Upload
vanngoc
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis - Jenis Pupuk
Dalam arti luas yang dimaksud pupuk ialah suatu bahan yang digunakan
untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik
bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu
bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman (Kelpitna, A.E, 2009).
Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami atau sintetis, yang menyuplai
tanaman dengan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai
salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian sudah sangat
membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan
sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha taninya
(Suwandi, dan Rosliani., 2003).
Pupuk dikenal dengan istilah pupuk makro dan pupuk mikro. Ada tiga
kelompok pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandungnya, yaitu:
1) Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu jenis unsur
hara misal urea (45% N), TSP (45% P2O5), SP-36 (36% P2O5), ZK (50%
K2O) dan sebagainya.
2) Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung labih dari satu unsur hara,
misal pupuk NPK, NP, PK, NK, dan lain sebagainya.
7
3) Pupuk majemuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur hara secara
lengkap (keseluruhan) baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro.
(Suyono, A. D., 2008)
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai
bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sudirja, R.,
2007).
Gambar 2.1 Struktur tanah yang mengandung bahan organik lebih baik daripada
yang tidak mengandung bahan organik (Sempurna, F. I.. 2008).
Jenis pupuk organik sangat ditentukan oleh bahannya, seperti kompos,
pupuk hijau dan pupuk kandang (Dep. Pertanian., 1996). Kompos merupakan
produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan atau hasil dekomposisi
bahan-bahan organik. Proses ini adalah proses perombakan senyawa yang
komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme oleh
Kondisi
tanah yang
buruk
Kondisi tanah
yang baik
Bahan
Organik
(Na)
8
fungi, aktinomiset, dan cacing tanah (Nugroho, B., tanpa tahun). Sedangkan
pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari
tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang
hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah
sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla
(Simanungkalit, R.D.M., 2006). Sumber bahan organik lainnya yaitu pupuk
kandang yang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari
rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Selain itu, istilah
pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional
mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga
dapat tersedia bagi tanaman (Simanungkalit, R. D. M., 2006)
Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik
dan atau biologis, merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk
(Kepmen.Pertanian, 2003). Pupuk anorganik dibagi ke dalam beberapa kelompok,
diantaranya adalah pupuk nitrogen, pupuk fosfor, pupuk kalium, pupuk kalsium,
pupuk magnesium dan pupuk sulfur. Masing-masing kelompok memiliki
beberapa jenis pupuk berdasarkan jenis sumber senyawa kimia dan kadarnya.
Salah satu contoh pupuk anorganik adalah urea [CO(NH2)2] termasuk ke dalam
kelompok pupuk nitrogen, urea memiliki kandungan nitrogen sebanyak 45%
hingga 46% (Silva, J. A.,2000).
9
2.2 Cara Pemupukan
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Air
dan mineral yang diperlukan tumbuhan dari dalam tanah diserap oleh akar
kemudian diangkut ke seluruh tubuh tumbuhan melalui sel-sel pembuluh jaringan
ikat. Sel-sel pembuluh jaringan ikat ini dapat diibaratkan sebagai selang yang
dapat dipergunakan untuk mengalirkan air dari akar hingga ke daun (Rahman,
tanpa tahun). Pengambilan zat-zat ini dilakukan secara difusi dan osmosis. Difusi
merupakan perpindahan molekul atau ion dari daerah berkonsentrasi tinggi ke
daerah berkonsentrasi rendah. Sedangkan osmosis adalah perpindahan air dari
larutan berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi melalui selaput
semi permeable (Anonim, 2010).
Cara pemberian nutrisi lainnya ada yang dikenal dengan pupuk daun.
Pupuk daun digunakan dengan cara disemprotkan pada bagian daun. Pemupukan
melalui daun memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap tanaman dibanding
lewat akar. Kecepatan penyerapan hara juga dipengaruhi oleh status hara dalam
tanah. Bila kadar hara dalam tanah rendah maka penyerapan unsur hara melalui
daun relatif lebih cepat dan sebaliknya. Pupuk daun merupakan pupuk organik
yang mengandung unsur makro dan mikro (tunggal dan majemuk) dalam bentuk
padat atau cair yang dapat langsung diserap oleh daun tanaman (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002).
Pupuk daun mempunyai kelebihan, yakni:
(1) penyerapan hara pupuk yang diberikan lewat daun lebih cepat dari pada pupuk
yang diberikan melalui akar
10
(2) tanaman lebih cepat menumbuhkan tunas
(3) menghindarkan tanah dari kelelahan/rusak
(4) pemberian pupuk daun yang berisi hara mikro dapat mengganti kekurangan
hara yang terkuras akibat pemupukan hara makro yang berlebihan (Samekto,
R., 2006).
Ada satu hal kelebihan yang mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan
haranya lebih cepat dibanding pupuk yang diberikan lewat akar. Masuknya pupuk
ini karena ada proses difusi dan osmosis pada lubang mulut daun yang lazim
disebut stomata. Stomata ini membuka dan menutup secara mekanis yang diatur
oleh tekanan turgor dari sel-sel penutup. Jika tekanan turgor meningkat, stomata
akan membuka. Sementara jika tekanan turgor menurun maka stomata akan
menutup (Sutedjo, 1995).
Berdasarkan jalur yang ditempuh air dan garam mineral yang masuk ke
akar, pengangkutan air dan garam mineral dibedakan menjadi simplas dan
apoplas. Simplas adalah bergeraknya air dan mineral lewat jalur dalam sel, yaitu
sitoplasma sel dengan jalan menembus membran plasma. Sedangkan apoplas
adalah bergeraknya air lewat jalur luar sel atau lewat dinding-dinding sel. Selain
menyerap air dan garam mineral, tumbuhan juga mengambil gas CO2 dan O2 dari
udara sekitarnya melalui stomata dan lentisel. Pengambilan gas ini berkaitan
dengan proses fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan (Anonim, 2010).
Persamaan reaksi kimia proses fotosintesis adalah:
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
11
2.3 Bionutrien
Bionutrien merupakan nutrisi essensial alami yang didapat dari tanaman
potensial melalui proses ekstraksi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan
kualitas hasil tanaman. (Nurzaman, H, 2010).
Pemanfaatan tumbuhan tropis sebagai sumber bionutrien telah dilakukan
sejak tahun 2006 melalui penelitian yang dilakukan tim Bioflokulan UPI.
Tumbuhan tropis tersebut berpotensi sebagai bionutrien karena memiliki
kandungan N, P, dan K yang cukup tinggi.
Sebagai contoh, dari hasil penelitian yang telah dilakukan
menginformasikan bahwa tanaman KPD mengandung kadar N, P, dan K berturut-
turut sebesar 4,55%, 0,52%, dan 3,78%. Menggunakan ekstraktan basa sebagai
pelarut pada metode ekstraksinya. Pada tahap aplikasi bionutrien KPD tersebut
dilakukan penyiraman terhadap tanaman selada bokor dan caisin (Juliastuti, D.,
2007).
Tanaman MHR yang diekstraksi menggunakan ekstraktan basa berpotensi
untuk dijadikan bionutrien karena memiliki kadar N, P dan K yang cukup tinggi
yaitu N sebesar 2,01% (% massa), P sebesar 0,15% (% massa) dan K sebesar
0,75% (% massa). Bionutrien MHR diaplikasikan pada tanaman caisin dengan
variasi perlakuan yaitu disemprot tanpa pupuk kandang; disemprot dengan pupuk
kandang; disiram tanpa pupuk kandang dan disiram dengan pupuk kandang
(Ambarwati, R., 2007).
Tanaman lain yang berpotensi untuk dijadikan bionutrien adalah tanaman
CAF. Dari hasil analisis sebelumnya CAF memiliki kadar nitrogen sebesar 3,58 %
12
(b/v), kadar fosfor sebesar 0,34 % (b/v) dan kadar Kalium sebesar 2,86 % (b/v).
Metode ektraksi dilakukan dengan menggunakan ekstraktan basa terhadap
tanaman CAF. Bionutrien CAF diaplikasikan terhadap selada bokor dengan
variasi cara perlakuan yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu aplikasi
pada bionutrien MHR (Sempurna, F. I., 2008).
Sama seperti penelitian sebelumnya, pada tanaman RPS-GE dilakukan uji
pendahuluan berupa analisis kadar N, P, dan K. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kadar N, P dan K berturut-turut 0,39% ; 0,28% dan 0,14%. Ekstraksi
dilakukan dengan ekstraktan basa. Untuk bionutrien RPS-GE ini aplikasi
dilakukan pada pakcoy dan selada kriting (Guntara, G. dan Kurniasih, E., 2009).
ISM dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000m di atas
permukaan laut, terutama pada tanah pasir sampai tanah lempung berpasir dan
dengan sistem drainase yang baik pada pH 5,5-7,4. Tanaman ISM ini menyukai
iklim panas, tidak terlalu dingin atau banyak hujan. Tanaman tahan kekeringan
dan akan tumbuh subur apabila mendapatkan pengairan yang cukup. Perawakan
ISM perdu sampai pohon, batang percabangan simpodial, daun berbentuk elip
memanjang sampai bentuk lanset, berwarna hijau mengkilat, bunga tunggal, daun
kelopak segitiga dan kecil. Daerah distribusinya di daerah basah sampai kering,
pada tanah berpasir.
2.4 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogen menggunakan pelarut cair atau solven sebagai separating
13
agent, dimana antara 2 pelarut tersebut tidak saling campur (Nur, S., 1989). Salah
satu metode ekstraksi adalah maserasi, yang berasal dari bahasa Latin macerare,
yang artinya merendam. Dalam proses maserasi, simplisia yang akan diekstraksi
ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar dan ditutup rapat
(Ansel, 1989). Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut
organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Penekanan utama pada
maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan
yang akan diekstraksi (Guenther, 1990). Proses ini sangat mengguntungkan dalam
isolasi bahan alam karena dalam perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam
dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan
terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat
diatur lama perendaman yang dilakukan (Leny, 2006).
Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan bahan alam dalam pelarut tersebut (Leny,
2006). Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut
tersebut. Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut yang
dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik senyawa polar maupun
non polar (Sudjadi, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana, dapat
digunakan untuk sampel bertekstur lunak dan tidak tahan pemanasan. Sedangkan
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
14
cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan
untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras (Sudjadi, 1986). Dalam analisis
fitokimia, ekstraksi pada umumnya digunakan jaringan tumbuhan segar. Namun,
dapat juga menggunakan tumbuhan yang dikeringkan. Apabila hal ini dilakukan,
pengeringan harus terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang
terlalu banyak. (Harborne,1984).
2.5 Nutrien yang Dibutuhkan Tanaman Cabai
Metode terbaik penentuan dosis rekomendasi pemupukan bagi tanaman
sayuran adalah dengan uji korelasi dan kalibrasi analisis tanah (Simone et al.,
2003). Namun demikian untuk pengembangan metode ini diperlukan waktu yang
panjang. Optimasi dosis pemupukan dapat dilakukan untuk memberikan
gambaran secara kasar dan cepat rekomendasi pemupukan. Penelitian tentang
rekomendasi pemupukan pada tanaman cabai di lahan terbuka telah banyak
dilakukan oleh Balai Penelitian Sayuran (Balitsa). Rekomendasi pemupukan
tanaman cabai yang dikeluarkan oleh Balitsa di lahan kering sebesar 151 kg N/ha,
69 kg P2O5/ha, 120 kg K2O/ha (Nurtika dan Suwandi, 1992; Nurtika dan Hilman,
1995), sedangkan pemupukan tanaman cabai pada musim hujan sebesar 60.3 kg
N/ha, 69 kg P2O5/ha, 100 kg K2O/ha (Alviana, V.F. dan Anas, D.S., 2009).
Pada fase pertumbuhan, seperti halnya tanaman lain tanaman cabai
memerlukan suplai unsur nitrogen (N). Setelah berkembang dewasa dan
menjelang masa produktif – berbunga dan berbuah – diperlukan tambahan unsur
fosfor (P) dan kalium (K). Pada masa awal pertumbuhannya, tanaman cabai
15
memerlukan pertumbuhan daun yang optimal. Untuk itu, tanaman perlu disemprot
dengan pupuk daun yang mengandung unsur N tinggi. Unsur N (nitrogen)
berfungsi memacu pertumbuhan daun dan batang, disamping membantu
pembentukan akar (Haryoto, 2009).
Senyawa kimia yang dibutuhkan oleh suatu organisme disebut hara
(nutrisi). Unsur-unsur esensial berada dalam tanah dalam keadaan tidak seimbang,
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Unsur yang tergolong esensial,
yaitu: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S),
kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) unsur tersebut sebagai hara makro
sedangkan hara mikro, yaitu: besi (Fe), mangan (Mn), copper (Cu), seng (Zn),
molybdenum (Mo), boron (B), khlorin (Cl). Tiap unsur memiliki fungsi yang
berbeda (Samekto, R., 2006).
Tabel 2.1 Fungsi tiap unsur yang dibutuhkan oleh tanaman (Haryoto, 2009) dan (Warisno, 2010)
Nama Unsur Fungsi Nitrogen (N) - Meningkatkan pertumbuhan tanaman
- Menyehatkan pertumbuhan daun - Meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme
di dalam tanah Fosfor (P) - Mempercepat pertumbuhan akar semai
- Mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa
- Mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji, atau bulir.
Kalium (K) - Mengeraskan bagian kayu tanaman - Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit - Meningkatkan kualitas biji atau buah
Kalsium (Ca) Membantu pertumbuhan ujung-ujung akar dan pembentukan bulu akar
Magnesium (Mg) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun dan menyebarkan unsur fosfor ke seluruh tanaman
Belerang (S) Bersama unsur fosfor dapat mempertinggi kerja unsur lain dan memproduksi energy
Besi (Fe) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun dan
16
menghasilkan klorofil Membantu pembentukan enzim pernapasan
Mangan (Mn) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun Membantu penyerapan nitrogen
Boron (B) Membantu pertumbuhan meristem Tembaga (Cu) Berperan sebagai bahan pembentuk klorofil dan ikut
dalam proses fotosintesis Ikut berperan dalam fungsi reproduksi
Seng (Zn) Ikut dalam pembentukan auksin (hormon tumbuh) Molybdenum (Mo) Berperan dalam mengikat nitrogen sehingga unsur ini
sangat penting untuk tanaman sayur-mayur
Nitrogen (N)
Kandungan nitrogen dalam tanaman paling banyak dibanding hara mineral
lain, sebanyak 2 - 4 % dari berat kering tanaman. Senyawa organik seperti asam
amino dan urea dapat diserap oleh akar. Nitrat merupakan bentuk ion N yang
paling banyak dan sumber paling penting bagi tanaman. Nitrat yang diserap
melelui akar direduksi dengan baik didaerah akar atau dibagian atas tanaman
maupun di dua tempat tersebut. Nitrat direduksi menjadi asam amino (NH2) oleh
enzim nitrat reduktase yang membutuhkan energi kegiatan metabolisme seluler.
(Samekto, R., 2006).
Fosfor (P)
Kadar fosfor dalam tanaman menempati urutan terendah golongan hara
makro. Kadarnya kira-kira 1/5 – 1/10 kadar nitrogen (Samekto, R.,2006). Tidak
ada perubahan bentuk P dalam tanaman selama translokasi, fosfor tetap dalam
bentuk teroksidasi, dengan ikatan kovalen dengan 4 atom oksigen. Fosfor berada
dalam tanaman sebagai ion bebas atau gugus fosfat terikat pada molekul organik
(Suyono, A. D.,2008).
17
Defisiensi P sangat mengganggu proses pertumbuhan tanaman, seperti
fotosintesis, respirasi, serapan ion dan pengikatan energi. P yang sangat tinggi di
perakaran dapat mengakibatkan gejala keracunan, ditunjukan dengan adanya
gejala belang pada daun, selanjutnya menjadi nekrosis/coklat terbakar. Keracunan
yang sangat akut dapat menyebabkan kematian tanaman (Samekto, R., 2006).
Kalium (K)
Gejala defisiensi K yaitu klorosis pada daun tua kemudian daun bagian
tepi nekrosis, sangat peka terhadap penyakit dibanding tanaman yang kecukupan
K, kehilangan kontrol terhadap kecepatan transpirasi, sehingga menyebabkan
kekeringan dan memiliki batang yang lemah. Defisiensi K biasanya terjadi pada
tanah pasiran masam, atau tanah-tanah yang mengalami pencucian lanjut, tanah
yang ditanami secara intensif K mengalami pencucian di daerah perakaran
(Samekto, R., 2006).
2.6 Tanaman Cabai dan Cara Bertani Cabai
Tanaman cabai (Capsicum Annum var longum) adalah merupakan
tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari suku
(famili) terong-terongan (Solanaceae). Tanaman ini berakar tunggang dengan
banyak akar samping yang dangkal. Batangnya tidak berbulu, tetapi banyak
cabang. Daunnya panjang dengan ujung runcing (oblongus acutus) (Sunarjono,
H., 2008).
18
Gambar 2.2 Tanaman cabai (Capsicum Annum var longum)
Menurut Tindall (1983) tanaman ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Ordo : Polemoniales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
Buah cabai sangat digemari, karena memiliki rasa pedas dan merupakan
perangsang bagi selera makan. Selain itu buah cabai memiliki kandungan vitamin-
vitamin, protein, dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai arti
ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan
(Rusli, dkk., 1997).
Cabai mengandung zat capsaicin (minyak atsiri). Pada umumnya, minyak
atsiri berperan sebagai bakterisida dan fungisida yang sifat penghambatannya
19
spesifik (Guenther, 1990). Struktur capsaicin ditentukan oleh Nelson pada tahun
1920, capsaicin terdiri dari unit venillalamin dan asam isodekonoat, dengan ikatan
rangkap antara C 6 - 7 (Rogers, 1966). Ekstrak senyawa capsaicin tidak berbau,
tidak berwarna, tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak, metanol, etil asetat
dan etil alkali (Pursegglove et al ., 1981). Zat capsaicin ini memiliki titik didih
210°C - 220°C dan titik leleh 65°C (Science Lab, 2010).
Gambar 2.3 Struktur senyawa capsaicin
2.6.1 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi. Itulah sebabnya cabai banyak ditanam orang di pekarangan rumah
(Sunarjono, H., 2008). Tetapi, walau bagaimanapun tanaman cabai membutuhkan
kondisi yang sesuai meliputi faktor alamiah dan faktor sosial. Untuk itu, dalam
memilih lokasi untuk budidaya tanaman cabai, benar-benar harus memperhatikan
syarat tumbuh (Warisno, 2010).
a. Jenis Tanah
Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai (terutama cabai hibrida)
adalah tanah yang bertekstur remah, gembur tidak terlalu liat, kaya humus serta
tidak tergenang air (Zulkifli, A.K, T. M., tanpa tahun). Tanah yang terlalu liat
kurang baik karena sulit diolah, drainasenya jelek, pernafasan akar tanaman dapat
terganggu dan dapat menyulitkan akar dalam mengadopsi unsur hara. Tanah yang
20
terlalu poros/banyak pasir juga kurang baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh
air (Setiadi, 1991). Jika tanahnya kebanyakan air atau becek, tanaman mudah
terserang penyakit layu (Sunarjono, H., 2008).
b. Derajat Kemasaman (pH)
Derajat kemasaman tanah atau pH tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai adalah pH tanah netral, yaitu antara 6,0 - 7,5. Apabila pH terlalu
masam (dibawah 5,0), ada kemungkinan tanaman cabai mengalami keracunan
alumunium (Al). Sedangkan pada pH diatas 7,5 dapat menghambat pertumbuhan
akar, karena tanah-tanah alkalis ini sangat keras (Warisno, 2010). Pengaturan pH
dapat dilakukan dengan penambahan kapur pertanian pada pH rendah dan
belerang (S) pada pH tinggi (Sarwani, M., 2008).
c. Air
Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ
tanaman, air berperan dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan) dan proses
respirasi (pernafasan) (Sumarni, N., 1996). Cabai termasuk tanaman yang tidak
tahan kekeringan, tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Air diperlukan
dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan atau kurang (Sarwani, M., 2008).
Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati.
Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang bersih
yang membawa mineral atau unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bukan air yang
berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang terserang penyakit, karena air ini
dapat menyebabkan tanaman cabai yang sehat akan segera tertular, dan bukan air
21
yang berasal dari limbah pabrik yang berbahaya bagi tanaman cabai (Tarigan, S.,
2003).
d. Iklim
Beberapa unsur iklim yang mempengaruhi tanaman cabai antara lain,
ketinggian tempat yang sekaligus berpengaruh terhadap curah hujan, intensitas
cahaya matahari, suhu udara dan kelembaban udara. Tanaman cabai sebenarnya
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah sampai tinggi,
dengan ketinggian 100 - 1000 meter dpl. Cahaya matahari di dataran tinggi lebih
rendah dibandingkan di dataran rendah. Tanaman cabai membutuhkan intensitas
cahaya matahari yang tinggi setidaknya diatas 70%. Untuk cabai besar, lebih
cocok ditanam di dataran menengah hingga tinggi, dengan ketinggian 400 – 600
meter dpl. Pada ketinggian tersebut cabai mendapatkan suhu udara yang cukup
rendah untuk dapat berproduksi dengan baik yaitu 8 – 34 °C. Namun optimalnya,
tanaman cabai sebaiknya mendapatkan suhu udara siang 21 – 28 °C dan suhu
udara malam 8 – 20 °C.
Tanaman cabai sebenarnya tidak menyukai curah hujan yang berlebihan,
namun tanaman ini membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi. Secara umum,
curah hujan optimum untuk tanaman cabai antara 500 – 3000 mm/tahun.
Sedangkan kelembaban udara relatif yang disukai tanaman cabai antara 80 – 95%
(Warisno, 2010). Tanaman cabai tidak tahan hujan, terutama pada waktu
berbunga, karena bunga-bunganya akan mudah gugur. Oleh karena itu, waktu
tanam cabai yang baik ialah pada awal musim kemarau. (Sunarjono, H., 2008).
22
2.6.2 Teknik Budidaya Cabai
Budidaya cabai di kebun bisa di lahan kering, lahan basah, atau sawah.
Yang dimaksud kebun di sini adalah suatu petakan lahan yang memang ditujukan
untuk budidaya cabai. Agar pproduksi cabai optimal, lahan perlu dipersiapkan
sedemikian rupa sehingga sesuai untuk tanaman cabai. Lahan yang sesuai akan
mendukung pertumbuhan dan produksi cabai (Warisno, 2010).
a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah menjadi gembur
sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan peredaran air, peredaran
udara dan suhu di dalam tanah. Melakukan pembersihan lahan dari sisa tanaman
dan sampah (Anonim, 2007).
Sebelum dibajak lahan digenangi sehari semalam agar tanah menjadi lunak
dan tidak melekat pada mata bajak saat pembajakan. Setelah dibajak lahan
dikeringkan dan digaru, kemudian diangin-anginkan selama 5 - 7 hari. Plot dibuat
dengan ukuran panjang 10 - 12 m. lebar 110 - 20 cm, tinggi 30 - 40 cm (untuk
musim kemarau) 50 - 70 cm (untuk musim hujan), lebar parit 50 - 55 cm (musim
kemarau), dan 60 - 70 cm (musim hujan) (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
b. Pengapuran
Derajat kemasaman tanah (pH) yang terlalu rendah dapat diatasi dengan
pemberian kapur. Akan lebih baik jika dalam memberikan kapur (kalsit atau
dolomit) dikombinasikan dengan pupuk organik. Apabila tanah terlalu alkali
dengan pH diatas 7,5 dapat diturunkan dengan pemberian pupuk organik yang
dikombinasikan dengan asam lemah (Warisno, 2010). Pengapuran dilakukan 3 - 4
23
minggu sebelum tanam, dengan cara kapur disebar rata pada permukaan tanah
kemudian diaduk dengan tanah. Pada tanah masam disarankan tidak
menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam seperti ZA dan Urea.
Pupuk N paling baik untuk tanah masam adalah Calcium Amonium Nitrat (CAN)
(Sarwani, M., 2008).
c. Pemupukan
Tanaman cabai membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk
pertumbuhan dan produksinya. Unsur hara makro meliputi unsur nitrogen (N),
fosfor (P), dan kalium (K). Sedangkan unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman
cabai antara lain boron (B), magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe),
molybdenum (Mo), seng (Zn), dan khlor (Cl) (Warisno, 2010). Berikut
merupakan tabel jenis dan dosis pemberian pupuk makro dan mikro.
Tabel 2.2 Jenis dan dosis pemberian pupuk makro dan mikro (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
Jenis pupuk Dosis Jumlah pemberian
(kali) Pupuk kandang Urea ZA SP-36 KCl NPK Boret PPCGandasil D&B ZPT Dharmasri ZPT Hidrasil Atonik Furadan
15-20 ton/ha 100 kg/ha 300 kg/ha 200 kg/ha 150 kg/ha 150 kg/ha 10 kg/ha 1,5 gr/liter air 60 ml/500 liter air 0,2 ml/liter air 750 cc/ha 10 kg/ha
1 2 2 2 2 2 1 8 3 4 4 1
24
Sampai saat ini, defisiensi terhadap unsur-unsur mikro dampaknya tidak
sejelas defisiensi terhadap unsur-unsur makro. Walau demikian perlu juga
diperhatikan defisiensi terhadap unsur-unsur mikro tersebut (Warisno, 2010).
d. Waktu dan Cara Pemupukan
Sebelum ditanam tanah dicangkul dan diberi pupuk kandang. Pupuk
kandang ini sebaiknya diletakan di dalam lubang kecil yang dibuat lurus dengan
jarak antarlubang sesuai plot. Tiap-tiap lubang diisi dengan pupuk kandang
sebanyak 0,5 kg hingga untuk tanaman seluas 1 ha diperlukan sekitar 15 ton
pupuk kandang yang telah jadi (Sunarjono, H., 2008).
Pemupukan pertama masing-masing pupuk kandang (pupuk organik)
sebanyak 100%, pupuk buatan (an-organik) sebanyak 40% dan nematisida
furadan diberikan 7 - 10 hari sebelum tanam menjelang pemasangan mulsa.
Pemupukan kedua dan ketiga masing-masing 30% pupuk buatan diberikan pada
umur 30 dan 60 hari setelah tanam melalui lubang yang dibuat antar tanaman.
Aplikasi ZPT masing-masing jenis diberikan tiap 10 hari sekali secara bersamaan.
Sedangkan pupuk daun Gandasil D diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif
dan Gandasil B diberikan pada akhir masa vegetatif sampai akhir masa generatif
(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
Setelah bibit berumur 1 - 1,5 bulan (kira-kira tingginya 10 - 15 cm), bibit
dipindahkan kelubang tersedia. Satu bulan setelah tanam, tanaman diberi pupuk
buatan. Pupuk tersebut merupakan campuran urea, TSP, dan KCl dengan
perbandingan 1 : 2 : 1 sebanyak 10 g tiap tanaman. Oleh karena itu, diperlukan
150 kg urea, 300 kg TSP, dan 150 kg KCl. Pada tanah tandus, pupuk urea dapat
25
diberikan sampai 200 kg per ha. Pupuk buatan ini diberikan disekeliling tanaman
sejauh 5 cm dari batangnya. Saat tanaman berumur dua bulan sebaiknya diberi
pupuk urea susulan 150 kg/ha (Sunarjono, H., 2008).
e. Pemasangan Mulsa
Pemanfaatan teknologi mulsa polyethylene (mulsa plastik hitam perak)
mulai banyak diadopsi oleh petani dalam budidaya tanaman cabai (Capsicum
annuum L.). Mulsa polyethylene merupakan mulsa yang banyak digunakan untuk
produksi sayuran dan dapat meningkatkan produksi tanaman cabai (Uhan dan
Duriat, 1996). Penggunaan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, pemadatan
tanah, erosi, dan dapat mempertahankan kelembaban di zona perakaran (Berke et
al., 2005). Mulsa dipasang setelah bedengan diberi pupuk dasar dan dilakukan
pengapuran jika pH tanah terlalu rendah. Sebaiknya pemasangan mulsa dilakukan
pada siang hari yang terik, karena plastik mulsa akan mengembang dan menempel
erat pada bedengan (Warisno, 2010).
f. Pembuatan Lubang Tanaman
Lubang tanam dibuat dengan melubangi mulsa terlebih dahulu. Untuk
membuat lubang pada mulsa tekniknya dengan menggunakan pelat pemanas yang
berdiameter 10 cm (Warisno, 2010). Lubang tanam dibuat menurut sistem zigzag
(segi tiga) atau 2 baris berhadapan, lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak
tanam (Anonim, 2007).
g. Pemilihan Varietas
Berbagai varietas hibrida cabai merah yang telah beredar di Indonesia,
antara lain cabai merah hibrida dari varietas TM-999 tergolong tanaman yang
26
tumbuh kuat dan tinggi. Umur panennya 90 hst (di dataran rendah) sampai 105 hst
(di dataran tinggi). Benihnya diproduksi oleh Hung Nong Seed, Korea (Prajnanta,
1995). Pembungaannya berlangsung terus-menerus sehingga dapat dipanen dalam
jangka waktu yang panjang. Ukuran buahnya 12,5 cm x 0,8 cm dengan berat buah
5 - 6 g. Rasanya sangat pedas, cocok untuk digiling dan dikeringkan.
(Indroprahasto dan Madyasari , tanpa tahun).
h. Persiapan Polybag
Sebaiknya persemaian cabai dilakukan dalam polybag sebelum penanaman
ke lapangan. Media tanam dalam polybag merupakan campuran tanah yang telah
diayak terlebih dahulu kemudian dicampur dengan pupuk kandang atau kompos,
dengan dosis 1:1. Pemberian pupuk an-organik dan kapur pada media persemaian
masing-masing pupuk majemuk NPK sebanyak 2 kg dan kapur 10 kg/ton media
kompos dan tanah. Setelah media tanam diisi dalam polybag, lalu dibiarkan antara
5 - 7 hari sebelum benih disemai (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
i. Persemaian Benih
Untuk memperoleh bibit yang baik umumnya dilakukan penyemaian
biji/benih di tempat persemaian (Sarwani, M., 2008). Alat persemaian dapat
menggunakan tray semai dari bahan plastik atau mika yang bisa ditutup agar tetap
lembab, kertas tisu yang mudah menyerap, pinset untuk tranplanting y, sprayer,
media semai campuran pupuk kandang steril dan arang sekam (1:1), panel bibit isi
50/98/128 tanaman per panel (Susila, A. D., 2006).
Cabai dikembangbiakan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang
berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu. Tanah persemaian ini
27
sebaiknya dicampur dengan pupuk kandang supaya bibitnya lekas besar. Biji akan
tumbuh setelah 4 - 7 hari kemudian. Untuk lahan seluas 1 ha diperlukan 500 g biji
cabai, sedangkan menurut teori diperlukan 250 g biji dengan daya kecambah 75%
(Sunarjono, H., 2008).
j. Penanaman dan Model Tanam
Dibuat terlebih dahulu bedengan-bedengan sebagai tempat untuk
menanam cabai. Bedengan dibuat dengan meninggikan lahan dengan cara
mengumpulkan tanah pada lajur. Bedengan memiliki lebar antara 1 – 1,5 meter
tergantung kondisi tanah. Tinggi bedengan antara 30 – 60 cm, tergantung kondisi
kedalaman air di lahan. Sebaiknya bedengan memiliki panjang antara 10 – 15
meter dengan jarak bedengan sekitar 1 meter. Diantara bedengan satu dengan
bedengan yang lain terdapat parit dengan lebar antara 50 – 70 cm yang berfungsi
sebagai saluran pembuangan air (drainase) atau saluaran irigasi. Setelah itu
menentukan jarak tanam. Jarak tanam dalam satu baris tanaman sebaiknya antara
50 – 70 cm, sedangkan jarak antar baris antara 70 – 80 cm. Dengan jarak tanam
seperti ini, dalam 1 hektar lahan terdapat populasi tanaman sekitar 10.000 –
20.000 tanaman (Warisno, 2010).
k. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak sehat pertumbuhannya
dengan bibit baru yang kira-kira umurnya sama. Penyulaman dilakukan pada satu
minggu setelah tanam (Susila, A. D., 2006). Bibit atau tanaman muda yang mati
harus diganti atau disulam. Bibit sulaman yang baik diambil dari tanaman yang
sehat dan tepat waktu (umur bibit) untuk penanaman. Penyulaman dilakukan pada
28
minggu pertama atau selambat-lambatnya minggu kedua. Sebaiknya penyulaman
dilakukan pagi atau sore hari (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
l. Perempelan
Perampelan merupakan kegiatan membuang tunas air, daun, bunga dan
bagian tanaman lain yang rusak atau terkena serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT). Perempelan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki
kualitas produksi. Bagian yang dirempel yaitu tunas samping, yang keluar di
ketiak daun pada saat tanaman berumur 10 - 20 hari (Anonim, 2007).
Perempelan dilakukan 2 - 3 kali sampai terbentuk percabangan utama yang
ditandai dengan munculnya bunga pertama, sekitar umur 18 - 22 Hari Setelah
Tanam (HST) dataran rendah, dan 25 - 30 HST dataran tinggi. Selain perempelan
tunas, perempelan bunga pertama dan bahkan sampai bunga kedua pada tanaman
yang cukup sehat perlu dilakukan. Perempelan bunga bertujuan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dengan menunda pertumbuhan generatif
(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
m. Pemasangan Ajir (sokongan)
Cabai hibrida pada umumnya berpotensi berbuah lebat, sehingga perlu ajir
penopang untuk menyangga tanaman agar tidak roboh, baik oleh beban buah
maupun oleh tiupan angin. Ajir penopang bisa dibuat dari bilah bamboo yang
panjangnya 130 – 140 cm dengan ketebalan 3 – 4 cm. Pemasangan ajir sebaiknya
dilakukan ketika tanaman masih kecil, ketika umur 5 – 10 HST, agar tidak
melukai perakaran. Di samping ajir penopang, diperlukan juga tali yang
29
menghubungkan ajir satu dengan lainnya yang akan lebih sempurna menyangga
lebatnya buah (Wahyudi, 2011).
n. Pengairan
Pengairan harus senantiasa diperhatikan, karena air merupakan faktor vital
bagi tanaman cabai. Penyiraman yang paling banyak (2 hari sekali) yaitu, pada
fase vegetatif < 40 HST. Sistem pengairan dapat dengan menggunakan selang
yang dimasukkan ke mulsa plastik melalui lubang tanaman, hingga posisi selang
air tepat di tengah-tengah tempat tanaman cabai. Untuk pertanaman pada lahan
sawah, sistem pengairan dilakukan dengan cara penggenangan pada saluran
drainase antar bedengan dengan ketinggian air sekitar 3/4 tinggi bedengan
(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).
Kelembaban tanah yang ideal 60 - 80% kapasitas lapang. Jumlah
kebutuhan air per tanaman selama pertumbuhan vegetatif 250 ml tiap 2 hari, dan
meningkat jadi 450 ml tiap 2 hari pada masa pembungaan dan pembuahan. Sistem
irigasi tetes pada lahan kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan
hasil cabai. Atau pengairan sistem digenang (leb) selama 15-30 menit kemudian
airnya dikeluarkan dari petakan (Sarwani, M., 2008).
o. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja, yaitu bila
terlihat gejala adanya serangga atau penyakit. Untuk tindakan preventif
disemprotkan pestisida setiap minggu setelah tanam dengan insektisida atau
fungisida secara bergantian, dengan dosis sesuai anjuran (Susila, A.D., 2006).
30
Tabel 2.3 Hama, gejala dan cara pengendaliannya (Anonim, 2007) dan (Sarwani, M., 2008)
Hama Deskripsi Gejala Pengendalian Obat Thrips (Thrips parvispinus Karny)
- Berkembang pesat dimusim kemarau
- Menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah daun
- Bercak putih atau keperak-perakan
- Daun menjadi berwarna cokelat tembaga
- Mengeriting atau keriput
- Daun, tunas atau pucuk menggulung kedalam dan muncul benjolan seperti tumor
- Penggunaan mulsa
- Sanitasi dan pemusnahan bagian yang terkena
- Penggunaan pestisida alami
Pestisida seperti pegasus, mesural
Lalat buah (Bactrocera sp)
- Buah cabai dijadikan tempat lalat betina meletakan telurnya
- Serangan berat terjadi pada musim hujan
- Lubang titik hitam pada bagian pangkal buah
- Menggunakan perangkap atraktan
- Pestisida yang efektif
Perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha
Kutu daun persik (Myzus persicae Sulz)
- Biasanya terjadi pada musim kemarau
- Hidup berkelompok
- Berada dibawah permukaan daun
- Menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan daun
- Keriput - Kerdil - Warna daun
kekuningan - Layu
penggunaan tanaman perangkap seperti caisin
Convidor 2mL/L
31
muda Ulat grayak (Spodoptera litura F)
- merusak daun dan buah dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis daun bagian atas
- merusak tulang daun
- serangan berat pada musim kemarau
- Timbul lubang yang tidak beraturan pada permukaan buah
- Sanitasi lahan - Pemusnahan
kelompok telur, larva atau pupa
- Perangkap feromonoid seks
Decis 0,5 mL/L
Kutu kebul (Bemisia tabaci)
- Sekresi yang dikeluarkan dapat menimbulkan serangan jamur jelaga
- Menyerang bagian stadia tanaman
- Daun berbercak mosaik
- Penggunaan perangkap likat
- Penggunaan insektisida efektif
permethrin, amitraz, fenoxycarb, imidacloprid, bifenthrin, deltamethrin, buprofezin, endosulphan dan asetat.
Berdasarkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pestisida
merupakan salah satu teknik atau komponen PHT yang termasuk dalam
pengendalian secara kimiawi. Pestisida ini bukanlah suatu obat, melainkan bahan
racun yang berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan, dan lingkungan bila salah
dalam penggunaannya. Oleh sebab itu, dalam penggunaan pestisida harus tepat
dosis, tepat waktu, tepat cara, tepat sasaran dan tepat guna (Permakultur, tanpa
tahun).
Setiap varietas cabai memiliki ketahanan yang berbeda dengan varietas
lainnya terhadap penyakit. Ketahanan tanaman mempunyai beberapa macam
ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu ketahanan mekanis, ketahanan
kimiawi dan ketahanan fungsional (Semangun, 1996).
32
Tabel 2.4 Penyakit, gejala dan cara pengendaliannya (Anonim, 2007) dan (Sarwani, 2008)
Penyakit Deskripsi Gejala Pengendalian Obat Layu bakteri (Ralstonia solanacearum)
Berkembang sangat pesat pada musim hujan
- Layu pada pucuk daun
- Jaringan pembuluh batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan
- Buah berwarna kekuningan dan busuk
Sanitasi dengan pencabutan dan pemusnahan
Fungisida efektif dengan dosis batas terendah
Penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici , C. gloeosporioides, Gloeosporium piperatum)
Kondisi cuaca panas dan lembab dapat mempercepat perkembang an penyakit
- Bercak coklat kehitaman pada permukaan buah
- Buah keriput
- Sanitasi rumput-rumput dan gulma
- Melakukan perbaikan drainase tanah
triazole dan pyrimidin (0,05 % - 1,1 %), fungisida seperti Antrakol
Bercak daun (Cercospora capsici)
Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase baik penyakit layu kurang berkembang
- Daun kuning dan gugur
- Bercak kecil pada daun berbentuk bulat dan kering
- Daun berlubang
Intercropping antara cabai dan tomat
Fungisida difenoconazole
Virus kuning Kelompok gemini virus (TYLCV)
Penyebab penyakit adalah anggota kelompok virus gemini yang juga
- Helai daun menjadi berwarna kuning
- Tulang daun
- Pemupukan berimbang
- Menggunak an benih yang sehat
- Rotasi
150-200 kg urea, 450-500 kg ZA, 100-150 kg TSP, 11-150 KCl dan 20-
33
banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.
menebal - Daun
menggulung keatas
- Daun-daun mengecil
- Tanaman kerdil
tanaman - Sanitasi - Penyemprot
an insektisida efektif
30 ton pupuk organik/ha
Jika hama dan penyakit diketahui lebih dini, maka penanganan masalah
akan lebih mudah. Kegiatan pencegahan sangatlah membantu untuk mengurangi
kesempatan serangan hama dan meminimalkan kerusakan pada tanaman (Zulkifli,
A. K. dkk., tanpa tahun). Aspek penting pertanian berkelanjutan antara lain,
sistem budidaya pertanian tetap memelihara kesehatan tanaman dengan kapasitas
produksi maskimum, serta mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat
menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup (Siwi, 2006).
p. Panen dan Pasca Panen
Panen cabai yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen
dibandingkan dengan cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah
sudah dapat dilakukan pada umur 70 - 75 hari. Sedang di dataran tinggi panen
baru dapat dimulai pada umur 4 - 5 bulan. Setelah panen pertama, setiap 3 - 4 hari
sekali dilanjutkan dengan panen rutin (Sarwani, M., 2008).
Pemungutan buah pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur
empat bulan. Tanaman yang baik dapat menghasilkan buah 4 - 10 ton buah/ha
(Sunarjono, H., 2008). Biasanya pada panen pertama jumlahnya hanya sekitar 50
kg. Panen kedua naik hingga 100 kg. Selanjutnya 150, 200, 250, hingga 600 kg
per hektar. Setelah itu hasilnya menurun terus, sedikit demi sedikit hingga
34
tanaman tidak produktif lagi. Tanaman cabai dapat dipanen terus-menerus hingga
berumur 6 - 7 bulan. Cabai yang sudah berwama merah sebagian berarti sudah
dapat dipanen. Pemetikan dilakukan dengan hati-hati agar percabangan/tangkai
tanaman tidak patah (Zulkifli, A. K. dkk., tanpa tahun).
Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk
normal dan baik. Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan
karung jala. Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara
(Sarwani, M., 2008).
Pasca panen dilakukan pengeringan. Pengeringan secara garis besar dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan.
Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung
misalnya dengan penyinaran atau pemanfaatan energi panas (Sarwani, M., 2008).
2.7 Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari dua fase, yaitu fase
vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan
akar, daun dan batang baru. Fase reproduktif terjadi pada pembentukan dan
perkembangan kuncup-kuncup bunga, bunga, buah, dan biji atau pada pembesaran
dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang yang
berdaging (Harjadi, S.S., 1989).
Pertumbuhan merupakan peningkatan secara irreversibel dari ukuran,
massa atau populasi (Reed, tanpa tahun). Banyak fenomena pertumbuhan
ditunjukkan dengan peningkatan logaritma ataupun eksponensial. Prinsipnya,
35
adanya perubahan yang ditunjukkan dengan peningkatan ukuran, massa ataupun
populasi seiring dengan bertambahnya waktu. Sehingga pertumbuhan akan
mengikuti laju pertumbuhan secara eksponensial ataupun logaritma.
Pertumbuhan eksponensial tanaman tidak dapat ditentukan secara pasti.
Walaupun pertumbuhan masih meningkat, akan tetapi laju pertumbuhan akan
berkurang hingga pada waktu tertentu dan membentuk garis yang datar pada
kurva. Terbentuknya garis datar setelah laju pertumbuhan berkurang dinamakan
kurva pertumbuhan sigmoidal (Wareing and Philips, 1981).
Gambar 2.4 Kurva laju pertumbuhan sigmoidal (Wareing and Philips, 1981)
Pertumbuhan eksponensial merupakan pola perubahan pertumbuhan setiap
waktu, , sebanding dengan jumlah pertumbuhan (n) yang ada pada setiap
waktu tertentu (t). Jika µ adalah slope konstanta laju pertumbuhan, maka
pertumbuhan dapat di tulis:
36
Dengan mengintegrasikan harga n untuk semua waktu, maka:
...............……(1)
………......………… (2)
∆ ln n
α
∆t
(waktu)
Gambar 2.5 Kurva hubungan ln N terhadap t untuk mengevaluasi harga
konstanta laju pertumbuhan tanaman
Persamaan (1) merupakan persamaan dari pertumbuhan eksponensial terhadap
waktu. Sedangkan persamaan (2) menunjukan persamaan dari pertumbuhan
logaritma. Dari persamaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa laju
pertumbuhan tersebut sesuai dengan hukum laju orde satu yang sama dengan
persamaan hukum laju pertumbuhan populasi bakteri.
37
Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang sangat potensial
mempengaruhi perkembangan dan hasil tanaman cabe, antara lain suhu.
Perubahan suhu lingkungan, dapat menyebabkan perubahan suhu tanaman, dan
perubahan ini akan mempengaruhi aktif metabolisme tanaman (Sutcliffe, 1977).
Makin tinggi tempat atau lokasi penanaman akan makin panjang umur suatu
tanaman, karena tanaman tersebut membutuhkan sejumlah panas untuk mencapai
tingkat perkembangan tertentu hingga panen (Oldemann, 1977).
Hasil tanaman yang baik diperoleh melalui perlakuan yang tepat pada
tanaman. Pemulsaan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman yang baru
ditanam karena dapat memperbaiki tata udara tanah dan ketersediaan air bagi
tanaman (Barus, W. A., tanpa tahun). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi
juga oleh hormon yang ada didalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam
tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani kita. Padahal justru
adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun
kualitasnya. Berkaitan dengan adanya hormon pada tanaman, seringkali kita
mendengar istilah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Keduanya terletak pada
terminologi yang digunakan. Dimana hormon merupakan zat yang dihasilkan di
dalam tanaman secara alamiah sedangkan ZPT merupakan zat yang disentesis
secara buatan oleh manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hormon pasti ZPT
namun ZPT belum tentu hormon (Ritonga, A. W., tanpa tahun).