Upload
dangkiet
View
218
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
11
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar
Bab Tinjauan Pustaka ini merupakan bab yang berisi tentang penjelasan
mengenai fonologi dan Qira:?atu al-sab’ati. Adapun literatur mengenai
penjelasan fonologi terdapat dalam buku Ibrahim (1982), Verhaar (1990), dan
Samsuri (1994). Sedangkan literatur mengenai penjelasan Qira:?atu al-sab’atu
terdapat dalam buku yang ditulis oleh Al Ibyariy (1995), Abdurrahim (2004).
2.2 Ibrahim (1982)
Dalam “‘Ilmu Al-lugati Al-Mubarmaj” halaman 11, Ibrahim
mengungkapkan bahwa fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi tanpa
melihat fungsinya dan tidak menyebabkan perbedaan antara satu bunyi dengan
bunyi yang lainnya dari segi makna. Selain itu, fonetik adalah ilmu yang
mempelajari bunyi dari segi mekanik terjadinya bunyi. Kemudian, dalam
menghasilkan bunyi, ada tiga organ yang bekerja yaitu, sumber energi (source of
energy) atau مصدر طاقة /maṣdaru ṭa:qoh/, pita suara (vibrating body) atau جسم
یتدبدب /jismun yatażabżabu/, dan resonator atau hijratun/ حجرة رنین rani:n/.
Ketiga organ tersebut menghasilkan bunyi yang berbeda-beda. Ada bunyi
yang fungsional dan ada bunyi yang tidak fungsional. Ilmu bunyi yang
menyelidiki bunyi dari segi fungsional adalah fonologi.
2.3 Verhaar (1990)
“Pengantar Lingguistik” halaman 8, Verhaar menjelaskan bahwa fonetik
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut perbedaan diantaranya tanpa
memperhatikan segi fungsional dari perbedaan tersebut, sedangkan fonologi
12
Universitas Indonesia
menyelidiki bunyi bahasa hanya menurut segi fungsionalnya saja. Fonetik tidak
membedakan makna, sedangkan fonologi dapat membedakan makna. Sejauh
dapat dibuktikan, sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan
makna disebut sebuah fonem (dalam Bahasa Inggris: phoneme; kata sifatnya
phonemic atau phonematic, dalam bahasa Indonesia: fonemis atau fonematis).
Istilah phonological ‘fonologis’ lebih-lebih dipakai untuk menyatakan sesuatu
mengenai ilmu fonologi, sedang istilah ‘fonemis’ lebih tepat dipakai untuk
menyatakan sesuatu mengenai fonem. Namun, pembedaan antara fonologis dan
fonemis tidak begitu lazim (Verhaar, 1990: 36). Fonologi dapat didefinisikan
sebagai penyelidikan tentang perbedaan minimal (minimal differences) antara
ujaran-ujaran dan perbedaan minimal tersebut selalu terdapat kata sebagai
konstituen yaitu suatu bagian ujaran (Verhaar, 1990: 36).
Pasangan minimal adalah seperangkat kata yang sama kecuali dalam hal
yang satu bunyi saja. Contoh dalam Bahasa Indonesia yaitu bunyi [r] dan [l],
dalam kata rupa dan lupa. Keduanya berbeda secara fungsional sehingga
menimbulkan fonem yang berbeda antara kedua bunyi tersebut. Sedangkan dalam
Bahasa Jepang, kedua bunyi tersebut tidak berbeda secara fungsional sehingga
menimbulkan fonem yang tidak berbeda antara kedua bunyi tersebut (Verhaar,
1990: 36).
Fonem merupakan suatu wujud yang agak abstrak, karena secara kongkrit
kita selalu mengucapkan salah satu anggota dari fonem yang bersangkutan
(Verhaar, 1990: 40). Anggota dari suatu fonem disebut alofon. Suatu alofon
(allophone) adalah salah satu cara kongkrit mengucapkan suatu fonem. Alofon
yang dipakai tergantung dari bunyi yang berdekatan pada fonem yang
bersangkutan, sehingga alofon yang dipilih ditentukan oleh lingkungan alofon
tersebut. Hal ini menyebabkan asimilasi (pencampuran). Asimilasi dalam ilmu
bunyi ada dua yaitu asimilasi fonetis dan asimilasi fonemis. Asimilasi fonetis
terjadi karena perubahan yang diakibatkan lingkungan tertentu tidak
menyebabkan suatu fonem menjadi fonem yang lain. Identitas fonem
dipertahankan. Sedangkan asimilasi fonemis menyebabkan suatu fonem menjadi
fonem yang lain.
13
Universitas Indonesia
2.4 Samsuri (1994)
Dalam “Analisis Bahasa” halaman 92-93, Samsuri menjelaskan bahwa
bunyi bahasa bersifat dua, yaitu bersifat ujar (parole), dan sistem (langue). Untuk
membedakan kedua macam bunyi tersebut, dipakailah istilah yang berbeda pula,
yang pertama disebut bunyi (fon), yang kedua disebut fonem; ilmu yang
mempelajari pertama disebut fonetik (ilmu bunyi), dan yang kedua disebut
fonemik (ilmu fonem).
Kemudian, Samsuri (1994: 127) juga menjelaskan bahwa fonem dibagi
menjadi dua kelompok yaitu fonem segmental dan fonem suprasegmental. Fonem
segemental adalah fonem-fonem vokal dan konsonan, sedangkan fonem
suprasegmental adalah tekanan, nada, panjang, dan jeda. Untuk menganalisis
fonem, Samsuri (1994: 131) juga menjelaskan bahwa bunyi-bunyi bahasa yang
secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi atau fonem-
fonem yang berbeda, apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang
sama atau yang mirip. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat di
dalam distribusi yang komplementer, harus dimasukkan kelas-kelas bunyi yang
sama (fonem yang sama).
2.5 Al Ibyariy (1995)
Dalam “Pengenalan Sejarah Al Quran” halaman 100, dalam buku ini
diterangkan bahwa Abu Syamamah mengungkapkan pendapat sebagian gurunya
yang menyatakan bahwa Al-Quran diturunkan dalam dialek Quraysy, dan bangsa
Arab diperbolehkan membaca dengan bahasa yang sudah biasa digunakan
mereka, sekalipun lafal dan i’rab (case/tanda baca) nya berbeda. Masalah bahasa
ini diserahkan kepada Rasulullah sebab beliaulah yang diberi tahu oleh Allah.
Maka ketika seorang Hużayl membaca di hadapan Rasul atta’/ عت حین ḥi:n/,
padahal ia menghendaki حت حین /ḥatta ḥi:n/, Rasul pun membolehkannya, sebab
memang begitulah orang Hużayl mengucapkan dan menggunakannya.
14
Universitas Indonesia
2.6 Fathoni (1996)
Dalam buku ”Kaidah Qiraat Tujuh Jilid 1” halaman 2, Fathoni menuliskan
salah satu hadis yang menyatakan tentang Qira:?atu al-sab’ati yaitu Hadis dari
Ibnu Abbas RA, ia berkata:
أقرأني جبریل على حرف فراجعتھ فلم أدل أستزیده :قال رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم
ویزیدني حتى انتھى على سبعة أحرف
/Qa:la rasulullah ṣallallahu ’alaihi wa sallam: aqra ani: jibri:lu ’ala: ḥarfin
fara:ja’tuhu: falam ażal astazi:duhu: wa yazi:duni: hataa: intaha: ’ala: sab’ati
ahrufin/.
Artinya: ‘Rasulullah SAW bersabda, “Jibril telah membacakan Al-Quran
kepadaku dalam satu huruf. Aku berulang-ulang membacanya. Selanjutnya aku
selalu meminta kepadanya agar ditambah, sehingga ia menambahnya sampai tujuh
huruf.’ (HR. Al Bukhari-Muslim).
Kemudian, Abul Fadl Ar-Razi dalam buku “Kaidah Qiraat Tujuh”
halaman 3 juga mengatakan bahwa arti Sab’atu Aḥruf adalah tujuh wajah/bentuk.
Maksudnya, keseluruhan Al-Quran dari awal sampai akhir tidak akan keluar dari
tujuh wajah perbedaan berikut:
1. Perbedaan bentuk isim/nomina (mufrad/tunggal, mutsana/dual, atau
jama’/jamak) seperti
المنتھم /liama:natihim/ (mufrad/ tunggal), المنتھم /liama:na:tihim/ (jama’/
jamak)
2. Perbedaan bentuk fi’il/verba (maḍi/perfektif, muḍari’/imperfektif, atau
amr/imperatif) seperti
ربنا بعد /rabbana: ba:’ada/ (maḍi/lampau), ربنا بعد /rabbana: ba’id/
(amr/perintah)
2
Universitas Indonesia
menemukan kata راھامج /majra:ha:/, tetapi dibaca /majre:ha/ dalam Al-Quran
surat Hud ayat 41. Di dalam kata tersebut terdapat perbedaan penyebutan vokal
antara /a/ dan /e/. Hal ini membuat penulis bertanya mengapa ucapan tidak sama
dengan tulisan, dan apakah penyebutan bunyi tersebut bersifat fungsional atau
tidak. Hal ini menyebabkan penulis penasaran dan ingin meneliti lebih lanjut.
Penulis semakin terinspirasi dengan hal tersebut ketika penulis mengaji
bacaan Al-Quran di suatu masjid yang terletak di Lampiri, Pondok Kelapa, Jakarta
Timur. Di masjid tersebut diajarkan berbagai bacaan Al-Quran selain bacaan yang
saat ini banyak digunakan oleh masyarakat awam. Mereka mengajarkan Bacaan
Al-Quran tersebut dengan sistem asramaan selama 6 bulan sekali. Bacaan Al-
Quran tersebut dikenal dengan nama قراءة السبعة /Qira:?atu al-sab’ati/.
Bacaan Qira:?atu al-sab’ati menurut Ust. Acep Lim Abdurahim dalam
buku “Pedoman Ilmu Tajwid” adalah bacaan yang dibawa oleh imam bacaan yang
terkenal dan terdiri dari tujuh orang, masing-masing mereka kemudian memiliki
dua orang murid. Bacaan yang kebanyakan digunakan oleh masyarakat awam
adalah bacaan Hafṣ yang merupakan murid dari salah satu imam bacaan tersebut.
Bacaan Qira:?atu al-sab’ati terbentuk karena adanya dialek-dialek dalam
bahasa Arab. Sebagaimana kita ketahui, bahwa bahasa Rasul adalah bahasa Arab,
karena itulah Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Hal ini diterangkan dalam
Quran Ar Ra’d ayat 37 yang berbunyi :
)٣٧:الرعد (األیة .........ا عربیا أنزلنھ حكمكوكدل
/Wa każa:lika anzalna:hu ḥukuma:n ’arabiyya:n/
Artinya : Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai
peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab…
Selain itu juga diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 151, Ibrahim ayat
4, Fuṣṣilat ayat 44, dan Al-Syu’ara ayat 198-199. Oleh karena bahasa Al-Quran
dari Allah dan diterima oleh Rasul dalam bahasa Arab, maka tergambarlah betapa
tinggi nilai bahasa Arab dan betapa besar daya cakupnya terhadap dialek-dialek.
Dialek Bahasa Arab yang digunakan dalam Al Quran adalah dialek Muḍar
(Al Ibyariy, 1995: 67). Dialek Muḍar adalah bahasa Quraisy yang paling tinggi
dan luas pemakaiannya. Banyak faktor yang menyebabkan bahasa Quraisy lebih
dominan di antara bahasa-bahasa Arab lainnya, antara lain, karena orang Quraisy
15
Universitas Indonesia
3. Perbedaan case/i’rab ‘tanda baca’ (rafa’, nasab, jar, atau jazam) seperti
وارجلكم /wa arjulikum/ (genitif/kasrah), وارجلكم /wa arjulakum/
(akusatif/fathah)
4. Perbedaan bentuk naqis (kurang) dan ziyadah (tambah) seperti
قالوااتخد /qalu:ttakhaa/ (kurang wawu), وقالوااتخد /wa qalu:ttakhadza/
(tambah wawu)
5. Perbedaan bentuk taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan)
seperti
فیقتلون ویقتلون /fayuqtalu:na wa yaqtulu:na/, فیقتلون ویقتلون /fayaqtulu:na wa
yuqtalu:na/
6. Perbedaan bentuk tabdil (pergantian huruf atau kata) seperti
ننشرھا /nunsyiruha:/ dan ننشزھا /nunsyizuha:/
7. Perbedaan bentuk lahjah (dialek) seperti bacaan imalah, taqli:l, idga:m,
iẓhar, dan lain-lain.
16
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA TEORI
3.1 Pengantar
Qira:?atu al-sab’ati berasal dari kata Qira:?at dan al-sab’ati. Dalam
kamus Arab Indonesia Al-Munawir, arti Qira:?at adalah ‘bacaan’ sedangkan al-
sab’ati adalah ‘tujuh’, sehingga Qira:?at al-sab’ati adalah bacaan tujuh atau lebih
dikenal dengan tujuh bacaan Al-Quran. Tujuh macam bacaan Al-Quran tersebut
diambil dari nama imam bacaannya yaitu Nafi, Ibnu Kaṡir, Abu ‘Amr, Ibnu
‘Amir, ‘Aṡim, Hamzah, dan Kisa:?i. Masing-masing imam bacaan memiliki dua
orang murid yang menambah maraknya bacaan Al-Quran. Macam-macam bacaan
tersebut terdapat kaidah bacaan yang berhubungan dengan fonologi. Kaidah
dalam Qira:?atu al-sab’ati tersebut menjadi alat untuk membaca bacaan
Qira:?atu al-sab’ati. Kaidah bacaan tersebut sebagai dasar analisis penulis dalam
meneliti bacaan Qira:?atu al-sab’ati.
3.2 Kaidah Qira:?atu al-sab’ati
Kaidah-kaidah Qira:atu al-sab’ati diantaranya adalah al-taṢqi:q, al-
tashil, al-ibdal, al-isqaṢ, al-naql, al-idkhal, al-imalah, al-taqli:l, al-tarqi:q, al-
tafkhim, al-taqli:Ṣ, al-waqf, al-sakt, mad, Ṣilah, idgam, dan iṢhar. Kesemua
kaidah Qira:?atu al-sab’ati akan disatukan dengan teori fonologi untuk
mengetahui apakah bacaan tersebut membedakan makna atau tidak.
3.2.1 At-Taṭqi:q
Secara bahasa berarti; tetap, meneliti, menguatkan, atau menekankan.
Adapun istilahnya; menekankan dalam mengucapkan sesuatu menurut hakekat
dan keasliannya. Maksudnya; pengucapan hamzah yang keluar menurut
17
Universitas Indonesia
makhrajnya yaitu dari tenggorokan yang tertinggi, sempurna dalam sifat-sifatnya
tanpa sedikitpun berbau wawu atau ya’. TaṢqi:q ini dibaca biasa seperti Hafṡ.
Misalnya یؤید: ditransliterasikan /yuayyidu/.
3.2.2 At-Tashil
Dalam tashil, makhrajnya pertengahan antara hamzah dan ha (seperti ha
tetapi lebih ringan). Tashil menurut bahasa artinya memudahkan, bisa juga
diartikan dengan merubah. Adapun menurut istilah yaitu pengucapan hamzah
antara hamzah dan huruf mad/durasi. Jika hamzah itu fathah (akusatif), maka
tashilnya antara hamzah dan alif. Kemudian jika hamzah kasrah (genitif), maka
tashilnya antara hamzah dan ya. Adapun jika hamzah Ṣamah, maka tashilnya
antara hamzah dan wawu. Selain itu, tashil juga dapat berbunyi antara hamzah dan
ha. Ini semua disebut dengan tashil baina-baina. Contoh: اه ل =اءل . Di dalam
Qira:?atu al-sab’ati, teori tashil terdapat teori saling pengaruh sehingga teori
tashil sama dengan teori asimilasi dalam fonologi.
3.2.3 Al-Ibdal
Sering juga disebut dengan badal (bukan mad badal). Artinya, mengganti.
Menurut istilah maksudnya; mengganti hamzah dengan huruf mad/durasi (alif,
wawu atau ya). Jika hamzah jatuh setelah fathah (akusatif), maka hamzahnya
diibdalkan menjadi alif, seperti ( لتأخدوھا ) ditransliterasikan /lita?khużu:ha:/
menjadi ( لتاخدوھا ) ditransliterasikan /lita:khużu:ha:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati,
teori al-ibdal terdapat teori saling pengaruh sehingga teori al-ibdal sama dengan
teori asimilasi dalam fonologi.
3.2.4 Al-Isqaṭ
Arti dari IsqaṢ adalah menggugurkan atau membuang atau
menyingkirkan. Secara istilah yaitu membuang salah satu dari dua hamzah,
18
Universitas Indonesia
(biasanya yang dibuang adalah hamzah pertama) yang bertemu dalam dua kalimat
dengan syarat hamzah pertama adalah akhir huruf kalimah pertama dan hamzah
kedua adalah awal huruf kalimah kedua sehingga tinggal satu hamzah saja dan
hamzah yang lain hilang tanpa bekas. Seperti بلقاء أصحاب ditransliterasikan
/biliqa:?a ?aṢṢa:bi/ menjadi بلقا أصحاب ditransliterasikan /biliqa: ?aṢṢa:bi/. Di
dalam Qira:atu al-sab’ati, teori al-isqaṢ terdapat teori saling pengaruh sehingga
teori al-isqaṢ sama dengan teori asimilasi dalam fonologi.
3.2.5 Naql
Naql artinya memindahkan. Adapun maksudnya menurut istilah adalah
membuang hamzah dan memindahkan harakatnya pada huruf sukun/jusif atau
tanwin yang terletak sebelumnya. Dengan demikian, hamzah menjadi hilang dan
huruf sukun/jusif atau tanwin sebelumnya menjadi berharakat hamzah. Misalnya
إن أنتم) ) ditransliterasikan /in antum/ menjadi إن نتم) ) ditransliterasikan /ina ntum/.
Dalam Qira:atu al-sab’ati, teori naql terdapat teori saling pengaruh sehingga teori
naql sama dengan teori asimilasi dalam fonologi.
3.2.6 Al-Idkhal
Menurut bahasa artinya memasukkan. Adapun istilahnya yaitu memasukan
alif di antara dua hamzah yang jatuh dalam satu kalimah. Yakni memanjangkan
hamzah pertama. Misalnya (ء أشفقتم) ditransliterasikan /a asyfaqtum/ menjadi
(ءاھشفقتم) ditransliterasikan /a:hasyfaqtum/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, teori al-
idkhal terdapat teori saling pengaruh sehingga teori al-idkal sama dengan teori
asimilasi dalam fonologi.
3.2.7 Al-Imalah
Secara bahasa artinya memalingkan, membengkokan atau memiringkan.
Imalah ada dua macam yaitu imalah kubra dan imalah Ṣugra. Imalah kubra ialah
19
Universitas Indonesia
pengucapan dengan fathah (akusatif) menuju kasrah (genitif) atau pengucapan
antara fathah (akusatif) dan kasrah (genitif) sehingga bunyinya terdengar seperti
vokal “e” kalau dalam Indonesia, seperti (bebas, mega, sedan, sore). Imalah kubra
biasa disebut dengan imalah saja, sedangkan imalah sughra biasa disebut dengan
taqli:l. Contoh imalah seperti /ja:a/جاء dibaca imalah jim menjadi /je:a/.
3.2.8 Al-Taqli:l
Taqli:l menurut bahasa kita artinya: mengurangi, memperkecil, atau
menyedikitkan. Taqli:l ialah pengucapan lafadz antara fathah (akusatif) dan
imalah. Kalau dalam bahasa Indonesia bunyinya “e” yang di atas. “E” di sini
seperti dalam kata (bebek, dendeng, dan leleh). Contoh seperti ونادى /wana:da:/
untuk bacaan Warsy dibaca taqli:l yaitu /wana:de:/.
3.2.9 Al-Tarqi:q
Al-Tarqi:q dari asal kata “ar-riqqah” artinya tipis. Maksudnya menipiskan
atau menguruskan. Lawannya adalah tafkhim dan tagli:Ṣ. Tarqi:q biasa dipakai
untuk ra dan imalah ra. Di antara para qurra, Warsylah yang paling banyak
mentarqi:qkan ra yang jatuh setelah kasrah/genitif dan ya sukun. Oleh karena
tarqi:q adalah hanya menipiskan konsonan ra. Teori al-tarqi:q ini tidak terdapat
bunyi yang saling mempengaruhi sehingga tidak terjadi asimilasi (disasimilasi).
3.2.10 Al-Tafkhim
Tafkhim artinya menggemukkan atau membesarkan. Tafkhim biasa
digunakan untuk ra yang ditebalkan (prakteknya kedua bibir dimajukan ke
depan). Teori at-tafkhim ini tidak terdapat bunyi yang saling mempengaruhi
sehingga tidak terjadi asimilasi.
20
Universitas Indonesia
3.2.11 At-Tagli:ṭ
Tagli:Ṣ sama dengan tafkhim tetapi lebih tepat jika diartikan dengan
menebalkan atau menguatkan. Para ulama bacaan mengatakan bahwa tafkhim dan
taghli:Ṣ itu sama. Hanya mereka mengistilahkan tafkhim itu untuk ra dan tagli:Ṣ
untuk lam fathah yang ditebalkan dan dibaca /llo/. Teori al-tagli:Ṣ ini tidak
terdapat bunyi yang saling mempengaruhi sehingga tidak terjadi asimilasi
(disasimilasi).
3.2.12 Al-Waqf
Secara bahasa berarti berhenti. Maksudnya berhenti pada akhir kalimat
atau akhir ayat dalam sesaat atau beberapa saat untuk mengambil nafas kemudian
melanjutkan bacaannya kembali. Waqf harus disertai dengan bernafas meskipun
sedikit sehinga orang yang mendengarnya tahu bahwa ia benar-benar berhenti. Al-
waqf sama artinya dengan jeda dalam fonologi. Contoh seperti tidak membedakan
makna. Contoh seperti /ja:a/جاء jika dibaca waqf/jeda, untuk bacaan Hamzah ada
3 wajah/macam yaitu: ibdal hamzah dengan mad qaṢr/tawassuṢ/Ṣul menjadi
/ja:/.
3.2.13 Al-Sakt
Sakt artinya diam. Sakt dibagi dua yaitu sakt pada hamzah dan sakt pada
lainnya. Definisi sakt yang pertama adalah memutuskan suara pada huruf sukun
atau tanwin yang berhadapan dengan hamzah dalam sesaat dengan dua harakat
tanpa mengambil nafas. Di antara para qurra yang paling banyak membaca
dengan sakt adalah Hamzah. Adapun sakt yang kedua yaitu memutuskan bacaan
atau diam atau berhenti sementara dalam sesaat tanpa bernafas dengan kadar dua
harakat pada kalimat-kalimat teretentu dalam Al-Quran, seperti sakt Hafṡ pada
عواجا قیما ditransliterasikan /’iwa:ja:n qayyima:n/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, al-
sakt sama teorinya dengan tekanan dalam fonologi.
21
Universitas Indonesia
3.2.14 Mad
Mad artinya memanjangkan suara karena ada huruf mad. Semua Mad
sama dengan durasi dalam fonologi. Mad terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Mad Thabi’i (mad asli/ bentuk dasar dari Mad)
b. Mad Far’i ( Pengembangan dari Mad Asli)
Mad Thabi’i yaitu konsonan difathah (akusatif) bertemu alif mati, atau dikasrah
(genitif) bertemu Ya mati, diṢammahkan (nominatif) bertemu Wawu mati.
Contoh ,/ba/با /bi/بي , ./bu/بو Berarti huruf mad ada 3 yaitu alif, wawu, dan ya.
Kemudian, contoh-contoh Mad Far’i:
1. Mad Wajib : apabila ada Mad Ṣabi’i bertemu dengan hamzah di satu kata.
Contoh: جاء /ja:a/.
2. Mad Jaiz : apabila ada Mad Ṣabi’i bertemu dengan hamzah di lain kata.
Contoh: ما أنزلنا /ma: anzalna:/.
Macam-macam nilai Mad:
1. QaṢr : Bacaan panjang 1 alif
2. TawassuṢ : Bacaan panjang 2 alif
3. Ṣu:l : Bacaan panjang 3 alif
Selain itu, juga ada mad layyin yaitu mad yang terjadi apabila ada wawu
sukun atau ya sukun sedangkan huruf sebelumnnya bertanda baca fathah. Adapun
bacaannya ada tiga macam yaitu panjang 3 alif atau 6 harakat, sedang 2 alif atau 4
harakat, dan pendek 1 alif atau 2 harakat (Soenarto, 1988:46). Kemudian, ada
mad yang lain juga yaitu mad badal. Mad badal adalah mad yang apabila ada
hamzah bertemu dengan mad/durasi. Adapun bacaannya harus satu alif atau 2
harakat (Soenarto, 1988:45).
Dalam Qira:?atu al-sab’ati terdapat mad jaiz munfaṢil dan mad wajib
muttaṢil. Mad Jaiz MunfaṢil adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan
22
Universitas Indonesia
hamzah, tetapi tidak kumpul dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca
dua setengah alif atau lima harakat. Mad Wajib MuttaṢil adalah apabila ada huruf
mad berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu
kalimah. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat.
Hukum Mad Jaiz Munfaṭil
قصر /qaṢr/
2 harakat
)ابن كثیر(د
)السوسي(ي
قصر او توسط /qaṢr aw
tawassuṢ/
2 atau 4-5 harakat
)قالن(ب
)الدر(ط
توسط /tawassuṢ/
4-5 harakat
)ابن عامر(ك
)عاصم(ن
)الكساء(ر
طول /Ṣul/
6 harakat
)ورش(ج
)حمزة(ف
مد جائز منفصل
Tabel 1. Hukum Mad Jaiz Munfaṡil
Hukum Mad Wajib Muttaṭil
توسط (tawassuṢ)
4-5 harakat
ب)قالن(
)ابن كثیر(د
)رأبو عم(ح
)ابن عامر(ك
)عاصم(ن
)الكساء(ر
طول (Ṣul)
6 harakat
)ورش(ج
)حمزة(ف
مد واجب متصل
Tabel 2. Hukum Mad Wajib Muttaṡil
3.2.15 Mim Jamak
23
Universitas Indonesia
Hukum Mim Jamak di sini ialah mim yang menunjukkan Jamak Mużakar
Mukhatab (orang kedua jamak) seperti /lakum/, /antum/ atau Jamak Mużakar
Gaib (orang ketiga jamak) seperti /hum/ dan /’alayhim/, dimana sesudahnya
adakalanya berupa huruf hidup dan adakalanya berupa konsonan mati. Adapun
kaidahnya adalah:
a. Mim Jamak terletak sebelum konsonan hidup
Bila ada Mim Jamak terletak sebelum konsonan hidup bacaan Imam
Qiraat Tujuh sebagai berikut:
1. Ibnu Kaṡir membaca Ṣammah mim jamak serta menghubungkannya
dengan wawu sukun.
2. Qalun mempunyai dua wajah/macam bacaan yaitu Ṣilah dan sukun
mim jamak
3. Warsy juga menghubungkan Mim Jamak dengan sukun, bilamana
huruf hidupnya berupa hamzah qaṢa.
4. Imam qiraat lainnya membaca sukun mim jamak.
b. Mim Jamak terletak sebelum konsonan mati
1. Seluruh Imam Bacaan Tujuh membaca Ṣammah mim jamak dengan
tanpa Ṣilah, bilamana mim jamak terletak sebelum konsonan mati.
2. Bilamana ada mim jamak sebelumnya berupa ha, dan sebelumnya ha
berupa kasrah atau ya sukun.
Ṣilah artinya menyambung. Cara membaca Ṣilah adalah huruf
sebelumnya dengan huruf depannya disambung sehingga panjangnya adalah
setengah alif. Misalnya mim jamak (mim yang bermakna jamak) bertemu dengan
huruf mad (Wawu/ Ya).
Contoh: ھم /hum/ menjadi /:humu/ ھمو
منھ /minhu/ menjadi منھو /minhu:/
علیھ /’alayhi/ menjadi علیھ /’alayhi:/
3.2.16 Idga:m
24
Universitas Indonesia
Idga:m artinya memasukkan. Idga:m terdiri dari dua yaitu idga:m
bigunnah (dengan berdengung), dan idga:m bila:gunnah (tanpa dengung). Idga:m
bigunnah adalah apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan konsonan ya,
mim, nun, wawu. Contoh: من یقول /mayyaqu:lu/. Idga:m Bila:gunnah adalah
apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf lam, ra. Contoh: من
./milladunka/لدنك
Macam idgham yang lain yaitu:
1. Idga:m MiṢlain Ṣagir
Apabila ada dua konsonan yang sama makhraj dan sifatnya bertemu
menjadi satu, sedang konsonan yang pertama mati dan konsonan yang
kedua hidup. Contoh: یدرككم /yudrikkum/.
2. Idga:m MiṢlain Kabir
Apabila ada konsonan dua sama makhraj dan sifatnya bertemu menjadi
satu, sedang keduanya hidup. Contoh: یوم الدین /yawmiddin/.
3. Idga:m Mutajanisain Ṣagir
Apabila ada dua konsonan yang sama makhrajnya tetapi berlainan
sifatnya, sedang konsonan yang pertama mati. Bacaannya huruf yang awal
dimasukkan ke dalam konsonan yang kedua. Contoh: قل رب /qul rabbi/
dibaca menjadi /qurrabbi/.
4. Idga:m Mutajinasain Kabir
Apabila ada dua konsonan yang sama makhrajnya tetapi berlainan sifatnya
dan kedua-duanya merupakan huruf hidup. Contoh: واد قال ربك /wa iż qa:la
rabbuka/ dibaca menjadi /wa iż qa:rrabbuka/.
5. Idga:m Mutaqaribain Ṣagir
Apabila ada konsonan yang berdekatan makhraj dan sifatnya, sedang
konsonan yang awal mati. Contoh: اركب معنا /irkab ma’ana:/ dibaca
menjadi /irkamma’ana:/.
6. Idga:m Mutaqaribain Kabir
Apabila ada dua konsonan yang berdekatan makhraj dan sifatnya dan
keduanya hidup. Contoh: یعدب من یشاء /yu’ażibu mayyasya/ dibaca menjadi
/yu’ażimmayyasya/.
25
Universitas Indonesia
Kesemua teori idga:m terdapat bunyi yang saling mempengaruhi seperti teori
asimilasi dalam fonologi.
3.3 Ciri-ciri Qira:?atu al-sab’ati
3.3.1 Nafi (أ)
Ciri-ciri Bacaan Nafi lebih banyak terdapat perubahan i’rab (tanda baca)
dan huruf:
1. Terdapat perubahan i’rab (tanda baca) baik di awal, tengah maupun akhir
kata seperti
مجراھا /majra:ha/ terdapat perubahan case/i’rab pada awal kata yaitu
konsonan mim.
2. Terdapat perbedaan bentuk tabdil (penggantian huruf atau kata) seperti
ویا سماء اقلعي /wa ya: sama:?uqla’i:/ terdapat perubahan pada hamzah yang
kedua menjadi wawu /wa ya: sama:?u waqla’i:/.
3. Terdapat perbedaan naqis (kurang) dan ziyadah (penambahan) seperti
في غیبة الجب /fi: gayabatiljubbi/ terdapat penambahan alif pada konsonan ba
yaitu /fi: gayaba:tiljubbi/.
4. Terdapat perbedaan bentuk taqdim (mendahulukan) dan takhir
(mengakhirkan) seperti
لیحزنني /layaṢzununi:/ terdapat perubahan i’rab yaitu ya yang awalnya fathah
menjadi Ṣammah, konsonan za yang awalnya Ṣammah menjadi kasrah, dan
ya yang awalnya sukun menjadi fathah yaitu /layuṢzinuniya/.
3.3.1.1 Qalun )ب )
Ciri-ciri bacaan Qalun:
1. Membaca dengan Basmallah setiap menyambung dua surat kecuali antara
Anfal dan Baraa’ah. Untuk menyambung surat Al-Anfal dan Bara’ah, Qalun
28
Universitas Indonesia
انتم إال ,لكم أنفسكم /antum illa:, lakum anfusakum/ menjadi انتمو إال ,لكمو أنفسكم
/antumu: illa:, lakumu: anfusakum/.
6. Mentaqli:lkan alif yang aslinya ya, seperti: استوى,قوى الت,أتى /istawa:,
attaqwa:, ata:/. Dalam hal ini Warsy juga membaca dengan fathah.
Dan mentaqli:lkan semua alif mutaṢarrifah yang jatuh setelah ra’seperti: ,
أخرى سكرى /ukhra:, sukara:/. Juga mentaqlilkan alif yang jatuh sebelum ra
maksurah mu’tatarrifah seperti األبرار ,النار /al abra:r, anna:r/. Selain itu,
mentaqli:lkan juga lafadz seperti الكافرین, كافرین /ka:firi:na, al ka:firi:na/.
7. Mentarqi:qkan setiap ra maftuhah atau maṢlmumah yang jatuh setelah ya
sakinah atau kasrah muttaṢilah, seperti: نجرة,فتحریر ,تبصرون /najiratun,
fatahri:ru, tubshiru:na/. Kemudian mentarqi:qkan ra setelah huruf sakin
yang jatuh setelah kasrah, seperti: لعبرة,إكراه /ikra:hu, la’ibratun/. Selain itu,
mentafkhimkan ra pada tiga isim a’jami, yaitu ./:isra:i:la/إسرائیلا Juga pada
دات العماد إرم /irama ża:til ‘ima:tid/.
8. Mentagli:Ṣkan lam maftuhah yang jatuh setelah shad maftuhah, seperti: ة
الصال /aṢṢala:tu/, atau sakinah seperti یصل /yaṢla/. Atau jatuh setelah Ṣa
maftuhah, seperti: بطل /baṢala/, atau sakinah seperti ./maṢla’i/مطلع Atau
jatuh setelah ża sakinah sepertiیظلمون /yuṢlamu:na/.
9. Setiap mad jaiz munfaṢil dibaca Ṣul (panjang) 6 harakat. Setiap mad badal
dibaca qaṢr (pendek)/tawassuṢ (sedang)/Ṣul (panjang).
3.3.2 Ibnu Kaṡir )د )
Ciri-ciri bacaan Ibnu Katsir:
1. Membaca basmallah setiap menyambung antara dua surat kecuali Al-Anfal
dan At-Taubah. Untuk ini Ibnu Kaṡir sama dengan Qalun.
2. MenṢammahkan (menominatifkan) mim jama’ dan menyambungnya
dengan wawu jika sesudahnya huruf berharakat. Seperti: منكم إال /minkum
illa:/ menjadi منكمو إال /minkumu: illa:/.
3. Menyambung ha Ṣamir dengan wawu jika Ṣammah dan sebelumnya huruf
mati, sedangkan sesudahnya huruf berharakat, seperti:
منھ أیات /minhu aya:t/ menjadi منھو أیات /minhu: aya:t/
29
Universitas Indonesia
dan menyambungnya dengan ya jika dia kasrah, sebelumnya huruf mati dan
sesudahnya huruf berharakat, seperti:
علیھ توكلت /alayhi tawakaltu/ menjadi علیھي توكلت /’alayhi: tawakaltu/
4. Membaca dengan qaṢr al-munfaṢil dan tawassuṢ al-muttaṢil tanpa
khilaf.
5. Terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca).
3.3.2.1 Al-Bazzi
Ciri-ciri bacaan Al Bazzi yaitu:
IsqaṢ (menghilangkan hamzah yang pertama) dengan dibaca mad qaṢr,
tawassuṢ, atau Ṣul seperti لقاء أصحابب ditransliterasikan /biliqa:?a ?aṢṢa:bi/
menjadi بلقا أصحاب ditransliterasikan /biliqa: ?aṢṢa:bi/.
3.3.2.2 Qunbul
Ciri-ciri bacaan Qunbul yaitu:
Membaca lafadz shad pada الصراط /aṢṢira:Ṣ/ dengan sin menjadi السراط
/assira:Ṣ/ baik itu ma’rifat/takrif atau nakirah/tak takrif.
3.3.3 Abu ‘Amr
Ciri-ciri bacaan Abu ‘Amr yaitu:
1. Mempunyai tiga wajah dalam membaca di antara dua surat; basmallah
sakt dan waṢl. Yang dua terakhir tanpa basmallah. Untuk antara Al-Anfal
dan Al-Taubah, Abu ‘Amr sama seperti yang lain, yakni sakt, waṢl, dan
qaṢa. Semuanya tanpa basmallah.
2. Membaca dengan tawassuṢ al muttaṢil dari dua perawinya.
3. Mentaqli:lkan alif yang asalnya ya jika kalimah/kata yang ada alifnya itu
berwazankan ,/:fa’la/فعلى dengan fathah/akusatif fa seperti: السلوى , نجوى
30
Universitas Indonesia
/assalwa:, najwa:/, atau dengan kasrah/genitif fa /:fi’la/فعلى seperti ضیزى ,
إحدى /Ṣi:za, iṢ da:/, atau dengan Ṣammah/nominatif fa /:fu’la/فعلى seperti
/dunya:/.
4. Mengimalahkan alif yang asalnya ya jika jatuh setelah ra, seperti: أخرى ,
اشترى /ukhra:, isytara:/. Juga mengimalahkan alif yang jatuh sebelum ra
maksurah mutaṢarrifah, seperti من دیارھم /min diya:rihim/. Selain itu, juga
mengimalahkan alif yang terletak di antara dua ra yang ra keduanya
mutaṢarrifah maksurah, seperti:
من األشرار,دات قرار /minal asyra:ri, dza:ti qara:rin/.
3.3.3.1 Al-Durri
Ciri-ciri bacaan Ad-Durri yaitu:
1. Membaca al-munfaṢil dengan qaṢr dan tawassuṢ.
2. Mengimalahkan lafadz الناس /al-na:si/ yang majrur di mana saja berada.
3.3.3.2 Al-Susi
Ciri-ciri bacaan Al-Susi yaitu:
1. Mengidga:mkan mutamasilain, seperti الرحیم ملك /arrahi:m maliki/ dan
mutaqoribain, seperti شھد شاھد /syahid sya:hidun/. Juga mutajanisain
seperti ربكم أعلم بكم /rabbakum a’labbakum/ dengan syarat-syarat khusus.
2. Membaca dengan al-munfaṢil, Al-Susi membaca dengan qaṢr.
3. Mengibdalkan semua hamzah sakinah menjadi huruf mad sesuai dengan
harakat sebelumnya, seperti:
مؤمنین,وأمر /mu?mini:na, wa?mur/ menjadi نینممو,وامر /mu:mini:na,
wa:mur/.
3.3.4 Ibnu ‘Amir
Ciri-ciri bacaan Ibnu ‘Amir yaitu:
31
Universitas Indonesia
1. Membaca di antara dua surat sama seperti Warsy dan Abu ‘Amr, yaitu
untuk basmallah antara surat Al-Anfal dan Al-Taubah sebagaimana qurra
yang lain.
2. Membaca dengan tawassuṢ pada mad muttaṢil dan munfaṢil.
3. یوحى إلیك /yu:Ṣa: ilayka/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, Mad Jaiz MunfaṢil
dan Mad Wajib MuttaṢil dibaca tawassuṢ (sedang) yaitu 4-5 harakat
pada kata /yu:Ṣa:/.
3.3.4.1 Hisyam
Ciri-ciri bacaan Hisyam yaitu:
Jika dibaca waqf, maka Ibdal (menghilangkan) hamzah yang kedua dan
dibaca mad qaṢr, tawassuṢ atau Ṣul. seperti ( لتأخدوھا ) ditransliterasikan
/lita?khużu:ha:/ menjadi ( لتاخدوھا ) ditransliterasikan /lita:khużu:ha:/.
3.3.4.2 Ibnu Zakwan
Ciri-ciri bacaan Ibnu Zakwan yaitu:
Mengimalahkan alif pada lafadz-lafadz berikut ini:
عمران,واإلكرام حمارك ,زاد ,اءش,جاء / Ṣima:rika, za:da, sya:a, ja:a, ‘imra:na wal
ikra:mi/.
3.3.5 ‘Aṡim
Ciri-ciri bacaan ‘Aṡim yaitu:
1. Dalam membaca antara dua surat sama dengan Ibnu ‘Amir
2. Membaca dengan tawassuṢ pada mad muttaṢil dan munfaṢil dengan
panjang empat atau lima harakat seperti /lawla: unzila/ untuk bacaan
‘Aṡim, Mad Jaiz MunfaṢil dan Mad Wajib MuttaṢil dibaca tawassuṢ
(sedang). Contoh seperti كیوحى إلی /yu:Ṣa: ilayka/ Mad Jaiz Munfaṡil dan
32
Universitas Indonesia
وضائق /waṢa:iqun/ Mad Wajib Muttaṡil dibaca tawassuṡ dengan kadar 4-
5 harakat.
3.3.5.1 Syu’bah
Ciri-ciri bacaan Syu’bah yaitu:
1. Terdapat penambahan konsonan
2. Terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) seperti
من كل زوجین /min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda
baca) pada kata /kullin/ menjadi /kulli/.
3.3.5.2 Hafṡ
Ciri-ciri bacaan Hafṡ yaitu:
1. Membaca dengan tawassuṢ pada mad muttaṢil dan munfaṢil dengan
panjang empat atau lima harakat.
2. Membaca imalah ra pada kata /majra:ha:/ menjadi /majre:ha:/.
3.3.6 Hamzah
Ciri-ciri bacaan Hamzah yaitu:
1. Menyambung akhir setiap surat dengan awal surat berikutnya tanpa
membaca basmallah. Kecuali antara surat Al-Nas dan Al-Fatihah. Adapun
antara surat Al-Anfal dan Al-Taubah, sama seperti qurra yang lain.
2. MenṢammahkan ha baik dalam keadaan waṢl ataupun waqf pada tiga
lafadz berikut لدیھم ,إلیھم ,ladayhim/علیھم , ilayhim, ‘alayhim/ menjadi ,إلیھم
لدیھم ,علیھم /ladayhum, ilayhum, ‘alayhum/.
3. Membaca dengan isyba’ pada mad muttaṢil dan munfaṢil dengan
panjang enam harakat, sama seperti Warsy.
33
Universitas Indonesia
4. Membaca dengan saktah dengan kadar dua harakat pada setiap huruf
sakin atau tanwin bertemu dengan hamzah baik itu mauṢul ataupun
mafshul, seperti: الخرةا,شیئ ,عداب ألیم ,من أمن /al akhira:tu, syay un,
‘adza:bun ali:mun, man amana/.
5. Merubah hamzah ketika waqf/jeda dengan mad/durasi atau tashil baik itu
di tengah kalimah/kata, seperti: یؤمنون,تأمرون /yu?minu:na, ta?muru:na/,
atau di akhir kalimah seperti ماءال, یشاء /al ma:u, yasya:u/. Lebih
terperincinya bisa dilihat pada kitab-kitab qiraat dan untuk prakteknya
mesti lewat talaqqi.
6. Mengimalahkan alif yang tertulis dengan ya di mushaf-mushaf seperti:
الضحى,یغشى ,اشترى ,األعلى ,جالھا /aṢṢuha:, yagsya:,isytara:,al-a’la:,
jalla:ha/.
Selain itu, mengimalahkan alif pada:
ضائقت,حاق ,زاغ ,جاء,شاء,زاد /Ṣa:qat, ha:qa, za:ga, ja:a, sya:a, za:da/.
7. Mentaqli:lkan alif yang jatuh sebelum ra mutaṢarrifah maksurah pada
dua konsonan, yaitu وار الب /al bawa:ri/ di surat Ibrahim dan القھار /al qaha:r/
di mana saja berada. Selain itu, alif yang jatuh di antar dua ra yang
pertama fathah dan yang kedua kasrah/genitif, hal ini ada tiga lafadz,
yaitu: األبرار,القرار,األشرار /al asyra:ri, al qara:ri, al abra:ri/.
3.3.6.1 Khalaf
Ciri-ciri bacaan Khalaf yaitu:
Mengidga:mkan nun mati dan tanwin ke dalam wawu dan ya tanpa disertai
dengan gunnah (dengung). Contoh seperti وكیل syay?in/ شيء waki:lun/ untuk
semua bacaan, kasrahtain bertemu dengan wawu dibaca idga:m bigunnah (masuk
dengan berdengung) menjadi /syay?iwwwaki:lun/.
34
Universitas Indonesia
3.3.6.2 Khallad
Ciri-ciri bacaan Khallad yaitu konsonan akhir yang bertanwin jika bertemu
dengan hamzah kemudian dibaca waṢl (tanpa jeda), maka menjadi sakt
(bertekanan) atau tahqiq. Kemudian jika dibaca waqf (berjeda), maka menjadi
naql atau sakt dan tahqi:q atau naql. Contoh seperti
كنز أو /kanzun aw/ jika waṢl (menyambung/tidak berhenti) dibaca sakt
(bertekanan) menjadi /kanzun aw/ atau tahqiq (tetap) /kanzun aw/. Jika waqf
(berhenti) dibaca naql /kanzu naw/ atau sakt/bertekanan dan naql atau tahqi:q.
3.3.7 Al-Kisa:?i
Ciri-ciri bacaan Al-Kisa:?i yaitu:
1. Dalam membaca antara dua surat sama seperti ‘Aṡim
2. MentawassuṢkan mad muttaṢil dengan kadar empat harakat, sama
seperti ‘Aṡim.
3. Mengimalahkan apa-apa yang diimalahkan oleh Hamzah kecuali kalimat-
kalimat tertentu dan menambah pada sebagian lafadz-lafadz tertentu di
mana saja berada, seperti:
أحیاكم,فأحیابھ ,وأحیاھا /ahya:kum, fa ahya:bihi, wa ahya:ha:/.
4. Mengimalahkan vokal sebelum ha taknits ketika waqf. Ini terbagi dalam
tiga bagian.
Pertama: diimalahkan secara mutlak jika sebelum ha taknits itu ada
konsonan dari lima belas konsonan ini: ف /fa/ ج /jim/ ث /tsa/ ت /ta/ ز /zay/
ي /ya/ ن /nun/ ب /ba/ ل /lam/ د /dzal/ و /wawu/ د /dal/ ش /syin/ م /mim/ س
/sin/. Contoh:
خلیفة , خشیة /khalifa:tun, khasyiyatun/.
Kedua: tidak diimalahkan tetapi waqaf dengan fathah sebagaimana
lainnya. Konsonannya ada 10 yaitu: ح ق ض غ ا ع ص خ ظ ط /tha, dza, kha,
shad, ‘ain, ghain, alif, dhad, qaf, ha/.
35
Universitas Indonesia
Ketiga: diimalahkan dalam keadaan teretentu dan difathahkan dalam
keadaan tertentu. Hurufnya ada empat terkumpul dalam أ ك ه ر /alif, kaf,
ha, ra/. Keempat huruf tersebut diimalahkan apabila:
a. Sebelumnya ada huruf dikasrah (genitif), contoh: al/ األخرة akhiratu/.
b. Sebelumnya ada huruf ya mati, contoh: كھیئة , األیكة /kahay atu, al
aykatu/.
c. Sebelumnya ada huruf mati dan sebelum huruf mati itu ada huruf yang
dikasrah (nominatif), contoh: لعبرة , وجھة /la’ibratun, wijhatun/.
Ada mazhab lain yang diriwayatkan dari Kisa:?i bahwa semua huruf
hijaiyyah sebelum ha ta’nits dibaca imalah ketika waqf (berjeda) kecuali
alif, contoh: الصالة , الزكاة /aṢṢala:tu, azzaka:tu/.
3.3.7.1 Abu Al-Hariṡ
Ciri-ciri bacaan Abu Al Hariṡ:
Idga:m pada dua kata yang tidak berdekatan makhrajnya dan konsonan yang
pertama mati. Contohnya pada surat Al-Nisa ayat 30 yaitu یفعل دلك /yaf’al ża:lika/
menjadi /yaf’ażża:lika/.
3.3.7.2 Duri ‘Ali
Ciri-ciri bacaan Duri ‘Ali yaitu Imalah kaf untuk kata /alka:firi:na/
menjadi /alke:firi:na/.
3.4 Teori Fonologi
Teori Fonologi ini akan digunakan untuk menganalisis perbedaan bunyi
setiap bacaan Qira:atu al-sab’ati sesuai dengan kaidah atau istilah dalam bacaan
Qira:atu al-sab’ati. Teori fonologi tersebut berupa Fonem Segmental, Fonem
Suprasegmental, Pasangan Minimal, dan Asimilasi. Teori fonologi tersebut
36
Universitas Indonesia
digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan makna yang mengubah
pengertian atau tidak. Hal ini sesuai dengan definisi dari fonologi yaitu ilmu bunyi
yang menyelidiki bunyi dari segi fungsional.
3.4.1 Fonem dan Alofon
Menurut Pendapat Verhaar (1985: 36) fonem adalah sesuatu yang
mempunyai fungsi untuk membedakan kata-kata dari kata yang lain. Pengertian
fonem yang dikemukakan oleh Verhaar ini juga berlaku untuk fonem-fonem
dalam Bahasa Arab. Bunyi-bunyi yang merupakan wujud lahiriah suatu fonem
disebut alofon-alofon, anggota fonem, atau varian fonem tersebut (Kentjono,
2005: 161). Contoh di atas, dalam bahasa Arab seperti ن /n/. Bunyi /n/ adalah
sebuah fonem. Bunyi-bunyi cabang dari /n/ tersebut dinamakan alofon. Alofon
bukanlah fonem, sehingga alofon tidak membedakan makna dan bersifat fonetis
(Ibrahim, 1982: 105). Hanya saja jika diucapkan tidak sesuai, maka akan
terdengar tidak harmoni. Apabila kita melakukan aktivitas pengucapan bunyi /n/
itu dengan bermacam-macam sesuai dengan lingkungannya atau tetangganya
seperti /n/ pada hukum bacaan Al-Quran yaitu iṡhar, idga:m, ikhfa, dan iqlab.
Fonem: /n/
Alofon: [n] [n] [n]
3.4.2 Jenis-jenis Fonem
Jenis fonem dalam Bahasa Arab dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
fonem segmental dan fonem suprasegmental. Kelompok yang pertama dibedakan
atas fonem-fonem vokal dan konsonan, sedangkan kelompok yang kedua terdiri
dari panjang-pendek (kuantitas), tekanan (stress), jeda, dan nada.
37
Universitas Indonesia
3.4.2.1 Fonem Segmental
Fonem segmental yang dimaksudkan di sini ialah bunyi ujaran yang
dihasilkan oleh alat-alat bicara yang mempunyai fungsi membedakan makna yang
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya seolah-olah menjadi segmen-segmen.
Fonem-fonem bahasa Arab ini penulis golongkan menjadi dua sistem, yaitu (1)
sistem vokal, (2) sistem konsonan. Dalam fonem segmental ini juga dijelaskan
mengenai fonetik artikulatoris vokal dan konsonan bahasa Arab yang tujuannya
hanya sebagai informasi dan pelengkap dalam analisis Qira:?atu al-sab’ati agar
perubahan bunyi dalam Qira:?atu al-sab’ati dapat diketahui letak artikulatorisnya
sehingga pembaca dapat lebih mudah mempelajarinya.
3.4.2.1.1 Sistem Vokal
Vokal ialah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara dan
diucapkan tanpa hambatan dalam mulut. Pada saat vokal dihasilkan glotis dalam
keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan demikian semua vokal adalah
bunyi bersuara. Vokal adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara jika
aliran udara yang keluar dari paru-paru tidak mengalami hambatan (Rahyono,
2005: 40). Contoh dalam bahasa Arab yaitu أ /?/, ي /y/, و /w/. Bunyi vokal dapat
dikelompokkan berdasarkan posisi alat ucap (lidah dan bibir), dan bentuk rongga
mulut yang dibentuk oleh alat ucap (lidah dan bibir).
Ada beberapa cara untuk menggolong-golongkan bunyi-bunyi vokal:
pertama, menurut posisi lidah yang membentuk resonansi (resonance chamber);
kedua, menurut posisi tinggi rendahnya lidah. Tinggi rendahnya tergantung dari
dekat dan jauhnya dari lidah terhadap langit-langit (Verhaar, 1990: 20). Ada
klasifikasi lain lagi, tetapi hanya satu yang akan diuraikan yaitu vokal rangkap dua
(diftong). Jenis-jenis penggolongan tersebut yaitu,
1. Menurut posisi lidah yang membentuk ruang resonansi
a. Vokal depan/front vowels (األصوات األمامیة) /al aṢwa:tu al-
ama:miyatu/, yaitu vokal yang dihasilkan dengan menggerakkan
38
Universitas Indonesia
bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuklah suatu
rongga, yang menjadi ruang resonansi, antara bagian depan lidah dan
langit-langit (Verhaar, 1990: 20).
b. Vokal tengah/central vowels (األصوات المركزیة) /al-aṢwa:tu al-
markaziyatu/,yaitu vokal yang dihasilkan dengan menggerakkan
bagian depan dan belakang lidah kea rah langit-langit, sehingga
terbentuklah suatu rongga menjadi ruang resonansi di antara bagian
tengah lidah dan langit-langit.
c. Vokal belakang/back vowels (األصوات الخلفیة) /al-aṢwa:tu al-
khalfiyatu/, yaitu vokal yang dihasilkan dengan menggerakkan bagian
depan lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuklah suatu rongga
sebagai resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit.
2. Menurut posisi tinggi rendahnya lidah, vokal digolongkan menjadi vokal
tinggi (high vowels), vokal tengah (mid vowels), dan vokal rendah (low
vowels).
3. Menurut Bentuk Bibir yaitu vokal bulat, vokal tak bulat, vokal netral.
4. Menurut tingkat keterbukaan mulut
a.Vokal tertutup yaitu vokal tertutup tinggi dan vokal tertutup tengah.
b. Vokal terbuka yaitu vokal terbuka tinggi dan vokal terbuka rendah.
Di bawah ini adalah Bagan Vokal
Bagian lidah yang bergerak
Depan
أمامیة
/ama:miyah/
Tengah
مركزیة
/markaziyah/
Belakang
خلفیة
/khalfiyah/
Bentuk Bibir
Tinggi-rendah
Lidah
Tingkat
Keterbukaan
Mulut
Tak Bulat Netral Bulat
Tertutup i: u:Tinggi
مرتفعة
/murtafi’ah/
Terbuka i U
Tertutup aTengah
متوسطة Terbuka
39
Universitas Indonesia
/mutawasiṢah/
TertutupRendah
منخفضة
/munkhafaṢah/
Terbuka a:
Tabel 3. Bagan vokal Bahasa Arab
Kemudian, ada klasifikasi lain lagi, tetapi hanya satu yang akan diuraikan
yaitu vokal rangkap dua (diftong). Diftong menurut Kridalaksana (1984: 40)
adalah bunyi bahasa yang pada waktu pengucapannya ditandai oleh perubahan
gerak lidah dan perubahan tamber satu kali, dan yang berfungsi sebagai inti dari
suku kata. Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia yang dikutip oleh Verhaar
(1985: 22) sebagai berikut: /au/ dalam Bahasa Indonesia (kalau), atau /ai/ dalam
Bahasa Indonesia (balai); tetapi /a/ /u/ dalam kata (daun) atau /a/ /i/ dalam kata
(air) adalah contoh dari dua vokal tunggal saja, bukan diftong.
Berdasarkan uraian di atas dan setelah diteliti ternyata dalam Bahasa Arab
tidak terdapat diftong. Kalau pun ada, seperti yang diungkapkan Nasr (1967: 5)
bahwa ada dua macam diftong yaitu, أو /aw/yang merupakan gabungan /a/ dan /w/
seperti dalam kata موج /mawjun/ dan أي /ay/ yang merupakan gabungan /a/ dan /y/
dalam kata كیف /kayfa/; diftong ini hanya bersifat fonetis.
3.4.2.1.2 Sistem Konsonan
Konsonan ialah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran
pada salah satu tempat di saluran suara di atas glotis; bunyi bahasa yang dapat
berada pada tepi suku kata dan tidak sebagai inti suku kata (Kridalaksana, 1984:
106). Konsonan adalah satuan bunyi yang dihasilkan jika udara yang keluar dari
paru-paru mengalami hambatan (Rahyono, 2005: 40). Contoh konsonan dalam
bahasa Arab yaitu: ا /tak berlambang/, ,/b/ ب ت /t/, ث /Ṣ/, ج /j/, ح /Ṣ/, خ /kh/, د
/d/, د / ż /, ر /r/, ز /z/, س /s/, ش /sy/, ص /Ṣ/, ض /Ṣ/, ط /Ṣ/, ظ /Ṣ/, ع /’/, غ /g/, ف
/f/, ق /q/, ك /k/, ل /l/, م /m/, ن /n/,و /w/ه /h/,ي /y/ .
41
Universitas Indonesia
Daerah artikulasi dapat dikelompokkan menjadi enam berdasarkan
artikulator pasif yang terlibat dalam proses artikulasi. Bersama dengan
artikulator aktif, tempat artikulasi ini berperan dalam menamakan bunyi-
bunyi yang dihasilkan. Daerah artikulasi tersebut (Rahyono, 1990: 39)
adalah sebagai berikut:
1. Labial, yaitu artikulasi yang dilakukan di bibir atas.
2. Dental, yaitu artikulasi yang dilakukan di gigi atas.
3. Alveolar, yaitu artikulasi yang dilakukan di gusi atas.
4. Palatal, yaitu artikulasi yang dilakukan di langit-langit keras.
5. Velar, yaitu artikulasi yang dilakukan di langit-langit lunak.
6. Glotal, yang tidak dihasilkan oleh artikulator, tetapi oleh penutupan
glotis secara total.
Dalam Bahasa Arab, daerah artikulator pasif (Ibrohim, 1982: 111-
123) yaitu:
1. Bilabial )شفتانیة ) /syafata:niyah/, yaitu artikulasi yang dilakukan oleh
kedua bibir.
2. Labio ( (شفھیة /syafahiyah/, yaitu artikulasi tyang dilakukan di bibir
bawah.
3. Dental اسنانبة ) ) /asna:niyah/, yaitu artikulasi yang dilakukan di gigi
atas.
4. Interdental, yaitu artikulasi yang dilakukan di antara gigi atas dan gigi
bawah.
5. Apico ( دلقیة) / żalqiyah/, yaitu artikulasi yang dilakukan di ujung lidah.
6. Alveolar لثویة) ) /laṢawiyah/ , yaitu artikulasi yang dilakukan di gusi
atas.
7. Palatal ( غاریة) /ga:riyah/, yaitu artikulasi yang dilakukan di langit-
langit keras.
8. Fronto palatals طرفیة غاریة ) ) /Ṣarfiyah ga:riyah/, yaitu artikulasi yang
dilakukan di depan langit-langit keras.
9. Centro palatals ( وسطیة غاریة ) /wasaṢiyah ga:riyah/, yaitu artikulasi
yang dilakukan di tengah langit-langit keras.
42
Universitas Indonesia
10. Velar ( طبقیة) / Ṣabaqiyah/ , yaitu artikulasi yang dilakukan di langit-
langit lunak.
11. Dorso Velar ( قصة طبقیة ) /qiṡatu ṡabaqiyah/ dan dorso uvular قصة لھویة)
) /qiṡatu lahwiyah/ , yaitu artikulasi yang dilakukan di punggung
langit-langit lunak atau punggung lidah. Artikulasi ini menghasilkan
bunyi yang semi vokal (bunyi konsonan yang bisa berubah menjadi
bunyi vokal.
12. Rooto-pharingeals ( جدریة حلقیة ) /jiżariyatu halqiyah/, yaitu artikulasi
yang dilakukan di akar lidah.
13. Glotal ( حنجریة ) /Ṣanjariyah/, yang tidak dihasilkan oleh artikulator,
tetapi oleh penutupan glotis secara total.
Titik Artikulasi dalam bagan di atas yaitu bilabial, labio-dental,
inter-dental, apiko inter-dental, apiko-dental, apiko-alveolar, apiko-palatal,
dorso-velar, dorso-uvular, laringal (glotal/stops), dan faringal.
3.3.2 Fonem Suprasegmental
Fonem suprasegmental keberadaannya selalu menyertai serangkaian
fonem-fonem segmental pada waktu direalisasikan dalam suatu ujaran atau
kalimat. Dengan kata lain, fonem segmental dan fonem suprasegmental
mempunyai hubungan. Fonem suprasegmental dalam analisis ini terdiri dari
panjang-pendek (durasi), tekanan (stress), dan jeda. Teori fonem suprasegmental
tersebut digunakan untuk menganalisis perubahan bunyi dalam Qira:atu al-
sab’ati.
3.3.2.1 Panjang-pendek (durasi)
Panjang-pendek suatu bunyi bahasa menunjukkan lama waktu
dipertahankannya posisi alat ucap (Kentjono, 1984: 31). Suatu bunyi segmental
yang waktu diucapkan alat-alat dipertahankan cukup lama, pastilah disertai bunyi
suprasegmental dengan ciri prosodi yang panjang. Sebaliknya jika alat ucap dalam
43
Universitas Indonesia
membentuk bunyi segmental itu tidak dipertahankan cukup lama hanya sebentar,
maka bunyi suprasegmental penyertanya ialah dengan ciri prosodi pendek
(Marsono, 1986: 115).
Menurut Raja T. Nasr, M.A., 1967:29-30, contoh pemanjangan dalam
bahasa Arab adalah sebagai berikut:
1. Dengan mempergunakan tanda panjang /…:/ :
باب /ba:bun/ ‘pintu’
2. Dengan mempergunakan tanda penggandaan (geminasi):
سید /sayyidun/ ‘tuan’
Kemudian dalam Qira:atu al-sab’ati, panjang pendek berkaitan dengan
mad. Sebagaimana kita ketahui bahwa panjang pendek dalam bahasa Arab dapat
membedakan makna. Apakah dalam Qira:atu al-sab’ati juga demikian karena
mad atau panjang pendek dalam Qira:atu al-sab’ati ada yang dibaca pendek
(qaṢr), sedang (tawassuṢ), dan panjang (Ṣul).
3.3.2.2 Tekanan
Tekanan adalah penguatan atau penekanan yang dalam secara relatif
(Ibrahim, 1982: 139). Contoh dalam bahasa Arab yaitu شا ء اهللا ما /ma: sya:?a llah/.
Ada penekanan pada konsonan ma. Usaha keras ini terjadi pada suku kata tertentu
untuk bisa lebih didengar dan lebih jelas dibandingkan dengan suku kata yang lain
yang tidak ada tekanan.
Apabila menyebabkan pentingnya perbedaan makna antara ujaran yang
satu dengan yang lain, maka disebut fonem. Bahasa-bahasa yang mempunyai
tekanan adalah bahasa yang menggunakan tekanan bersifat fungsional, yaitu
untuk membedakan antara satu ujaran dengan ujaran yang lain. Suku kata yang
bertekanan kelihatan lebih jelas dari suku kata yang tidak bertekanan. Tekanan ini
banyak terdapat dalam bacaan Qira:?atu al-sab’ati. Oleh karena itu, tekanan
tersebut akan dianalisis apakah sama dengan bahasa Arab pada umumnya bahwa
tekanan dapat membedakan makna. Tekanan dalam Qira:atu al-sab’ati adalah
44
Universitas Indonesia
sakt (berhenti sebentar tanpa mengambil nafas, tetapi menekan pada salah satu
konsonan).
3.3.2.3 Jeda
Jeda adalah hentian dalam ujaran yang sering terjadi di dalam unsur yang
mempunyai isi informasi yang tinggi atau kemungkinan yang rendah
(Kridalaksana, 1984: 80). Jeda dalam Bahasa Arab dapat memperjelas dan
membedakan makna. Dalam Qira:?atu al-sab’ati terdapat banyak jeda yang
disebut dengan waqf. Hal ini akan diteliti apakah membedakan makna atau tidak.
3.5 Pasangan Minimal
Untuk memperlihatkan atau membuktikan bahwa dua bunyi tertentu,
terutama yang berkemiripan fonetis, merupakan dua fonem yang berbeda-dengan
kata lain perbedaan di antara keduanya bersifat funsional- dapat dipakai cara
memperbandingkan contoh-contoh ujaran dengan perbedaan minimal dalam
bunyi. Dua ujaran yang berbeda maknanya dan berbeda minimal dalam bunyinya
seperti itu disebut pasangan minimal (Kentjono, 2005: 163). Dengan
memperbandingkan kata karung dan kalung, misalnya, dapat diperlihatkan bahwa
kedua contoh itu hanya dibedakan oleh [r] dan [l]. Artinya perbedaan kedua bunyi
tersebut adalah perbedaan yang penting bagi pemakai bahasa Indonesia. Dengan
kata lain, perbedaan [r] dan [l] bersifat fonemis; kedua bunyi itu merupakan
realisasi dua fonem yang berbeda, yakni /r/ dan /l/.
Kemudian dalam bahasa Arab, pasangan minimal terjadi dalam dua kata
yang lingkungannya sama (Ibrahim. Dalam hal ini, yang berbeda hanya satu
fonem konsonan saja atau satu fonem vokal saja. Contoh pasangan minimal
dalam bahasa Arab untuk fonem konsonan yaitu /أ/ dan ./ع/ Sedangkan untuk
fonem vokal seperti /a/ dan /a:/ dalam kata /ażanu:n/ ‘panggilan’ dengan
/a:żanu:n/ ‘telinga-telinga’. Kedua fonem tersebut bersifat fonemis karena
membedakan makna.
45
Universitas Indonesia
Pasangan minimal ini akan diteliti dalam Qira:?atu al-sab’ati dengan cara
menganalisis apakah kedua fonem yang berbeda terdapat pasangan minimal yang
membedakan makna atau tidak.
3.6 Asimilasi dan Disasimilasi
Asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip
atau sama dengan bunyi lain di dekatnya (Kridalaksana, 1984: 17). Menurut
Verhaar (1985:33) yang dimaksud dengan asimilasi ialah saling pengaruh yang
terjadi antara bunyi yang berdampingan (bunyi kontigu) atau antara yang
berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi diskret).
Asimilasi dibagi menjadi dua yaitu asimilasi fonetis dan asimilasi fonemis.
Asimilasi fonetis adalah penyesuaian bunyi dengan bunyi lain, tetapi dengan
mempertahankan fonem yang sama (Verhaar, 1990: 41). Contohnya durasi pada
bacaan Al-Quran seperti mad jaiz munfaṢil yaitu mad yang terjadi karena ada alif
bertemu dengan hamzah di lain kalimah. Dalam hal ini, hamzah sebagai bunyi
kedua mempengaruhi bunyi alif sebagai bunyi pertama sehingga bunyi alif
menjadi dua setengah alif atau lima harakat. Hal ini tidak menyebabkan perbedaan
fonem karena fonem dalam Bahasa Arab hanya enam vokal saja. Salah satunya
adalah a durasi yang dibaca dua harakat. Adapun yang dibaca lebih dari dua
harakat hanyalah variasi bunyi saja. Oleh karena hal ini tidak merubah salah huruf
atau fonem tersebut, tetapi menyebabkan bunyinya berubah sehingga disebut
asimilasi fonetis.
Asimilasi fonemis adalah peristiwa pengaruh-mempengaruhi bunyi yang
menyebabkan suatu fonem berubah menjadi fonem lain. Asimilasi fonemis adalah
penyesuaian fonem yang satu dengan fonem yang lain (Verhaar, 1990: 41).
Berikut ini akan diuraikan mengenai asimilasi fonemis, yaitu
1. Penyesuaian konsonan /L/ dari artikel أل /?al-/ dengan konsonan
syamsiah (bunyi-bunyi dental dan palatal) yang mengikutinya dan
membentuk geminasi (penggandaan).
46
Universitas Indonesia
Contoh:
تین+ أل / menjadi [ألتین]
/?al- + ti:n/ menjadi [?atti:n]
2. Penyesuaian konsonan /N/ dengan bunyi [m, l, r, y, w] yang
mengikutinya akan membentuk geminasi. Sedangkan penyesuaian
konsonan /N/ dengan [b, k] akan berubah menjadi [m, n]. Penyesuaian
ini akan menimbulkan asimilasi regresif yaitu perubahan bunyi karena
bunyi yang kedua mempengaruhi bunyi pertama. Secara ringkas dapat
dirumuskan sebagai berikut,
/N/ + [m] menjadi /b/
[m] /m/
[n] /k/
[l] /l/
[r] /n/
[w] /w/
[y] /y/
3. Penyesuaian konsonan /d/ dengan bunyi [t] yang mengikutinya sehingga
pertemuan keduanya membentuk geminasi bunyi [d]. Penyesuaian ini
disebut juga asimilasi progresif yaitu perubahan bunyi yang disebabkan
oleh bunyi pertama mempengaruhi bunyi kedua. Hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
/d/ --- [t] / - /d/
Contoh: ادتكر/ / menjadi ادكر/ /
/idtakara/ menjadi /iddakara/
Kemudian, selain asimilasi, juga terdapat disasimilasi. Disasimilasi adalah
proses perubahan bunyi yang tidak mengalami asimilasi. Disasimilasi terjadi pada
kata yang bertasydid/bergeminasi dan pada kata yang ada dalam kata yang mirip
bunyi-bunyinya. Contoh: ada 3 konsonan س seperti
دسس) ) sin kedua bertasydid/bergeminsi menjadi /dassasa/.
47
Universitas Indonesia
(دسسس) sin kedua tidak bertasydid/bergeminasi tetapi ditulis konsonannya dan
sukun menjadi /dassasa/.
Atau ada perbedaan konsonan seperti
تسرر) ) /tasarrara/ dengan تسرى) ) /tasarra/, keduanya tidak membedakan makna,
hanya penyebutannya saja yang berbeda dengan maksud untuk mempermudah
pengucapan.
Asimilasi dalam Bahasa Arab dapat membedakan makna dan tidak.
Asimilasi dalam Qira:atu al-sab’ati disebut idga:m (masuk) karena terjadi
perubahan yang dipengaruhi oleh bunyi pertama atau kedua. Asimilasi dalam
Qira:atu al-sab’ati akan diteliti apakah membedakan makna atau tidak.