Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja (Job Performance) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegara 2005:67). Menurut Prawirosentono (2014:87), kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral dan etika.
Definisi lain prestasi kerja atau kinerja menurut Hasibuan
(2001:160) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan.
Simamora (2006:34) berpendapat bahwa kinerja merupakan prestasi
kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara
nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi.
Sedangkan Rivai (2009:532) mengemukakan bahwa kinerja
adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
11
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama.
Beberapa pengertian kinerja diatas, dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
2.1.2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi-
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan
(Handoko, 2008:135). Sedangkan menurut Simamora (2006:338)
penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.
Menurut Cumming dan Worley (2005) terdapat lima elemen
penting dalam penilaian kinerja, yaitu tujuan penilaian, penilai, peran
karyawan yang dinilai, pengukuran dan waktu penilaian. Pendekatan
baru dalam penilaian kerja lebih menekankan keterlibatan pada proses
penilaian yang berlangsung. Pada pendekatan ini kinerja seseorang
karyawan akan dinilai oleh atasan, rekan kerja, orang lain, dan oleh
diri sendiri.
Kinerja individu dengan self assesment yaitu penilaian yang
dilakukan karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat
lebih mengenal kekuatan-keuatan dan kelemahan-kelemahan dirinya
12
sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang
perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Keuntungan dari
penilaian diri sendiri (self assessment) yaitu dapat berpartisipasi dalam
proses penilaian prestasi kerja, meningkatkan motivasi kerja, melatih
kejujuran dalam organisasi, memperbaiki diri sendiri, dapat
menentukan tujuan-tujuan yang akan datang secara mandiri dan
melatih diri karyawan untuk menentukan serta merencanakan
kinerjanya dimasa yang akan datang (Timple, 1999).
Menurut Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja self
assessment yaitu:
a. Penilaian sendiri
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum
digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu.
Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian diri
sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh
atasan, bawahan, mitra kerja atau dari individu itu sendiri. Penilaian
sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti:
penilaian kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat
jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri
dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses
dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas
organisasi. Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor
kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti
13
suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan
personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut
diperhatikan.
b. Penilaian atasan
Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk,
personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi,
penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan
langsung.
c. Penilaian mitra
Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja
yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh
manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik
untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan
bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk
pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
d. Penilaian bawahan
Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama
dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik
personal. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan
evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini
kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan terhadap
14
manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer.
Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian
bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.
Menurut Campbell dan Garfinkel (1996:74) pengelolaan
kinerja membantu mengintegrasikan tujuan perusahaan, individu dan
kelompok kerja, sehingga diperlukan peningkatan efektivitas penilaian
kinerja dengan melibatkan diri sendiri dan manajer senior dalam
proses penilaian, integrasi tujuan penilaian dengan tujuan perusahaan,
mengembangkan training bagi appraiser dan appraisee, mengukur
kinerja dan menekankan feedback dan coaching. Sedangkan menurut
Ken dan Blanchard (2001:65), eksekutif harus memperhatikan
berbagai situasi dalam pengelolaan kinerja. Dalam mengambil
keputusan eksekutif harus terbuka dengan informasi, mengarahkan
kreativitas karyawan, melaksanakan tindakan secara efisien dan
melepaskan karyawan yang bermoral rendah. Keberhasilan
perusahaan dalam pengelolaan kinerja berkaitan dengan efektivitas
sistem penilaian kinerja.
Metode penilaian 360 derajat feedback adalah proses
dimana seorang karyawan menerima informasi tentang bagaimana
dirinya sendiri dinilai oleh sekelompok orang yang berinteraksi sehari-
hari dalam pekerjaannya serta penilaian yang dilakukan oleh dirinya
sendiri (Yukl, 2006: 64). Pada konsep penilaian 360 derajat feedback,
setiap individu tenaga kerja atau karyawan menilai diri mereka sendiri
15
dan menerima feedback dari karyawan lain atau rekan sekerja, atasan,
maupun konsumen. Seluruh personel perusahaan dengan proses
penilaian 360 derajat feedback bertanggung jawab menilai kinerja
karyawannya. Setiap karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang
berkualitas dihadapan atasan, bawahan, rekan kerja, konsumen dan
pihak eksternal lainnya. Karyawan mendapat umpan balik dari
berbagai sumber termasuk dari dirinya sendiri dalam mengevaluasi
kontribusinya untuk perusahaan. Menurut Antonioni (2003:146)
perusahaan dalam mengembangkan proses penilaian kinerja 360
derajat feedback akan mendapatkan manfaat seperti: meningkatkan
kesadaran individu terhadap apa yang diharapkan oleh penilai
(appraiser), meningkatkan management learning, mengurangi
penilaian buruk atau prasangka terhadap appraiser, meningkatkan
tanggung jawab karyawan terhadap kinerja mereka dan menciptakan
budaya organisasi perusahaan akan menjadi lebih jujur.
Keuntungan dari menggunakan penilaian 360 derajat
feedback diantara adalah meningkatkan kesadaran akan kelemahan
dan kekuatan ada penerima feedback, menciptakan suasana dialog
yang membangun, meningkatkan penggunaan umpan balik secara
formal dan informal, meningkatkan pembelajaran organisasi, dan
perilaku manajerial serta mendorong terciptanya perubahan (Atwater
2005).
16
2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Robbins (2002:258) menjelaskan bahwa tujuan penilaian
kinerja adalah :
1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan
personalia secara umum.
2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan
pengembangan yang dibutuhkan.
3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program
seleksi dan pengembangan yang disahkan.
4. Penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang
ada terhadap para pekerja tentang bagaimana organisasi
memandang kinerja mereka.
5. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan
atau menetukan penghargaan.
Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah
untuk memberikan feedback kepada karyawan dalam upaya
memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan
produktivitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya
dengan berbagai kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk
promosi, kenikan gaji, pendidikan, latihan, dan lain sebagainya
Hariandja (2002:195). Sedangkan menurut Simamora (2006:343)
tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah untuk menghasilkan
informasi yang akurat dan sahih tentang perilaku dan kinerja anggota
17
oraganisasi. Sedangkan tujuan khusunya adalah evaluasi dan
pengembangan.
2.1.4. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Bernardin (dalam Robbins, 2016:263) mengemukakan
bahwa kinerja dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal-hal
sebagai berikut :
1. Kualitas kerja
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati
sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari
penampilan aktivitas, maupun memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja diukur dari
persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan
serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan.
2. Kuantitas
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
Kuantitas yang diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah
aktifitas yang ditugaskan beserta hasilnya.
3. Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
18
Ketepatan waktu diukur dari persepsi pegawai terhadap suatu
aktifitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi
output.
4. Efektivitas
Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber
daya. Efektifitas kerja diukur dari persepsi karyawan dalam
menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas,
efektifitas menyelesaikan tugas yang dibebankan organisasi.
5. Kemandirian
Tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya
tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain.
Kemandirian diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan
fungsi kerjanya masing-masing, sesuai dengan tanggung
jawabnya.
6. Komitmen kerja
Tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor. Diukur
dari persepsi pegawai dalam membina hubungan dengan
instansi serta tanggung jawab dan loyalitas pegawai.
19
Sedangkan menurut Dharma, 2001:554 faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja adalah :
1. Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
2. Kualitas kerja (quality of work), yaitu kualitas kerja yang dicapai
berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
3. Kreativitas (creativeness), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.
4. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), yaitu luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
5. Kerjasama (cooperation), yaitu kesediaan untuk bekerjasama
dengan orang lain sesama anggota organisasi.
6. Inisiatif (initiative), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-
tugas baru.
7. Ketergantungan (dependability), yaitu kesadaran dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan.
8. Kualitas pribadi (personal quality), yaitu menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramahan, dan integritas pribadi.
20
2.1.5. Indikator Kinerja
Menurut Prawirosentono (2014:87), kinerja dapat dinilai
atau diukur dengan beberapa indikator yaitu:
1. Jumlah pekerjaan
Hal ini berkaitan dengan kuantitas (jumlah) hasil pekerjaan yang
mampu diselesaikan oleh seorang karyawan.
2. Kualitas pekerjaan.
Pengecekan atas hasil pekerjaan adalah bagian dari ketelitian yang
dimiliki oleh karyawan bersangkutan.
3. Pengetahuan atas tugas
Pengetahuan seorang karyawan tentang pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
4. Kerja sama
Ketergantungan kepada orang lain dari seorang karyawan perlu
dinilai, karena berkaitan dengan kemandirian (self confidence)
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
5. Tanggung jawab
Kemampuan karyawan membuat perencanaan dan jadwal
pekerjaannya, hal ini dinilai penting sebab akan mempengaruhi
ketepatan waktu hasil pekerjaan yang menjadi tanggung jawab
seorang karyawan.
21
6. Sikap kerja
Judgement atau kebijakan yang bersifat naluriah yang dimiliki
seorang karyawan dapat mempengaruhi kinerja, karena dia
mempunyai kemampuan menyesuaikan dan menilai tugasnya
dalam menunjang tujuan organisasi.
7. Inisiatif
Kehadiran dalam rapat disertai dengan kemampuan
menyampaikan gagasan-gagasannya kepada orang lain
mempunyai nilai tersendiri dalam menilai kinerja seorang
karyawan.
8. Keterampilan teknis
Pengetahuan teknis atas pekerjaan yang menjadi tugas seorang
karyawan harus dinilai, karena hal ini berkaitan dengan mutu
pekerjaan dan kecepatan seorang karyawan mentelesaikan suatu
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
9. Kemampuan mengambil keputusan
Kepemimpinan menjadi faktor yang harus dinilai dalam menilai
kinerja seorang karyawan.
10. Kepemimpinan
Kemampuan berkomunikasi dari seorang karyawan, baik dengan
sesama karyawan maupun dengan atasannya dapat mempengaruhi
kinerjanya.
22
11. Administrasi
Kemampuan bekerja sama seorang karyawan dengan orang-orang
lain sangat berperan dalam menentukan kinerjanya.
12. Kreativitas
Kemampuan mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya, termasuk membuat jadwal kerja, umumnya
mempengaruhi kinerja seorang karyawan.
Seperti telah dijelaskan bahwa yang memegang peranan
penting dalam suatu organisasi tergantung pada kinerja pegawainya.
Agar pegawai dapat bekerja sesuai yang diharapkan, maka dalam diri
seorang pegawai harus ditumbuhkan motivasi bekerja untuk meraih
segala sesuatu yang diinginkan. Apabila semangat kerja menjadi
tinggi maka semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan lebih
cepat dan tepat selesai. Pekerjaan yang dengan cepat dan tepat selesai
adalah merupakan suatu prestasi kerja yang baik.
2.2. Gaya Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang
berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin
itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan
merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya
yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian.
Seorang pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu
23
program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota
kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga
kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang
mendorong, memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kartono (2008:34), Menyatakan sebagai berikut
“Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan
kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi
dengan orang lain”. Menurut Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa
“Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku
orang lain atau bawahan”.
Menurut Supardo (2006:4), Gaya kepemimpinan adalah
suatu cara dan proses kompleks dimana seseorang mempengaruhi
orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu sasaran
dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal”.
Sedangkan menurut Mariam (2009:26), gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada
saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan.
Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama
dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan
karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas bawahannya.
24
Berdasarkan pengertian - pengertian gaya kepemimpinan
diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk
bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela
dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2.2. Tipe Gaya Kepemimpinan
Menurut Robbins (2016:287) mengidentifikasi empat jenis
gaya kepemimpinan antara lain:
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang
heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-
perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok
pemimpin kharismatik:
a. Visi dan artikulasi, yaitu pemimpin memiliki visi ditujukan
dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik
daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya
visi yang dapat dipahami orang lain.
b. Rasio personal, pemimpin kharismatik bersedia menempuh
risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat
kedalam pengorbanan diri untuk meraih visi.
25
c. Peka terhadap lingkungan, mereka mampu menilai secara
realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut, pemimpin
kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap
kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan
perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional, pemimpin kharismatik terlibat
dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan
norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang
memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang
ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya
kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan
pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan
bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin
transaksional:
a. Imbalan kontingen merupakan kontrak pertukaran imbalan
atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja
baik, mengakui pencapaian.
26
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) yaitu melihat
dengan mencari penyimpangan dari aturan dan standar,
menempuh tindakan perbaikan.
c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif) merupakan suatu
tindakan mengintervensi jika standar tidak dipenuhi.
d. Laissez-Faire yaitu melepas tanggung jawab, menghindari
pembuatan keputusan.
3. Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada
hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut,
Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan
persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah
lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan,
membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan
upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat
karakteristik pemimpin transformasional:
a. Kharisma yaitu pemimpim memberikan visi dan rasa atas
misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan
kepercayaan kepada bawahannya.
b. Inspirasi yaitu pemimpin mengkomunikasikan harapan
tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha,
menggambarkan maksud penting secara sederhana.
27
c. Stimulasi intelektual yaitu pemimin mendorong intelegensia,
rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.
d. Pertimbangan individual yaitu pemimpin memberikan
perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih
dan menasehati.
4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang
realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau
unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini.
Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai
kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan
awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan
sumber daya untuk mewujudkannya.
2.2.3. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Robbins (2007:471) pemimpin transformasional
mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan
dari masing-masing pengikut. Pemimpin transformasional mengubah
kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu
mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka
mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para
pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran
kelompok.
28
Modiani (2012:47), kepemimpinan transformasional
merupakan kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi
para pengikutnya untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar
daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.
Sedangkan menurut Yukl (2009:290), gaya kepemimpinan
transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari pengikut dalam
upayanya untuk meningkatkan kesadaran karyawannya tentang
masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka
untuk mereformasi institusi.
Menurut Burns dalam Safaria (2004:62), Kepemimpinan
transformasional dicirikan sebagai pemimpin yang berfokus pada
pencapaian perubahan nilai – nilai, kepercayaan, sikap, perilaku,
emosional dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik
dimasa depan. Pemimpin transformasional merupakan seorang agen
perubahan yang berusaha keras melakukan transformasi ulang
organisasi secara menyeluruh sehingga organisasi bisa mencapai
kinerja yang lebih maksimal dimasa depan.
Sedangkan menurut Yukl (2005:305), tingkat seorang
pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubungan
efek kepemimpinan terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang
pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin serta para bawahan
29
termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan.
Pemimpin transformasional memotivasi para bawahannya dengan :
a. Membuat para bawahan lebih sadar mengenai pentingnya hasil
suatu pekerjaan.
b. Mendorong para bawahan untuk lebih mementingkan
organisasi atau tim daripada kepentingan individu.
c. Mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan para bawahan pada
kebutuhan yang lebih tingi.
2.2.4. Karakteristik Kepemimpinan Transformasional
Menurut Robbins dan Judge (2011:292), bahwa pemimpin
transformasional merupakan pemimpin yang menginspirasi para
pengikut untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan
organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa
pada diri pengikutnya. Berikut merupakan macam-macam
karakteristik gaya kepemimpinan transformasional :
a. Charismatic leadership
Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang
dikagumi dan dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan
karisma tersebut pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi
atau misi organisasi kepada pengikut. Melalui karisma yang dimiliki
tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak anggotanya
melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan memanfaatkan
peluang yang ada. Disamping itu melalui karismanya, pemimpin dapat
30
mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan dan
kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.
b. Inspirational leadership
Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan
semangat pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu
dalam menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan
inspirasi, secara emosional membangkitkan, menggerakkan, dan
menyemarakkan kondisi yang sudah tidak lagi menggairahkan.
c. Belief
Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri
yang kuat, dapat melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat
yang berdampak positif bagi organisasi, sehingga mampu bertindak
dengan penuh keyakinan dan menanamkan kepercayaan kepada para
pengikutnya.
d. Intellectual stimulation
Pemimpin transformasional mampu memberikan dan
melakukan stimuli-stimuli intelektual kepada para pengikutnya,
mampu mendorong para pengikutnya untuk bertindak secara
kreatif,mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru,
berani memunculkan ide-ide dan berpikir rasional dalam
menyelesaikan suatu masalah tidak berdasarkan opini atau dugaan
saja.
31
e. Individualized consideration
Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan
pemimpin dalam memberikan kepuasan dan meningkatkan
produktifitas para pengikutnya. Pemimpin transformasional cenderung
bersikap membaur menjadi satu dengan pengikutnya sebagaimana
layaknya individu dengan kebutuhan masing - masing. Pemimpin
transformasional memperhatikan faktor-faktor individual, karena
adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya.
2.2.5. Faktor Yang Mempengaruhi KepemimpinanTransformasional
Robbins (2010:263), menjelaskan bahwa seorang pemimpin
dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat komponen
yang terdiri dari :
a. Kharismatik (Charismatic Leadership)
Pemimpin tersebut mempunyai power dan pengaruh.
karyawan dibangkitkan, sehingga mempunyai tingkat kepercayaan
dan keyakinan.Pemimpin membangkitkan dan menyenangkan
karyawannya dengan meyakinkan bahwa mereka mampu
menyelesaikan sesuatu yang lebih besar dengan usaha ekstra.
b. Motivasi inspiratif (Inspirational Motivation)
Pemimpin transformasional selalu memotivasi dan
merangsang bawahannya dengan menyiapkan pekerjaan yang berarti
dan menantang, antusiasme, dan optimisme ditunjukan. Pemimpin
32
selalu mengkomunikasikan visi, misi dan harapan-harapan dengan
tujuan agar bawahan mempunyai komitmen yang tinggi untuk
mencapai tujuan.
c. Stimulasi intelektual (Intellectual Stimulation)
Pemimpin selalu menstimuli bawahannya secara intelektual,
sehingga mereka menjadi inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang baru. Selain itu, pemimpin
mengajarkan dengan melihat kesulitan sebagai masalah yang harus
diselesaikan dan memberikan penyelesaian masalah secara rasional.
d. Konsiderasi individual (Individualized Consideration)
Pemimpin memberikan perhatian kepada karyawan secara
individual, seperti : kebutuhan karyawan untuk berprestasi,
memberikan gaji, memberi nasehat kepada karyawan sehingga
karyawan dapat tumbuh dan berkembang.
2.2.6. Indikator Kepemimpinan Transformasional
Ada beberapa indikator gaya kepemimpinan
transformasional menurut Robbins (2010:263):
a. Kharisma
Karisma dianggap sebagai kombinasi dari pesona dan daya
tarik pribadi yang berkontribusi terhadap kemampuan luar biasa untuk
membuat orang lain mendukung visi dan juga mempromosikannya
dengan bersemangat. Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang
33
mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas
emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahanya.
b. Motivasi Inspiratif
Motivasi inspiratif menggambarkan pemimpin bergairah
dalam mengkomunikasikan masa depan organisasi yang idealis.
Pemimpin menggunakan komunikasi verbal atau penggunaan simbol-
simbol yang ditujukan untuk memacu semangat bawahan. Pemimpin
memotivasi bawahan akan arti penting visi dan misi organisasi
sehingga seluruh bawahannya terdorong untuk memiliki visi yang
sama. Kesamaan visi ini memacu bawahan untuk bekerja sama
mencapai tujuan jangka panjang dengan optimis. Sehingga pemimpin
tidak saja membangkitkan semangat individu tapi juga semangat tim.
c. Stimulasi Intelektual
Stimulasi intelektual menggambarkan pemimpin mampu
mendorong karyawan untuk memecahkan masalah lama dengan cara
yang baru. Pemimpin berupaya mendorong perhatian dan kesadaran
bawahannya akan permasalahan yang seang dihadapi bawahannya.
Pemimpinan kemudian berusaha mengembangkan kemampuan
bawahan untuk menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan-
pendekatan atau perspektif baru.
d. Pertimbangan Individu
Perhatian yang individual menggambarkan bahwa pimpinan
selalu memperhatikan karyawannya, memperlakukan karyawan secara
34
individual, melatih dan menasehati. Pemimpin mengajak karyawan
untuk jeli melihat kemampuan orang lain. Pemimpin memfokuskan
karyawan untuk mengembangkan kelebihan pribadi.
Indikator gaya kepemimpinan transformasional menurut
Yukl (2009:305) yaitu:
a. Pengaruh ideal atau kharismatik yaitu perilaku yang membangkitkan
emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin.
b. Pertimbangan individual meliputi pemberian dorongan, dukungan
dan pelatihan terhadap pengikut.
c. Motivasi inspirasional yang meliputi penyampaian visi yang
menarik, untuk memfokuskan bawahan, dan model perilaku yang
tepat.
d. Stimulasi intelektual perilaku yang meningkatkan kesadaran
pengikut yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari
pengikut untuk memandag masalah dari perspektif yang baru.
Indikator gaya kepemimpinan transformasional yang
dipakai di dalam penelitian ini adalah dari pendapat yang
dikemukakan oleh Robbins (2010:263), Indikator tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Kharisma
b. Motivasi Inspiratif
c. Stimulasi Intelektual
d. Pertimbangan Individu
35
2.3. Motivasi
2.3.1. Pengertian Motivasi
Motivasi mempunyai kaitan erat dengan gaya
kepemimpinan. Karena keberhasilan seorang pemimpin dalam
menggerakkan orang lain sangat tergantung kepada kewibawaan dan
bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan,
sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Karyawan sangat
membutuhkan motivasi dari pimpinan untuk mewujudkan cita-cita di
masa mendatang baik melalui pelatihan pada saat bekerja, sehingga
terbentuk suatu sinergi yang dapat meningkatkan produktivitas. Pada
dasarnya motivasi kerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras
sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan
produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian
tujuan perusahaan.
Menurut Samsudin (2010:281), mengemukakan bahwa
motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar
terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau
melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut
Siagian (2009:102), menyatakan bahwa motivasi merupakan daya
dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar
mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya.
Selain itu menurut Handoko (2001:252), mengartikan
motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
36
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan
kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna
mencapai tujuan kepuasan dirinya.
Motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas,
arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi
umumnya terkait dengan upaya ke arah sasaran, tapi fokus dalam hal
ini adalah tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal
terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Selanjutnya
dikenal teori dua faktor atau teori motivasi higiene yang dikemukakan
oleh psikolog Frederick Herzberg:
a. Faktor motivator (satisfiers), situasi yang merupakan sumber
kepuasan kerja, sehingga mendorong orang untuk berperilaku
tertentu dan memotivasi untuk bekerja lebih giat dan semangat,
sehingga memberikan kepuasan kerja, terdiri dari penghargaan,
tanggung jawab, pekerjaan yang menarik, pertumbuhan dan
perkembangan, prestasi kerja dan lain-lain.
b. Faktor hygiene (dissatisfiers), yang menjadi penyebab seseorang
untuk tidak melakukan sesuatu, karena jika dilakukan akan
menghadapi ketidakpuasan, kebijakan organisasi, supervisi,
kondisi lingkungan, hubungan antar manusia, gaji, keamanan, dan
lain-lain (Robbins, 2006:124).
37
Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006:114),
motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan
yaitu untuk mencapai tujuan. Jadi motivasi adalah sebuah dorongan
yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan.
Kebutuhan, keinginan, hasrat dan dorongan, semuanya serupa dengan
motif, yang merupakan asal dari kata motivasi. Memahami motivasi
sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi, dan
persoalan sumber daya manusia yang lain dipengaruhi dan
mempengaruhi motivasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau
mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan
tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran
yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.3.2. Teori Motivasi
2.3.2.1 Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang paling dikenal adalah Teori Hirarki
Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik
yang berpendapat bahwa pada diri setiap orang terdapat hirarki lima
kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis (Physiological needs): makanan, minuman,
tempat tinggal, kepuasan seksual, dan kebutuhan fisik lain.
38
2. Kebutuhan keamanan (Safety needs): keamanan dan perlindungan
dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa
kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.
3. Kebutuhan sosial (Social needs): kasih sayang, menjadi bagian
dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.
4. Kebutuhan harga diri (Esteem needs): faktor harga diri internal,
seperti penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga
diri eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization needs):
pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri
sendiri yaitu dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai.
Seorang individu bergerak naik ke hirarki kebutuhan dari
satu tingkat ke tingkat yang berikutnya. Selain itu, Maslow
memisahkan lima kebutuhan ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih
rendah. Kebutuhan fisiologis dan keamanan dianggap kebutuhan yang
lebih rendah, sedangkan kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi
diri dianggap kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan urutan lebih
rendah didominasi oleh kepuasan eksternal sementara kebutuhan
tingkat tinggi didominasi oleh kepuasan internal.
2.3.2.2 Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc.
Clelland
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai
cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
39
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan
situasi serta peluang yang tersedia. Mc. Celland (Robbins 2016 : 120)
mengelompokkan tiga kebutuhanan manusia yang dapat memotivasi
gairah bekerja, yaitu:
a. Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement), merupakan
daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.
Karena itu kebutuhanakan berprestasi akan mendorng seseorang
untuk mengembangkan kreativitas dan akan mencapai prestasi
kerja yang optimal.
b. Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affliation), kebutuhan ini
menjadi daya penggerak yang akaan memotivasi semangat bekerja
seseorang. Hal itu dikarenakan kebutuhan akan afiliasi ini dapat
merangsang gairah kerja seseorang.
c. Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power), Ego manusia yang
ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehinnga menimbulkan
persaingan yang sengaja ditumbuhkan secara sehat oleh atasannya
dapat dijadikan motivasi untuk merangsang dan memotivasi gairah
kerja karyawan. Sehingga kebutuhan akan kekuasaan ini termasuk
gaya penggerak yang dapat meningkatkan motivasi karyawan.
Faktor-faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor-
faktor intrinsik) ialah:
40
1. Prestasi (Achievement), artinya karyawan memperoleh
kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau
berprestasi.
2. Pengakuan (Recognition), artinya karyawan memperoleh
pengakuan dari pihak perusahaan bahwa mereka
berprestasi, baik, diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan,
dan sebagainya.
3. Pekerjaan itu sendiri (Work Itself), artinya memang
pekerjaan yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan
bagi karyawan.
4. Tanggung jawab (Responsibility), artinya karyawan
diserahi tanggung jawab dalam pekerjaan yang
dilaksanakannya, tidak hanya semata-mata melaksanakan
pekerjaan.
5. Pertumbuhan dan perkembangan (Advancement and
Growth), artinya dalam setiap pekerjaan itu ada kesempatan
bagi karyawan untuk tumbuh dan berkembang.
Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor
ekstrinsik) meliputi :
1. Pengawasan (Supervision) terhadap karyawan.
2. Kebijakan dalam perusahaan (Company Policy).
3. Hubungan dengan atasan (Relationship with Supervisor).
4. Kondisi tempat kerja (Working Condition).
41
5. Gaji (Salary) yang diterima karyawan.
6. Hubungan dengan rekan-rekan kerja sederajat (Relationship
with Peers).
7. Kehidupan pribadi para karyawan (Personal Life).
8. Hubungan dengan bawahan (Relationship with
Subordinates).
9. Kedudukan (Status) karyawan.
10. Keamanan dan keselamatan kerja (Security).
2.3.3. Indikator Motivasi
Indikator-indikator motivasi menurut (Maslow Dalam
Robbins,2006:124 ) yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological need)
Kebutuhan Fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia
yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup
seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.
2. Kebutuhan rasa aman (safety need)
Apabila kebutuhan fisiologis relative sudah terpuaskan,
maka muncul kebutuhan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan
dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan
pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak
lagi bekerja.
42
3. Kebutuhan sosial (social need)
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan
secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial. Yaitu kebutuhan
untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan
orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan
adanya kelompok kerja yang kompak, supervise yang baik, rekreasi
bersama dan sebagainya.
4. Kebutuhan penghargaan (Esteem need)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk
dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas
kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization need)
Aktualisasi diri merupaka hirarki kebutuhan dari Maslow
yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses
pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan
untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki
seseorang. Kebutuhan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya
yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya.
Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri
senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan
keahliannya.
43
2.4. Disiplin Kerja
2.4.1. Pengertian Disiplin Kerja
Singodimenjo (2011:86) “Disiplin adalah sikap kesediaan
dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma
peraturan yang berlaku di sekitarnya”. Hasibuan dalam Barnawi
(2012:112) Disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk
secara teratur, tekun, terus-menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah
ditetapkan. Menurut Simamora (2004:234), disiplin adalah prosedur
yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar
peraturan atau prosedur. Disiplin kerja adalah suatu alat yang
digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar
mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu
upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang
menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku (Rivai, 2004:444).
Menurut Hasibuan (2013:193), Disiplin kerja adalah
“Kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”. Menurut
Mangkunegara (2013:129) bahwa : “Disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-
pedoman organisasi.” Menurut Sutrisno (2014:86) menyatakan bahwa
44
disiplin kerja adalah “Kesediaan dan kerelaan seseorang untuk
menaati dan menjalankan norma-norma atau aturan yang berlaku”.
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa disiplin
kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila
melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya. Setiyawan dan
Waridin (2006:101), ada 5 faktor dalam penilaian disiplin kerja yaitu :
a. Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang yang tepat
waktu, pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan tugas
dankemampuan mengembangkan potensi diri berdasarkan motivasi
yang positif.
b. Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dan kontribusi.
c. Kompensasi yang diperlukan meliputi saran, arahan atau perbaikan.
d. Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal.
e. Konservasi meliputi penghormatan terhadap aturan dengan
keberanian untuk selalu melakukan pencegahan terjadinya tindakan
yang bertentangan dengan aturan.
Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin
kerja menurut Rivai (2004:444):
a. Disiplin retributif (retributive discipline) yaitu berusaha
menghukum orang yang berbuat salah.
b. Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu
karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat.
45
c. Perspektif hak-hak individu (individual right perspective) yaitu
berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-
tindakan disipliner.
d. Perspektif utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus
kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-
konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak
negatifnya.
2.4.2. Tujuan Disiplin Kerja
Penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan ditujukan
agar semua karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan
sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang
berlaku dalam perusahaan itu tanpa paksaan. Apabila setiap orang
dalam perusahaan itu dapat mengendalikan diri dan mematuhi semua
norma-norma yang berlaku, maka hal ini dapat menjadi modal utama
yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Mematuhi peraturan berarti memberi dukungan positif pada
perusahaan dalam melaksanakan program – program yang telah
ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan tercapainya tujuan
perusahaan. Menurut Sutrisno (2009:126), mengemukakan bahwa
tujuan disiplin kerja adalah sebagai berikut :
a. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan.
46
b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para
karyawaan untuk melaksanakan pekerjaan.
c. Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas dan rasa
solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan.
e. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawaan.
2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Hasibuan (2010 : 194) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi,
diantaranya :
a. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat
kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan
ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan
karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan
kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karywan
bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengerjakannya.
b. Teladanan Pimpinan
Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan
kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan
oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik,
47
berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya.
Dengan keteladanan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahanpun
akan ikut baik.
c. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi
kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan
dan kecintaan karyawan terhadap organisasi atau pekerjaannya.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan
pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya
penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas
jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptannya
kedisiplinan pegawai yang baik.
e. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan
paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan organisasi.
Dengan pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan
langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi
kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat
kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada
bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelasaikan
tugasnya.
48
f. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat,
pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan
organisasi, sikap, dan perilaku indisipliner pegawai akan berkurang.
Berat atau ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman
harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan
diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas
untuk menghukum setiap pegawai yang indispliner sesuai dengan
sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Impinan yang berani bertindak
tegas menerapkan hukuman bagi pegawai indisipliner akan akan
disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.
2.4.4. Dimensi Disiplin Kerja
Hasibuan (2009 : 194), mengemukakan bahwa kedisiplinan
diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya,
mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua
peraturan organisasi dan norma- norma yang berlaku. Beberapa poin
tersebut dalam penelitian ini akan dijadikan indikator penelitian.
Penjelasan dari ketiga poin tersebut, akan penulis uraikan dibawah ini.
49
a. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya
Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan
dapat dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan
pulang tepat dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat
kedisiplinan dalam organisasi tersebut.
b. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik
Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah
satu indikator kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat
menunjukkan kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam
mengerjakan tugas yang diberikan.
c. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang
berlaku.
Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma
yang berlaku merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga
apabila pegawai tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar
norma-norma yang berlaku maka itu menunjukkan adanya sikap tidak
disiplin.
2.4.5. Indikator Disiplin Kerja
Adapun indikator disiplin kerja menurut Singodimendjo
dalam Sutrisno (2011:94) adalah sebagai berikut:
50
a. Taat terhadap aturan waktu
Dilihat dari jam masuk kerja, jam pulang, dan jam istirahat yang
tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan.
b. Taat terhadap peraturan perusahaan
Peraturan dasar tentang cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam
pekerjaan.
c. Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan
Ditunjukan dengan cara-cara melakukan pekerjaan-pekerjaan
sesuai dengan jabatan, tugas dan tanggung jawab serta cara
berhubungan dengan unit kerja lain.
d. Taat terhadap peraturan lainnya diperusahaan
Aturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
oleh para pegawai dalam perusahaan.
Indikator disiplin kerja lainnya yang digunakan untuk
mengukur disiplin kerja menurut Hasibuan (2013:163) yaitu :
a. Kriteria berdasarkan sikap
Mental dan perilaku karyawan yang berasal dari kesadaran atau
kerelaan dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas dan peraturan
perusahaaan.
b. Kriteria berdasarkan norma
Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan dan
sebagai acuan dalam bersikap.
51
c. Kriteria berdasarkan tanggung jawab
Merupakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan peraturan
dalam perusahaan. Menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang
ditentukan karyawan harus bertanggung jawab atas pekerjaannya
dengan menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang ditentukan
perusahaan.
2.5. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Daftar Tabel Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Alat
Analisis
Hasil penelitian
1. Windy Dyah
Indriyani (2016)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Kkaryawan Pada
PT Karya Indah Buana Surabaya.
(X1) Gaya
Kepemimpinan.
(X2)Motivasi.
(X3) Disiplin Kerja. (Y)
Kinerja Karyawan.
Analisis
Regresi.
Variabel Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi, Dan Disiplin
Kerja berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan pada
PT Karya Indah Buana Surabaya.
2. Muhammad
Aris Nuraini
(2012)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja
Karyawan Pada STIKES Surya
Global Yogyakarta.
(X1) Gaya
Kepemimpinan.
(X2) Motivasi. (X3) Disiplin Kerja.
(Y) Kinerja
Karyawan.
Analisis
Regresi.
Variabel Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi dan disiplin kerja secara parsial
dan simultan
berpengaruh secara signifikan terhadap
Kinerja Karyawan
Pada STIKES Surya Global Yogyakarta.
3. Fenny
Fitriawaty
(2015)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja
Karyawan PT Indah Jaya Express
Surabaya.
(X1) Gaya
Kepemimpinan.
(X2) Motivasi. (X3) Disiplin Kerja.
(Y) Kinerja
Karyawan.
Analisis
Regresi.
Variabel Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi, dan Disiplin Kerja tidak
berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT
Indah Jaya Express
Surabaya. 4. Hendika Swasti
(2010)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi, Dan
(X1) Gaya
Kepemimpinan.
(X2) Motivasi.
Analisis
Regresi.
Variabel Gaya
Kepemimpinan,
Motivasi, Dan Disiplin
52
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai PT Empat
Enam Jaya Abadi Balikpapan.
(X3) Disiplin kerja. (Y) Kinerja.
Kerja secara simultan dan parsial memiliki
pengaruh yang
signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT
Empat Enam Jaya
Abadi Balikpapan.
5. Siswandi ( 2006 )
Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Komunikasi
Internal Dan Motivas Terhadap
Kinerja Karyawan
Pand’s Collection Semarang.
(X1) Gaya Kepemimpinan.
(X2) Komunikasi
Interpersonal. (X3) Motivasi.
(Y) Kinerja
Karyawan.
Analisis Regresi.
Variabel Gaya Kepemimpinan,
Komunikasi Internal
Dan Motivasi secara simultan memiliki
pengaruh signifikan
terhadap Kinerja Karyawan Pand’s
Collection Semarang.
2.6. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Dengan
Kinerja Karyawan
Bass dalam Rina Irawati (2013:5) menyatakan gaya
kepemimpinan transformasional dapat membangkitkan atau
memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan mencapai
kinerja pada tingkat yang tinggi melebihi dari apa yang mereka
perkirakan sebelumnya. Rafferty dan Griffin dalam Yusuf Arifin
(2011;410) mengatakan bahwa pimpinan transformasional bagi
organisasi dan juga individu adalah lebih mendefinisikan kebutuhan
untuk berubah, menciptakan visi baru dan memobilasi komitmen
terhadap visi tersebut sehingga pemimpin transformasional lebih
dominan pada bagaimana mentransformasi organisasi dan langsung
memberikan pengaruh pada pencapaian kinerja yang lebih baik.
53
Berdasarkan hasil penelitian Ariana (2013) disebutkan
bahwa perusahaan bisa lebih memperhatikan kemampuan karyawan,
balas jasa terhadap karyawan, sanksi terhadap pelanggaran disiplin,
pengawasan yang lebih ketat dalam upaya meningkatkan atau
memperbaiki kinerja karyawan. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa
disiplin kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja
karyawan. Dengan adanya disiplin kerja yang baik dari karyawan
seperti datang tepat waktu, melaksanakan pekerjaan sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh perusahaan, mentaati peraturan perusahaan
maka akan dapat meningkatkan kinerja dari karyawan tersebut
sehingga target perusahaan akan tercapai. Hal ini didukung penelitian
yang dilakukan oleh Modiani (2012) yang menyimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional berpengaruh signifkan terhadap
kinerja karyawan.
2. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Karyawan
Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan
karyawan pada tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha
sehingga keinginan para karyawan dan tujuan organisasi dapat
tercapai. Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan karena
adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini
dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang,
sedangkan kebutuhan non ekonomis dapat diartikan sebagai
kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju.
54
Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat
dan aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal ini diperlukan adanya
motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong
seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan
usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi
kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula.
Menurut Purba (2004:67) menyebutkan ada salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi
merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk
mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai
(2004:455) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja
pegawai akan semakin tinggi. Penelitian yang dilakukan Hidayat
(2007) menunjukkan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan.
3. Hubungan Disilin Kerja Dengan Kinerja Karyawan
Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006:101) dan
Aritonang (2005:107) menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan
bagian dari faktor kinerja. Disiplin kerja harus dimiliki setiap
karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa
mendukung tercapainya tujuan organisasi karena merupakan wujud
dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai tanggung jawab
diri terhadap perusahaan. pelaksanaan disiplin dengan dilandasi
kesadaran dan keinsafan akan terciptanya suatu kondisi yang harmonis
55
antara keinginan dan kenyataan. Untuk menciptakan kondisi yang
harmonis tersebut terlebih dahulu harus diwujudkan keselarasan
antara kewajiban dan hak karyawan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa disiplin merupakan sikap kesetiaan dan ketaatan seseorang atau
sekelompok orang terhadap peraturan-peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan
perbuatan. Hal demikian membuktikan bila kedisiplinan karyawan
memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Kristiyanti dan Lisda
(2009) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja
karyawan. Wahyuni (2008) menyatakan dalam penelitinnya bahwa
disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan
beberapa hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
4. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tansformasional, Motivasi, Dan
Disiplin Kerja Dengan Kinerja Karyawan
Melihat hasil penelitian-penelitian yang telah disampaikan
diatas, dimana dari masig-masing variabel tersebut baik itu gaya
kepemimpinan transformasional, motivasi, dan disiplin kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kinerja
seseorang akan meningkat apabila mendapat perlakuan dari pemimpin
yang baik dan berkualitas, seperti halnya gaya kepemimpinan
transformasional yang dapat menginspirasi dan memotivasi para
56
bawahannya. Dengan adanya hal tersebut maka karyawan menjadi
lebih termotivasi untuk bekerja. Hal ini juga tentunya dapat
meningkatkan disiplin kerja para karyawan dalam sebuah perusahaan.
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa gaya kepemimpinan
transformasional, motivasi dan disiplin kerja sangat berpengaruh
dalam meningkatkan kinerja karyawan. Ratnaningsih (2015) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional, motivasi, dan disiplin kerja secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.7. Model Penelitian
Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan pada latar belakang
masalah dan juga dikembangkan dalam landasan teori, maka model
penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.1. berikut :
Gambar 2.1 Model Penelitian
Motivasi (X2) Kinerja (Y)
Gaya Kepemimpinan
Transformasional (X1)
Disiplin Kerja (X3)
H1
H2
H3
H4
57
2.8. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.
(Sugiyono, 2015:53). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan pada PT Madubaru PG PS Madukismo
Yogyakarta.
H2 : Diduga motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
pada PT Madubaru PG PS Madukismo Yogyakarta.
H3 : Diduga disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT Madubaru PG PS Madukismo Yogyakarta.
H4 : Diduga gaya kepemimpinan transformasional, motivasi, dan disiplin
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT Madubaru
PG PS Madukismo Yogyakarta.