38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL). 2.1.1. Penyediaan Air Bersih Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

  • Upload
    phamnhu

  • View
    221

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang

diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan

yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran

manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah

(SPAL).

2.1.1. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga

dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada

di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam

kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang

menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana (Chandra,

2007).

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu

kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka

kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5

liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2

liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan

mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan

Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002).

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak

berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat

padat terlarut (TDS) yang rendah.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan

jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya.

Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari

bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen,

namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktifitas, apapun bentuk radioaktifitas efeknya

adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat

berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti

kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan

genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara

berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa

(Hg), Alumunium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium

(Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan

tidak basa (netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi

jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

2.1.1.1. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan

penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi

dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan

penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui

mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui

mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan

poliomielitis.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan

umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan,

yaitu :

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.

b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

3. Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent

penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor

atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya

skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang

biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam

ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

2.1.1.2. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.

Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air

permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada

saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami

pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu

dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon

dioksida, nitrogen, dan ammonia.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,

telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air

hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami

pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan

bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan

mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan

tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih

murni dibandingkan air permukaan.

2.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui

anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan

lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah

tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki

karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai

macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang

sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusia. Penyebaran

penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (faeces) dapat melalui berbagai

macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Skema Penyebaran Penyakit Melalui Tinja

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran

penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan,

minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-

bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah

terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit

tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.

Tinja

Air

Tangan

Lalat/serangga

Tanah

Makanan dan

minuman Host

Mati

Sakit

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang

ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain:

tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing

tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran

tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori

lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup

penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran

yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)

1. Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang penampungan

kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air).

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

3. Air seni, air pembersih dan penggelontoran tidak mencemari tanah

disekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan

yang kuat dan tahan lama.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna

terang.

6. Luas ruangan cukup.

7. Ventilasi cukup baik.

8. Tersedia air dan alat pembersih.

9. Cukup penerangan.

2.1.2.2. Jenis-jenis jamban

Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara

lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat

dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam

2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air

tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai

tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti pembusukan tinja

dalam air kali.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air

ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai,

tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang

menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban bor (Bored hole latrine)

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena

untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara.

Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan

(meluap).

5. Jamban keranjang (Bucket latrine)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di

tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur.

Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi

jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis

jamban ini biasanya menimbulkan bau.

6. Jamban parit (Trench latrine)

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah

galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibat

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

kan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan

pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian

tinja oleh hewan.

7. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,

rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit

yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat

menimbulkan wabah.

8. Jamban kimia (Chemical toilet)

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga

dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum

misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.

2.1.3. Pengelolaan Sampah

Menurut Mubarak (2009), sampah diartikan sebagai benda yang tidak

terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya.

Beberapa faktor yang memengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, sistem

pengumpulan/ pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, budaya, musim, kebiasaan

masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah (Mubarak, 2009).

Sedangkan jenis sampah, dikenal beberapa cara pembagian, ada yang

membaginya atas dasar zat pembentuk (Chandra, 2007), yaitu :

a. Sampah organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur dan buah.

b. Sampah anorganik, misalnya logam, pecah belah, abu, dan lain-lain.

Adapun yang membaginya atas dasar sifat, yaitu :

a. Sampah yang mudah busuk

b. Sampah yang tidak mudah busuk

c. Sampah yang mudah terbakar

d. Sampah yang tidak mudah terbakar

Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga

atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus

membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah.

Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke

tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat

penampungan akhir sampah (TPA).

b. Pemusnahan dan pengolahan sampah

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui

berbagai cara, antara lain :

1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah

kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di

dalam tungku pembakaran (incinerator).

3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk

(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan

sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi vektor-

vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari makan dan ber-

kembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan manusia.

Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah

harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tersedianya tempat sampah yang dilengkapi tutup (sangat dianjurkan agar tutup

sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan).

2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor, untuk

mencegah berseraknya sampah.

3. Tempat sampah tahan karat dan bagian dalam rata.

4. Tempat sampah mudah dibuka, dikosongkan isinya serta mudah dibersihkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

5. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkat oleh satu

orang.

6. Tempat sampah dikosongkan setiap 1x24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh.

7. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan pada

setiap tempat kegiatan.

8. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.

9. Memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan

jadi yang cepat membusuk.

10. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan,

tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang terjangkau kendaraan

pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.

2.1.4. Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Chandra (2007), air limbah

adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat

umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat

membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan.

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :

a. Air Buangan Rumah Tangga ( domestic waste water)

Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang

terdiri dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi

dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

b. Air Buangan Kotapraja (minicipal waste water)

Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan,

selokan, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.

c. Air Buangan Industri (industrial waste water)

Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih

sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung

didalamnya, misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani

pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang

efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah

yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.

2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai atau tempat-

tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat

berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah dan tidak dapat dicapai oleh

anak-anak.

6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,

kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya

penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air

limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu

banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya

kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya

menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai,

danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,

ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air

limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2

meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam

harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga

memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan

merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam

keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau

perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat

dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong

hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi

yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

2.2. Tempat-tempat Umum

Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana masyarakat ramai

berkumpul untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Sanitasi tempat-tempat

umum merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena

tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan

segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, maka tempat

umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit-penyakit

yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian maka sanitasi

tempat-tempat umum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti

melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Mukono,

2006).

Tempat-tempat umum harus mempunyai kriteria sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum artinya masyarakat umum boleh keluar

masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.

2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana

masyarakat melakukan aktivitas tertentu.

3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-

tempat umum tersebut.

4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan

ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.

Salah satu diantara tempat-tempat umum tersebut adalah restoran. Menurut

UU RI No. 34 Tahun 2000, restoran adalah tempat menyantap makanan dan

minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis

tataboga atau catering.

Pengertian restoran menurut Marsum yang dikutip Anonimous (2008),

restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang

menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik berupa makan

dan minum.

Ada beberapa tipe restoran, yaitu:

a. Restoran main dinning room

b. Restoran tradisional

c. Fast food restaurant

d. Coffee shop

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

e. Kafe

f. Warung tenda

g. Kantin

h. Street food

Kantin biasanya berlokasi di kampus dan sekolahan, makanan yang di jual

tidak terlalu banyak, misalnya bakso, siomay, batagor, minumannya hanya terdiri

dari minuman kemasan atau minuman botolan.

Kantin hampir selalu ada di tiap sekolah di Indonesia. Biasanya kantin

menjadi tempat berkumpul bagi para murid. Pesan-ambil-bayar-duduk mungkin

merupakan prinsip para pengguna fasilitas kantin. Ramainya kantin disebabkan oleh

obrolan siswa-siswi yang makan bersama. Kebanyakan murid menganggap penting

kantin sebagai tempat bersosialisasi, tempat berkumpulnya seluruh angkatan

(Wikipedia, 2008).

Kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan

prasarana yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat

dibedakan menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan

terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang

terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam

keadaan tertutup. Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasana

sebagai berikut: (1) sumber air bersih, (2) tempat penyimpanan, (3) tempat

pengolahan, (4) tempat penyajian dan ruang makan, (5) fasilitas sanitasi, (6)

perlengkapan kerja dan (7) tempat pembuangan limbah.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan

persyaratan tertentu, sedangkan kantin dengan ruang terbuka (koridor atau halaman)

harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian

makanan dan minuman.

2.3. Vektor

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari

satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui

vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).

Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat

dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):

1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit

penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor

tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh

sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.

2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya

bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan

manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh

manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat.

2.3.1. Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,

mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Dari berbagai jenis binatang

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah

lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit

typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya

(Azwar, 1995).

Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata

hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang 60.000-

100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa

diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan.

Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica),

lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia

canicularis).

Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat

hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut.

Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat

terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat

memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).

Agent penyakit yang dapat dibawa oleh lalat melalui bulu-bulu, kaki dan

bagian tubuh lainnya antara lain (Mukono, 2006):

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

1. Bakteri

Contoh : Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa

penyebab penyakit tifoid.

2. Parasit

Contoh : cacing (telur cacing) penyebab kecacingan.

3. Protozoa

Contoh : Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri.

4. Virus

Contoh : polio dan hepatitis.

Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-

kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya

mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan

binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut

akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan

timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-

penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus, perut, diare dan

lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes RI,

2001).

Untuk mendapatkan hasil pengawasan lalat yang memuaskan, maka sifat-sifat

dan cara hidup lalat haruslah diketahui. Beberapa sifat lalat yang terpenting

diantaranya adalah (Azwar, 1995) :

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

1. Lalat suka hidup di tempat yang kotor, misalnya pada kotoran manusia,

kotoran hewan, dan sampah.

2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab serta

tersedianya bahan makanan yang cukup.

3. Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau dari makanan ataupun

minuman yang merangsang.

4. Lalat tertarik pada cahaya lampu.

5. Lalat takut dengan warna biru.

Pengetahuan akan sifat lalat seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mencari

atau menemukan sumber lalat, yakni dengan mencari tempat-tempat yang kotor

seperti gundukan kotoran, tempat pembuangan sampah, kakus yang tidak bertutup

ataupun pada bangkai hewan yang mungkin terdapat di pekarangan. Selain itu,

dengan mengetahui sifat-sifat lalat, dapat pula diusahakan cara menghindari lalat

yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dan perseorangan juga menutup

makanan sehingga lalat tidak sempat datang atau menghinggapi makanan (Azwar,

1995).

2.3.2. Siklus Hidup Lalat

Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva atau

tempayak, pupa atau kepompong dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan

waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina

telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hari, dengan jumlah telur sebanyak 75-

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-6 kali.

Berikut masing-masing stadium dalam perkembangannya lalat (Wijayantono, 1992) :

1. Stadium Pertama (Stadium Telur)

Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval

panjang dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh

lalat betina sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh

faktor panas dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin

cepat menetas dan berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik

yang lembab seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan

lain yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.

2. Stadium Kedua (Stadium Larva atau Tempayak)

Stadium ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu :

a. Tingkat I

Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna

putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan,

setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

b. Tingkat II

Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari maka kulit akan

mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.

c. Tingkat III

Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3-9 hari,

larva tidak banyak bergerak, larva berpindah ke tempat yang kering dan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

sejuk untuk berubah menjadi kepompong.

3. Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)

Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa,

stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang disenangi lebih

kurang 35°C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk lonjong. Pada stadium

ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak bergerak sama sekali).

Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan

keluar lalat muda.

4. Stadium Keempat (Stadium Lalat Dewasa)

Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu lalat.

Untuk menjadi lalat dewasa yang matang dan siap untuk melakukan perkawinan

memerlukan waktu kurang lebih dari 15 jam. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4

minggu. Perlu kita ketahui faktor suhu setempat, kelembaban udara dan makanan

yang tersedia berpengaruh terhadap pertumbuhan lalat baik dari telur hingga menjadi

lalat dewasa.

2.3.3. Pola Hidup Lalat

Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

1. Tempat Perindukan

Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,

sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

secara kumulatif sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang tercecer yang

dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.

2. Jarak Terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia.

Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah

angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.

3. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan

yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-

hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.

Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair

atau makan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya

terlebih dahulu lalu dihisap.

4. Tempat Istirahat

Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai,

dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta lalat

menyukai tempat-tempat tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya

tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat

berbiaknya dan biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya

tidak lebih dari 4,5 meter dari atas permukaan tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

5. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature.

Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa

mencapai 70 hari.

6. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada

temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°C terjadi

kematian pada lalat.

8. Kelembaban

Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana

kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim

hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin

kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan

angin yang tinggi.

9. Cahaya

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada

malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat

tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

2.3.4. Jenis-jenis lalat

1. Lalat rumah (Musca domestica)

Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah.

Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit

disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan

hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang

terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah

bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1

mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan

dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena

sinar matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan

larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.

Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa.

Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C,

tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih

dingin dan lebih kering.

Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua.

Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah.

Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa

minggu pada suhu rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah,

kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras.

Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang.

Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu

4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup

lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.

Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada

musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C.

Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan

berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan

gudang-gudang (Santi, 2001).

2. Lalat kecil (Fannia canicularis)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka

jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-

bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.

3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan

untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk.

Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit

manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)

Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini

lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah

biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit

manusia.

5. Lalat daging ( Sarcophaga)

Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan

daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka.

Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa

juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi

mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran

dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia.

Tetapi mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.

2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan

Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang

kotorannya diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh lalat. Lalat

juga menimbulkan gangguan kenyamanan, merusak pemandangan, geli/ jijik, gatal-

gatal pada kulit, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang. Selain

itu dari segi estetika terkesan jorok.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang

biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta

lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan

lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).

2.5. Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak

yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik

buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam

menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan

biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :

a. Tingkat kepadatan lalat

b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat

c. Jenis-jenis lalat

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan

kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara

lain (Depkes RI, 1992) :

a. Pemukiman penduduk

b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang

berdekatan dengan pemukiman.

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan

dengan pemukiman.

Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan

cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat

dilakukan pada :

- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)

- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara

lain :

a. Fly Grill

Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei

secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini

didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang

bersudut tajam.

Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1

cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahan-bilahan

kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-bilahan yang telah disiapkan

dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup

sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik

3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap

dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama

6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata-

ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.

Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat

menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : tidak menjadi masalah [ rendah ]

3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat

(tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) [sedang ]

6-20 : populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan

tindakan pengendaliannya [ tinggi ]

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

>21 : populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat

berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian [ sangat tinggi / sangat

padat ] (Depkes RI, 1995).

b. Scudder grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan

cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung

jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand

counter (alat penghitung).

c. Sticky trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan

populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama

24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan

menggunakan hand counter (alat penghitung).

2.6. Metode Pengendalian Lalat

Upaya pengendalian lalat yang efektif merupakan kunci keberhasilan

program pengendalian lalat. Ada beberapa cara pengendalian yang dilakukan yaitu :

2.6.1. Tindakan Perbaikan Lingkungan Hidup

Pada waktu tertentu setiap kawasan memiliki waktu tertentu dalam hal

mendukung kehidupan lalat. Tempat-tempat yang banyak mengandung bahan

organic seperti sampah basah, tinja, kotoran binatang-binatang dan tumbuh-

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

tumbuhan yang telah membusuk merupakan tempat yang disenangi lalat. Tempat-

tempat tersebut harus ditiadakan antara lain :

a. Sampah basah

Sampah ini harus dimasukkan ke dalam bak tertutup rapat sebelum dibuang

ke pembuangan akhir (penyimpanan sampah sementara di rumah tangga) sehingga

lalat tidak dapat hinggap langsung. Untuk cara kerja yang efektif sampah dapat

dimasukkan ke dalam karung plastik.

b. Tinja

Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti

jamban yang menggunakan leher angsa.

c. Kotoran binatang

Kotoran binatang agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalat harus

dijaga kebersihannya dengan cara membersihkan kandang ternak dan kotoran ternak.

d. Tumbuh-tumbuhan yang membusuk

Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang atau mati sebaiknya dibakar atau

ditimbun.

2.6.2. Pengendalian Secara Biologi

Pengendalian lalat secara biologi salah satunya adalah dengan sterilisasi lalat

jantan, dengan tujuan bila lalat mengadakan perkawinan akan menghasilkan telur

yang steril dimana cara ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Salah satu contoh

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

cara ini bila minyak acorus calaus glius digosokkan pada lalat drosophila melango

gaster, dari 200 telur yang dihasilkan hanya ada 6 telur yang menetas menjadi lalat

dewasa.

2.6.3. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis

Pemberantasan ini hanya pelengkap karena hasilnya tidak begitu memuaskan,

antara lain :

a. Dengan tindakan perlindungan / screening

Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun sangat penting

untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan dan minuman. Cara yang biasa

digunakan yaitu pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela memberikan hasil

yang efektif terhadap pencegahan serangga lalat masuk ke dalam rumah. Dengan

demikian akan mengurangi bahaya terhadap kontaminasi makanan oleh lalat.

b. Dengan teori udara

Teori udara dibuat dengan meletakkan kipas angin diatas pintu masuk untuk

mendapatkan aliran angin dengan tekanan yang cukup kuat untuk mencegah

masuknya lalat ke dalam ruangan. Teori ini banyak dilakukan di perusahaan

makanan dan restoran.

c. Electrocution

Cara ini adalah dengan memasang kawat kasa pada pintu dan jendela atau

perangkap yang dialiri arus listrik dengan mengubah voltase yang cukup tinggi

dengan ampere yang cukup rendah. Shock listrik yang ditimbulkan tidak berbahaya

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

bagi manusia atau binatang besar lainnya. Namun hendaknya alat ini dipasang oleh

instalator yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Pemukulan lalat

Pemukulan lalat yang tampaknya kuno dapat menjadi alat yang efektif di

rumah dimana penghuninya tidak menyukai pestisida dalam bentuk apapun. Namun

dari segi jumlah lalat yang dihasilkan tidaklah berarti untuk melakukan suatu

pengendalian.

2.6.4. Pengendalian dengan Menggunakan Insektisida

Pengendalian lalat menggunakan insektisida dilakukan dengan menggunakan

racun serangga. Penyemprotan residu insektisida dilakukan terhadap permukaan

yang menjadi tempat hinggap lalat, tempat makan atau tempat beristirahat lalat, juga

tempat hinggap pada malam hari sehingga waktu kontak lalat dengan insektisida

cukup lama.

Agar pengendalian ini mendapatkan hasil yang memuaskan maka perlu

didahului dengan survei untuk mendapatkan data-data mengenai :

1. Kepadatan lalat

2. Kerentanan lalat terhadap racun serangga

3. Fluktuasi dari kepadatan lalat

4. Prilaku lalat

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/3/Chapter II.pdf · yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

2.7. Kerangka Konsep

Sanitasi Dasar Kantin

1. Penyediaan Air bersih

2. Pembuangan tinja (jamban)

3. Pengelolaan sampah

4. Pembuangan Air Limbah

Tingkat Kepadatan Lalat

Penghitungan lalat dengan Fly Grill

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat

Universitas Sumatera Utara