Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang
disebut dengan hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima
kategori kebutuhan dasar, yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis (physiologic Needs)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kubutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman). Nutrisi
(makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal,
istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safety and Security
Needs)
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi
perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik
meliputi perlindungan atas ancaman tubuh atau hidup. Ancaman
tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan
dan sebagainya. Perlindungan psikologis yaitu perlindungan atas
ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya,
kekhawatiran yang dialami seseorang ketika pertama kali masuk
sekolah karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi
dengan orang lain dan sebagainya.
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and
Belonging Needs)
Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki antara lain memberi
dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga,
memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial dan sebagainya.
8
d. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)
Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang
lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan
kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri.
Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Needs for Self Actualization)
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dalam
Hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada
orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya
(Haswita dan Sulistiyowati R, 2017).
2. Konsep Kebutuhan Dasar Aktivitas
Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatan seseorang
berdasarkan kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar manusia yang
diharapkan oleh setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi
berdiri, berjalan, bekerja dan sebagainya. Dengan beraktivitas tubuh
akan menjadi sehat, seluruh sistem tubuh dapat berfungsi dengan baik
dan metabolisme tubuh dapat optimal. Disamping itu, kemampuan
bergerak (mobilisasi) juga dapat mempengaruhi harga diri dan citra
tubuh. Dalam hal ini, kemampuan aktivitas tubuh tidak lepas dari
sistem muskuloskeletal dan persarafan yang adekuat. ( Haswita dan
Sulistyowati R, 2017).
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Aktivitas adalah
kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik merupakan
suatu aktivitas.
Menurut WHO 2008, Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang
dihasilkan otot rangka yang memerlukan suatu pengeluaran energi.
Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi salah satu faktor independen
dalam suatu penyakit kronis yang menyebabkan kematian secara
9
global. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Aktivitas Fisik merupakan
kegiatan atau keaktifan dari gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi dengan melibatkan
sistem muskuloskeletal otot dan tulang serta sistem persarafan.
3. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas
Menurut Haswita dan Sulistyowati, 2017, Sistem tubuh yang
berperan dalam aktivitas adalah sistem muskuloskelatal dan sistem
persarafan.
a) Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang (rangka), otot dan sendi.
Gabungan dari tiga organ tersebut yang dapat menyebabkan
terjadinya aktivitas dan pergerakan.
1) Tulang (Rangka)
Secara umum fungsi dari tulang (rangka) adalah sebagai berikut:
a. Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada
tubuh (postur tubuh)
b. Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru,
hati dan medulla spinalis
c. Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga
ligament
d. Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.
e. Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah)
2) Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi di
klasifikasikan sesuai dengan struktur dengan tingkat
mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sinostatik,
kartilago gonus, fibrosa dan sinovial.
a) Sendi sinostatik
10
Mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada
pergerakan pada sendi ini, dan jaringan tulang yang dibentuk
di antara tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Contoh
klasik tipe sendi ini adalah sacrum, pada sendi vertebra.
b) Sendi kartilagus atau sendi sinkondrodial
Memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago
dapat ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
c) Sendi fibrosa atau sendi sisdosmodial
Adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligament atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan
jumlah terbatas. Misalnya, sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) adalah sendi sindesmotik
d) Sendi sinovial
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang
dapat digerakkan secara bebas karena permukaan tulang yang
berdekatan dilapisi dengan kartilago artikular dan
dihubungkan oleh ligament sejajar dengan membaran
sinovial. Tipe lain dari sendi sinovial adalah sendi ball-and-
socket seperti sendi pinggul dan sendi hinge seperti sendi
interfalang pada jari. (Andri & Wahid, 2016)
3) Otot
Menurut Andri & Wahid (2016), Gerakan tulang dan sendi
merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara hati-hati
untuk mencapai koordinasi. Otot skelet, karena kemampuannya
untuk berkontraksi dan berelaksasi, merupakan elemen kerja
dari pergerakan. Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh
struktur anatomis dan ikatannya pada skelet. Kontraksi otot
11
dirangsang oleh impuls elektrokimia yang berjalan dari saraf ke
otot melalui sambungan mioneural. Impuls elektrokimia
menyebabkan aktin tipis yang mengandung filamen. menjadi
memendek, kemudian otot berkontraksi. Adanya stimulus
tersebut membuat otot relaksasi.
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), Ada dua tipe kontraksi
otot yaitu:
a. Isotonik, jenis kontraksi ini tidak terjadi pemendekan otot
selama kontraksi, karena tidak memerlukan sliding myofibril,
tetapi terjadi secara paksa. Misalnya, saat kita mengangkat
barang sangat berat, mendorong meja, dengan tangan lurus
sehingga terjadu tegangan.
b. Isometrik, kontraksi isotonik adalah kontraksi dimana terjadi
pemendekan otot teatapi tegangan pada otot tetap konstan.
Kontraksi ini memerlukan energi yang besar. Contoh jenis
kontraksi ini adalah saat mengangkat beban menggunakan
otot bisep, branchii, kegiatan makan, menyisir, dan lainnya.
b) Sistem Persarafan
Secara spesifik, sistem persarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima rangsangan dari
luar kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat
2) Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian
tubuh satu ke bagian tubuh lainnya
3) Sistem saraf pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan
kemudian memberikan respon melalui saraf eferen.
4) Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian
meneruskan ke otot rangka. (Haswita & Sulistyowati, 2017)
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas
Menurut Andri & Wahid (2016), Faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas adalah, sebagai berikut:
12
a) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
b) Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas karena
mengganggu fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang
menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan
pada bagian ektremitas bawah.
c) Kebudayaan
Kebudayaan kemampuan melakukan aktivitas dapat juga
dipengaruhi oleh kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang
memiliki budaya sering jalan jauh memiliki kemampuan mobilitas
yang kuat, sebaliknya yang mengalami gangguan mobilitas (sakit)
karena adat atau budaya tertentu yang melarang untuk beraktivitas.
d) Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan aktivitas. Karena, bila
ingin melakukan aktivitas yang baik tentu tubuh harus memiliki
energi yang cukup untuk memenuhinya karena bila energi kurang
maka aktivitas yang bisa kita lakukan juga tidak akan baik.
e) Usia dan Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan aktivitas pada masing-masing usia
tentu berbeda. Karena, kemampuan dan kematangan alat fungsi
gerak sejalan dengan perkembangan usia. Sebagai contoh, dari
mulai bayi kita belum bisa berjalan sampai bisa berjalan pada usia
1-2 tahun. Hal itu yang membuktikan bahwa usia mempengaruhi
aktivitas.
5. Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk mempertahankan atau menyelasaikan aktivitas
13
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. (Nanda
Klasifikasi 2015-2017)
6. Batasan Karakteristik
Menurut Nanda, klasifikasi (2015-2017) batasan karakteristik yang
khas pada klien dengan intoleransi aktivitas adalah
a. Dispnea setelah beraktivitas
b. Keletihan
c. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
d. Perubahn elektrokardiogram (EKG) seperti, aritmia, abnormalitas
konduksi dan iskemia.
e. Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
f. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
g. Menyatakan merasa letih
h. Menyatakan merasa lemah
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016),
batasan karakterisktik meliputi, gejala mayor dan gejala minor, yaitu:
a. Gejala dan Tanda Mayor:
1. Mengeluh lelah
2. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
b. Gejala dan Tanda Minor:
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
4. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
5. Gambaran EKG menunjukkan aritmia
6. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
7. Sianosis
14
7. Faktor yang Berhubungan
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan umum
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
8. Kondisi Klinis Terkait
Menurut SDKI (2016), Kondisi klinis yang dapat mengakibatkan
masalah intoleransi aktivitas yaitu:
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
d) Penyakit katup jantung
e) Aritmia
f) PPOK
g) Gangguan Metabolik
h) Gangguan Muskuloskeletal
i) Gagal ginjal kronis
j) Thalasemia
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien.
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh
karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan
kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan diagnosis
15
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu yang sesuai dengan standar praktik yang telah
ditentukan oleh American Nurse Association (ANA).
Pada pengkajian terdapat dua tipe data, yaitu data subjektif dan
data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatka dari klien
sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data
tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi
melalui suatu interaksi atau wawancara dengan klien. Data subjektif
diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan,
dan ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif adalah
data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini
diperoleh melalui kepekaan perawat (senses) selama melakukan
pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT (hearing,
touch/taste). Yang termasuk data objektif adalah frekuensi
pernapasan, tekanan darah, adanya edema dan berat badan. Tahap
pengkajian untuk memperoleh data dapat dibedakan berdasarkan
sumber yang dilakukan pengkajian. Bila sumber adalah klien secara
langsung disebut autoanamnesa sedangkan bila data diperoleh dari
keluarga dikarenakan klien tidak sadar atau gangguan verbal disebut
alloanamnesa.
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas
seperti pada intoleransi aktivitas meliputi:
1. Identitas Klien
Identitas klien (meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no
MR, dan diagnose medis)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan seseorang mencari pertolongan.
Keluhan utama yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien infrak
miokard akut adalah dispnea (sesak napas) pada saat/setelah
beraktivitas, kelelahan dan kelemahan fisik.
16
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian Riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan
utama pada klien dengan gangguan intoleransi aktivitas adalah
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat dalam melakukan
aktivitas, daerah dan lamanya terjadi gangguan aktivitas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan
mengkaji apakah pernah menderita gangguan aktivitas khususnya
intoleransi aktivitas. Jika pernah, disebabkan oleh penyakit apa
misalnya seperti gangguan kardiovaskuler (gagal jantung, infark
miokard), gangguan pernapasan (asma, PPOK).
5. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Kardiovaskuler (/KMB Sistem Kardiovaskular, M.
Asikin dkk 2017)
Gejala :
1. Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup tidak
menetap, jadwal olahraga tidak teratur
2. Riwayat infrak miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner,
GJK, hipertensi, DM, hiperkolestrolemia
3. Riwayat mengejan saat buang air besar dan kejadian pingsan
saat buang air besar
4. Nyeri dada yang tidak hilang dengan istirahat, lokasi nyeri
biasanya di anterior dada, termasuk nyeri substernal dan
prekordium yang dapat menyebar ke lengan, dagu, dan wajah
Tanda :
1. Takikardi, dipsnea dan nyeri dada saat istirahat atau
beraktivitas, mudah lelah
2. TD normal, meningkat, atau menurun; mungkin terjadi
postural drainase
17
3. Denyut nadi normal, kuat, atau lemah atau nyaris tidak teraba
dengan pengisian kapiler yang lambat
4. Bunyi jantung : terdapat bunyi S3 dan S4 yang mengidikasi
kondisi patologis, misalnya gagal jantung, penururunan
kontraktilitas atau daya regang ventrikel jantung
5. Murmur menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilaris
6. Fiction rub dicurigau menandakan adanya perikarditis
7. Edema : tanda dari distensi vena jugularis, edema perifer,
edema dependen, edema umum
8. Tugor kulit lambat, kering, atau lembab serta penurunan
keluaran urin
b) Sistem Pernapasan
Gejala :
1. Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal
2. Batuk dengan/tanpa sputum
3. Riwayat penyalit paru kronis
4. Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau
medikasi
Tanda :
1. Pernapasan takipnea, napas dangkal, pernapasan laboral,
penggunaan otot aksesori
2. Pernafasan nasal faring
3. Batuk kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan tanpa sputum
4. Sputum, mungkin bercampur darah, merah muda/berbuih,
edema pulmonal
5. Bunyi napas ; mungkin tidak terdengar dengan krakels
banner dan mengi
18
6. Fungsi mental; mungkin menurun, letargik, kegelisahan,
warna kulit pucat sianosis
c) Aktivitas/istirahat
Gejala :
1. Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari
2. Insomnia
3. Nyeri dada dengan aktivitas
4. Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda :
1. Gelisah,
2. Perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada
aktivitas
Pada laporan tugas akhir ini, selain pengkajian umum terdapat
pengkjian khusus tentang aktivitas, meliputi:
a) Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada kaki dan tangan
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan,
kelelahan atau spastic.
b) Kesejajaran Tubuh
Pemeriksaan kesejajaran tubuh bertujuan untuk mengidentifikasi
perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan
normal, hal-hal yang perlu dipelajari untuk mempertahankan
postur tubuh yang baik, faktor yang menyebabkan postur tubuh
yang buruk (misal, kelelahan, harga diri rendah) serta
kelemahan otot atau kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, anterior
dan posterior yang berguna untuk mengamati klien tentang:
a. Bahu dan pinggul sejajar
19
b. Jari-jari kaki mengarah ke depan
c. Tulang belakang lurus tidak melengkung ke sisi yang lain
c) Gaya Berjalan
Pengkajian cara berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi
kemampuan klien dena resiko cedera akibat jatuh. Hal ini
dilakukan dengan meminta klien berjalan sejauh ±10 kaki di
dalam ruangan, kemudian amati hal-hal berikut:
a. Kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
b. Tumit menyentuh tanah lebih dulu daripada jari kaki
c. Kaki dorsofleksi pada fase ayunan
d. Lengan mengayun ke depan bersamaan dengan ayunan kaki
di sisi yang berlawanan
e. Gaya berjalan halus, terkoordinasi dan berirama, ayunan
tubuh dari sisi ke sisi minimal dan tubuh bergerak lurud ke
depan dan gerakan dimulai dan diakhiri dengan santai
Pengkajian ini memungkinkan perawat untuk mengetahui
keseimbangan, postur, keamanan dan kemampuan berjalan
tanpa bantuan.
1) Kategori tingkat kemampuan
Tabel 2.1 Tabel Kategori Tingkat Kemampuan
Tingkat Aktivitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain dan peralatan
Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
Sumber : (Andri & Wahid, 2016)
20
2) Kemampuan rentang gerak
Tabel 2.2 Tabel Kemampuan Rentang Gerak
Gerak sendi Derajat rentang gerak
Bahu:
Adduksi: gerakan lengan ke lateral
dari posisi samping keatas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh
180
Siku:
Fleksi: angkat lengan bawah kearah
depan dan kearah atas menuju bahu
150
Pergelangan Tangan:
Fleksi: tekuk jari-jari tangan kea rah
bagian dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi:luruskan pergelangan tangan
dari posisi fleksi
80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan
kea rah belakang sejauh mungkin
70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan
ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas
0-20
Adduksi:tekuk pergelangan tangan
kea rah kelingking. Telapak tangan
menghadap ke atas
30-50
Tangan dan Jari:
Fleksi : buat kepalan tangan
90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan
kebelakang sejauh mungkin
30
Abduksi: kembangakan jari tangan
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan
dari posisi abduksi
20
20
Sumber : (Andri & Wahid, 2016)
d) Penampilan dan Pergerakan Sendi
21
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi serta pengkajian
rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji
antara lain:
a. Adanya kemerahan atau pergerakan sendi
b. Adanya deformitas
c. Perkembangan otot yang terkait dengan masing-masing sendi
d. Adanya nyeri tekan
e. Krepitasi
f. Peningkatan temperature disekitar sendi
g. Derajat gerak sendi
Menurut carpenito dalam Wahyudi 2016, terdapat tiga rentang
gerak yaitu:
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang
lain secara pasif, misalnya perawat menganggkat kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktivitas yang diperlukan
e) Kemampuan dan Keterbatasan Gerak
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang
adanya indikasi rintangan dan keterbatasan pada pergerakan
klien dan kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang
perlu di kaji adalah:
22
a. Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan untuk
bergerak
b. Adanya hambatan dalam bergerak (misal, terpasang selang
infuse, gips yang berat dan ketakutan untuk bergerak)
c. Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti
petunjuk
d. Keseimbangan dan koordinasi klien
e. Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat
f. Derajat kenyamanan klien
c. Penglihatan
f) Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan pada sistem pernapasan, antara lain: suara napas,
analisa gas darah, gerakan dinding thorak, adanya nyeri pada
saat respirasi, mukus, batuk yang produktif di ikuti panas. Pada
sistem kardiovaskuler seperti nadi, tekanan darah, gangguan
sirkulasi perifer, adanya thrombus, serta perubahan tanda vital
setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
Pengkajian pada toleransi aktivitas ini juga dapat bermanfaat
untuk membantu meningkatkan kemandirian klien yang
mengalami gangguan kardiovaskuler dan respiratorik, tidur tidak
mencukupi, nyeri, depresi atau kurang motivasi. Alat ukur yang
bisa digunakan adalah frekuensi, kekuatan, dan irama denyut
jantung. Frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan serta
tekanan darah yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk
gangguan intoleransi aktivitas. (Andri & Wahid, 2016)
23
g) Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan
dengan:
Tabel 2.3 Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Skala Presentase Kekuatan
Normal
Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan
menahan tahanan penuh
Sumber : (Andri & Wahid, 2016)
h) Perubahan Fisiologis
Menurut Andri & Wahid (2016), Perubahan yang dapat
terjadi pada klien dengan gangguan aktivitas seperti pada
intoleransi aktivitas adalah:
1. Sistem Metabolik
Ketika mengkaji fungsi metabolik, perawat menggunakan
pengukuran antropometrik untuk mengvaluasi atrofi otot,
menggunakan pencatatan asupan dan haluran serta data
laboratorium untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit,
maupun kadar serum protein, penyembuhan luka dan pola
evaluasi klien untuk melihat perubahan fungsi
24
gastrointestinal yang bisa menyebabkan intoleransi
aktivitas.
2. Sistem Respiratori
Pengkajian sistem respiratori minimal harus dilakukan
setiap dua jam pada klien gangguan aktivitas. Perawat
melakukan inspeksi pergerakan dinding dada selama
siklus pernapasan inspirasi/ekspirasi penuh, jika ada
atelaksis, gerakan dadanya asimetris. Kemudian auskultasi
semua area paru untuk mengidentifikasi suara napas,
crackles atau wheezing pada klien intoleransi aktivitas.
3. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien intoleransi aktivitas perlu dilakukan
pemantauan tekanan darah, nadi apek maupun nadi
perifer, observasi tanda-tanda adanaya statis vena
(misalnya, oedema dan penyembuhan luka yang buruk).
Pada klien yang berumur diatas 40 tahun biasanya bunyi
jantung tiga (gallop) bisa terdengar pada nadi apek dan
merupakan indikasi penyakit gangguan kardiovaskuler
yaitu gagal jantung kongestif atau congestive heart failure.
Kaji adanya oedema pada sacrum, tungkai dan kaki.
Mengkaji sistem vena karena thrombosis vena yang dapat
membahayakan pada klien gangguan intoleransi aktivitas.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pada klien yang mengalami intoleransi aktivitas lama akan
cenderung takut dan dapat menyebabkan muskuloskeletal
pada tubuhnya terganggu. Pengkajian yang pertama kali di
lakukan meliputi penurunan tonus otot, kehilangan massa
otot dan kontraktur. Pengkajian rentang gerak untuk
melihat gerakan sendi.
5. Sistem Integumen
25
Mengkaji kulit klien terhadap tanda-tanda kerusakan
integritas kulit. Kulit harus di observasi ketika klien
bergerak. Perhatikan kebersihannya, atau pemenuhan
eliminasinya. Pengkajian dilakukan minimal setiap dua
jam sekali, hal ini perlu dilakukan pada klien intoleransi
aktivitas yang mengalami tirah baring dalam waktu lama.
6. Sistem Eliminasi
Evaluasi intake dan output cairan selama 24 jam, dehidrasi
(meningkatkan resiko kerusakan kulit, pembentukan
thrombus, infeksi pernapasan, dan konstipasi)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI (2016).
Menurut M. Asikin dkk (2017) diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan infrak miokard yaitu :
a. Nyeri akut b.d hipoksia miokard (oklusi arteri koroner)
b. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan
konduksi elektrikal; penurunan preload dan peningkatan resistensi
vaskular sistemik; infrak atau diskinetik jantung
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik miokard
d. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Sesuai dengan judul yang penulis ambil, pada laporan tugas akhir ini
diagnosis yang akan di lakukan intervensi tergantung dengan keadaan
klien, akan tetapi penulis akan lebih fokus pada diagnosis intoleransi
26
aktivitas yang bertujuan untuk mengukur tingkat aktivitas klien infrak
mikard.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari
diagnosis keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana
keperawatan pada infark miokard penulis akan lebih fokus pada
rencana untuk diagnosis intoleransi aktivitas.
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Infrak Miokard Akut (SDKI 2016, Nanda
NIC-NOC 2015, Doengoes M 2012, M. KM B Sistem Kardiovaskular M.
Asikin dkk 2017)
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut b.d
hipoksia miokard
(oklusi arteri
koroner)
Nyeri akut
Definisi : pengalaman
sensorik atau
emosional yang
berkaitan dengan
kerusakan jaringan
aktual atau fungsional,
dengan onset
mendadak atau lambat
dan berintensitas
ringan hingga berat
yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …x24 jam
klien menunjukkan nyeri dada
hilang/terkontrol dengan kriteria
hasil :
1. Ekspresi klien rileks
2. Frekuensi nadi normal
3. TD normal
4. Pola nafas normal
5. Nafsu makan membaik
6. Tidak menarik diri
1. Catat karakteristik nyeri,
catat laporan verbal,
petunjuk nonverbal, dan
respons hemodinamik
(contoh : menangis,
meringis, gelisah,
berkeringat,
mencengkaram dada,
nafas cepat, TD/frekuensi
jantung berubah)
2. Kaji keluhan nyeri dada,
termasuk karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas/keparahan
nyeri, (skala 1-10), dan
faktor pencetus nyeri
3. Instruksikan klien untuk
melaporkan nyeri dengan
segera
4. Ciptakan lingkungan
yang tenang, aktivitas
27
perlahan dan tindakan
yang nyaman, misalnya
menggosok punggung
dengan lembut. Lakukan
pendekatan pada klien
dengan tenang dan
percaya diri
5. Bantu atau instruksikan
teknik relaksasi, misalnya
napas dalam secara
perlahan dan distraksi
6. Cek TTV
7. Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dengan
pemberian : oksigen
tambahan, anti-angina
(nitrogliserin), analgesik,
misalnya morfin sulfat.
2. Risiko penurunan
curah jantung b.d
perubahan laju,
irama, dan konduksi
elektrikal;
penurunan preload
dan peningkatan
resistensi vaskular
sistemik; infrak atau
diskinetik jantung
Risiko penurunan
curah jantung
Definisi : Resiko
ketidakadekuatan
darah yang dipompa
oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …x24 jam
klien menunjukkan curah
jantung adekuat dengan kriteria
hasil:
1. TD dalam rentang normal
2. Toleransi terhadap aktivitas
3. Nadi perifer kuat
4. Ukuran jantung normal
5. Tidak ada distensi vena
jugularis
6. Tidak ada disritmia
7. Tidak ada bunyi jantung
abnormal
8. Tidak ada angina
9. Tidak ada edema perifer
10. Tidak ada edema paru
11. Tidak ada diaporesis
12. Tidak ada mual
Perawatan Jantung
1. Evaluasi adanya nyeri
dada (intensitas, lokasi,
durasi)
2. Catat adanya disritmia
jantung
3. Catat adanya tanda dan
gejala penurunan cardiac
output
4. Monitor status
kardivaskuler
5. Monitor status
pernapasan yang
menandakan gagal
jantung
6. Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan
perfusi
7. Monitor balance cairan
28
13. Tidak ada kelelahan 8. Monitor adanya
perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode dan istirahat
untuk menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi
aktivitas
12. Monitor adanya dispnea,
fatigue, takipnea dan
ortopnea
13. Anjurkan untuk
mengurangi stress
Monitor Vital Sign
1. Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama dan
sesudah beraktivitas
4. Monitor kualitas nadi
5. Monitor adanya pulsus
paradoksus
6. Monitor adanay pulsus
alterans
7. Monitor jumlah dan
irama jantung
8. Monitor bunyi jantung
9. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
10. Monitor suara paru
11. Monitor pola pernapasan
12. Monitor suhu, warna dan
kelmbapan kulit
29
Lakukan penilaian secara
komprehensif terhadap
sirkulasi perifer (misal. Cek
nadi perifer, edema, pengisian
kapiler dan suhu ektremitas)
3. Intoleransi aktivitas
b.d
ketidakseimbangan
suplai dan
kebutuhan oksigen
akibat adanya
iskemia dan jaringan
nekrotik miokard
Intoleransi aktivitas
Definisi:
ketidakcukupan
energy psikologis atau
fisiologis untuk
melanjutkan atau
menyelesaikan
aktifitas kehidupan
sehari-hari yang harus
atau dilakukan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama … x 24
jam klien dapat menunjukkan
toleransi terhadap aktivitas
dengan kriteria:
1. Klien dapat menentukan
aktivitas yang sesuai
dengan peningkatan nadi,
tekanan darah, dan
frekuensi napas,
mempertahankan irama
dalam batas normal
2. Mempertahankan warna dan
kehangatan kulit dengan
aktivitas
3. EKG dalam batas normal
4. Melaporkan peningkatan
aktivitas harian
a) Energi Conservation
Indikator :
1. Menunjukkan
keseimbangan antara
aktivitas dengan
istirahat
2. Menggunakan teknik
3. Mengenali keterbatasan
energi
4. Menyesuaikan gaya
hidup sesuai tingkat
energi
5. Mempertahankan gizi
yang
Managemen Energi
Aktivitas:
1. Tentukan keterbatasan
pasien terhadap aktivitas
2. Tentukan penyebab lain
dari kelelahan
3. Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan
tentang keterbatasannya
4. Observasi tanda-tanda
vital sebelum, selama dan
sesudah beraktivitas
5. Observasi nutrisi sebagai
sumber energi yang
adekuat
6. Observasi respon jantung-
paru terhadap aktivitas
(misalnya EKG,
takikardia, disritmia,
dispnea, pucat, dan
frekuensi pernafasan)
7. Batasi stimulus
lingkungan (misalnya
pencahayaan, dan
kegaduhan)
8. Dorong untuk lakukan
periode aktivitas saat
pasien memiliki banyak
tenaga.
9. Rencanakan periode
aktivitas saat pasien
memiliki banyak tenaga
30
6. Melaporkan aktivitas
yang sesuai dan energi.
b) Indikator Toleransi
Aktivitas:
1. Saturasi oksigensaat
melakukan aktivitas
membaik/dalam
rentang normal
2. nadi saat melakukan
aktivitas dalam
rentang normal
3. tidak sesak napas saat
melakukan aktivitas
4. tekanan darah saat
melakukan aktivitas
dalam rentang normal
5. mudah melakukan
ADL
Self Care : ADL
Indikator:Mampu melakukan
ADL secara mandiri (seperti
makan, memakai baju,toileting,
mandi, berdandan, menjaga
kebersihan, oral hygiene,
berjalan, berpindah tempat)
10. Hindari aktivitas selama
periode istirahat
11. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sesuai sumber energi
12. Instruksikan pasien atau
keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala
kelelahan yang
memerlukan pengu-
rangan aktivitas.
13. Bantu pasien atau
keluarga untuk
menentukan tujuan akhir
yang realistis
14. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
aktivitas. Contoh: bangun
dari kursi, bila tidak ada
nyeri lakukan ambulasi,
kemudian istirahat selama
satu jam setelah makan
15. Evaluasi program pening-
katan tingkat aktivitas
16. Evaluasi tanda vital saat
terjadi kemajuan aktivitas
Terapi Aktivitas:
1. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
2. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
3. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
31
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktiivtas yang diinginkan
4. Bantu pasien atau
keluarga
untukmengidentifikasi
kekurangan dalam
berakti- vitas
5. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6. Monitor respon fisik,
emosi, soial, dan spiritual
Tentukan komitmen klien
untuk peningkatan frekuensi
atau rentang untuk aktivitas
4. Gangguan
pertukaran gas
berhubungan dengan
penurunan suplai
oksigen ditandai
dengan sesak nafas
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama … x 24
jam klien dapat menunjukkan
pertukaran gas adekuat dengan
kriteria:
1. Status mental dalam rentang
normal
2. Klien bernafas dengan
mudah
3. Tidak ada dipsnea
4. Tidak ada somnolen
5. PaO2 dalam batas normal
6. PaCO2 dakam batas normal
7. pH arteri dalam batas normal
8. Saturasi O2 dalam batas
normal
9. Ventilasi perfusi seimbang
Manajemen jalan nafas :
a. Atur posisi klien untuk
memkasimalkan ventilasi
dan mengurangi dipsnea
b. Lakukan fisioterapi dada
sesuai kebutuhan
c. Anjurkan klien untuk
bernafas pelan dan dalam
d. Auskultasi bunyi nafas,
area penurunan ventilasi
atau tidak ada ventilasi
dan adanya bunyi nafas
tambahan
e. Observasi status respirasi
dan oksigenasi sesuai
keburtuhan
Terapi Oksigen :
i. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
ii. Observasi aliran oksigen
32
iii. Berikan oksigen sesuai
kebutuhan
Observasi Respirasi :
1. Observasi kecepatan,
irama, dan kedalaman
respirasi
2. Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan
otot bantu pernafasan, dan
retraksi dinding dada
3. Observasi pola nafas
4. Palpasi ekspansi paru
5. Perkusi toraks anterior dan
posterior bagian apeks dan
dasar kedua paru
6. Auskultasi bunyi paru
stelah pemberian
pengobatan
7. Observasi peningkatan
kegelisahan dan
kecemasan
8. Observasi kemampuan
klien untuk batuk efektif
9. Observasi hasil
pemeriksaan foto thoraks
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan independen adalah
aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan
sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan
hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain
(Tarwoto dkk 2015)
33
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan
yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien.
Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Langkah-langkah evaluasi adalah sebagi berikut:
a) Daftar tujuan klien
b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c) Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien
d) Diskusikan dengan klien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi
Infark Miokard Akut adalah nekrosis sebagian otot jantung akibat
berkurangnya suplai darah ke bagian otot tersebut akibat oklusi atau
trombosis arteria atau dapat juga akibat keadaan syok atau anemia
akut. (Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Paula Krisanty , 2016).
Infark Miokard Akut adalah suatu keadaan ketika secara tiba-tiba
terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang
menyebabkan kematian jaringan pada otot jantung (miokardium)
karena kekurangan suplai oksigen. Proses iskemik miokardium lama
yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium
tiba-tiba. (Aspiani, 2015)
Infark miokard merupakan suatu keadaan pada miokard yang
disebabkan oleh tidak adnya aliran darah yang cukup pada waktu yang
berkelanjutan, sehingga terjadi kekurangan oksigen pada jaringan
tersebut yang mengakibatkan kematian jaringan miokard, atau dengan
kata lain kematian sel miokard terjadi akibat kekurangan oksigen yang
berkepanjangan. Hal ini merupakan respons letal terakhir terhadap
iskemia miokard yang tidak dapat teratasi. Jika aliran darah terputus
atau hantaran oksigen setlah sekitar 20 menit berkurang , maka sel
34
miokard mulai mati (nekrosis miokard/infrak). Setelah periode ini,
kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secar aerob akan lenyap,
sehingga sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. (KMB
Sistem Kardiovaskular M. Asikin dkk 2018).
2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh sejumlah kelainan atau gangguan yaitu
dibagi menjadi 2 jenis :
a. Aterosklerosis dengan jenis trombosis dan penyumbatan arteri
koroner
b. Non-aterosklerosis dengan jenis:
1) Oklusi koroner akibat vaskulitis
2) Hipertrofi vemtrikel
3) Penggunaan obat-obatan, misalnya kokain, amfetamin, dan
efedrin
4) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
5) Faktor yang menrunkan penghantaran oksigen, misalnya
hipoksemia atau anemia berat
6) Diseksi aorta
7) Arteritis
Infark miokard terjadi karena suplai darah ke otot jantung berkurang,
sebagai akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri koronia. Faktor-
faktor resiko penyakit ini diantaranya adalah:
a. Faktor-faktor resiko besar
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Tekanan darah tinggi
4) Hiperlipidemia
5) Merokok
b. Faktor-faktor resiko kecil:
1) Obesitas
35
2) Kurang gerak
3) Diabetes melitus
3. Patofisiologi
Infark miokar akut sering terjadi pada orang yang memiliki satu
atau lebih faktor resiko, seperti obesitas, merokok, hipertensi, dan lain-
lain. faktor ini disertai dengan proses kimiawi terbentuknya
lipoproyein di tunika intima yang dapat menyebabkan interaksi fibrin
dan platelet sehingga menimbulkan cedera endotel pembuluh darah
koroner. Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan akumulasi lipid
yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan plak menimbulkan lesi
komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah
dan apabila ruptur dapat terjadi trombus.
Trombus yang menyumbat pembuluh darah dapat menyebabkan
aliran darah berkurang sehingga suplai oksigen yang diangkat darah ke
jaringan miokardium berkurang yang berakibat penumpukan asam
laktat. Asam laktat yang meningkat mnyebabkan nyeri dan perubahan
pH endokardium yang menyebabkan perubahan elektrofisiologi
endokardium, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan sistem
konduksi jantung sehingga jantung mengalami disritmia. Iskemik yang
berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan otot jantung
yang ireversibel dan kematian oto jantung (infark).
Miokardium yang mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis
tidak dapat lagi memenuhi fungsi kontaksi dan mengakibatkan
keluarnya enxim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi
dengan pemeriksaan laboratorium. Obat jantung yang infark
mengalami perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung
yang mengalami infark nampak memar dan sianotik karena darah di
daerah sel tersebut berhenti. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema
sel dan terjadi respon peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.
Infark miokardium akan mnyebabkan fungsi ventrikel terganggu
karena otot kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemik
36
disekitarnya juga mengalami gangguan dalam daya kontraksi. Secara
fungsional infark miokardium akan mengakibatkan perubahan pada
daya kontaksi, gerakan dinding abnormal, penurunan stroke volume,
pengurangan ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik, dan penurunan
volume akhir diastolik ventrikel. Keadaan tersebut menyebabkan
kegagalan jantung dalam memompa darah (dekompensasi kordis)
ketika darah tidak lagi dipompa, suplai darah dan oksigen sistemik
menjadi tidak adekuat sehingga menimbulkan gelaja kelelahan. Selain
itu dapat terjadi akumulasi cairan di paru (edema paru) dengan
manifestasi sesak nafas.
Kebanyakan klien mencari pengobatan karena manifestasi nyeri
dada seperti angina tetapi lebih hebat. Serangan tersebut terjadi ketika
klien dalam keadaan istirahat, sering terjadi di dini hari. Paling nyata
dirasakan didaerah subternal kemudian menjalar ke kedua lengan,
kerongkong atau dagu, atau abdomen sebelah atas (seringkali mirip
dengan kolik kolelitiasis, kolesistisis akut, ulkus peptikum akut, dan
pankreatitis akut). Mual dan muntah seringkali menyertai nyeri.
a. Iskemia
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tinfkat sel dan
jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan
mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi
metabolisme anaerob. Pembentukan fosfat berenergi tinggi
akan menurun. Metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat sehingga pH sel menurun.
Hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontaksi
berkurang, serabut memendek, daya dan kecepatan berkurang.
Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia mejadi
37
abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluarsetiap kali
kontaksi. Berkurangnya kontraksi dan gangguan gerakan
jantung akan mengubah hemodinamika. Penurunan ini bersifat
beragam sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan
derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom.
Penurunan fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah
jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel
akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat. Juga tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru
akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia sering terjadi,
yaitu oeningkatan darah yang ringan dan denyut jantung
sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi
simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Apabila
iskemia cukup luas maka tekanan darah akan menurun.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan
kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler, yaitu
gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Serangan
iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sudah
diperbaiki. Perbubahan metabolik, fungsional, hemodinamik,
dan elektrokardiografik bersifat reversibel.
b. Infark
Infark terjadi bila iskemia berlangsung lebih dari 30-45 menit.
Bagian yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri,
infark transmural biasanya mengenai seluruh tebal dinding
miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya
terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark
38
berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalamsirkulasi
koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan
lesi pada ramus desendens arterior arteria koronaria sinistra,
infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada
arteria koronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel
karena otot yang nekrosis, kehilangan daya kontraksi,
sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami
gangguan kontraksi
Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan
perubahan :
1. Daya kontraksi menurun
2. Gerakan dinding abnormal
3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4. Pengurangan curah sekuncup
5. Pengurangan fraksi ejeksi
6. Penigkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik
ventrikel kiri
Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor,
seperti :
1. Ukuran infark: 40% berkaitan dengan syok kardiogenik
2. Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi
fungsi mekanik dibandingkan dinding inferior.
3. Fungsi miokardium yang terlibat : infark yang sudah lama
akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
4. Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon
iskemia yang kronis dan hipoperfusi regional guna
memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium
yang mengancam.
5. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular: bekerja untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi ventrikel.
39
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan
pengisian diastolik dan volume ventrikel untuk meregangkan
serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan
kontraksi (sesuai hukum Starling). Tekana pengisian sirkulasi
dapat ditingkatkan melalui retensi natrium dan air oleh ginjal
sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran
ventrikel kiri. Akibat dilatasi kompensasi kordis jantung dapat
terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk
meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.
40
Gambar 2.1 Pathways Infark Miokard
(Sumber : Aspiani, 2015)
Faktor resiko Proses kimiawi Terbentuk lipoprotein di tunika intima
Interaksi fibrin dan platelet Cedera endotel dan
pembuluh darah koroner
Invasi dan
akumulasi lipid
Plak fibrosa Trombus Aliran darah
tersumbat
Aliran darah koroner
menurun
Suplai oksigen ke
miokard menurun
Penimbunan
asam laktat Nyeri Diagnosa
keperawatan : Nyeri
akut
Perubahan pH
endokardium
Perubahan
sistem konduksi Disritmia
Iskemia Infark Gangguan kontaksi dan
keluarnya enzim intrasel
Gangguan fungsi
ventrikel
Kegagalan jantung
memompa darah
Penurunan stroke volume, peningkatan volume
akhir sistolik, penurunan volume akhir sistolik
Penurunan
curah jantung
Suplai oksigen
sistemik menurun Kelelahan
Diagnosa keperawatan:
Intoleran aktivitas
Diagnosa
keperawatan:
penurunan
curah jantung
Akomodasi
cairan Edema paru Sesak nafas
Diagnosa keperawatan:
gangguan pertukaran gas
Henti jantung
henti nafas Aritmia
41
4. Manifestasi Klinis
Infrak miokard dapat dideteksi dari manifestasi klinis yang terdapat
pada pasien. Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien dengan infrak
miokar, yaitu :
1. Nyeri dada biasanya intens dan berlangsung terus-menerus selama
30-60 menit. Nyeri terasa pada bagian retrosternal dan sering kali
menjalar keleher,bahu, dan lengan kiri. Nyeri dada dirasakan
seperti tertekan, terbakar, atau bahkan tertusuk benda tajam
2. Gejala pada epigastrum, misalnya rasa mual dan kembung, serta
muntah. Adanya gejalan prodormal, misalnya letih, rasa tidak enak
pada dada
3. Sesak nafas
4. Keringat berlebihan
5. Gelisah
(KMB Sistem Kardiovaskular M. Asikin dkk 2017).
Gejala dan kompliksi berkembang sesuai dengan lokasi dan tingkat
penyempitan lumen arteri, pembentukan trombus, dan penyumbatan
aliran darah ke miokardium. Tanda dan gejalanya meliputi :
1. Kurangnya suplai oksigen ke miokardium (infrak miokard)
2. Ketidakmampuan jantung mempompa darah secara efektif
untukmengoksigenasikan jaringan dan sel
3. Angina pektoris
4. Acute Coronary Syndrome (ACS)
5. Kematian jantung mendadak
Jika gejala-gejala diatas hanya muncul pada saat beraktivitas, maka
kondisi tersebut dinamakan angina stabil. Akan tetapi, jika gejala
tersebuut muncul bahkan pada saat beristirahat, konsisi ini dinamakan
angina tidak stabil. Kondisi ACS terjadi apabila gejala iskemik
berkepanjangan dan tidak cepat reda. (Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular, Abdul Majid 2017)
42
5. Pemeriksaan Diagnostik
Sejumlah pemeriksaan diperlukan untuk menegakkan diagnosis infrak
miokard. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. EKG
Pada infark, diawali dengan elevasi ST dan intervensi gelombang
T, yang akhirnya terjadi gangguan gelombang Q. Selain itu, infark
dapat ditandai dengan depresi segmen ST
b. Enzim jantung
Peningkatan enzim jantung, misalnya teroponin, CK, CKMD,
miogsslobin, dan LDH.
c. Leukosit
Pada awalnya, jumlah leukosit normal. Namun, akan meningkat
dalam 2 jam dan memuncak dalam2-4 hari.
d. LED
Meningkat dalam 3 hari dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
e. Pencitraan jantung
CT, PET, dan ekokardiografi.
6. Komplikasi
Pada kondisi lanjut, infark miokard dapat mengakibatkan sejumlah
keadaan. Komplikasi yang dapat muncul akibat infrak miokard ialah
sebagai berikut :
1. Aritmia
Aritmia sering kali terjadi segera setelah serangan infrak miokard
akut. Biasanya, aritmia dapat membaik dengan sendirinya.
Aritmia dapat timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit
dan penurunan pH. Area pada jantung yang mudah teriritasi dapat
mulai melepaskan potensial aksi sehingga terjadi aritmia. Nodus
SA dan nodus AV atau jalur transduksi (serat Purkinje atau berkas
His), dapat merupakan bagian dari zona iskemik atau nekrotik
43
yang mempengaruhi pencetusan atau penghantaran sinyal.
Fibrilasi ventrikel merupakan aritmia yang paling serius dan dapat
mnyebabkan kematian.
2. Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik dapat terjadi akibat dari tiga komplikasi
mekanis utama, yaitu ruptur dinding bebas ventrikel, ruptur
septum ventrikel, serta ruptur otot papilaris yang disertai
regurgitasi mitral.
3. Perikarditis
Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan pada
perikardium yang melapisi miokard yang telah infrak. Biasanya,
terjadi dalam 24-96 jam setelah infrak niokard.
7. Diagnosa
Menurut M. Asikin dkk (2017) diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan MCI yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokard (oklusi arteri
koroner)
b. Resiko penurunan curah jantung berhuubungan dengan perubahan
laju, irama, dan konduksi elektrikal.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
suplai oksigen akibat adanya iskemia dan jaringan nekrotik
miokard.
8. Penatalaksanaan
Tujuan awal tata laksana infark miokard akut yaitu mengembalikan
perfusi miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah
dan tata laksana komplikasi. Tata laksana awal meliputi :
1. Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan
pemantauan saturasi oksigen.
2. Mengurangi nyeri dada dengan :
44
a. Nitrat, merupakan vasodilator paten yang berguna untuk
vasodilatasi sistemik, sehingga mengurangi aliran balik vena ke
jantung untuk menurunkan kerja jantung.
b. Morfin
c. NSAID
3. Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissue-type plasminogen
activator (t-PA), serta aspirin dan heparin dalam 90 menit sejak
onset gejala.
4. Modifikasi pola hidup
a. Keseimbangan antara istirahat, olahraga, dan modifikasi gaya
hidup untuk mengurangi risiko aterosklerosis dan hipertensi
b. Menghentikan kebiasaan merokok
c. Menurunkan berat badan
d. Mengurangi stres
Setelah tata laksana awal dan stabilisasi klien, tujuan berikutnya
yaitu mengembalikan aktivitas normal dan mencegah komplikasi
jangka panjang.
1. Obat penghambat enzim pengonversi angioestin (ACE inhibitor)
untuk mengurangi preload dan afterload
2. Beta bloker untuk menurunkan kecepatan denyut jantung,
sehingga kerja jantung menjadi berkurang
3. Statin untuk menurunkan kolesterol yang merupakan penyebab
aterosklerosis
4. Pembedahan
a. Coronary artery bypass grafting (CABG)
b. Pertaneous coronary intervention (PCI)