karakteristik sosial budaya, keadaan infrasturkur yang ada, keadaan di wilayah

perdesaan, tingkat kesehatan dan gizi sampai dengan karakteristik kondisi

kemiskinannya. Tipologi desa seharusnya mempertimbangkan keadaan yang

berbeda antar masyarakat di Jawa antara Jawa dan luar Jawa. Kerumitan tipologi

dan karakteristik ini tidak mungkin digeneralisasikan dalam proses pembangunan.

Oleh sebab itu, desentralisasi menjadi prinsip utama dalam proses pembangunan

agar pembangunan lebih cepat untuk menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan

(susetiawan, 2010).

2.1.4. Dasar Hukum Berdirinya Desa

Berikut merupakan dasar hukum berdirinya desa :

1. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 5 tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai

kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan

berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.1.5. Pembentukan dan Perubahan Status Desa

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul

desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa

sebagaimana harus memenuhi syarat :

a. Jumlah penduduk;

b. Luas wilayah;

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

c. Bagian wilayah kerja;

d. Perangkat desa; dan

e. Sarana dan prasarana pemerintahan.

Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian

desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau

lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu

desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit

5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.

Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi

persyaratan dapat dihapus atau digabung. Perubahan status desa menjadi

kelurahan memperhatikan persyaratan:

a. Luas wilayah;

b. Jumlah penduduk;

c. Prasarana dan sarana pemerintahan;

d. Potensi ekonomi; dan

e. Kondisi sosial budaya masyarakat.

Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari

pegawai negeri sipil.

2.1.6. Ruang Lingkup Desa

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:

a.Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b.Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

c.Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten/Kota;

d.Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan

diserahkan kepada desa.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang

diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara

langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

Penyelengaraan Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD.

Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa

terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Perangkat Desa lainnya

terdiri atas :

a. Sekretariat desa;

b. Pelaksana teknis lapangan;

c. Unsur kewilayahan.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,

pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka

masyarakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala

desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) mempunyai wewenang:

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan

kepala desa;

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan danmenyalurkan aspirasi

masyarakat; dan

f. Menyusun tata tertib BPD.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai hak :

a. Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;

b. Menyatakan pendapat.

2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran merupakan variabel penting dalam mendukung kualitas kinerja

pemerintah, mencerminkan kemampuan keuangan yang dimiliki daerah. Karena

itu anggaran sebagai satu di antara indikator penting untuk mengukur tingkat

pertumbuhan ekonomi secara makro di daerah, maka format anggaran mesti

disusun berdasarkan kemampuan dan kebutuhan obyektif (Pheni chalid, 2005).

Anggaran merupakan rencana kerja pemerintah dalam bentuk uang dalam

periode tertentu. Dengan demikian, anggaran daerah merupakan rencana kerja

pemerintah daerah dalam satu tahun. Anggaran daerah tersebut disusun dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menjadi istrumen utama

kebijakan pemerintah daerah, terutama dalam mengembangkan kapabilitas dan

efektivitas pemerintah daerah. Sebagai alat ukur bagi pendapatan dan pengeluaran

keuangan daerah, APBD sangat membantu pemerintah daerah dalam mengambil

keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran, pengembangan

ukuran-ukuran untuk evaluasi kinerja pemerintah. Selain itu, Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yang dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

dipakai untuk memotivasi para pegawai dan alat bagi semua unit kerja dalam

mengkoordinasikan semua aktivitas (Mardiasmo, 2002).

APBD memiliki posisi strategis bagi kemampuan keuangan pemerintah

daerah, seperti halnya portofolio suatu perusahaan yang mencerminkan

performance kinerja perusahaan. Oleh karena itu penyusunan arah dan kebijakan

umum APBD merupakan bagian dari upaya pencapain visi, misi, tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstrada, Rencana Strategis Daerah

(Kuntandi, 2002). Tingkat pencapaian yang direncanakan dalam satu tahun

anggaran menunjukkan tahapan dan perkembangan tingkat pencapaian yang

diharapkan pada rencana jangka panjang dan jangka menengah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana

keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun

anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai

dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain

b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi

Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas

pemerintahan di daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.3. Keuangan Desa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai

dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa

didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan

bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang

diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan

belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh

pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Sumber

pendapatan desa terdiri atas :

a. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil

swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli

desa yang sah;

b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per

seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan

bagi desa;

c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi

dana desa;

d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APB Desa ) terdiri atas bagian

pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja (APB Desa) dibahas dalam musyawarah perencanaan

pembangunan desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Pedoman penyusunan

APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan

Bupati/Walikota.

Penyelenggaraan pemerintah desa yang output nya berupa pelayanan public,

pembangunan, dan perlindungan masyarakat harus disusun perencanaannya setiap

tahun dan dituangkan dalam APBDesa. Dalam APBDesa inilah terlihat apa yang

akan dikerjakan pemerintah desa dalam tahun berjalan.

Pemerintah desa wajib membuat APBDesa. Melalui APBDesa kebijakan

desa yang dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan sudah ditentukan

anggarannya. Dengan demikian, kegiatan pemerintah desa berupa pemberian

pelayanan, pembangunan, dan perlindungan kepada warga dalam tahun berjalan

sudah dirancang anggarannya sehingga sudah dipastikan dapat dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Tanpa APBDesa, pemerintah desa tidak dapat melaksanakan program dan

kegiatan pelayanan publik. Berikut Struktur APBDesa :

a. Pendapatan Desa

Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa

yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas:

1) Pendapatan asli desa (PADesa)

2) Bagi hasil pajak kabupaten/ kota

3) Bagian dari retribusi kabupaten/ kota

4) Alokasi dana desa (ADD)

5) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten/ kota, dan desa lainnya

6) Hibah

7) Sumbangan pihak ketiga

b. Belanja desa

Belanja desa meliputi semua pengeluaran dan rekening desa yang merupakan

kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa terdiri atas:

1) Belanja langsung yang terdiri atas:

a) Belanja pegawai

b) Belanja barang dan jasa

c) Belanja modal

2) Belanja tidak langsung yang terdiri atas:

a) Belanja pegawai/ penghasilan tetap

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

b) Belanja subsidi

c) Belanja hibah (pembatasan hibah)

d) Belanja bantuan social

e) Belanja bantuan keuangan

f) Belanja tak terduga

c. Pembiayaan Desa

Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan

atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan

desa terdiri dari:

1) Penerimaan pembiayaan, yang mencakup:

a) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya

b) Pencairan dana cadangan

c) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan

d) Penerimaan pinjaman

2) Pengeluaran pembiayaan yang mencakup:

a) Pembentukan dana cadangan

b) Penyertaan modal desa

c) Pembayaran utang

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

2.5. Alokasi Dana Desa (ADD)

2.5.1. Latar Belakang Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antar

tingkat pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan Kabupaten

dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang

sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki

pemerintah desa. Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program

desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa maka

desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan

kepadanya. Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan wujud dari

pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan Otonomi Desa agar tumbuh dan

berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

mayarakat.

Alokasi dana desa dalam APBD kabupaten/ kota dianggarkan pada bagian

pemerintah desa. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk

berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan

penyaluran alokasi dana desa kepada bupati c.q kepala bagian pemerintah desa

secretariat daerah kabupaten/ kota melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh

tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintah desa pada setda kabupaten/ kota

akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada kepala bagian

keuangan setda kabupaten/ kota atau kepala badan pengelola keuangan daerah

(BPKD) atau kepala badan pengelola keuangan dan kekayaan asset daerah

(BPKKAD). Kepala bagian keuangan setda atau kepala BPKD atau kepala

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

BPKKAD akan menyalurkan alokasi dana desa langsung dari kas daerah ke

rekening desa. Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDesa

dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

daerah kabupaten/ kota.

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaan nya bersumber dari ADD

dalam APBDesa sepenuhnya dilakukan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu

pada peraturan bupati/ wali kota. Penggunaan anggaran alokasi dana desa adalah

sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70%

untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Belanja pemberdayaan masyarakat

digunakan untuk:

a) Biaya perbaikan sarana public dalam skala kecil

b) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui badan usaha milik desa

(BUMDesa)

c) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan

d) Perbaikan lingkungan dan pemukiman

e) Teknologi tepat guna

f) Perbaikan kesehatan dan pendidikan

g) Pengembangan social budaya

h) Kegiatan lain yang dianggap penting

2.5.2. Dasar Hukum Alokasi Dana Desa

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa;

d. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret

2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota

kepada Pemerintah Desa ;

e. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/286/SJ Tanggal 17 Pebruari

2006 perihal Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ;

f. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1784/2006 Tanggal 3

Oktober 2006 perihal Tanggapan atas Pelaksanaan ADD;

2.5.3. Pedoman Alokasi Dana Desa Dari Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Pemerintah Desa

Landasan Pemikiran Alokasi Dana Desa sebagai berikut :

1. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan-

kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan

peran serta, peningkatan prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa yang

ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.

2. Undang Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan

belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.

3. Hasil penelitian Tim Studi Alokasi Dana Desa di beberapa Kabupaten

menunjukkan bahwa pelaksanaan alokasi dana desa dapat meningkatkan peran

pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

4. Dalam rangka meningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa

mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi

daerah kabupaten/kota, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan

daerah yang diterima oleh kabupaten/kota.

5. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten/kota selanjutnya disebut

Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui Kas Desa.

6. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa

untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang

mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

2.5.4. Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai

kewenangannya.

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif

sesuai dengan potensi desa.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat desa.

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.

2.5.5. Penyusunan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Tentang Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Proses penyusunan kebijakan ADD, diprakarsai oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota bersama DPRD, dengan melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan terhadap kemandirian desa, seperti wakil dari pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan di Desa,

Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi.

2. Dalam rangka menyiapkan kebijakan daerah tentang ADD, Pemerintah

Kabupaten/Kota membentuk suatu Tim yang keanggotannya berasal dari

aparat pemerintah daerah, kecamatan, dan desa; perwakilan DPRD dan BPD;

serta organisasi kemasyarakatan yang memiliki pengalaman dalam

pemberdayaan masyarakat dan desa.

3. Tim tersebut dalam angka 2 di atas bertugas untuk mempersiapkan berbagai

hal yang terkait dengan ADD sesuai dengan kebijakan daerah.

4. Kebijakan daerah tentang ADD ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota

atau Peraturan Daerah.

5. Proses penetapan Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah tentang

ADD dilakukan secara transparan dan partisipatif.

6. Pemerintah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan para pelaku terkait, perlu

menyiapkan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan didesa dalam

mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan hasil-hasil ADD (surat

edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22 maret tahun 2005

perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada

pemerintah desa).

2.5.6. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Pengelolaan keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan

dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di

desa.

3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif,

teknis dan hukum.

4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan

terkendali.

2.5.7. Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mekanisme penyaluran Alokasi Dana Desa

(ADD) adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan dana untuk ADD beserta untuk pengelolaannya dianggarkan

dalam APBD setiap tahunnya.

2. Pengajuan ADD dapat dilakukan oleh pemerintah desa apabila sudah

ditampung dalam APBDesa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

3. Mekanisme penyaluran secara teknis yang menyangkut penyimpanan,nomor

rekening, transfer, Surat Permintaan Pembayaran, mekanisme pengajuan dan

lain-lain diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

di daerah.

2.5.8. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)

adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan Alokasi Dana Desa dimusyawarahkan antara Pemerintah Desa

dengan masyarakat dan dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

2. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang dibantu

oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.

3. Kegiatan – kegiatan yang dapat didanai oleh ADD adalah sesuai dengan

ketentuan penggunaan belanja APBDesa.

4. Bagian dari ADD yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat

desa, sekurang-kurangnya adalah sebesar 60%.

5. Peraturan lebih lanjut tentang teknis pelaksanaannya dapat diatur dalam

Keputusan Kepala Desa.

6. Perubahan penggunaan ADD yang tercantum dalam APBDesa dapat diatur

sesuai dengan kebijakan yang berlaku di daerah.

7. Guna kepentingan pengawasan, maka semua penerimaan dan pengeluaran

keuangan sebagai akibat diberikannya Alokasi Dana Desa dicatat dan

dibukukan sesuai dengan kebijakan daerah tentang APBDesa.

2.5.9. Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan ADD adalah sebagaiberikut:

1. Pelaporan diperlukan dalam rangka pengendalian dan untuk mengetahui

perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan ADD. Adapun jenis

pelaporan mencakup:

a. Perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana.

b. Masalah yang dihadapi.

c. Hasil akhir penggunaan ADD.

2. Laporan ini dilaksanakan melakui jalur struktural yaitu dari tim pelaksana

tingkat Desa diketahui oleh Kepala Desa ke tim pendamping tingkat

Kecamatan secara bertahap. Selanjutnya tim pendamping tingkat Kecamatan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desadi wilayahnya

secara bertahap melaporkan kepada Bupati melalui tim fasilitasi tingkat

Kabupaten.

3. Berbagai jenis laporan tersebut tersedia di kantor Kepala Desa untuk dapat

diakses dengan mudah oleh mereka yang membutuhkannya.

2.5.10. Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD)

Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran alokasi

dana desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/ kota dan

camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan ADD adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan terhadap ADD beserta kegiatan pelaksanaanya dilakukan secara

fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh masyarakat sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan ADD, maka penyelesaiannya

secara berjenjang, mulai dari ditingkat desa kemudian kecamatan.

3. Beberapa indikator yang dapat diberlakukan dalam menilai keberhasilan

pengelolaan dan penggunaan ADD, yaitu:

a. Pengelolaan

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang adanya ADD.

2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan

pembangunan tingkat Desa.

3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pertanggungjawaban

penggunaan ADD oleh pemerintah desa.

b. Penggunaan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

1. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam

APBDesa.

2. Daya serap (realisasi) keuangan sesuai yang ditargetkan.

3. Tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

4. Besarnya jumlah penerima manfaat (terutama dari kelompok miskin).

5. Tingginya kontribusi masyarakat dalam mendukung penggunaan ADD.

6. Terjadi peningkatan Pendapatan Asli Desa.

7. Mampu bersinergi dengan program-program pemerintah yang adadi desa

tersebut (surat edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22

maret tahun 2005 perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah

kabupaten/kota kepada pemerintah desa).

2.5.11. Organisasi Pengelola Alokasi Dana Desa (ADD)

Organisasi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memonitoring

jalannya alokasi dana desa pada setiap desa di Kabupaten dairi dari mulai

penyusunan anggaran, penatausahaan (pencairan dana ) sampai dengan

pertanggung jawabannya yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa dan semua kecamatan yang ada di Kabupaten dairi.

Pertanggungjawaban alokasi dana desa (ADD) terintegrasi dengan pertanggung

jawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggung jawabannya adalah pertanggung

jawaban APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa

yang dibiayai dari ADD adalah, sebagai berikut:

a. Laporan berkala, artinya laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana

ADD dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini

adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

b. Laporan akhir penggunaan ADD, yang mencakup perkembangan pelaksanaan

dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi, dan rekomendasi penyelesaian

hasil akhir penggunaan ADD.

Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu dari tim

pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat

kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat

laporan/ rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah dan secara bertahap

melaporkannya kepada bupati cq. Tim fasilitas tingkat kabupaten/ kota.

Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan tim pendamping

dibebankan kepada APBD kabupaten/ kota diluar dana Alokasi Dana Desa

(ADD).

2.6. Pengangguran

Pengangguran adalah masalah yang seringkali menghantui baik negara

maju maupun negara berkembang. Tingkat penganggruran yang terlalu tinggi

tidak hanya dapat mengganggu stabilitas keamanan namun juga stabilitas politik.

Karenya pemerintah di semua negara selalu berusaha agar pengangguran yang

terjadi berada pada tingkat yang “wajar”. Sebaliknya penganggur adalah orang

yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu

sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (payaman simanjuntak,

1985).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Tingkat pengangguran = Jumlah penganggur X 100 %

Jumlah angkatan kerja

Secara singkat:

Tingkat pengangguran adalah perbandingan jumlah penganggur dengan

jumlah angkatan kerja, dinyatakan dalam persen.

Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan kepada tiga jenis

yaitu pengangguran friksional, structural dan musiman.

a. Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena

kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang

ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan

selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau

kurangnya informasi. Di satu pihak, pencari kerja tidak hanya sekedar mencari

pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan yang tertinggi dan kondisi kerja

yang terbaik di antara beberapa alternatif. Proses pemilihan seperti itu

memerlukan waktu. Di lain pihak, pengusaha tidak begitu saja mengisi lowongan

kerja yang ada dengan orang yang pertama kali datang melamar. Untuk mengisi

suatu lowongan tertentu pengusaha cenderung memilih seorang yang dianggap

terbaik di antara calon-calon yang ada. Pengisian lowongan seperti itu

memerlukan proses seleksi, berarti membutuhkan waktu. Selama proses yang

demikian, seorang pelamar yang menunggu panggilan untuk seleksi atau ujian

masuk (yang belum pasti akan diterima) adalah tergolong penganggur friksional.

Angkatan Kerja = Pekerja + Penganggur

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Penganggur friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas

pencari kerja di mana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan di sekitar tempat

tinggal si pencari kerja. Misalnya pencari kerja terkumpul di Jakarta sedang

lowongan pekerjaan terdapat di luar Jakarta.

Bentuk ketiga penganggur friksional terjadi karena pencari kerja tidak

mengetahui di mana adanya lowongan pekerjaan dan demikian juga pengusaha

tidak mengetahui di mana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.

Dengan sepintas lalu dapat disimpulkan bahwa pengangguran friksional

merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan walaupun secara teoritis jangka

waktu pengangguran tersebut dapat dipersingkat melalui penyediaan informasi

pasar kerja yang lebih lengkap.

b. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur

atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan

perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak

pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.

Misalnya dalam suatu pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi

ekonomi yang berat industri. Di satu pihak, akan terjadi pengangguran tenaga di

sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Akan

tetapi tenaga yang berlebih di sektor pertanian tidak dapat begitu saja diserap di

sektor industri, karena sektor industri memerlukan tenaga dengan keterampilan

tertentu. Akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan

pengangguran struktural.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan

pekerja akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju. Penggunaan traktor

misalnya dapat menimbulkan pengangguran di kalangan buruh tani.

Penganggur sebagai akibat perubahan struktur perekonomian pada

dasarnya memerlukan tambahan latihan untuk memperoleh keterampilan baru

yang sesuai dengan permintaan dan teknologi baru.

Lamanya pengangguran struktural pada umumnya lebih panjang dari

lamanya pengangguran friksional. Namun dalam survey atau sensus, kedua jenis

pengangguran tersebut sukar dibedakan.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim

panen dan turun ke sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan

ekonomis, mereka hanya sekadar menunggu musim yang baru. Selama masa

menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman. Namun

dalam Sensus Penduduk 1971, Survei Nasional 1976 dan Sensus Penduduk 1980

hal ini tidak terjelas terlihat karena mereka menurut definisi digolongkan bekerja

(payaman simanjuntak,1985).

2.7. Penduduk

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013 tentang

perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi

kependudukan menyatakan bahwa Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan

Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Pengelompokkan penduduk

berdasarkan ciri-ciri tertentu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

1. Biologis; meliputi umur dan jenis kelamin

Umur dan jenis kelamin merupakan karakteristik penduduk yang pokok.

Struktur ini mempunyai pengaruh penting, baik terhadap tingkah laku

demografis maupun sosial ekonomi.

2. Sosial; antara lain meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan dan

sebagainya.

3. Ekonomi; meliputi penduduk yang aktif secara ekonomi, lapangan pekerjaan,

jenis pekerjaan, tingkat pendapatan.

4. Geografis; berdasarkan tempat tinggal, daerah perkotaan, pedesaan, provinsi,

kabupaten dan sebagainya (Kartomo, 2007).

Kepadatan penduduk merupakan perbandingan banyaknya jumlah penduduk

dibandingkan dengan luas wilayah suatu daerah tertentu. Penyebaran penduduk

disebabkan karena sumber-sumber mata pencaharian, sosial dan budaya, sarana

dan prasarana publik menjadikan penduduk hidup berkelompok-kelompok. Selain

itu kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk mempengaruhi jumlah

penduduk suatu wilayah.

2.8. Koperasi

Koperasi merupakan suatu alat yang ampuh bagi pembangunan, oleh karena

koperasi merupakan suatu wadah, di mana kepentingan pribadi dan kepentingan

kelompok tergabung sedemikian rupa. Sehingga melalui kegiatan kelompok,

kepentingan pribadi para anggota menjadi kekuatan pendorong yang memberikan

manfaat bagi seluruh anggota kelompok tersebut. Kelompok tersebut bisa terjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

jika kelompok itu secara relatif homogen dan setiap anggotanya mampu

memberikan kontribusi yang nyata (tiktik sartika partomo, 2008).

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok

Perkoperasian di dalam pasal 3 dikatakan mengenai pengertian koperasi, yaitu:

Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial,

beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan

tata susunan ekonomi rakyat sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2012 tentang

perkoperasian bab I pasal 1 ayat 1, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan

oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan

kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang

memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya

sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan meningkatkan

kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang

demokratis dan berkeadilan.

Koperasi Unit Desa (KUD) adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial

yang merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi

masyarakat pedesaan yang diselenggarakan untuk masyarakat pedesaan guna

meningkatkan pelayanan kepada anggota masyarakat dan masyarakat pedesaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pusat pelayanan dalam kegiatan

perekonomiaan pedesaan memiliki dan melaksanakan fungsi :

a. Perkreditan, untuk keperluan produksi dan penyediaan kebutuhan modal

investasi dan modal kerja/usaha bagi anggota KUD dan warga desa umumnya.

b. Penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi seperti sarana

sebelum dan sesudah panen, sarana produksi untuk keperluan industri/kerajinan

dan sebagainya, penyediaan dan penyaluran barang-barang keperluan sehari-hari

khususnya sembilan bahan pokok.

c. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi/industri dan sebagainya dari

para anggota KUD dan warga desa umumnya.

d. Kegiatan perekonomian lainnya seperti perdagangan dan pengangkutan.

2.9. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian

tentang alokasi dana desa ( ADD ) dan pembangunan desa, sehingga akan sangat

membantu dalam mencermati masalah yang akan diteliti dengan berbagai

pendekatan spesifik sebagai rujukan utama. Selain itu juga memberikan

pembedaan atau pembanding penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang telah

dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut yaitu sebagai berikut :

Thomas pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Pengelolaan Alokasi

Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan di Desa Sebayang Kecamatan

Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

pengelolaan Alokasi Dana Desa dan hambatan-hambatan yang di hadapi oleh pemerintah

desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Sebawang. Penelitian ini

menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

pengelolaan alokasi dana desa (ADD) dalam pembangunan yang dilaksanakan di Desa

Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung dan dirangkai dari tahap-tahapan

pelaksanaan kegiatan didalam mengalokasikan semua dana desa yang mana dana tersebut

berasal dari anggaran alokasi dana desa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di

desa Sebawang untuk 30% dari dana ADD bisa berjalan sesuai dengan petunjuknya

kemudian untuk yang 70% dari ADD berjalan kurang optimal karena lebih direalisasikan

pada pembangunan fisik pada tahun 2010 dan 2011 sedangkan untuk tahun 2012 lebih

kepada pengadaan barang.

Bayu SukMawan Budiono pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul

Pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Permendagri nomor 37 tahun

2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. (Studi di Desa Mergosari,

Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Subjek penelitian adalah Perangkat Desa

Mergosari, Perangkat Kecamatan Tarik, Lembaga Masyarakat Desa, Badan

Permusyawaratan Desa serta masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan

kebijakan Alokasi Dana Desa. Dari hasil penelitian diketahui Desa Mergosari dapat

melaksanakan kebijakan ADD dengan cukup baik dan sesuai dengan peraturan yang

mendasari, mencakup berbagai proses yang meliputi penyusunan rencana kegiatan

masing-masing desa yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten. Alokasi Dana

Desa dilaksanakan secara efektif berdasarkan standar dan tujuan yang mendasari.

Implementasi ADD memiliki kesesuaian tujuan dan sasaran dengan kebijakan Bupati

mengenai ADD meskipun tidak semua kebijakan dijabarkan dalam bentuk program kerja

fisik karena disesuaikan dengan kebutuhan dan skala prioritas masing-masing desa.

Senia Dafmi pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Analisis

Equity (Keadilan) Bantuan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Labuhan

Batu Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat simulasi formula Alokasi

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

DanaDesa (ADD) yang lebih memberikan keadilan (equity) dari Pemerintah

Kabupaten/ Kota kepada Pemerintah Desa yang ditentukan variabel–variabel

karakteristik desa seperti tingkat kemiskinan, pendidikan, kesehatan, luas wilayah,

jumlah penduduk, jumlah komunitas desa serta keterjangkauan desa di Kabupaten

Labuhanbatu Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat sebelum dan sesudah

penerapan formula. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder dari tahun 2009-2011 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Kabupaten Labuhanbatu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-Pemdes). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2009 s/d 2011 dengan menggunakan

simulasi I s/d V menghasilkan variasi desa penerima tertinggi di setiap simulasi,

namun menghasilkan desa penerima Alokasi Dana Desa terkecil yang tidak

berbeda disetiap tahun dan di setiap simulasi. Dan terdapat perbedaan Alokasi

Dana Desa sebelum dan sesudah simulasi yaitu pada simulasi V Tahun 2009.

Namun bila dilihat penyebaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Labuhanbatu

Selatan lebih menyebar pada simulasi IV. Hal ini dapat dilihat dari koefisien

variasi Alokasi Dana Desa simulasi IV yang memiliki nilai terkecil jika dibanding

dengan Alokasi Dana Desa sesudah dan sebelum simulasi.

Nurliana pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Pengelolaan

Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo

Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara. Penelitian ini bertujuan

untuk menjelaskan dan menggambarkan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo kecamatan Sepaku Kabupaten

Penajam Paser Utara. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data

sekunder yang berkaitan dengan situasi dan kondisi empiris Pengelolaan Alokasi

Dana Desa (ADD) di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam

Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam

Paser Utara Pada proses Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa ADD

dalam Pembangunan Fisik di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten

Penajam Paser Utara pemerintah desa telah melibatkan masyarakat desa dalam

penyusunan rencana kegiatan dan penentuan kebijakan penggunaan Alokasi Dana

Desa (ADD) dan Keterbatasan Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)

aparatur pemerintah desa sehingga pemahaman Perencanaan Pengelolaan Alokasi

Dana Desa (ADD) dan pelaksanaan pembangunan fisik yaitu para Teknisi

pembangunan masih kurang membuat pembangunan fisik belum tepat sasaran.

Didiek Setiabudi Hargono pada tahun 2010 melakukan penelitian dengan

judul Efektifitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat desa di Kabupaten

Karangasem Propinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan analisa yang dilakukan di

empat desa pada empat kecamatan yang berbeda di Kabupaten Karangasem, Bali

menunjukkan bahwa penyaluran Alokasi Dana Desa di empat desa tersebut belum

mencapai efektifitas yang optimal. Hasil yang diperoleh bahwa besarnya Alokasi

Dana Desa yang diberikan ke setiap desa tidak menggunakan formula yang

ditentukan dengan pembobotan tujuh variabel penting desa, tetapi menggunakan

pembagian total jumlah desa di Kabupaten untuk penentuan ADDM (ADD

Merata) dan pembagian total jumlah banjar dinas untuk penentuan ADDP (ADD

Proporsional). Hasil perhitungan ini dianggap tidak adil bagi Desa, sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

menimbulkan ketidakefektifan penyaluran ADD. Pemanfaatan ADD tidak

disalurkan pada bidang-bidang yang dapat menggerakkan ekonomi desa.

Ketidakefisienan ini menyebabkan kecenderungan berasosiasi dengan disparitas

yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson yang mendekati satu, yaitu :

Iw2004 = 0.378, Iw2005 = 0.389, Iw2006 = 0.404, Iw2007 = 0.410, dan Iw2008 =

0.421 yang berarti semakin timbul kesenjangan.

2.10. Kerangka Konseptual Penelitian

Dari Penjelasan-penjelasan tersebut, maka penulis membuat kerangka

konseptual penelitian untuk mempermudah dalam mengkaji dan menganalisa hal-

hal yang berkaitan dengan judul Analisis Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan

Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi. Berikut dibawah ini merupakan Kerangka

Konseptual Penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Keterangan dari Kerangka Konseptual Penelitian :

Pemerintah Kabupaten Dairi memberikan Alokasi Dana Desa yang

dianggarkan dalam APBD Kabupaten Dairi ke setiap desa sebagai wujud nyata

pemenuhan hak desa dalam membiayai program pemerintahan desa dalam

melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa pada

desa-desa di Kabupaten Dairi. Kemudian oleh pihak desa di Kabupaten Dairi

mengakomodir Alokasi Dana Desa ini dalam APBDesa sebagai sumber

pendapatan desa dan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan

yang disahkan pemerintah kabupaten Dairi yang ditempatkan pada pos belanja

desa. Pemberian Aloksi Dana Desa dengan memperhatikan karakteristik dari

masing-masing desa dan menetapkan indikator pertimbangan sebagai variabel

1. Pengangguran

3. Keterjangkauan Daerah

2. Sarana Kesehatan

4. Pendidikan Dasar

6. Kepadatan Penduduk

5. Koperasi Unit Desa

ADD FORMULASI ADD

ADD =ADDM+ADDP

KARAKTERISTIK DESA

Desa

A

Desa B

Desa C

Desa....n

APBDesa

APBD

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Sejarah Desarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42046/4/Chapter II.pdf · 2.1.1. Sejarah Desa . ... makan, pakaian dan perumahan; (2)

independen. Indikator pertimbangan tersebut dimasukkan dalam rumus

perhitungan pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang berdasarkan surat edaran

menteri dalam negeri nomor : 140/640/sj tanggal 22 maret tahun 2005 perihal

pedoman alokasi dana desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah

desa yang dipergunakan penulis untuk perhitungan alokasi dana desa simulasi

yang berdasarkan karakteristik desa yang menonjol yang dibutuhkan desa-desa di

Kabupaten Dairi. Sehingga diperoleh besaran Alokasi Dana Desa untuk masing-

masing Desa di Kabupaten Dairi. Pengangguran, ketersediaan sarana kesehatan

(pustu, poskesdes, posyandu, BPU, BKIA, Polindes dan puskesmas),

keterjangkauan daerah, pendidikan dasar, Koperasi Unit Desa (KUD) dan

Kepadatan penduduk yang merupakan gambaran karakteristik desa-desa yang

perlu mendapat bantuan dana di Kabupaten Dairi sekaligus menjadi variabel

independent yang akan diberikan nilai bobot desa dalam menghitung Alokasi

Dana Desa Proporsional dan perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) secara

keseluruhan pada desa-desa di Kabupaten Dairi.

Universitas Sumatera Utara