32
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis - Jenis Pupuk Dalam arti luas yang dimaksud pupuk ialah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman (Kelpitna, A.E, 2009). Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami atau sintetis, yang menyuplai tanaman dengan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian sudah sangat membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha taninya (Suwandi, dan Rosliani., 2003). Pupuk dikenal dengan istilah pupuk makro dan pupuk mikro. Ada tiga kelompok pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandungnya, yaitu: 1) Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu jenis unsur hara misal urea (45% N), TSP (45% P 2 O 5 ), SP-36 (36% P 2 O 5 ), ZK (50% K 2 O) dan sebagainya. 2) Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung labih dari satu unsur hara, misal pupuk NPK, NP, PK, NK, dan lain sebagainya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_060286_chapter2(1).pdf · dapat dipergunakan untuk mengalirkan air dari akar hingga ke daun (Rahman,

  • Upload
    vanngoc

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis - Jenis Pupuk

Dalam arti luas yang dimaksud pupuk ialah suatu bahan yang digunakan

untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik

bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu

bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman (Kelpitna, A.E, 2009).

Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami atau sintetis, yang menyuplai

tanaman dengan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai

salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian sudah sangat

membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan

sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha taninya

(Suwandi, dan Rosliani., 2003).

Pupuk dikenal dengan istilah pupuk makro dan pupuk mikro. Ada tiga

kelompok pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandungnya, yaitu:

1) Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu jenis unsur

hara misal urea (45% N), TSP (45% P2O5), SP-36 (36% P2O5), ZK (50%

K2O) dan sebagainya.

2) Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung labih dari satu unsur hara,

misal pupuk NPK, NP, PK, NK, dan lain sebagainya.

7

3) Pupuk majemuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur hara secara

lengkap (keseluruhan) baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro.

(Suyono, A. D., 2008)

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri

dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai

bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sudirja, R.,

2007).

Gambar 2.1 Struktur tanah yang mengandung bahan organik lebih baik daripada

yang tidak mengandung bahan organik (Sempurna, F. I.. 2008).

Jenis pupuk organik sangat ditentukan oleh bahannya, seperti kompos,

pupuk hijau dan pupuk kandang (Dep. Pertanian., 1996). Kompos merupakan

produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan atau hasil dekomposisi

bahan-bahan organik. Proses ini adalah proses perombakan senyawa yang

komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme oleh

Kondisi

tanah yang

buruk

Kondisi tanah

yang baik

Bahan

Organik

(Na)

8

fungi, aktinomiset, dan cacing tanah (Nugroho, B., tanpa tahun). Sedangkan

pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari

tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang

hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah

sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla

(Simanungkalit, R.D.M., 2006). Sumber bahan organik lainnya yaitu pupuk

kandang yang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari

rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Selain itu, istilah

pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional

mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga

dapat tersedia bagi tanaman (Simanungkalit, R. D. M., 2006)

Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik

dan atau biologis, merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk

(Kepmen.Pertanian, 2003). Pupuk anorganik dibagi ke dalam beberapa kelompok,

diantaranya adalah pupuk nitrogen, pupuk fosfor, pupuk kalium, pupuk kalsium,

pupuk magnesium dan pupuk sulfur. Masing-masing kelompok memiliki

beberapa jenis pupuk berdasarkan jenis sumber senyawa kimia dan kadarnya.

Salah satu contoh pupuk anorganik adalah urea [CO(NH2)2] termasuk ke dalam

kelompok pupuk nitrogen, urea memiliki kandungan nitrogen sebanyak 45%

hingga 46% (Silva, J. A.,2000).

9

2.2 Cara Pemupukan

Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Air

dan mineral yang diperlukan tumbuhan dari dalam tanah diserap oleh akar

kemudian diangkut ke seluruh tubuh tumbuhan melalui sel-sel pembuluh jaringan

ikat. Sel-sel pembuluh jaringan ikat ini dapat diibaratkan sebagai selang yang

dapat dipergunakan untuk mengalirkan air dari akar hingga ke daun (Rahman,

tanpa tahun). Pengambilan zat-zat ini dilakukan secara difusi dan osmosis. Difusi

merupakan perpindahan molekul atau ion dari daerah berkonsentrasi tinggi ke

daerah berkonsentrasi rendah. Sedangkan osmosis adalah perpindahan air dari

larutan berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi melalui selaput

semi permeable (Anonim, 2010).

Cara pemberian nutrisi lainnya ada yang dikenal dengan pupuk daun.

Pupuk daun digunakan dengan cara disemprotkan pada bagian daun. Pemupukan

melalui daun memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap tanaman dibanding

lewat akar. Kecepatan penyerapan hara juga dipengaruhi oleh status hara dalam

tanah. Bila kadar hara dalam tanah rendah maka penyerapan unsur hara melalui

daun relatif lebih cepat dan sebaliknya. Pupuk daun merupakan pupuk organik

yang mengandung unsur makro dan mikro (tunggal dan majemuk) dalam bentuk

padat atau cair yang dapat langsung diserap oleh daun tanaman (Rosmarkam dan

Yuwono, 2002).

Pupuk daun mempunyai kelebihan, yakni:

(1) penyerapan hara pupuk yang diberikan lewat daun lebih cepat dari pada pupuk

yang diberikan melalui akar

10

(2) tanaman lebih cepat menumbuhkan tunas

(3) menghindarkan tanah dari kelelahan/rusak

(4) pemberian pupuk daun yang berisi hara mikro dapat mengganti kekurangan

hara yang terkuras akibat pemupukan hara makro yang berlebihan (Samekto,

R., 2006).

Ada satu hal kelebihan yang mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan

haranya lebih cepat dibanding pupuk yang diberikan lewat akar. Masuknya pupuk

ini karena ada proses difusi dan osmosis pada lubang mulut daun yang lazim

disebut stomata. Stomata ini membuka dan menutup secara mekanis yang diatur

oleh tekanan turgor dari sel-sel penutup. Jika tekanan turgor meningkat, stomata

akan membuka. Sementara jika tekanan turgor menurun maka stomata akan

menutup (Sutedjo, 1995).

Berdasarkan jalur yang ditempuh air dan garam mineral yang masuk ke

akar, pengangkutan air dan garam mineral dibedakan menjadi simplas dan

apoplas. Simplas adalah bergeraknya air dan mineral lewat jalur dalam sel, yaitu

sitoplasma sel dengan jalan menembus membran plasma. Sedangkan apoplas

adalah bergeraknya air lewat jalur luar sel atau lewat dinding-dinding sel. Selain

menyerap air dan garam mineral, tumbuhan juga mengambil gas CO2 dan O2 dari

udara sekitarnya melalui stomata dan lentisel. Pengambilan gas ini berkaitan

dengan proses fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan (Anonim, 2010).

Persamaan reaksi kimia proses fotosintesis adalah:

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2

11

2.3 Bionutrien

Bionutrien merupakan nutrisi essensial alami yang didapat dari tanaman

potensial melalui proses ekstraksi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan

kualitas hasil tanaman. (Nurzaman, H, 2010).

Pemanfaatan tumbuhan tropis sebagai sumber bionutrien telah dilakukan

sejak tahun 2006 melalui penelitian yang dilakukan tim Bioflokulan UPI.

Tumbuhan tropis tersebut berpotensi sebagai bionutrien karena memiliki

kandungan N, P, dan K yang cukup tinggi.

Sebagai contoh, dari hasil penelitian yang telah dilakukan

menginformasikan bahwa tanaman KPD mengandung kadar N, P, dan K berturut-

turut sebesar 4,55%, 0,52%, dan 3,78%. Menggunakan ekstraktan basa sebagai

pelarut pada metode ekstraksinya. Pada tahap aplikasi bionutrien KPD tersebut

dilakukan penyiraman terhadap tanaman selada bokor dan caisin (Juliastuti, D.,

2007).

Tanaman MHR yang diekstraksi menggunakan ekstraktan basa berpotensi

untuk dijadikan bionutrien karena memiliki kadar N, P dan K yang cukup tinggi

yaitu N sebesar 2,01% (% massa), P sebesar 0,15% (% massa) dan K sebesar

0,75% (% massa). Bionutrien MHR diaplikasikan pada tanaman caisin dengan

variasi perlakuan yaitu disemprot tanpa pupuk kandang; disemprot dengan pupuk

kandang; disiram tanpa pupuk kandang dan disiram dengan pupuk kandang

(Ambarwati, R., 2007).

Tanaman lain yang berpotensi untuk dijadikan bionutrien adalah tanaman

CAF. Dari hasil analisis sebelumnya CAF memiliki kadar nitrogen sebesar 3,58 %

12

(b/v), kadar fosfor sebesar 0,34 % (b/v) dan kadar Kalium sebesar 2,86 % (b/v).

Metode ektraksi dilakukan dengan menggunakan ekstraktan basa terhadap

tanaman CAF. Bionutrien CAF diaplikasikan terhadap selada bokor dengan

variasi cara perlakuan yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu aplikasi

pada bionutrien MHR (Sempurna, F. I., 2008).

Sama seperti penelitian sebelumnya, pada tanaman RPS-GE dilakukan uji

pendahuluan berupa analisis kadar N, P, dan K. Hasil analisis menunjukkan

bahwa kadar N, P dan K berturut-turut 0,39% ; 0,28% dan 0,14%. Ekstraksi

dilakukan dengan ekstraktan basa. Untuk bionutrien RPS-GE ini aplikasi

dilakukan pada pakcoy dan selada kriting (Guntara, G. dan Kurniasih, E., 2009).

ISM dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000m di atas

permukaan laut, terutama pada tanah pasir sampai tanah lempung berpasir dan

dengan sistem drainase yang baik pada pH 5,5-7,4. Tanaman ISM ini menyukai

iklim panas, tidak terlalu dingin atau banyak hujan. Tanaman tahan kekeringan

dan akan tumbuh subur apabila mendapatkan pengairan yang cukup. Perawakan

ISM perdu sampai pohon, batang percabangan simpodial, daun berbentuk elip

memanjang sampai bentuk lanset, berwarna hijau mengkilat, bunga tunggal, daun

kelopak segitiga dan kecil. Daerah distribusinya di daerah basah sampai kering,

pada tanah berpasir.

2.4 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu

campuran homogen menggunakan pelarut cair atau solven sebagai separating

13

agent, dimana antara 2 pelarut tersebut tidak saling campur (Nur, S., 1989). Salah

satu metode ekstraksi adalah maserasi, yang berasal dari bahasa Latin macerare,

yang artinya merendam. Dalam proses maserasi, simplisia yang akan diekstraksi

ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar dan ditutup rapat

(Ansel, 1989). Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut

organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Penekanan utama pada

maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan

yang akan diekstraksi (Guenther, 1990). Proses ini sangat mengguntungkan dalam

isolasi bahan alam karena dalam perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam

dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat

diatur lama perendaman yang dilakukan (Leny, 2006).

Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang

tinggi dengan memperhatikan kelarutan bahan alam dalam pelarut tersebut (Leny,

2006). Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang

tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut

tersebut. Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut yang

dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik senyawa polar maupun

non polar (Sudjadi, 1986).

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana, dapat

digunakan untuk sampel bertekstur lunak dan tidak tahan pemanasan. Sedangkan

kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel

14

cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan

untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras (Sudjadi, 1986). Dalam analisis

fitokimia, ekstraksi pada umumnya digunakan jaringan tumbuhan segar. Namun,

dapat juga menggunakan tumbuhan yang dikeringkan. Apabila hal ini dilakukan,

pengeringan harus terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang

terlalu banyak. (Harborne,1984).

2.5 Nutrien yang Dibutuhkan Tanaman Cabai

Metode terbaik penentuan dosis rekomendasi pemupukan bagi tanaman

sayuran adalah dengan uji korelasi dan kalibrasi analisis tanah (Simone et al.,

2003). Namun demikian untuk pengembangan metode ini diperlukan waktu yang

panjang. Optimasi dosis pemupukan dapat dilakukan untuk memberikan

gambaran secara kasar dan cepat rekomendasi pemupukan. Penelitian tentang

rekomendasi pemupukan pada tanaman cabai di lahan terbuka telah banyak

dilakukan oleh Balai Penelitian Sayuran (Balitsa). Rekomendasi pemupukan

tanaman cabai yang dikeluarkan oleh Balitsa di lahan kering sebesar 151 kg N/ha,

69 kg P2O5/ha, 120 kg K2O/ha (Nurtika dan Suwandi, 1992; Nurtika dan Hilman,

1995), sedangkan pemupukan tanaman cabai pada musim hujan sebesar 60.3 kg

N/ha, 69 kg P2O5/ha, 100 kg K2O/ha (Alviana, V.F. dan Anas, D.S., 2009).

Pada fase pertumbuhan, seperti halnya tanaman lain tanaman cabai

memerlukan suplai unsur nitrogen (N). Setelah berkembang dewasa dan

menjelang masa produktif – berbunga dan berbuah – diperlukan tambahan unsur

fosfor (P) dan kalium (K). Pada masa awal pertumbuhannya, tanaman cabai

15

memerlukan pertumbuhan daun yang optimal. Untuk itu, tanaman perlu disemprot

dengan pupuk daun yang mengandung unsur N tinggi. Unsur N (nitrogen)

berfungsi memacu pertumbuhan daun dan batang, disamping membantu

pembentukan akar (Haryoto, 2009).

Senyawa kimia yang dibutuhkan oleh suatu organisme disebut hara

(nutrisi). Unsur-unsur esensial berada dalam tanah dalam keadaan tidak seimbang,

sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Unsur yang tergolong esensial,

yaitu: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S),

kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) unsur tersebut sebagai hara makro

sedangkan hara mikro, yaitu: besi (Fe), mangan (Mn), copper (Cu), seng (Zn),

molybdenum (Mo), boron (B), khlorin (Cl). Tiap unsur memiliki fungsi yang

berbeda (Samekto, R., 2006).

Tabel 2.1 Fungsi tiap unsur yang dibutuhkan oleh tanaman (Haryoto, 2009) dan (Warisno, 2010)

Nama Unsur Fungsi Nitrogen (N) - Meningkatkan pertumbuhan tanaman

- Menyehatkan pertumbuhan daun - Meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme

di dalam tanah Fosfor (P) - Mempercepat pertumbuhan akar semai

- Mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa

- Mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji, atau bulir.

Kalium (K) - Mengeraskan bagian kayu tanaman - Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit - Meningkatkan kualitas biji atau buah

Kalsium (Ca) Membantu pertumbuhan ujung-ujung akar dan pembentukan bulu akar

Magnesium (Mg) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun dan menyebarkan unsur fosfor ke seluruh tanaman

Belerang (S) Bersama unsur fosfor dapat mempertinggi kerja unsur lain dan memproduksi energy

Besi (Fe) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun dan

16

menghasilkan klorofil Membantu pembentukan enzim pernapasan

Mangan (Mn) Ikut dalam pembentukan zat hijau daun Membantu penyerapan nitrogen

Boron (B) Membantu pertumbuhan meristem Tembaga (Cu) Berperan sebagai bahan pembentuk klorofil dan ikut

dalam proses fotosintesis Ikut berperan dalam fungsi reproduksi

Seng (Zn) Ikut dalam pembentukan auksin (hormon tumbuh) Molybdenum (Mo) Berperan dalam mengikat nitrogen sehingga unsur ini

sangat penting untuk tanaman sayur-mayur

Nitrogen (N)

Kandungan nitrogen dalam tanaman paling banyak dibanding hara mineral

lain, sebanyak 2 - 4 % dari berat kering tanaman. Senyawa organik seperti asam

amino dan urea dapat diserap oleh akar. Nitrat merupakan bentuk ion N yang

paling banyak dan sumber paling penting bagi tanaman. Nitrat yang diserap

melelui akar direduksi dengan baik didaerah akar atau dibagian atas tanaman

maupun di dua tempat tersebut. Nitrat direduksi menjadi asam amino (NH2) oleh

enzim nitrat reduktase yang membutuhkan energi kegiatan metabolisme seluler.

(Samekto, R., 2006).

Fosfor (P)

Kadar fosfor dalam tanaman menempati urutan terendah golongan hara

makro. Kadarnya kira-kira 1/5 – 1/10 kadar nitrogen (Samekto, R.,2006). Tidak

ada perubahan bentuk P dalam tanaman selama translokasi, fosfor tetap dalam

bentuk teroksidasi, dengan ikatan kovalen dengan 4 atom oksigen. Fosfor berada

dalam tanaman sebagai ion bebas atau gugus fosfat terikat pada molekul organik

(Suyono, A. D.,2008).

17

Defisiensi P sangat mengganggu proses pertumbuhan tanaman, seperti

fotosintesis, respirasi, serapan ion dan pengikatan energi. P yang sangat tinggi di

perakaran dapat mengakibatkan gejala keracunan, ditunjukan dengan adanya

gejala belang pada daun, selanjutnya menjadi nekrosis/coklat terbakar. Keracunan

yang sangat akut dapat menyebabkan kematian tanaman (Samekto, R., 2006).

Kalium (K)

Gejala defisiensi K yaitu klorosis pada daun tua kemudian daun bagian

tepi nekrosis, sangat peka terhadap penyakit dibanding tanaman yang kecukupan

K, kehilangan kontrol terhadap kecepatan transpirasi, sehingga menyebabkan

kekeringan dan memiliki batang yang lemah. Defisiensi K biasanya terjadi pada

tanah pasiran masam, atau tanah-tanah yang mengalami pencucian lanjut, tanah

yang ditanami secara intensif K mengalami pencucian di daerah perakaran

(Samekto, R., 2006).

2.6 Tanaman Cabai dan Cara Bertani Cabai

Tanaman cabai (Capsicum Annum var longum) adalah merupakan

tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari suku

(famili) terong-terongan (Solanaceae). Tanaman ini berakar tunggang dengan

banyak akar samping yang dangkal. Batangnya tidak berbulu, tetapi banyak

cabang. Daunnya panjang dengan ujung runcing (oblongus acutus) (Sunarjono,

H., 2008).

18

Gambar 2.2 Tanaman cabai (Capsicum Annum var longum)

Menurut Tindall (1983) tanaman ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae

Ordo : Polemoniales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Buah cabai sangat digemari, karena memiliki rasa pedas dan merupakan

perangsang bagi selera makan. Selain itu buah cabai memiliki kandungan vitamin-

vitamin, protein, dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai arti

ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan

(Rusli, dkk., 1997).

Cabai mengandung zat capsaicin (minyak atsiri). Pada umumnya, minyak

atsiri berperan sebagai bakterisida dan fungisida yang sifat penghambatannya

19

spesifik (Guenther, 1990). Struktur capsaicin ditentukan oleh Nelson pada tahun

1920, capsaicin terdiri dari unit venillalamin dan asam isodekonoat, dengan ikatan

rangkap antara C 6 - 7 (Rogers, 1966). Ekstrak senyawa capsaicin tidak berbau,

tidak berwarna, tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak, metanol, etil asetat

dan etil alkali (Pursegglove et al ., 1981). Zat capsaicin ini memiliki titik didih

210°C - 220°C dan titik leleh 65°C (Science Lab, 2010).

Gambar 2.3 Struktur senyawa capsaicin

2.6.1 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun

dataran tinggi. Itulah sebabnya cabai banyak ditanam orang di pekarangan rumah

(Sunarjono, H., 2008). Tetapi, walau bagaimanapun tanaman cabai membutuhkan

kondisi yang sesuai meliputi faktor alamiah dan faktor sosial. Untuk itu, dalam

memilih lokasi untuk budidaya tanaman cabai, benar-benar harus memperhatikan

syarat tumbuh (Warisno, 2010).

a. Jenis Tanah

Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai (terutama cabai hibrida)

adalah tanah yang bertekstur remah, gembur tidak terlalu liat, kaya humus serta

tidak tergenang air (Zulkifli, A.K, T. M., tanpa tahun). Tanah yang terlalu liat

kurang baik karena sulit diolah, drainasenya jelek, pernafasan akar tanaman dapat

terganggu dan dapat menyulitkan akar dalam mengadopsi unsur hara. Tanah yang

20

terlalu poros/banyak pasir juga kurang baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh

air (Setiadi, 1991). Jika tanahnya kebanyakan air atau becek, tanaman mudah

terserang penyakit layu (Sunarjono, H., 2008).

b. Derajat Kemasaman (pH)

Derajat kemasaman tanah atau pH tanah yang baik untuk pertumbuhan

tanaman cabai adalah pH tanah netral, yaitu antara 6,0 - 7,5. Apabila pH terlalu

masam (dibawah 5,0), ada kemungkinan tanaman cabai mengalami keracunan

alumunium (Al). Sedangkan pada pH diatas 7,5 dapat menghambat pertumbuhan

akar, karena tanah-tanah alkalis ini sangat keras (Warisno, 2010). Pengaturan pH

dapat dilakukan dengan penambahan kapur pertanian pada pH rendah dan

belerang (S) pada pH tinggi (Sarwani, M., 2008).

c. Air

Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ

tanaman, air berperan dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan) dan proses

respirasi (pernafasan) (Sumarni, N., 1996). Cabai termasuk tanaman yang tidak

tahan kekeringan, tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Air diperlukan

dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan atau kurang (Sarwani, M., 2008).

Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati.

Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang bersih

yang membawa mineral atau unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bukan air yang

berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang terserang penyakit, karena air ini

dapat menyebabkan tanaman cabai yang sehat akan segera tertular, dan bukan air

21

yang berasal dari limbah pabrik yang berbahaya bagi tanaman cabai (Tarigan, S.,

2003).

d. Iklim

Beberapa unsur iklim yang mempengaruhi tanaman cabai antara lain,

ketinggian tempat yang sekaligus berpengaruh terhadap curah hujan, intensitas

cahaya matahari, suhu udara dan kelembaban udara. Tanaman cabai sebenarnya

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah sampai tinggi,

dengan ketinggian 100 - 1000 meter dpl. Cahaya matahari di dataran tinggi lebih

rendah dibandingkan di dataran rendah. Tanaman cabai membutuhkan intensitas

cahaya matahari yang tinggi setidaknya diatas 70%. Untuk cabai besar, lebih

cocok ditanam di dataran menengah hingga tinggi, dengan ketinggian 400 – 600

meter dpl. Pada ketinggian tersebut cabai mendapatkan suhu udara yang cukup

rendah untuk dapat berproduksi dengan baik yaitu 8 – 34 °C. Namun optimalnya,

tanaman cabai sebaiknya mendapatkan suhu udara siang 21 – 28 °C dan suhu

udara malam 8 – 20 °C.

Tanaman cabai sebenarnya tidak menyukai curah hujan yang berlebihan,

namun tanaman ini membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi. Secara umum,

curah hujan optimum untuk tanaman cabai antara 500 – 3000 mm/tahun.

Sedangkan kelembaban udara relatif yang disukai tanaman cabai antara 80 – 95%

(Warisno, 2010). Tanaman cabai tidak tahan hujan, terutama pada waktu

berbunga, karena bunga-bunganya akan mudah gugur. Oleh karena itu, waktu

tanam cabai yang baik ialah pada awal musim kemarau. (Sunarjono, H., 2008).

22

2.6.2 Teknik Budidaya Cabai

Budidaya cabai di kebun bisa di lahan kering, lahan basah, atau sawah.

Yang dimaksud kebun di sini adalah suatu petakan lahan yang memang ditujukan

untuk budidaya cabai. Agar pproduksi cabai optimal, lahan perlu dipersiapkan

sedemikian rupa sehingga sesuai untuk tanaman cabai. Lahan yang sesuai akan

mendukung pertumbuhan dan produksi cabai (Warisno, 2010).

a. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah menjadi gembur

sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan peredaran air, peredaran

udara dan suhu di dalam tanah. Melakukan pembersihan lahan dari sisa tanaman

dan sampah (Anonim, 2007).

Sebelum dibajak lahan digenangi sehari semalam agar tanah menjadi lunak

dan tidak melekat pada mata bajak saat pembajakan. Setelah dibajak lahan

dikeringkan dan digaru, kemudian diangin-anginkan selama 5 - 7 hari. Plot dibuat

dengan ukuran panjang 10 - 12 m. lebar 110 - 20 cm, tinggi 30 - 40 cm (untuk

musim kemarau) 50 - 70 cm (untuk musim hujan), lebar parit 50 - 55 cm (musim

kemarau), dan 60 - 70 cm (musim hujan) (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

b. Pengapuran

Derajat kemasaman tanah (pH) yang terlalu rendah dapat diatasi dengan

pemberian kapur. Akan lebih baik jika dalam memberikan kapur (kalsit atau

dolomit) dikombinasikan dengan pupuk organik. Apabila tanah terlalu alkali

dengan pH diatas 7,5 dapat diturunkan dengan pemberian pupuk organik yang

dikombinasikan dengan asam lemah (Warisno, 2010). Pengapuran dilakukan 3 - 4

23

minggu sebelum tanam, dengan cara kapur disebar rata pada permukaan tanah

kemudian diaduk dengan tanah. Pada tanah masam disarankan tidak

menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam seperti ZA dan Urea.

Pupuk N paling baik untuk tanah masam adalah Calcium Amonium Nitrat (CAN)

(Sarwani, M., 2008).

c. Pemupukan

Tanaman cabai membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk

pertumbuhan dan produksinya. Unsur hara makro meliputi unsur nitrogen (N),

fosfor (P), dan kalium (K). Sedangkan unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman

cabai antara lain boron (B), magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe),

molybdenum (Mo), seng (Zn), dan khlor (Cl) (Warisno, 2010). Berikut

merupakan tabel jenis dan dosis pemberian pupuk makro dan mikro.

Tabel 2.2 Jenis dan dosis pemberian pupuk makro dan mikro (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

Jenis pupuk Dosis Jumlah pemberian

(kali) Pupuk kandang Urea ZA SP-36 KCl NPK Boret PPCGandasil D&B ZPT Dharmasri ZPT Hidrasil Atonik Furadan

15-20 ton/ha 100 kg/ha 300 kg/ha 200 kg/ha 150 kg/ha 150 kg/ha 10 kg/ha 1,5 gr/liter air 60 ml/500 liter air 0,2 ml/liter air 750 cc/ha 10 kg/ha

1 2 2 2 2 2 1 8 3 4 4 1

24

Sampai saat ini, defisiensi terhadap unsur-unsur mikro dampaknya tidak

sejelas defisiensi terhadap unsur-unsur makro. Walau demikian perlu juga

diperhatikan defisiensi terhadap unsur-unsur mikro tersebut (Warisno, 2010).

d. Waktu dan Cara Pemupukan

Sebelum ditanam tanah dicangkul dan diberi pupuk kandang. Pupuk

kandang ini sebaiknya diletakan di dalam lubang kecil yang dibuat lurus dengan

jarak antarlubang sesuai plot. Tiap-tiap lubang diisi dengan pupuk kandang

sebanyak 0,5 kg hingga untuk tanaman seluas 1 ha diperlukan sekitar 15 ton

pupuk kandang yang telah jadi (Sunarjono, H., 2008).

Pemupukan pertama masing-masing pupuk kandang (pupuk organik)

sebanyak 100%, pupuk buatan (an-organik) sebanyak 40% dan nematisida

furadan diberikan 7 - 10 hari sebelum tanam menjelang pemasangan mulsa.

Pemupukan kedua dan ketiga masing-masing 30% pupuk buatan diberikan pada

umur 30 dan 60 hari setelah tanam melalui lubang yang dibuat antar tanaman.

Aplikasi ZPT masing-masing jenis diberikan tiap 10 hari sekali secara bersamaan.

Sedangkan pupuk daun Gandasil D diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif

dan Gandasil B diberikan pada akhir masa vegetatif sampai akhir masa generatif

(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

Setelah bibit berumur 1 - 1,5 bulan (kira-kira tingginya 10 - 15 cm), bibit

dipindahkan kelubang tersedia. Satu bulan setelah tanam, tanaman diberi pupuk

buatan. Pupuk tersebut merupakan campuran urea, TSP, dan KCl dengan

perbandingan 1 : 2 : 1 sebanyak 10 g tiap tanaman. Oleh karena itu, diperlukan

150 kg urea, 300 kg TSP, dan 150 kg KCl. Pada tanah tandus, pupuk urea dapat

25

diberikan sampai 200 kg per ha. Pupuk buatan ini diberikan disekeliling tanaman

sejauh 5 cm dari batangnya. Saat tanaman berumur dua bulan sebaiknya diberi

pupuk urea susulan 150 kg/ha (Sunarjono, H., 2008).

e. Pemasangan Mulsa

Pemanfaatan teknologi mulsa polyethylene (mulsa plastik hitam perak)

mulai banyak diadopsi oleh petani dalam budidaya tanaman cabai (Capsicum

annuum L.). Mulsa polyethylene merupakan mulsa yang banyak digunakan untuk

produksi sayuran dan dapat meningkatkan produksi tanaman cabai (Uhan dan

Duriat, 1996). Penggunaan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, pemadatan

tanah, erosi, dan dapat mempertahankan kelembaban di zona perakaran (Berke et

al., 2005). Mulsa dipasang setelah bedengan diberi pupuk dasar dan dilakukan

pengapuran jika pH tanah terlalu rendah. Sebaiknya pemasangan mulsa dilakukan

pada siang hari yang terik, karena plastik mulsa akan mengembang dan menempel

erat pada bedengan (Warisno, 2010).

f. Pembuatan Lubang Tanaman

Lubang tanam dibuat dengan melubangi mulsa terlebih dahulu. Untuk

membuat lubang pada mulsa tekniknya dengan menggunakan pelat pemanas yang

berdiameter 10 cm (Warisno, 2010). Lubang tanam dibuat menurut sistem zigzag

(segi tiga) atau 2 baris berhadapan, lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak

tanam (Anonim, 2007).

g. Pemilihan Varietas

Berbagai varietas hibrida cabai merah yang telah beredar di Indonesia,

antara lain cabai merah hibrida dari varietas TM-999 tergolong tanaman yang

26

tumbuh kuat dan tinggi. Umur panennya 90 hst (di dataran rendah) sampai 105 hst

(di dataran tinggi). Benihnya diproduksi oleh Hung Nong Seed, Korea (Prajnanta,

1995). Pembungaannya berlangsung terus-menerus sehingga dapat dipanen dalam

jangka waktu yang panjang. Ukuran buahnya 12,5 cm x 0,8 cm dengan berat buah

5 - 6 g. Rasanya sangat pedas, cocok untuk digiling dan dikeringkan.

(Indroprahasto dan Madyasari , tanpa tahun).

h. Persiapan Polybag

Sebaiknya persemaian cabai dilakukan dalam polybag sebelum penanaman

ke lapangan. Media tanam dalam polybag merupakan campuran tanah yang telah

diayak terlebih dahulu kemudian dicampur dengan pupuk kandang atau kompos,

dengan dosis 1:1. Pemberian pupuk an-organik dan kapur pada media persemaian

masing-masing pupuk majemuk NPK sebanyak 2 kg dan kapur 10 kg/ton media

kompos dan tanah. Setelah media tanam diisi dalam polybag, lalu dibiarkan antara

5 - 7 hari sebelum benih disemai (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

i. Persemaian Benih

Untuk memperoleh bibit yang baik umumnya dilakukan penyemaian

biji/benih di tempat persemaian (Sarwani, M., 2008). Alat persemaian dapat

menggunakan tray semai dari bahan plastik atau mika yang bisa ditutup agar tetap

lembab, kertas tisu yang mudah menyerap, pinset untuk tranplanting y, sprayer,

media semai campuran pupuk kandang steril dan arang sekam (1:1), panel bibit isi

50/98/128 tanaman per panel (Susila, A. D., 2006).

Cabai dikembangbiakan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang

berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu. Tanah persemaian ini

27

sebaiknya dicampur dengan pupuk kandang supaya bibitnya lekas besar. Biji akan

tumbuh setelah 4 - 7 hari kemudian. Untuk lahan seluas 1 ha diperlukan 500 g biji

cabai, sedangkan menurut teori diperlukan 250 g biji dengan daya kecambah 75%

(Sunarjono, H., 2008).

j. Penanaman dan Model Tanam

Dibuat terlebih dahulu bedengan-bedengan sebagai tempat untuk

menanam cabai. Bedengan dibuat dengan meninggikan lahan dengan cara

mengumpulkan tanah pada lajur. Bedengan memiliki lebar antara 1 – 1,5 meter

tergantung kondisi tanah. Tinggi bedengan antara 30 – 60 cm, tergantung kondisi

kedalaman air di lahan. Sebaiknya bedengan memiliki panjang antara 10 – 15

meter dengan jarak bedengan sekitar 1 meter. Diantara bedengan satu dengan

bedengan yang lain terdapat parit dengan lebar antara 50 – 70 cm yang berfungsi

sebagai saluran pembuangan air (drainase) atau saluaran irigasi. Setelah itu

menentukan jarak tanam. Jarak tanam dalam satu baris tanaman sebaiknya antara

50 – 70 cm, sedangkan jarak antar baris antara 70 – 80 cm. Dengan jarak tanam

seperti ini, dalam 1 hektar lahan terdapat populasi tanaman sekitar 10.000 –

20.000 tanaman (Warisno, 2010).

k. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak sehat pertumbuhannya

dengan bibit baru yang kira-kira umurnya sama. Penyulaman dilakukan pada satu

minggu setelah tanam (Susila, A. D., 2006). Bibit atau tanaman muda yang mati

harus diganti atau disulam. Bibit sulaman yang baik diambil dari tanaman yang

sehat dan tepat waktu (umur bibit) untuk penanaman. Penyulaman dilakukan pada

28

minggu pertama atau selambat-lambatnya minggu kedua. Sebaiknya penyulaman

dilakukan pagi atau sore hari (Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

l. Perempelan

Perampelan merupakan kegiatan membuang tunas air, daun, bunga dan

bagian tanaman lain yang rusak atau terkena serangan Organisme Pengganggu

Tumbuhan (OPT). Perempelan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki

kualitas produksi. Bagian yang dirempel yaitu tunas samping, yang keluar di

ketiak daun pada saat tanaman berumur 10 - 20 hari (Anonim, 2007).

Perempelan dilakukan 2 - 3 kali sampai terbentuk percabangan utama yang

ditandai dengan munculnya bunga pertama, sekitar umur 18 - 22 Hari Setelah

Tanam (HST) dataran rendah, dan 25 - 30 HST dataran tinggi. Selain perempelan

tunas, perempelan bunga pertama dan bahkan sampai bunga kedua pada tanaman

yang cukup sehat perlu dilakukan. Perempelan bunga bertujuan untuk

mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dengan menunda pertumbuhan generatif

(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

m. Pemasangan Ajir (sokongan)

Cabai hibrida pada umumnya berpotensi berbuah lebat, sehingga perlu ajir

penopang untuk menyangga tanaman agar tidak roboh, baik oleh beban buah

maupun oleh tiupan angin. Ajir penopang bisa dibuat dari bilah bamboo yang

panjangnya 130 – 140 cm dengan ketebalan 3 – 4 cm. Pemasangan ajir sebaiknya

dilakukan ketika tanaman masih kecil, ketika umur 5 – 10 HST, agar tidak

melukai perakaran. Di samping ajir penopang, diperlukan juga tali yang

29

menghubungkan ajir satu dengan lainnya yang akan lebih sempurna menyangga

lebatnya buah (Wahyudi, 2011).

n. Pengairan

Pengairan harus senantiasa diperhatikan, karena air merupakan faktor vital

bagi tanaman cabai. Penyiraman yang paling banyak (2 hari sekali) yaitu, pada

fase vegetatif < 40 HST. Sistem pengairan dapat dengan menggunakan selang

yang dimasukkan ke mulsa plastik melalui lubang tanaman, hingga posisi selang

air tepat di tengah-tengah tempat tanaman cabai. Untuk pertanaman pada lahan

sawah, sistem pengairan dilakukan dengan cara penggenangan pada saluran

drainase antar bedengan dengan ketinggian air sekitar 3/4 tinggi bedengan

(Zulkifli, A. K., tanpa tahun).

Kelembaban tanah yang ideal 60 - 80% kapasitas lapang. Jumlah

kebutuhan air per tanaman selama pertumbuhan vegetatif 250 ml tiap 2 hari, dan

meningkat jadi 450 ml tiap 2 hari pada masa pembungaan dan pembuahan. Sistem

irigasi tetes pada lahan kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan

hasil cabai. Atau pengairan sistem digenang (leb) selama 15-30 menit kemudian

airnya dikeluarkan dari petakan (Sarwani, M., 2008).

o. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja, yaitu bila

terlihat gejala adanya serangga atau penyakit. Untuk tindakan preventif

disemprotkan pestisida setiap minggu setelah tanam dengan insektisida atau

fungisida secara bergantian, dengan dosis sesuai anjuran (Susila, A.D., 2006).

30

Tabel 2.3 Hama, gejala dan cara pengendaliannya (Anonim, 2007) dan (Sarwani, M., 2008)

Hama Deskripsi Gejala Pengendalian Obat Thrips (Thrips parvispinus Karny)

- Berkembang pesat dimusim kemarau

- Menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah daun

- Bercak putih atau keperak-perakan

- Daun menjadi berwarna cokelat tembaga

- Mengeriting atau keriput

- Daun, tunas atau pucuk menggulung kedalam dan muncul benjolan seperti tumor

- Penggunaan mulsa

- Sanitasi dan pemusnahan bagian yang terkena

- Penggunaan pestisida alami

Pestisida seperti pegasus, mesural

Lalat buah (Bactrocera sp)

- Buah cabai dijadikan tempat lalat betina meletakan telurnya

- Serangan berat terjadi pada musim hujan

- Lubang titik hitam pada bagian pangkal buah

- Menggunakan perangkap atraktan

- Pestisida yang efektif

Perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha

Kutu daun persik (Myzus persicae Sulz)

- Biasanya terjadi pada musim kemarau

- Hidup berkelompok

- Berada dibawah permukaan daun

- Menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan daun

- Keriput - Kerdil - Warna daun

kekuningan - Layu

penggunaan tanaman perangkap seperti caisin

Convidor 2mL/L

31

muda Ulat grayak (Spodoptera litura F)

- merusak daun dan buah dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis daun bagian atas

- merusak tulang daun

- serangan berat pada musim kemarau

- Timbul lubang yang tidak beraturan pada permukaan buah

- Sanitasi lahan - Pemusnahan

kelompok telur, larva atau pupa

- Perangkap feromonoid seks

Decis 0,5 mL/L

Kutu kebul (Bemisia tabaci)

- Sekresi yang dikeluarkan dapat menimbulkan serangan jamur jelaga

- Menyerang bagian stadia tanaman

- Daun berbercak mosaik

- Penggunaan perangkap likat

- Penggunaan insektisida efektif

permethrin, amitraz, fenoxycarb, imidacloprid, bifenthrin, deltamethrin, buprofezin, endosulphan dan asetat.

Berdasarkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pestisida

merupakan salah satu teknik atau komponen PHT yang termasuk dalam

pengendalian secara kimiawi. Pestisida ini bukanlah suatu obat, melainkan bahan

racun yang berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan, dan lingkungan bila salah

dalam penggunaannya. Oleh sebab itu, dalam penggunaan pestisida harus tepat

dosis, tepat waktu, tepat cara, tepat sasaran dan tepat guna (Permakultur, tanpa

tahun).

Setiap varietas cabai memiliki ketahanan yang berbeda dengan varietas

lainnya terhadap penyakit. Ketahanan tanaman mempunyai beberapa macam

ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu ketahanan mekanis, ketahanan

kimiawi dan ketahanan fungsional (Semangun, 1996).

32

Tabel 2.4 Penyakit, gejala dan cara pengendaliannya (Anonim, 2007) dan (Sarwani, 2008)

Penyakit Deskripsi Gejala Pengendalian Obat Layu bakteri (Ralstonia solanacearum)

Berkembang sangat pesat pada musim hujan

- Layu pada pucuk daun

- Jaringan pembuluh batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan

- Buah berwarna kekuningan dan busuk

Sanitasi dengan pencabutan dan pemusnahan

Fungisida efektif dengan dosis batas terendah

Penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici , C. gloeosporioides, Gloeosporium piperatum)

Kondisi cuaca panas dan lembab dapat mempercepat perkembang an penyakit

- Bercak coklat kehitaman pada permukaan buah

- Buah keriput

- Sanitasi rumput-rumput dan gulma

- Melakukan perbaikan drainase tanah

triazole dan pyrimidin (0,05 % - 1,1 %), fungisida seperti Antrakol

Bercak daun (Cercospora capsici)

Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase baik penyakit layu kurang berkembang

- Daun kuning dan gugur

- Bercak kecil pada daun berbentuk bulat dan kering

- Daun berlubang

Intercropping antara cabai dan tomat

Fungisida difenoconazole

Virus kuning Kelompok gemini virus (TYLCV)

Penyebab penyakit adalah anggota kelompok virus gemini yang juga

- Helai daun menjadi berwarna kuning

- Tulang daun

- Pemupukan berimbang

- Menggunak an benih yang sehat

- Rotasi

150-200 kg urea, 450-500 kg ZA, 100-150 kg TSP, 11-150 KCl dan 20-

33

banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.

menebal - Daun

menggulung keatas

- Daun-daun mengecil

- Tanaman kerdil

tanaman - Sanitasi - Penyemprot

an insektisida efektif

30 ton pupuk organik/ha

Jika hama dan penyakit diketahui lebih dini, maka penanganan masalah

akan lebih mudah. Kegiatan pencegahan sangatlah membantu untuk mengurangi

kesempatan serangan hama dan meminimalkan kerusakan pada tanaman (Zulkifli,

A. K. dkk., tanpa tahun). Aspek penting pertanian berkelanjutan antara lain,

sistem budidaya pertanian tetap memelihara kesehatan tanaman dengan kapasitas

produksi maskimum, serta mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat

menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup (Siwi, 2006).

p. Panen dan Pasca Panen

Panen cabai yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen

dibandingkan dengan cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah

sudah dapat dilakukan pada umur 70 - 75 hari. Sedang di dataran tinggi panen

baru dapat dimulai pada umur 4 - 5 bulan. Setelah panen pertama, setiap 3 - 4 hari

sekali dilanjutkan dengan panen rutin (Sarwani, M., 2008).

Pemungutan buah pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur

empat bulan. Tanaman yang baik dapat menghasilkan buah 4 - 10 ton buah/ha

(Sunarjono, H., 2008). Biasanya pada panen pertama jumlahnya hanya sekitar 50

kg. Panen kedua naik hingga 100 kg. Selanjutnya 150, 200, 250, hingga 600 kg

per hektar. Setelah itu hasilnya menurun terus, sedikit demi sedikit hingga

34

tanaman tidak produktif lagi. Tanaman cabai dapat dipanen terus-menerus hingga

berumur 6 - 7 bulan. Cabai yang sudah berwama merah sebagian berarti sudah

dapat dipanen. Pemetikan dilakukan dengan hati-hati agar percabangan/tangkai

tanaman tidak patah (Zulkifli, A. K. dkk., tanpa tahun).

Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk

normal dan baik. Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan

karung jala. Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara

(Sarwani, M., 2008).

Pasca panen dilakukan pengeringan. Pengeringan secara garis besar dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan.

Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung

misalnya dengan penyinaran atau pemanfaatan energi panas (Sarwani, M., 2008).

2.7 Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari dua fase, yaitu fase

vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan

akar, daun dan batang baru. Fase reproduktif terjadi pada pembentukan dan

perkembangan kuncup-kuncup bunga, bunga, buah, dan biji atau pada pembesaran

dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang yang

berdaging (Harjadi, S.S., 1989).

Pertumbuhan merupakan peningkatan secara irreversibel dari ukuran,

massa atau populasi (Reed, tanpa tahun). Banyak fenomena pertumbuhan

ditunjukkan dengan peningkatan logaritma ataupun eksponensial. Prinsipnya,

35

adanya perubahan yang ditunjukkan dengan peningkatan ukuran, massa ataupun

populasi seiring dengan bertambahnya waktu. Sehingga pertumbuhan akan

mengikuti laju pertumbuhan secara eksponensial ataupun logaritma.

Pertumbuhan eksponensial tanaman tidak dapat ditentukan secara pasti.

Walaupun pertumbuhan masih meningkat, akan tetapi laju pertumbuhan akan

berkurang hingga pada waktu tertentu dan membentuk garis yang datar pada

kurva. Terbentuknya garis datar setelah laju pertumbuhan berkurang dinamakan

kurva pertumbuhan sigmoidal (Wareing and Philips, 1981).

Gambar 2.4 Kurva laju pertumbuhan sigmoidal (Wareing and Philips, 1981)

Pertumbuhan eksponensial merupakan pola perubahan pertumbuhan setiap

waktu, , sebanding dengan jumlah pertumbuhan (n) yang ada pada setiap

waktu tertentu (t). Jika µ adalah slope konstanta laju pertumbuhan, maka

pertumbuhan dapat di tulis:

36

Dengan mengintegrasikan harga n untuk semua waktu, maka:

...............……(1)

………......………… (2)

∆ ln n

α

∆t

(waktu)

Gambar 2.5 Kurva hubungan ln N terhadap t untuk mengevaluasi harga

konstanta laju pertumbuhan tanaman

Persamaan (1) merupakan persamaan dari pertumbuhan eksponensial terhadap

waktu. Sedangkan persamaan (2) menunjukan persamaan dari pertumbuhan

logaritma. Dari persamaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa laju

pertumbuhan tersebut sesuai dengan hukum laju orde satu yang sama dengan

persamaan hukum laju pertumbuhan populasi bakteri.

37

Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang sangat potensial

mempengaruhi perkembangan dan hasil tanaman cabe, antara lain suhu.

Perubahan suhu lingkungan, dapat menyebabkan perubahan suhu tanaman, dan

perubahan ini akan mempengaruhi aktif metabolisme tanaman (Sutcliffe, 1977).

Makin tinggi tempat atau lokasi penanaman akan makin panjang umur suatu

tanaman, karena tanaman tersebut membutuhkan sejumlah panas untuk mencapai

tingkat perkembangan tertentu hingga panen (Oldemann, 1977).

Hasil tanaman yang baik diperoleh melalui perlakuan yang tepat pada

tanaman. Pemulsaan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman yang baru

ditanam karena dapat memperbaiki tata udara tanah dan ketersediaan air bagi

tanaman (Barus, W. A., tanpa tahun). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi

juga oleh hormon yang ada didalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam

tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani kita. Padahal justru

adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun

kualitasnya. Berkaitan dengan adanya hormon pada tanaman, seringkali kita

mendengar istilah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Keduanya terletak pada

terminologi yang digunakan. Dimana hormon merupakan zat yang dihasilkan di

dalam tanaman secara alamiah sedangkan ZPT merupakan zat yang disentesis

secara buatan oleh manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hormon pasti ZPT

namun ZPT belum tentu hormon (Ritonga, A. W., tanpa tahun).