Upload
hathuy
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Industri Galangan Kapal
Galangan kapal adalah proses pembongkaran struktur sebuah kapal usang
untuk dipotong-potong (scrapping) atau dibuang (disposal). Suatu proses yang
dilakukan di sebuah dermaga kapal atau dok yang mencakup berbagai kegiatan,
termasuk mengangkat semua gigi transmisi dan peralatan sehingga bisa dilakukan
pemotongan infrastruktur kapal (OSHA 2001:http://digilib.its.ac.id/public/ITS).
Industri galangan kapal dan pengecatan antifouling pada kapal merupakan
pencemar Cu terbesar di Great Britain dan California Selatan pada tahun 1978.
Tembaga masuk ke laut melalui buangan limbah industri dan endapan partikel
atmosfer yang tercemar oleh asap pabrik mengandung tembaga. Data tentang status
pencemaran logam tembaga untuk setiap wilayah perairan Indonesia belum tersedia,
namun penelitian mengenai status pencemaran tembaga telah banyak dilakukan dan
diperkirakan sudah berindikasi pencemaran. (Mukhtasor 2007)
Teluk Banten sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis,
membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di
dominasi oleh industri berat seperti, galangan kapal, fabrikasi, baja, logam sedangkan
industri ringan yang meliputi industri perakitan, elektronika, garmen, gula, dan
plastik. Dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai, maka jalur mobilitas menjadi
semakin mudah dan cepat. Pertumbuhan pembangunan dan perkembangan
perindustrian yang begitu pesat serta mobilitas yang tinggi tersebut akan
menimbulkan masalah baru yaitu pencemaran. Industri galangan kapal yang
beroperasi masuk kategori yang banyak menimbulkan pencemaran dan tidak
memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) (Mukhtasor 2007).
Limbah Industri Galangan kapal ternyata termasuk dalam golongan industri
yang menghasilkan limbah B3. Karena dalam kegiatan produksinya baik reparasi
7
maupun pembangunan kapal baru menghasilkan limbah berupa besi sekrap yaitu pada
waktu melakukan pekerjaan replating; minyak atau olibekas akibat kegiatan overhaul
permesinan kapal atau pasir bekaspekerjaan (sandblasting) (DKB News 2009).
2.2 Kawasan Industri Gula
Pabrik gula merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah, baik
limbah padat, gas, maupun limbah cair.Limbah yang dihasilkan merupakan salah satu
permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dibandingkan dengan limbah padat dan gas, limbah cair lebih menjadi sorotan karena
limbah cair akan dibuang ke sungai yang airnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat
(Saeni 1998).
Berbagai industri senantiasa menghasilkan limbah, seperti proses pembuatan
gula di pabrik gula dari tanaman tebu dihasilkan berbagai limbah seperti ampas tebu,
blotong, tetes, dan limbah cair. Limbah tebu tetes banyak dimanfaatkan untuk didaur
ulang, sementara limbah cair ditampung dan diendapkan dalam beberapa buah kolam
(biasanya sampai lima kolam), kolam pertama menampung limbah dari pabrik dan
kolam terakhir merupakan penampungan limbah yang dianggap telah ”aman” bagi
lingkungan, dan selanjutnya dibuang ke perairan umum. Limbah cair pabrik gula tebu
merupakan hasil dari proses kristalisasi gula tebu yang diantaranya menggunakan
belerang (S), melalui penguapan bertingkat, sehingga limbah yang dihasilkan
mempunyai derajat kemasaman yang tinggi (Villandri 2010).
Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
51/MENLH/10/1995, limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan
oleh kegiatan industri dan dibuang ke lingkungan.Pada limbah cair terdapat bahan
organik yang dapat bersifat toksik di perairan.Terdapat dua jenis limbah cair yang
dihasilkan oleh industri gula, yaitu limbah cair pabrik dan limbah kondensor atau air
pendingin.Air pendingin atau limbah kondensor dihasilkan oleh kondensasi uap
dalam kondensor barometrik. Air pendingin memiliki kandungan senyawa organik
yang berkisar antara 0 – 1.000 mg/L. Air limbah pabrik memiliki kandungan senyawa
8
organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air limbah kondensor karena air
limbah pabrik merupakan gabungan dari beberapa limbah, yaitu air limbah proses, air
dari bak penampungan abu boiler, dan air dari proses pencucian peralatan pabrik serta
proses pembuatan susu kapur (Vawada 2008).
Bahan organik yang terakumulasi akan menimbulkan terbentuknya senyawa
metabolit yang toksik terhadap organisme di perairan, seperti : amonia, nitrit, nitrat,
dan hidrogen disulfida (Widiyanto 2002). Hal ini akan menyebabkan dampak negatif
terhadap lingkungan sehingga dibutuhkan pengolahan limbah cair untuk mengurangi
dampak yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan tersebut.
2.3 Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai
vegetasi yang dominan. Struktur Komunitas Lamun yaitu komposisi kepadatan,
keanekaragaman, keseragaman, frekuensi, dan penutupan lamun pada wilayah pesisir.
(Wimbaningrum, 2003). Padang lamun dapat berbentuk vegetasi tunggal yang
disusun oleh satu jenis lamun saja atau vegetasi campuran yang disusun mulai dari 2
sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama pada suatu substrat (Kirkman 1985).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini
mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan hidup di lingkungan laut, yaitu :
mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam,
mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan
peneyrbukan, dan daun generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970).
Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem
transportasi internal untuk gas dan nutrient, serta stomata yang berfungsi dalam
pertukaran gas. Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam
pengambilan air karena daun dapat menyerap nutrien secara langsung dari dalam air
laut.Tumbuhan tersebut dapat menyerap nutrient dan melakukan fiksasi nitrogen
melalui tudung akar.Kemudian, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di
9
dalam kolom air, tumbuhan ini dilengkapi dengan ruang udara (Dahuri, 2003). Dua
belas jenis lamun yang ada di Indonesia.
1. Enhalus acoroides
Enhalus acoroides (Gambar 2) mempunyai rimpang lebar mencapai 1,5 cm
diselubungi serabut-serabut kaku dan akar banyak tetapi tidak bercabang. Daun
berbentuk pita dengan panjang 30-150 cm dan lebar 1,25-1,75 cm. Tangkai
pendukung pada bunga betina berbentuk spiral, sedangkan bunga jantan langsing
mempunyai tangkai lurus (Susetiono 2007).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Enhalus
Jenis : Enhalus acoroides
(Nur 2011)
Gambar 2. Enhalus acoroides
Sumber : Den Hartog (1970)
Enhalus acoroides memiliki peranan bagi lingkungan hidup. Daunnya yang
panjang merupakan pemecah ombak yang baik sehingga melindungi pantai dari
terpaan ombak. Hewan-hewan kecil berlindung dibalik vegetasinya yang lebat. Daun
Enhalus acoroides juga merupakan makanan bagi duyung, sedangkan buahnya dapat
dimakan manusia dan dijual di pasar. Bijinya dapat fimakan mentah oleh penduduk
sekitar pantai. Lamun Enhalus acoroides menyuplai oksigen bagi kehidupan laut dan
menyerap karbon dioksida sehingga mengurangi efek pemanasan global (Tjandra
2011).
10
2. Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium (Gambar 3) merupakan salah satu kesukaan duyung.
Ruas-ruas rimpang berjarak 1,5-3,5 cm, ruas cincin mempunyai tegakan dan beberapa
akar (satu sampai tiga akar). Panjang seludang daun adalah 1,5-4,0 cm, sedangkan
daunnya mempunyai panjang 7-30 cm. Lamun Syringodium isoetifolium hidup pada
substrat lumpur dan tidak tahan terhadap pada kekeringan yang lama (Susetiono
2007).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angisopermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Syringodium
Jenis : Syringodium iseotifolium
(Nur 2011) Gambar 3. Syringodium isoetifolium
Sumber : Den Hartog (1970)
3. Cyomodocea rotundata
Cyomodocea rotundata (Gambar 4) banyak ditemukan di daerah pasang surut
dengan substrat pasir lumpuran sampai dengan pasir kasar disertai pecahan bebatuan
yang berasal dari karang mati (Susetiono 2007).
Rimpang Cyomodocea rotundata berjarak antara 1,0-4,5 cm dan setiap cincin
ruas satu sampai tiga akar dan tegakan berdaun. Panjang daun adalah 1,5-4 cm. Ujung
daun bila diraba terasa halus karena bagian pinggirnya rata (inzet) (Susetiono 2007).
11
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Cymodocea
Jenis : Cymodocea rotundata
(Nur 2011) Gambar 4. Cyomodocea rotunda
Sumber : Den Hartog (1970)
4. Cyomodocea serrulata
Tempat hidup Cyomodocea serrulata (Gambar 5) hampir sama dengan
Cyomodocea rotundata, tetapi Cyomodocea serrulata sangat tidak tahan terhadap
pengaruh air tawar. Secara umum lamun jenis Cyomodocea serrulata sangat mirip
dengan Cyomodocea rotundata , perbedaannya terdapat pada ukuran daun yang
relatif lebih besar dan bila ujung daun dipegang terasa kasar dan mempunyai gerigi
(inzet) (Susetiono 2007).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Cymodocea
Jenis : Cymodocea serrulata
(Nur 2011) Gambar 5. Cyomodocea serrulata
Sumber : Den Hartog (1970)
12
5. Halodule uninervis
Halodule uninervis (Gambar 6) banyak ditemukan disubstrat berpasir dan
mampu tumbuh pada daerah pasang surut yang umumnya mempunyai tekanan
hidrodinamika yang cukup dinamis. Halodule uninervis hidup di kedalaman 8-10
meter, sedangkan Halodule pinifolia hidup pada kedalaman 1-2 meter, dan Halodule
uninervis merupakan salah satu makanan kesukaan duyung (Tjandra 2011).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Halodule
Jenis : Halodule uninervis
(Nur 2011) Gambar 6. Halodule uninervis
Sumber : Den Hartog (1970)
Halodule uninervis mempunyai panjang ruas rimpang berkisar antara 0,5-4
cm yang setiap cincin ruas terdapat satu sampai enam akar dan tegakan yang terdiri
dari dua sampai tiga daun. Panjang daun 6-15 cm dan lebar 1-3,5 mm, sedangkan
panjang seludang daun 1-3,5 cm. Pada ujung daun terdapat dua gigi yang terletak
pada samping daun dan sebuah gigi yang merupakan ujung tulang daun (inzet)
(Susetiono 2007).
6. Halophila ovalis
Halophila ovalis (Gambar 7) disebut juga lamun sendok atau lamun dayung.
Banyak ditemukan pada berbagai substrat mulai dari pasir lumpuran sampai pada
substrat berkerikil. Tersebar mulai dari daerah pasang surut sampai pada kedalaman
10-12 (Tjandra 2011).
13
Klasifikasi :
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Halophila
Jenis : Halophila ovalis
(Nur 2011) Gambar 7. Halophila ovalis
Sumber : Den Hartog 1970
Halophila ovalis mempunyai lebar rimpang mencapai 2,2 mm. Helaian daun
berbentuk oval dan panjang 1-4 cm, seluruh bagian tepi daun rata, bagian atas
membulat, pangkal bawah beragam mulai membulat sampai dengan meruncing. Urat
daun sebanyak 10-25 pasang yang berpangkal pada tulang daun dengan membentuk
sudut 450-60
0 (Susetiono 2007).
7. Thalassia hemprichii
Thalassia hemprichii (Gambar 8) mempunyai rimpang agar membulat, daun
tebal dan agak melengkung. Bunga jantan mempunyai tangkai pendukung pendek,
yaitu sekitar 3 cm. Sedangkan bunga betina tangkai pendukungnya lebih pendek,
yaitu berkisar antara 1-1,5 cm dan buahnya terbagi dalam 8-20 keping yang tidak
beraturan . Umumnya hidup berdampingan dengan jenis lamun lainnya, seperti
Enhalus acoroides, tetapi bila mendominasi selalu membentuk kelompok vegetasi
yang rapat (Susetiono 2007).
14
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Thalassia
Jenis : Thalassia hemprichii
(Nur 2011) Gambar 8. Thalassia hemprichii
Sumber : Den Hartog (1970)
8. Halophila minor
Halophila minor (Gambar 9) mempunyai daun yang mirip dengan Halophila
ovalis tetapi lebih kecil (0,7-1,4 cm) dan jumlah urat daun juga lebih sedikit (3-8
pasang). Rimpang tipis dan mudah patah. Mampu hidup di perairan yang berlumpur.
Halophila minor tidak pernah hidup berdampingan dengan lamun Enhalus Acoroides
yang predominan, tetapi hidup berdampingan dengan vegetasi lamun yang tidak
menutup penuh permukaan sedimen, seperti jenis Halophila ovalis, Syringodium
isoetifolium, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata (Susetiono 2007).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Halophila
Jenis : Halophila minor
(Nur 2011) Gambar 9. Halophila minor
Sumber : Den Hartog (1970)
15
9. Thalassadendron ciliatum
Thalassadendron ciliatum (Gambar 10) mempunyai rimpang dengan ruas-
ruas yang panjangnya 1,5-3,0 cm. Tegakan batang mencapai 10-65 cm. Daun-
daunnya berbentuk seperti pita. Akar dan rimpangnya sangat kuat sehingga sangat
cocok untuk hidup pada berbagai tipe sedimen termasuk di sekitar bingkahan batuan
karang. Thalassadendron ciliatum banyak ditemukan pada dasar perairan yang
cekung dan berdekatan dengan daerah tubir terumbu karang (Susetiono 2007).
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Thalassodendron
Jenis : Thalassodendron ciliatum
(Nur 2011) Gambar 10. Thalassadendron ciliatum
Sumber : Den Hartog (1970)
10. Halodule pinifolia
Halodule pinifolia (Gambar 11) mempunyai ruas-ruas rimpang mempunyai
kisaran panjang 1-3 cm dan setiap cincin ruas terdapat 2-3 akar dan tegakan yang
langsung dimulai dengan daun sebanyak 2-4 helai. Panjang daun 5-20 cm dan lebar
0,6-1,2 cm, panjang seludang daun 1-4 cm. Ujung daun Halodule pinifolia membulat
disertai gerigi halus dan ujung tulang daun terbelah membentuk huruf “V”. Hidup di
substrat pasir berlumpur bersamaan dengan lamun jenis lainnya (Susetiono 2007).
16
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Potamogetonaceae
Marga : Halodule
Jenis : Halodule uninervis
(Nur 2011) Gambar 11. Halodule pinifolia
Sumber : Den Hartog (1970)
11. Halophila spinulosa
Bentuk daunnya bulat-panjang menyerupai pisau wali, memiliki 4-7 pasang
tulang daun. Daun dapat berpasangan sampai 22 pasang, serta memiliki tangkai yang
panjang.
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Halophila
Jenis : Halophila spinulosa
(Nur 2011) Gambar 12. . Halophila spinulosa
Sumber : Den Hartog (1970)
17
12. Halophila decipiens
Bentuk daunnya bulat-panjang dan menyerupai pisau wali. sama halnya
dengan Halophila spinolosa dan Halophila minor. Pinggiran daun seperti gergaji,
daun membujur seperti garis dengan panjang 50 – 200mm.
Klasifikasi
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Helobiae
Suku : Hydrocharitaceae
Marga : Halophila
Jenis : Halophila decipiens
(Nur 2011) Gambar 13. . Halophila decipiens
Sumber : Den Hartog (1970)
2.4 Parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan lamun
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengontrol
kehidupan dan penyebaran organisme dalam suatu perairan. Perubahan suhu perairan
akan mempengaruhi proses-proses biologis yang terjadi di dalam air, yang pada
akhirnya mempengaruhi aktivitas biologis di dalamnya (Abel 1989). Suhu perairan
merupakan salah satu faktor lingkungan penting yang mempengaruhi lamun. Suhu
bersama dengan salinitas dalam mengontrol densitas air laut. Berwick (1983)
menyatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi spesies lamun berkisar antara 280-30
0C,
sedangkan untuk fotosintesis, lamun membutuhkan suhu optimum anatara 250-35
0C.
Perubahan suhu air dapat mempengaruhi proses-proses biokimia, ketersediaan
unsur hara, penyerapan unsur hara, translokasi larutan dalam tubuh lamun, panjang
daun dan faktor fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Proses-
proses fisiologi tersebut akan menurun tajam apabila temperatur perairan berada di
18
luar kisaran suhu optimal. Kondisi suhu perairan pesisir pada umumnya selalu
berfluktasi karena adanya pengaruh oseanografi lautan seperti pasang surut dan
pengaruh daratan, berupa masukan massa air. Pada saat surut, suhu perairan relative
lebih tinggi dibandingkan dengan saat pasang. Oleh karena itu organism perairan
pesisir umumnya mampu mentolerir perubahan suhu tinggi (Argadi 2003).
2. Kecepatan Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh
tiupan angin, perbedaan densitas air laut dapat disebabkan oleh gerakan periodik
jangka panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang ini
antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut (pasut). Arus yang disebabkan
oleh pasang surut biasanya banyak diamati diperairan teluk dan pantai (Nontji 1987)
Keadaan arus air laut umumnya terjadi akibat pengaruh beberapa gaya yang
bersamaan, terdiri dari arus tetap, arus priodik akibat pasang surut dan arus angin.
Bagi padang lamun, kecepatan arus mempunyai pengaruh yang nyata. Produktivitas
padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus perairan.. Lamun jenis
Turtle Grass mempunyai kemampuan maksimal menhasilkan produktifitas optimal
pada saat kecepatan aus berkisar 0,5 m/detik (Berwick 1983). Pada daerah yang
arusnya cepat, sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus. Hal
ini menunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus
sehingga mengurangi transpor sedimen (Berwick 1983).
3. Kecerahan
Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan
air pada kedalaman tertentu. Kecerahan perairan sangat berhubungan erat dengan
proses fotosintesis. Nilai kecerahan berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan dan
sebaliknya.Semakin tinggi nilai kecerahan, semakin besar pula tingkat penetrasi
cahaya ke kolam air. Secara kualitatif banyaknya chaya matahari yang masuk ke
19
dalam perairan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk memperkirakan besarnya
fotosintesis yang tejadi di perairan tersebut (Argadi 2003).
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan
proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa
distribusi padang lamun hanya terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam, tetapi
pengamatan di lapangan menunjukan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih
ditemukan hingga kedalaman 90 meter, jika cahaya matahari masih ada pada
kedalaman ini (Dahuri 2003).
4. Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam substrat, mulai dari lumpur sampai
sedimen yang terdiri dari 40% endapan lumpur halus. Kedalaman substrat berperan
dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal, yaitu pelindung tanaman dari
arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang
cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat
lamun (Dahuri 2003).
Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori
berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur,
lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara 1997).
Lamun tumbuh pada rataan terumbu dan paparan terumbu yang didominasi oleh
sedimen karbonat (pecahan karang dan pasir koral halus), teluk dangkal yang
didominasi oleh pasir hitam terrigenous dan pantai intertidal datar yang didominasi
oleh lumpur halus terrigenous (Erftemeijer 1993).
5. Kedalaman
Kedalaman merupakan faktor fisika yang berhubungan dengan banyaknya
volume air yang masuk dalam sebuah perairan. Pengaruh kedalaman berhubungan
dengan kecerahan dan arus perairan.Padang lamun membutuhkan penetrasi cahaya
yang cukup agar dapat melakukan fotosintesis (Berwick 1983).
20
Sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman 1 sampai dengan 10
meter. Di perairan dangkal lamun dapat tumbuh dengan baik karena adanya
kecerahan yang baik, untuk padang lamun melakukan fotosintesis. Padang lamun
biasanya sangat mirip dan bahkan menyerupai padang rumput di daratan dan hidup
pada kedalaman yang relatif dangkal (1-10 meter) kecuali beberapa jenis seperti
Halodule sp., Syringodium sp. dan Thalassodendrum sp., yang juga di temukan pada
kedalaman sampai dengan 20 meter dengan penetrasi cahaya yang relatif rendah. Ada
Jenis Halophila yang di temukan pada kedalaman 90 meter (Den Hartog 1970).
6. Salinitas
Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut di dalam air. Sebaran
salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,
curah hujan, dan aliran sungai (Nontji 1987). Salinitas merupakan salah satu variable
yang menentukan kehidupan organisme akuatik pada umumnya dan lamun pada
khusunya, terutama berkaitan dengan keseimbangan osmotik antara lamun dengan
medium air lingkungannya (Berwick 1983).
Spesie lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda-beda terhadap
salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu anatara 10 0/oo
dan 40 0/oo.Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35
0/oo. Salah satu
faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya
salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (Dahuri,
2003).
7. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air.
Oksigen terlarut dalam air, berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau
tanaman air lainnya serta difusi dari udara (Argadi 2003). Oksigen terlarut merupakan
kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan air.Konentrasi oksigen terlarut
yang rendah mengakibatkan biota air mati.Oksigen terlarut merupakan unsur penting
21
yang sangat dioerlukan dalam respirasi dan aktivitas biologi lainnya. Oksigen yang
ada di sedimen juga akan dipakai dalam siklus nitrogen di padang lamun oleh bakteri
nitrifikasi (Argadi 2003).
Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman
tergantung pada pencampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis,
respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Hilangnya oksigen
diperairan terjadi akibat proses respirasi tumbuhan dan hewan, serta aktivitas mikroba
dalam mengoksidasi bahan organik. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami
biasanya kurang dari 10 mg/L (Effendi 2003). Kualitas air dapat digolongkan
berdasarkan kandungan oksigen terlarut (Tabel 1).
Tabel 1. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut
Golongan Oksigen Terlarut (ppm) Kualitas Air
I ≥ 8 atau pernah terjadi walaupun dalam
jangka waktu yang sangat pendek Sangat baik
II ± 6 Baik
III ± 4 Kritis
IV ± 2 Buruk
V < 2 Sangat buruk
Sumber : Schmitz (1971) dalam Effendi (2003)
8. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+)
yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik
tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1993).
Menurut Nybakken (1992), kisaran pH yang optimal untuk kisaran air laut
adalah 7,5-8,5. Menurut Beer, Esel dan Waisel (1997) in Philip dan Menez (1988),
kisaran pH yang baik bagi lamun adalah pada saat pH air laut normal yaitu 7,5-8,5
22
karena pada saat tersebut ion bikarbonat yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis
oleh lamun dalam keadaan melimpah.
9. Kandungan Amonia
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Amonia
banyak digunakan dalam proses produksi industri bahan kimia (asam nitrat, amonium
fosfat, dan amonium nitrat, dan amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan
kertas (pulp dan paper). Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses
volatilisasi karena tekanan parsial ammonia dalam larutan meningkat dengan semakin
meningkatnya pH (Effendi, 2003)
Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu
perairan. Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi.
Sebaliknya, pada pH lebih besar dari 7, amonia tidak terionisasi yang bersifat toksik
(Novotny dan Olem, 1994).
Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l (McNeely
et.al., 1979). Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/l, perairan bersifat toksik bagi
ikan. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan
organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk
pertanian (Sawyer dan McCartym 1978).
2.5 Fungsi Ekologi Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas primernya.
Pada ekosistem lamun hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea,
molluska (Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.), Echinodermata (Holothuria sp.,
Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing (Polichaeta)
(Bengen, 2001).
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di
laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai
peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut
23
dangkal, menurut hasil penelitian diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan
perairan laut dangkal sebagai berikut :
1. Produsen Primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan
dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang
(Hutomo, et al., 1993 dalam Ardhani, 2010). Lamun memiliki peranan penting bagi
kehidupan di laut, sebagai produsen primer serta penyusun habitat dan ekosistem
yang menyangga kehidupan dan proses di terumbu karang dan di mangrove atau
daratan pantai. Sistem perakaran rhizome lamun dapat menstabilkan sedimen dan
daun lamun dapat mengurangi kecepatan arus. Bagi invertebrata kecil dan ikan,
padang lamun merupakan tempat berlindung, mencari makan, dan tempat memijah
(Hemminge dan Duarte, 2000).
Padang lamun memberikan sumbangan terhadap produktifitas terumbu
karang. Serasah yang diproduksi oleh lamun diduga membantu meningkatkan
kelimpahan fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton dan zooplankton selanjutnya
akan dimakan oleh karang dan segenap biota pemakan atau penyaring yang hidup di
habitat tersebut. Energi yang dikeluarkan oleh lamun ditransfer ke ekosistem terumbu
karang. Interaksi antara tiga ekosistem laut dangkal yaitu terumbu karang, lamun, dan
mangrove dapat dilihat pada Gambar 5.
24
Gambar 14. Bentuk interaksi antara tiga ekosistem bahari
(terumbu karang, mangrove, padang lamun)
Sumber : Ogden dan Gladfelter (1983) in Bengen (2001)
2. Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai
hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds)
dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan mencari makanan untuk
berbagai jenis ikan herbivora dan ikan– ikan karang (coral fishes) (Kikuchi and Peres,
1977).
Menurut Kikuchi and Peres (1973), komunitas hewan mempergunakan
padang lamun sebagai habitatnya, tempat memijah dan mencari makan. Komunitas
hewan yang hidup di padang lamun membentuk empat kategori struktur dan cara
hidup di padang lamun, yaitu :
1. Komunitas biota yang hidup pada daun hijau (segar) lamun (epifit, mikro-
meiofauna).
2. Komunitas biota yang menempel pada rimpang (rhizome) lamun ( polikhaeta,
krustacea, molluska. echinodermata).
25
3. Komunitas biota yang bergerak atau berenang di bawah daun lamun (ikan dan
cumi).
4. Komunitas biota yang hidup dalam sedimen (bivalvia dan polikhaeta).
3. Penahan dan Pengikat Sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus
dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan
dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun berfungsi sebagai penahan
sedimen untuk mencegah erosi (Gingsburg and Lowestan 1958).
Padang lamun memainkan peranan penting dalam stabilitas substrat dan
melindungi dasar perairan dari erosi. Daun lamun yang lebat dapat memperlambat
gerakan air (dapat meredam arus) yang disebabkan oleh arus dan ombak, serta
menyebabkan perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar
lamun dapat menahan dan menangkap sedimen, sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar perairan. Dengan demikian ekosistem ini bertindak pencegah
erosi dan pengikat sedimen (Argadi 2003).
Rimpang dan akar lamun mengikat dan menggabungkan sedimen, sehingga
meningkatkan stabilitas di permukaan dibawahnya dan pada saat yang sama
menjadikan air lebih jernih (Hutomo dan Azkab 1987). Lamun dapat menstabilkan
endapan atau hamparan pasir dan menyebabkan perairan menjadi tenang. Ketika
sedimen halus tersebut ke bawah dan berada diantara akar, sedimen tersebut tidak
dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan arus dan ombak (Gingsburg and Lowenstan,
1958).
4. Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan
elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya berupa zat-zat hara yang
dibutuhkan oleh lamun untuk pertumbuhannya (Argadi 2003).
26
Padang lamun di perairan tropis mempunyai sistem yang mandiri (self
sustainable system), artinya unsur hara N dan P yang dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan sebagian besar berasal dari dalam lingkungan perairan sendiri (Argadi
2003). Daur yang terjadi pada sedimen padang lamun, merupakan sumber utama
yang akan menunjang kebutuhan hara yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Hal
ini terjadi karena adanya aktivitas proses-proses biogeokimia oleh mikroba yang
dapat menghancurkan berbagai bentuk bahan organic menjadi mineral-mineral yang
mudah dimanfaatkan lamun (Argadi 2003).
Lamun dapat menyerap karbon dari air melalui daun dan dari sedimen melalui
akar (Philips dan Menez 1988).Fosfat yang diserap oleh daun-daun lamun dapat
bergerak sepanjang helai daun. Fosfat diserap oleh akar lamun dari celah-celah
sedimen, kemudian dialirkan ke daun dan selanjutnya dipindahkan ke perairan
sekitarnya lamun (Argadi 2003).
Beberapa jenis algae biru-hijau, yang bersifat epifit pada Thallasia,
memfiksasi nitrogen dan menyebabkan nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk
ke hospesnya (Argadi 2003) dan kemudian nitrogen yang diserap oleh akar akan
ditranslokasikan ke daun.
2.6 Dampak Kegiatan Industri Terhadap Ekosistem Padang Lamun
Menurut Bengen (2001), banyak kegiatan atau proses dari alam atau aktivitas
manusia yang mengancam kelangsungan hidup ekosistem lamun, seperti :
Kegiatan dampak potensial
1. Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal
estate pinggir laut, pelabuhan, industri, dan saluran navigasi.
2. Pencemaran limbah industri, seperti : logam berat dan senyawa
organoklorin.
3. Pembuangan sampah organik, seperti : pencemaran limbah pertanian dan
pencemaran minyak.
27
Perusakan total pada padang lamun
1. Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan.
2. Dampak sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air.
3. Penurunan kandungan oksigen terlarut.
4. Dapat menjadi eutrofikasi yang mengakibatkan blooming dan perifiton
yang menenmpel di daunlamun dapat meningkatkan kekeruhan yang dapat
menghalangi cahaya matahari.
5. Terjadinya akumulasi logam berat pada padang lamun melalui proses
biological magnification.
6. Pencemaran peptisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan
padang lamun.
7. Pencemaran yang berasal dari pupuk dapat mengakibatkan eutrofikasi.
8. Lapisan minyak pada daun lamun dapat menghalangi proses fotosintesis.