Upload
hoangkhanh
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keseimbangan
2.1.1 Pengertian Keseimbangan
Keseimbangan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan individu dalam
melakukan gerak yang efektif dan efisiensi selain fleksibilitas (fleksibility),
keoordinasi (coordination), kekuatan (power) dan daya tahan (endurance).
Keseimbangan yang baik akan memungkinkan seseorang melakukan aktivitas
atau gerak yang efektif dan efisien dengan risiko jatuh yang minimal. Dimana
tubuh mampu mempertahankan posisinya dalam melawan gravitasi dan faktor
eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak
(Bowolaksono, 2013).
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik
statis maupun dinamis ketika tubuh ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto,
2003). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam
menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah
posisi. Statis equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan
pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas
balance board. Dinamik equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas
10
yang terbatas, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan
yang merupakan bagian kehidupan sehari-hari (Huxham dkk, 2001).
Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem
somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal,
otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap
respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur
meliputi basal ganglia, cerebellum, dan area assosiasi (Batson, 2009).
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas
dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak (Abrahamova dan Hlavacka,
2008).
2.1.2 Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis
yang merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center
of Gravity (COG) tidak berubah atau menjaga kesetimbangan pada posisi tetap.
Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki menggunakan papan
keseimbangan, dan 2) Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah atau kemampuan
untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak pada landasan yang
bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan tubuh ke dalam kondisi
yang tidak stabil, contoh keseimbangan dinamis yaitu saat berjalan atau bergerak
dari satu tempat ke tempat lain (Delitto, 2003).
Tubuh manusia memiliki semua komponen yang bisa membuatnya bergerak
bebas dan berfungsi baik salah satunya komponen keseimbangan dan stabilisasi
11
dalam gerak dan fungsi. Namun saat ini banyak masyarakat yang sehat maupun
yang sakit sering mengalami gangguan gerak dan fungsi. Keseimbangan dan
stabilisasi dinamis sangat berhubungan dalam setiap gerakan salah satunya
gerakan melompat, dimana dalam melompat ada beberapa unsur yang diperlukan
yaitu kecepatan, kekuatan otot tungkai (power otot), keseimbangan dan stabilisasi
dinamis. Manusia dan gerak yang tak terpisahkan menunjukkan betapa pentingnya
peran keseimbangan dinamis pada tubuh manusia untuk mendukung aktivitas
hariannya (Bowolaksono, 2013).
2.1.3 Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan
postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan
sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Banyak
komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan
reaksi keseimbangan. Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot,
kapsul sendi dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan
akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Bagian paling penting
adalah proprioception yang bertugas menjaga keseimbangan (Brown dkk, 2006).
Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan dari sistem visual,
vestibular dan sensorimotor yang masing-masing memainkan peran penting
dalam menjaga stabilitas postural. Informasi yang berguna untuk alat
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor vestibuler, visual dan
propioseptik. Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama ada di inti
12
vertibularis yang menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler.
Cerebellum selain merupakan pusat integrasi kedua juga merupakan pusat
komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah
lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di
vestibuloserebeli. Selain cerebellum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di
pusat memori prefrontal korteks cerebri (Batson, 2009).
Integrasi sensorik, motorik dan komponen pengolahan yang terlibat dalam
mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak. Sistem
sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang
terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat
dalam struktur setiap sendi. Bagian yang bertanggung jawab untuk proprioception
umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen dan kapsul sendi sementara tekanan
reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Rieman dkk, 2002). Menurut
Sherwood (2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika
reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima
masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan
reseptor di kanalis semikularis dan organ otolith (yaitu organ yang mengandung
sel rambut dan sel penyangga yang ditutupi oleh suatu membran yang pada
permukaannya tertanam kristal-kristal kalsium karbonat atau otolith) menerima
masukan vestibular (Brown dkk, 2006).
Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima disalurkan ke nukleus
vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi proses di cerebellum dan
dari cerebellum informasi disalurkan kembali ke nukleus vestibularis. Terjadilah
13
output atau keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa
pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan. Keluaran ke neuron
motorik otot mata eksternal berupa kontrol gerakan mata dan keluaran ke sistem
saraf pusat (SSP) berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika
berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan yang optimal
(Hanes DA dkk, 2006).
INFORMASI SENSORI INTEGRASI INFORMASI
INFORMASI MOTORIK KESEIMBANGAN
Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan
Sumber : Hanes DA dkk, 2006
Sistem indera yang bekerja secara bersamaan juga berperan menjaga
keseimbangan tubuh, jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan
terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance). Sistem indera yang
Vestibular Equilibrium Kesadaran Rotasi Garis perpindahan
Visual penglihatan
Proprioseptif Sentuhan
Cerebellum berkoordinasi dan mengatur postur, gerak, dan keseimbangan Cortex cerebral berkontribusi penuh pada proses berpikir dan mengingat
Batang otak Menggabungkan dan memisahkan informasi sensori
Refleks Vestibulo-ocular
Impuls Motorik Untuk mengontrol gerakan mata
Impuls Motorik Untuk penyesuaian postur
KESEIMBA-NGAN
14
berperan mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular dan
somatosensoris (tactile dan proprioceptive) (Hanes DA dkk, 2006).
1. Sistem Vestibular
Secara sederhana, sistem vestibular merupakan sebuah sistem yang
bertanggungjawab terhadap orientasi tubuh dalam ruang, baik saat kita sedang
duduk, berdiri, tidur dan lain sebagainya. Sistem vestibular berperan penting
dalam keseimbangan, gerakan kepala dan gerak bola mata. Sistem vestibular
meliputi organ-organ di telinga bagian dalam dan berhubungan dengan sistem
visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala.
Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan
keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi dan trauma kepala atau leher dapat
menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka
mengontrol gerak mata terutama ketika melihat obyek yang bergerak.
Kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular
yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju
langsung ke nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis,
thalamus dan korteks serebri.
15
Gambar 2.2 Sistem Vestibular
Sumber : Komala, 2014
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, formasi
(gabungan reticular) dan cerebellum. Hasil dari nukleus vestibular menuju ke
motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot
punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat
sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan
mengontrol otot-otot postural (Watson dkk, 2008).
2. Sistem Visual
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata melakukan hal
sederhana yaitu mengetahui apakah lingkungan sekitarnya terang atau gelap.
Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan
terus berkembang sesuai umur dan mata akan membantu agar tetap fokus pada
titik utama untuk mempertahankan keseimbangan serta sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan merupakan sumber
16
utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan
memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak
sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata
menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010).
Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadi di lingkungan sehingga sistem visual langsung
memberikan informasi ke otak, kemudian otak memberikan informasi agar
sistem musculoskeletal (otot dan tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh (Prasad dkk, 2011).
Gambar 2.3 Sistem Visual
Sumber : Prasad And Galleta, 2011
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi
terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan
kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan,
2010).
17
3. Sistem Somatosensoris
Sistem Somatosensoris mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling
berhubungan antara satu sama lain yang mana sistem somatosensori memiliki
tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (pertama, kedua
dan ketiga).
a. Primer Neuron (pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion di
dalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher),
dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf
trigeminus atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya.
b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan
brain stem dan memiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi
berlawanan di medulla spinalis dan brain stem. Akson dari banyak neuron
berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior Nucleus atau VPN) dan
yang lainnya pada sistem retikuler dan cerebellum.
c. Third neuron (ketiga) dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron
ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus
postcentralis dari lobus parietal.
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang
terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas
sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception dan nociception (nyeri).
Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi,
organ serta sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak
melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)
18
proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks
serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Irfan, 2010).
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian
bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi.
Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di
sinovial dan ligamentum. Impuls alat indra dari reseptor raba di kulit dan
jaringan lain serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi
tubuh dalam ruang (Irfan, 2010).
Gambar 2.4 Sistem Somatosensori
Sumber : Jensen dan Eric, 2005
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan
Keseimbangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang
berperan mempengaruhi keseimbangan tubuh manusia adalah :
1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda
baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah
19
benda tersebut. Fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan
massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh
titik ini sehingga tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan
postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah dan akan menyebabkan
gangguan keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah
secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat. Jika center of gravity
terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang, jika berada
diluar tubuh maka tubuh akan menjadi unstable. Pusat gravitasi adalah titik
utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata.
Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.
Titik berat tubuh manusia terletak kira-kira setinggi sepertiga bagian atas
tulang sacrum, kalau tubuh dalam posisi berdiri tegak. Semakin rendah atau
dekat letak titik berat ini terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau
stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring titik berat tubuh akan rendah, yakni
letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri
atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih mantap
dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri. Derajat stabilitas tubuh
dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi
dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan
bidang tumpu, serta berat badan (Bishop dan Hay, 2009).
2. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal
melalui pusat gravitasi. Garis ini adalah garis vertikal yang melalui titik pusat
20
bidang tumpuan. Garis ini sering disebut garis gaya gravitasi. Derajat stabilitas
tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan
base of support (bidang tumpu). Semakin dekat letak garis berat ini dengan
titik pusat bidang tumpuan, apalagi melaluinya, akan semakin stabil posisi
tubuh.
Gambar 2.5 Garis Gravitasi
Sumber : Dhaenkpedro, 2009
Dalam posisi berdiri garis gravitasi tubuh ini akan melalui pusat graviatsi dan
juga titik pusat bidang tumpuan, olah sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil
dibandingkan dengan posisi badan yang condong ke depan, belakang atau
samping. Letak garis gravitasi berubah-ubah sesuai dengan bergesernya titik
berat ke arah depan, belakang atau samping. Bila tubuh bagian atas (kepala
dan dada) menjulur ke depan, maka pusat gravitasi tubuh akan berpindah ke
depan dan dengan sendirinya garis gravitasi juga akan bergeser ke depan. Oleh
21
sebab itu ada usaha dari tubuh untuk menggeser letak pusat gravitasi dan
dengan sendirinya garis gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang atau
mendekati titik pusat bidang tumpuan, caranya dengan menarik bagian badan
lainnya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan
(Irfan, 2010).
3. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan
dengan permukaan tumpu. Permukaan tumpu adalah dasar tempat bertumpu
atau berpijak tubuh baik di lantai, tanah, balok, kursi, meja, tali atau tempat
lainnya. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam
keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu.
Gambar 2.6 Bidang Tumpu (Base of Support-BOS)
Sumber : Dhaenkpedro, 2009
Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri
dengan kedua kaki tubuh akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki
atau saat posisi berbaring tubuh dalam posisi stabil atau mantap dibandingkan
22
dengan posisi duduk atau berdiri. Sebab bidang tumpu hanya selebar
pinggul/pantat dan tungkai (bersila) atau sebesar kedua telapak kaki saja. Jika
berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpunya kecil, hanya seluas telapak kaki.
Apalagi bila sedang melompat, dalam posisi melayang jelas tidak ada bidang
tumpuan sehingga keseimbangan tubuh akan goyang atau labil. Semakin luas
dan dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin
tinggi (Wen Chang Yi dkk, 2009).
4. Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot menghasilkan
tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun
secara statis. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus cukup kuat
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk
melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus
menerus mempengaruhi posisi tubuh. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi
otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi
dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas
sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor
dan lain sebagainya (Kuntarti, 2006).
23
Gambar 2.7 Kontraksi dan Relaksasi Otot
Sumber : Kuntarti, 2006
5. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang
yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan keseimbangan dimana
menurut Pate (1993), benda dengan masa yang lebih besar mempunyai
keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih
ringan. Benda-benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar
dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi dan pendek atau
berat dan ringannya seseorang, letak titik berat yang mempengaruhi
keseimbangan akan berbeda. Untuk mengetahui bentuk atau proporsi tubuh,
dilakukan penghitungan indeks IMT yaitu melalui rumus berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). WHO (2004)
menetapkan kriteria IMT Western Asia Pasifik yaitu sebagai berikut :
24
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik
Sumber: WHO, 2004
Klasifikasi BMI(kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obese I 25- 29,9
Obese II ≥30,00
6. Jenis Kelamin
Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan terkait
pengaruh jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh
berdasarkan jenis kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya
perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi
badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya.
Pada wanita letak titik beratnya rendah karena panggul dan paha wanita relatif
lebih berat dan tungkainya pendek (Soedarminto, 1992).
7. Umur
Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anak-anak
letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih besar dari
kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan
tubuh, dimana semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan
semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011).
25
8. Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)
Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS
tahun 2013, gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang
dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam
menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurang
aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan
secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO,
2010). Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri
pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia
lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik. Pada usia remaja yang
berlangsung antara 12 sampai 23 tahun, remaja mengalami banyak
perkembangan dari berbagai aspek khususnya perkembangan keseimbangan
(Depkes RI, 2008).
2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.2.1 Pengertian IMT
IMT merupakan indikator untuk mengetahui status gizi tubuh. IMT
merupakan suatu alternatif tindakan pengukuran lemak tubuh yang murah dan
metode skrining berat badan yang mudah dilakukan. IMT tidak mengukur lemak
tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi
dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung seperti underwater weighing dan
dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn, 2009). IMT adalah cara
26
termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa
lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang
mempunyai risiko komplikasi medis (Pudjiadi dkk, 2010).
Keunggulan utama IMT yaitu menggambarkan lemak tubuh yang
berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian dengan populasi
berskala besar serta pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB), yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan sedikit latihan.
Keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak
dan berat dari otot atau tulang. Selain itu, IMT yang merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa tidak bisa digunakan
untuk anak-anak, bayi baru lahir dan wanita hamil khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Namun dengan menggunakan IMT
dapat diketahui apakah berat badan seseorang termasuk dalam kategori normal,
kurus atau gemuk (Paramurthi, 2014).
2.2.2 Cara Menghitung IMT
IMT atau yang juga disebut indeks Quatelet, pertama kali ditemukan oleh
seorang ahli matematika Lambert Adolphe Jacques Quatelet. IMT adalah bentuk
pengukuran komposisi tubuh yang paling umum dan sering digunakan sebagai
petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks Quatelet
(berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter).
Cara menghitung IMT atau indeks Quatelet adalah sebagai berikut :
IMT =
27
Dalam menentukan kriteria proporsi tubuh seseorang, IMT merupakan parameter
yang paling banyak dipakai. Karena apabila dibandingkan dengan tabel tradisional
yang membandingkan langsung tinggi badan dan berat badan, pengukuran dengan
IMT berkorelasi kuat dengan jumlah lemak total dalam tubuh manusia yang
menggambarkan berat seseorang. Selain itu, IMT juga bisa digunakan dalam
menggambarkan secara kasar komposisi tubuh walaupun tidak disertai dengan
nilai kontribusi berat dari lemak dan otot (Paramurthi, 2014).
2.2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
IMT diintrepetasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang
sama untuk semua umur bagi pria dan wanita yang berusia 18 tahun ke atas. Nilai
dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin.
Klasifikasi IMT dapat dilakukan berdasarkan pengelompokan berbagai lembaga.
Terdapat perbedaan kategori antara kriteria WHO (Tabel 1) dan kriteria Asia
Pasifik (Tabel 2). Kriteria Asia Pasifik digunakan untuk orang-orang yang berada
di daerah Asia, karena IMT orang Asia lebih kecil 2-3 kg/m2
dibandingkan dengan
orang Afrika, Eropa, Amerika ataupun Australia (Ekky M, 2013).
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Sumber : WHO, 2004
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,50 – 24,99
Overweight 25,00 – 29,99
Obesitas >30,00
28
Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik
Sumber : WHO, 2004
Klasifikasi BMI(kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obese I 25- 29,9
Obese II ≥30,00
Pengklasifikasian IMT yang ditetapkan WHO secara umum terbagi atas 4 kategori
yaitu: underweight, normal, overweight dan obesitas. Klasifikasi ini juga diatur
berdasarkan tempat dan kondisi individu di tempat tersebut.
1. Underweight
IMT dikategorikan kurus atau underweight jika pembagian berat per kuadrat
tinggi <18,5 kg/m2. Penyebabnya rata-rata dikarenakan konsumsi energi lebih
rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh
dalam bentuk lemak akan digunakan. Kerugiannya jika seseorang masuk
dalam kategori ini antara lain : penampilan cenderung kurang menarik, mudah
letih, risiko sakit tinggi (beberapa risiko sakit yang dihadapi antara lain
penyakit infeksi, depresi, anemia serta diare) dan wanita kurus yang hamil
mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Individu yang kurus berisiko tinggi untuk kekurangan gizi. Berat badan dapat
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan dapat menyebabkan
kemandulan atau menstruasi tertunda pada wanita. Hal ini juga dapat
29
menyebabkan kelelahan, lekas marah dan kurangnya konsentrasi, serta
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melakukan thermoregulate sendiri.
Karena respon imun menurun, individu underweight kurang tahan terhadap
infeksi dan penyakit. Untuk mendapatkan berat yang diinginkan disarankan
untuk makan teratur agar berat yang tepat dapat tercapai. Hal ini dapat dicapai
dengan konsisten meningkatkan asupan makanan kalori padat, lebih sering
makan dan minum cairan antara waktu makan ketimbang dengan makanan
(Bonci, 2004).
2. Normal
IMT masuk ketegori normal jika pembagian berat per kuadrat tinggi antara 18-
24,99 kg/m2. Kategori ini bisa diwujudkan dengan mengkonsumsi energi
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi
penimbunan energi dalam bentuk lemak maupun penggunaan lemak sebagai
sumber energi (Meutia, 2005).
3. Overweight
Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight) terjadi akibat
mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab
terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini belum
dapat dijelaskan secara pasti. Metabolisme energi di dalam tubuh manusia
diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan meningkatnya
penyimpanan energi atau yang mendorong pemakaian energi (Meutia, 2005).
Pemakaian energi tubuh diatur dalam keadaan seimbang. Bila energi yang
masuk lebih besar dari energi yang keluar, maka kelebihan energi tersebut
30
akan disimpan dalam jaringan lemak. Peningkatan berlebihan jaringan lemak
pada otot dan jaringan skeletal didefinisikan sebagai overweight (Dorland,
2002). Overweight dikatakan jika seseorang memiliki IMT 25,00–29,99
kg/m2. Overweight adalah keadaan yang hampir mendekati obesitas, selain itu
kondisi overweight juga sering disebut dengan kondisi pre-obese (WHO,
2010).
4. Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai keadaan dimana adanya peningkatan yang
sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas menurut
WHO adalah akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang
berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan pada seseorang. Kondisi
dimana lemak tubuh telah menumpuk sehingga menimbulkan efek buruk pada
kesehatan (Nurmalina, 2011). Obesitas berpotensi menjadi faktor primer kasus
degeneratif dan sindrom metabolik. Beberapa studi menunjukkan bahwa
obesitas adalah faktor risiko yang paling tinggi untuk penyakit jantung,
diabetes melitus, beberapa jenis kanker, tekanan darah tinggi, gangguan sendi
dan tulang (degeneratif), gangguan fungsi ginjal, pada wanita dapat
mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur) dan faktor penyulit pada
saat persalinan. Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara
berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan
kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan
menengah khususnya di perkotaan (World Health Organization, 2010).
31
2.2.4 Kekurangan dan Kelebihan IMT
IMT merupakan salah satu parameter yang dapat dipercayai untuk
mengukur lemak tubuh. Namun, IMT sendiri memiliki beberapa kekurangan atau
keterbatasan dan kelebihan sebagai parameter pengukuran lemak tubuh.
Kekurangan atau keterbatasan IMT saat diterapkan diantaranya adalah:
1. Pada kelompok bangsa : tidak cukup akurat karena harus dimodifikasi
mengikuti kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0
kg/m2 berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi
27,5 kg/m2 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti
Cina, India, dan Melayu (Centre for Obesity Research and Education, 2007).
IMT tidak membedakan antara gender, ras, atau etnis. Dua orang dengan IMT
yang sama mungkin punya risiko kesehatan yang berbeda karena gender atau
faktor genetik. Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin
tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada
semua ras atau kelompok etnis (Koski, 2001).
2. Pada anak-anak : tidak akurat karena dengan seiring pertumbuhan dan
perkembangan tubuh badan seseorang jumlah lemak tubuh akan berubah.
Laki-laki dan perempuan jumlah lemak tubuhnya juga berbeda sesuai dengan
pertumbuhan. Jadi, pada anak-anak dianjurkan pengukuran berat badan lewat
nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia (Koski, 2001).
3. Pada olahragawan : tidak cukup akurat terutama atlit binaraga yang berada
pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan oleh karena mereka punya
32
massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh mereka dalam
kadar yang rendah. IMT tidak membedakan antara lemak dan otot. Karena
otot lebih berat dibanding lemak, banyak atlit yang tubuhnya berotot
dikelompokkan sebagai overweight, meski mereka punya persentase lemak
tubuh yang kecil dan kondisi fisik yang prima (Koski, 2001).
4. Pada lansia : IMT cenderung untuk memperkirakan tingkat kegemukan yang
terlalu rendah pada lansia karena massa otot dan tulang mereka sudah banyak
berkurang dan digantikan dengan lemak, alasan serupa yang terjadi pada
tingkat kegemukan di kalangan atlit (Koski, 2001).
5. IMT tidak membedakan tipe-tipe tubuh. Orang yang bertubuh besar
menggunakan standar yang sama dengan orang yang bertubuh kecil (Koski,
2001).
6. Pengelompokan berat dalam IMT itu mutlak, sedangkan dalam banyak kasus
resiko kesehatan akan berubah seiring perubahan IMT. Seseorang dengan IMT
24,9 kg/m2 dikelompokkan sebagai overweight, sementara orang yang punya
IMT 25,1 kg/m2 dikelompokkan sebagai obesitas meski dalam realitanya
risiko kesehatan mereka mungkin cukup mirip (WHO, 2004).
7. IMT tidak memperhitungkan penyakit atau obat-obatan yang mungkin
menyebabkan water retention (Koski, 2001).
8. IMT adalah index comparative dan tidak mengukur jumlah lemak tubuh
secara langsung. Metode lain memberikan pengukuran lemak tubuh secara
langsung, namun meteode ini mahal dan membutuhkan peralatan khusus serta
pelatihan untuk menggunakannya dengan benar. Beberapa contoh dari
33
pengukuran ini antara lain pengukuran ketebalan lipatan kulit, underwater
(hydrostatic) weighing, bioelectrical impedance dan dual-energy x-ray
absorptiometry (DXA). Mengkombinasikan antara BMI, lingkar pinggang,
sejarah kesehatan kelurga dan analisa gaya hidup akan memberikan informasi
yang cukup untuk menganalisa berbagai risiko kesehatan yang berhubungan
dengan berat badan dengan biaya yang minimal (WHO, 2004).
Kelebihan dari IMT antara lain adalah:
1. Lebih mudah untuk diukur, karena untuk mendapat nilai pengukuran hanya
diperlukan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang
2. Menggambarkan lemak tubuh yang berlebih
3. Sederhana dan mudah dikerjakan
4. Cocok untuk penelitian dengan populasi yang besar atau banyak
5. Hasil bacaan pengukuran tinggal dilihat pada tabel klasifikasi IMT seperti
klasifikasi IMT yang telah ditetapkan WHO
6. Biaya tidak mahal (Paramurthi, 2014).
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi IMT
Perubahan berat badan seseorang terjadi karena ketidakseimbangan antara
jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan yang
dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori tersebut akan
ditukar atau disimpan sebagai lemak, begitupun sebaliknya. Jika makanan yang
dikonsumsi memberi kalori kurang dari kebutuhan tubuh, maka seseorang akan
mudah kekukarangan berat badan. Pada kasus kelebihan berat badan, awalnya
hanya ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel
34
tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi
bertambah banyak. Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang
akan berkurang hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang berkurang
yang mengakibatkan lemak akan mudah untuk terbentuk seperti semula.
Ketidakseimbangan asupan kalori dan konsumsi bervariasi bagi tiap individu.
Beberapa hal yang turut memainkan peranan dan berkontribusi adalah usia, jenis
kelamin, genetik, psikososial, penyakit, aktivitas olahraga, kehamilan, obat,
kekurangan enzim dan faktor lingkungan (Galletta, 2005).
1. Faktor genetik
Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor
genetik, pola makan keluarga dan kebiasaan atau gaya hidup. Walaupun
begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang
itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).
2. Faktor emosional
Saat mengalami perubahan pada emosinya, setiap orang mempunyai cara
masing-masing dalam mengatasinya. Stres yang berlebihan pada sebagian
orang bisa membuatnya berhenti makan karena kurangnya nafsu makan, mual
atau sedang sibuk dengan kekhawatiran mereka. Sebagian lagi saat emosi akan
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak baik karena depresi,
putus asa, marah, bosan dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya
dengan rasa lapar. Hal ini tidak berarti bahwa orang dengan kelebihan berat
badan mengalami lebih banyak masalah emosional dari pada orang dengan
berat badan normal. Hal ini hanya berarti bahwa perasaan seseorang
35
mempengaruhi kebiasaan makannya dan membuat seseorang makan terlalu
banyak atau sedikit. Dalam kasus yang jarang terjadi, obesitas dapat
digunakan sebagai mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi
terutama pada seorang dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan
masalah emosional yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan
manfaat (Galletta, 2005).
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan bisa dikatakan sebagai faktor yang paling memainkan
peranan dalam gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas
seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan
aktivitas yang pasif (tidak aktif) merupakan faktor risiko utama terjadinya
obesitas (Galletta, 2005).
4. Faktor usia
Semakin bertambah usia seseorang, secara fisiologis mereka akan cenderung
kehilangan massa otot dan akan mudah mengalami akumulasi lemak tubuh
khususnya pada usia tua. Kadar metabolisme juga akan menurun
menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan menjadi lebih rendah
(Galletta, 2005).
5. Faktor jenis kelamin
Secara rata-rata, laki-laki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari
wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat
istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak dibanding tipe-tipe
jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah
36
berat badan dibanding laki-laki dengan asupan kalori yang sama (Galletta,
2005).
6. Kehamilan
Pada wanita yang sedang hamil atau mengandung, berat badannya akan
cenderung bertambah 4-6 kg setelah kehamilan dibandingkan dengan berat
badan sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi pada setiap kehamilan dan
kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita
(Galletta, 2005).
7. Penyakit
Banyak penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan
sementara, misalnya saat seseorang menderita flu berat disertai dengan suhu
tinggi dapat mengakibatkan penurunan berat badan, tapi mungkin berat badan
akan kembali setelah seseorang sembuh kembali. Namun ada beberapa
penyakit yang menyebabkan penderitanya sulit memperoleh dan
mempertahankan berat badannya misalnya hipertiroidisme, kanker,
tuberkolosis, diabetes dan HIV/AIDS (Galletta, 2005).
8. Obat
Banyak obat-obatan yang baik untuk menekan nafsu makan atau benar-benar
menyebabkan penurunan berat badan. Banyak pula obat-obat yang dikonsumsi
karena menderita penyakit tertentu mempengaruhi pola makan seseorang, baik
itu mengurangi atau menambah nafsu makan (Galletta, 2005).
37
9. Aktivitas olahraga
Orang yang kurang dalam berolahraga dan diet perlu memahami bahwa
seseorang dengan olahraga yang kurang memiliki peluang besar untuk
mendapat masalah kesehatan, meskipun ada kemungkinan bagi seseorang
yang melakukan olahraga yang berlebihan dari kapasitas atau kemapuannya
untuk mengalami gangguan kesehatan (Galletta, 2005).
10. Kekurangan enzim
Kekurangan enzim pencernaan atau asam lambung juga bisa menghambat
pencernaan dan penyerapan makanan sehingga menyebabkan penurunan berat
badan. Kondisi medis lainnya seperti penyakit celiac (alergi glutein) atau
cystic fibrosis juga menyebabkan ketidakmampuan untuk menambah berat
badan. Jika seseorang sulit untuk menaikkan berat badan atau tiba-tiba
mengalami penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, sangat penting
untuk segera dikonsultasikan dengan dokter untuk diperiksa. Dokter akan
melakukan tes untuk mengetahui tiroid yang terlalu aktif, keganasan TB,
diabetes mellitus, HIV/AIDS, kekurangan enzim, penyakit celiac, cystic
fibrosis dan kondisi fisik lain yang dapat menghambat kenaikan berat badan
(Galletta, 2005).
2.2.6 Hubungan IMT dan Keseimbangan Dinamis
Keterbatasan IMT tidak bisa membedakan berat seseorang yang berasal dari
lemak, serta sistem muskuloskeletal (otot dan tulang). IMT juga tidak dapat
melihat atau mengidentifikasi pendistribusian dari lemak tubuh. Kriteria IMT
menurut WHO bagi orang Asia yaitu dengan standar nilai normal 18,5-22,9
38
kg/m2. Berdasarkan hasil penelitian ternyata IMT yang tinggi pada kriteria
overweight 23-24.9 kg/m2 mempengaruhi tingkat keseimbangan seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greve et al. (2007), didapatkan
korelasi yang tinggi antara IMT dengan keseimbangan pada usia 20-40 tahun
(WHO, 2004).
Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh
orang yang bersangkutan. Tinggi dan pendek atau berat dan ringannya seseorang
akan membedakan letak titik berat yang mempengaruhi keseimbangan. Titik berat
atau pusat gravitasi, garis gravitasi dan bidang tumpu yang berperan dalam
keseimbangan dipengaruhi oleh posisi benda atau individu dimana letak ketiganya
tentu akan berbeda ketika seseorang diam atau bergerak. Kelebihan berat badan
ditandai dengan naiknya IMT, dimana jika IMT meningkat akan mempengaruhi
tingkat keseimbangan tubuh seseorang dan akan menimbulkan risiko jatuh yang
tinggi. Risiko jatuh yang besar tentu akan sangat berbahaya, terutama bagi
manusia yang identik dengan bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat
lain yang membutuhkan peran keseimbangan dinamis tubuh dalam setiap gerakan
dan perpindahan tersebut (Depkes RI, 2008).
2.3 Aktivitas Fisik
2.3.1 Pengertian Aktivitas Fisik
Kehidupan sehari–hari di dunia ini tidak pernah terlepas dari berbagai
bentuk aktivitas fisik, baik aktivitas yang membutuhkan energi yang banyak
maupun yang sedikit. Bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh
39
yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Menurut
Badan Kesehatan Dunia, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Setiap aktivitas
fisik juga meningkatkan metabolisme dalam tubuh kita, sehingga memperlancar
peredaran darah (Karim, 2002).
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan
oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure
yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan
fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Utari, 2007). Aktivitas fisik
dijadikan parameter tingkat kesehatan seseorang. Pemeliharaan dan peningkatan
kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar terlindungi dari dampak negatif
penyakit-penyakit non-infeksi. Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya
terhadap faktor-faktor seperti kondisi metabolik dan tingkat berat badan serta
gangguan metabolisme (Vouri, 2004). Menurut Pusat Promosi Kesehatan
Indonesia, aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan
mental, serta dapat mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar
sepanjang hari (Promkes, 2009).
Inaktivitas fisik atau kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko penting
pada banyak penyebab kematian, morbiditas kronis dan kecacatan (BRFS, 2001).
Aktivitas fisik yang kurang juga merupakan masalah kesehatan dunia yang umum
dan merupakan prioritas dunia kesehatan internasional. Seseorang yang
menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari
40
dibanding dengan orang yang aktif, memiliki tingkat METs yang rendah dan
memiliki lebih banyak lemak tubuh. Fakta disertai bukti yang jelas mengenai
adanya hubungan inaktivitas fisik terhadap banyak peningkatan risiko penyakit-
penyakit kronis termasuk penyakit jantung, stroke dan juga penyakit kanker
(Roux dkk, 2008). Diantara beberapa hal tersebut ada faktor risiko yang
mempengaruhi seperti obesitas, dyslipidemia, diabetes tipe 2 dan leukemia
(Sakuta dan Suzuki, 2005). Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi
keseimbangan, postural stability dan lain-lain, yang ditunjukkan oleh gambar
berikut :
Gambar 2.8 Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise
Sumber : Skelton, 2001
Aktivitas
Fisik
Olahraga
teratur
Efek Positif pada Stabilitas Postural atau Faktor Resiko Jatuh
Keseimbangan Kekuatan dan
power Kemampuan fungsional Koordinasi Mobilitas Pola jalan Depresi Khawatir akan jatuh
Efek Negative pada Stabilitas Postural
Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat
gravitasi Lingkungan berisiko
jatuh
Efek Positif Jatuh
Cukup hanya dengan :
- Menjahit, durasi, - frekuensi,
intensitas
Dan dengan bebrapa komponen dari: - Keseimbangan dan
Tai Chi - Kekuatan dan
power - Daya tahan - Mengurangi
ketidaksimetrisan - Koordinasi - Fungsional/
kemampuan berjalan
- Postural/ kemampuan transfer
Efek Negative Jatuh
Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat
gravitasi Lingkungan berisiko jatuh
41
Perlu dipahami bahwa aktivitas fisik (physical activity) berbeda dengan olahraga
(exercise). Aktivitas fisik adalah pergerakan dari sistem muskuloskeletal yang
menghasilkan energi, sedangkan olahraga (exercise) merupakan bagian dari
aktivitas fisik namun melibatkan suatu program terstruktur (ada tipe, frekuensi,
durasi dan intensitas tertentu) yang dirancang untuk meningkatkan kebugaran
jasmani (Buchner, 2007).
2.3.2 Tipe-tipe Aktivitas Fisik
Ada 3 tipe atau sifat aktivitas fisik yang dapat dan penting kita lakukan
untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran tubuh, yaitu :
1. Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-
paru, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih
bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan yang baik maka disarankan untuk
melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per
minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti berjalan kaki,
misalnya turun dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira
menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang
menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah, lari ringan, berenang,
senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
2. Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan
menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan
42
sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka disarankan
untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per
minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan
yang dimulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan
secara teratur selama 10-30 detik yang bisa dimulai dari tangan dan kaki,
senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil dan mengepel lantai (Pusat
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006).
3. Kekuatan (strength)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh
dalam menahan suatu beban yang diterima tubuh, tulang tetap kuat dan
mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan
terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka
disarankan untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit
(2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti
push-up, naik turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan,
mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Menurut Brian (2011), ada beberapa aktivitas fisik yang dapat meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya:
1. Tidur (1,2 cal/min)
2. Mandi (3,4 cal/min)
3. Berpakaian (3,4 cal/min)
4. Berjalan kaki (5,6-7 cal/min)
43
5. Berlari (10-25 cal/min)
6. Naik tangga (1,8 cal/min)
7. Turun tangga (7.5 cal/min)
8. Berkebun, menanam bunga (5,6 kkal/menit)
9. Menyetrika (4,2 kkal/menit)
10. Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)
11. Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit)
12. Mencuci baju (3,56 kkal/menit)
13. Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)
14. Lompat tali (10-15 cal/min)
15. Berenang (6-12,5 cal/min)
16. Mendaki gunung (10-15 cal/min)
2.3.3 Kategori Aktivitas Fisik
Menurut Nurmalina (2011), aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga
tingkatan yaitu sebagai berikut :
1. Kegiatan ringan adalah aktivitas fisik yang dapat membantu jantung, paru-
paru, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh lebih
bertenaga. Kegiatan ini biasanya hanya memerlukan sedikit tenaga dan
biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring,
mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah,
mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play station, main komputer,
belajar di rumah dan nongkrong (Nurmalina, 2011).
44
2. Kegiatan sedang adalah aktivitas fisik yang dapat meningkakan kelenturan dan
membantu pergerakan menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap
lentur dan sendi berfungsi dengan baik. Kegiatan ini membutuhkan tenaga
yang intens atau terus menerus dan gerakan otot yang berirama untuk
kelenturan (flexibility). Contoh : peregangan, berlari kecil, tenis meja,
berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik dan
jalan cepat (Nurmalina, 2011).
3. Kegiatan berat adalah aktivitas fisik untuk kekuatan yang dapat membantu
kerja otot tubuh dalam menahan beban yang diterima sehingga tulang tetap
kuat dan dapat mempertahankan bentuk tubuh dengan baik serta membantu
meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Biasanya
berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength) yang
mengeluarkan keringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, push-up, angkat
berat/beban, aerobik, bela diri (seperti karate, taekwondo, pencak silat) dan
outbond (Nurmalina, 2011).
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan seseorang (Vouri, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi
aktivitas fisik adalah sebagai berikut :
1. Umur
Aktivitas fisik remaja sampai dewasa terus meningkat sampai mencapai batas
maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas
45
fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila
rajin olahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.
2. Jenis kelamin
Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan
remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai
nilai atau tingkat aktivitas fisik yang jauh lebih besar dari remaja perempuan.
3. Pola makan
Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik karena
bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak atau sedikit, maka
tubuh akan merasa mudah lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti
olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang
berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-
hari atau berolahraga, sebaiknya makanan yang akan dikonsumsi
dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan
energi yang tidak dapat dikeluarkan secara maksimal.
4. Penyakit atau kelainan pada tubuh
Hal ini berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Bila terdapat kelainan pada tubuh
seperti itu maka akan berpengaruhi terhadap aktivitas yang akan dilakukan.
Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan
untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menyebabkan kesulitan
dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002).
46
2.3.5 Manfaat Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sangat dibutuhkan manusia karena memberi banyak
keuntungan terutama bagi remaja untuk manfaat jangka panjang, terutama dalam
tahun-tahun atau masa-masa pertumbuhan sehingga pertumbuhan remaja dapat
menjadi lebih optimal (Nurmalina, 2011). Beberapa keuntungan atau manfaat
aktivitas fisik bagi kesehatan bila dilakukan secara teratur dan konsisten antara
lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengeluaran energi
2. Meningkatkan sirkulasi darah
3. Meningkatkan fungsi organ-organ vital seperti jantung dan paru-paru
4. Membantu menjaga otot dan sendi tetap sehat
5. Fleksibilitas otot meningkat dan tulang lebih kuat
6. Membantu meningkatkan mood atau suasana hati
7. Meningkatkan rasa percaya diri
8. Membantu menurunkan kecemasan, stres dan depresi sebagai faktor yang
berkontribusi pada penambahan berat badan
9. Membantu untuk meningkatkan kualitas tidur
10. Terhindar dari penyakit kronik seperti penyakit jantung, stroke, osteoporosis,
kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan
secara teratur dan konsisten dapat meningkatkan kulitas kesehatan menjadi lebih
baik (Vouri, 2004).
47
2.3.6 Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik
Tingkat aktivitas fisik diukur dengan 2 variabel, yakni (1) Frekuensi yaitu
berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu dan (2) Durasi
yaitu berapa lama seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian (IPAQ),
yaitu :
1. Aktivitas fisik rendah
Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan tetapi
tidak cukup untuk memenuhi kategori.
2. Aktivitas fisik sedang
Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. 3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari
b. 5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan atau berjalan setidaknya 30
menit per hari
c. 5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang atau
kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 MET-menit/minggu
3. Aktivitas fisik berat
Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut :
a. Aktivitas fisik setidaknya 3 hari intensitas kuat dan mengumpulkan
minimal 1500 MET-menit/minggu
b. 7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau intensitas
berat mengumpulkan setidaknya 3000 MET-menit/minggu
48
Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan standar dari International
Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Dimana pengukuran ini menggunakan
perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi
beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas.
Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terus
menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara
kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi,
dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan
aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ dan ‘berjalan’. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik
dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, di mana
aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas ‘berat’ empat kali,
aktivitas ‘sedang’ dua kali terhadap aktivitas ‘ringan’ atau jalan santai
(Bowolaksono, 2013).
2.3.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh
dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal, titik gravitasi, garis gravitasi dan
bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem
informasi sensoris, respon otot–otot sensoris yang sinergis (postural muscle
response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, serta
lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005). Kemajuan teknologi sangat memudahkan
manusia khususnya para remaja dalam mengakses berbagai informasi, berbagai
fasilitas seperti jejaring sosial yang marak beredar pada media elektronik.
49
Kemudahan – kemudahan yang didapat dalam keseharian memberikan dampak
berupa terbatas dan kurangnya aktivitas fisik pada remaja (RISKESDAS, 2013).
Remaja saat ini memiliki gaya hidup yang sedikit melibatkan aktivitas fisik
sehingga mengalami ketidakoptimalan keseimbangan pada remaja. Aktivitas fisik
yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independent
suntuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan
kematian secara global (WHO, 2010). Sebagian besar remaja lebih suka makan
makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per
minggu menonton televisi. Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak
melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Setiap manusia
memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam
kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak
aktual yang belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
dalam beraktivitas. Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada
hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-
malasan dan aktivitas fisik yang kurang dapat melemahkan dan menurunkan
kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan
tubuh manusia. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan
risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain
terutama aktivitas yang berat (RISKESDAS, 2013).
50
2.4 Modified Bass Test of Dynamic Balance
2.4.1 Definisi
Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass
Test of Dynamis Balance merupakan suatu tes yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan dalam melompat secara akurat dan menjaga keseimbangan selama
dan sesudah gerakan (Nakhostin dkk, 2013).
Gambar 2.9 Skema Modified Bass Test
Sumber: Nakhostin dkk, 2013
51
2.4.2 Prosedur Pelaksanaan
Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass
Test of Dynamic Balance dilakukan dengan prosedur pelaksanaan tes sebagai
berikut :
1. Peneliti menyiapkan ruang lantai yang memadai, meterline, stopwatch dan
spidol atau selotip untuk menandai
2. Prosedur pengukuran yang dijelaskan di sini adalah Modified Bass Test of
Dynamic Balance. Program ini dlakukan seperti yang terlihat pada skema
Modified Bass Test. Sampel terlebih dahulu diberikan penjelasan sehingga
paham tentang tes yang akan dilakukan
3. Posisi awal diam berdiri dengan satu kaki dimana kaki kanan sebagai
tumpuan. Sampel kemudian melompat ke tanda nomor 1 dengan kaki kiri dan
langsung dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik). Setelah
itu sampel melompat ke tanda nomor 2 dengan kaki kanan dan langsung
dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik)
4. Dengan cara yang sama, sampel melompat mengikuti tanda yang telah diberi
nomor sesuai urutan sampai tanda nomor 10
5. Dari tanda nomor 1-10 pastikan setiap lompatan mendarat dengan satu kaki
yang berlawanan. Dimulai dengan mendarat dengan kaki kiri di tanda
pertama, selanjutnya kaki kanan di tanda kedua dan seterusnya sampai tanda
kesepuluh dengan salah satu kaki bergantian
6. Sampel melompat menginjak tanda, telapak kaki harus menutup setiap tanda
sehingga tanda tidak dapat dilihat
52
7. Jika sampel tidak dapat mempertahankan posisi statis, bergerak, goyang atau
jatuh pada saat posisi diam statis tidak bergerak selama 5 detik, setelah 5 detik
bahkan kurang dari 5 detik, maka dinyatakan terjadi penurunan keseimbangan
dinamis atau tidak seimbang. Jika sampel mampu mempertahankan posisi
statis selama 5 detik setelah lompatan dan mampu menyelesaikan lompatan
sampai tanda nomor 10 maka dinyatakan seimbang (Nakhostin dkk, 2013).