Upload
phamdan
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Dalam sub bab ini peneliti mencoba memaparkan kajian teori yang
menghubungkan bagaimana posisi sebuah film yang juga secara sifat menjadi
bagian dari komunikasi massa, dengan demikian peneliti merasa perlu juga
memberikan definisi-definisi dari para ahli berkaitan dengan judul sub bab diatas.
dalam Wiryanto (2003:3) mengatakan komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa, Pool mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi
yang berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan penerima
tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada
penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio,
film atau televisi. Sedangkan menurut Nurudin (2007:13) Menurut paradigmanya,
alat komunikasi massa dibagi menjadi dua jenis yaitu paradigma lama (film, surat
kabar, majalah, tabloid, buku, radio, televisi, kaset/CD) dan paradigma baru (surat
kabar, majalah, tabloid, internet, radio, televisi).
Film sebagai media komunikasi massa memang tidak lepas dari hubungan
antara film dan masyarakat itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Oey Hong
Lee yakni, “film sebagai alat komunikasi massa kedua yang muncul di dunia,
mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain
pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin
lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah
dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur
9
teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat
kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19
(Sobur, 2006 : 126).
Film lahir di penghujung abad ke-19 sebagai bentuk dari perkembangan
teknologi yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison dan Lumiere Bersaudara
yang kemudian disebut gambar bergerak (motion picture) alias film. Film juga
semakin mengekalkan apa yang telah dilakukan manusia selama beribu-ribu
tahun, yakni menyampaikan kisah, yang diceritakan tentu saja perihal kehidupan.
Eric Sasono menulis, dibandingkan media lain, film memiliki kemampuan untuk
meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan sehari-hari (Irwansyah,
2009 : 12).
2.1.1 Pengertian dan Unsur Pembentuk Film
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur dikutip Himawan pratista
(2008:1) yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling
berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film.
Masing-masing unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya
berdiri sendiri. Bisa kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang
akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya.
Dalam film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.
Sementara unsur sinematik atau juga sering di istilahkan gaya sinematik
merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi
empat elemen pokok yakni, mise-en scene, sinematografi, editing dan suara.
10
Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film
cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-
unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainya. Seluruh elemen
tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruan. Elemen-elemen tersebut
saling berinteraksi serta berkesinambugan satu sama lain untuk membentuk
sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan
peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas, (logika
sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur-unsur dan waktu adalah elemen-
elemen pokok pembentuk naratif.
Sedangkan unsur sinematik lebih ke aspek-aspek teknis dalam produksi
sebuah film. Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Film
memiliki banyak jenis termasuk film cerita pendek yang berdurasi di bawah 60
menit, film cerita pendek banyak dijadikan batu loncatan untuk kemudian
memproduksi cerita panjang. Sedangkan film cerita panjang memiliki durasi 60
menit lazimnya berdurasi 90-100 menit (Effendy, 2002:13).
2.1.2 Jenis-Jenis Film
Menurut Himawan Pratista (2008: 4-8) film dibedakan menjadi tiga jenis,
yakni:
1. Film dokumenter
Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan
lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa
11
atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi
atau otentik. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot
namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau
argumen dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh
protagonis dan antagonis konflik, serta penyelesaian seperti halnya film
fiksi. Struktur bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan
tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai
fakta-fakta yang disajikan.
2. Film fiksi
Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering mengunakan
cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pegadeganan
yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum
kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan
antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pembangunan cerita
yang jelas. Film fiksi yang berada di tengah-tengah dua kutub, nyata dan
abstrak, sering kali memikiki tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara
naratif maupun sinematik.
3. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua
jenis film lainya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar
industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau
perorangan. Mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi
filmnya sejak awal hingga akhir. Film eksperimental tidak memiliki plot
12
namun tetap memiliki struktur. Struktur sangat dipengaruhi oleh insting
subjektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pegalaman batin. Film
eksperimental juga umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan
kadang menentang kausalitas. Film-film eksperimental umumnya
berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami.
2.1.3 Klasifikasi Film
Genre berasal dari bahasa perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”,
kata genre sendiri megacu pada istilah biologi yakni. Genus, sebuah klasifikasi
flora dan fauna yang tingkatanya berada di atas spesies dan di bawah family.
Genus mengelompokan beberapa spesies yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik
tertentu. Dalam film, genre dapat di definisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari
sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi
dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi,
ikon, mood, serta karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer
seperti aksi, petualagan, drama, komedi, horor, western, thriller, film noir dan
sebagainya. Fungsi genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film
sesuai dengan spesifikasinya (Himawan Pratista, 2008:10).
Kebanyakan film merupakan kombinasi dari beberapa genre sekaligus.
Kombinasi genre dalam sebuah film sering di istilahkan genre hibrida (campuran)
walapun begitu film tetap memiliki genre yang dominan. Genre juga dapat dibagi
menjadi beberapa bagian khusus. Seperti genre induk primer, genre induk
sekunder, serta genre khusus (Himawan Pratista, 2008:11-12).
13
1. Genre Induk Primer
Genre induk primer merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan
populer sejak awal perkembagan sinema era 1900-an hingga 1930-an. Bisa
kita katakan bahwa setiap film pasti mengandung setidaknya satu genre induk
primer namun lazimnya sebuah film adalah kombinasi dari beberapa genre
induk sekaligus. Tidak semua genre induk primer populer dan sukses dari
masa ke massa. (Himawan Pratista 2008:13).
a. Aksi
Film aksi berhubugan dengan adegan-adegan aksi fisik seru,
menegangkan, berbahaya, nonstop dengan tempo yang cepat. Genre aksi
adalah genre yang paling adaptif degan genre lainya.
b. Drama
Film drama umumnya berhubugan dengan tema cinta, cerita setting,
karakter serta suasana yang memotret kehidupan nyata. Dan genre yang
paling banyak di produksi karena jangkauan ceritanya yang sagat luas.
c. Epik Sejarah
Genre ini umumnya mengambil tema periode masa silam (sejarah) dengan
latar sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar yang menjadi mitos,
legenda atau bibilkal.
d. Fantasi
Film fantasi berhubugan dengan tempat, peristiwa, serta karakter yang
tidak nyata. Film fantasi berhubungan dengan unsur magis, mitos, negri
dongeng, imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi.
14
e. Fiksi Ilmiah
Film fiksi ilmiah berhubugan dengan masa depan, perjalanan angkasa luar,
percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, investasi, atau kehancuran bumi.
Fiksi ilmiah juga sering berhubungan dengan teknologi serta kekuatan
yang berada di luar jangkauan teknologi masa kini.
f. Horor
Film horor memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut, kejutan
serta teror yang mendalam bagi penontonya. Film horor umumnya
mengunakan karakter-karakter antagonis non manusia yang berwujud fisik
yang menyeramkan.
e. Komedi
komedi adalah jenis film yang mengundang tawa bagi penontonya. Film
komedi biasanya berupa drama ringan yang melebih-lebihkan aksi, situasi,
bahasa, hingga karakternya.
g. Kriminal dan gangster
Film-film kriminal dan gangster berhubungan dengan aksi-aksi kriminal
seperti, perampokan bank, pencurian pemerasan, perjudian, pembunuhan,
persaingan antar kelompok, serta aksi kelompok bawah tanah yang bekerja
di luar sistem hukum.
h. Musikal
Genre musikal adalah film yang mengkombinasi unsur musik, lagu, tari
(dansa), serta gerak (koreografi). Lagu-lagu dan tarian biasanya
15
mendominasi sepanjang film dan biasanya menyatu dengan cerita.
Pengunaan musik dan lagu bersama liriknya biasanya mendukung jalanya
alur cerita.
i. Petualangan
Film petualangan berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, atau ekspedisi ke
suatu wilayah asing yang belum pernah tersentuh. Film-film petualangan
selalu meyajikan panorama alam eksotis seperti hutan rimba, pegunungan,
savana, serta pulau terpencil.
j. Perang
Genre perang mengagkat tentang tema kengerian serta teror yang
ditimbulkan oleh aksi perang. Film-film perang umumnya menampilkan
adegan pertempuran seru baik di darat, laut, atau pun udara. Film-film
perang biasanya memperlihatkan kegigihan, pegorbanan para tentara
dalam melawan musuh-musuh mereka.
k. Western
Western adalah genre orisinil milik amerika. Tema film western umumnya
seputar konflik antara pihak baik dan jahat. Karakter dalam genre ini
adalah koboi, indian kavaleri, sheriff.
2. Genre induk sekunder
Genre induk sekunder adalah genre-genre besar dan populer yang
merupakan pegembangan atau runtutan dari genre induk primer. Genre induk
sekunder memiliki ciri-ciri karakter yang lebih kusus dibandingkan dengan
genre induk primer (Himawan Pratista, 2008:21).
16
a. Bencana
Film-film bencana (disaster) berhubungan dengan tragedi atau
musibah baik sekala besar maupun kecil yang mengancam jiwa banyak
manusia. Secara umum film bencana di bagi ke dalam dua jenis , bencana
alam dan bencana buatan manusia. Bencana alam adalah aksi bencana
yang melibatkan kekuatan alam yang merusak dalam sekala besar seperti
angin topan, tornado dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan manusia
umumnya berhubugan dengan tindak kriminal atau faktor ketidak segajaan
manusia seperti aksi terorisme, kebakaran gedung dan sebagainya.
b. Biografi
Biografi (sering diistilahkan biopic:biografy picture) secara umum
merupakan pengembagan dari genre drama dan epik sejarah. Film biografi
menceritakan pengalan kisah nyata atau kisah hidup seorang tokoh
berpegaruh dimasa lalu maupun kini. Film biografi umumnya mengambil
kisah berupa suka dan duka perjalanan hidup sang tokoh sebelum ia
menjadi orang besar atau keterlibatan sang tokoh dalam sebuah peristiwa
besar.
c. Detektif
Genre detektif merupakan pegembangan dari genre kriminal dan
gangster dan lebih populer pada era klasik dari pada kini. Inti cerita
umumnya berpusat pada sebuah kasus kriminal pelik yang belum
terselesaikan. Alur ceritanya sulit diduga serta penuh dengan misteri.
17
d. Film Noir
Film noir yang bermakna “gelap” atau “suram” merupakan turunan
dari genre kriminal dan gangster yang mulai populer pada awal dekade
1940-an hingga ahir 1950-an. Tema pada film noir selalu berhubugan
dengan tindak kriminal seperti pembunuhan, pencurian serta pemerasan.
e. Melodrama
Melodrama merupakan pengembagan dari genre drama yang juga
sering diistilahkan opera sabun atau film “ cengeng” (meguras air mata).
Melo drama menggunakan cerita yang mampu menggugah emosi
penontonya secara mendalam dengan dukungan unsur “melodi” (ilustrasi
musik).
f. Olahraga
Film olahraga mengambil kisah seputar aktifitas olahraga, baik
atlet, pelatih, agen maupun kompetisinya sendiri. Film olahraga biasanya
diadaptasi dari kisah nyata baik biografi maupun sebuah peristiwa
olahraga besar.
g. Perjalanan
Seperti halnya western genre perjalanan atau sering diistilahkan
road film merupakan genre khas milik amerika yang sangat populer diera
klasik. Film perjalanan sering bersinggungan dengan genre aksi, drama
serta petualangan.
18
h. Roman
Roman seperti halnya melodrama merupakan pengembagan dari
genre drama. Film roman lebih memusatkan cerita pada masalah cinta,
baik kisah percintaanya sendiri maupun pencarian cinta sebagai tujuan
utamanya. Tema roman pada umumnya adalah pasangan satu sama lain
yang saling mencintai namun banyak ujian yang dihadapi.
i. Superhero
Superhero adalah sebuah genre fenomenal yang merupakan
perpaduan antara genre fiksi-ilmiah, aksi, serta fantasi. Film superhero
adalah kisah klasik perseteruan antara sisi baik dan sisi jahat, yakni kisah
kepahlawanan sang tokoh super dalam membasmi kekuatan jahat.
j. Supernatural
Film supernatural berhubugan dengan makluk-makluk gaib seperti
hantu, roh halus, keajaiban, serta kekuatan mental seperti membaca
pikiran, masa depan, masa lalu, telekinesis, dan lainya. Film-film
supernatural sangat mudah bersingungan dengan genre horor, fantasi
drama dan fiksi ilmiah.
k. Spionase
Spionase atau agen rahasia adalah genre populer kombinasi antara
genre aksi, petualagan, thriller, serta politik dengan karakter utama seorang
mata-mata atau agen rahasia. Film spionase sering kali berlatar cerita
periode perang dingin atau intrik internasioanal antar negara. Tema
19
biasanya berurusan dengan senjata pemusnah masal yang dapat
mengancam keamanan nasional.
l. Thriller
Film thriller memiliki tujuan utama memberi rasa ketegangan,
penasaran, ketidakpastian serta kertakutan pada penontonya. Alur cerita
film thriller sering kali bernbentuk aksi non stop, penuh misteri, kejutan,
serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks
filmnya.
3. Genre Khusus
Genre kusus jumplahnya bisa mencapai ratusan dan dapat
berkombinasi dengan genre induk manapun sesuai dengan konteks cerita
filmnya. Film drama misalnya dapat dipecah menjadi genre kusus
berdasarkan tema cerita, seperti keluarga, anak-anak, remaja, cinta,
pegadilan, politik, prostitusi, jurnalis, realigi, tragedi, hari natal, ganguan
kejiwaan dan sebagainya, berdasarkan sumber cerita, genre drama bisa di
pecah lagi menjadi beberapa genre kusus, seperti adaptasi literatur, kisah
nyata, otobiografi, buku harian dan sebagainya.
Dari contoh tersebut tampak jelas jika satu genre dapat berisi
puluhan (bahkan ratusan) judul film. Genre sampai kapan pun akan terus
berkembang secara dinamis dan tidak pernah akan berhenti sejalan dengan
berkembangnya sinema (Himawan Pratista, 2008:27-28).
20
2.2 Film Dokumenter, Konsep dan Genre
2.2.1 Konsep Film Dokumenter
Menurut John Grierson, dalam Himawan Pratista, (2008:32) dijelaskan
bahwa film dokumenter merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-
kejadian aktual yang ada (the creative treatment of actuality).
Himawan Prastisa menjelaskan bahwa film dokumenter tidak menciptakan
suatu peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh
terjadi. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun
memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari
sineasnya. Struktur bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan
agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang
disajikan. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan
tujuan seperti: informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial,
ekonomi, politik (propaganda), dan lain sebagainya (Himawan Prastisa, 2008: 4).
Dalam menyajikan faktanya, film dokumenter dapat menggunakan
beberapa metode. Film dokumenter dapat merekan langsung pada saat peristiwa
tersebut benar-benar terjadi. Produksi film dokumenter jenis ini dapat dibuat
dalam waktu yang singkat, hingga berbulan-bulan, serta bertahun-tahun lamanya.
Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khusus yang tujuan
utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas, efektifitas,
serta otentitas peristiwa yang akan direkam. Umumnya film dokumenter memiliki
bentuk sederhana dan jarang sekali menggunakan efek visual (Himawan Pratista,
2008: 5)
21
2.2.2 Genre Film Dokumenter
Genre berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film
serta sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu.
Dalam kenyataannya, setiap genre berfluktuasi dalam popularitasnya dan akan
selalu terikat erat pada faktor-faktor budaya. Gerzon R. Ayawaila, dalam
(Himawan Pratista, 2008:36), membagi genre film dokumenter menjadi dua belas
jenis.
1. Laporan perjalanan. Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari
para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa
membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang remeh-temeh,
sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering
digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel
documentary dan adventures film.
2. Sejarah. Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang
sangat kental dengan aspek referential meaning (makna yang sangat
bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat
dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya
maupun penafsirannya. Pemakaian dokumenter sejarah ini tidak diketahui
secara akurat sejak kapan digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim
Adolf Hitler telah menyisipkan unsur sejarah ke dalam film-filmnya yang
memang lebih banyak bertipe dokumenter. Pada masa sekarang, film
22
sejarah sudah banyak diproduksi karena terutama karena kebutuhan
masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Tingkat pekerjaan
masyarakat yang tinggi sangat membatasi mereka untuk mendalami
pengetahuan tentang sejarah, hal inilah yang ditangkap oleh stasiun
televisi untuk memproduksi film-film sejarah.
3. Potret/Biografi. Jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Sosok
yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas
di dunia atau masyarakat tertentu atau seseorang yang biasa namun
memiliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada
beberapa istilah yang merujuk kepada hal yang sama untuk
menggolongkannya, antara lain:
a. Potret, yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest
dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa–
peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut. Isinya
bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan pemikiran
sang tokoh.
b. Biografi, yaitu film yang mengupas secara kronologis dari awal tokoh
dilahirkan hingga saat tertentu (masa sekarang, saat meninggal atau
saat kesuksesan sang tokoh) yang diinginkan oleh pembuat filmnya.
c. Profil, yaitu sebuah sub-genre yang memiliki banyak kesamaan dengan
dua jenis film di atas namun memiliki perbedaan terutama karena
adanya unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh tersebut. Pembagian
sequencenya hampir tidak pernah membahas secara kronologis dan
23
walaupun misalnya diceritakan tentang kelahiran dan tempat ia
berkiprah, biasanya tidak pernah mendalam atau terkadang hanya
untuk awalan saja. Profil umumnya lebih banyak membahas aspek-
aspek ‘positif’ tokoh seperti keberhasilan ataupun kebaikan yang
dilakukan.
4. Nostalgia, yaitu jenis film yang cukup dekat dengan jenis sejarah, namun
biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari
kejadiankejadian yang dialami seseorang atau suatu kelompok.
5. Rekonstruksi, yaitu jenis dokumenter yang mencoba memberi gambaran
ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan
tersendiri dalam mempresentasikan suatu peristiwa kepada penonton
sehingga harus dibantu rekonstruksi peristiwanya. Perisitiwa yang
memungkinkan untuk direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah
peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya
pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya. Dalam membuat
rekonstruksi, bisa dilakukan dengan shoot live action atau bisa juga
dibantu dengan animasi.
6. Investigasi, yaitu jenis dokumenter yang merupakan kepanjangan dari
investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visual yang tetap ditonjolkan.
Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih
mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak. Misalnya: korupsi
dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara,
tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band
24
dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan
ada pula yang belum, namun seperti apa persisnya bisa jadi tidak banyak
orang yang mengetahui. Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan
rekonstruksi untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa.
Bahkan, dalam beberapa film aspek rekonstruksi digunakan untuk
menggambarkan dugaandugaan para subjek di dalamnya.
7. Perbandingan dan Kontradiksi, yaitu sebuah dokumenter yang
mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu.
8. Ilmu Pengetahuan, yaitu genre film dokumenter yang menekankan pada
aspek pendidikan dan pengetahuan.
9. Buku Harian/Diary. Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber-
genre ini juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang
diceritakan kepada orang lain.
10. Musik, merupakan salah satu genre musik dokumenter yang sangat
banyak diproduksi. Salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan
Pannebaker membuat film-film yang sebenarnya hanya
mendokumentasikan pertunjukkan musik.
11. Association Picture Story, yaitu jenis dokumenter yang dipengaruhi oleh
film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan
gambar– gambar yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan
editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui
asosiasi yang terbentuk di benak mereka.
25
12. Dokudrama, yaitu salah satu dari jenis dokumenter yang merupakan
penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya,
hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk
direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat
aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan
film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh
aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya
2.3 Pengertian dan Konsep Kritik
Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan
tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu
memperbaiki pekerjaan (Curtis, Dan B; Floyd, 1996:284).
Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani κριτικός, 'clitikos - "yang
membedakan", kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna
κριτής, krités, artinya "orang yang memberikan pendapat beralasan" atau
"analisis", "pertimbangan nilai", "interpretasi", atau "pengamatan". Istilah ini
biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang
berselisih dengan atau menentang objek kritikan.
Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur
memberikan pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain
(seperti karya seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan
pengamatan mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di
berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara, rumah
makan dan penerbitan ilmiah
26
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ,kritik adalah kecaman atau
tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap
suatu hasil karya,pendapat dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas kritik merupakan catatan penilaian atau
tanggapan terhadap suatu karya. Kritik harus dibedakan dengan mengecam,
mencaci dan menjelek-jelekkan, ingat pengertian dasar kritik adalah
menilai.Menilai harus obyektif.Tujuan akhir kritik adalah agar pencipta karya atau
produk dapat meningkatkan mutu karyanya dikemudian hari.
Kritik disampaikan agar orang yang dikritik dapat mengubah perilaku atau
menciptakan karya yang lebih baik Kritik membangun yang santun adalah kritik
yang disampaikan bukan untuk menyerang orang, melainkan untuk menilai suatu
karya.Sekali lagi yang dinilai adalah karya bukan penciptanya. Gunakan bahasa
yang tidak menyakitkan hati (kasar), tetapi tetap terkesan lugas, tegas, dan santun.
Cara mengkritik suatu karya adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Curtis, Dan B; Floyd, 1996:289) :
1. Sebelum memberi kritik kita harus memiliki pengetahuan yang cukup
tentang sesuatu yang akan kita kritik.Sebagai contoh apabila kita akan
mengkritik cerpen, kita harus mengetahui pengetahuan luas tentang
cerpen
2. Sebelum mengkritik pelajari dahulu dengan cermat karya yang akan
dikritik pahami segala istilah yang terdapat dalam karya. Baca juga bahan
rujukan karya tersebut.
27
3. Setelah itu buatlah catatan yang obyektif tentang kelebihan dan
kekurangan karya yang akan dikritik. Contoh catat bagaimana tema, alur,
penokohan, latar atau bahasa yang ada da;lam cerpen.
4. Sebelum kritik disampaikan pikirkan kembali “Bagaimanakah perasaan
saya jika dikritik semacam itu ?
5. Saat menyampaikan kritik melalui lisan atau tulisan perhatikan
penggunaan bahasa. Gunakan bahasa yang tidak menyerang orang dan
yang tidak menyakitkan hati. Beri penilaian yang jujur dan
obyektif,tetapi tetap santun.Kritik harus mempunyai alasan yang masuk
akal atau logis, jadi tidak asal mengkritik
Dikutip dari Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L. (1996:312)
dalam buku nya komunikasi bisnis dan professional, berikut adalah yang termasuk
macam-macam kritik :
A. Dilihat dari tujuannya
1. Kritik konstruktif, Yaitu kritik yang bertujuan membangun. Misalnya:
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, sebaiknya diterapkan sistem
genap-ganjil plat nomor polisi
2. Kritik destruktif, Yaitu kritik yang bertujuan tidak membangun.
Misalnya : Atas terjadinya penembakan terhadap TKI di Malaysia,
maka menyarankan agar pemerintah menyatakan perang dengan
Malaysia.
28
B. Dilihat dari nada kalimatnya
1. Kritik lunak, Yaitu kritik dengan kata-kata yang lunak.. Misalnya:
Kritik ditujukan ke orang yang cepat tanggap
2. Kritik keras, Yaitu kritik dengan kata-kata keras. Misalnya: Kritik
ditujukan ke orang yang bebal (tidak cepat tanggap)
C. Dilihat dari tujuannya
1. Tidak memberikan solusi, Yaitu kritik yang ditujukan kepada orang
yang dianggap mampu mencari solusi. Misalnya: Kritik terhadap
Pimpinan KPK yang dianggap mampu menyelesaikan kasus-kasus
korupso
2. Tidak memberikan alternatif solusi, Yaitu kritik terhadap orang yang
dianggap tidak mampu mencari solusi. Misalnya: Kritik terhadap
pelajar/mahasiswa yang cara belajarnya salah
D. Dilihat dari misinya
1. Memberikan pencerahan, Yaitu kritik yang bertujuan memberikan
pengertian bahwa yang dianggap benar sebetulnya salah. Misalnya:
Kritik terhadap anggapan salah bahwa motor tiga roda hanya untuk
orang cacat. Padahal, orang tidak cacat juga boleh.
2. Memberikan informasi yang benar, Yaitu kritik yang bertujuan
meluruskan persepsi yang salah terhadap logika yang salah. Misalnya:
Kritik terhadap anggapan bahwa orang pintar harus jadi menteri.
Padahal, orang pintar tidak harus jadi menteri.
29
E. Dilihat siapa sasaran kritiknya
1. Pejabat/tokoh public, Yaitu kritik terhadap pejabat/tokoh publik yang
digaji memakai uang rakyat. Misalnya: Kritik terhadap
presiden,menteri,anggota DPR dan siapa saja yang digaji memakai
uang rakyat
2. Bukan pejabat publik/bukan tokoh public, Yaitu, kritik terhadap orang-
orang terkenal yang tidak digaji memakai uang rakyat Misalnya: Kritik
terhadap artis
F. Dilihat dari caranya mengritik
1. Kritik salah, Yaitu kritik yang tidak didukung oleh
fakta/data/referensi/hasil analisa Misalnya: Kritik terhadap anggota
DPR yang dijadikan terdakwa karena kasus korupsi
2. Kritik benar, Yaitu kritik yang didukung oleh fakta
2.4 Film (Dokumenter) sebagai media kritik
Terdapat banyak cara yang dilakukan dalam merekam perubahan
masyarakat dalam sebuah kurun waktu tertentu. seperti yang banyak diketahui
buku-buku yang diterbitkan dan bicara persoalan-persoalan dalam sebuah periode.
Begitu juga filem, terutama dokumenter, ribuan peristiwa dan momen-momen
penting direkam oleh para pelakunya untuk menjadikannya peristiwa itu
terdokumentasi atau menjadi produk pengetahuan. Merekam peristiwa dalam
kurun waktu tertentu hakikatnya pasti memunculkan perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat, baik secara ekonomi, sosial-politik dan kebudayaan.
30
Namun, apakah perubahan itu juga terjadi pada ‘cara’ para perekam itu (pembuat
dokumenter) dalam mengemas dokumentasi atau film itu?
Dalam sebuah tulisan, D.A. Peransi menulis bahwa dunia film itu terjebak
dalam ortodoksi, sehingga tidak dapat membaca perkembangan lanjut dari film
(D.A. Peransi: 2005, 30). Keterbatasan pengetahuan tentang ‘bahasa’ audiovisual
membuat film tidak berkembang dalam membaca fenomena baru, apalagi melihat
hubungannya dengan berbagai ‘kemungkinan’ dalam sejarah film dan media
seperti; film eksperimental, film avant-garde, filem-film hibrida, dan seni video
(video art). Usaha untuk merumuskan dokumenter masih terjebak dalam
paradigma ‘mengemas informasi’ layaknya dunia pemberitaan di media massa,
terutama di Indonesia. Padahal, ada banyak kemungkinan yang bisa dilakukan
dalam bereksperimentasi dalam penggunaan bahassa dokumenter. Dalam
buku Introducing to Documentary, Bill Nichols menulis ada enam gaya film
dokumenter, yaitu;
1. Poetic Mode, dengan bangunan struktur sinematik dan estetik yang sangat
ketat. Film dengan gaya ini memainkan irama dan emosi penonton dalam
kemasan naratifnya
2. Expository Mode, yang lebih menitik beratkan distribusi informasi
objektif, seperti berita
3. Observatorial Mode, sering juga disebut dokumenter keterlibatan, dimana
pembuatnya mengikuti kehidupan sehari-hari subjek-nya dalam jangka
waktu tertentu
31
4. Participatory Mode, menempatan keterlibatan secara penuh pembuat
dengan subjeknya dimana posisi keterlibatan subjek menjadi sangat
penting
5. Reflexive Mode, membangun kesadaran tentang tentang membahasakan
realitas melalui filem. Gaya ini sering dipakai dalam filem-film
eksperimental yang menjadikan kenyataan sebagai subjeknya
6. Performative Mode, menghadirkan pembuat sebagai bagian dari
dokumenter, dalam gaya ini Nichols memasukan reality show sebagai
bagian dari gaya Performative Mode (Bill Nichols: 2010, 31-32).
Film sebagai media kritik sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru.
Sebagai contoh, film "Kabayan" yang tokoh utamanya dibintangi Didi Petet, dapat
dikategorikan sebagai media kritik. Film ini mengkritik cara pandang orang kota
yang selalu menganggap remeh keluguan dan ketidaktahuan orang desa. Orang
kota selalu menganggap dirinya superior dan orang desa diposisikan inferior.
Orang kota di saat melihat desa dan kumpulan manusia yang ada di dalamnya
melihat dengan cara pandang nalar kuasa. Seolah desa adalah wilayah penaklukan
kota. Padahal dibalik keluguan, banyak kearifan yang ditunjukkan orang desa
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Film "Kabayan" menyampaikan pesan
bahwa hidup yang damai adalah hidup yang dijalani dengan kejujuran (D.A.
Peransi: 2005, 43). Namun di Indonesia saat ini, film yang memuat kritik dari berbagai aspek
baik sosial, politik, pendidikan, ekonomi bahkan agama atas kemapanan yang ada,
bisa dibilang masih langka. Padahal, film punya kekuatan mengajak penonton
untuk berpikir kritis dan terus mempertanyakan berbagai fenomena yang ada di
32
sekitarnya. Film pun bisa menjadi media untuk menyosialisasikan sebuah
perubahan. Film tidak sekadar menjadi media hiburan semata.
Meskipun demikian film dengan gendre dokumenter dengan sinema atau
cerita yang memiliki konten khusus yang menyoroti permasalahan dalam lingkup
birokasi dan lain-lain sudah mulai berkembang. Namun konteks dokumenter
masih berkutat pada pada tingkat teknis, seperti penggunaan kamera, suara dan
pengorganisasiannya. Dokumenter masih ditempatkan sebagai produk jurnalistik
dan bukan sinema. Sehingga bingkai bahasa lebih banyak menekankan bagaimana
mengemas informasi. Selain itu, ada banyak pembuat film dokumenter terjebak
dalam bahasa ‘televisi’ (termasuk di dalamnya; berita, reality show, infotaiment,
dan bahkan sinetron), yang notabene mementingkan hiburan dengan memainkan
emosi penonton yang kadang jauh dari realitas; seperti sinetron (Himawan
Pratista, 2008:44).
Harus ada usaha yang lebih keras bagi sineas pembuat dokumenter yang
bertemakan ‘kritik untuk pemerintahan’ tersebut, karena sering terjebak dalam
eksotisme isu itu sendiri. Menurut saya, yang namanya ‘filem’ bukanlah itu, ada
persoalan objektifitas, sinematik dan artistik yang saling berhubungan. Apalagi di
dalam film dokumenter material utamanya adalah ‘kenyataan’. D.A. Peransi
menulis, film dokumenter mengambil kenyataan-kenyataan objektif sebagai bahan
utamanya, namun kenyataan itu ditampilkan melalui interpretasi pembuatnya.
Karena itu kenyataan yang biasa bisa menjadi baru bagi penonton, bahkan
membuka perspektif baru. Di sinilah letak hakikat dari film dokumenter. Periode
awal film pribumi Indonesia, Usmar Ismail pernah mengatakan bahwa para
33
pembuat film kita sering berlaku ‘tempel-sambung-hantam-kromo’, yang penting
kelihatan ‘jalan’ dan logis, kebanyakan terlepas dari kerja dengan prinsip montase
(D.A. Peransi: 2005:53)