Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Kulit
2.1.1 Pengertian Penyakit Kulit
Penyakit kulit adalah kelainan kulit yang diakibat adanya jamur,
kuman, parasit, virus maupun infeksi yang dapat menyerang siapa saja.
Penyakit kulit dapat menyerang seluruh atau sebagian tubuh tertentu dan
dapat membahayakan kondisi kesehatan penderita jika tidak ditangani
dengan serius. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada
kulit yang sering ditemui misalnya faktor lingkungan, iklim, tempat
tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, alergi dan lain-lain (Putri,
Furqon, & Perdana, 2018).
2.1.2 Jenis-Jenis Penyakit Kulit
1. Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis yang
disebabkan oleh faktor eksogen maupun endogen dengan ditandai gejala
objektif lesi bersifat polimorf dan gejala subjektif gatal (Maryunani,
2010). Gejala utama yang dirasakan pada penderita penyakit dermatitis
adalah gatal, alergi, kulit melepuh, kulit meradang, perih, keluar nanah,
muncul kemerahan pada wajah, lutut, tangan dan kaki, tetapi tidak
menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain, daerah yang
terkena sangat kering dan panas pada area tersebut.
2. Abses
Abses merupakan sebuah penimbunan nanah yang terakumulasi di
sebuah kabitas jaringan karena akibat infeksi bakteri atau karena adanya
benda asing seperti serpihan, luka peluru, atau jaruh suntik. Gejala yang
dirasakan biasanya gatal pada bagian kulit tertentu, timbul benjolan kecil
dengan warna kemerahan, keluar nanah, nyeri tekan, nyeri kepala, kulit
7
meradang, bengkak dan demam. Penyebab penyakit abses antara lain
infeksi bakteri melalui cara bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang
berasal dari tusukan jarum yang tidak steril.
3. Scabies
Scabies merupakan penyakit infeksi kulit yang menular dengan adanya
rasa gatal pada lesi ketika malam hari yang disebabkan oleh tungau
sarcoptes scabiei var hominis (Prativi, M. Yunita, & Linda, 2013). Gejala
yang sering dirasakan adalah gatal terutama malam hari, bentol/bintik
merah seperti jerawat kulit meradang, panas pada area tersebut, perih, dan
keluar nanah. Faktor berkembangnya penyakit scabies antara lain penyakit
tersebut banyak diderita oleh masyarakat dengan hygiene buruk, sosial
ekonomi yang rendah, hubungan seksual dengan gonta-ganti pasangan,
kesalahan dalam mendiagnosis dan perkembangan demografi serta
ekologi.
4. Herpes
Herpes merupakan penyakit radang kulit yang disebabkan oleh virus
dengan ditandai munculnya bintik yang berisi cairan pada bagian kulit
tertentu. World Health Organization (WHO) melaporkan prevalensi
herpes di Negara berkembang seperti Indonesia lebih tinggi dibandingkan
dengan di negara maju. Gejala yang dirasakan pada penderita herpes
biasanya gatal, demam, nyeri kepala, nyeri tekan, kulit meradang, kulit
melepuh, perih dan muncul gelembung air.
5. Urtikaria
Urtikaria merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya edema
kulit superfisial setempat dengan ukuran yang bervariasi dikelilingi oleh
halo eritem disertai rasa gatal atau panas dan terkadang perut terasa mulas
serta demam. Pada bagian tengan bintul tampak kepucatan yang biasanya
kelainan ini bersifat sementara, gatal, dan dapat terjadi dimanapun di
seluruh permukaan kulit. Ruam urtikaria cepat timbul dan hilang perlahan-
lahan sekitar dalam waktu 1-24 jam (Fitria, 2013). Gejala yang dirasakan
pada penderita urtikaria biasanya gatal, demam, muncul ruam merah,
alergi, bengkak, dan panas pada area tersebut.
8
6. Pioderma
Pioderma merupakan penyakit infeksi bakterial kulit. Penyebab utama
pioderma adalah bakteri staphylococcus aureus maupun streptococcus sp.
Pioderma merupakan infeksi bakteri pada kulit yang sering dijumpai.
Penyakit ini dapat menyerang laiki-laki maupun perempuan pada semua
kalangan usia. Gejala pada penyakit pioderma biasanya gatal, terdapat
benjolan merah pada kulit, membesar dan kemudian menjadi nanah, kulit
meradang, serta demam. Terjadinya pioderma di pengaruhi oleh gizi,
kondisi imunologis, integritas kulit, serta faktor lingkungan seperti panas,
lembab, kurangnya sanitasi dan hygiene.
7. Ektrim (Ekzema)
Ektrim (ekzema) merupakan penyakit kulit manusia yang ditandai
dengan kulit kemerah-merahan, bersisik, pecah-pecah, terasa gatal
terutama pada malam hari, timbul gelembung-gelembung kecil yang
mengandung air atau nanah, bengkak, melepuh, tampak merah, sangat
gatal dan terasa panas.
8. Kudis
Kudis adalah penyakit kulit manusia yang menular, memiliki gejala
gatal, dan rasa gatal tersebut akan lebih parah pada malam hari. Sering
muncul di tempat-tempat lembab di tubuh seperti misalnya, tangan, ketiak,
pantat, dan terkadang di celah jari tangan atau kaki.
9. Kurap
Penyakit kurap merupakan penyakit kulit manusia yang menular yang
disebabkan oleh jamur. Gejala kurap mulai dapat dikenali ketika terdapat
baitan kecil yang kasar pada kulit dan dikelilingi lingkaran merah mda.
Bisul (Furunkel), merupakan penyakit kulit manusia berupa benjolan,
tampak memerah, yang akan membesar, berisi nanah dan terasa panas,
dapat tumbuh di semua bagian tubuh, namun biasanya tumbuh pada
bagian tubuh yang lembab, seperti : leher, lipatan lengan, atau lipatan
paha, kulit kepala.
9
10. Panu
Panu merupakan penyakit kulit manusia yang disebabkan jamur.
Penyakit panu ditandai dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai
rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih,
coklat atau merah tergantung warna kulit si penderita.
2.1.3 Gejala Penyakit Kulit
Menurut hasil penelitian (Maharani, 2015), untuk mendiagnosis
penyakit kulit dan untuk melakukan penanganan terapeutik, makan harus
dapat dikenali perubahan pada kulit yang dapat diamati secara klinis yaitu
efloresen. Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya
penyakit. Untuk mempermudah diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu efloresen primer dan sekunder. Efloresen primer
terdapat pada kulit normal, sedangkan efloresen sekunder berkembang
pada kulit yang berubah.
1. Eflorsen primer
a. Bercak (macula), adalah perubahan warna kulit
b. Urtica, adalah bentol-bentol pada kulit yang berwarna merah muda
sampah putih dan disebabkan oleh udem.
c. Papula, bentuknya sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar kecang
hujau terjadi karena penebalan epidermis secara lokal.
d. Tuber (nodus), mirip dengan papula, akan tetapi tuber jauh lebih besar.
e. Vesikel, memiliki ukuran sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar
biji kapri merupakan rongga beruang satu atau banyak yang berisi
cairan.
f. Bulla, mirip dengan vesikel tetapi agak besar dan biasanya beruang
satu.
g. Pustule, merupakan vesikel yang berisi nanah, biasanya terdapat pada
kulit yang berubah karena radang.
10
h. Urtika, penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan dapat
hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan
gigitan serangga.
i. Tumor, penonjolan di atas permukaan kulit berdasrakan pertumbuhan
sel.
j. Kista, penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa.
k. Plak, peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata atau
berisi zat padat.
l. Abses, kumpulan nanah dalam jaringan.
2. Eflorsen sekunder
a. Ketombe (squama)
b. Crusta, terbentuk akibat mengeringnya eksudar, nanah, darah.
c. Erosion, kerusakan kulit permukaan yang ada dalam epidermis.
d. Ulcus, disebabkan oleh hilangnya komponen kulit pada bagian yang
lebih dalam, epidermis, dan kelengkapannya juga rusak.
e. Likenifikasi, penebalan kulit sehingga garis lipatan tampak lebih jelas.
f. Ekskoriasi, kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga
kulit tampak merah disertai bintik-bintik pendarahan. Ditemukan pada
dermatitis kontak dan ektima.
g. Keloid, hipertropi yang pertumbuhannya melampaui batas.
h. Rhagade, kerusakan kulit dalam bentuk celah misalnya ada telapak
tangan, ujung bibir, atau diantara jari kaki.
i. Hiperpigmentasi, penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit
tampak lebih hitam dari sekitarnya.
j. Hipopigmentasi, kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih
dari sekitarnya.
k. Atrofi, terjadinya pengecilan semua lapisan kulit, rambut tidak ada
kulit berkerut dan mudah diangkat dari lapisan dibawahnya.
l. Abses, kantong berisi nanah di dalam jaringan.
11
2.1.4 Penatalaksaan Pengobatan Topikal Pada Penyakit Kulit
Pengobatan topikal adalah pemberian obat secara lokal pada kulit atau
pada membran pada area mata, hidung, lubang telinga, dan sebagainya.
Kegunaan dan khasiat pengobatan dari pengaruh fisik dan kimiawi obat-
obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik
diantaranya mengeringkan, membasahi, melembutkan, medinginkan,
melindungi dari pengaruh buruk dari luar, serta menghilangkan rasa gatal
dan panas (Hatami, 2013).
Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dari ketidaknyaman
seperti pada terapi yang diberikan secara intravena, serta berbagai hal yang
mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya perubahan
pH, aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Meskipun demikian,
pengobatan topikal juga memiliki kelemahan, diantaranya dapat
menimbulkan iritasi dan alergi (dermatitis kontak), permeabilitas beberapa
obat melalui kulit yag relatif rendah sehingga tidak semua obat dapat
diberikan secara topikal, dan terjadinya denaturasi obat enzim pada kulit
(Asmara, 2012).
Efektivitas terapeutik obat topikal bergantung dari potensi bahan aktif
yang dibawa oleh bahan dasar (vehikulum) yang mampu berpenetrasi
menembus lapisan kulit.vehikulum diantaranya cairan, bedak dan salep.
Cairan merupakan solusi antara dua subtansi atau lebih menjadi satu
larutan homogen yang bening. Cairan selain sebagai obat oles dapat
dipakai sebagai kompres atau perendam. Bedak bersifat menyerap cairan,
mendinginkan dan mengurang gesekan. Sedangkan salap adalah sediaan
semisolid yang mudah menyebar, bersifat protektif, hifrasi dan lubrikasi.
Salep dengan dasar hidrokarbon tidak mampu menyerap air, bersifat
lengkep, berpentrasi sangat baik, dapat mengatasi dermatosis tebal
(Sjamsoe, 2005).
12
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Kulit
Hendrik L. Blum (1974) dalam (Notoatmodjo, 2007) menyatakan secara
ringkas mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat yaitu:
1. Lingkungan
Lingkungan terdiri atas tiga komponen yaitu lingkungan fisik,
lingkungan biologi dan lingkungan sosial. Lingkungan yang tidak
sehat atau sanitasinya tidak terjaga dapat menimbulkan masalah
kesehatan. Lingkungan dapat menjadi penyebab langsung, sebagai
faktor yang berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit,
sebagai medium transmisi penyakit dan sebagai faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit (Maharani, 2015).
2. Perilaku
Perilaku hidup yang tidak sehat seperti membuang sampah
sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah makan,
buang air besar atau kecil di sembarang tempat, mencuci atau mandi
dengan air kotor merupakan perilaku yang mengudang terjangkitnya
berbagai jenis penyakit (Maharani, 2015).
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang minim atau sulit dijangkau dapat
membuat penduduk yang sakit tidak dapat diobati secara cepat dan
menularkan penyakit pada yang lain (Maharani, 2015).
4. Genetik
Keturunan adalah faktor-faktor yang menunjukkan sejumlah sifat-
sifat yang menurun dari generasi ke generasi turunannya. Kesehatan
masyarakat dipengaruhi oleh faktor keturunan karena sebagian
penyakit diturunkan dari orang tuanya (Maharani, 2015).
Dari empat unsur diatas faktor lingkungan sangat besar kaitnya
dengan kesehatan manusia. Lingkungan yang bersih dan sehat akan
menjadi penghalang tumbuhnya bibit penyakit yang dapat menjadi
penyebab manusia terjengkitnya penyakit. Untuk mewujudkan
13
lingkungan bersih dan sehat diperlukan sanitasi yang menekankan
kegiatannya pada bidang pencegahan terjadinya penyakit.
Adapun faktor penyebab tidak langsung yaitu faktor penyebab
tidak langsung (faktor predisposisi) bukan merupakan faktor utama
terjadinya penyakit kulit. Akan tetapi, apabila faktor-faktor ini terjadi
pada pekerja, maka akan meningkatkan risiko terkena penyakit kulit.
Menurut (Lestari, 2007), faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Usia
Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari
individu. Usia dewasa adalah masa produktif atau disebut masa bekerja.
Usia dewasa dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada
akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang
berakhir pada usia tiga puluhan tahun.
b. Masa pertengahan dewasa adalah periode perkembangan yang bermula
pada usia kira-kira 30 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia
enam puluhan tahun.
c. Masa akhir dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada
usia enam puluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian.
Pekerja yang usianya lebih muda cenderung bekerja kurang
memperhatikan keselamatan dan kebersihan, sehingga lebih berpotensi
terkena bahan kimia. Pada pekerja usia lanjut terjadi perubahan
struktur kulit. Kulit menjadi kurang elastis, kehilangan lapisan lemak
diatasnya, menjadi lebih kering dan menipis. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan.
2. Lama Bekerja
Lama bekerja dapat mempengaruhi terjadinya penyakit kulit. Hal
ini berhubungan dengan pengalaman bekerja, sehingga pekerja yang lebih
lama bekerja lebih jarang terkena penyakit kulit dibandingkan dengan
pekerja yang sedikit pengalamannya. Tetapi, pekerja yang sudah lebih
lama bekerja akan meningkatkan risiko terkena penyakit kulit karena lebih
14
banyak terpajan bahan kimia. Lamanya seseorang bekerja dengan baik
dalam sehari pada umumnya 8 jam.
3. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Dalam melakukan diagnosis, dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat
keluarga, riwayat alergi, dan riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat Alergi
Alergi adalah suatu penyakit yang berupa perubahan reaksi tubuh
yang berlebihan terhadap suatu bahan tertentu di lingkungan yang disebut
alergen. Reaksi alergi timbul segera dalam beberapa menit setelah ada
rangsangan alergen pada seseorang yang hipersensitif. Penyebab alergi
ditimbulkan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Menurut (Swasto, 2011) mengemukakan bahwa ada beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja antara lain:
1. Kondisi Lingkungan Tempat Kerja, kondisi ini meliputi:
a. Kondisi fisik
Berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruang tempat bekerja,
tingkat kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan kerja.
b. Kondisi fisiologi
Kondisi ini dapat dilihat dari konstruksi mesin/peralatan, sikap
badan dan cara kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat
menimbulkan kelelahan fisik dan bahkan dapat mengakibatkan
perubahan fisik karyawan.
c. Kondisi khemis
Kondisi yang dapat dilihat dan uap gas, debu, kabut, asap, cairan,
dan benda padat.
2. Mental Psikologis
Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman
sekerja, hubungan kerja antara bawahan dengan atasan dan sebaliknya,
suasana kerja, dan lain-lain.
15
3. Alat Pelindung Diri (APD)
Yang menjadi dasar hukum dari alat pelindung diri ini adalah Udang-
Undang Nomor 2 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 Tentang Kewajiban Bila
Memasuki Tempat Kerja yang berbunyi: “ Barangsiapa akan memasuki
sesuatu tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan
kerja dan memkai alat-alat tersebut terdiri dari:
a. Safety Helmet, berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang
bisa mengenai kepala secara langsung.
b. Baju pelindung, berfungsi untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuh dari bahan-bahan zat kimia, mikroorganisme patogen dari
manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri,
dan jamur yang dapat menimbulkan penyakit.
c. Sepatu karet (sepatu boot), berfungsi sebagai alat pengaman saat
bekerja di tempat becek ataupun berlumpur.
d. Sarung tangan, berfungsi sebagai alat pelindung tangan saat bekerja id
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan.
e. Masker (respirator), berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup
saat bekerja di tempat dengan kualitas udara yang buruk (misal
berdebu, beracun, berasap, dan sebagainya).
4. Personal Hygiene
Personal hygiene adalah usaha untuk memelihara dan
mempertimbangkan derajat kesehatan, atau ilmu yang mempelajari cara-
cara yang berguna bagi kesehatan (Jerusalem, 2010). Personal hygiene
atau kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan
untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis
(Hidayat, 2008).
Menurut penelitian oleh (Sajida, 2012) tentang personal hygiene
dengan keluhan penyakit kulit di kelurahan denai kota medan, didapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara personal hygiene, yakni kebersihan
kulit, kebersihan kaki, kuku dan tangan, serta kebersihan pakaian dengan
timbulnya keluhan penyakit kulit.
16
2.2 Konsep Pengalaman
2.2.1. Pengertian Pengalaman
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,
dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja
terjadi (Saparwati, 2012). Pengalaman dapat diartikan sebagai memori
episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpang peristiwa yang
terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang
berfungsi sebagai referensi otobiografi (Saparwati, 2012).
Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca
indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh ataupun
dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama
berlangsung. Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja
untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia
(Notoatmodjo, 2012).
Pengalaman adalah pengamatan yang merupakan kombinasi
penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu
(Saparwati, 2012). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengalaman adalah sesuatu yang sudah pernah dialami, dijalani
maupun dirasakan yang tersimpan didalam memori.
Pengetahuan adalah suatu hasil dari manusia atas penggabungan
atau kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang
diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri, 2010). Menurut
(Notoatmodjo, 2012), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia,
atau hasil pemahaman seseorang terhadap objek memlalui indera yang
dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Jadi pengetahuan adalah
berbagai macam hal yang diperoleh seseorang melalui alat indera.
2.2.2. Faktor yang mempengaruhi pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat
suatu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang mempunyai
17
pengalaman, faktor objek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi
dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar
belakang, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,
kepribadian setiap individu juga dapat mempengaruhi atau menentukan
terjadinya sebuah pengalaman hidup (Notoatmodjo, 2012).
Pengalaman setiap orang terhadap suatu objek dapat berbeda-beda
karena pengalaman bersifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Adapun hal yang ditangkap oleh indera dan diperhatikan
akan disimpan didalam memori dan akan digunakan sebagai referensi
untuk menanggapi hal yang baru. Menurut (Sulaiman, 2011) tingkatan
pengetahuan terdiri dari 4 macam, yaitu:
1. Pengetahuan deskriptif
Yaitu jenis pengetahuan yang dalam cara penyampaian atau
penjelasannya berbentuk secara objektif dengan tanpa adanya unsur
subyektivitas.
2. Pengetahuan kausal
Yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab
dan akibat.
3. Pengetahuan normatif
Yaitu suatu pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan suatu
ukuran dan norma atau aturan.
4. Pengetahuan esensial
Adalah suatu pengetahuan yang menjawab suatu pertanyaan
tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini sudah dikaji dalam bidang
ilmu filsafat.
Sedangkan menurut (Daryanto, 2010), pengentahuan sesorang terhdap
objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada
enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut: Pengetahuan (knowledge)
diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Sesorang dituntut untuk mengetahui
fakta tanpa dapat menggunakannya.
18
1. Pemahaman (comprehension) yaitu memahami suatu objek bukan sekedar
tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.
2. Penerapan (application) aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami objek tersebut dapat menggunakan dan mengaplikasikan
prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
3. Analisis (Analysis) adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponene
yang terdapat dalam suatu objek.
4. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formullasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukan suatu
kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam suatu
hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki.
5. Penilaian (evaluation) yaitu suatu kemampuan sesorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.3 Konsep Sampah
2.3.1 Definisi Sampah Rumah Tangga
Peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 2012 tentang sampah
rumah tangga adalah sampah tinjak atau sampah spesifik. Limbah rumah
tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian,
limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah ini
dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, bisa berupa sisa-sisa sayuran,
bisa juga berupa kertas, kardus atau karton.yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk.
19
2.3.2 Jenis-Jenis Sampah Rumah Tangga
Adapun sumber limbah rumah tangga sebagai berikut:
a. Limbah Organik
Berdasarkan pengertian secara kimiawi limbah organik merupakan
segala limbah yang mengandung unsur Karbon (C), sehingga
meliputi limbah dari makhluk hidup (misalnya kotoran hewan dan
manusia seperti tinja (feaces) berfungsi mengandung mikroba
potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor
sisa makanan, sayuran, wortel, kol, bayam, salada dan lain-lain.
Kertas, kardus, karton, air cucian, minyak goreng bekas dan lain-lain.
Limbah tersebut mempunyai racun yang tingi misalnya : sisa obat,
baterai bekas, dan air aki.
Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan
beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat
mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemaran biologis seperti
bakteri, jamur, virus dan sebagainya. Namun secara teknis sebagian
orang mendefinisikan limbah organik sebagai limbah yang hanya
berasal dari makhluk hidup (alami) dan sifatnya mudah busuk.
Artinya bahan-bahan organik alami namun sulit membusuk/atau
terurai, seperti kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang sulit
membusuk atau terurai (Dahruji, 2017).
b. Limbah Anoganik
Limbah anorganik merupakan limbah yang tidak dapat
membusuk/terurai secara alami oleh mikroorganisme. Apabila bahan
buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Berdasarkan pengertian
secara kimiawi, limbah yang tidak mengandung unsur karbon, seperti
logam (misalnya besi dari mobil bekas atau perkakas dan lauminium
dari kaleng bekas atau peralatan rumah tangga), kaca dan pupuk
anorganik (misalnya yang mengandung unsur nitrogen dan posfor).
Limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak
dapat diurai oleh mikro organisme. Seperti halnya limbah organik,
20
pengertian limbah organik yang sering diterapkan dilapangan
umumnya limbah anorganik dalam bentuk padat (sampah) agak
sedikit berbeda dengan pengertian diatas secara teknis limbah
anorganik didefinisikan sebagai limbah yang tidak dapat atau sulit
terurai atau busuk secara alami oleh mikro organism pengurai. Dalam
hal ini bahan organik seperti plastik, karet, kertas, juga
dikelompokkan sebagai limbah anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit
terurai oleh mikroorganisme sebab unsur karbonnya membentuk
rantai kimia yang kompleks dan panjang (Dahruji, 2017).
2.3.3 Cara Mengatasi Penyakit Kulit Akibat Sampah
1. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)
Anjuran penggunaan APD telah tercantum pada Undang-Undang
RI No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa pengurus atau
pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri
(APD) untuk para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakai
APD dengan tepat dan benar, dimana tujuan dari peraturan ini adalah
untuk melindungi kesehatan pekerja tersebut dari risiko bahaya di
tempat kerja. Perlindungan diri yang dapat digunakan yakni
penggunaan alat perlindungan diri (APD) untuk kepala, wajah,
telinga, pernapasan tangan, dan bagian kaki harus tetap diperhatikan
sesuai amanat dari Permenakertrans No. 8 Tahun 2010 tentang alat
pelindung diri pada pasal 4 yang menyatakan bahwa pemakaian APD
wajib digunakan di tempat kerja yang berhubungan dengan
pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
2. Menjaga Personal Hygiene
Personal hygiene berasal dari kata yunani, berasal dari kata
personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat (Isro' in,
2012). Personal hygiene (kebersihan perorangan) adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya. Faktor-faktor yang
memengaruhi personal hygiene diantaranya:
21
a. Citra Tubuh, yakni cara pandang seseorang terhadap bentuk
tubuhnya, citra tubuh sangat memengaruhi dalam praktik hygiene
seseorang.
b. Praktik Sosial, hal tersebut karena manusia merupakan makhluk
sosial dan karenanya berada dalam kelompok sosial. Personal
hygiene atau kebersihan diri seseorang sangat memengaruhi
praktik sosial seseorang. Selama masa kanak-kanak, kebiasaan
keluarga memengaruhi praktik hygiene, misalnya mandi, waktu
mandi. Pada masa remaja, hygiene pribadi dipengaruhi oleh
kelompok teman sebaya. Pada masa dewasa, teman dan kelompok
kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan
pada lansia, akan terjadi beberapa perubahan dalam praktik
hygiene karena perubahan dalam kondisi fisiknya.
c. Status sosial dimana hal tersebut akan memengaruhi jenis dan
tingkat praktik hygiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah
memungkinkan hygiene per orangan rendah pula.
d. Pengetahuan dan motivasi, hal tersebut akan memengaruhi
praktik hygiene seseorang. Sedangkan motivasi merupakan kunci
penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang
sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya
pengetahuan.
e. Budaya, yakni suatu kepercayaan budaya dan nilai pribadi yang
akan memengaruhi perawatan hygiene seseorang. Di Asia
kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi
bisa dilakukan 2–3 kali sehari.
Menurut (Hidayat, 2008), dalam memelihara kesehatan kulit,
kebiasaan yang sehat harus sering diperhatikan seperti: mandi
menggunakan sabun mandi secara rutin minimal 2 kali sehari,
menggunakan pakaian yang bersih dan rapi (pakaian diganti 1 kali
sehari atau jika pakaian sudah kotor atau basah), menghindari
penggunaan pakaian, handuk, selimut, sabun mandi, dan sarung
tangan secara bersama-sama, menghindari penggunaan pakaian yang
22
lembab atau basah, serta menggosok gigi 2 kali sehari atau sehabis
makan.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Faridawati,
2013) tentang hubungan antara personal hygiene dan karakteristik
individu dengan keluhan gangguan kulit pada pemulung di
Kecamatan Bantar Gebang, yang menyatakan ada hubungan yang
bermakna antara kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit.
Hasil itu juga sejalan dengan pernyataan (Hidayat, 2008) yang
berpendapat bahwa seringkali gangguan pada kesehatan yang dialami
seseorang diakibatkan karena kurangnya sikap kebersihan diri yang
baik.
Beberapa gangguan pada fisik yang umum terjadi yakni gangguan
pada kulit seperti penyakit kulit, infeksi mata dan telinga, serta
gangguan pada lapisan mukosa mulut, dan kuku. Siahaan (1999)
dalam (Indriastuti, 2015) juga berpendapat yakni kurangnya sikap
kebersihan seperti tidak mandi dapat menyebabkan buruknya kondisi
kebersihan badan, hal tersebut dapat mengakibatkan munculnya
gangguan kulit seperti infeksi kulit, skabies, celulitis, panu, jamuran
seperti Tinea korporis dan penyakit kulit lain. Meskipun tidak
berdampak pada angka kematian, tetapi hal ini dapat mengurangi
kualitas kesehatan mereka.