28
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosial 2.1.1 Teori Dominansi Sosial Manusia memiliki predisposisi dasar untuk membentuk hirarki dalam masyarakat (Sidanius & Pratto, 2001). Setiap individu dari suatu anggota masyarakat diatur sedemikian rupa agar memiliki kedudukan yang berbeda di dalam hirarki. Hirarki tersebut dapat berdasarkan kelompok sosial atau berdasarkan karakteristik individu. Teori dominansi sosial menjelaskan bahwa setiap kelompok sosial yang luas selalu terbentuk struktur hirarki sosial (Sidanius & Pratto, 2001). Hal ini berarti, terdapat sejumlah kelompok atau individu yang memiliki kedudukan berbeda, yaitu kelompok atau individu dominan yang berada pada bagian atas hirarki dan kelompok atau individu subordinat yang berada di bawah hirarki. Kelompok atau individu dominan dikarakteristikan dengan nilai-nilai positif yang mereka miliki atau berdasarkan hal-hal yang bersifat materi atau simbolik (Sidanius & Pratto, 2001). Kelompok atau individu dominan biasanya memiliki kekuasaan politik atau otoritas, memiliki sumber daya yang baik dan banyak, memiliki kekayaan atau status sosial yang tinggi. Bertolak belakang dengan kelompok atau individu dominan, kelompok atau individu subordinat adalah kelompok atau individu yang memiliki status sosial dan kekuasaan rendah (Sidanius & Pratto, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Dominasi Sosial

2.1.1 Teori Dominansi Sosial

Manusia memiliki predisposisi dasar untuk membentuk hirarki dalam

masyarakat (Sidanius & Pratto, 2001). Setiap individu dari suatu anggota masyarakat

diatur sedemikian rupa agar memiliki kedudukan yang berbeda di dalam hirarki.

Hirarki tersebut dapat berdasarkan kelompok sosial atau berdasarkan karakteristik

individu. Teori dominansi sosial menjelaskan bahwa setiap kelompok sosial yang

luas selalu terbentuk struktur hirarki sosial (Sidanius & Pratto, 2001). Hal ini berarti,

terdapat sejumlah kelompok atau individu yang memiliki kedudukan berbeda, yaitu

kelompok atau individu dominan yang berada pada bagian atas hirarki dan kelompok

atau individu subordinat yang berada di bawah hirarki.

Kelompok atau individu dominan dikarakteristikan dengan nilai-nilai positif

yang mereka miliki atau berdasarkan hal-hal yang bersifat materi atau simbolik

(Sidanius & Pratto, 2001). Kelompok atau individu dominan biasanya memiliki

kekuasaan politik atau otoritas, memiliki sumber daya yang baik dan banyak,

memiliki kekayaan atau status sosial yang tinggi. Bertolak belakang dengan

kelompok atau individu dominan, kelompok atau individu subordinat adalah

kelompok atau individu yang memiliki status sosial dan kekuasaan rendah (Sidanius

& Pratto, 2001).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

2

Teori dominasi sosial mengidentifikasi beberapa mekanisme hirarki telah

dikembangkan dan dipertahankan (Sidanius & Pratto, 1999). Orang dengan dominasi

sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan terbagi ke dalam

struktur yaitu yang di atas dan yang di bawah. Mereka yang di atas adalah mereka

yang menang, memiliki kekuasaan, atau memiliki seluruh nilai-nilai yang positif.

Kelompok atau individu dominan dan kelompok atau individu subordinat

terbentuk melalui tiga sistem stratifikasi berdasarkan hal berikut ini :

a. Umur (age system), yaitu anggota kelompok atau individu yang memiliki usia

lebih tua dibandingkan dengan anggota kelompok atau individu lain memiliki

kekuasaan yang lebih tinggi dari yang lain (yang lebih muda).

b. Jenis kelamin (gender system), laki-laki dilihat memiliki kekuasaan lebih

apabila dibandingkan dengan perempuan.

c. Arbitrary system, terbentuknya konstruksi sosial yang membuat suatu

kelompok atau individu menonjol dikarenakan suatu karakteristik tertentu,

contohnya ras, suku, kelas sosial, agama, dan lain sebagainya (Sidanius &

Pratto, 2001).

Berdasarkan teori Sidanius dan Pratto (1999), konsep terbesar dari kerangka

berpikir orientasi dominasi sosial terdiri atas tiga asumsi. Asumsi pertama adalah

bahwa manusia merupakan makhluk yang cenderung disusun berdasarkan kelompok-

kelompok hirarki, dimana paling tidak terdapat satu kelompok atau individu yang

berada di atas dan satu kelompok atau individu lain yang berada di bawahnya.

Asumsi kedua, hirarki atau tingkatan dapat didasarkan pada usia, jenis kelamin, kelas

sosial, ras, kebangsaan, agama, dan karakteristik lainnya yang mungkin dapat

digunakan sebagai pembeda di antara kelompok atau individu yang berbeda. Asumsi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

3

terakhir, masyarakat secara individu harus menyeimbangkan kekuatan yang ada di

dalam dirinya, yaitu diantara satu hirarki kelompok atau individu menuju kelompok

hirarki atau individu lain yang memiliki keseimbangan (Zander, 2008).

Teori orientasi dominasi sosial dirumuskan oleh Sidanius dan Pratto pada

tahun 1991, dirancang untuk menjelaskan asal-usul dan konsekuensi dari hirarki

sosial serta penindasan (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006). Secara khusus teori

dominasi sosial mencoba untuk menjelaskan mengapa masyarakat tampaknya

didukung oleh suatu hirarki. Teori dominasi sosial mendalilkan bahwa faktor

signifikan adalah perbedaan individu yang dikatakan sebagai Orientasi Dominansi

Sosial (ODS) atau sejauh mana individu berkeinginan untuk mendominasi dan

menjadi unggul (Pratto, Sidanius, &Levin, 2006).

2.1.2 Mekanisme Pembentukan dan Pemeliharaan Hirarki Sosial

Menurut teori dominansi sosial, hirarki sosial merupakan hasil yang diperoleh

dari diskriminasi di beberapa tingkatan seperti: lembaga, individu atau perorangan,

dan proses kolaborasi antar kelompok (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).

1. Legitimising myths

Teori dominansi sosial mengasumsikan bahwa ketidaksetaraan berbasis

kelompok bukan hanya hasil dari penggunaan kekuatan, intimidasi, dan

diskriminasi pada bagian yang dominan atau menonjol terhadap bawahan. Teori

dominansi sosial menyatakan bahwa keputusan dan perilaku individu,

pembentukan praktek-praktek sosial baru, dan lembaga dibentuk oleh legitiming

myths (Johnson, 1994 dalam Prato, Sidanius, & Levin, 2006). Legitimising myths

merupakan consensually dari nilai yang dipegang, sikap, kepercayaan, stereotip,

dan ideologi budaya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

4

Teori dominansi sosial membedakan antara dua jenis fungsional dari

legitimizing myths yaitu legitimising myths yang meningkatkan hirarki

(Hierarchy-enhancing legitimising myths / HE-LMs) dan legitimizing myths

yang melemahkan hirarki (Hierarchy-attenuating legitimizing myths / HA-LMs).

HE-LMs memberikan kebenaran moral dan intelektual untuk penindasan dan

ketidaksetaraan. Contohnya seperti berbagai bentuk rasisme, seksisme, stereotip,

nasionalisme atau kebangsaan, classism, dan atribusi internal untuk

kemiskinan.Mitos telah digunakan untuk menyatakan bahwa ketidaksetaraan

adalah sesuatu yang adil, sah, dan alamiah (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).

Sementara itu, HA-LMs adalah ideologi yang melawan dominansi. Contoh

dari legitimising myths yang melemahkan hirarki diantaranya: doktrin politik

seperti demokrasi sosial, sosialisme, dan komunisme, doktrin keagamaan, doktrin

budayawan seperti hak-hak universal manusia, dan hak asasi manusia (Pratto,

Sidanius, & Levin, 2006).

2. Diskriminasi institusional (lembaga)

Pada diskriminasi institusional, terdapat dua macam klasifikasi hirarki yaitu

meningkatkan hirarki (Hierarchy Enhancing / HE) dan melemahkan hirarki

(Hierarchy Attenuating / HA). Lembaga yang meningkatkan hirarki (HE)

mendukung dan mempertahankan ketidaksetaraan dengan mengalokasikan nilai

sosial yang lebih positif kepada kelompok atu individu dominan. Lembaga yang

meningkatkan hirarki (HE) memiliki kekuasaan atas keuntungan lembaga,

perusahaan antar negara (perusahaan internasional), organisasi keamanan dalam

negeri, dan sistem peradilan pidana (Sidanius, Pratto, & Levin, 2006). Sementara

itu, lembaga yang melemahkan hirarki (HA) merupakan kelompok atau individu

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

5

subordinat (kelompok bawah) seperti orang-orang tidak mampu, suku dan agama

minoritas. Lembaga yang melemahkan hirarki (HA) meliputi hak asasi manusia,

hak penduduk, organisasi kebebasan, organisasi keagamaan yang dikhususkan

menjaga orang-orang lemah, rentan, dan tertindas (Pratto, Sidanius, Levin, 2006).

Institusi sosial dapat melakukan systematic terror untuk tetap menjaga hirarki

sosial. Systematic error merupakan suatu tindakan atau ancaman kekerasan yang

lebih banyak ditujukan kepada kelompok atau individu subordinat (kelompok

bawah). Systematic error ini berfungsi untuk menjaga hubungan yang bersifat

penaklukan kelompok atau individu subordinat oleh kelompok dominan serta

memelihara rasa hormat kelompok atau individu subordinat terhadap kelompok

atau individu dominan (Sidanius & Pratto, 1999).

3. Diskriminasi Individu

Diskriminasi individu merupakan perbedaan perlakuan yang dilakukan oleh

satu individu terhadap individu lain dikarenakan keanggotaan mereka dalam

kelompok sosial tertentu (Sidanius & Pratto, 1999). Diskriminasi individu sering

terjadi di kehidupan sehari-hari dalam tindakan yang sederhana, namun

terkadang merugikan. Diskriminasi atau perbedaan juga dilakukan oleh individu

di dalam banyak bidang (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006). Diskriminasi oleh

individu terjadi ketika seorang atasan memutuskan untuk tidak memecat atau

memberikan promosi kepada karyawan, agen perumahan memutuskan untuk

tidak menjual atau menyewakan sebuah rumah kepada klien yang potensial, atau

seorang jaksa yang memutuskan untuk memberikan pidana ringan kepada

terdakwa, semua dikarenakan adanya perbedaan dalam etnis, kebangsaan, kelas

sosial, orientasi seksual, atau gender (dalam Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

6

Individu yang berada pada hirarki yang memiliki kekuatan tinggi biasanya

memiliki lebih banyak hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai positif dimana

mereka dapat menyalurkan nilai-nilai tersebut kepada individu lain di dalam

hirarkinya, dan kekuatan lain untuk memastikan bahwa nilai-nilai sosial yang

negatif disalurkan ke individu lain di luar tingkatan hirarki mereka (dalam Pratto,

Sidanius, & Levin, 2006). Struktur hirarki menyiratkan bahwa kemudahan

melakukan tindakan yang menjaga atau meningkatkan ketidaksetaraan lebih

besar dari kemudahan melakukan tindakan yang melemahkan hirarki (dalam

Pratto, Sidanius, & Pratto, 2006).

Bukti empiris dari banyak negara dan mengenai berbagai konteks perbedaan

individu telah menunjukan bahwa skala orientasi dominansi sosial merupakan

indeks yang kuat dalam prasangka umum, preferensi kebijakan sosial politik, dan

pilihan karir individu di masa depan (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006 dalam Ho,

Sidanius, Pratto, Levin, Thomsen, Kteily, & Skeffington, 2011).

2.1.3 Orientasi Dominansi Sosial

Orientasi dominasi sosial mengacu pada sejauh mana seorang individu

menerima suatu hirarki. Orientasi dominasi sosial adalah bagaimana individu

menganut suatu mitos atau ideologi yang mempertahankan atau memperkuat hirarki

di dalam suatu masyarakat. Pada awalnya, orientasi dominasi sosial

dikonseptualisasikan dengan sejauh mana individu menginginkan kelompok atau diri

mereka sendiri untuk menjadi dominan atas kelompok atau individu lain (Pratto,

Sidanius, Stallworth, & Malle, 1994).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

7

Felicia dan Pratto memperkenalkan konsep orientasi dominasi sosial dalam

sebuah studi pada tahun 1994, dimana dia menunjukan bahwa orientasi dominasi

sosial berbeda-beda pada setiap individu. Beberapa individu memilih tetap berada di

tingkatan hirarkinya untuk mendominasi orang lain dan menganggap orientasi

superior-inferior hirarki dalam hubungan mereka dengan anggota kelompok atau

individu lainnya. Individu lain tanpa suatu orientasi dominasi sosial lebih cenderung

untuk memilih hubungan mereka dengan orang lain untuk berada di tingkatan yang

sama. Sebuah sifat yang khas dari individu dengan orientasi dominasi sosial yang

lebih rendah adalah bahwa mereka cenderung lebih empatik terhadap orang lain.

Individu yang memiliki orientasi dominasi sosial tinggi cenderung lebih

tertarik dalam mendapatkan dan menggunakan kekuatan, sedangnya individu dengan

orientasi dominasi sosial rendah lebih cenderung untuk mencari cara-cara koperatif

dalam menangani konflik. Selain itu, individu dengan orientasi dominasi sosial yang

tinggi juga sangat termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan mereka terhadap

individu di kelompok lain.

Robert Altemeyer (2006) mengatakan bahwa orang dengan orientasi

dominansi sosial tinggi menginginkan kekuasaan yang lebih (setuju pada item seperti

“menang lebih penting daripada bagaimana kamu memainkan permainan”) dan lebih

tidak jujur (manipulasi dan tidak sopan) setuju pada item seperti “tidak benar-benar

ada hal seperti benar dan salah”. Orientasi dominansi sosial sering

dikonseptualisasikan sebagai suatu fenomena yang berbasis kelompok, namun

orientasi dominansi sosial tidak hanya merupakan dominansi berbasis kelompok

tetapi juga merefleksikan dominansi antarpribadi. Hal ini didukung oleh Sidanius dan

Pratto (dalam Zander, 2008).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

8

Individu dengan level orientasi dominansi sosial tidak hanya mendukung

mereka dalam sosial, politik dan ideologi, tapi juga bagaimana mereka menjalani

kehidupan (Ho, Sidanius, Pratto, Levin, Thomsen, Kteily, & Skeffington, 2011).

Sebagai contoh, jenis pekerjaan yang mereka cari dan dapatkan atau bidang yang

mereka pilih untuk dipelajari (Haley & Sidanius, 2005 dalam Ho, Sidanius, Pratto,

Levin, Thomsen, Kteily, & Skeffington, 2011). Orientasi dominansi sosial juga telah

menunjukan dapat memprediksi masa depan sikap antarkelompok masyarakat dan

perilaku di waktu yang lama (Thomsen et al., 2010 dalam Ho, Sidanius, Pratto,

Levin, Thomsen, Kteily, & Skeffington, 2011).

Orientasi dominansi sosial merupakan preferensi untuk ketidaksetaraan

hubungan antara kategori-kategori yang ada dari individu, secara konseptual

dibedakan dari konsep kepribadian yang umum dari dominasi antar pribadi, dimana

fokus pada individu (Pratto, Sidanius, Stallworth,& Malle, 1994). Orientasi

dominansi sosial bukan sekedar untuk menunjukan keunikan masing-masing dari

perbedaan individu, bukan juga untuk mengklasifikasikan individu ke dalam

taksonomi. Sebaliknya, orientasi dominansi sosial merupakan suatu model

penekanan yang dinamis dimana berbagai jenis individu memainkan peran yang

berbeda dan memiliki efek yang berbeda satu sama lain (Pratto, Sidanius, Stallworth,

Malle, 1994).

2.2 Persepsi Kelangkaan Lawan Jenis (Operational Sex Ratio)

2.2.1 Definisi Persepsi

Persepsi secara etimologi berasal dari kata percipare dimana memiliki arti

menerima atau mengambil (Sobur, 2003). Menurut Moskowitz & Orgel (1969 dalam

Walgito, 2003) persepsi merupakan proses yang terintergasi dalam diri individu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

9

terhadap stimulus yang diterimanya. Selain itu, persepsi merupakan suatu proses

yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui panca indera (Walgito, 2003). Dalam kamus besar

psikologi persepsi diartikan ke dalam 5 bentuk (Chaplin, 2006), yaitu:

1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan

bantuan indera,

2. Kesadaran dari proses-proses organis,

3. (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti

yang berasal dari pengalaman di masa lalu,

4. variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari

kemampuan individu untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-

perangsang,

5. kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang

serta merta mengenai sesuatu

Sementara itu, persepsi menurut Epstein dan Rogers (dalam Stenberg, 2008)

adalah serangkaian proses yang membantu kita untuk mengenali, mengorganisasikan

dan memahami berbagai hal-hal inderawi yang kita terima dari stimulus lingkungan.

Leavit mendefinikan persepsi (dalam Sobur, 2003) dalam arti sempit merupakan

suatu penglihatan, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu. Dengan persepsi

individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri

(Davidoff, 1981 dalam Walgito, 2003).

Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002 dalam Sobur

2003) merupakan suatu proses dalam melakukan pencarian informasi untuk

dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

10

(penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk

memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa persepsi itu merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti

dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Persepsi juga dapat

dikatakan sebagai suatu proses pengolahan informasi yang berupa stimulus, dimana

stimulus tersebut diterima oleh alat indera dan kemudian diteruskan ke otak untuk

diseleksi dan diorganisasikan sehingga menghasilkan suatu interpretasi yang berupa

penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi bersifat

individual (Davidoff, 1981 ; Rogers, 1965 dalam Walgito, 2003). Oleh karena itu,

persepsi setiap individu pasti berbeda-beda meskipun objek yang dipersepsikan

sama. Hal ini dikarenakan perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu

tidaklah sama.

2.2.2 Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi

Stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Menurut

Walgito (2003) terdapat beberapa faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu :

1. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat

datang dari dalam diri individu yang bersangkutan langsung mengenai syaraf

penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus

datang dari luar individu.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

11

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.

Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan

stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai

pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf

motoris.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya

perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam

rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau

konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau

sekumpulan objek.

2.2.3 Kelangkaan Lawan Jenis (Operational Sex Ratio)

Dalam biologi evolusi reproduksi seksual, Operasional Sex Ratio (OSR)

adalah rasio antara laki-laki yang siap bersaing secara seksual (siap kawin) dengan

perempuan yang juga siap bersaing secara seksual (Clutton-Brock, 2007). Konsep

ini sangat berguna dalam studi seleksi seksual karena merupakan ukuran bagaimana

persaingan seksual yang intens dalam suatu spesies, dan juga dalam studi tentang

hubungan seleksi seksual (Mitani, Gros-louis, & Richards, 1996). Operational Sex

Ratio (OSR) ini berhubungan erat dengan "tingkat potensi reproduksi" dari dua jenis

kelamin, yaitu, seberapa cepat mereka masing-masing bisa mereproduksi dalam

kondisi ideal (Clutton-Brock, 2007). Menurut teori seleksi seksual, seks atau jenis

kelamin yang lebih banyak jumlahnya diharapkan dapat bersaing lebih kuat dari seks

atau jenis kelamin yang kurang melimpah jumlahnya, dimana jenis kelamin yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

12

kurang berlimpah jumlahnya dapat memilih dengan siapa mereka memutuskan untuk

menikah.

Teori operational sex ratio atau kelangkaan lawan jenis berfokus pada

ketidakseimbangan antara usia reproduksi pria dan wanita, yang dikatakan sebagai

operational sex ratio (Emlen & Oring, 1977; Fossett&Kiecolt, 1991 dalam Durante,

Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Operational sex ratio mempengaruhi

perilaku hewan dengan mengubah alam ketika masa kawin, dimana dapat

mempengaruhi dinamika dalam berhubungan atau masa perkenalan dan kompetisi

intraseksual (Taylor & Bulmer, 1980; Weir, Grant, & Hutchings, 2010 dalam

Durante, Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Emlen dan Oring (1977)

mengidentifikasikan operational sex ratio sebagai suatu faktor ekologis penting yang

dapat memberikan pengaruh terhadap struktur sistem perkawinan (Emlen, 1976 ;

Bradburry & Vehrencamp, 1977 ; Thornhill & Alcock, 1983 dalam Weir, Grant, &

Hutchings, 2010). Kompetisi untuk mendapatkan pasangan dapat terjadi melalui

beberapa mekanisme perbedaan yaitu secara pengacakan, persaingan daya tahan,

kontes, pilihan pasangan, dan kompetisi sperma yang unggul (Anderson, 1994 dalam

Weir, Grant, & Hutchings, 2010)

Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa perubahan pada sex ratio

memiliki dampak pada kedua jenis kelamin (Kvarnemo & Ahnesjo, 1996; Taylor &

Bulmer, 1980 dalam Durante, Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Efek

tersebut ada karena adanya perubahan pada ratio jenis kelamin (sex ratio) yang

mengubah masa kawin melalui masa perkenalan dasar berdasarkan ekonomi, jenis

kelamin yang langka lebih mungkin untuk mendapatkan pasangan yang diinginkan.

Ketika jumlah wanita lebih sedikit, akan sangat mudah bagi para wanita untuk

menarik perhatian para pria. Sebaliknya, jenis kelamin yang lebih banyak jumlahnya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

13

kurang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pasangan yang diinginkan

(Clutton-Brock, Harvey, & Ruder, 1977; Rohr et al., 2005 dalam Durante,

Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012).

Pertimbangan dari ratio jenis kelamin (sex ratio) menunjukkan bahwa wanita

memiliki waktu yang lebih sulit dalam menjaga pasangan yang diinginkan ketika

terdapat banyak wanita lain. Dilema ini sangat mengerikan pada spesies yang

menggunakan sistem perkawinan dimana melibatkan investasi biparental, seperti

contohnya adalah manusia (Johnstone, Reynolds, & Deutsch, 1996; Langmore, 1998

dalam Durante, Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Apabila

dibandingkan dengan mamalia lain, keturunan manusia dilahirkan cenderung tidak

berdaya dan mengalami masa remaja yang panjang dimana membutuhkan investasi

yang cukup besar dari orang tua (Kaplan, Hill, Lancaster, & Hurtado, 2000 dalam

Durante, Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Oleh karena itu, banyak

wanita tidak hanya mencari pasangan dalam berhubungan seks tapi juga pasangan

yang dapat memberikan kontribusi untuk masa depan mereka serta dapat

memberikan keturunan yang baik (Gangestad & Simpson, 2000 dalam Durante,

Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Ketika terjadi kelangkaan pada jenis

kelamin laki-laki, para wanita akan mengalami kesulitan dalam menjaga

pasangannya yang bersedia dan mampu untuk berinvestasi pada keturunannya di

masa depan.

Laki-laki dianggap lebih dapat mengisi pekerjaan dengan bayaran yang cukup

tinggi, namun begitu tidak menutup kemungkinan bahwa para wanita juga mengejar

karir yang menawarkan gaji tinggi dan jabatan. Peran gender dalam budaya mungkin

dapat membuat para wanita lebih mudah atau bisa juga lebih sulit untuk mengejar

karir yang diinginkan (Bem, 1999; Diekman & Eagly, 2000; Eagly, Wood, &

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

14

Diekman, 2000; Eccles, Barber, & Jozefowicz, 1999 dalam Durante, Griskevicius,

Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Sex ratio dengan jumlah laki-laki lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah wanita mengakibatkan perubahan pada mating market.

Karena sebagian besar wanita tidak mampu menjaga pasangan mereka untuk jangka

waktu yang panjang, maka lebih banyak wanita yang akan tetap melajang dan tidak

menikah sebelum mencapai kematangan seksual (Kruger, 2009 dalam Durante,

Griskevicius, Simpson, Cantu, & Tybur, 2012). Banyak dari wanita lajang harus

mencari pekerjaan yang dapat memberikan bayaran dengan gaji besar untuk dapat

menghidupi diri mereka serta membuat mereka dapat menjaga pasangan dalam

jangka waktu yang panjang.

2.2.3.1 Persaingan Langsung

1. Kompetisi atau kontes

Kompetisi tidak hanya dapat terjadi pada laki-laki, tetapi juga dapat terjadi

antara perempuan. Kompetisi melibatkan perkelahian, pengejaran, dan ancaman

antara para pesaing (Trivers, 1972 ; Clutton-Brock & Parker, 1992 dalam Weir,

Grant, & Hutchings, 2010). Laki-laki dianggap sebagai jenis kelamin yang biasanya

lebih agresif. Namun, perempuan dapat menjadi agresif jika jenis kelamin yang

mengalami kelangkaan adalah laki-laki (Clutton-Brock, 2009 dalam Weir, Grant, &

Hutchings, 2010).

Emlen dan Oring (1977) memperkirakan bahwa tingginya ketidakseimbangan

pada operational sex ratio menghasilkan penurunan dalam pertahanan, dimana yang

lain memprediksikan terus meningkatnya agresifitas atau perilaku menjaga daerah

kekuasaan seiring dengan meningkatnya ketidakseimbangan operational sex ratio

(Tejedo, 1988 ; Kvarnemo & Ahnesjo, 1996 dalam Weir, Grant, & Hutchings, 2010).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

15

Sementara Emlen dan Oring (1977) menggunakan operational sex ratio sebagai

sarana untuk memprediksi intensitas persaingan dan struktur sistem perkawinan,

mereka juga menekankan bahwa tingkat intensitas persaingan harus dipertimbangkan

dalam konteks "economic defendability "(Brown, 1964;. Klug Huet, 2010 dalam

Weir, Grant, & Hutchings, 2010).

2.3.3.2 Kompetisi Tidak Langsung

1. Pacaran

Individu dari beragam spesies berinvestasi dalam mewarnai upacara

perkawinan dan ornamennya (Andersson, 1994 dalam Weir, Grant, & Hutchings,

2010 ), tetapi perilaku pacaran merupakan suatu mekanisme yang lebih fleksibel

untuk memberikan daya tarik terhadap pasangan. Pada operational sex ratio atau

kelangkaan lawan jenis, kecenderungan laki-laki terhadap pasangan perempuan

kemungkinan akan meningkat. Namun, berdasarkan observasi tingkat frekuensi dari

perilaku berpacaran juga dipengaruhi dalam menghadapi banyaknya jumlah

perempuan, dimana akan menurun jika jumlah perempuan lebih sedikit (Grant, 2000

dalam Weir, Grant, & Hutchings, 2010). Terlepas dari banyaknya jumlah perempuan,

tingkat pacaran individu juga dapat menurun karena jumlah laki-laki yang meningkat

karena peningkatan kompetisi yang mungkin mengakibatkan banyaknya perselisihan

dengan laki-laki lain (Jirotkul 1999 dalam Weir, Grant, & Hutchings, 2010) atau jika

laki-laki mempunyai cara lain yang berbeda dari pacaran. Namun, jika pacaran

merupakan hal yang mahal dalam artian banyaknya energi yang dikeluarkan atau

risiko saling menjatuhkan (Reynolds, 1993 dalam Weir, Grant, & Hutchings, 2010 ),

laki-laki mungkin lebih memilih jalan lain karena banyaknya jumlah pesaing dalam

berpacaran.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

16

2. Menjaga pasangan dan lamanya hubungan intim

Durasi menjaga pasangan pasca senggama untuk jaminan paternitas

diprediksikan dapat meningkatkan angka populasi laki-laki . Durasi pengamanan

(guarding) akan sangat mengurangi bias (ketidakseimbangan) operational sex ratio

pada laki-laki, karena laki-laki yang telah menjaga (menetapkan) pasangan akan sulit

melepaskan dan tidak akan meninggalkan pasangannya untuk mencari pasangan

yang lain, namun hal tersebut terjadi jika jumlah wanita sangat langka (Thornhill and

Alcock 1983 dalam Weir, Grant, & Hutchings, 2010). Jika menjaga pasangan pasca

senggama terkait pada optimalisasi investasi waktu pria, maka pria harus berusaha

untuk berpasangan dengan banyak wanita berbeda dan menaruh sedikit waktu dalam

penjagaan (guarding) apabila jumlah wanita sangat berlimpah. Namun,apabila

jumlah wanita langka, pria dapat menjaga wanita hingga mereka berpasangan untuk

memastikan kesuksesan derajat reproduksi (Parker, 1974 dalam Weir, Grant, &

Hutchings, 2010)

2.4 Sikap Terhadap Risiko

2.4.1 Sikap Terhadap Risiko (Risk Attitude)

Menurut Robbins (2007) sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek,

orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.

Risiko adalah situasi dimana terdapat hal negatif atau hasil yang tidak

menguntungkan, seperti kehilangan, kecelakaan, luka pada tubuh, atau kematian

yang tidak dapat diketahui. Seseorang tidak mengetahui kapan hal itu dapat terjadi,

tetapi seseorang juga tidak bisa memastikan bahwa hal tersebut akan terjadi (Crozier

& Svenson, 2002).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

17

Banyak arti mengenai risiko, namun pada dasarnya risiko merupakan sesuatu,

dalam hal ini yang akan diterima atau ditanggung oleh seseorang sebagai

konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan (Hasan, 2002). Ini adalah arti lain dari

risiko :

a. Risiko adalah kesempatan timbulnya kerugian.

b. Risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian.

c. Risiko adalah ketidakpastian.

d. Risiko adalah penyimpangan hasil actual dari hasil yang diharapkan.

e. Risiko adalah suatu hasil yang berbeda dari hasil yang diharapkan.

Terinspirasi dari analisa risiko dan model pengambilan keputusan, seseorang

kadang berpikiran terlalu jauh dan memperkirakan kemungkinan dari hal yang tidak

diinginkan itu muncul. Beberapa teori keputusan membedakan antara kemungkinan

risiko, dimana kemungkinan tersebut berhubungan dengan hasil yang akan keluar

seperti apa yang telah dipikirkan sebelumnya dan situasi yang tidak pasti, dimana

probabilitas tidak ditetapkan (Tversky & Fox, 1995 dalam Crozier & Svenson,

2002).

Derajat hubungan dari sifat berisiko terhadap tingkat kemungkinan akan

kehilangan memiliki dua alasan : 1. Ada hubungan antara konsep risiko terhadap

konsep matematika mengenai kemungkinan, 2. Merefleksikan komponen psikologi

yang penting mengenai konsep risiko (Yates & Stone, 1992 dalam Crozier &

Svenson, 2002).

Sikap terhadap risiko mempunyai pertimbangan yang melibatkan antara

kerugian dan keuntungan (Jhonson, 2009). Sikap terhadap risiko memiliki dua

kemungkinan yaitu sangat baik atau menguntungkan (gain frame) dan tidak baik

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

18

atau merugikan (loss frame). Tiap versi mempunyai dua pilihan dimana hasil yang

keluar dapat diprediksi dan satu kemungkinan dimana hasilnya tidak pasti. Nilai dari

setiap risiko adalah sama, meskipun pada akhirnya bisa menunjukkan hasil yang

pasti dan hasil yang tidak pasti. Perbedaan antara gain frame dan loss frame adalah

pengertian yang dihasilkan dari tiap pengambilan risiko mengenai teori gain frame

atau loss frame (Jhonson, 2009).

Tversky dan Kahneman (1981 dalam Jhonson, 2009) mengatakan bahwa

ketika individu dihadapkan dengan suatu hal yang menguntungkan, mereka biasanya

cenderung mencari jalan yang aman dibandingkan mengambil risiko dimana hasilnya

tidak pasti (Jhonson, 2009). Tversky dan Kahneman mendefinisikan perilaku

menolak risiko sebagai sebuah perilaku dimana individu lebih memilih hal-hal yang

tidak berisiko besar atau aman dibandingan dengan pilihan yang berisiko besar.

Namun, ketika dihadapkan dengan suatu masalah dimana akan terjadi kerugian

apabila individu tidak mengambil risiko tersebut maka akan lebih cenderung

mengambil risiko dalam tindakannya. Individu yang cenderung pengambil risiko

lebih suka mencari hal-hal yang membutuhkan risiko besar dimana harapan mereka

lebih rendah atau setara dari sebelumnya. (Johnson, 2009).

Mengambil risiko yang menguntungkan (gain frame) dan mengambil risiko

yang tidak menguntungkan (loss frame) memiliki karakteristik sebagai pencari risiko

dan penolak risiko (Tversky & Kahneman, 1981 dalam Johnson, 2009). Sebagai

contoh penelitian dari Tversky dan Kahneman menunjukkan bahwa banyak individu

yang lebih memilih untuk mengambil risiko yang aman ketika dihadapkan pada

berapa banyak nyawa manusia yang dapat diselamatkan (gain frame), meskipun

demikian individu cenderung mengambil risiko dari keputusannya ketika dihadapkan

dengan orang yang hampir meninggal.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

19

2.4.3 Prospect Theory

Kahneman dan Tversky (1979 dalam Yusniani, 2006) menjelaskan

pembingkaian informasi dalam teori prospek (prospect theory). Teori prospek

menyatakan bahwa frame yang diadopsi oleh seseorang dapat mempengaruhi

tindakannya. Dalam teori prospek, hasil tindakan digambarkan sebagai hal yang

positif atau negatif (keuntungan atau kerugian).

Efek pembingkaian adalah pilihan untuk menolak risiko dengan

mempertimbangkan keuntungan (memilih keuntungan tanpa risiko) dan mencari

risiko dengan kerugian (memilih kerugian risiko atau kerugian tanpa risiko). Secara

umum dalam proses pengambilan keputusan, seseorang akan berusaha untuk

mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi sehingga tindakan yang diambil akan

sesuai dengan preferensi risiko seseorang apakah risk averse atau risk seeking

(Bazerman, 1994 dalam Yusnaini, 2006).

Dengan memahami risiko yang akan dihadapi, diharapkan seseorang dapat

meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat dan mengevaluasi pilihan mereka

pada kondisi yang tidak pasti. Hal ini dapat mengakibatkan suatu tindakan lebih

ditekankan pada prosesnya dibandingkan pada outcome dari tindakan tersebut.

Sehingga perspektif ini memandang bahwa seseorang akan mengambil tindakan

dengan lebih baik melalui penerimaan terhadap adanya kondisi tidak pasti tersebut

dan dengan mempelajari bagaimana berpikir secara sistematis dalam lingkungan

yang berisiko (Bazerman, 1994 dalam Yusnaini, 2006).

Dalam Prospect theory terdapat expected utility theory, yang menjelaskan

bahwa seseorang yang mengambil risiko adalah seorang yang rasional (Rutledge dan

Harrell, 1994 dalam Morgan, 1986 dalam Yusniani, 2006), sementara Gudono dan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

20

Hartadi (1998 dalam Yusniani, 2006), menyatakan bahwa seseorang dianggap

mampu memproses informasi dengan sempurna agar dapat menentukan pilihan yang

terbaik bagi dirinya.

Rasionalitas sering kali dilanggar oleh para pembuat keputusan. Salah satu

faktor yang sering dianggap menyebabkan pelanggaran tersebut adalah jenis frame

yang diadopsi oleh seseorang (Tversky dan Kahneman, 1981). Framing yang

diadopsi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil suatu tindakan. Frame

yang digunakan oleh Tversky dan Kahneman (1981 dalam Yusniani, 2006) adalah

positive and negative frame. Dalam kondisi rugi atau negative framing, seseorang

akan cenderung lebih berani untuk menanggung risiko, karena kegagalan lebih lanjut

akan menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan pada kondisi berhasil

atau positive framing.

2.4.3.1 Cumulative Prospect Theory

Teori prospek kumulatif atau cumulative prospect theory (CPT) oleh

Tversky and Kahneman (1992 dalam Harbaugh, Krause, dan Vesterlund 2010)

mengasumsikan bahwa individu merupakan seseorang yang menghindari risiko atas

apa yang akan didapatkannya dan mencari risiko atas kehilangan yang mungkin akan

didapatkannya, dan mereka biasanya lebih berat dalam mencari hal-hal yang

memiliki probabilitas yang rendah sedangkan lebih ringan pada hal-hal yang

memiliki probabilitas yang tinggi. Kombinasi dari dua asumsi ini akan menghasilkan

pola yang unik dari perilaku risiko. Seperti yang dikemukakan oleh Tversky dan

Kahneman (1992 dalam Harbaugh, Krause, dan Vesterlund 2010) “ Yang paling

terlihat jelas dari maksud teori prospek adalah 4 pola perilaku risiko, yaitu :

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

21

1. Mencari risiko atas sesuatu yang berkemungkinan rendah

2. Menghindari risiko atas sesuatu yang berkemungkinan besar

3. Menghindari risiko atas suatu hal yang berhubungan dengan kehilangan yang

berkemungkinan rendah

4. Mencari risiko atas suatu hal yang berhubungan dengan kehilangan yang

berkemungkinan tinggi.

2.4 Tenaga Kerja Wanita (TKW)

Pengertian Tenaga Kerja menurut Undang-undang dalam pasal 1 angka

2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam

maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja sebagai pelaksana

pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya

gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994

pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang

belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya

pentahapan kepesertaan.

Wanita pekerja adalah wanita yang dapat menghasilkan suatu karya yang

kemudian akan mendapatkan imbalan berupa uang, meskipun imbalan tersebut tidak

langsung diterima (Ihromi, 1990). Sedangkan wanita yang biasa disebut dengan

Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah wanita yang mampu melakukan pekerjaan di

dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun ciri dari wanita yang bekerja sebagai

Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah kemampuan melakukan pekerjaan untuk

menghasilkan jasa atau barang, berpenghasilan lebih tinggi bahkan memiliki

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

22

kedudukan yang tinggi dan berpenghasilan besar serta tidak hanya identik dengan

pekerjaan sebagai buruh atau pembantu rumah tangga, melainkan termasuk para ahli

wanita (Ihromi, 1990).

2.4.1 Tenaga Kerja Wanita ke Manca Negara

Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia mendapatkan sambutan yang baik

dari masyarakat. Sambutan yang baik ini memunculkan kecenderungan baru, yaitu

semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita Indonesia yang mencoba

peruntungan di manca negara. Faktor-faktor yang menyebabkan wanita Indonesia

memilih manca negara sebagai lahan pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi dua

bagian, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik (Supriyoko, 1990).

Supriyoko (1990) mengatakan bahwa kemajuan negara yang diikuti dengan

kemajuan dari kaum wanitanya diiringi dengan meningkatnya kemandirian kaum

wanita tersebut. Meningkatnya kemandirian kaum wanita di Indonesia secara

instriksik memunculkan dorongan untuk lebih memerankan dirinya dalam upaya

untuk mengangkat harkat dan martabat diri beserta keluarga. Bekerja di manca

negara dinilai sebagai salah satu cara untuk dapat mengekspresikan diri dengan

tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat diri beserta keluarga.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Supriyoko (1990) faktor

ekstrinsik yang mendorong wanita Indonesia memilih manca negara sebagai tempat

untuk bekerja diantaranya, yaitu :

• relatif tingginya tingkat pengangguran di Indonesia dimana hal ini

menyebabkan kauh wanita ingin membuat terobosan baru dengan bekerja di

manca negara.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

23

• Relatif rendahnya pendapatan atau penghasilan keluarga di satu pihal dan

belum idealnya jumlah anggota keluarga pada pihal yang lain telah

menyebabkan kauh wanita ingin memanfaatkan kemampuan profesinya

secara maksimal.

• Rasio jenis kelamin (RJK) yang masih relatif rendah pada beberapa daerah di

Indonesia secara tidak langsung menantang kaum wanita untuk menunjukkan

eksistensi serta mengembangkan potensi dan prestasinya dengan bekerja

pada berbagai sektor kerja, khususnya di manca negara.

• Standar upah di dalam negeri yang relatif rendah apabila dibandingkan

dengan tarif upah yang dapat diterima kaum wanita apabila bekerja di manca

negara.

Tabel 2.1 Rekapitulasi Penerbitan KTKLN PPTKIS BP2TKI Jakarta Berdasarkan Kawasan

Negara Penempatan Periode Bulan Januari – Desember 2012

No Negara

Penempatan

Formal Informal Jumlah

L P Jumlah L P Jumlah

A Asia Pasific

1 Hongkong 4 1 5 - 4.199 4.199 4.204

2 Singapura 6 2 8 - 7.532 7.532 7.540

3 Korea Selatan - - - - - - -

4 Malaysia 1.606 1.113 2.719 - 135 135 2.854

5 Macau - - - - - - -

6 Taiwan 3827 684 4.511 14 14.539 14.553 19.064

7 Brunei

Darussalam

2178 1.357 3.535 8 358 366 3.901

Jumlah 7.621 3.157 10.778 22 26.763 26.785 37.563

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

24

B Timur Tengah

1 Kuwait 5 - 5 - - - 5

2 Oman 11 2 13 4 5.036 5.040 5.053

3 Qatar 446 39 485 6 11.394 11.400 11.885

4 Saudi Arabia 8633 998 9.631 - - - 9.631

5 Uae 252 42 294 1 18.326 18.327 18.621

6 Bahrain 17 8 25 2 4.231 4.233 4.258

7 Aljazair 626 - 626 - - - 626

8 Yordania 8 - 8 - - - 8

9 Perbaikan Kartu - - - - 4 4 4

Jumlah 9.998 1.089 11.087 13 38.991 39.004 50.091

C Lain-lain

1 Kanada - 4 4 - - - 4

2 Papua Nugini 22 - 22 - - - 22

3 New Zealand 26 - 26 - - - 26

Jumlah 48 4 52 - - - 52

Jumlah Total 17.667 4.250 21.917 35 65.789 65.789 87.706

Sumber : BP2TKI

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

25

2.5 Kerangka Berpikir dan Hipotesis

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Sumber : Olahan peneliti

Teori orientasi dominansi sosial mengasumsikan bahwa masyarakat yang

terbentuk dari individu cenderung terstruktur sebagai sistem yang didasarkan pada

hirarki sosial. Orang yang memiliki orientasi dominansi sosial tinggi percaya bahwa

segala macam kekuatan, nilai positif, sumber daya, otoritas, dan segala hal yang baik

adalah milik mereka. Sementara orang dengan orientasi dominansi rendah,

cenderung lebih menyukai kesetaraan antar manusia. Hirarki dalam orientasi

dominansi sosial tersusun berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas sosial, jabatan, suku,

dan lain sebagainya. Orientasi dominansi sosial tidak hanya mengukur kelompok

dominan dan kelompok subordinat, tetapi juga individu yang mungkin merupakan

anggota dari salah satu kelompok.

Tenaga kerja wanita merupakan masyarakat yang tergolong ke dalam

kelompok subordinat, mereka lebih banyak berasal dari daerah kurang mampu dan

berada pada kelas sosial bawah. Tidak dianggap di daerahnya membuat para wanita

ini bekerja menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri meskipun dengan ancaman

risiko yang akan dihadapi. Menjadi tenaga kerja di luar negeri merupakan pekerjaan

Persepsi Kelangkaan

Lawan Jenis

Sikap Terhadap Risiko

Pada Tenaga Kerja

Wanita (TKW)

Orientasi Dominasi

Sosial

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

26

yang bergengsi, dimana para tetangga dan teman akan memberikan selamat ketika

mereka berhasil bekerja di luar negeri. Sidanus dan Pratto menyatakan bahwa orang

dengan orientasi dominansi sosial tinggi akan berpengaruh dalam kehidupan sehari-

hari, contohnya bidang pekerjaan yang akan diambil.

Keinginan yang kuat untuk mendapatkan penghasilan yang besar dan tergiur

akan kesuksesan tenaga kerja lain yang telah pulang ke tanah air, mendorong para

wanita ini semakin tertarik untuk bekerja di luar negeri. Dorongan yang kuat untuk

bisa lebih dipandang di daerahnya serta meningkatkan harkat dan martabat keluarga

menjadi salah satu pemicu wanita Indonesia memutuskan untuk mengambil

keputusan berisiko menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Uang yang akan

mereka terima selama bekerja di luar negeri diharapkan dapat menjadi modal ketika

kembali ke daerahnya, sehingga mereka bila lebih dipandang dan menjadi anggota

dari kelas sosial menengah di daerahnya.

Berada di kelas sosial bawah tentunya membuat para wanita tidak memiliki

banyak peluang untuk bisa mendapatkan laki-laki yang diinginkannya. Para lelaki

berkualitas biasanya menetapkan kriteria untuk pasangan yang akan dipilihnya.

Banyak dari para tenaga kerja merasa tidak percaya diri untuk dapat bersaing dengan

wanita lainnya. Sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tenaga kerja wanita

agar bisa mendapatkan penghasilan yang besar yang nantinya dapat digunakan

sebagai modal untuk mempercantik diri dan dapat menarik perhatian laki-laki.

Persepsi kelangkaan lawan jenis atau operational sex ratio merupakan

kondisi dimana terjadi ketimpangan atau ketidaksamaan jumlah antara jenis kelamin

laki-laki dan perempuan, salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingnya jenis

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

27

kelaminnya. Persepsi kelangkaan lawan jenis ingin melihat bagaimana persepsi para

tenaga kerja wanita dalam mepersepsikan jumlah laki-laki yang ada di daerahnya.

Semakin sedikit jumlah laki-laki yang berkualitas yang ada di daerahnya,

akan mendesak para wanita untuk bisa lebih menonjol di bandingkan dengan wanita

lainnya sehingga mereka dapat dijadikan pilihan oleh laki-laki yang diinginkan. Para

wanita tidak hanya menginginkan pasangan dalam hubungan seksual tetapi juga yang

mampu berkontribusi dalam kehidupan dan keturunan mereka kelak. Oleh karena itu

banyak wanita Indonesia memutuskan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar

negeri dengan harapan ketika kembali ke tanah air penghasilan yang mereka terima

dapat digunakan sebagai modal untuk menarik perhatian laki-laki.

Menjadi tenaga kerja wanita merupakan contoh dari sikap yang positif

terhadap risiko berdasarkan uraian pada latar belakang. Berbagai macam risiko mulai

dari sebelum keberangkatan, masa bekerja di luar negeri, dan ketika pulang ke tanah

air. Risiko tersebut bermacam-macam, contohnya pelecehan, penipuan,

pemerkosaan, perampokan, dan lain sebagainya. Ancaman risiko yang mungkin akan

dihadapi para tenaga kerja wanita ini tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap

menjadi tenaga kerja wanita. Hal ini didasarkan pada keuntungan yang akan mereka

peroleh ketika kembali ke tanah air, dan lebih sedikit kerugian yang akan mereka

terima. Hal ini sesuai dengan teori sikap terhadap risiko atau teori prospek, dimana

teori tersebut menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap risiko didasarkan pada

keuntungan dan kerugian yang akan diterima. Selain itu, orang yang tergolong

sebagai pencari risiko biasanya lebih tertarik untuk mengambil hal-hal yang

mengandung risiko.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Dominasi Sosiallibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-02019-PS Bab2001.… · sosial yang tinggi adalah orang yang percaya bahwa kehidupan

28

Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah orientasi dominasi sosial

dan persepsi kelangkaan lawan jenis mampu memprediksikan sikap terhadap risiko

pada Tenaga Kerja Wanita (TKW).