Upload
ngoque
View
237
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Ada empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni :
1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti
jaringan tubuh yang rusak.
2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan
cairan tubuh yang lain.
4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan
harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat besi (gizi) yang
dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan
zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Berdasarkan
segi kuantitas makanan harus disesuaikan dengan usia seseorang, jenis kelamin,
macam pekerjaan yang dilakukan, iklim, tinggi dan berat badan serta keadaan
individu (Moertjipto, 1994).
Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh
tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk
pengobatan. Tiga fungsi makanan yang pertama yaitu sebagai sumber energi karena
panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga energi. Kedua, makanan sebagai zat
pembangun karena makanan berguna untuk membangun jaringan tubuh yang baru,
Universitas Sumatera Utara
8
memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua. Fungsi ketiga yaitu
makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur prose salami,
kimia, dan proses faal dalam tubuh.
2.1.1. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan
bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian makanan,
sedangkan sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang menitikberatkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang
dapat mengganggu atau merusak segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak
kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan,
penyiapan, penggangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap
untuk dikonsumsi kepada konsumen (Depkes, 2002).
Pada proses pengolahan makanan dapat membawa bakteri yang menyebabkan
penyakit pada orang yang makan makanan tersebut. Pada kenyataannya, manusia
adalah sumber yang paling umum dari kontaminasi makanan yang dapat berasal dari
tangan, nafas, rambut, keringat, serta ketika batuk dan bersin. Bahkan jika pengelola
makanan tidak dalam kondisi sakit, masih bisa juga membawa mikroorganisme ke
dalam makanan yang bisa menyebabkan penyakit (Marriott, 1997).
Pada umumnya industri makanan menyediakan waktu khusus untuk mendidik
dan melatih karyawan. Supervisor dan pekerja juga perlu memahami pentingnya
melindungi makanan. Terjadinya penyakit bawaan makanan dapat mengakibatkan
kondisi yang sangat buruk bagi bisnis karena dapat menghabiskan biaya sekitar
Universitas Sumatera Utara
9
75.000 dolar untuk pelayanan makanan yaitu, investigasi, membersihkan kembali
serta membuat produk yang baru (Marriot, 1997).
2.1.2. Sanitasi makanan
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan
keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada
manusia (Chandra, 2006). Aturan mengenai pelaksanaan hygiene dan sanitasi
makanan tercantum dalam Undang-Undang No.9/1960 tentang Pokok-Pokok
Kesehatan dan Undang-Undang No. 11/1962 tentang Higiene untuk Usaha-Usaha
Umum serta dalam Kepmenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Hygiene
Sanitasi Rumah makan dan Restoran.
Di dalam upaya sanitasi makanan, terdapat beberapa tahapan yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.
6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan
sanitasi makanan yang efektif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan,
manusia dan peralatan.
1. Faktor makanan
Universitas Sumatera Utara
10
Hal- hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Sumber bahan makanan, apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan,
perikanan atau lainnya.
- Pengangkutan bahan makanan, yaitu harus memenuhi persyaratan sanitasi.
Seperti memiliki alat pendingin dan tertutup.
- Penyimpanan bahan makanan, harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai
berikut :
- Terhindar dari binatang pengerat seperti tikus.
- Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar
mudah dibersihkan.
- Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya
jamur.
- Memiliki pencahayaan yang cukup
- Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar
mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
- Harus ada jalan gudang.
- Pemasaran makanan, yaitu tempat penjualan atau pasar harus memenuhi
persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan
memiliki alat pendingin.
- Pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan
dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
- Penyajian makanan, yaitu harus bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta
dapat memenuhi selera makan pembeli.
Universitas Sumatera Utara
11
- Penyimpanan makanan, harus disimpan dalam lemari atau alat pendingin.
2. Faktor Manusia
Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat
seperti kebersihan dan karapian, memiliki etika dan sopan santun memiliki
penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus,
serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun.
3. Faktor Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga
memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2006).
Lima langkah yang harus dilakukan dalam upaya pemeliharaan sanitasi
makanan:
1. Penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab
yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang
melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang
biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi.
2. Penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran. Makanan atau bahan
makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan terbungkus dengan baik
sehingga tidak memungkinkan terkena debu.
3. Penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan makanan jadi yang harus
disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau busuk.
4. Pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan panas. Jika makanan
menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dengan
cepat.
Universitas Sumatera Utara
12
5. Penyimpanan makanan jadi tidak terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan
makanan jadi selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk
berkembang (Purnawijayanti, 2001).
Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan
peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya ”food borne
disease”. Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan
data penyakit apabila ada wabah kejadian luar biasa (KLB). Dari pengalaman telah
ditemukan bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam
proses memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang hygienis, serta kebersihan
pelaksana/ pekerja yang buruk.
Untuk menunjang keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan
beberapa fasilitas diantaranya adalah penyediaan air bersih, sistem pembuangan
sampah yang saniter, sistem pembuangan limbah cair yang saniter, serta sistem
Pengendalian insekta dan tikus. Hal yang cukup penting untuk menunjang yang
terdidik, standar makanan dan peraturan mengenai makanan, serta pemantauan dan
sangsi hukum (Mukono, 2005).
2.1.3. Gangguan Kesehatan Akibat Makanan yang Tercemar
Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan yang tercemar dapat
dikelompokkan menjadi, keracunan makanan , penyakit bawaan makanan dan infeksi
akibat makanan. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal
dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun racun yang ada di dalam panganan
akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat
Universitas Sumatera Utara
13
berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tidak dapat diuraikan,
dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan.
Penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita
seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba pathogen
kecuali keracunan (Mulia, 2005).
Infeksi akibat makanan (Food infection) adalah suatu gejala penyakit yang
muncul akibat masuk dan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh (usus)
manusia melalui makanan yang dikonsumsinya ( Chandra, 2006)
1. Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah penyakit mendadak, yang menjangkit dalam
waktu 4-12 jam setelah memakan makanan yang tercemar penyebab keracunan.
Ditandai dengan keluhan saluran cerna yang bersifat mendadak, berupa mual,
muntah, nyeri perut, berak encer, menggigil, pusing (gejala gastro enteritis).
Keracunan makanan harus dibedakan dari infeksi yang disebabkan oleh makanan.
Pada keracunan makanan gejala timbul mendadak (akut), dan dalam waktu singkat
setelah makan makanan yang tercemar racun (eksotoksin) atau makanan yang
menghasilkan racun (ototoksin). Gejala-gejala jelas menunjukkan hubungan dengan
makanan yang dimakan, sedangkan derajat berhubungan dengan jumlah makanan
beracun yang termakan. Oleh karena itu penting sekali menentukan zat-zat beracun
dalam makanan yang diperkirakan sebagai penyebab. Pengertian keracunan makanan,
seringkali keliru diartikan untuk penyakit yang ditimbulkan oleh zat yang telah ada
dalam makanan dan menyebabkan gejala sakit, bahkan ada juga yang mengartikan
Universitas Sumatera Utara
14
sebagai penyakit infeksi yang ditularkan lewat makanan (food borne infection)
(Dainur, 1995).
Secara sederhana, keracunan makanan berdasarkan penyebabnya dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu :
- Bacterial Food Poisoning
Bacterial Food Poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi
bakteri hidup atau terkontaminasi toksin yang dihasilkan bakteri tersebut. Bacterial
Food Poisoning dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
a. Salmonella food poisoning
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri spesies Salmonella. Penyakit
ini ditularkan kepada manusia melalui produk ternak yang terkontaminasi, seperti
daging, susu dan telur.
b. Staphylococcal food poisoning
Merupakan kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh enterotoksin yang
dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi pada manusia terjadi karena
konsumsi makanan yang terkontaminasi toksin. Toksin tersebut memiliki laju
reaksi yang cepat dan langsung menyerang usus dan sistem syaraf pusat (SSP).
Gejala penyakit ini antara lain mual, muntah, diare, nyeri abdomen dan
terdapatnya darah dan lendir dalam feses. Kematian akibat penyakit ini jarang
terjadi. Penderita dapat sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari.
c. Botulism
Merupakan penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh eksotoksin yang
diproduksi Clostridium botulinum. Dalam makanan kaleng, organisme ini akan
Universitas Sumatera Utara
15
membentuk spora. Masa inkubasi botulisme cepat sekitar 12 sampai 36 jam.
Gejala penyakit berbeda dengan kasus bacterial food poisoning lainnya karena
eksotoksin bekerja pada sistem saraf parasimpatik. Penyakit ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran dan berakibat fatal. Kematian terjadi dalam
waktu 4-8 hari akibat kegagalan pernafasan atau jantung.
d. Cl. perfringens food poisoning
Merupakan penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium.
perfringens yang dapat ditemukan dalam kotoran manusia dan binatang, dalam
tanah,air dan udara. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 6-24 jam. Gejala klinis
berupa nyeri perut, diare, lesu, subfebris, mual dan muntah jarang terjadi.
Penderitanya dapat sembuh dengan cepat, sementara penyakit ini tidak berakibat
fatal.
- Non- Bacterial Food Poisoning
Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan seperti
singkong, jengkol dan jamur beracun. Selain itu dapat diakibatkan oleh kerang dan
ikan laut serta dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan kimia ( Chandra, 2006).
2. Food borne disease ( Penyakit bawaan makanan)
Penyakit bawaan makanan dapat terjadi akibat makanan yang dikonsumsi
mengandung parasit, diantaranya, cacing pita sapi, cacing pita babi, cacing pita ikan
dan T.spiralis.
Cacing yang biasa ditemukan pada ikan, dapat menyebabkan manusia
menderita anemia jika dalam memasak daging ikan tidak sempurna (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara
16
3. Food borne Infection
Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme akan masuk
ke dalam usus manusia dan berkembang biak (Chandra, 2006). Penyakit yang
disebabkannya adalah
a. penyakit pernapasan yaitu pilek, sakit tenggorokan, pneumania, demam.
b. penyakit pencernaan seperti gejala diare dan disentri
c. demam typoid
d. infeksi hepatitis ( Marriott, 1997).
2.2. Kantin
Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin
merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai
tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala
macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di
lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI,
2004).
Kantin hampir selalu ada di tiap sekolah di Indonesia. Biasanya kantin
menjadi tempat berkumpul bagi para murid. Pesan-ambil-bayar-duduk mungkin
merupakan prinsip para pengguna fasilitas kantin. Ramainya kantin disebabkan oleh
obrolan siswa-siswi yang makan bersama. Kebanyakan murid menganggap penting
kantin sebagai tempat bersosialisasi, tempat berkumpulnya seluruh angkatan
(Wikipedia, 2008).
Universitas Sumatera Utara
17
Beberapa tujuan yang dapat dicapai melalui penyediaan layanan kantin di
sekolah:
1. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih makanan yang
baik atau sehat.
2. Memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata.
3. Menganjurkan kebersihan dan kesehatan.
4. Menekankan kesopanan dalam masyarakat, dalam bekerja, dan kehidupan
bersama.
5. Menekankan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang
berlaku di masyarakat.
6. Memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan baik.
7. Menunjukan adanya koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang
industri.
8. Menghindari terbelinya makanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebersihannya dan kesehatannya ( Marriott, 2006)
Kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan
prasarana yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat dibedakan
menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di
koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun
ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup.
Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasana sebagai
berikut:
(1) sumber air bersih,
Universitas Sumatera Utara
18
(2) tempat penyimpanan,
(3) tempat pengolahan,
(4) tempat penyajian dan ruang makan,
(5) fasilitas sanitasi,
(6) perlengkapan kerja dan
(7) tempat pembuangan limbah ( Marriott, 2006)
2.2.1. Sanitasi Kantin Sekolah
Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan
higiene sanitasi pada kantin.
Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes RI No
1098/MENKES/SK/VII/2003 meliputi faktor bangunan, konstruksi, dan fasilitas
sanitasi, sebagai berikut :
Bangunan
1. Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.
2. Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus
karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang barang lainnya
yang dapat mencemari makanan.
Konstruksi
1. Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.
2. Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
19
3. Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik,
dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi
buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.
4. Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk
melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan
pembersihan ruangan.
5. Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga
lainnya.
6. Langit-langit. Permukaan rata, bersih, tidak terdapat lubang-lubang.
Fasilitas sanitasi
1. Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau,
tidak berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk
seluruh kegiatan.
2. Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air
limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air
limbah tertutup.
3. Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan
dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet
harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup.
4. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah
berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang
memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
20
5. Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan
dilengkapi dengan air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang
permukaanya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran
pembuangan yang tertutup.
6. Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak
berkarat dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3
bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.
7. Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak
berkarat dan mudah dibersihkan.
8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga dapat
menahan masuknya tikus dan serangga.
Ruang dapur, ruang makan dan penyajian
1. Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan
hewan lainnya.
2. Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi,
taplak meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan
bumbu kecap, sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.
2.2.2. Faktor–faktor yang mempengaruhi sanitasi kantin
1. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan merupakan langkah penting sebagai contoh tindakan yang
direkomendasikan yaitu berupa pelatihan dan pendidikan bagi para penjamah
makanan (Widyastuti, 2005).
Universitas Sumatera Utara
21
Pengawasan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengukur
kegiatan atau pelaksanaan suatu program dengan memberikan pengarahan-
pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Notoatmodjo,
2003),
Untuk mewujudkan kantin sehat di sekolah perlu peran serta aktif dari
berbagai macam pihak. Kepala sekolah dan para guru mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mengarahkan pengelola kantin sekolah untuk dapat
menyediakan makanan yang sesuai dengan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang).
Selain kepala sekolah dan guru, kelompok orang tua siswa juga dapat berperan agar
kantin dapat menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan aman bagi kesehatan.
(Putri, 2009)
Secara informal pengawasan kantin sekolah dilakukan oleh seluruh pihak
termasuk orang tua dan murid, secara formal sekolah dapat menunjuk guru atau
petugas UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) sebagai pembina dan pengawas internal
kantin sehat di sekolah dan sebagai pengawas eksternal dapat dilibatkan Petugas
Dinas Kesehatan/ Puskesmas. Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai pembina
dan pengawas kantin sehat di sekolah, maka seorang pengawas kantin sehat harus
mendapat tugas dari sekolah sebagai pembina dan pengawas kantin sekolah, telah
mengikuti pelatihan Pembinaan Pengawas Kantin Sekolah dan memiliki pengetahuan
mengenai Gizi Seimbang dan Beragam, Keamanan Pangan, Cara Pengolahan Pangan
yang Baik, Sanitasi dan Higiene serta Persyaratan Sarana dan Prasarana Kantin Sehat.
Demikian juga halnya dengan siswa. Para siswa hendaknya diberikan penyuluhan
tentang makanan jajanan yang sehat dan aman sehingga mereka dapat memilih
Universitas Sumatera Utara
22
makanan jajanan yang baik untuk dikonsumsi. Tentunya, apabila semua pihak yang
terkait bahu membahu mewujudkan kantin sehat yang sesungguhnya, maka harapan
Departemen Pendidikan Nasional untuk melahirkan generasi mendatang yang tidak
hanya cerdas tetapi juga mempunyai akreditas kesehatan yang baik melalui program
kantin sehat sekolah akan mendapatkan hasil yang maksimal (Putri,2009).
Pada umumnya, pengawasan dilakukan dengan memberikan larangan kepada
pengusaha makanan yaitu tidak boleh :
- Menjual (atau menyimpan untuk dijual) makanan yang tidak layak bagi orang
untuk dimakan.
- Menyebabkan makanan menjadi berbahaya untuk kesehatan.
- Menjual makanan yang tidak berkualitas.
- Menyajikan makanan dengan cara yang tidak benar.
Penting bagi pihak yang berwenang mengambil langkah untuk menjamin
kebersihan makanan yang baik. Biasanya ini berupa sistem keamanan pangan di
tempat pengolahan seperti HACCP.
Cara untuk meminimalkan bahaya makanan meliputi:
a. Pemeliharaan kondisi bahan makanan
b. Menjaga makanan pada suhu yang tepat
c. Mengendalikan vektor
d. Mempertahankan lingkungan yang bersih
e. Kontrol stok produk/makanan
f. Pelatihan pengelola makanan
g. Pemeriksaan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
23
h. Menggunakan pengaman efektif sistem HACCP ( Drake, 1994).
2. Pengetahuan dan Sikap
Pengetahuan diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui informasi yang disampaikan tenaga profesional
kesehatan, orang tua, guru,buku, media massa dan sumber lainnya.Pengetahuan juga
bisa didapat melalui pengalaman. Kadang-kadang diperlukan pula verifikasi
kebenaran pengetahuan yang ada di dalam populasi. Sebagai contoh, masyarakat
mungkin tidak mengetahui bahwa telur terkontaminasi oleh salmonella, atau makanan
merupakan sumber yang potensial untuk agen penyebab penyakit diare .
Faktor penting yang menentukan prevalensi penyakit bawaan makanan adalah
kurangnya pengetahuan penjamah atau konsumen makanan dan ketidakpedulian
(sekalipun mereka tahu) terhadap pengeloaan makanan yang aman. Sejumlah survei
tehadap KLB penyakit bawaan makanan yang berjangkit di seluruh dunia
memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat
kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan baik di rumah, jasa catering,
kantin rumah sakit, sekolah atau di pangkalan militer. Sebagian besar kasus penyakit
bawaan makanan dapat dihindari jika penjamah makanan dapat dilatih dengan lebih
baik dalam hal keamanan makanan (Widyastuti, 2005).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam
Universitas Sumatera Utara
24
kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evalausi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (Trend to behave) (Notoatmodjo, 2007)
Sikap mencerminkan suka tidaknya seseorang terhadap kategori benda, orang
atau situasi tertentu. Kerapkali sikap berasal dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain yang dekat dengan kita. Sikap dapat membuat kita tertarik
pada sejumlah hal atau membuat kita menjauhi hal tersebut. Oleh karena itu,
masyarakat dapat membentuk sikapnya tanpa memahami kesuluruhan situasi.
Masyarakat mungkin tidak ingin mengubah cara pengolahan makanan yang
tradisional kendati cara terebut terbukti tidak aman ( Widyastuti, 2005).
Universitas Sumatera Utara
25
2.3. Kerangka Konsep
KepMenKes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada hubungan antara pembinaan sekolah dengan sanitasi kantin.
Ho : Tidak ada hubungan antara pembinaan sekolah dengan sanitasi
kantin.
2. Ha : Ada hubungan antara pengawasan sekolah dengan sanitasi kantin.
Ho : Tidak ada hubungan antara pengawasan sekolah dengan sanitasi
kantin.
3. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan pengelola kantin tentang sanitasi
dengan sanitasi kantin.
Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan pengelola kantin tentang
sanitasi dengan sanitasi kantin.
4. Ha : Ada hubungan antara sikap pengelola kantin dengan sanitasi kantin.
Ho : Tidak ada hubungan antara sikap pengelola kantin dengan sanitasi
kantin.
- Pengetahuan pengelola
kantin tentang sanitasi
- Sikap pengelola kantin
- Pembinaan sekolah
- pengawasan sekolah Sanitasi Kantin
1.Memenuhi Syarat
2.Tidak Memenuhi syarat
Universitas Sumatera Utara