Upload
phamnhu
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan
yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995).
Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran
manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah
(SPAL).
2.1.1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun
dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga
dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada
di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam
kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang
menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana (Chandra,
2007).
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
a. Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka
kebutuhan air akan semakin besar.
Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5
liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2
liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).
b. Syarat Kualitas
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan
mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002).
1. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak
berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah
Universitas Sumatera Utara
suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat
padat terlarut (TDS) yang rendah.
2. Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan
jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya.
Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari
bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen,
namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.
3. Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktifitas, apapun bentuk radioaktifitas efeknya
adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat
berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti
kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan
genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.
4. Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa
(Hg), Alumunium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium
(Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan
tidak basa (netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi
jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan
penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,
terutama penyakit perut (Slamet, 2002).
Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi
dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan
penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :
1. Waterborne mechanism
Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui
mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui
mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan
poliomielitis.
2. Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan
umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan,
yaitu :
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.
Universitas Sumatera Utara
3. Water-based mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent
penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor
atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya
skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.
4. Water –related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang
biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam
ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.
2.1.1.2. Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air
permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).
1. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu
dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon
dioksida, nitrogen, dan ammonia.
Universitas Sumatera Utara
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,
telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air
hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan
tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih
murni dibandingkan air permukaan.
2.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban)
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan
lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah
tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki
karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai
macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang
sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusia. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (faeces) dapat melalui berbagai
macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Skema Penyebaran Penyakit Melalui Tinja
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)
Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran
penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan,
minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-
bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah
terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit
tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.
Tinja
Air
Tangan
Lalat/serangga
Tanah
Makanan dan
minuman Host
Mati
Sakit
Universitas Sumatera Utara
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang
ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain:
tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing
tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).
2.1.2.1. Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran
tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori
lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran
yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)
1. Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang penampungan
kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air).
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Air seni, air pembersih dan penggelontoran tidak mencemari tanah
disekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan
yang kuat dan tahan lama.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
terang.
6. Luas ruangan cukup.
7. Ventilasi cukup baik.
8. Tersedia air dan alat pembersih.
9. Cukup penerangan.
2.1.2.2. Jenis-jenis jamban
Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara
lain:
1. Jamban cemplung (Pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat
dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam
2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air
tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.
2. Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai
tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti pembusukan tinja
dalam air kali.
Universitas Sumatera Utara
3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air
ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai,
tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang
menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.
4. Jamban bor (Bored hole latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena
untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara.
Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan
(meluap).
5. Jamban keranjang (Bucket latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di
tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur.
Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi
jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis
jamban ini biasanya menimbulkan bau.
6. Jamban parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah
galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibat
Universitas Sumatera Utara
kan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan
pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian
tinja oleh hewan.
7. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,
rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit
yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat
menimbulkan wabah.
8. Jamban kimia (Chemical toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum
misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.
2.1.3. Pengelolaan Sampah
Menurut Mubarak (2009), sampah diartikan sebagai benda yang tidak
terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya.
Beberapa faktor yang memengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, sistem
pengumpulan/ pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada
Universitas Sumatera Utara
sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, budaya, musim, kebiasaan
masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah (Mubarak, 2009).
Sedangkan jenis sampah, dikenal beberapa cara pembagian, ada yang
membaginya atas dasar zat pembentuk (Chandra, 2007), yaitu :
a. Sampah organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur dan buah.
b. Sampah anorganik, misalnya logam, pecah belah, abu, dan lain-lain.
Adapun yang membaginya atas dasar sifat, yaitu :
a. Sampah yang mudah busuk
b. Sampah yang tidak mudah busuk
c. Sampah yang mudah terbakar
d. Sampah yang tidak mudah terbakar
Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :
a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga
atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus
membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah.
Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke
tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat
penampungan akhir sampah (TPA).
b. Pemusnahan dan pengolahan sampah
Universitas Sumatera Utara
Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain :
1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah
kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran (incinerator).
3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk
(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan
sampah lain yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi vektor-
vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari makan dan ber-
kembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan manusia.
Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tersedianya tempat sampah yang dilengkapi tutup (sangat dianjurkan agar tutup
sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan).
2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor, untuk
mencegah berseraknya sampah.
3. Tempat sampah tahan karat dan bagian dalam rata.
4. Tempat sampah mudah dibuka, dikosongkan isinya serta mudah dibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
5. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkat oleh satu
orang.
6. Tempat sampah dikosongkan setiap 1x24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh.
7. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan pada
setiap tempat kegiatan.
8. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.
9. Memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan
jadi yang cepat membusuk.
10. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan,
tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang terjangkau kendaraan
pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.
2.1.4. Pengelolaan Air Limbah
Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Chandra (2007), air limbah
adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat
umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan.
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :
a. Air Buangan Rumah Tangga ( domestic waste water)
Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang
terdiri dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi
dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.
Universitas Sumatera Utara
b. Air Buangan Kotapraja (minicipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan,
selokan, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.
c. Air Buangan Industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih
sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung
didalamnya, misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani
pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang
efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah
yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai atau tempat-
tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat
berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.
5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah dan tidak dapat dicapai oleh
anak-anak.
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai
Universitas Sumatera Utara
berikut :
1. Pengeceran (dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya
penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air
limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu
banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya
kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai,
danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.
2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,
ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air
limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2
meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam
harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga
memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
3. Irigasi (irrigation)
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam
keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau
perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat
dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong
hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi
yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
2.2. Tempat-tempat Umum
Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana masyarakat ramai
berkumpul untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Sanitasi tempat-tempat
umum merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena
tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan
segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, maka tempat
umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit-penyakit
yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian maka sanitasi
tempat-tempat umum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti
melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Mukono,
2006).
Tempat-tempat umum harus mempunyai kriteria sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum artinya masyarakat umum boleh keluar
masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.
2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana
masyarakat melakukan aktivitas tertentu.
3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-
tempat umum tersebut.
4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan
ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.
Salah satu diantara tempat-tempat umum tersebut adalah restoran. Menurut
UU RI No. 34 Tahun 2000, restoran adalah tempat menyantap makanan dan
minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis
tataboga atau catering.
Pengertian restoran menurut Marsum yang dikutip Anonimous (2008),
restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang
menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik berupa makan
dan minum.
Ada beberapa tipe restoran, yaitu:
a. Restoran main dinning room
b. Restoran tradisional
c. Fast food restaurant
d. Coffee shop
Universitas Sumatera Utara
e. Kafe
f. Warung tenda
g. Kantin
h. Street food
Kantin biasanya berlokasi di kampus dan sekolahan, makanan yang di jual
tidak terlalu banyak, misalnya bakso, siomay, batagor, minumannya hanya terdiri
dari minuman kemasan atau minuman botolan.
Kantin hampir selalu ada di tiap sekolah di Indonesia. Biasanya kantin
menjadi tempat berkumpul bagi para murid. Pesan-ambil-bayar-duduk mungkin
merupakan prinsip para pengguna fasilitas kantin. Ramainya kantin disebabkan oleh
obrolan siswa-siswi yang makan bersama. Kebanyakan murid menganggap penting
kantin sebagai tempat bersosialisasi, tempat berkumpulnya seluruh angkatan
(Wikipedia, 2008).
Kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan
prasarana yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat
dibedakan menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan
terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang
terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam
keadaan tertutup. Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasana
sebagai berikut: (1) sumber air bersih, (2) tempat penyimpanan, (3) tempat
pengolahan, (4) tempat penyajian dan ruang makan, (5) fasilitas sanitasi, (6)
perlengkapan kerja dan (7) tempat pembuangan limbah.
Universitas Sumatera Utara
Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan
persyaratan tertentu, sedangkan kantin dengan ruang terbuka (koridor atau halaman)
harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian
makanan dan minuman.
2.3. Vektor
Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari
satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui
vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).
Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat
dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):
1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit
penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor
tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh
sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.
2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya
bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan
manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh
manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat.
2.3.1. Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Dari berbagai jenis binatang
Universitas Sumatera Utara
dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah
lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit
typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya
(Azwar, 1995).
Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata
hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang 60.000-
100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa
diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan.
Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica),
lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia
canicularis).
Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat
hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut.
Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat
terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat
memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
Agent penyakit yang dapat dibawa oleh lalat melalui bulu-bulu, kaki dan
bagian tubuh lainnya antara lain (Mukono, 2006):
Universitas Sumatera Utara
1. Bakteri
Contoh : Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa
penyebab penyakit tifoid.
2. Parasit
Contoh : cacing (telur cacing) penyebab kecacingan.
3. Protozoa
Contoh : Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri.
4. Virus
Contoh : polio dan hepatitis.
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-
kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya
mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan
binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut
akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan
timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-
penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus, perut, diare dan
lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes RI,
2001).
Untuk mendapatkan hasil pengawasan lalat yang memuaskan, maka sifat-sifat
dan cara hidup lalat haruslah diketahui. Beberapa sifat lalat yang terpenting
diantaranya adalah (Azwar, 1995) :
Universitas Sumatera Utara
1. Lalat suka hidup di tempat yang kotor, misalnya pada kotoran manusia,
kotoran hewan, dan sampah.
2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab serta
tersedianya bahan makanan yang cukup.
3. Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau dari makanan ataupun
minuman yang merangsang.
4. Lalat tertarik pada cahaya lampu.
5. Lalat takut dengan warna biru.
Pengetahuan akan sifat lalat seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mencari
atau menemukan sumber lalat, yakni dengan mencari tempat-tempat yang kotor
seperti gundukan kotoran, tempat pembuangan sampah, kakus yang tidak bertutup
ataupun pada bangkai hewan yang mungkin terdapat di pekarangan. Selain itu,
dengan mengetahui sifat-sifat lalat, dapat pula diusahakan cara menghindari lalat
yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dan perseorangan juga menutup
makanan sehingga lalat tidak sempat datang atau menghinggapi makanan (Azwar,
1995).
2.3.2. Siklus Hidup Lalat
Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva atau
tempayak, pupa atau kepompong dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan
waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina
telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hari, dengan jumlah telur sebanyak 75-
Universitas Sumatera Utara
150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-6 kali.
Berikut masing-masing stadium dalam perkembangannya lalat (Wijayantono, 1992) :
1. Stadium Pertama (Stadium Telur)
Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval
panjang dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh
lalat betina sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh
faktor panas dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin
cepat menetas dan berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik
yang lembab seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan
lain yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.
2. Stadium Kedua (Stadium Larva atau Tempayak)
Stadium ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu :
a. Tingkat I
Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna
putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan,
setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.
b. Tingkat II
Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari maka kulit akan
mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.
c. Tingkat III
Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3-9 hari,
larva tidak banyak bergerak, larva berpindah ke tempat yang kering dan
Universitas Sumatera Utara
sejuk untuk berubah menjadi kepompong.
3. Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)
Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa,
stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang disenangi lebih
kurang 35°C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk lonjong. Pada stadium
ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak bergerak sama sekali).
Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan
keluar lalat muda.
4. Stadium Keempat (Stadium Lalat Dewasa)
Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu lalat.
Untuk menjadi lalat dewasa yang matang dan siap untuk melakukan perkawinan
memerlukan waktu kurang lebih dari 15 jam. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4
minggu. Perlu kita ketahui faktor suhu setempat, kelembaban udara dan makanan
yang tersedia berpengaruh terhadap pertumbuhan lalat baik dari telur hingga menjadi
lalat dewasa.
2.3.3. Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):
1. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,
sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk
Universitas Sumatera Utara
secara kumulatif sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang tercecer yang
dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.
2. Jarak Terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia.
Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah
angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
3. Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan
yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-
hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.
Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair
atau makan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya
terlebih dahulu lalu dihisap.
4. Tempat Istirahat
Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai,
dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta lalat
menyukai tempat-tempat tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya
tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat
berbiaknya dan biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya
tidak lebih dari 4,5 meter dari atas permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
5. Lama Hidup
Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature.
Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa
mencapai 70 hari.
6. Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada
temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°C terjadi
kematian pada lalat.
8. Kelembaban
Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana
kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim
hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin
kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan
angin yang tinggi.
9. Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada
malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat
tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Jenis-jenis lalat
1. Lalat rumah (Musca domestica)
Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah.
Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit
disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan
hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang
terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.
Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah
bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1
mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan
dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena
sinar matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan
larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.
Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa.
Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C,
tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih
dingin dan lebih kering.
Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua.
Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah.
Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa
minggu pada suhu rendah.
Universitas Sumatera Utara
Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah,
kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras.
Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang.
Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu
4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup
lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.
Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada
musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C.
Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan
berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan
gudang-gudang (Santi, 2001).
2. Lalat kecil (Fannia canicularis)
Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka
jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-
bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.
3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)
Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan
untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk.
Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit
manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.
Universitas Sumatera Utara
4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)
Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini
lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah
biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit
manusia.
5. Lalat daging ( Sarcophaga)
Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan
daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka.
Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa
juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi
mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran
dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia.
Tetapi mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.
2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan
Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang
kotorannya diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh lalat. Lalat
juga menimbulkan gangguan kenyamanan, merusak pemandangan, geli/ jijik, gatal-
gatal pada kulit, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang. Selain
itu dari segi estetika terkesan jorok.
Universitas Sumatera Utara
Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang
biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta
lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan
lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).
2.5. Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak
yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik
buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam
menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan
biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :
a. Tingkat kepadatan lalat
b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
c. Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan
kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara
lain (Depkes RI, 1992) :
a. Pemukiman penduduk
b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya).
Universitas Sumatera Utara
c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang
berdekatan dengan pemukiman.
d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan
dengan pemukiman.
Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan
cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat
dilakukan pada :
- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)
- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara
lain :
a. Fly Grill
Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei
secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini
didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang
bersudut tajam.
Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1
cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahan-bilahan
kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-bilahan yang telah disiapkan
dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup
sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.
Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :
1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya
2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik
3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan
counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap
dihitung.
4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat
5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama
6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata-
ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.
Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat
menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :
0-2 : tidak menjadi masalah [ rendah ]
3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat
(tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) [sedang ]
6-20 : populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan
tindakan pengendaliannya [ tinggi ]
Universitas Sumatera Utara
>21 : populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat
berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian [ sangat tinggi / sangat
padat ] (Depkes RI, 1995).
b. Scudder grille
Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan
cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung
jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand
counter (alat penghitung).
c. Sticky trap
Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan
populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama
24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan
menggunakan hand counter (alat penghitung).
2.6. Metode Pengendalian Lalat
Upaya pengendalian lalat yang efektif merupakan kunci keberhasilan
program pengendalian lalat. Ada beberapa cara pengendalian yang dilakukan yaitu :
2.6.1. Tindakan Perbaikan Lingkungan Hidup
Pada waktu tertentu setiap kawasan memiliki waktu tertentu dalam hal
mendukung kehidupan lalat. Tempat-tempat yang banyak mengandung bahan
organic seperti sampah basah, tinja, kotoran binatang-binatang dan tumbuh-
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan yang telah membusuk merupakan tempat yang disenangi lalat. Tempat-
tempat tersebut harus ditiadakan antara lain :
a. Sampah basah
Sampah ini harus dimasukkan ke dalam bak tertutup rapat sebelum dibuang
ke pembuangan akhir (penyimpanan sampah sementara di rumah tangga) sehingga
lalat tidak dapat hinggap langsung. Untuk cara kerja yang efektif sampah dapat
dimasukkan ke dalam karung plastik.
b. Tinja
Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti
jamban yang menggunakan leher angsa.
c. Kotoran binatang
Kotoran binatang agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalat harus
dijaga kebersihannya dengan cara membersihkan kandang ternak dan kotoran ternak.
d. Tumbuh-tumbuhan yang membusuk
Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang atau mati sebaiknya dibakar atau
ditimbun.
2.6.2. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian lalat secara biologi salah satunya adalah dengan sterilisasi lalat
jantan, dengan tujuan bila lalat mengadakan perkawinan akan menghasilkan telur
yang steril dimana cara ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Salah satu contoh
Universitas Sumatera Utara
cara ini bila minyak acorus calaus glius digosokkan pada lalat drosophila melango
gaster, dari 200 telur yang dihasilkan hanya ada 6 telur yang menetas menjadi lalat
dewasa.
2.6.3. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis
Pemberantasan ini hanya pelengkap karena hasilnya tidak begitu memuaskan,
antara lain :
a. Dengan tindakan perlindungan / screening
Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun sangat penting
untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan dan minuman. Cara yang biasa
digunakan yaitu pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela memberikan hasil
yang efektif terhadap pencegahan serangga lalat masuk ke dalam rumah. Dengan
demikian akan mengurangi bahaya terhadap kontaminasi makanan oleh lalat.
b. Dengan teori udara
Teori udara dibuat dengan meletakkan kipas angin diatas pintu masuk untuk
mendapatkan aliran angin dengan tekanan yang cukup kuat untuk mencegah
masuknya lalat ke dalam ruangan. Teori ini banyak dilakukan di perusahaan
makanan dan restoran.
c. Electrocution
Cara ini adalah dengan memasang kawat kasa pada pintu dan jendela atau
perangkap yang dialiri arus listrik dengan mengubah voltase yang cukup tinggi
dengan ampere yang cukup rendah. Shock listrik yang ditimbulkan tidak berbahaya
Universitas Sumatera Utara
bagi manusia atau binatang besar lainnya. Namun hendaknya alat ini dipasang oleh
instalator yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Pemukulan lalat
Pemukulan lalat yang tampaknya kuno dapat menjadi alat yang efektif di
rumah dimana penghuninya tidak menyukai pestisida dalam bentuk apapun. Namun
dari segi jumlah lalat yang dihasilkan tidaklah berarti untuk melakukan suatu
pengendalian.
2.6.4. Pengendalian dengan Menggunakan Insektisida
Pengendalian lalat menggunakan insektisida dilakukan dengan menggunakan
racun serangga. Penyemprotan residu insektisida dilakukan terhadap permukaan
yang menjadi tempat hinggap lalat, tempat makan atau tempat beristirahat lalat, juga
tempat hinggap pada malam hari sehingga waktu kontak lalat dengan insektisida
cukup lama.
Agar pengendalian ini mendapatkan hasil yang memuaskan maka perlu
didahului dengan survei untuk mendapatkan data-data mengenai :
1. Kepadatan lalat
2. Kerentanan lalat terhadap racun serangga
3. Fluktuasi dari kepadatan lalat
4. Prilaku lalat
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep
Sanitasi Dasar Kantin
1. Penyediaan Air bersih
2. Pembuangan tinja (jamban)
3. Pengelolaan sampah
4. Pembuangan Air Limbah
Tingkat Kepadatan Lalat
Penghitungan lalat dengan Fly Grill
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
Universitas Sumatera Utara