22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi ( pit, fissures, dan daerah inter proksimal), kemudian meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari enamel ke dentin atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karies gigi, diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan saliva, permukaan dan anatomi gigi (Tarigan, 2015). Meningkatnya angka kejadian karies juga dihubungkan dengan peningkatan konsumsi gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak dan prevalensinya meningkat sejalan dengan pertambahan usia anak tersebut. Survei epidemologi terbaru yang dilakukan di Negara Timur Tengah menunjukkan bahwa karies pada anak relatif lebih tinggi dipengaruhi oleh diet (Surya, dkk., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies

2.1.1 Definisi Karies

Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan

terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

dan daerah inter proksimal), kemudian meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat

dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu permukaan gigi

atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya

dari enamel ke dentin atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya karies gigi, diantaranya adalah karbohidrat,

mikroorganisme dan saliva, permukaan dan anatomi gigi (Tarigan, 2015).

Meningkatnya angka kejadian karies juga dihubungkan dengan

peningkatan konsumsi gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling

umum terjadi pada anak-anak dan prevalensinya meningkat sejalan dengan

pertambahan usia anak tersebut. Survei epidemologi terbaru yang dilakukan

di Negara Timur Tengah menunjukkan bahwa karies pada anak relatif lebih

tinggi dipengaruhi oleh diet (Surya, dkk., 2011).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2.1.2 Etiologi Karies

Gambar 2.1 Faktor yang mempengaruhi

terjadinya karies (Shafer, 2012)

Karies merupakan salah satu penyakit muktifaktorial yang terdiri dari

empat faktor utama yang saling berinteraksi langsung di dalam rongga mulut.

Empat faktor utama yang berperan dalam pembentukan karies yaitu host,

mikroorganisme, substrat dan waktu (Shafer, 2012). Karies akan timbul jika

keempat faktor tersebut bekerja sama. Selain faktor langsung di dalam mulut

yang berhubungan dengan terjadinya karies, terdapat pula faktor tidak

langsung atau faktor predisposisi yang juga disebut sebagai risiko luar, antara

lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan,

sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut

(Laelia, 2011).

2.1.2.1 Faktor langsung

a. Host

Struktur dan komposisi gigi memiliki peran penting terhadap

perkembangan lesi karies. Permukaan enamel yang terluar

1. Host

2. Mikroorganisme

3. Substrat

4. Waktu

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

diketahui lebih resisten terhadap karies dibandingan dengan

permukaan enamel di bawahnya. Keadaan morfologi gigi juga

berpengaruh terhadap perkembangan karies, hal ini disebabkan

karena adanya pit dan fissure yang dalam pada permukaan gigi

yang dapat menjadi tempat masuknya sisa-sisa makanan, bakteri

dan debris. Penumpukan sisa-sisa makanan, bakteri dan debris

yang tidak dibersihkan akan menyebabkan karies berkembang

dengan cepat. (Shafer, 2012).

Saliva merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan

penting terhadap terjadinya karies. Sejak tahun 1901, Rigolet telah

menemukan bahwa pasien dengan sekresi saliva yang sedikit atau

tidak sama sekali yang biasanya disebabkan oleh adanya

aprialismus, terapi radiasi kanker ganas, dan xerostomia, memiliki

presentase karies gigi yang semakin meninggi. Selain itu juga

sering ditemukan kasus pasien balita berusia 2 tahun dengan

kerusakan atau karies pada seluruh giginya karena aplasia kelenjar

parotis (Tarigan, 2015).

b. Mikroorganisme

Bakteri Streptococcus mutans dan bakteri Laktobacili

merupakan dua bakteri yang berperan penting dalam proses

terjadinya karies. Streptococcus mutans memiliki peran dalam

proses awal pembentukan karies, setelah itu bakteri laktobacili

meneruskan peran untuk membentuk kavitas pada enamel. Plak

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

gigi mengandung bakteri yang memiliki sifat acidogenic (mampu

memproduksi asam) dan aciduric (dapat bertahan pada kondisi

asam). Selama proses pembetukan lesi karies, pH plak turun

menjadi dibawah 5,5 sehingga menciptakan suasana asam dan

terjadi proses demineralisasi enamel gigi (Cameron, 2008). Enamel

gigi dapat mengalami disolusi asam selama proses keseimbangan

kembali dengan proses yang dikenal dengan istilah remineralisasi.

Keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi dari

enamel menentukan terjadinya karies gigi (Tarigan, 2015).

c. Substrat

Konsumsi karbohidrat seperti sukrosa yang dapat terfermentasi

akan mempengaruhi pembentukan plak gigi dan membantu

perkembangbiakan serta kolonisasi bakteri Streptococcus mutans

pada permukaan gigi. Konsumsi sukrosa secara berlebih dapat

mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak untuk

memproduksi asam sehingga menyebabkan timbulnya karies

(Heymann, 2013; Koch, 2009).

d. Waktu

Proses demineralisasi dan remineralisasi pada rongga mulut

terjadi secara terus menerus, oleh sebab itu maka dapat dikatakan

bahwa seseorang tidak pernah terbebas dari karies. Karies akan

terjadi jika terdapat gangguan keseimbangan antara proses

demineralisasi dan remineralisasi. Proses ini ditentukan oleh

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

komposisi dan jumlah plak yang terdapat pada rongga mulut,

konsumsi gula (frekuensi dan waktu), paparan fluoride, kualitas

enamel dan respon imun. Asam dapat menyebabkan hancurnya

kristal enamel sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada

permukaan enamel. Hal ini dapat terjadi dalam kurun waktu bulan

hingga tahun tergantung pada intensitas dan frekuensi suasana

asam terjadi (Cameron, 2008).

2.1.2.2 Faktor tidak langsung

a. Ras (suku bangsa)

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi sangat sulit

ditentukan. Namun demikian, bentuk tulang rahang suatu ras

bangsa mungkin dapat berhubungan dengan presentase terjadinya

karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras

tertentu dengan bentuk rahang yang sempit sehingga gigi-geligi

pada rahang tumbuh berjejal yang menyebabkan seseorang sulit

membersihkan gigi-geligi secara keseluruhan sehingga akan

meningkatkan presentase karies pada ras tersebut (Tarigan, 2015).

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat

antara hubungan ras (suku bangsa) dengan prevalensi karies. Hal

ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi

dan keadaan lingkungan sosial yang dipengaruhi oleh perbedaan

pendidikan, pendapatan dan ketersediaan akses pelayanan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

kesehatan yang berbeda disetiap ras (suku bangsa) (Fejerskov,

2008).

b. Usia

Prevalensi karies meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Hal ini disebabkan karena gigi lebih lama terpapar dengan faktor

resiko penyebab karies, oleh karena itu penting untuk memahami

dan mengendalikan faktor risiko untuk mencegah timbulnya lesi

karies baru atau memperlambat perkembangan lesi karies yang

sudah ada (Fejerskov, 2008; Heymann, 2013).

c. Jenis kelamin

Prevalensi karies gigi permanen dan gigi sulung pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan

karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-

laki, sehingga gigi anak perempuan terpapar faktor resiko karies

lebih lama (Fejerskov, 2008).

d. Keturunan

Orang tua dengan karies yang rendah anak-anaknya cenderung

memiliki karies yang rendah, sedangkan orang tua dengan karies

yang tinggi anak-anaknya cenderung memiliki karies yang tinggi

pula. (Shafer, 2012). Namun penelitian ini belum dipastikan

penyebabnya karena murni genetik, transmisi bakteri atau

kebiasaan makan dan perilaku dalam menjaga kesehatan gigi yang

sama dalam suatu keluarga (Fejerskov, 2008).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

e. Status sosial ekonomi

Anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah

memiliki indeks DMF-T lebih tinggi dibandingkan dengan anak-

anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi (Tulongow,

2013). Hal ini disebabkan karena status sosial ekonomi akan

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam upaya

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Fejerskov, 2008). Status

sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari tingkat pendidikan,

pekerjaan dan pendapatan orang tua yang dapat mempengaruhi

perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam upaya pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut (Susi, 2012; Heymann, 2013).

f. Sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi

1. Perilaku menggosok gigi

Perilaku memegang peranan yang penting dalam

mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut, salah satunya

adalah perilaku menggosok gigi (Anitasari, 2005). Beberapa

penelitian menunjukan bahwa kebiasaan menggosok gigi,

frekuensi menggosok gigi dan penggunaan pasta gigi yang

mengandung fluoride berpengaruh terhadap kejadian karies

(Lakhanpal, 2014). Menggosok gigi dua kali sehari dengan

menggunakan pasta gigi mengandung fluoride dapat

menurunkan angka kejadian karies (Angela, 2005).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2. Penggunaan dental floss

Dental floss atau benang gigi merupakan alat yang digunakan

untuk menghilangkan sisa makanan dan plak pada daerah yang

sulit dijangkau oleh sikat gigi, seperti pada daerah

interproksimal. Pembersihan plak pada daerah interproksimal

dianggap penting untuk memelihara kesehatan gingiva,

pencegahan karies dan penyakit periodontal. Penggunaan dental

floss sebaiknya dilakukan sebelum menggosok gigi, karena

dapat membersihkan daerah interdental yang tidak bisa dicapai

dengan sikat gigi dan fluor yang terkandung dalam pasta gigi

lebih mudah mencapai bagian interproksimal sehingga dapat

membantu melindungi permukaan gigi dari terbentuknya plak

(Magfirah, 2014).

2.1.3 Patofisiologi Karies

Proses terjadinya karies ditandai dengan adanya proses demineralisasi dan

juga hilangnya struktur gigi. Bakteri Streptococcus mutans pada plak gigi

memetabolisme karbohidrat (gula) sebagai sumber energi kemudian memproduksi

asam sehingga menyebabkan menurunnya pH plak (<5.5). Penurunan pH

menyebabkan terganggunya keseimbangan ion kalsium dan fosfat sehingga

mengakibatkan hilangnya mineral enamel gigi dan terjadinya proses

demineralisasi. Pada keadaaan dimana pH sudah kembali normal dan terdapat ion

kalsium dan fosfat pada gigi maka mineral akan kembali ke enamel gigi, proses

ini disebut sebagai proses remineralisasi. Karies merupakan proses dinamis

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

tergantung pada keseimbangan antara proses demineralisasi dan remineralisasi.

Proses demineralisasi yang terus berulang akan menyebabkan larut dan hancurnya

jaringan keras gigi yang dapat dilihat dengan adanya lesi karies atau “kavitas”

(Heymann, 2013).

2.1.4 Penatalaksanaan Karies

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies.

Mengenali penyebab terjadinya karies merupakan hal terpenting agar mengetahui

bagaimana tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies

tersebut. Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan cara :

1) Mengurangi pertumbuhan bakteri patogen sehingga hasil metabolismenya

berkurang.

2) Meningkatkan ketahanan permukaan gigi terhadap proses demineralisasi.

3) Meningkatkan pH plak.5-7

Untuk mengurangi pertumbuhan bakteri patogen dapat dilakukan dengan

membuang struktur gigi yang sudah rusak pada seluruh gigi dengan karies aktif

dan membuat restorasi. Salah satu bahan yang efektif untuk mencegah karies

adalah sealents. Ada tiga keuntungan penggunaan sealents. Pertama, sealents akan

mengisi pits dan fissures dengan resin yang tahan terhadap asam. Kedua, karena

pits dan fissures sudah diisi dengan sealents, maka bakteri kehilangan habitat.

Ketiga, sealents yang menutupi pits dan fissures mempermudah pembersihan gigi

(Ritter, 2013).

Penatalaksanaan karies dilakukan dengan cara melakukan identifikasi untuk

mengetahui apakah pasien mempunyai karies aktif, apakah pasien termasuk

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

kelompok yang beresiko tinggi mengalami karies. Setelah itu dapat dilakukan

pencegahan perkembangan karies lebih luas, serta dilakukan penanganan yang

tepat. Pada ilmu kedokteran gigi modern, terdapat perubahan pola penanganan

karies dimana titik berat dari penanganan karies tersebut adalah pada proses

pencegahan karies itu sendiri. Program pencegahan dan penatalaksanaan karies

adalah proses yang sangat kompleks karena melibatkan banyak faktor.

Konsep penanganan karies modern lebih dikenal sebagai konsep intervensi

minimal. Konsep intervensi minimal ini menempatkan restorasi sebagai usaha

paling akhir dalam perawatan karies gigi. Restorasi adalah metode efektif untuk

mengontrol proses karies gigi yang aktif, karena membuang struktur gigi yang

rusak dan menghilangkan habitat bakteri, walaupun tidak untuk mengobati proses

terjadinya karies. Restorasi dilakukan apabila telah terbentuk kavitas.

Tingkat keberhasilan dari pencegahan dan perawatan karies gigi, tergantung

pada kondisi restorasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Permukaan restorasi

yang kasar akan menyebabkan terjadinya penumpukan plak, selain itu juga bentuk

yang tidak sesuai dengan anatomi gigi akan menyebabkan tidak terjadinya kontak

proksimal. Kondisi ini harus segera ditaggulangi atau diganti untuk mencegah

terjadinya karies sekunder. Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyebab

karies dan mengajarkan pasien untuk bertanggung jawab menjaga kebersihan

rongga mulut juga sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya keries sekunder

dan juga dapat menunjang keberhasilan perawatan karies gigi (Sibarani, 2014).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2.1.5 Indeks Karies

2.1.5.1 Indeks karies gigi permanen

Insidens dan keparahan karies gigi dapat diukur dengan indeks

karies yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi yang karies pada

seseorang atau kelompok orang, untuk mengukur insidens dan keparahan

karies pada gigi permanen digunakan indeks DMF-T (Decay Missing

Filling Teeth). Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi

dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang (Indrawati, 2013 dan

Sibarani, 2014) :

Angka D = Decay : Gigi yang berlubang karena karies gigi.

Angka M = Missing : Gigi yang dicabut karena karies gigi atau terdapat

sisa akar.

Angka F = Filling : Gigi yang ditambal atau ditumpat karena karies dan

dalam keadaan baik

Perhitungan DMF-T untuk individu :

Perhitungan DMF-T untuk populasi :

Klasifikasi tingkat keparahan karies gigi pada usia 12 tahun atau lebih

dikategorikan menjadi lima kategori (Indrawati, 2013) yaitu :

1. Tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai DMF-T sebesar 0,0 –

1,0.

DMF-T = Decay (D) + Missing (M) + Filling (F)

DMF-T =

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2. Kemudian, tingkat keparahan rendah dengan nilai DMF-T sebesar

1,2 – 2,6.

3. Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T sebesar 2,7 – 4,4.

4. Dan tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMF-T sebesar 4,5 –

6,5.

5. Serta tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T sebesar

> 6,6.

Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi

yang tidak dihitung adalah sebagai berikut :

1. Gigi molar ketiga

2. Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi

yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical emergence),

erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full

eruption)

3. Gigi yang tidak ada karena kelainan kongenital dan gigi berlebih

(supernumerary teeth)

4. Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau

perawatan ortodontik

5. Gigi tiruan yang disebabkan karena trauma, untuk kepentingan

estetik dan jembatan

6. Gigi susu yang belum tanggal

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2.1.5.2 Indeks karies gigi sulung

Indeks yang digunakan untuk menilai status karies pada gigi sulung

adalah indeks def-t (decayed, extracted/indicated for extraction, filling

tooth). Kriteria pencatatan def-t :

a. Decayed (d) : Semua gigi sulung yang mengalami karies, karies

sekunder pada tumpatan, gigi dengan tumpatan sementara.

b. Extracted/indicated for extraction (e) : Gigi sulung yang hilang

atau dicabut karena karies atau sisa akar gigi yang terdapat karies

tidak dapat ditumpat dan diindikasikan untuk dicabut.

c. Filling (f) : Gigi sulung dengan tumpatan permanen.

Perhitungan def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung, adapun gigi yang

tidak dihitung adalah sebagai berikut : gigi yang hilang termasuk gigi

anerupsi dan gigi yang hilang secara kongenital, gigi super-numerari,

dan gigi yang direstorasi untuk alasan lain selain karies gigi (Christian,

dkk., 2016).

Rumus penghitungan def yaitu :

Untuk menghitung rata-rata dari def di gunakan rumus:

Klasifikasi tingkat keparahan karies gigi pada usia <12 tahun

dikategorikan menjadi lima kategori (Oktavilia, dkk., 2014) yaitu :

1. Tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai def-t sebesar 0,0 –

1,0.

Jumlah d (Decay) + e (indices for extraction) + f (filling).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2. Kemudian, tingkat keparahan rendah dengan nilai def-t sebesar

1,2 – 2,6.

3. Tingkat keparahan sedang dengan nilai def-t sebesar 2,7 – 4,4.

4. Dan tingkat keparahan tinggi dengan nilai def-t sebesar 4,5 – 6,5.

5. Serta tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai def-t sebesar

> 6,6.

2.1.5.3 Indeks karies mix dentition

Indeks yang digunakan untuk menilai status karies pada anak-anak

dengan periode mix dentition adalah indeks DMF-T dan def-t yang dilakukan

secara terpisah dan tidak dijumlahkan (Marya, 2011).

Untuk menentukan kehilangan gigi karena karies atau tanggal fisiologis

yaitu dengan cara memperhatikan :

1. Usia pasien yang mendekati waktu gigi tanggal fisiologis

2. Bentuk ridge yang cekung menandakan gigi yang hilang karena

karies, sedangkan bentuk ridge yang datar menandakan gigi yang

hilang karena tanggal fisiologis dan terkadang gigi permanen

penggantinya telah terlihat

3. Indeks DMF/def yang tinggi karena adanya kehilangan gigi akibat

karies terutama gigi dengan posisi berdekatan dan kontra lateral

4. Kebersihan rongga mulut pasien, karena kebersihan rongga mulut

yang buruk berhubungan dengan adanya karies

Untuk menentukan kehilangan gigi karena karies atau persayaratan

perawatan ortodontik yaitu dengan cara memperhatikan:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

1. Berdasarkan jenis gigi, dalam perawatan ortodontik gigi yang

biasanya diekstraksi adalah gigi 4 atau 5, namun kasus kehilangan

gigi karena karies dapat melibatkan semua gigi.

2. Gigi yang hilang bilateral dan atau berlawanan biasanya terkait

dengan perawatan ortodontik, namun tidak sama dalam kasus

kehilangan gigi karena karies

3. Indeks DMF/def yang tinggi biasanya karena kehilangan gigi akibat

karies terutama gigi dengan posisi berdekatan dan kontra lateral

4. Kebersihan rongga mulut pasien, karena kebersihan rongga mulut

yang buruk berhubungan dengan adanya karies gigi

5. Adanya crowding atau alat ortodontik pada perawatan ortodontik

2.2 Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi

Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Oleh karena itu,

berdasarkan pengalaman dan penelitian terbentuknya perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih lama melekat daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Pengetahuan siswa sangat penting dalam mendasari terbentuknya

perilaku yang mendukung atau tidaknya kebersihan gigi dan mulutnya.

Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu

salah satunya melalui proses pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi (Ignatia, 2013).

Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diberikan sejak usia dini,

karena pada usia dini anak mulai mengerti akan pentingnya kesehatan serta

larangan yang harus dijauhi atau kebiasaan yang dapat mempengaruhi keadaan

giginya. Pemberian pengetahuan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diberikan

pada anak usia sekolah (Ignatia, 2013).

2.3 Sikap Perawatan Gigi

Sikap merupakan suatu komponen dari perilaku, dimana sikap belum berupa

suatu wujud yang nyata atau merupakan respon tertutup terhadap suatu stimulus

atau objek. Manifestasi sikap tidak secara langsung dilihat, akan tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap dalam

kehidupan sehari-hari merupakan respon yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial. Sikap dapat diperkuat dengan adanya suatu kepercayaan atau

ketertarikan terhadap suatu objek.

Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak, selain itu juga merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku, sikap mempunyai tiga komponen :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu stimulus atau objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi pada suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak.

Sikap Memiliki empat tingkatan :

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan melaksanakan tugas yang diberikan merupakan suatu

indikasi dari masalah.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu

masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya. Betanggung jawab merupakan sikap yang paling

tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Secara langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung pendapat

atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sikap seorang anak yang baik

akan dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan gigi.

Misalnya seorang anakyang selalu mencari pengetahuan mengenai pemeliharaan

kesehatan gigi atau mendiskusikan mengenai kesehatan gigi dengan orang tua,

guru, dan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa anak tersebut telah mempunyai

sikap positif terhadap kesehatan gigi.

2.4 Perilaku Perawatan Gigi

Perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman dan interaksi manusia

dengan lingkungannya. Pengetahuan, sikap, dan tindakan merupakan wujud dari

perilaku tersebut. Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh (holistik) dan

merupakan pencerminan dari berbagai unsur kejiwaan yang mencakup hasrat,

sikap, reaksi, rasa takut, atau cemas, dan sebagainya. Oleh karena itu, perilaku

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

manusia dipengaruhi atau dibentuk oleh faktor-faktor yang ada dalam diri

manusia atau unsur kejiwaannya

Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang

berhubungan dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Sedangkan perilaku

kesehatan gigi adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan dengan

konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Bentuk operasional dari

perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu :

a. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi dan

rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.

b. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan

dari luar yang dipengaruhi faktor lingkungan: fisik yaitu kondisi alam;

biologis yang berkaitan dengan makhluk hidup lainnya; dan lingkungan

sosial yang berkaitan dengan masyarakat sekitarnya.

c. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan

terhadap situasi atau rangsangan luar.

Setiap anak yang datang berkunjung ke dokter gigi memiliki kondisi kesehatan

gigi yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula

terhadap perwatan gigi yang akan diberikan. Ada anak yang bersikap kooperatif

terhadap perawatan gigi dan ada juga yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan

gigi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik dari internal anak

itu sendiri maupun dari eksternal seperti pengaruh orang tua, dokter gigi, maupun

lingkungan klinik gigi (Kharani, 2013).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

Beberapa ahli telah mengembangkan sistem untuk mengklasifikasikan perilaku

anak di klinik gigi. Pemahaman tersebut sangat penting. Pemahaman atau

pengetahuan tersebut dapat menjadi aset untuk dokter gigi dalam beberapa hal,

yakni:

a. Membantu dalam penentuan metode manajemen perilaku yang tepat

b. Menjadi sarana yang bersifat sistematis dalam merekam perilaku pasien

c. Membantu dalam mengevaluasi validitas penelitian saat ini.

Berikut adalah beberapa klasifikasi perilaku pasien terhadap perawatan gigi

dan mulut menurut beberapa ahli.

2.4.1 Klasifikasi perilaku anak menurut Wright

Menurut Wright, perilaku anaksecara umum dapatdiklasifikasikan

menjadi tiga kategori yakni:

a. Kooperatif (Cooperative)

Sikap kooperatif ini ditunjukkan dengan sikap anak yang cukup

tenang, memiliki rasa takut yang minimal, dan antusias terhadap

perawatan gigi dan mulut yang diberikan. Anak dengan sikap

kooperatif memudahkan dokter gigi dalam melakukan perawatan dan

pendekatan yang dapat dilakukan, yakni dengan menggunakan teknik

tell show do (TSD).

b. Tidak mampu kooperatif (Lacking in cooperative ability)

Kategori ini terdapat pada anak-anak yang masih sangat muda

misalnya anak usia dibawah 3 tahun dengan kemampuan komunikasi

yang terbatas dan pemahaman yang kurang mengenai perawatan yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

akan dilakukan. Kelompok lain yang termasuk dalam kategori tidak

mampu kooperatif adalah mereka dengan keterbatasan fisik maupun

mental. Oleh karena itu, anak dengan kondisi seperti ini membutuhkan

teknik manajemen perilaku yang khusus, misalnya dengan

menggunakan premedikasi maupun anastesi umum.

c. Berpotensi kooperatif (Potentially cooperative)

Kategori perilaku ini berbeda dengan tidak mampu kooperatif.

Karena anak dalam kategori ini memiliki kapabilitas untuk menjadi

kooperatif. Sehingga diperlukan kompetensi dokter gigi yang mampu

melakukan manajemen perilaku dalam mengembangkan potensi

kooperatif menjadi kooperatif.

Klasifikasi perilaku yang dikemukakan oleh Wright masih memiliki

kelemahan. Ketiga klasifikasi tersebut masih sulit untuk ditegakkan

secara klinis. Terutama untuk kategori perilaku berpotensi kooperatif

karena belum ada penjelasan mendetail tentang ciri khas pasien anak

yang berpotensi kooperatif. Hal ini menyebabkan para ahli terus

mengkaji dan mengembangkan sistem klasifikasi perilaku menjadi lebih

detail sehingga dapat dengan mudah ditegakkan secara klinis.

2.4.2 Perilaku siswa usia 9-12 tahun

Faktor umur sangat mempengaruhi perilaku anak terhadap perawatan

gigi dan mulut. Anak dengan usia sangat muda sering menunjukkan

perilaku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi dan mulut. Anak usia

9 sampai 12 tahun biasanya mampu menangani ketakutan terhadap

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

prosedur perawatan gigi karena dokter gigi dapat menjelaskan apa yang

akan dilakukan dan alasan kenapa perawatan tersebut dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Mittal dan Sharma pada tahun 2013 pada

180 anak usia 9 - 12 tahun menunjukkan bahwa semua anak pada

penelitian tersebut berperilaku kooperatiif. Sebanyak 92.22% anak

memiliki persepsi yang positif terhadap perawatan gigi dan mulut

Mereka menunjukkan sikap senang dan bahagia. Bahkan lima anak di

antara mereka menunjukkan ambisi atau cita-citanya untuk menjadi

dokter gigi (Mittal, 2012).

2.5 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Kejadian Karies

Berdasarkan penelitian tentang status karies, pengetahuan sikap dan perilaku

kesehatan gigi dan mulut pada anak di pedesaan yang dilakukan oleh Yuliana

Kadir, ditemukan bahwa 50,61% anak sadar bahwa karies menimbulkan masalah

terhadap gigi dan mulut, 58% anak sadar bahwa makanan manis dan cokelat dapat

menyebabkan karies gigi, serta 58, 97% anak hanya mengunjungi dokter gigi

ketika giginya bermasalah atau ada keluhan sakit gigi. Berdasarkan hasil

penelitian ini maka dapat diketahui bahwa pengetahuan kesehatan gigi anak masih

sangat rendah. Maka dari itu diperlukan dukungan dari orangtua dan guru dalam

usaha memperbaiki kesehatan gigi dan mulut.

Pengetahuan kesehatan gigi merupakan hal yang sangat penting dalam

menunjang perilaku kesehatan gigi anak. Namun tidak semua pengetahuan yang

didapatkan bisa dipraktikkan. Pendidikan kesehatan gigi yang diberikan kepada

anak sejak dini sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies

risiko terjadinya penyakit gigi dan mulut, salah satunya adalah karies. Akan

tetapi, pendidikan akan tetap terbatas jika tidak disertai dengan perilaku dan

faktor-faktor lain yang dapat mendukungnya misalnya lingkungan, pendidikan,

status sosial, dan faktor ekonomi (Smyth, dkk., 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bangalore, India tentang

hubungan prevalensi karies gigi molar pertama permanen dan pengetahuan

kesehatan gigi dan perilakunya pada siswa usia 9-12 tahun, prevalensi karies gigi

molar pertama permanen tertinggi terjadi pada usia 12 tahun, dan terendah pada

usia 9 tahun. Menurut penelitian ini, angka karies gigi molar pertama permanen

anak akan meningkat seiring bertambahnya usia. Seorang anak yang perilaku

kesehatan gigi dan mulutnya baik juga akan memiliki gigi yang baik pula

dibandingkaan dengan teman-temannya (Ambildhok, dkk., 2014).