Upload
hacong
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
II - 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM
Perencanaan gedung struktur baja di Indonesia harus didasarkan pada “Tata Cara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung” SNI 03 -1729 – 2002. Topik yang kami
pilih “ Perencanaan Gedung Stuktur Baja Tahan Gempa Berdasarkan Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03–1729-2002)” merupakan suatu perancangan
struktur gedung baja yang didasarkan pada aturan perencanaan tersebut.
Tinjauan pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi yang didasarkan
pada buku referensi yang bertujuan memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar
untuk perhitungan berupa rumus – rumus, ada beberapa aspek yang perlu ditinjau yang nantinya
akan mempengaruhi dalam perancangan gedung, antara lain :
1. Pedoman perencanaan struktur
2. Konsep pemilihan sistem struktur
3. Material/bahan struktur gedung
4. Konsep pembebanan struktur
5. Perencanaan komponen struktur
2.2 PEDOMAN PERENCANAAN STRUKTUR
Dalam perencanaan gedung struktur baja tahan gempa, pedoman yang digunakan sebagai
acuan adalah :
1. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03 -1729 – 2002).
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung
(SNI 03 – 1726 – 2002).
3. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 2002).
4. Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
(SNI 03 – 1727 – 1989).
II - 2
2.3 KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR
Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan
sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan antara jenis
struktur dengan masalah-masalah seperti arsitektural, efisiensi, service ability, kemudahan
pelaksanaan dan juga biaya yang diperlukan.
Ada beberapa aspek yang menentukan dalam pemilihan sistem struktur, yaitu:
1. Aspek arsitektural
Hal ini berkaitan dengan denah dan bentuk struktur yang dipilih, ditinjau dari segi
arsitektur.
2. Aspek fungsional
Berkaitan dengan penggunaan ruang, yang biasanya akan memepengaruhi penggunaan
bentang dari elemen struktur yang digunakan.
3. Aspek kekuatan dan stabilitas struktur
Hal ini mencakup kemampuan struktur dalam menerima beban-beban yang bekerja
baik beban vertikal maupun beban lateral yang disebabkan oleh gempa serta
kestabilan struktur dalam kedua alat tersebut.
4. Aspek ekonomi dan kemudahan pelaksanaan
Biasanya pada suatu gedung digunakan beberapa macam sistem struktur. Oleh sebab
itu faktor ekonomi dan kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan merupakan faktor
yang mempengaruhi sistem struktur yang akan dipilih.
5. Faktor kemampuan gedung dalam mengakomodasi sistem layanan gedung.
Pemilihan sistem struktur juga harus mempertimbangkan kemampuan struktur dalam
mengakomodasi sistem pelayanan yang ada, yaitu menyangkut pekerjaan mekanikal
dan elektrikal.
Sistem struktur yang digunakan pada perencanaan gedung struktur baja ini adalah Sistem
Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) yang digabung dengan Sistem Rangka Bresing Biasa
(RBB) secara bersama-sama memikul beban lateral yang terjadi.
II - 3
Sedangkan pemilihan jenis pondasi (sub structure) yang digunakan menurut Suyono
(1984) didasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu:
1. Keadaan tanah pondasi
Jenis tanah, daya dukung tanah, kedalaman tanah keras, dan beberapa hal yang
menyangkut keadaan tanah erat kaitannya dengan jenis pondasi yang dipilih.
2. Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya
Keadaan struktur atas sangat mempengaruhi pemilihan jenis pondasi. hal ini meliputi
kondisi beban (besar beban, arah beban dan penyebaran beban) dan sifat dinamis
bangunan diatasnya (statis tertentu atau tak tertentu, kekakuan dan sebagainya).
3. Batasan-batasan di lingkungan sekelilingnya
Hal ini menyangkut lokasi proyek, pekerjaan pondasi tidak boleh mengganggu atau
membahayakan bangunan dan lingkungan yang telah ada disekitarnya.
4. Waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan
Suatu proyek pembangunan akan sangat memperhatikan aspek waktu dan biaya
pelaksanaan pekerjaan, karena hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan
pencapaian kondisi ekonomis dalam pembangunan.
2.4 MATERIAL ELEMEN STRUKTUR
Material/bahan struktur yang digunakan untuk perencanaan gedung adalah sebagai
berikut :
a. Baja (Steel)
Material baja cukup menguntungkan digunakan untuk struktur bangunan, karena material
baja mempunyai kekuatan serta tingkat daktilitas yang tinggi apabila dibandingkan dengan
material struktur lainnya. Material baja pada struktur gedung ini digunakan pada elemen
struktur :
1. Atap : Material baja digunakan pada elemen struktur gording berupa profil C (Canal)
dan profil I - Wide Flange Shapes untuk kaki kuda-kuda.
2. Kolom : Material baja yang digunakan pada elemen struktur kolom adalah berupa profil I
- Wide Flange Shapes dengan ukuran tinggi dan lebar yang sama.
3. Balok : Material baja yang digunakan pada elemen struktur kolom adalah berupa profil I
- Wide Flange Shapes.
II - 4
Sifat mekanis baja yang digunakan adalah sesuai dengan Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002) sebagai berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa
Modulus Geser : G = 80.000 Mpa
Nisbah Poisson : µ = 0,3
Koefisien pemuaian : ά = 12 x 10 -6 / ºC
Tabel 2.1 Tegangan Putus dan Tegangan Leleh Baja
Jenis Baja Tegangan putus
minimum, fu
(Mpa)
Tegangan leleh
maksimum, fy
(Mpa)
Peregangan
minimum
(%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
b. Beton Bertulang (Reinforced Concreate)
Material beton merupakan material struktur yang mempunyai kemampuan tekan yang baik,
tetapi kemampuan tariknya lemah. Material beton memiliki kelebihan apabila dibandingkan
dengan material baja yaitu tahan terhadap panas. Material beton bertulang digunakan untuk
plat lantai.
Spesifikasi bahan beton bertulang yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tegangan Karakteristik : f’c = 25 Mpa
Modulus Elastisitas : Ec = 23500 Mpa
Tulangan Utama : fy = 240 MPa Es = 200000 MPa
Tul. Sengkang : fy = 240 MPa Es = 200000 Mpa
II - 5
2.5 KONSEP PEMBEBANAN STRUKTUR
Struktur bangunan harus dapat menerima berbagai macam kondisi pembebanan yang
mungkin terjadi. Kesalahan dalam analisa beban merupakan salah satu faktor utama kegagalan
struktur. Oleh sebab itu sebelum melakukan analisis dan desain struktur, perlu adanya gambaran
yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur beserta
karakteristiknya.
2.5.1 Beban - Beban Pada Struktur
Dalam melakukan analisis desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas
mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar
adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.
Gaya statik adalah gaya yang bekerja secara terus menerus pada struktur dan yang
diasosiasikan dengan gaya-gaya ini juga secara perlahan-lahan timbul, dan juga mempunyai
karakter steady state.
Gaya dinamis adalah gaya yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumnya
tidak bersifat steady state dan mempunyai karakteristik besar dan lokasinya berubah-ubah
dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban ini juga berubah-ubah secara cepat. Gaya
dinamis dapat menyebabkan terjadinya osilasi pada struktur hingga deformasi puncak tidak
terjadi bersamaan dengan terjadinya gaya terbesar.
1. Beban Statis
Jenis-jenis beban statis menurut Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung (SNI 03 – 1727 – 1989-F) adalah sebagai berikut:
a. Beban hidup (Ljfe Load/LL)
Beban hidup adalah beban - beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk
suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat
dikatakan bekerja perlahan-lahan pada struktur. Beban hidup diperhitungkan berdasarkan
pendekatan matematis dan menurut kebiasaan yang berlaku pada pelaksanaan konstruksi di
Indonesia. Untuk menentukan secara pasti beban hidup yang bekerja pada suatu lantai
bangunan sangatlah sulit, dikarenakan fluktuasi beban hidup bervariasi, tergantung dari
banyak faktor. Oleh karena itu, faktor beban-beban hidup lebih besar dibandingkan dengan
beban mati.
II - 6
Tabel 2.2 Beban Hidup Pada Lantai Bangunan Beban Hidup Lantai Bangunan Besar Beban
Perkantoran, ruang kuliah, hotel, asrama, dll 250 kg / m2
Tangga dan Bordes 300 kg / m2
Beban Pekerja 100 kg / m2
Lantai Atap 100 kg / m2
b. Beban Mati (Dead Load/ DL)
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian - penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Tabel 2.3 Beban Mati Pada Struktur
Beban Mati Besar Beban
Baja 7.850 kg / m2
Beton Bertulang 2.400 kg / m2
Dinding pasangan ½ Bata 250 kg / m2
Kaca setebal 12 mm 30 kg / m2
Langit-langit + penggantung 18 kg / m2
Lantai ubin semen portland 24 kg / m2
Spesi per cm tebal 21 kg / m2
Pertisi 130 kg / m2
Genteng + reng + usuk 50 kg / m2
c. Beban Gempa (EarthquakeLoad/EL)
Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi.
Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor yang utama adalah
benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini
terjadi disebut fault zone. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar
dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di
atasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan
karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Gaya yang timbul disebut gaya inersia. Besar gaya tersebut bergantung pada banyak faktor
yaitu:
II - 7
1. Massa bangunan
2. Pendistribusian massa bangunan
3. Kekakuan struktur
4. Jenis tanah
5. Mekanisme redaman dan struktur
6. Perilaku dan besar alami getaran itu sendiri
7. Wilayah kegempaan
8. Periode getar alami
Perhitungan beban gempa dengan analisa statik ekuivalen dilakukan dengan prosedur
perhitungan berikut ini:
1. Mengitung berat struktur gedung (Wt)
Beban mati yang diperhitungkan adalah sebesar beban mati (berat sendiri) pada struktur
ditambah dengan beban hidup yang direduksi yang bekerja pada masing-masing lantai
banguanan. Menurut SNI-03-1726-2002 faktor reduksi beban hidup untuk menghitung berat
struktur gedung adalah sebesar 0,3. Sehingga berat struktur secara matetatik adalah:
Wt = 100 % DL + 30 % LL
= DL + 0,3 LL
Di mana : DL = beban mati (berat sendiri) srtuktur.
LL = Beban hidup total (beban berguna) pada setiap lantai
gedung.
2. Faktor keutamaan struktur
Menurut SNI-03-1726-2002, pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan suatu
Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan :
I = I1.I2
Di mana : I1 = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan
dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur rencana
dari gedung.
I2 = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur rencana dari gedung tersebut.
II - 8
Tabel 2.4 Faktor Keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Kategori gedung Faktor Keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan
dan perkantoran. 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio
dan televise
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti
gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara 1.5 1,0 1,5
3. Analisis Modal
Analisis modal atau eigen-value digunakan untuk mengetahui perilaku dinamis suatu
struktur bangunan sekaligus periode getar alami. Parameter yang mempengaruhi analisa
modal adalah massa bangunan dan kekakuan lateral bangunan. Analisa modal digunakan
sebagai dasar pengerjaan analisis ragam spektrum respon dalam perhitungan beban gempa.
Dalam perhitungan struktur gedung ini analisis modal dilakukan dengan analisis eigen-vector
dengan program SAP 2000.
4. Model massa terpusat (lumped mass model)
Analisis modal dilakukan dengan model massa terpusat (lumped mass model)
dengan tujuan untuk mengurangi jumlah derajat kebebasan (Degree of Freedom/DOF)
struktur karena akan mempercepat proses analisa struktur. Dalam hal ini massa tiap-tiap
lantai gedung dipusatkan pada titik pusat massa dari masing-masing lantai gedung.
II - 9
Gambar 2.1 Model Massa Terpusat (Lumped Mass)
5. Waktu Getar Struktur
Untuk perencanaan waktu getar dari bangunan gedung pada arah X (TEx) dan arah Y
(TEy).
6. Faktor Reduksi Gempa
Faktor Reduksi Gempa (R) besarnya dapat ditentukan menurut persamaan :
1,6 ≤ R = µ f1 ≤ Rm
Di mana : f1 = Faktor Kuat Lebih Beban dan Bahan yang terkandung di dalam sistem
struktur.
µ = Faktor Daktilitas Struktur bangunan gedung.
Rm =Faktor Reduksi Gempa yang maksimum yang dapat dikerahkan oleh
sistem struktur yang bersangkutan.
7. Kondisi Tanah Dasar
Menurut SNI-03-1726-2002, jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang
dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi
syarat-syarat yang tercantum dalam berikut :
II - 10
Tabel 2.5 Jenis-Jenis Tanah
Jenis tanah
Kecepatan rambat
gelombang geser
rata-rata v s
(m/det)
Nilai hasil Test
Penetrasi Standar
rata-rata
N
Kuat geser niralir
rata-rata
S u (kPa)
Tanah Keras v s ≥ 350 N ≥ 50 S u ≥ 100
Tanah Sedang 175 ≤ v s < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ S u < 100
Tanah Lunak
v s < 175 N < 15 S u < 50
Atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari
3 m dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 kPa
Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
8. Faktor Respon Gempa
Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx) dan arah-Y (Ty),
maka harga dari Faktor Respon Gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum
Respon Gempa Rencana.
0.75
0.55
0.45
0.30
0.220.18
0.60.67
C= 0.33/T (Tanah Sedang)
C= 0.23/T (Tanah Keras)
C= 0.50/T (Tanah Lunak)
Wilayah Gempa 3
C
T0.2
Gambar 2.2. Spektrum Respon Gempa Rencana Wilayah Gempa 3
Besarnya Beban Gempa Dasar Nominal horizontal akibat gempa menurut Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002),
dinyatakan sebagai berikut:
V = WtxR
IxC
II - 11
Di mana: V = Beban Gempa Dasar Nominal (Beban Gempa Rencana)
C = Koefisien gempa yang besarnya tergantung wilayah gempa dan waktu
getar struktur. Harga C ditentukan dari Diagram Respon Spektrum,
setelah terlebih dahulu dihitung waktu getar dari struktur.
Wt = Kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi
I = Faktor Keutamaan Struktur
R = Faktor Reduksi Gempa
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar
struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03 – 1726 – 2002 diberikan batasan
sebagai beikut :
T < ξ n
Dimana : T = waktu getar stuktur fundamental
n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas yang ditetapkan berdasarkan tabel 4.17
Tabel 2.6 Koefisien pembatas waktu getar struktur
Wilayah Gempa Koefisien pembatas (ξ) 1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15
9. Penentuan eksentrisitas rencana (ed)
Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas
rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat
itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka
eksentrisitas rencana ed ditentukan sebesar :
II - 12
Untuk 0 < e < 0,3 b , dipilih yang terbesar dari : ed = 1,5 e + 0,05 b atau
ed = e - 0,05 b
10. Gaya geser dasar minimum
Menurut pasal 7.1.3 SNI 03 – 1726 – 2002 nilai akhir respon dinamik struktur
gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu
arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80 % nilai respon ragam pertama.
V ≥ 0,8 V1
Dimana : V1 = gaya geser dasar respon agam pertama.
C = spektrum respon sesuai wilayah kegempaan
I = faktor keutamaan stuktur
R = faktor reduksi gempa sesuai dengan sistem struktur yang digunakan.
Wt = Berat bangunan.
d. Beban Angin (Wind Load/WL)
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap
adanya tekanan positip dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-
bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m²,
ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang telah ditentukan dengan koefisien-koefisien
angin yang telah ditentukan dalam peraturan ini. Tekanan tiup diambil 25 kg/m2, sedang untuk
koefisien angin diambil untuk koefisien angin untuk gedung tertutup dan sudut kemiringan atap
( α ) kurang dari 65º.
2.5.2 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan
Untuk keperluan desain, analisis dan sistem struktur perlu diperhitungkan terhadap
kemungkinan terjadinya kombinasi pembebanan (Load Combination) dan beberapa kasus beban
yang dapat bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Menurut Tata Cara Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03 – 1727 – 1989-F), ada 2 kombinasi
II - 13
pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu Kombinasi Pembebanan Tetap dan
Kombinasi Pembebanan Sementara. Disebut pembebanan tetap karena beban dianggap dapat
bekerja terus menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi pembebanan ini
disebabkan oleh bekerjanya beban mati (Dead Load) dan beban hidup (Live Load).
Kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus menerus pada struktur,
tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisa. Kombinasi pembebanan ini disebabkan
oleh bekerjanya beban mati, beban hidup dan beban gempa. Nilai - nilai beban tersebut di atas
dikalikan dengan suatu faktor magnifikasi yang disebut faktor beban, tujuannya agar struktur
dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi
beban.
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul
semua kombinasi pembebanan di bawah ini :
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + γL L + 0,5 (La atau H)
1,2D ± 1,0Eh + γL L
0,9D ± (1,3W atau 1,0Eh)
Kombinasi beban dengan memperhatikan faktor kuat cadang struktur, Ω0 adalah:
1,2 D + γL L + Ω0 Eh
0,9 D - Ω0 Eh
Keterangan:
D : adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L : adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi
tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La: adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan,
dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
H : adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
W : adalah beban angin
Eh : adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–2002
II - 14
Ω0 : adalah faktor kuat cadang struktur
γL = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γL = 1 bila L≥ 5 kPa.
Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan (γL) harus sama
dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua
daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
2.6 Perencanaan Komponen Struktur
2.6.1 Faktor Reduksi Kekuatan
Faktor reduksi kekuatan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan
bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan
nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan
dalam perencanaan sebelumnya. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung (SNI 03 -1729 – 2002) menetapkan berbagai nilai faktor reduksi (ф) untuk berbagai
jenis besaran gaya yang didapat dari perhitungan struktur. Tabel 2.7 Tabel Reduksi Kekuatan
Kuat rencana untuk Faktor Reduksi
Komponen struktur yang memikul lentur
- Balok
- Balok plat berdinding penuh
- Pelat badan yang memikul geser
- Pelat badan pada tumpuan
- Pengaku
0,90
0,90
0,90
0,90
0,90
Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial
- Kuat penampang
- Kuat komponen struktur
0,85
0,85
Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial
- Terhadap kuat tarik leleh
- Terhadap kuat tarik faktur
0,90
0,75
Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi
- Kuat lentur dan geser
- Kuat tarik
- Kuat tekan
0,90
0,90
0,85
Komponen struktur komposit
- Kuat tekan
0,85
II - 15
- Kuat tumpu beton
- Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik
- Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastis
0,60
0,85
0,90
Sambungan baut
- Baut yang memikul geser
- Baut yang memikul tarik
- Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik
- Lapis yang memikul tumpu
0,75
0,75
0,75
0,75
Sambungan las
- Las tumpul penetrasi penuh
- Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian
- Las pengisi
0,90
0,75
0,75
2.6.2 Perencanaan Atap
2.6.3 Perencanaan Pelat Lantai
Pelat adalah struktur planar kaku yang terbuat dari material monolit dengan tinggi yang
kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Untuk merencanakan pelat beton
bertulang perlu mempertimbangkan faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari
peraturan yang ada. Pada perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah
pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir.
Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu
arah saja tergantung sistem strukturnya. Apabila pada struktur pelat perbandingan bentang
panjang terhadap lebar kurang dari tiga, maka akan mengalami lendutan pada kedua arah
sumbu. Beban pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling panel pelat,
dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah. Dengan sendirinya pula penulangan
untuk pelat tersebut harus menyesuaikan. Apabila panjang pelat sama dengan lebarnya,
perilaku keempat balok keliling dalam menopang pelat akan sama. Sedangkan bila panjang
tidak sama dengan lebar, balok yang lebih panjang akan memikul beban lebih besar dari balok
yang pendek (penulangan satu arah).
II - 16
Dimensi bidang pelat dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.3 Arah sumbu lokal dan sumbu global pada elemen pelat
Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut:
1. Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang
2. Menentukan tebal pelat
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 maka tebal pelat ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagai berikut:
β9361500
8,0lnmin +
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=
fy
h
361500
8,0lnmax
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=
fy
h
hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12cm, sedangkan hmin pada pelat atap
ditetapkan sebesar 9cm.
Perhitungan tulangan pelat dilakukan dengan pendekatan terhadap balok, langkah-
langkah perhitungan tulangan pada pelat adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.
b. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
c. Mencari ratio penulangan minimum (ρmin) dan ratio penulangan maksimum (ρmax).
Prosentase Pembesian Maksimum
Menurut SNI Beton 2002 pasal.12.3-3 ratio penulangan beton maksimum adalah :
Bρρ 75,0max =
II - 17
Dimana ρB menurut SNI Beton 2002 pasal.10.4-3
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
×××
=fyfy
cfB 600
60085,0 '1βρ
Untuk beton dengan mutu f'c = 25 Mpa dan tulangan baja fy = 400 MPa maka :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+×
×=
400600600
4002585,085,0 x
Bρ = 0,0271
0271,075,0max ×=ρ = 0,0203
Prosentase pembesian minimum
Menurut SNI Beton 2002 pasal 9.12 ratio penulangan pelat beton minimum untuk
baja tulangan dengan fy = 400 Mpa adalah :
0018,0min =ρ
d. Mencari ratio tulangan yang dibutuhkan:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
cffyfy
dbMu
'**588.01***8.0
* 2 ρρ
Dimana 2* dbMu dalam satuan Mpa
Persamaan rasio pembesian ρ diselesaikan dengan rumus persamaan akar kuadrat dari
02 =++ cbxax
Dengan akar-akar a
cabbx
*2**42
2,1−±−
=
Nilai yang diambil adalah nilai x1 dan atau x2 yang berharga positip
e. Memeriksa syarat rasio penulangan maxmin ρρρ <<
f. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan ( )dbAs ××= ρ
II - 18
Gambar 2.4 Pendekatan Pelat Lantai Terhadap Balok
2.6.4 Perencanaan Balok
a. Kuat nominal lentur penampang terhadap pengaruh tekuk lateral
Kuat komponen struktur dalam menerima momen lentur tergantung dari panjang
bentang antara dua pengekang lateral yang berdekatan (L). Batas-batas pengekangan lateral
ditentukan dengan:
fyEiyLp ..76,1=
22
1 .11. LL
fXFXiyLr ++=
Di mana : FL = Fy – Fr Fr = 0,3 Fy
G = Modulus geser Iw = konstanta puntir lengkung (cm6) = 4. 2hiy
J = Konstanta puntir torsi (cm4) = )..31(
3.2 3
3
twdwtfB+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
X1= 2
.... AJGEWx
π kg/cm2 X2 = 2
...4 ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛JG
WxIyIw
Ts = As*fy
Z = d-a/2
d = tinggi efektif
/2 tulangan utama
p = penutup beton
b
hc
e = 0.003 f 'c
fs = fy
a = c
0.85f'c
Cc = 0.85*f'c*a*bί
e > e
II - 19
Gambar 2.4. Klasifikasi Balok Berdasarkan Panjang Bentang
1. Balok Bentang Pendek
Untuk balok yang memenuhi L ≤ Lp kuat nominal penampang terhadap lentur adalah :
Mp = Mn
2. Balok Bentang Menengah
Untuk balok yang memenuhi Lp ≤ L ≤ Lr kuat nominal penampang terhadap lentur
adalah :
Mnx = ( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−
−+)()(..
LpLrLbLrMrMpMrCb ≤ Mp
Di mana : Cb = CBA MMMM
Mx.3.4.3max.5,2
max5,12+++
≤ 2,3
Mmax = momen maximum pada bentang yang ditinjau
MA = momen pada ¼ bentang
MB = momen pada ½ bentang
MC = momen pada ¾ bentang
3. Balok Bentang Panjang
Untuk balok yang memenuhi L ≤ Lr kuat nominal penampang terhadap lentur adalah :
Mn = Mcr ≤ Mp
Lp Lr
Plastic behavior - full plastic moment
Inelastic Buckling
Inelastic Buckling
Lb (Lateraly unbraced length of compression flange)
Mn
(Nom
inal
resi
stin
g m
omen
t of b
eam
)
II - 20
b. Analisa tekuk
- Terhadap beban aksial
ωFyAgFcrAgPn .. == dan PnxPn 85,0=φ
EsxFyxc 2.
πλλ =
ixLkxx=λ cs λλ .837,0=
Untuk λs ≤ 0,183 : ω = 1
0,183 < λs < 1 : ω = )75,0(6,1
5,1sxλ−
λs ≥ 1 : ω = 1,76 . λs2
- Terhadap momen
Mu = ltusntub MM δδ +
11
≥⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
NcrNu
cmbδ dan
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
=
∑∑
NcrsNus
1
1δ
cm = 0,6 – 0,4 βm ≤ 1,0
Di mana : Mntu = Momen lentur terfaktor orde pertama yang dikibatkan oleh
beban-beban yang tidak menimbulkan goyangan.
Mltu = Momen lentur terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh
beban-beban yang dapat menimbulkan goyangan.
Nu = Gaya aksial terfaktor.
Ncrb = Beban kritis elastis untuk komponen struktur tak bergoyang.
∑Nu = jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk
seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau.
∑Ncrs = Beban kritis elastis untuk komponen struktur bergoyang.
βm = Perbandingan momen terkecil dan terbesar yang bekerja di
ujung-ujung komponen struktur.
II - 21
c. Cek penampang terhadap beban kombinasi
Komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
12
:2,0 ≤⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++<
MnyMuy
MnxMux
NnNu
NnNu
φφφφ
198:2,0 ≤⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡++≥
MnyMuy
MnxMux
NnNu
NnNu
φφφφ
Dimana : Mux = momen lentur terfaktor terhadap sumbu x dari analisa struktur.
Muy = momen lentur terfaktor terhadap sumbu.
Nu = gaya aksial (tarik atau tekan) terfaktor.
Nn = kuat nominal penampang terhadap tekan atau tarik.
Mnx = kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu x.
Mny = kuat nominal lentur penampang terhadao sumbu y.
Ø = faktor reduksi kekuatan (0,90 untuk tarik 0,85 untuk tekan)
d. Cek geser badan balok
Pelat badan yang memikul gaya geser rencana (V) harus memenuhi :
V ≤ Ø Vn
Di mana : Ø = faktor reduksi kekuatan
Vn = kuat geser plat badan nominal
Kuat geser nominal pelat badan nominal pelat badan (Vn) harus diambil seperti ketentuan di
bawah ini :
- fy
Eknxtwh .1,1=
Di mana : Kn = 5 + 5/(a/h)
a = jarak antar pengaku
h = lebar flens
Maka kuat nominal plat badan harus diambil terhadap kuat leleh geser.
Vn = 0,6 x fy x Aw : Aw = luas bruto plat badan
- fy
Ekntwh
fyEknx .37,1.1,1 ≤≤
II - 22
Maka kuat nominal pelat badan harus diambil terhadap kuat tekuk geser elasto-plastik
Vn =
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
twh
fyEkn
Awfy
..1,1...6,0
- twh
fyEknx ≤
.37,1
Maka kuat nominal pelat badan harus diambil terhadap kuat tekuk geser elastik.
Vn = 2
...9,0
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
twh
EknAw
e. Balok komposit
Menurut AISC (Perencanaan Strukur Baja untuk Insinyur dan Arsitek 2, Rene Amon,
Bruce Knobloch), jumlah penghubug geser yang diperlukan untuk aksi komposit penuh
ditentukan dengan membagi gaya geser total Vh yang akan ditahan, diantara titik momen
positifmaksimum dan titik momen nol, dengan kapasitas dari sebuah penyambung. Jumlah
yang didapat ini digandakan untuk mendapatkan jumlah alat penyambung total yang
dibutuhkan untuk seluruh bentang dapat ditulis sebagai berikut:
QnterkecilVhN )(
1 =
N1 = jumlah penghubung geser yang diperlukan pada daerah diantara momen
maksimum dan momen nol
Qn = kuat nominal geser untuk pengubung geser
Besar gaya geser Vh adalah harga terkecil dari dua harga Vh seperti yang ditentukan
oleh rumus-rumus berikut:
1. pada daerah momen posiif
2
85,0 ' AcfVh c×=
II - 23
2FyAsVh ×
=
2. pada daerah momen negatif
fyrAsrVh ×=
Dimana :
Vh = besar gaya geser yang ditahan, diantara momen positif maksimum dan titik
momen nol f’c = kekutan tekan beton pada usia 28 hari
Ac = luas flens beton efektif = bef x tp
As = luas gelagar baja
Asr = luas tulangan pada plat beton selebar bef
fyr = tegangan leleh baja tulangan
Fy = tegangan leleh minimum baja
Sedangkan menurut AISC (Steel, Concrete and Composite Design of Tall Building)
untuk beban terpusat, jumlah penghubung geser yang diperlukan pada daerah diantara momen
beban terpusat dan momen nol yang terdekat diberikan umus sbagai berikut:
1
1max1
2 −
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
=β
βM
MNN
dimana :
N2 = jumlah penghubung geser yang diperlukan pada daerah diantara momen beban
terpusat dan momen nol yang terdekat
M = momen pada beban terpusat
Β = perbandingan modulus
Untuk kekuatan penghubung geser, berdasarkan spesifikasi AASHTO 1977, kuat
nominal satu penghubung geser jenis paku yang ditanam didalam pelat beton masif adalah:
( )EcfdQn cx ×= '2)(0004,0 untuk 4≥xd
H
dimana :
Qn = kuat nominal geser untuk pengubung geser, KN
II - 24
dx = luas penampang penghubung geser jenis paku, mm
Ec = modulus elastisits beton Mpa, untuk beton dengan berat normal besarnya
cfEc '57000=
Untuk penempatan dan jarak penghubung geser, berdasarkan SNI 03-1729-2002,
penghubung geser yang diperlukan pada daerah yang dibatasi oleh titik-itik momen lentur
maksimum dan momen nol yang berekatan harus didistribusikan secara merata pada daerah
tersebut. Namun, jumlah penghubung geser yang diperlukan pada daerah yang dibatasi oleh
lokasi momen beban terpusat dan momen nol yang terdekat harus sesuai jumlahnya dengan
yang dibutuhkan untuk mengembangkan momen maksimum yang terjadi dilokasi beban
terpusat tersebut. Sedangkan ketentuan jarak antar penghubung sebagai berikut :
1 Tebal minimum selimut beton pada arah lateral 25 mm
2 Jarak minimum antar penghubung geser pada arah sejajar sumbu balok > 6 x
diameter
3 Jarak minimum antar penghubung geser pada arah tegak lurus sumbu balok > 4 x
diameter
4 Jarak maksimum antar penghubung geser < 8 x diameter
f. Perhitungan Lenturan/Lendutan
Untuk perhitungan Lenturan/Lendutan dari gelagar dengan perletakan jepit-jepit yang
menehan beban baik merata dan beban terpusat digunakan rumus sebagai berikut:
1 Akibat beban merata
ijinIELq δδ ≤××
×=
3841
4
2 Akibat beban terpusat
ijinIELP δδ ≤××
×=
1922
3
Dimana:
δ = besarnya lendutan yang terjadi
δijin = besarnya lendutan yang diijinkan = L/360
q = beban merata
II - 25
P = beban terpusat
L = bentang/panjang gelagar/balok yang ditinjau
E = modulus elastisitas
I = momen inersia
g. Analisa Joint
Pada analisa joint ini dibatasi hanya memperhitungkan kekuatan joint terhadap gaya
lintang dan momen, meskipun terdapat gaya aksial, hal ini disebabkan gaya aksial biasanya
terlalu kecil sehingga dapat diabaikan.
1 Lebar efektif joint (bj)
bobibj +=
( ) dobibmCbo 2≤−=
dimana:
bm = ( ) ( )hbfbbf +≤+5,0 dan juga bf75,1≤
b = lebar kolom komposit (in)
bfhyxC
××
=
do = 0,025 ( d= tinggi balok) (in)
h = kdalaman kolom (in)
y = perpanjangan lebar plat bearing (in)
22dchhx +==
II - 26
2.6.5 Perencanaan Kolom
Untuk perencanaan suatu kolom harus diperhitungkan dari beberapa keadaan berikut ini :
a. Kuat nominal lentur penampang pengaruh tekuk lateral
Pada point ini sama dengan balok.
b. Amplifikasi momen untuk struktur tak bergoyang.
Langkah-langkah perhitungan adalah sbagai berikut :
1 Mencari faktor panjang tekuk (kc)
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
=
∑
∑
21
21
LIxc
LbIxc
LcIxc
LcIxc
LbEIbLcEIc
ψ
Dimana : c = kolom
b = balok
L =panjang balok atau kolom
Setelah ψ joint atas dan bawah diketahui maka dengan bantuan nomogram program
untuk portal tak bergoyang akan diketahui nilai faktor panjang tekuk (kc).
2 Analisa tekuk elemen kolom
kcLLk ×=
EFy
ixLkxc ××
=π
λ
cs λλ ×= 837,0 → didapat ω = .....
ω
FyAgNn ×=
Nn×= 85,0φ
3 Analis momen
Untuk komponen struktur tak bergoyang dengan gaya aksial teken terfaktor (Nu) dan
momen lentur rencana terfaktor (Mu) dihitung :
bMntuMu δ=
dimana δb adalah faktor amplifikasi momen untuk komonen struktur tak bergoyang an
dihitung sebagai berikut :
II - 27
11
≥⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
NcrNu
cmbδ
Nu = gaya aksial terfaktor pada batang tersebut
Ncr = beban kritis elastik
Mntu = momen lentur rencana yang diakibatkan oleh beban vertikal tanpa
beban lateral
1214,06,0 ≤−=
mmcm
m1 = momen minimum di ujung batang
m2 = momen maksimum diujung batang
2cfyAgNcr
λ×
=
c. Amplifikasi momen untuk struktur bergoyang
Langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut:
1 Mencari faktor panjang tekuk
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
=
∑
∑
21
21
LIxc
LbIxc
LcIxc
LcIxc
LbEIbLcEIc
ψ
Dimana : c = kolom
b = balok
L =panjang balok atau kolom
Setelah ψ joint atas dan bawah diketahui maka dengan bantuan nomogram program
untuk portal bergoyang akan diketahui nilai faktor panjang tekuk (kc).
2 Analisa tekuk elemen kolom
kcLLk ×=
EFy
ixLkxc ××
=π
λ
cs λλ ×= 837,0 → didapat ω = .....
II - 28
ω
FyAgNn ×=
Nn×= 85,0φ
3 Analis momen
Untuk komponen struktur bergoyang dengan gaya aksial teken terfaktor (Nu) dan
momen lentur rencana terfaktor (Mu) dihitung :
sMltubMntuMu δδ +=
dimana δb adalah faktor amplifikasi momen untuk komonen struktur tak bergoyang
an dihitung sebagai berikut :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
=
∑∑
PcrPu
cmb
1
δ
∑Pu = jumlah gaya aksial terfaktor akibat gravitasi untuk seluruh kolom pada
satu tingkat ang ditinjau
∑Pcr = jumlah gaya tekuk elastik akibat gravitasi untuk seluruh kolom pada
satu tingkat yang ditinjau.
Mltu = momen lentur rencana terfaktor yang diakibatkan beban lateral
Mntu = momen lentur rencana terfaktor yang diakibatkan oleh beban vertikal
tanpa beban lateral
1214,06,0 ≤−=
mmcm
m1 = momen minimum di ujung batang
m2 = momen maksimum diujung batang
2cfyAgPcr
λ×
=
d. Cek penampang terhadap beban kombinasi
Komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
12
:2,0 ≤⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++<
MnyMuy
MnxMux
NnNu
NnNu
φφφφ
II - 29
198:2,0 ≤⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡++≥
MnyMuy
MnxMux
NnNu
NnNu
φφφφ
Dimana : Mux = momen lentur terfaktor terhadap sumbu x dari analisa struktur.
Muy = momen lentur terfaktor terhadap sumbu.
Nu = gaya aksial (tarik atau tekan) terfaktor.
Nn = kuat nominal penampang terhadap tekan atau tarik.
Mnx = kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu x.
Mny = kuat nominal lentur penampang terhadao sumbu y.
Ø = faktor reduksi kekuatan (0,90 untuk tarik 0,85 untuk tekan)
2.6.6 Perencanaan Tangga
Struktur tangga digunakan untuk melayani aksebilitas antar lantai pada gedung yang
mempunyai tingkat lebih dari satu. Tangga merupakan komponen yang harus ada pada
bangunan berlantai banyak walaupun sudah ada peralatan transportasi vertikal lainnya, karena
tangga tidak memerlukan tenaga mesin.
Adapun parameter yang pelu diperhatikan pada perencanaan struktur tangga adalah
sebagai berikut:
- Tinggi antar lantai - Tinggi optrede
- Tinggi Antrede - Jumlah anak tangga
- Kemiringan tangga - Tebal pelat beton
- Tinggi optrede - Lebar bordes
- Lebar anak tangga - Tebal selimut beton
Perhitungan gaya yang terjadi pada struktur tangga seluruhnya menggunakan program
komputer SAP 2000.
II - 30
2.6.7 Perencanaan Struktur bawah
Struktur bawah merupakan struktur yang berfungsi untuk meneruskan beban dari
struktur diatasnya kedalam lapisan tanah. Dalam menentukan jenis pondasi yang sesuai perlu
dipertimbangkan beberapa hal antara lain :
1. Keadaan tanah, seperti parameter tanah, daya dukung tanah, dan lain-lain
2. Jenis struktur atas (fungsi bangunan)
3. Anggaran biaya yang dibutuhkan
4. Waktu pelaksanaan yang direncanakan
5. Keadaan lingkungan sekitar
A. Parameter Tanah
Kondisi tanah selalu mempunyai peranan penting pada suatu lokasi pekerjaan
konstruksi. Tanah adalah landasan pendukung suatu bangunan. Untuk dapat mengetahui
susunan lapisan tanah yang ada, serta sifat - sifatnya secara mendetail dalam perencanaan
suatu bangunan yang akan dibangun maka dilakukan penyelidikan dan penelitian. Pekerjaan
penyelidikan dan penelitian tanah ini merupakan penyelidikan yang dilakukan di
laboratorium dan lapangan. Maksud dari penyelidikan dan penelitian tanah adalah melakukan
investigasi pondasi rencana bangunan untuk dapat mempelajari susunan lapisan tanah yang
ada, serta sifat-sifatnya yang berkaitan dengan jenis bangunan yang akan dibangun di atasnya
(seperti struktur dan penyebaran tanah serta batuan, sifat fisis/teknis tanah, kapasitas dukung
tanah terhadap pondasi, dan lain-lain ).
B. Daya Dukung Tanah
Analisis Daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban
pondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung tanah ( Bearing Capacity ) adalah
kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dan segi struktur pondasi maupun bangunan
di atasnya tanpa terjadi keruntuhan geser. Daya dukung batas ( ultimate bearing capacity )
adalah daya dukung terbesar dan tanah dan biasanya diberi simbol q ult. Daya dukung ini
merupakan kemampuan tanah mendukung beban, dan diasumsikan pada tanah mulai terjadi
keruntuhan.
II - 31
Perancangan pondasi harus dipertimbangkan terhadap keruntuhan geser dan
penurunan yang berlebihan. Untuk terjaminnya stabilitas jangka panjang, perhatian harus
diberikan pada perletakan dasar pondasi. Pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang
cukup untuk menanggulangi resiko adanya erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah
dan gangguan tanah di sekitar pondasi.
C. Pemilihan Tipe Pondasi
Dalam pemilihan pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah kondisi pondasi
tersebut cocok dengan keadaan dilapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara
ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.
Berdasarkan data hasil penyelidikan tanah dilokasi perencanaan, diperoleh bahwa
tanah keras terdalam terdapat pada kedalaman -22m dari muka tanah setempat. Dalam
penentuan jenis pondasi berdasarkan keadaan kondisi tanah bila tanah terletak pada
kedalaman sekitar 10 m dibawah permukaan tanah pondasi digunakan pondasi tiang pancang.
Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dibagi 2 yaitu :
1. Point bearing pile ( End bearing pile ) yaitu tiang pancang dengan tahanan ujung.
Tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung kelapisan tanah keras.
2. Friction pile
a. Friction pile pada tanah dengan butir – butir tanah keras dan sangat mudah
melalukan air. Tiang ini meneruskan beban ketanah melalui geseran kulit ( skin
friction ). Pada proses pemancangan tiang – tiang dalam group tiang yang mana satu
sama lainnya saling berdekatan akan menyebabkan berkurangnya pori – pori tanah
dan mengcompactkan tanah diantara tiang – tiang tersebut dan tanah disekeliling
tiang tersebut. Karena itu tiang – tiang yang termasuk kategori ini disebut
Compaction Pile.
b. Friction pile pada tanah dengan butir – butir yang sangat halus dan sukar melalukan
air. Tiang ini juga meneruskan beban melalui kulit, akan tetapi pada proses
pemancangan kelompok tiang tidak menyebabkan tanah diantara tiang – tiang ini
menjai compact. Karena itu tiang – tiang yang termasuk kategori ini disebut
Floating Pile Foundation.
II - 32
D. Beban terfaktor pondasi
Pada saat terjadi gempa kuat pada struktur gedung kegagalan tidak boleh terjadi lebih
dahulu pada struktur bawah. Untuk itu struktur bawah harus didesain lebih kuat terhadap
beban gempa dibandingkan dengan struktur atas. Struktur bawah harus dapat memikul
pembebanan gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana Vm yang dapat diserap oleh
struktur atas dalam kondisi diambang keruntuhan dapat dihitung dari pembebanan gempa
nominal Vn.
Beban gempa rencana pada struktur bawah berdasarkan Standart Perencanaan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-1726 -2002) adalah :
Vm = f x Vn
Dimana : f = faktor kuat total yang terdapat didalam struktur gedung
E. Perencanaan Pondasi
Perencanaan pondasi yang didasarkan pada pendekatan Load resistant and factor design
(LRFD), harus memenuhi persyaratan keadaan batas ultimate pondasi sebagai berikut :
QuRu≥
Dimana Ru = kekuatan ultimate atau daya dukung ultimate pondasi.
Qu = beban ultimate yang bekerja pada pondasi.
RnRu φ=
Dengan : Rn = Kekuatan nominal pondasi yang ditentukan berdasrkan perhitungan
analitis atau empirik yang rational atau melalui uji beban langsung.
φ = faktor reduksi kekuatan sesuai dengan tabel.2.7
Tabel 2.8 Tabel Reduksi Kekuatan Pondasi
Jenis Pondasi Sumber kekuatan φ Sifat beban
Tiang pancang Geser + ujung
Geser saja
Ujung saja
0,55-0,75
0,55-0,70
0,55-0,70
Tekan aksial
Tekan/Tarik aksial
Tekan aksial
Pada keadaan sebenarnya, jarang sekali kita dapati tiang pancang yang berdiri sendiri
(single pile) seperti keadaan diatas, tetapi kita sering mendapat tiang pancang kelompok (pile
II - 33
group). Diatas pile group biasanya diletakkan suatu konstruksi poer yang mempersatukan
kelompok tiang tersebut.
a. Daya Dukung Ijin Tiang Group ( Pall Group)
Dalam pelaksanaan jarang dijumpai pondasi yang hanya terdiri dan satu tiang saja,
tetapi terdiri dan kelompok tiang. Teori membuktikan dalam daya dukung kelompok tiang
geser tidak sama dengan daya dukung tiang secara individu dikalikan jumlah tiang dalam
kelompok, melainkan akan lebih kecil karena adanya faktor efisiensi.
( ) ( )
tunggal) tiang dukung (daya P Eff Ptiangantarjarak:s
tiangdiameter:dderajatdalam (d/s),tanarc:
tiangjumlah:nbaris jumlah:m:dimana
n*mn1nmm1n
901Eff
tiang 1 allgroup all ×=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −+−
−=
ϕ
ϕ
b. Pmax Yang Terjadi Pada Tiang Akibat Pembebanan
vertikal beban jumlah:ΣPvpancang tiang1diterima yangmax beban:P
:DimanaΣxnXmax*My
ΣynYmax*Mx
nΣPvP
max
2x
2Y
max ±±=
tiangkelompokberatpusatketiangterjauh)(jarakmaxordinat:Ytiangkelompokberatpusatketiangterjauh)(jarakmaxabsis:X
Yarah momen:MyXarah momen:Mx
pancang tiang banyaknya:n
max
max
effmax
2
2Y
X
Pandibandingk2000,SAPoutputhasildaridapatdiPtiangordinat)(ordinatXarahjarakkuadratjumlah:Σx
tiangabsis)(absisYarahjarakkuadratjumlah:Σyyarahbarissatudalamtiangbanyak:Nxarahbarissatudalamtiangbanyak:N
−
−
II - 34
c. Perhitungan Daya Dukung Vertikal Tiang Pancang
Analisis-analisis kapasitas daya dukung dilakukan dengan cara pendekatan untuk
memudahkan perhitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat dikaitkan dengan sifat - sifat
tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan.
1. Berdasarkan kekuatan bahan
Menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI – 2002,
kuat tumpu rencana pada beton tidak boleh melebihi :
( )1Axcf'x0,85xφ
dimana : φ = 0,8
2. Berdasarkan daya dukung tanah setempat
Perhitungan dilakukan dengan cara berdasarkan perhitungan analitis atau empirik yang
rational atau melalui uji beban langsung.
d. Kontrol Settlement
Dalam kelompok tiang pancang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut
dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan poer (pile cap )yang kaku untuk
mempersatukan pile-pile menjadi satu-kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini diharapkan bila
kelompok tiang pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi penurunan yang merata
pula.
Penurunan kelompok tiang pancang yang dipancang sampai lapisan tanah keras akan
kecil sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kecuali bila dibawah lapisan keras
tersebut terdapat lapisan lempung, maka penurunan kelompok tiang pancang tersebut perlu
diperhitungkan.
Pada perhitungan penurunan kelompok tiang pancang dengan tahanan ujung
diperhitungkan merata pada bidang yang melalui ujung bawah tiang. Kemudian tegangan ini
disebarkan merata ke lapisan tanah sebelah bawah dengan sudut penyebaran 300.
Mekanisme penurunan pada pondasi tiang pancang dapat ditulus dalam persamaan :
Sr = Si + Sc
Dimana : Sr = Penurunan total pondasi tiang
Si = Penurunan seketika pondasi tiang
II - 35
Sc = Penurunan konsolidasi pondasi tiang
1. Penurunan seketika (immediate settlement)
Rumus yang digunakan :
Si = IpEu
Bqn .2.1.2.. µ−
Dimana : qn = besarnya tekanan netto pondasi
B = Lebar ekivalen dari pondasi rakit
µ = angka poison, tergantung dari jenis tanah
Ip = Faktor pengaruh, tergantung dari bentuk dan kekakuan
pondasi
Eu = sifat elastis tanah, tergantung dari jenis tanah
2. Penurunan Konsolidasi
Perhitungan dapat menggunakan rumus :
Sc = po
ppoeoHCc ∆+
+log
1.
Cc = compression index
eo = void ratio
po = tegangan efektif pada kedalaman yang ditinjau
∆P = penambahan tegangan setelah ada bangunan
H = tinggi lapisan yang mengalami konsolidasi
e. Kontrol Gaya Horisontal
1. Kontrol Daya Dukung Horisontal Akibat Tekanan Tanah
Perhitungan menurut Foundation of Structure oleh Dunham, tiang akan terjepit
sempurna pada kedalaman ( Ld ) = ¼ s/d 1/3 Lp.
Dimana : Ld = kedalaman titik jepitan dari muka tanah
II - 36
Lp = panjang tiamg yamg masuk tanah
B = lebar poer
Maka La = Lp - Ld
2. Perhitungan Diagram Tekanan Tanah
c= 0,22 kg/cm²? = 25 °? = 1,6859 t/m³
c= 0,22 kg/cm²? = 21 °? = 1,7125 t/m³
c= 0,22 kg/cm²Ø = 27 °? = 1,6956 t/m³
Gambar 2.5 Diagram Tekanan Tanah Pasif
a. Tekanan Tanah Pasif
BB’ = Kp1 . γ1 .0,5 B
CC’ = Kp1 . γ1. 1 B
DD’ = Kp1 . γ1. 1,5 B
EE’ = Kp1 . γ1. ( 2B + 0,5.5 D )
FF’ = Kp1 . γ1. ( 2,5B + 0,5.5 D )
GG’ = Kp2 . γ2. ( 3B + 0,5.5 D )
HH’ = Kp2 . γ2. ( 3,5B + 0,5.5 D )
I I’ = Kp2 . γ2. ( 4B + 0,5.5 D )
b. Gaya Lateral yang terjadi pada tiang pancang
P1 = ½ .AB.BB’
P2 = ½. BC.( BB’+CC’)
P3 = ½.CD.( CC’+DD’ )
P4 = ½.DE.( DD’+EE’ )
II - 37
P5 = ½.EF.( EE’+FF’ )
P6 = ½.FG.( FF’+GG’ )
P7 = ½.GH.( GG’+HH’ )
P8 = ½.HI.HH’
Ptot = P1 + P2 + P3 + P4 + P5 + P + P7 + P8
3. Gaya Lateral yang diijinkan
Ditinjau dari titik L, maka
Ptot. Lz = P1.L1 + P2.L2 + P3.L3 + P4.L4 + P5.L5 + P6.L6 + P7.L7 + P8.L8
→ didaptkan Lz
Gaya horizontal yang diijinkan ( Hall)
∑ M1 = 0 → Hult.Lh – Ptot.Lz = 0 → didapatkan Hult
Tiang akan mampu menahan beban horizontal jika H yang terjadi lebih kecil dari Hult,
sehingga tidak diperlukan tiang pancang miring.
f. Penulangan Tiang Pancang
Akibat Pengangkatan
Kondisi I
Gambar 2.6 Pengangkatan Tiang Pancang dengan 2 Titik
II - 38
( ) ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−=
=
222
21
a*q212alq*
81M
a*q21M
( ) ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−= 222 a*q
212alq*
81a*q.
21
0L4aL4a 22 =−+
Kondisi II
Gambar 2.7 Pengangkatan Tiang Pancang dengan 1 Titik
aqM **21
1 =
( ) ( ) ( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−=
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−
−−−=
aL2L*a*2qqL
aL
2aLL21
aLq21R
2
22
1
( )
( ) ( )( )( )aL
aLLq
aLaLLq
aLaLLRMM
aLaLL
qRx
qxRdx
dMxM
xqxRMx
−−
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−==
−==
=−
=→
−=
22*
21
22*
21
222max
22
0
0max
**21*
2
222
21
1
21
II - 39
( )( )0L4aL2a
aL22aLLq*
21qa*
21
MM
22
22
21
=+−
−−
=
=
Akibat Pemancangan ( Tumbukan Hammer )
Jenis yang digunakan tipe K-35 dengan berat hammer 3,5 ton, dihitung daya dukung
satu tiang . Rumus tumbukan :
R = Wr . H / Ø . ( S + C )
Dengan :
R = Kemampuan daya dukung pile akibat tumbukan
W = Berat palu = 3,5 ton
H = Tinggi jatuh = 1,5 m
S = Final setlement rata-rata = 10 cm
C = Koefesien untuk double acting sistem hammer = 0,1