45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Permasalahan transportasi seperti tundaan, kemacetan, dan lain-lainnya sudah sering dijumpai dibeberapa kota besar di Indonesia. Kondisi permasalahan tersebut sudah mencapai batas yang sangat memprihatinkan. Perencanaan dan pemodelan transportasi bisa menjadi salah satu solusi yang efisien dan efektif yang dapat menggabungkan semua faktor permasalahan transportasi dan keluarannya dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan transportasi baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang yang berhubungan dengan bangkitan pergerakan untuk semua jenis tata guna lahan. Dalam laporan skripsi ini akan dibahas bagaimanakah model bangkitan perjalanan yang terjadi pada hotel berbintang di daerah Sanur. Variabel bebas yang digunakan adalah luas lahan hotel, luas bangunan hotel, luas parkir hotel, luas ruang pertemuan, jumlah kamar hotel yang tersedia, jumlah wisatawan yang menginap per hari, lama rata-rata wisatawan menginap dan jumlah karyawan hotel termasuk penjaga keamanan dan karyawan cleaning service yang bekerja di hotel tersebut, sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah kendaraan masuk dan keluar hotel yang menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil) maupun kendaraan umum 5

Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab2

Citation preview

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Permasalahan transportasi seperti tundaan, kemacetan, dan lain-lainnya

sudah sering dijumpai dibeberapa kota besar di Indonesia. Kondisi permasalahan

tersebut sudah mencapai batas yang sangat memprihatinkan. Perencanaan dan

pemodelan transportasi bisa menjadi salah satu solusi yang efisien dan efektif

yang dapat menggabungkan semua faktor permasalahan transportasi dan

keluarannya dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan transportasi baik

pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang yang berhubungan

dengan bangkitan pergerakan untuk semua jenis tata guna lahan.

Dalam laporan skripsi ini akan dibahas bagaimanakah model bangkitan

perjalanan yang terjadi pada hotel berbintang di daerah Sanur. Variabel bebas

yang digunakan adalah luas lahan hotel, luas bangunan hotel, luas parkir hotel,

luas ruang pertemuan, jumlah kamar hotel yang tersedia, jumlah wisatawan yang

menginap per hari, lama rata-rata wisatawan menginap dan jumlah karyawan hotel

termasuk penjaga keamanan dan karyawan cleaning service yang bekerja di hotel

tersebut, sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah kendaraan masuk dan

keluar hotel yang menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil)

maupun kendaraan umum (bus pariwisata dan taxi). Dalam menganalisis model

bangkitan perjalanan tersebut digunakan analisis regresi linier berganda guna

mengkaji hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, yang dimana

diharapkan hasil dari analisis model bangkitan tersebut dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam peramalan jumlah bangkitan perjalanan di masa

mendatang.

2.2 Konsep Perencanaan Transportasi

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang

dari suatu tempat ke tempat lain, yang dimana dalam transportasi ada dua unsur

penting, yaitu permindahan/pergerakan dan secara fisik mengubah barang dan

penumpang ke tempat lain (Salim, 1993). Pergerakan transportasi tersebut

mempunyai pengaruh yang besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan

5

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

ekonomi dan sosial politik suatu negara, untuk itulah diperlukan suatu

perencanaan transportasi supaya dalam pergerakannya dapat berjalan dengan baik.

Perencanaan transportasi didefinisikan sebagai suatu proses yang

tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan

barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro,

1973).

Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan dan mengelola

evolusi titik keseimbangan ini sejalan dengan waktu sehingga kesejahteraan sosial

dapat dimaksimumkan (Tamin, 2008).

Sasaran dari perencanaan transportasi adalah menyediakan informasi yang

dibutuhkan untuk membuat suatu keputusan kapan dan dimana peningkatan harus

dilakukan pada sistem transportasi bersangkutan yang dengan demikian akan

menggalakkan perjalanan dan pola pengembangan lahan yang sejalan dengan

tujuan dan sasaran komunitas bersangkutan (Khisty dan Lall, 2005).

Ciri-ciri kajian perencanaan transportasi menurut Tamin (2008) ditandai

oleh adanya empat ciri penting, yaitu:

a. Multimoda

Multimoda adalah suatu kajian yang selalu melibatkan lebih dari satu moda

transportasi sebagai bahan kajian.

b. Multidisiplin

Multidisiplin adalah suatu kajian perencanaan transportasi yang melibatkan

banyak disiplin keilmuan karena aspek kajiannya sangat beragam, mulai dari

ciri pergerakan, pengguna jasa, sampai dengan sistem prasarana ataupun

sarana transportasi itu sendiri.

c. Multisektoral

Multisektoral adalah suatu kajian yang terkait oleh banyak lembaga atau

banyak pihak yang berkepentingan dengan kajian perencanaan transportasi.

d. Multimasalah

Dikatakan perencanaan transportasi berciri multimasalah karena kajian

perencanaan transportasi merupakan kajian multimoda, multidisiplin dan

multisektoral sehingga tentu saja menimbulkan multimasalah atau

permasalahan yang dihadapi mempunyai dimensi yang cukup beragam dan

6

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

luas, mulai dari yang berkaitan dengan aspek pengguna jasa, rekayasa,

operasional, ekonomi, sampai dengan aspek sosial.

2.3 Transportasi dan Tata Guna Lahan

Suatu kegiatan transportasi terjadi karena adanya aktivitas pada tiap

individu. Aktivitas tersebut di dalam transportasi dapat diwakili oleh adanya

fungsi tata guna suatu lahan. Individu melakukan perjalanan ke suatu lokasi atau

lahan dengan fungsi tertentu untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan

tertentu. Salah satu tujuan utama perencanaan setiap tata guna lahan dan sistem

transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara

aktivitas tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. (Blunden dan Black,

1981). Sedangkan hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat

dijelaskan dalam tiga konteks, yaitu:

a. Hubungan fisik dalam skala makro

Hubungan fisik dalam skala makro memiliki pengaruh jangka panjang dan

umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan.

b. Hubungan fisik dalam skala mikro

Hubungan fisik dalam skala mikro memiliki pengaruh jangka pendek dan

jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah

perkotaan.

c. Hubungan proses

Hubungan proses adalah bentuk hubungan yang berhubungan dengan aspek

hukum, administrasi keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang

pengaturan lahan dan pengembangan transportasi.

Pada model sistem tata guna lahan dan transportasi, model ini digunakan

untuk menggambarkan hubungan antara sistem tata guna lahan dan transportasi

secara kuantitatif. Ada enam konsep yang digunakan dalam hubungan sistem tata

guna lahan dan transportasi, yaitu:

a. Aksesibilitas

Menurut Tamin (2008), aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan

sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan

transportasi yang menghubungkannya. Sedangkan menurut Black (1981),

aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara

7

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dengan mudah atau

susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.

b. Bangkitan Perjalanan

Bangkitan perjalanan yaitu bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh

suatu tata guna lahan. Sebagai contoh suatu kota dipandang sebagai suatu

tempat dimana terjadi aktivitas-aktivitas atau sebagai suatu pola tata guna

lahan. Lokasi dimana aktivitas dilakukan akan mempengaruhi manusia, dan

aktivitas manusia akan mempengaruhi lokasi tempat aktivitas berlangsung.

Interaksi antar aktivitas terungkap dalam wujud pergerakan manusia, barang,

dan informasi (Khisty dan Lall, 2005). Pergerakan tersebut memerlukan

suatu transportasi untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

Hubungan yang sederhana antara penggunaan lahan dan transportasi akan

diperlihatkan dalam skema gambar berikut ini (Khisty dan Lall, 2005)

Gambar 2.1. Siklus tata guna lahan dan transportasiSumber: Khisty dan Lall (2005)

c. Distribusi Perjalanan

Distribusi perjalanan yaitu suatu pemodelan yang memperkirakan distribusi

suatu perjalanan yang meninggalkan suatu zona atau menuju suatu zona, dan

yang menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi,

serta arus lalu lintas, dimana ditribusi perjalanan ini dapat direpresentasikan

dalam bentuk garis keinginan (desire line) atau dalam bentuk Matriks Asal

Tujuan (Origin Destination Matrix).

8

Fasilitas Transportasi

Kebutuhan akan transportasi

PerjalananTata guna lahan

Nilai lahan

Aksesibilitas

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

d. Pemilihan Moda

Interaksi antara dua tata guna lahan akan menimbulkan suatu pergerakan,

dimana pergerakan tersebut membuat seseorang untuk menggunakan suatu

moda transportasi, seperti menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum,

dan dapat juga dengan berjalan kaki. Dalam pemilihan moda transportasi

sangat tergantung pada tingkat pendapatan, biaya transport, dan jarak yang

ditempuh.

e. Pemilihan Rute

Pemilihan rute terjadi ketika adanya pergerakan antara dua tata guna lahan

dengan menggunakan moda transportasi, yang dimana dalam pemilihan rute

ini tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, termurah, dan sebagainya.

f. Arus lalu lintas dinamis

Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus

lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh bertambah

karena kecepatan menurun (Tamin, 1997), dan sebaliknya, jika arus lalu

lintas menurun pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh berkurang karena

kecepatan meningkat.

2.4 Sistem Transportasi Makro

Sistem transportasi makro adalah suatu pendekatan secara sistem dari

transportasi yang digunakan untuk mendapatkan suatu pengertian yang lebih

mendalam dan usaha untuk mendapatkan alternatif-alternatif pemecahan masalah

yang baik. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecah menjadi

beberapa sistem transportasi secara mikro yang masing-masing saling terkait dan

saling mempengaruhi (Tamin, 2008). Sistem transportasi mikro tersebut terdiri

dari:

a. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi (Transport Demand)

Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri

dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain, yang

akan membutuhkan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,

sehingga bisa membangkitkan perjalanan dan menarik perjalanan.

9

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

b. Sistem jaringan atau sarana dan prasana transportasi (Transport Supply)

Pergerakan manusia dan/atau barang yang ditimbulkan oleh suatu tata guna

lahan tentu akan membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media

transportasi (prasarana). Bentuk prasarana transportasi meliputi sistem

jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, bandara dan pelabuhan.

c. Sistem Pergerakan atau lalulintas (Traffic Flow)

Sistem pergerakan atau lalulintas merupakan interaksi antara sistem kegiatan

dan fungsi tata guna lahan dengan sistem jaringan atau struktur jaringan jalan

yang ada, yang menghasilkan pergerakan arus lalulintas di jalan dengan

karakteristik yang berbeda-beda.

d. Sistem Kelembagaan atau institusi (Institutional Framework)

Sistem kelembagaan adalah suatu sistem yang meliputi individu, kelompok,

lembaga, dan instasi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung

maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut. Kelembagaan di

negara Republik Indonesia yang berkaitan dengan masalah tranportasi adalah

sebagai berikut:

- Sistem kegiatan

BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), BAPPEDA

(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), PEMDA (Pemerintah

Daerah).

- Sistem jaringan

Departemen Perhubungan (darat, laut, udara), Bina Marga.

- Sistem pergerakan

DLLAJR (Dinas Lalulintas Angkutan Jalan Raya), Organda (Organisasi

Angkutan Daerah), Polantas (Polisi Lalulintas).

Adapun hubungan antar sistem yang berkaitan dalam transportasi secara

umum dapat dilihat dapat Gambar 2.2.

10

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Gambar 2.2 Sistem transportasi makroSumber: Tamin (2008)

2.5 Konsep Pemodelan

Model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita.

Semua model adalah cerminan dari suatu penyederhanaan realita untuk tujuan

tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian dan peramalan. Sering kali

model dapat mencerminkan kondisi realita secara tepat. Tujuan dasar dari

pemodelan adalah untuk membantu mengerti cara kerja sistem, dan meramalkan

perubahan pada sistem pergerakan arus lalu lintas sebagai akibat perubahan pada

sistem tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi. Namun, semakin mirip

suatu model dengan keadaan realitanya, akan semakin sulit model itu dibuat.

Model yang canggih belum tentu merupakan model baik. Model yang lebih

sederhana lebih sesuai untuk tujuan, situasi, dan kondisi tertentu.

Beberapa bentuk model yang sering digunakan secara umum diantaranya

adalah:

a. Model fisik.

Model fisik adalah model yang digunakan untuk memberikan gambaran fisik

secara langsung tentang bentuk suatu realita dengan skala yang lebih kecil.

Contoh dari model fisik adalah maket bangunan arsitektur atau teknik sipil.

b. Model peta dan diagram atau grafis.

Model grafis adalah model yang menggunakan media garis (lurus dan

lengkung), gambar, warna, dan bentuk sebagai media penyampaian suatu

realita.

11

Sistem Kegiatan (Transport Demand)

Sistem Jaringan (Transport Supply)

Sistem Pergerakan (Traffic Flow)

Sistem Kelembagaan

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

c. Model statistik dan matematika.

Model statistika dan matematis adalah model yang menggunakan persamaan

atau fungsi matematika sebagai media penyampaian suatu realita dan yang

menerangkan beberapa aspek fisik, sosial ekonomi, dan model transportasi.

Hasil pemodelan merupakan alat bantu bagi para pengambil keputusan

dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, bukan sebagai penentu

kebijakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai faktor penting dari

spesifikasi model antara lain sebagai berikut:

a. Struktur Model

Model selalu mempunyai bentuk parameter untuk bisa menunjukkan aspek

struktural dari model tersebut, dan dengan metodologi yang sudah

berkembang sangat mungkin membentuk model dengan banyak peubah.

b. Bentuk Fungsional

Pemecahan dengan bentuk tidak linear akan dapat mencerminkan realita

secara lebih tepat, tetapi membutuhkan sumber daya dan teknik untuk proses

pengkalibrasian model tersebut.

c. Spesifikasi Peubah

Peubah yang digunakan serta hubungan antar peubah dalam suatu model

harus dipertimbangkan, sehingga diperlukan proses tertentu dalam

menentukan peubah yang dominan, antara lain dengan proses kalibrasi dan

pengabsahan

Pemodelan transportasi terbagi atas model empat tahap atau four stages

sequensial model yang dapat digambarkan secara diagram seperti Gambar 2.3.

12

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Gambar 2.3 Diagram four stages sequensial model Sumber: Tamin (2008)

2.5.1 Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

Bangkitan perjalanan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan

jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah

pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan (Tamin, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan sebagai berikut

(Warpani,1990):

a. Maksud perjalanan

Maksud perjalanan merupakan ciri khas sosial perjalanan.

b. Penghasilan keluarga

Penghasilan keluarga berkaitan dengan kepemilikan kendaraan, penghasilan

keluarga yang semakin besar cenderung meningkatkan kepemilikan

kendaraan.

c. Kepemilikan kendaraan

Data kepemilikan kendaraan biasanya diperoleh dari wawancara dirumah dan

dapat juga diperoleh dari pendaftaran kendaraan yang dilakukan oleh

berbagai instansi pemerintah atau lembaga masyarakat.

13

Bangkitan Perjalanan(Trip Generation )

Distribusi Perjalanan(Trip Distribution )

Pemilihan Moda(Moda Choice)

Pemilihan Rute(Trip Assignment)

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

d. Guna lahan di tempat asal

Faktor ini merupakan ciri khas dari serangkaian ciri khas fisik, karena guna

lahan di tempat asal tidak sama, maka variabel ini tidak tetap walaupun

penggunaan lahan bersifat tetap.

e. Jarak dari pusat kegiatan kota

Faktor jarak ini merupakan variabel tetap yang berlaku bagi lalulintas orag

maupun kendaraan. Faktor ini berkaitan erat dengan kerapatan penduduk dan

kepemilikan kendaraan.

f. Jauh/jarak perjalanan

Variabel ini merupakan variabel tetap dan tergantung pada macam sarana

moda perjalanan. Faktor ini sangat perlu diperhatikan dalam mengatur fungsi

lahan dan cenderung meminimumkan jarak serta menekan biaya bagi

lalulintas orang maupun kendaraan.

g. Moda perjalanan

Moda perjalanan dapat dikatakan sisi lain dari maksud perjalanan yang sering

digunakan untuk mengelompokkan macam perjalanan. Variabel ini tergolong

ciri khas fisik, tidak tetap dan merupakan fungsi dari variabel lain. Setiap

moda mempunyai tempat khusus dalam perangkutan kota serta mempunyai

beberapa keuntungan di samping sejumlah kekurangan.

h. Penggunaan kendaraan

Maksud dari penggunaan kendaraan adalah jenis moda apa yang digunakan

untuk maksud dan tujuan perjalanan.

i. Guna lahan di tempat tujuan

Faktor ini adalah ciri khas fisik yang terakhir yang pada hakekatnya sama saja

dengan guna lahan ditempat asal.

j. Waktu

Ciri khas terakhir adalah waktu, karena memegang peranan penting. Prosedur

umum adalah menentukan volume lalulintas dalam waktu 24 jam selama hari

kerja dan menentukan presentasi volume lalulintas tertentu pada jam padat,

dibandingkan dengan menelaah ciri khas perjalanan pada jam tertentu.

14

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Pada dasarnya bangkitan perjalanan dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu:

a. Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (Trip Production).

Adalah suatu perjalanan yang dihubungkan atau diawali dari kawasan

perumahan yang terletak di tata guna lahan tertentu. Kawasan yang

menghasilkan atau memproduksi perjalanan adalah kawasan pemukiman.

Perjalanan yang meninggalkan suatu lokasi (Trip Production) diilustrasikan

pada Gambar 2.4.a.

b. Lalu lintas yang menuju suatu lokasi (Trip Attraction).

Adalah suatu perjalanan yang dihubungkan dan berakhir tidak pada kawasan

perumahan pada tata guna lahan yang tertentu. Kawasan yang cenderung

menarik perjalanan adalah sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, tempat

rekreasi, hotel dan lain-lain. Perjalanan yang tiba pada suatu lokasi (Trip

Attraction) diilustrasikan pada Gambar 2.4.b. Produksi dan tarikan perjalanan

digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Produksi dan tarikan perjalananSumber: Wells (1975) dan Tamin (2008)

Model bangkitan perjalanan (Trip Generation) dibagi menjadi dua yaitu

Model Produksi perjalanan (Trip Production) dan Model Tarikan Perjalanan (Trip

Attraction). Tujuan mendasar dari pemodelan bangkitan perjalanan adalah

menghasilkan suatu model yang menghubungkan antara tata guna lahan dengan

jumlah perjalanan yang menuju ke suatu zona atau meninggalkan suatu zona.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemodelan bangkitan perjalanan tidak

hanya pergerakan manusia tetapi juga pergerakan barang.

Untuk menganalisis model-model tersebut dapat digunakan Metode

Analisis Regresi Linier dan Metode Analisis Kategori. Dalam penelitian ini

15

j

(a)Pergerakan yang

berasal dari zona i

(b)Pergerakan yang

menuju zona j

i

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

i

penulis menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda sebagai metode

analisis dalam pemodelan.

Bangkitan perjalanan harus dianalisis secara terpisah dengan tarikan

perjalanan, dengan tujuan akhirnya menaksir setepat mungkin bangkitan

perjalanan dan tarikan perjalanan pada masa sekarang yang akan digunakan untuk

meramalkan perjalanan atau pergerakan pada masa mendatang.

2.5.2 Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)

Distribusi perjalanan atau Trip Distribution dari suatu tata guna lahan ke

tata guna lahan yang lain terjadi karena suatu tata guna lahan tidak dapat

memenuhi semua kebutuhan penduduknya. Besarnya distribusi perjalanan dari

suatu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain dipengaruhi oleh adanya

pemisahan jarak yang menimbulkan hambatan perjalanan (trip impedance) yang

direprentasikan dengan nilai jarak, waktu dan biaya serta besarnya kemungkinan

untuk dapat memenuhi kebutuhan perjalanan tersebut. Distribusi perjalanan dapat

digambarkan seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Distribusi perjalananSumber: Tamin (2008)

Menurut Tamin (2008), model distribusi perjalanan yang dikembangkan

saat ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

1. Model Faktor Pertumbuhan (Growth Factor Model)

Model faktor pertumbuhan merupakan model distribusi perjalanan yang

hanya mempertimbangkan faktor pertumbuhan tanpa memperhitungkan

adanya perubahan aksesibilitas sistem jaringan transportasi (Tamin,2008).

Terdapat lima model faktor pertumbuhan yang dikembangkan saat ini, kelima

model tersebut adalah:

16

i jj

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

a. Model faktor pertumbuhan seragam (Uniform Growth Factor Model)

Model seragam adalah model tertua dan paling sederhana. Model ini

mengasumsikan untuk keseluruhan daerah kajian hanya ada satu nilai

tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengalikan semua perjalanan

pada saat sekarang untuk mendapatkan perjalanan dimasa datang. Model

ini tidak menjamin total perjalanan yang dibangkitkan pada tiap zona asal

dan total pergerakan yang terkait ke setiap zona tujuan akan sama dengan

total bangkitan dan tarikan yang diharapkan dimasa mendatang.

b. Model faktor pertumbuhan rata-rata (Average Growth Factor Model)

Model rata-rata adalah usaha pemodelan untuk mengatasi adanya tingkat

pertumbuhan daerah yang berbeda-beda. Metode ini menggunakan tingkat

pertumbuhan yang berbeda untuk tiap zona yang dihasilkan dari

peramalan tata guna lahan dan bangkitan lalulintas.

c. Model faktor pertumbuhan detroit (Detroit Growth Factor Model)

Model detroit dikembangkan bersamaan dengan pelaksanaan Detroit

Metropolitan Area Traffic Study. Proses perhitungan model detroit mirip

dengan model rata-rata, tetapi mempunyai asumsi bahwa: walaupun

jumlah pergerakan dari zona i meningkat sesuai dengan tingkat

pertumbuhan Ei, pergerakan ini harus juga disebarkan ke zona d

sebanding dengan Ed dibagi dengan tingkat pertumbuhan global (E).

d. Model faktor pertumbuhan fratar (Fratar Growth Factor Model)

Model fratar merupakan pengembangan dari model seragam dan model

rata-rata. Asumsi dasar dari model fratar adalah sebaran pergerakan dari

zona asal pada masa mendatang sebanding dengan sebaran pergerakan

pada masa sekarang dan sebaran pergerakan pada masa mendatang

dimodifikasi dengan nilai tingkat pertumbuhan zona tujuan pergerakan

tersebut.

e. Model faktor pertumbuhan furness (Furness Growth Factor Model)

Model Furness adalah model sederhana dan mudah digunakan. Pada

model ini, sebaranan pergerakan pada masa mendatang didapat dengan

mengalikan sebaran pergerakan pada saat sekarang dengan tingkat

17

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang digunakan secara

bergantian.

2. Model Gravitasi (Gravity Model)

Model gravitasi adalah model yang berasumsikan bahwa ciri bangkitan dan

tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya

populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas

(kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu ataupun biaya. Terdapat empat jenis

gravity model atau model gravitasi (GR), yaitu :

a. Tanpa batasan atau unconstrained-gravity (UCGR)

Model ini sedikitnya mempunyai 1 (satu) batasan, yaitu total pergerakan

yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan

dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam

arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan

total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap

bangkitan pergerakan.

b. Dengan batasan bangkitan atau production constrained (PCGR)

Pada model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus

sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Begitu

juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan

hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, tarikan

pergerakan tidak perlu sama.

c. Dengan batasan tarikan atau attraction constrained (ACGR)

Pada model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga

tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan

hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan

pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama.

d. Dengan batasan bangkitan tarikan atau production attraction constrained

(PACGR)

Pada model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama

dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan.

18

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

2.5.3 Pemilihan Moda (Moda Choice)

Besarnya pergerakan ditentukan oleh besarnya bangkitan setiap zona asal

dan tarikan setiap zona tujuan serta tingkat aksesibilitas sistem jaringan antar zona

yang biasanya dinyatakan dengan jarak, waktu, atau biaya. Akan tetapi, besarnya

pergerakan yang menggunakan moda transportasi tertentu belum dapat

terindentifikasi pada tahapan sebaran pergerakan. Untuk itu, dalam tahapan

pemilihan moda akan diidentifikasi besarnya pergerakan antar zona yang

menggunakan setiap moda transportasi tertentu.

Pemilihan moda menjadi salah satu model yang penting dalam

perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan oleh peran kunci dari angkutan

umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Moda angkutan umum

menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi.

Bentuk dari pemilihan moda dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pemilihan moda transportasiSumber: Tamin (2008)

Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang

akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan untuk meramalkan

pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas untuk masa mendatang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda adalah sebagai berikut:

a. Ciri pengguna jalan

Beberapa faktor berikut ini yang diyakini sangat mempengaruhi pemilihan

moda, yaitu:

- Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi, semakin tinggi pemilikan

kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan

umum;

- Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM);

19

i j

Angkutan pribadiAngkutan umum

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

- Struktur rumah tangga;

- Pendapatan, semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang

menggunakan kendaraan pribadi;

- Faktor lain, misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat kerja dana

keperluan mengantar anak sekolah.

b. Ciri pergerakan

Pemilihan moda juga akan sangat dipengaruhi oleh:

- Tujuan pergerakan

- Waktu terjadinya pergerakan

- Jarak pergerakan

c. Ciri fasilitas moda transportasi

Ciri fasilitas moda transportasi dikelompokan menjadi dua kategori,yaitu

faktor kuantitatif dan faktor kualitatif. Faktor kuantitatif seperti waktu

perjalanan (waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan

kaku ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain),

biaya transportasi, ketersediaan ruang dan tarif parkir. Sedangkan faktor

bersifat kualitatif cukup sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan dan

keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.

d. Ciri kota atau zona

Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari

pusat kota dan kepadatan penduduk.

Analisis pemilihan moda dapat dilakukan pada tahap yang berbeda-beda

dalam proses perencanaan dan pemodelan transportasi. Hal tersebut diilustrasikan

pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Alternatif posisi untuk analisis pemilihan modaSumber: Tamin (2000a, 2005)

20

Jenis I

G-MS

A

Jenis II

G

D

A

G-MS

D

A

Jenis III Jenis IV

G

D

A

MS

D MS

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Pemilihan moda sangat bervariasi, bergantung pada tujuan perencanaan

transportasi. Pada gambar di atas G adalah bangkitan perjalanan, MS adalah

pemilihan moda, D adalah sebaran pergerakan dan A adalah pemilihan rute. Pada

model jenis I, pergerakan yang menggunakan angkutan umum dan pribadi

dihitung secara terpisah dengan model bangkitan pergerakan, biasanya dengan

menggunakan model analisis regresi atau katagori.

Pada model jenis II, sering digunakan oleh banyak kajian untuk

perencanaan angkutan jalan raya, bukan angkutan umum. Oleh karena itu hal

terbaik yang harus dilakukan adalah mengabaikan pergerakan angkutan umum

dalam pemodelan sehingga proses sebaran pergerakan langsung terkonsentrasi

dalam pergerakan angkutan pribadi.

Pada model jenis III, mengkombinasikan model pemilihan moda dengan

dengan model gravity. Proses sebaran pergerakan dan pemilihan moda dilakukan

secara bersamaan.

Model jenis IV merupakan model yang sering digunakan. Model tersebut

menggunakan kurva diversi, persamaan regresi atau variasi model III. Model ini

selalu menggunakan nisbah atau selisih hambatan antara 2 moda yang bersaing.

2.5. 4 Pemilihan Rute (Trip Assignment)

Pemilihan rute perjalanan atau Trip Assignment dilakukan oleh setiap

pelaku perjalanan yang mencoba mencari rute terbaik masing-masing yang

meminimumkan biaya perjalanannya (misal:waktu), sehingga mereka mencoba

mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang

stabil. Informasi utama yang dibutuhkan dalam pemodelan pembebanan rute

adalah :

a. MAT yang menyatakan kebutuhan pergerakan.

b. Ciri jaringan yang berupa ruas serta perilakunya.

c. Prinsip atau pola pemilihan rute yang sesuai atau relevan dengan

permasalahan.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan rute, seperti waktu

tempuh, jarak, biaya (bahan bakar,dll), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang

dibutuhkan, jenis jalan raya, pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan,

dan kebiasaan pengguna jalan.

21

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Pemodelan pemilihan rute memiliki bermacam-macam jenis model,

diantaranya adalah Model all-or-nothing, Model Stokastik, Model Batasan-

Kapasitas, Model Keseimbangan, Keseimbangan Transportasi, dan Model Kurva

Diversi.

a. Model all-or-nothing

Model all-or-nothing adalah model paling sederhana yang mengasumsikan

bahwa proporsi pengendara dalam memilih rute yang diinginkan hanya

tergantung pada asumsi pribadi, ciri fisik setiap ruas jalan yang akan dilalui,

dan tidak tergantung pada tingkat kemacetan. Jika semua pengendara

memperkirakan biaya dengan cara yang sama, maka semua pengendara akan

memilih rute yang sama.

Gambar 2.8 Ilustrasi jaringan sederhana dan waktu tempuh.Sumber: Tamin (2008)

Ilustrasi pada Gambar 2.8 diatas menggambarkan rute yang bisa ditempuh

dari zona i menuju zona d. Dari ilustrasi diatas, jika digunakan metode all-or-

nothing maka rute tercepat yang dipilih adalah 1-3-4.

b. Model Stokastik

Model Stokastik masih mengabaikan hubungan antara arus dengan biaya,

tetapi telah menghitung variasi antara persepsi perseorangan terhadap waktu

tempuh. Perbedaan model stokastik dengan model all-or-nothing adalah

dalam model stokastik pemakai jalan disebarkan kepada beberapa memilihan

rute. Model stokastik terbagi menjadi beberapa model seperti Model Burrell,

Model Sakarovitch, Model Stokastik-proporsional, dan Model perilaku-

kebutuhan-akan-transportasi.

22

1 3 4

2

5

Zona i Zona d

(10) (10)

(15)

(20)

(10)(10) (10)

(20)

Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

c. Model Batasan-Kapasitas

Tingkat kemacetan, rute alternatif dan biayanya, ide pengendara sangat

membantu menentukan model pemilihan rute yang terbaik untuk kasus

tertentu. Pemodelan menggunakan faktor-faktor diatas disebut dengan model

batasan-kapasitas. Model batasan-kapasitas terbagi atas beberapa metode,

diantaranya metode all-or-nothing-berulang, pembebanan bertahap, metode

pembebanan stokastik dengan batasan kapasitas, metode pembebanan-

berulang, metode pembebanan kuntal, pembebanan banyak rute, dan

pembebanan peluang.

d. Model Keseimbangan

Model keseimbangan menggunakan prinsip keseimbang Wardrop (1952),

dengan asumsi dasar pemodelan ini adalah pada kondisi tidak macet, setiap

pengendara akan berusaha meminimumkan biaya perjalanannya dengan

beralih menggunakan rute alternatif. Biaya dari semua alternatif rute yang ada

diasumsikan diketahui secara implisit dalam pemodelan. Jika tidak satupun

pengendara dapat memeperkecil biaya tersebut, maka sistem dikatakan telah

mencapai kondisi seimbang.

e. Model Kurva Diversi

Kurva Diversi adalah kurva yang digunakan untuk memperkirakan arus

lalulintas yang tertarik ke jalan baru atau jalan dengan fasilitas baru. Sebagai

contoh, jika pada suatu daerah yang sudah memiliki jaringan jalan,dibuat

jalan baru yang paralel dengan waktu tempuh dan/atau biaya perjalanan yang

lebih rendah, maka pengendara cenderung menggunakan jalan baru tersebut.

Dalam hal ini sebaiknya digunakan Kurva Diversi.

2.6 Klasifikasi Hotel Berbintang

Berdasarkan UU Pariwisata No.10.2009, Perhimpunan Hotel dan Restoran

Indonesia (PHRI) ditunjuk sebagai lembaga yang mengklasifikasikan kelas hotel

di Indonesia. Klasifikasi dilakukan untuk menjaga kualitas dari hotel di Indonesia,

memberi informasi kepada konsumen mengenai hotel-hotel di Indonesia,

peningkatan kualitas produk hotel yang dimiliki dan memberikan perlindungan

bagi konsumen pengguna hotel.

23

Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Proses pengklasifikasian hotel diawali dengan hotel akan menentukan

klasifikasi kelas dari hotel itu sendiri sesuai dengan standar yang dimiliki PHRI.

Pihak hotel harus memenuhi standar penilaian tersebut dan pihak PHRI akan

menilai sesuai dengan form penilaian yang ada. Tabel klasifikasi hotel dari pihak

PHRI bisa dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rekapitulasi klasifikasi hotel berdasarkan PHRINO

GOLONGAN KELAS HOTEL

SKALA NILAI BINTANG

NILAI

MUTLAK TAMBAHAN MINIMAL1 BINTANG 5 148 - 175 74 74 1482 BINTANG 4 120 - 147 61 59 1203 BINTANG 3 92 - 119 48 44 924 BINTANG 2 64 - 91 35 31 645 BINTANG 1 36 - 63 22 14 366 MELATI < 35      

Sumber: PHRI (2012)

Nilai mutlak pada Tabel 2.1 merupakan nilai standar yang harus dipenuhi

oleh setiap hotel, sedangkan nilai tambahan adalah tambahan penilaian fasilitas

atau pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel. Nilai mutlak dan tambahan

tersebut dikomulatifkan menjadi hasil penilaian bagi hotel tersebut.

2.7 Analisis Regresi Linier

Analisis regresi linier adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk

mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model

analisis regresi linier dapat memodelkan hubungan antar dua peubah atau lebih.

Bentuk model analisis regresi linier yang paling sederhana ditunjukan

dengan suatu variabel tidak bebas dihubungkan dengan satu atau lebih variabel

bebas.

Y = a + bX (2.1)

Dimana, Y : Variabel tidak bebas

a : Konstanta regresi

b : Koefisien regresi

X : Variabel bebas

Nilai a dan b, dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini.

b=n∑ XY−¿ (∑ X )(∑ Y )

n∑ X2−(∑ X )2 ¿

24

Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

a=(∑Y )¿¿

Dimana, n : Jumlah pengamatan atau sampel

Y : Variabel tidak bebas

X : Variabel bebas

2.8 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah pengembangan lanjut dari analisis

regresi linier, secara khusus pada kasus yang memiliki lebih banyak variabel

bebas atau peubah bebas. Hal ini sangat diperlukan dalam realita yang

menunjukkan bahwa beberapa peubah tata guna lahan secara simultan

mempengaruhi bangkitan pergerakan. Berikut adalah contoh persamaan yang

diperoleh dari Metode Analisis Regresi Linier Berganda (Sudjana, 2005).

Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn

Dimana, Y : Variabel tidak bebas

a : Konstanta regresi

b1,...,bn : Koefisien regresi

X1,...,Xn : Variabel bebas

Apabila dalam pengamatan Y terdapat dua varibel bebas, maka persamaannya

akan menjadi:

Y = a + b1X1 + b2X2

Dimana, Y : Variabel tidak bebas

a : Konstanta regresi

b1,b2 : Koefisien regresi

X1,X2 : Variabel bebas

Untuk regresi berganda dengan dua variabel bebas, penyelesaiannya bisa

dilakukan sebagai berikut :

∑Y =a .n+b1 X1+b2 X2

∑Y X1=a∑ X1+b1∑ X12+b2∑ X1 X 2

∑ X2Y =a∑ X2+b1∑ X 1 X2+b2∑ X22

Dari ketiga persamaan tersebut dapat dihitung besaran a, b1 dan b2 dengan rumus

sebagai berikut :

25

Page 22: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

b1=(∑ x2

2) (∑ x1 y )−(∑ x1 x2 ) (∑ x2 y )(∑ x1

2) (∑ x2

2)−(∑ x1 x2 )2

b2=(∑ x1

2) (∑ x2 y )−(∑ x1 x2 ) (∑ x1 y )(∑ x1

2 ) (∑ x22 )−(∑ x1 x2)

2

a=Y−b1 X1−b2 X2

Sehingga regresi Y terhadap X dengan persamaan Y = a + b1X1 + b2X2 dapat

ditentukan. Apabila dalam pengamatan Y terdapat tiga varibel bebas, maka

persamaannya akan menjadi:

Y=a+b1 X1+b2 X2+b3 X 3

Penyelesaian persamaan dengan tiga variabel bebas, memiliki cara yang sama

dengan dua varibel bebas, namun dibutuhkan empat persamaan dalam

penyesaiannya.

Pemilihan model regresi linier berganda didasarkan pada uji statistik

yang dilakukan dengan koefisien kolerasi, uji F dan uji t.

Langkah-langkah yang dibutuhkan dalam analisis regresi linier berganda

tersebut, adalah sebagai berikut (digunakan contoh tiga variabel bebas) :

1. Mencari konstanta regresi (a) dan koefisien regresi (b1, b2, dan b3).

2. Mencari koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) serta jumlah

kuadrat penyimpangan/residu (JK residu), jumlah kuadrat regresi (JK

regresi), rata-rata kuadrat penyimpangan/residu.

3. Uji keberartian regresi linier berganda.

4. Uji keberartian koefisien regresi linier berganda.

Keempat langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Mencari konstanta regresi (a) dan koefisien regresi (b1, b2 dan b3)

a. Buatlah tabel untuk mempermudah pengerjaan analisis regresi linier

berganda, seperti tabel berikut

Tabel 2.2 Contoh pengerjaan analisis regresi linier bergandaNo Y X1 X2 X3 YX1 YX2 YX3 X1X2 X1X3 X2X3 X1

2 X22 X3

2 Y2

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1.

2.

26

Page 23: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

N.

N

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai dibawah ini :

∑ y❑2 =∑ Y ❑

2 −(∑ Y )2

n

∑ x12=∑ X1

2−(∑ X 1)

2

n

∑ x22=∑ X2

2−(∑ X2)

2

n

∑ x32=∑ X3

2−(∑ X3 )2

n

∑ x1 x2=∑ X1 X2−(∑ X 1) (∑ X2 )

n

∑ x1 x3=∑ X1 X3−(∑ X1) (∑ X3 )

n

∑ x2 x3=∑ X2 X3−(∑ X2 )(∑ X3 )

n

∑ x1 y=∑ X 1❑Y−

(∑ X1 ) (∑Y )❑

n

∑ x2 y=∑ X 2❑Y−

(∑ X2 ) (∑Y )❑

n)

∑ x3 y=∑ X3❑Y −

(∑ X3 ) (∑Y )❑

n)

b. Masukan nilai-nilai di atas ke dalam persamaan :

∑ x1 y=b1∑ x12+b2∑ x1 x2+b3∑ x1 x3)

∑ x2 y=b1∑ x1 x2+b2∑ x22+b3∑ x2 x3)

∑ x3 y=b1∑ x1 x3+b∑ x2 x3❑+b3∑ x3

2)

c. Dengan persamaan linier biasa, akan dapat dihitung:

Nilai korelasi b1, b2, b3 dan a=Y−b1 X1−b2 X2−b3 X3

Dalam menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda, terdapat

beberapa asumsi statistik yang harus diperhatikan (Tamin,200), diantaranya

adalah:

27

Page 24: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

a. Variabel tidak bebas adalah fungsi linier dari variabel bebas. Jika

hubungan tersebut tidak linier, data kadang-kadang ditransformasikan

menjadi linier.

b. Variabel bebas mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang

didapat dari hasil survai tanpa kesalahan.

c. Tidak ada korelasi atau hubungan antar variabel bebas.

d. Nilai variabel tidak bebas harus didistribusikan normal atau mendekati.

e. Variasi dari variabel tidak bebas terhadap Garis Regresi adalah sama untuk

seluruh nilai variabel tidak bebas

2. Mencari koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (r2), JK reg,

JK res, S2y.123

a. Koefisien Korelasi (r)

Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui dekat tidaknya hubungan

antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Koefisien korelasi

ganda (r) dapat dihitung dengan rumus :

r=√ b1∑ x1 y+b2∑ x2 y+b3∑ x3 y

∑ y2)

Nilai r mempunyai interval antara +1 sampai dengan -1, dapat dituliskan -

1< r < +1. Untuk r = +1 merupakan hubungan positif sempurna dan

hubungan sangat tinggi. Untuk r = -1 disebut hubungan negatif sempurna

dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi. Nilai r dapat diuraikan

pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Interpretasi dari nilai r

r Interpretasi0

0,01 – 0,200,21 – 0,400,41 – 0,600,61 – 0,800,81 – 0,90

1

Tidak berkorelasiSangat Rendah

RendahAgak Rendah

CukupTinggi

Sangat TinggiSumber: Sudjana (2005)

b. Koefiesien Determinasi Berganda (R2)

28

Page 25: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Koefisien determinasi berganda atau R2 adalah besaran yang biasanya

digunakan untuk melihat apakah suatu model regresi yang dicocokkan

sudah memadai. Besaran hanya menunjukkan proporsi variasi total dan

respon Y yang diterapkan oleh model yang dicocokkan. Besaran R2 x

100% menyatakan persentase variasi yang diterangkan oleh model yang

dirumuskan. Akar R2 disebut koefisien korelasi berganda antara Y dengan

kelompok variabel bebas X1, X2, X3,.... Xn ini dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana model regresi yang dibangun mampu menjelaskan perubahan

variabel tidak bebas (Y) berdasarkan variabel yang bebas (X) yang ada

dalam model (Sudjana,2005).

R2= JK regJK tot )

Dimana:JK reg = Jumlah kuadrat regresi

= b1x1y + b2x2y + ..........+ bnxny

JK tot = Jumlah kuadrat total

= ∑ y2=∑ Y−¿¿¿¿¿

c. Jumlah kuadrat regresi ( JK reg) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

JK reg=b1∑ x1 y+b2∑ x2 y+b3∑ x3 y)

d. Jumlah kuadrat penyimpangan/ residu ( JK res) dapat dihitung dengan

rumus:

JK res=∑ y2−JK reg)

e. Rata-rata kuadrat penyimpangan/ residu (Sy2 123) dihitung dengan rumus:

Sy2= JK resN−k−1)

Dimana :

N : Jumlah pengamatan/ sampel

k : Jumlah varibel bebas

3. Uji keberartian regresi linier berganda

Uji keberartian regresi linier berganda ini dimaksudkan untuk meyakinkan,

apakah model regresi yang diperoleh berdasarkan penelitian ada artinya

29

Page 26: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

apabila dipakai untuk membuat kesimpulan mengenai perpautan sejumlah

variabel yang sedang dihipotesa.

Buat hipotesa awal (H0) dan hipotesa alternatif (H1):

H 0 :θ1=θ2=θ3=0

Maksudnya bahwa ketiga variabel bebas secara keseluruhan tidak

memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.

H 1=θ1≠ 0

Maksudnya bahwa paling sedikit ada 1 variabel bebas yang memberikan

pengaruh terhadap variabel terikatnya.

Untuk pengujian dilakukan dengan F-test, dengan mengambil tingkat

keberartian 95% (α = 0,05) berarti kira-kira 5 dari 100. Jadi kesimpulannya

bahwa kita menolak hipotesa yang seharusnya diterima. Dengan kata lain,

bahwa kira-kira 95% yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang

benar. Rumus yang digunakan dalam F-test adalah:

F reg= JK reg /kJK res/(n−k−1)

)

Nilai F kritis didapat dari tabel berdasarkan jumlah prediktor (k) lawan (n-k-

1) pada taraf signifikan 95% (α = 0,05). Jika F reg > F kritis, berarti menolak

H0, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan awal bahwa Model Regresi

Linier Berganda tersebut berarti dan dapat dipergunakan untuk membuat

kesimpulan mengenai hubungan antara variabel-variabelnya, demikian

sebaliknya.

4. Uji keberartian koefisien regresi linier berganda

Untuk mengetahui bagaimana keberartian adanya setiap variabel bebas dalam

regresi linier berganda, diperlukan uji keberartian koefisien regresi linier

berganda ini.

Buat hipotesa awal (H0) dan hipotesa alternatif ( H1):

H 0 :θ1=θ2=θ3=0

Maksudnya bahwa ketiga koefisien variabel bebas secara parsial individual

tidak memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.

H 1:θ1≠ 0 , θ2≠ 0 , θ3 ≠ 0

30

Page 27: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Maksudnya bahwa 1 atau 2 atau ketiga koefisien variabel bebas secara parsial

individual memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.

Rumus-rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

Matrik Korelasi

r=[r11 r12 r 13

r21 r22 r 23

r31 r32 r 33]

R=[ 1 r12 r13

r21 1 r23

r31 r32 1 ] Dimana koefisien korelasi dari suatu variabel dirinya sendiri selalu 1.

r12=∑ x1 x2

√∑ x12∑ x2

2 )

r13=∑ x1 x3

√∑ x12∑ x3

2 )

r23=∑ x2 x3

√∑ x22∑ x3

2 )

Kemudian masukan nilai r12, r21, r13, r31, r23, r32 kedalam matrik r di atas,

inverskan matrik r tersebut menjadi r’ untuk mendapatkan r11, r22, r33

masukkan nilai-nilai tersebut ke dalam rumus berikut:

r12=1− 1

r11)

r22=1− 1

r22)

r32=1− 1

r33)

Kemudian masukkan nilai-nilai tersebut kedalam persamaan berikut.

Sa1=√ S2 y .123∑ x1

2(1−r12)

)

Sa2=√ S2 y .123∑ x2

2(1−r22)

)

31

Page 28: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

Sa3=√ S2 y .123∑ x3

2(1−r32)

)

Untuk pengujian dilakukan t-test, dengan mengambil tingkat keberartian 95%

(α = 0,05) berarti kira-kira 5 dari 100 kesimpulan menolak hipotesa yang

seharusnya diterima. Dengan kata lain bahwa kira-kira 95% diyakini telah

membuat kesimpulan yang benar. Rumus yang digunakan t-test adalah :

|t 1|=| a1

Sa1|)

|t 2|=| a2

Sa2|)

|t 3|=| a3

Sa3|)

Jika |t 1|,|t2|,|t 3| > t kritis berarti menolak H0 sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa semua koefisien regresi linear berganda tersebut adalah

berarti dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Dengan kata lain,

bahwa variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikatnya, demikian

sebaliknya.

5. Metode kuadrat terkecil untuk regresi linier

Cara kuadrat terkecil berpangkal pada kenyataan bahwa pangkat dua daripada

jarak antara titik-titik dengan garis regresi yang sedang dicari harus sekecil

mungkin. Dari sebuah persamaan regresi Y = a + bX dicari nilai a dan b

menggunakan rumus berikut:

a=(∑Y i ) (∑ X i

2 )−(∑ X i ) (∑ X iY i)n∑ X i

2−¿¿¿)b=

n∑ X iY i−(∑ X i) (∑Y i )n∑ X i

2−¿¿¿)

2.9 Metode Pengolahan Data dengan Program SPSS

Dalam Program SPSS menyediakan berbagai metode perhitungan

persamaan regresi linier berganda dengan banyak variabel, seperti Forward

Elimination, Stepwise Method dan Bakward Elimination.

32

Page 29: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

1. Bakward Elimination

Metode Bakward Elimination dimulai dengan memasukan semua variabel,

kemudian dilakukan analisis dan variabel yang tidak layak masuk dalam

regresi dikeluarkan satu per satu. Dengan demikian, setelah melewati

beberapa tahap, variabel bebas yang layak dimasukkan dalam model regresi.

2. Forward Elimination

Metode ini hampir sama dengan prosedur Bakward, hanya di sini variabel

bebas dimasukkan tidak sekaligus, namun satu per satu. Dari beberapa

variabel hanya variabel yang layak yang akan dimasukkan dalam model

regresi.

3. Stepwise Method

Metode Stepwise adalah salah satu metode yang sering dipakai dalam analisis

regresi. Metode ini hampir sama dengan prosedur forward, hanya di sini

variabel yang telah dimasukkan dalam model regresi dapat dikeluarkan lagi

dari model. Metode ini dimulai dengan memasukkan variabel bebas yang

memiliki korelasi paling kuat dengan variabel dependen (variabel terikat).

Kemudian setiap kali pemasukan variabel bebas lain, dilakukan pengujian

untuk tetap memasukkan variabel bebas atau mengeluarkannya.

2.10 Tinjauan Terhadap Studi yang Pernah Dilakukan

Hadus (2006), menganalisis mengenai Bangkitan Perjalanan Berbasis

Hotel Di Kawasan Kuta Selatan, Studi Kasus Hotel Bintang Lima. Studi ini

dilakukan untuk meneliti jumlah kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan

yang berguna sebagai hotel di Kuta Selatan dengan jenis kendaraan ringan,

kendaraan berat, sepeda motor dan kendaraan tak bermotor. Dari analisis dan

pembahasan dapat ditarik kesimpulan yang menyatakan bahwa:

1. Faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi produksi perjalanan dan tarikan

perjalanan pada hotel bintang lima di kawasan Kuta Selatan adalah:

a. Faktor signifikan yang mempengaruhi untuk produksi 10 jam adalah

variabel luas area total (X2) dan luas parkir (X3)

33

Page 30: Bab II Tinjauan Pustaka 3 (Sanur)

b. Faktor signifikan yang mempengaruhi untuk tarikan 10 jam adalah

variabel jumlah kamar (X4)

2. Model produksi dan tarikan perjalanan dengan metode analisis regresi

berbasis hotel untuk masing-masing jam sibuk menghasilkan persamaan

sebagai berikut:

a. Model regresi untuk produksi 10 jam:

Y24 = 45,550 + 0,001607 X2 + 0,005456 X3

b. Model regresi untuk tarikan 10 jam:

Y14 = 34,992 + 0,510 X4

3. Besarnya produksi dan tarikan perjalanan pada hotel bintang lima dikawasan

Kuta Selatan untuk sepuluh tahun mendatang:

a. Produksi perjalanan 10 jam untuk sepuluh tahun yang akan datang akan

bertambah sebesar 1989,68 kendaraan per 10 jam.

b. Tarikan perjalanan 10 jam untuk sepuluh tahun yang akan datang akan

bertambah sebesar 2811,348 kendaraan per 10 jam.

34