30
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1.1 Pengertian Komite Audit Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk oleh dewan komisaris. Oleh karena itu, semua perusahaan manufaktur publik merupakan perusahaan milik masyarakat luas. Bahkan, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam aktivitas sehari-hari di luar bursa efek juga terkena kewajiban untuk membentuk komite audit yang salah satu tugasnya berkaitan dengan audit eksternal berhubungan dengan audit internal dan pengendalian internal. Ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit diantaranya : 1. Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan pembentukan Komite Audit bagi perusahaan yang go public. 2. Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai Komite Audit dalam jumlah dan kualifikasi keanggotaan. 3. Surat Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman Pembentukan Komite Audit. 4. Kep-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan BUMN mempunyai Komite Audit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komite Audit (Audit Committee)

2.1.1 Pengertian Komite Audit

Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan

publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk

oleh dewan komisaris. Oleh karena itu, semua perusahaan manufaktur publik

merupakan perusahaan milik masyarakat luas. Bahkan, perusahaan-perusahaan yang

terlibat dalam aktivitas sehari-hari di luar bursa efek juga terkena kewajiban untuk

membentuk komite audit yang salah satu tugasnya berkaitan dengan audit eksternal

berhubungan dengan audit internal dan pengendalian internal.

Ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit diantaranya :

1. Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan

pembentukan Komite Audit bagi perusahaan yang go public.

2. Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai

Komite Audit dalam jumlah dan kualifikasi keanggotaan.

3. Surat Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman

Pembentukan Komite Audit.

4. Kep-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan BUMN mempunyai Komite

Audit.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

10

5. Peraturan No.IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja

Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004.

Menurut Hiro Tugiman (1995), pengertian komite audit adalah:

“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa komite audit dibentuk oleh dewan

komisaris dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris. Selain itu,

fungsi komite audit sendiri yaitu mambantu dewan komisaris dalam melaksanakan

tugasnya.

Menurut Arens at al (2010), menjelaskan pengertian komite audit adalah:

“Audit committees is a selected number of members of a company's board of directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umumnya komite audit itu terdiri dari

tiga atau lima kadang tujuh orang yang bukan bagian dari manajemen perusahaan.

Tujuan dibentuknya komite audit yaitu untuk menjadi penengah antara auditor dan

manajemen perusahaan apabila terjadi perselisihan.

Sedangkan menurut Peraturan Nomor IX.1.5 dalam lampiran Keputusan Ketua

Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 mengemukakan bahwa:

“Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam

rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya”.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

11

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat dijelaskan bahwa komite audit

dibentuk oleh dewan komisaris yang bekerjasama dalam melaksanakan tugas dan

fungsi dewan komisaris. Salah satu tugasnya yaitu memastikan efektivitas sistem

pengendalian intern. Selain itu, komite audit juga bertanggungjawab kepada dewan

komisaris.

2.1.2 Pembentukan Komite Audit

Perusahaan publik maupun BUMN membentuk Komite Audit karena ingin

membangun perusahaan yang Akuntabilitas dan Transparan. Berdasarkan Surat

Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-41/PM/2003, menyatakan:

1. Emiten atau perusahaan publik wajib memiliki komite audit; 2. Emiten atau perusahaan publik wajib memiliki pedoman kerja komite audit

(audit committee charter); 3. Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris; 4. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris

independen dan sekurang-kurangnya 2 orang anggota lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

Berdasarkan keputusan tersebut komite audit dituntut untuk dapat bertindak

secara independen, independensin komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang

melandasi integritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak

yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus

menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

12

2.1.3 Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit

Jenis tugas dan tanggung jawab Komite Audit yang diangkat sebuah

perusahaan yang satu tidak pernah sama persis dengan perusahaan yang lain. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan skala, jenis usaha, kebutuhan dan domisili masing-

masing perusahaan. Walaupun demikian, tugas dan tanggung jawab Komite Audit

tidak boleh menyimpang dari tugas dan tanggung jawab Board of commissioner.

Wewenang Komite Audit harus meliputi:

1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.

2. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan.

3. Mengusahakan saran hukum dan saran professional lainnya yang independen

apabila dipandang perlu.

4. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila

dianggap perlu.

Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu

dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya

rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah

memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi dan

menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus.

Selain itu, Keputusan Ketua Bapepem Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa

komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas

terhadap catatan, karyawan. dana, asset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka

tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor internal.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

13

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan

bahwa Komite Audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan

pengawasan secara menyeluruh dalam hal memberikan pengawasan secara

menyeluruh dalam hal:

a. Laporan Keuangan

Komite Audit melaksanakan pengawasan independen dan memastikan bahwa

Laporan Keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran

yang sebenarnya.

b. Pengawasan Kontrol (Corporate Control)

Komite Audit memberikan pengawasan independen atas masalah atau hal-hal

yang berpotensi mengandung risiko.

c. Tata Kelola Perusahaan

Komite Audit melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan

Good Corporate Governance apakah telah dijalankan sesuai Undang-undang

dan peraturan yang berlaku.

Menurut keputusan menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002, Komite

Audit bertugas:

a. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan

Pengawasan Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah

pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar.

b. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian

manajemen perusahaan serta pelaksanaannya.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

14

c. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap

informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan

berkala, proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan

kepada pemegang saham.

d. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris atau

Dewan Pengawas.

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan pengawas

sepanjang masih dalam lingkup tugas dn kewajiban Komisaris/Dewan

Pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris

terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris,

mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan melaksanakan

tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.

2.1.4 Tujuan Komite Audit

Menurut Keputusan Menteri Nomor 117 Tahun 2002, tujuan dibentuknya

Komite Audit adalah membantu Komisaris atau Dewan Pengawas dalam memastikan

efektivitas sistem pengendalian internal dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor

eksternal dan auditor internal. Bapepam dalam Surat Edarannya (2003) mengatakan

bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk:

1. Meningkatkan kaulitas Laporan Keuangan;

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

15

2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;

3. Meningkatkan efektivitas fungsi audit internal maupun ekternal audit; dan

4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris.

Beberapa rujukan perusahaan Amerika yang mengacu pada Securities and

Exchange Commission (SEC), pada umumnya mencantumkan dalam Charter

Komite Auditnya bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris

untuk mengawasi:

1. Integritas dari Laporan Keuangan perusahaan;

2. Kualifikasi dan Kemandirian Auditor independen atau Auditor Eksternal;

3. Kinerja dari Auditor Internal perusahaan dan Auditor Eksternal; dan

4. Kepatuhan Perusahaan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Seiring dengan karakteristik tersebut, otoritas Komite Audit juga terkait

dengan batasan mereka sebagai alat bantu Dewan Komisaris. Mereka tidak memiliki

otoritas eksekusi apapun hanya memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris,

kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan

komisaris, missal: mengevaluasi dan menentukan kompensasi auditor eksternal, dan

memimpin suatu investigasi khusus.

Dalam menjalankan perannya, komite audit harus memiliki hak terbatas

kepada direksi, auditor internal, auditor eksternal, dan semua informasi yang ada di

perusahaan. Tanpa otoritas atau hak atas akses tersebut, akan tidak mungkin komite

audit dapat menjalankan perannya dengan efektif.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

16

2.2 Kompetensi dan Independensi Komite Audit

2.2.1 Kompetensi Komite Audit

Kompetensi merupakan professional yang mempunyai latar belakang

pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Menurut Hiro

Tugiman (2006) :

“Peningkatan kompetensi internal auditor secara signifikan dilakukan memalui

program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun

internasional.”

Berdasarkan pendapat di atas untuk pengembangan kompetensi Komite Audit

dibutuhkan keahlian dan pelatihan, namun tetap mengikuti perkembangan zaman dan

terus menjaga tingkat kemampuannya salama karier profesinya.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar kompetensi auditor bahwa:

“Kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil baik.” Berdasarkan keputusan diatas seorang auditor diakatakan kompeten jika

memiliki pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap perilaku yang sesuai dengan

peraturan yang telah ditentukan agar dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik.

Kompetensi seseorang juga memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan yang

dilakukannya yaitu sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai individu dalam

pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian pekerjaannya.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

17

2.2.2 Independensi Komite Audit

Menurut Sukrisno Agoes (2012), menjelaskan Independensi adalah:

“Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan

pekerjaannya untuk kepentingan umum.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor tidak dibenarkan memihak

kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapu sempurnanya keahlian teknis yang

dimiliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting

untuk mempertahankan kebebasan pendapatanya.

Pengertian independensi juga terdiri dari tiga jenis yaitu:

1. Independensi dalam penampilan (Independent In Appearance) merupakan

independensi yang selama bertugas selalu menghindari keadaan yang dapat

menyebabkan pihak lain meragukan independensinya.

2. Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent In Fact) merupakan sikap

auditor dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal

auditor dan professional framework of internal auditor.

3. Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sudut pandang

keahlian terkait erat dengan kecakapan professional auditor.

Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa independensi yaitu sikap

mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, serta tidak

bergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujurean dalam

mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif. Independensi anggota

Komite audit dapat dilihat dari persyaratan keanggotaan komite audit, seprti tertuang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

18

dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja

Komite Audit, lampiran ketua Bapepam No. 29/PM/2000.

Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah: “Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor dalam penugasannya harus

menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan konflik kepentingan atau

menimbulkan prasangka yang meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan

profesinya secara objektif.

2.3 Good Corporate Governance

2.3.1 Latar Belakang Good Corporate Governance

Sejak krisis ekonomi tahun1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik,

atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang

mengemuka di Indonesia. Akibat buruknya tata kelola pemerintahan dan perusahaan

di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi terpuruk.

Semenjak itulah, semua pihak sepakat untuk dapat bangkit dari keterpurukan,

Indonesia harus memulai dengan tata kelola yang baik dari pemerintah, perusahaan

pemerintah dan swasta. Berbagai upaya memperbaiki tata kelola dilakukan dengan

menerapkan prinsip GCG di semua lini masyarakat.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

19

Selain itu hal-hal lain yang melatarbelakangi munculnya prinsip good

corporate governance antara lain:

1. Krisis yang berlangsung membuktikan antara lain lemahnya penerapan prinsip

good corporate governance di dalam praktik bisnis di Indonesia.

2. Munculnya entitas bisnis yang bercirikan “bubble company” yakni perusahaan

dengan pertumbuhan asset yang besar, keuntungan jangka pendek dan tidak

didukung oleh fundamental yang kuat.

3. Adanya bentuk salah kelola (miss management) ataupun penyalahgunaan

wewenang (wrong doing) dalam pengelolaan perusahaan yang merugikan

investor dan stakeholder lainnya.

Munculnya prinsip good corporate governance terutama didasari oleh berbagai

peraturan hukum yang berlaku umum diantaranya:

1. Undang-undang RI Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbats (UUPT),

berdasarkan UU ini suatu perusahaan adalah suatu badan hukum tersendiri

dengan Direksi dan Komisarisnya yang mewakili perusahaan.

2. Surat Keputusan Nomor 117/M-MBU/2002 Tanggal 1 agustus 2002 Menteri

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatur antara lain:

BUMN wajib menerapkan prinsip good corporate governance sebagai

landasan operasinya.

Komisaris dan dewan pengawas harus membentuk Komite Audit yang

tugasnya antara lain membantu Komisaris dan dewan pengawas dalam

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

20

memastikan sitem pengendalian internal dan efektifitas pelaksanaan tugas

eksternal auditor dan internal auditor.

Aturan dan peraturan yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal

Indonesia (BAPEPAM) yang berlaku bagi perusahaan publik, yang menyatakan

bahwa perusahaan wajib mengungkapkan informasi penting melalui Laporan

Tahunannya serta laporan keuangan kepada para pemegang saham maupun laporan-

laporan lainnya kepada BAPEPAM, bursa efek, serta kepada masyarakat dengan cara

yang tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan objektif.

2.3.2 Pengertian Good Corporate Governance

Konsep good corporate governance yang kini muncul adalah sebagai jawaban

atas pengelolaan perusahaan atau organisasi, baik organisasi sector public maupun

organisasi sector swasta yang tidak sehat. Meskipun good corporate governance

bukan suatu konsep baru, tetapi masih saja salah dalam menafsirkan good corporate

governance, karena mereka menafsirkan good corporate governance sesuai dengan

kepentingannya.

Menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002), Corporate

Governance adalah:

“Sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tyjuan meningkatkan nilai pemegang saham (stakeholder value) serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti kreditor, supplier atau pemasok, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas.”

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

21

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa istilah corporate governance berbeda

dengan good management. Apabila good management diartikan sebagai pengelolaan

yang baik, maka good corporate governance diartikan sebagai pengelolaan yang

melibatkan hubungan dengan berbagai pihak untuk menetukan arah dan kinerja

perusahaan.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) 2001, Good

Corporate Governance adalah:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang saham kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa suatu sistem yang mengatur hubungan

antara pemegang saham, pengurus perusahaan, kreditor, pemerintah, karyawan serta

para pemegang saham kepentingan inter dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan

hak-hak dan kewajiban mereka.

Menurut Wahyudin Zarkasyi (2008), Good Corporate Governance adalah:

“Suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholder) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.” Pengertian tersebut menjelaskan bahwa good corporate governance digunakan

untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

22

kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa

kesalahan-kesalahan yang terjadinya dapat diperbaiki dengan segera.

Sedangkan pengertian Good Corporate Governance menurut Keputusan

Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, yaitu:

“Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa good corporate governance

merupakan pola hubungan yang digunakan dalam perusahaan untuk meningkatkan

keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan, agar tercipta tata kelola perusahaan

yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundangan yang dapat

membantu tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan berdasarkan

prinsip-prinsip good corporate governance.

2.3.3 Pedoman Pokok Pelaksanaan

2.3.3.1 Peranan Negara

Peranan Negara dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Melakukan koordinasai secara efektif anatara penyelenggara negara dalam

penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum

nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan

dunia usaha dan masyarakat.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

23

2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab

dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (ruer-making rules).

3. Menciptakan system politik yang sehat dengan penyelenggaraan negara yang

memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.

4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara

konsisten (consistent law enforcement).

5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar instansi yang jelas untuk

meningkatkan pelayanan masyarakat dengan intgritas yang tinggi dan mata

rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim

usaha yang sehat, efisien dan transparan.

7. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk

ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan

transparan.

2.3.3.2 Peranan Dunia Usaha

Peranan dunia usaha dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim

usaha yang sehat, efisien dan transparan.

2. Bersikap dan berprilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam

melaksanakan peraturan perundang-undangan.

3. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

24

4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang

didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.

5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang

penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat

dilaksanakan pada suatu kelompok usaha atau sector ekonomi tertentu.

2.3.3.3 Peranan Masyarakat

Peranan masyarakat dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Melakukan control social dengan memberikan perhatian dan kepedulian

terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggaraan Negara

serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia

usaha, melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggungjawab.

2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggaraan Negara dan dunia usaha

dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.

2.3.4 Asas Good Corporate Governance

Prinsip good corporate governance diharapkan menjadi titik terang dalam

pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun kerangka kerja penerapan

corporate governance. Bagi pelaku usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi

pedoman mengolaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan

perusahaan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

25

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor

117/M/MBU/2002, prinsip-prinsip good corporate governance mencakup:

a. Transparansi

yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai

perusahaan;

b. Kemandirian

yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa

benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-

prinsip korporasi yang sehat;

c. Akuntabilitas

yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga

pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

d. Pertanggungjawaban

yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

e. Kewajaran (fairness)

yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang

timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

26

Sedangkan menurut Wahyudin Zarkasyi (2008), Setiap perusahaan harus

memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua

jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,

independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan.

1. Transparansi (Transparency)

Prinsip dasar, untuk menjaga objektifitas dalam menjalankan bisnis,

perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang

mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus

mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan

oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan

keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menyediakan informasi

secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah

diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya; (2) Informasi yang harus

diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada visi, misi, sasaran usaha dan strategi

perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham

pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris

beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang

memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan

pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan

kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahann; (3) Prinsip

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

27

keterbukaan yang dianut oleh poerusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk

memenuhi kententuan kerahasian perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi; (4) Kebijakan perusahaan harus

tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip Dasar, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya

secara transparan dasn wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,

terukur dan sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan

lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja

yang berkesinambungan.

Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas

dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara

jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan; (2)

Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan

memepunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanngung jawab, dan perannya dalam

pelaksanaan GCG; (3) perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian

internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. (4) Perusahaan harus memiliki

ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai

perusahaan, serta mamiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment

system). (5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ

perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman

perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

28

3. Responsibilitas (Responsibility)

Prinsip Dasar, Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan

serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

pengakuan sebagai good corporate citizen.

Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Organ perusahaan harus berpegang pada

prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws); (2) Perusahaan harus

melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhada masyarakat

dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan.

4. Independensi (Independency)

Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

memeperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya

berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.

Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan

kepada pemangku kepentingan untuk memberi masukan dan menyampaikan pendapat

bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan

prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing; (2) Perusahaan harus

memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai

dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan; (3) perusahaan

harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

29

melaksanakan tugasnya secara professional tanpa membedakan suku, agama, ras,

jender, dan kondisi fisik.

5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya

berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.

Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan

kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan

pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi

sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkungan kedudukan masing-masing; (2)

Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku

kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada

perusahaan; (3) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam

penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional tanpa

membedakan suku, agama, ras, dan kondisi fisik.

Diterapkannya prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan,

khususnya BUMN dapat meningkatkan nilai perseroan, memaksimalkan tata pengelolaan

perusahaan, dan menghasilkan keputusan yang terbaik bagi pihak yang berkepentingan

dalam perusahaan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

30

2.3.5 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

Tujuan penerapan good corporate governance pada BUMN, berdasarkan

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 117/M/MBU/2002,

sebagai berikut:

a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,

akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan

memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;

b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien,

serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ;

c. Mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan

dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya

tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian

lingkungan di sekitar BUMN;

d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;

e. Meningkatkan iklim investasi nasional;

f. Mensukseskan program privatisasi.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut dalam menerapkan nilai-nilai tata kelola

perusahaan harus menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan

manfaat dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

31

yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai

standar internasional. Perusahaan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi

seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri perusahaan juga mengadopsi

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal penerapan prinsip good corporate governance harus disadari

bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya

asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh

jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan

yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.

Manfaat penerapan corporate governance, menurut Iman S. Tunggal dan Amin

W. Tunggal (2002), yaitu:

a. Perbaikan dalam komunikasi b. Minimisasi potensial benturan; c. Fokus pada strategi-strategi utama; d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi; e. Kesinambungan manfaat (sustainability of benefits) f. Promosi citra korporat (corporate image); g. Peningkatan kepuasan pelanggan; h. Perolehan kepercayaan investor.

Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting

perusahaan tidak lagi ditetapkan oleh satu pihak yang dominan, (misalnya, direksi),

akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan

memepertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

32

yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih

accountable (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua

tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa

perusahaan dan organisasi lainnya dapat mengembangkan manfaat tersebut dalam

jangka panjang.

2.3.6 Unsur-unsur yang terlibat dalam Good Corporate Governance

Menurut pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh

Komite Kebijakan Governance (KNKG) pada dasarnya ada Sembilan pihak yang

terlibat di dalam pelaksanaan good corporate governance, yaitu:

1. Pemegang Saham

Pemegang saham adalah orang atau individu-individu atau suatu institusi yang

mempunyai hak dan kewajiban akan suatu perusahaan sesuai dengan saham

yang disetornya. Pemegang saham ini memepunyai hak-hak dan kewajiban,

yaitu:

a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suaranya dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan ketentuan saham yang

dimilikinya.

b. Hak untuk memeperoleh informasi material mengenai perseroan secara

tepat waktu dan teratur.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

33

c. Hak menerima sebagian keuntungan perseroan yang diperuntukan bagi

Pemegang Saham sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya

dalam bentuk deviden dan pembagian keuntungan lainnya.

d. Setiap Pemegang saham berhak memeperoleh penjelasan lengkap dan

informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan

dengan penyelenggaraan RUPS agar Pemegang Saham dapat

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang

memepengaruhi eksistensi perseroan dan hak Pemegang Saham.

e. Pemegang Saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama

harus diperlakukan setara berdasarkan asas.

f. Pemegang Saham yang memiliki kepentingan pengendalian di dalam

perseroan harus menyadari tanggung jawab pada saat ia menggunakan

pengaruhnya atas manajemen perusahaan.

2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk

memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Oleh karena itu

maka peranan Dewan Komisaris adalah menilai system penetapan penggajian

pejabat pada posisi kunci, memonitor mengatasi masalah benturan

kepentingan pada tingkat manajemen. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi,

memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika perlu,

dan memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi perusahaan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

34

3. Direksi

Direksi bertugas untuk mengelola perseroan agar mencapai tujuan perusahaan,

dan Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada

Pemegang Saham melalui RUPS.

4. Komite Audit

Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat professional yang

independen kepada Dewan Komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang

memerlukan perhatian Dewan Komisaris mengenai pelaksanaan audit internal

di perseroaan.

5. Sekertaris Perusahaan

Fungsi sekertaris perusahaan harus dilaksanakan oleh salah seorang direktur

perusahaan tercatat atau pejabat perusahaan tercatat yang khusus ditunjuk

untuk menjalankan fungsi tersebut. Sekertaris perusahaan harus memiliki

akses terhadap informasi material dan relevan yang berkaitan dengan

perusahaan tersebut dan menguasai peraturan perundang-undangan pasar

modal khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan.

6. Manajer dan karyawan

Manajer menepati posisi yang strategic karena pengetahuan mereka dan

pengambilan keputusan dari hari ke hari. Manajer professional biasanya

mengambil peran penting dalam organisasi besar, sumber kekuasaan manajer

dari kombinasi keahlian manjerial dan tanggung jawab organisasional yang

diberikan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

35

Karyawan khususnya yang diwakili serikat pekerja atau mereka yang

memiliki saham dalam perusahaan dapat memepengaruhi kebijakan tata

kelola perusahaan tertentu.

7. Auditor Inetrnal

Auditor Internal bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan memiliki

akses langsung ke Komite Audit. Hal ini memberikan ruang gerak yang lebih

fleksibel kepada Auditor Internal dalam melaksanakan tugasnya. Auditor

Internal membantu menajemen senior dalam menilai risiko-risiko utama yang

dihadapi perusahaan dan mengevaluasi struktur pengendalian.

8. Auditor Eksternal

Auditor Eksternal bertanggung jawab memberikan opini/pendapat terhadap

laporan keuangan perusahaan. Laporan auditor independen adalah ekspresi

dan opini professional mereka mengenai Laporan Keuangan. Meskipun

Laporan Keuangan adalah tanggung jawab untuk menilai kewajaran

pernyataan manajemen dalam laporan keuangan perusahaan.

9. Stakeholders lainnya

Pemerintah terlibat dalam corporate governance melalui hukum dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku terutama mengenai kewajiban perusahaan

dalam hal perpajakan. Kreditor yang memberikan pinjaman memungkinkan

juga mempengaruhi kebijakan perusahaan.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

36

2.4 Hubungan Kompetensi dan Independensi Komite Audit terhadap

Pelaksanaan Good Corporate Governance

2.4.1 Hubungan Kompetensi terhadap Pelaksanaan Good Corporate

Governance

Dalam penerapan good corporate governance komite audit harus memiliki

akuntabilitas tinggi, dengan memenuhi persyaratan keanggotaan komite audit, yang

secara tim setidaknya memiliki kompetensi dan pengalaman sangat cukup di bidang

audit, akuntansi dan keuangan serta peraturan dan perundang-undangan yang meliputi

pasar modal, pasar uang, pasar komoditi berjangka, bursa saham, undang-undang PT

BUMN, dan good corporate governance. Dengan kompetensi yang dimiliki,

diharapkan komite audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah

semua hal-hal penting pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang singkat.

(Wahyudin Zarkasyi, 2008)

H 1 : Kompetensi komite audit berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate

governance

2.4.2 Hubungan Independensi terhadap Pelaksanaan Good Corporate

Governance

Komite audit dalam pelaksanaan good corporate governance harus bersikap

independen, dimulai dengan dipersyaratkannya komisaris independen sebagai ketua

komite audit. Seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham

minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap kepentingan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

37

pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit lainnya harus benar-benar

independen terhadap perusahaan, berarti mereka tidak memiliki hubungan bisnis

apapun dengan perusahaan , dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun

dengan direksi dan komisaris perusahaan. (Wahyudin Zarkasyi, 2008)

Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 melalui peraturan No

IX.I.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit

menyebutkan bahwa anggota komite audit sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota

yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan

keluarga dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama perusahaan dan

bukan orang dalam Kantor Akuntan Publik. Hal ini dimaksudkan agar komite audit

dalam melaksanakan tugasnya harus terbebas dari segala macam kepentingan yang

menyebabkan komite audit tidak objektif. Dengan demikian dapat dirumuskan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

H 2 : Independensi komite audit berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate

governance

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komite Audit (Audit Committee) 2.1

38

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

Dapus :

Good Corporate Governance

(Y)

Kompetensi

Komite Audit

(X1)

Independensi

Komite Audit

(X2)