Upload
hoangtu
View
218
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gas Alam
Gas alam terdiri dari campuran gas hidrokarbon yang terdiri dari metana
dengan kandungan lebih dari 20 % dari pada hidrokarbon lainnya. Secara umum
gas alam biasa digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai aplikasi yaitu
pembangkit listrik, penyedia energi panas di industri, bahan bakar kendaraan
bermotor, bahan baku manufaktur plastik, dan bahan kimia organik penting
lainnya. Gas alam ditemukan dibawah tanah bersama dengan formasi bebatuan
atau bercampur dengan reservoir hidrokarbon lainnya dalam lapisan batu bara
maupun yang terperangkap bersama dengan kristal air (wikipedia, 2012).
Gas alam perlu diolah untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar, maka
harus dilakukan pemrosesan terlebih dahulu untuk memisahkan kontaminan
berupa gas CO2, H2S, serta air yang terkandung dalam gas sehingga memenuhi
spesifikasi gas yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Produk samping dari gas
alam adalah etana, propana, pentana dan hidrokarbon dengan berat molekul lebih
tinggi, H2S (dapat dikonversi menjadi sulfur murni), CO2, uap air dan terkadang
helium serta nitrogen.
Komponen yang menjadi fokus untuk memperbaiki kinerja pemisahan
CO2 dari gas alam adalah hexane atau heksana. Hexane merupakan senyawa
hidrokarbon dan terdapat secara alami dalam campuran gas alam. Sifat fisik dari
n-Hexane adalah sebagai berikut :
Rumus molekul : C6H14
Berat molekul : 86,18 g/mol
Titik didih : 68-69 oC
6
2.2 Amine Gas Treating
Gas alam yang mengandung senyawa acid gas seperti CO2 dan/atau H2S
disebut sour gas. Sour gas yang dihasilkan dari sumur gas alam, perlu dilakukan
suatu pengolahan untuk memisahkan acid gas agar tidak berdampak buruk
terhadap sistem yang mengolah atau menggunakan gas alam tersebut. Faktor
utama gas CO2 harus dikurangi kadarnya dari kandungan feed gas (sour gas)
adalah untuk menghindari pembekuan gas CO2 saat gas alam akan dicairkan.
Selain itu, adanya gas CO2 dalam gas alam mampu mengurangi nilai kalor gas
alam dalam ruang pembakaran karena gas CO2 dapat menyerap panas yang
dihasilkan dari pembakaran. Jika kontak dengan air, gas CO2 dapat membentuk
senyawa asam lemah sehingga beresiko menyebabkan korosi pada unit proses.
Kandungan H2S pada aliran gas alam akan beresiko menyebabkan korosi pada
sistem proses.
Metode pemisahan acid gas dari gas alam dengan menggunakan senyawa
amina sebagai media untuk menangkap acid gas disebut amine gas treating.
Proses yang berperan dalam amine gas treating adalah absorbsi. Senyawa amina
yang biasa digunakan adalah Monoethanolamine atau MEA, Diethanolamine atau
DEA, dan Monodiethanolamine atau MDEA (Younger,2004).
2.2.1 Proses Absorbsi di CO2 Removal Plant
Absorbsi merupakan proses terjadinya perpindahan massa dari fasa
gas ke fasa cair dengan cara mengontakan kedua zat tersebut dalam suatu
kolom. Senyawa yang berfungsi untuk menyerap fasa gas disebut absorben
yaitu MDEA sedangkan fasa gas yang berpindah ke fasa cair disebut absorbat
yaitu acid gas. Perpindahan massa tersebut terjadi karena adanya suatu gaya
dorong atau driving froce yang berasal dari kondisi tekanan proses.
Semakin besar tekanan operasi maka kesetimbangan absorbsi akan
terjadi lebih cepat. Selain itu, suhu operasi akan mempengaruhi kelarutan
senyawa gas yang akan diserap oleh absorben. Jika selisih suhu antara
absorben dengan absorbat terlalu tinggi maka kelarutan absorbat dalam
absorben akan berkurang. Oleh karena itu, kondisi operasi yang diterapkan
pada proses absorbsi diinginkan tekanan setinggi mungkin dan suhu serendah
7
mungkin. Process Flow Diagram sederhana mengenai proses di CO2 Removal
Plant Subang dapat dilihat dalam gambar 2.1.
Gambar 2.1 : Process Flow Diagram sederhana CO2
Removal Plant
Mekanisme absorbsi CO2 kedalam MDEA terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1) Pelarutan Gas CO2 kedalam air :
CO2 + 3H2O ↔ HCO3- + H3O+ + H2O atau CO3
2- + 2H3O+..................(2.1)
2) Mekanisme protonasi amina :
R3N+ H3O+ ↔ (R3NH)+ + H2O............................................................. (2.2)
3) Mekanisme absorbsi keseluruhan :
CO2 + 3H2O ↔ HCO3- + H3O++ H2O...................................(2.3)
R3N + H3O+ ↔ R3NH+ + H2O..............................................(2.4)
CO2 + R3N + 3H2O + H3O+ ↔ HCO3- + H3O+ + 2H2O + R3NH+.... (2.5)
CO2+ R3N + H2O ↔ HCO3- + R3NH+.............................. (2.6)
Mekanisme reaksi Pembentukan Karbamat dapat ditulis sebagai berikut :
CO2 + MDEA + H2O ↔ HCO3- + MDEAH+.................................. (2.7)
8
Berdasarkan reaksi, dapat diketahui bahwa CO2 tidak bisa bereaksi
langsung dengan MDEA. CO2 harus bereaksi lebih dulu dengan air agar
berubah fasa menjadi cair dan dapat membentuk H3O+ sehingga MDEA yang
terprotonasi dapat mengikat CO32-. Reaksi antara MDEA yang terprotonasi
dengan gas CO2 yang telah berubah fasa akan menghasilkan senyawa garam
yang disebut karbamat. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang reversible.
Reaksi reversible terjadi pada proses pelepasan CO2 dengan kondisi
operasi kebalikan dari absorbsi. Proses absorpsi terjadi di kolom absorber 101-
C dan 101-C2. Berdasarkan kondisi desain, absorpsi terjadi pada temperatur
antara 60-70,85oC dengan suhu feed gas sebesar 45oC dan tekanan 36,6
kg/cm2G yang merupakan tekanan alami dari sumur. Namun kondisi operasi
dari absorpsi telah berubah karena tekanan dan suhu dari sumur telah berubah
karena suhu gas alam telah meningkat yaitu menjadi 54oC dan tekanan gas
alam turun menjadi 35,85 kg/cm2gauge (PT. Rekayasa Industri, 2012).
2.3 Foaming
Foaming atau pembusaan terjadi akibat MDEA yang terkontaminasi oleh
kandungan mineral yang terbawa oleh make up water, inhibitor korosi yang
perpipaan dan senyawa hidrokarbon berat yang terkondensasi dalam kolom.
Foming dipengaruhi oleh senyawa C6+ (Febrianto dan Febriyanto). Adanya
senyawa C6+ akan mengakibatkan foam yang terbentuk akan sulit pecah atau stabil
sehingga foam akan lebih tinggi seiring dengan masuknya gas alam kedalam
kolom.
Senyawa C6+ memiliki sifat mudah larut dalam absorbent amina yang
bergugus sekunder dan tertier sedangkan dengan air tidak larut. Campuran larutan
MDEA dengan hidrokarbon berat dapat menyebabkan larutan berbuih ketika
adanya agitasi dari aliran gas alam berkecepatan tinggi yang mengalir di dalam
kolom (Pauley, 2003).
9
2.3.1 Tegangan Permukaan dan Kecendrungan Foaming
Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang bekerja pada
permukaan sehingga menyebabkan seluruh gaya yang akan menyebabkan
perluasa pada area permukaan akan tertahan. Senyawa C6+ dalam MDEA akan
menyebabkan tegangan permukaan menurun sehingga semakin banyak
kandungan C6+ yang terakumulasi dalam MDEA maka foam yang terbentuk
akan semakin stabil (Pauley, 2003).
2.3.2 Dampak Foaming
Foaming dapat mengakibatkan proses absorbsi yang terjadi menjadi
tidak maksimal karena terdapat gas CO2 yang terperangkap dalam gelembung
busa sehingga tidak dapat tertangkap oleh MDEA. Jika foam terbawa ke aliran
sweet gas maka akan menyebabkan terbawanya MDEA sehingga make up
MDEA akan lebih banyak dan pressure drop yang lebih besar akan terjadi pada
kolom absorber.
Foaming juga dapa menyebabkan terjadinya salah pengukuran tinggi
cairan dalam kolom dari tinggi yang seharusnya sehingga operator pada ruang
kontrol akan kesulitan dalam menentukan tinggi cairan yang sebenarnya. Saat
foaming terjadi, maka tinggi permukaan cairan akan menagalami penurunan
karena sebagian absorbent telah berubah menjadi busa. Sensor tinggi cairan
tidak dapat mengukur tinggi busa yang meningkat, melainkan tinggi cairan
yang tersisa (Pauley, 2003).
2.4 Efek Joule-Thomson
Efek Joule-Thomson menjelaskan tentang perubahan suhu suatu gas atau
cairan ketika melalui suatu valve atau suatu porous plug yang terinsulasi sehingga
tidak ada panas yang terpindahkan ke lingkungan. Prosedur tersebut disebut
proses throttling atau proses Joule-Thomson.
Proses Throttling menghasilkan enthapi yang konstan ketika terjadi
penurunan tekanan secara langsung jika proses berlangsung dari kiri ke kanan
dalam diagram T vs P. Ketika tekanan meningkat maka suhu juga akan ikut
10
meningkat sampai suhu inversi. Setelah itu, dilanjutkan dengan ekspansi sehingga
suhu fluida menjadi turun. (wikipedia, 2012)
Ketika gas di ekspansi, maka jarak rata-rata antar molekul akan
meningkat karena gaya antar molekul. Ekspansi menyebabkan peningkatan energi
potensial dari gas. Jika tidak ada kerja dari luar yang diberikan ke dalam sistem
dan tidak ada panas yang ditranfer, maka energi total dari gas akan tetap karena
konservasi energi. Peningkatan energi potensial akan berdampak terhadap
penurunan energi kinetik sehingga akan terjadi penurunan suhu. Pembuktian
enthalpi konstan dalam proses Joule Thomson yang diungkapkan oleh Vaness
adalah sebagai berikut :
P2.V2 = P1.V1 .................................................................................................... (2.8)
Dalam huku termodinamika yang pertama disebutkan bahwa energi
dalam sistem bersifat tetap. Dalam proses Joule-Thomson gas diinsulasi sehingga
tidak ada panas yang terserap sehingga dapat dituliskan dalam persamaan 2.9.
U2-U1 + P2V2 – P1V1 = 0.................................................................................. ..(2.9)
Dimana U1 dan U2 menujukan energi dalam. Dengan menggunakan
definis dari enthalpi
H= U +PV....................................................................................................... ..(2.10)
Maka persamaan (2.9) dapat ditulis menjadi :
U2 +P2V2 = U2 +P2V2........................................................................................(2.11)
H1 = H2.............................................................................................................. (2.12)
Persamaan diatas dapat menunjukkan bahwa efek Joule-Thomson
bersifat adiabatik. Laju perubahan temperatur yang bergantung kepada tekanan
dalam proses throttling di lambangkan dengan Koefisien Joule-Thomson ( ).
Koefisien ini dihasilkan dari volume gas, Cp dalam tekanan konstan dan koefisien
ekspansi termal menjadi :
........................................................................ (2.13) Koefisien joule thomson memiliki satuan oC/bar (satuan SI : K/Pa) dan
bergantung kepada jenis gas dan kepada kondisi suhu serta tekanan gas sebelum
mengalami ekspansi. Ketergantungan terhadap tekanan biasanya hanya beberapa
persen jika tekanan nya diatas 100 bar. Suhu inversi joule-thomson bergantung
11
pada tekanan dilakukan ekspansi. Saat gas di ekspansi, tekanan akan menurun.
Sehingga akan bernilai negatif.
2.5 Heat Exchanger
Heat Exchanger merupakan alat yang digunakan untuk menukarkan
energi panas antara dua fluida atau lebih. Desain heat exchanger terbagi menjadi
dua jenis yaitu shell and tube dan plate hear exchanger. (Viska,2010)
a. Shell and tube heat exchanger
Shell and tube heat exchanger yang merupakan alat penukar panas
yang biasa digunakan di industri pengolahan minyak bumi atau industri proses
lainnya. Desain dari shell and tube heat exchanger dapat dilihat pada gambar
2.2.
Gambar 2.2 Shell and Tube Heat Exchanger ( Counter Current)
Sumber :Viska,2010
Shell and tube heat exchanger cocok untuk digunakan pada tekanan
tinggi. Heat exchanger ini terdiri dari bagian shell dan bagian tube yang
merupakan tempat mengalirnya fluida sehingga terjadi perpindahan panas
diantara kedua fluida tersebut. Fluida yang untuk perpindahan panas dapat
berupa cair atau gas dan dapat dialirka dibagian shell atau tube. Pada alat ini
terdapat baffle yang berfungsi mengendalikan arah aliran dari fluida yang ada
di bagian shell. Heat exchanger memiliki kelebihan yaitu :
12
1) Shell and tube heat exchanger dapat beroprasi dengan tekanan maksimal
sebesar 600 kg/cm2.
2) Rentang pressure drop dapat divariasikan pada rentang yang tinggi,
untunk fluida gas yaitu berada pada rentang 0.05–0.2 kg/cm2 sedangkan
untuk fluida cair adalah 0.5–0.7 kg/cm2.
3) Fleksibilitas dalam pemilihan material sehingga dapat mengantisipasi
terjadinya korosi. Material untuk membuat bagian tube dapat berbeda
dengan bagian shell.
4) Kemudahan dalam melakukan pembersihan karena pipa tube berbentuk
lurus dan alat ini dapat dibongkar pasang dengan mudah.
Kekurangan dari shell and tube heat exchanger yaitu :
1) Resiko terjadi kebocoran pada sambungan peralatan karena tidak
menggunakan gasket
2) Fouling yang terbentuk pada bagian tube sulit di bersihkan
b. Plate and Frame Heat Exchanger
Plate and frame heat exchanger merupakan alat perpindahan panas
yang terdiri dari beberapa pelat logam yang disusun. Gasket yang dipasang
antara logam akan menyebabkan susunan pelat menjadi lebih rapat sehingga
akan menghasilkan sistem yang tertup. Kelebihan dari penggunaan plate heat
exchanger adalah sebagai berikut :
1) Efisiensi perpindahan panas yang tinggi untuk fluida jenis cair maupun
gas, tidak akan menyebabkan kebocoran dan beroperasi pada aliran
lawan arah.
2) Ukuran plate dapat disesuaikan desain aliran heat exchanger.
3) Perawatan yang mudah karena pelat dapat dengan mudah dibongkar dan
dibersihkan.
4) Jumlah pelat dapat disesuaikan dengan kebutuhan operasi.
5) Memiliki luas permukaan yang tinggi yaitu mencapai 15.000 ft2.
6) Resiko terjadinya fouling sangat rendah karena plate heat exchanger
akan menghasilkan aliran turbulen dan waktu tinggal setiap pelat yang
sangat rendah.
13
Plate and frame heat exchanger memiliki kerugian yaitu memiliki
keterbatasan dalam suhu dan tekanan operasi. Suhu operasi maksimum adalah
450oF dan tekanan maksimum adalah 335 psig. Perpindahan panas pada shell
and tube heat exchanger yang diunkapkan oleh Geankoplis dapat dihitungh
dengan menggunakan persamaan 2.14.
( ) ( ) ( )
( )............................................. (2.14)
Persamaan diatas melibatkan ( ) yang dapat di sebut CH dan
( ) yang dapat disebut CC. Penentuan kefektivan ε dapat ditentukan
dengan persamaan 2.15.
( )
( )
( )
( )............................................................ (2.15)
Apabila suhu air panas keluar sama denganair pendingin masuk ( -
) maka persamaan keefektivan ε menjadi :
( )
( )
( )
( )............................................................... (2.16)
Perpindahan panas aktual dapat dihitung dengan persamaan 2.17.
( ).................................................................................... (2.17)
2.6 Cooling Tower
Cooling tower atau menara pendingin merupakan alat yang digunakan
untuk menurunkan suhu air yang biasanya telah digunakan sebagai media
pendingin. Air didinginkan dengan cara dikontakan dengan udara. Penurunan
suhu air pada cooling tower terjadi akibat adanya penguapan atau konduksi
sehingga panas dalam air dapat berpindah ke udara. Cooling tower mampu
menurunkan suhu air dengan suhu 10oF atau12oC lebih tinggi dari suhu bola basah
di suatu daerah (Branan, 2002).
2.6.1 Jenis-jenis Cooling Tower
Cooling tower terbagi menjadi beberapa jenis bergantung dari cara
kerjanya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis cooling tower.
Cooling tower dapat dikalsifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu
14
berdasarka bangunanya, cara mengalirkan udara, dan berdasarkan pola aliran
(Kolmetz, 2010).
2.6.2 Klasifikasi berdasarkan aliran udara
a. Menara Atmosferik
Cooling tower dengan jenis menara atmosferik biasanya terdiri dari
ruangan besar dengan dua dinding louver (ventilasi untuk mengalirkan
udara) yang berlawanan arah. Cooling tower jenis ini biasanya dilengkapi
dengan isian. Udara atmosferik masuk kedalam menara pendingin dengan
cara dorongan alami udara dengan kecepatan tertentu aliran udaranya
diarahkan oleh louver. Kinerja dari menara ini bergantung kepada arah dan
kecepatan angin sehingga penentuan posisi cooling tower jenis ini sangatlah
penting agar perpindahan panas terjadi dengan baik.
Gambar 2.3 Cooling Tower Atmosferik
Sumber :Kolmetz, 2010
b. Natural Draft Tower
Pada cooling tower jenis ini, udara mengalir kedalam udara secara
alami. Dua faktor yang memepengaruhi aliran udara alami adalah :
1) Peningkatan suhu dan kelembaban udara dalam kolom akan
menyebabkan penurunan densitas.
2) Kecepatan udara pada bagian bawah menara.
15
Berdasarkan desain menara, cooling tower ini tidak memerlukan
fan untuk mengalirkan udara dan tidak membutuhkan sirkulasi udara panas.
Tapi dalam kondisi tertentu, beberapa fan dipasang pada bagian bawah
menara untuk meningkatkan laju alir udara. Maka jenis cooling tower
tersebut dinamakan fan-assisted natural draft tower.
Cooling tower ini biasanya dibangun dalam bentuk hipebolik
karena beberapa alasan berikut :
1) Lebih banyak isian yang dapat dipasang pada bagian bawah menara yang
berukuran lebar.
2) Udara yang masuk kedalam menara akan diarahkan secara halus ke
bagian tengah menara karena bentuk dari dinding menara yang dapat
menghasilkan gaya geser keatas yang kuat.
3) Struktur yang lebih besar dan kerangka yang stabil dihasilkan dari bentuk
menara.
Gambar 2.4 : Natural Draft Cooling Tower
Sumber :Kolmetz, 2010
c. Mechanical Draft Cooling Tower
Ukuran natural draft cooling tower yang begitu besar membuat
konstruksi yang sulit dan biaya yang mahal, maka mechanical draft cooling
tower menjadi alternatif untuk mengantisipasi hal-hal tersebut. Mechanical
draft cooling tower memiliki ukuran kipas yang besar untuk mendorong
atau mengganti udara melalui sirkulasi air.
16
Air dialirkan ke bawah melewati permukaan isian dimana akan
membantu dalam waktu kontak antara air dengan udara. Laju pendinginan
menara pendingin bergantung pada pada beberapa parameter seperti
diameter baling-baling kipas dan kecepatan operasinya, jenis isian, dan lain-
lain. Mechanical draft cooling tower dibagi menjadi beberapa jenis.
d. Forced Draft
Cooling tower jenis ini memiliki beberapa kipas yang dipasang
pada bagian bawah menara yang berfungsi untuk untuk mendorong udara
kedalam menara. Selama operasi, kipas akan mendorong udara pada
kecepatan horizontal yang rendah melalui isian dan kemudian secara
vertikal melawan arah air yang mengalir ke bagian bawah menara. Drift
eliminator yang terpasang pada menara akan menahan air yang akan lepas
ke udara.
Gambar 2.5 : Forced Draft Cooling Tower
Sumber :Kolmetz, 2010
e. Induced Draft Cooling Tower
Cooling tower jenis ini bekerja dengan cara mendorong udara
melalui menara. Kipas yang dipasang dapat menghasilkan udara panas yang
lembab. Cara kerja kipas tersebut dapat mengakibatkan udara rendah masuk
dan udara keluaran berkecepatan lebih tinggi sehingga mengurangi
17
kemampuan untuk melakukan resirkulasi udara sehingga udara keluaran
kipas tidak akan berputar kembali ke bagian penghisapan udara.
Gambar 2.6 : Induced Draft Cooling Tower
Sumber :Kolmetz, 2010
2.6.3 Perancangan Cooling Tower
Aliran masuk dan keluar yang terlibat dalam proses penurunan suhu
dalam cooling tower digambarkan dalam rumus neraca massa yang terdapat
dalam persamaan 2.18 dan 2.19.
L2 + G.Y1 = L1 + G.Y2................................................................................. (2.18)
L2 - L1 = G. Y2 - G.Y1...................................................................................(2.19)
Berdasarkan rumus tersebut L2 merupakan laju alir air yang masuk
kedalam cooling tower. L1 merupakan laju alir air yang keluar dari cooling
tower. G merupakan udara yangdibutuhkan untuk mendinginkan air.
Persamaan neraca energi yang terlibat dalam perpindahan panas dalam cooling
tower terdapat pada persamaan 2.20 dan 2.21.
G.HY1 + L.HL2 = G.HY2 + L.HL1.................................................................. (2.20)
G.HY2 - G.HY1 = L.HL2 - L.HL1.................................................................... (2.21)
Lambang H pada persamaan 2.20 dan 2.21 merupakan entalphi.
Menentukan nilai gradien atau m dilakukan dengan menggunakan persamaan
2.22 dan 2.23.
18
................................................................................................... (2.22)
................................................................................... (2.23)
Penentuan tinggi karakteristik cooling tower dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.24.
( )
∫
................................................................................. (2.24)
Lambang merupakan koefisien flux dan konversi perpindahan
masa yang diperoleh dari percobaan. Lambang s atau luas permukaan cooling
tower secara keseluruhan pada persamaan 2.24 dapat ditunjukan pada
persamaan 2.25 dengan D merupakan diameter cooling tower dan (phi)
memiliki nilai 3,14 atau
.
............................................................................................. (2.25)
2.7 Kompresor
Kompresor adalah peralatan mekanik yang digunakan untuk memberikan
energi kepada fluida gas/udara sehingga dapat mengalir dari suatu titik ke titik
lain secara berkelanjutan. Penambahan energi kepada fluida terjadi akibat dampak
gerakan mekanik impeller sehingga terjadi perubahan energi mekanik menjadi
energi potensial berupa tekanan dan energi panas. Kompresor dikalsifikasikan
menjadi beberapa jenis yaitu kompresor dinamik dan kompresor postitive
displacement (Khan, 1984).
2.7.1 Kompressor Dinamik
Kompresor dinamik bekerja dengan cara mengkonversi energi yang
dihasilkan dari kecepatan gas/udara yang dibangkitkan oleh aksi yang
dihasilkan impeller yang berputar dari energi mekanik unit penggerak menjadi
energi potensial berupa tekanan di dalam diffuser.
a. Kompresor sentrifugal
Kompresor sentrifugal atau biasa disebut kompresor radial.
Kompresor sentrifugal memiliki pompa didalamnya sehingga menghasilkan
tekanan lebih besar dari pada kipas dan blower. Hasil keluaran atau
19
discharge dari kompresor sentrifugal menghasilkan rentang tekanan dari
8.000 s/d 10.000 psi (55 s/d 69 MPa). Kompressor sentrifugal digunakan
ketika :
1) Rentang kecepatan spesifik antara 30 - 3.000 rpm.
2) Tingkat kepercayaan terhadap alat tinggi dan tidak ada spare train
yang diijinkan dalam alat.
Kompresor sentrifugal tidak digunakan pada kondisi :
1) Ketika laju alir masuk kurang dari 500 ACFM (actual cubic feet per
minute).
2) Ketika laju alir volum discharge berkurang menjadi 300-400 ACFM
sehingga mengakibatkan kompresi tidak dapat dilakukan.
3) Kapasitas yang dikompresi berada diatas 50.000 ACFM dan tekanan
discharege kurang dari 100 psig pada rentang kompressor axial.
4) Suhu discharge diatas 450oF (232oC) Suhu tersebut merupakan batas
kemampuan ketahanan dari material yang digunakan dalam
kompresor.
5) Gas belum terolah dan terdapat kandungan lumpur cair meskipun
terdapat fasilitas knock-out.
Kompresor sentrifugal memiliki kelebihan sebagai berikut :
1) Lebih efisien dari pada kompresor reciprocating
2) Laju alir tinggi
3) Membutuhkan area instalasi yang rendah
4) Kebutuhan perawatan rendah
5) Toleran terhadap cairan yang terbawa kedalam aliran gas
Kekurangan yang dimiliki kompresor sentrifugal yaitu Efisiensi
menurun saat laju alir rendah.
b. Kompressor Axial
Kompresor axial bekerja dengan memanfaatkan rotasi impeller
dengan struktur airfoil sehingga udara yang dikenai kerja akan mengalir ke
arah axial dari rotasi. Kompressor axial digunakan pada kondisi sebagai
berikut :
20
1) Ketika kapasitas inlet meningkat 50.000 ACFM.
2) Ketika efisiensi kompresi diatas 5-10 % diatas konfigurasi sentrifugal
karena akan mempengaruhi biaya pengoprasian.
3) Ketika pelapis mekanik tidak dibutuhkan dan jika kebocoran udara
atau gas melalui labirin diijinkan.
4) Ketika suhu kompresi mencapai 450oF, jika labirin dilengkapi dengan
pelapis mekanik maka suhu hasil kompresi dapat meningkat menjadi
700oF.
Kompresor axial tidak cocok digunakan pada kondisi :
1) Ketika inlet udara atau gas membawa udara partikel debu korosif.
2) Inlet dibawah 50.000 ACFM.
3) Ketika menginginkan biaya operasi yang rendah.
Kompresi yang dihasilkan terjadi dari aksi difusi dalam stator yang
mengkonversi energi kinetik fluida menjadi energi tekanan berupa tekanan.
Energi kinetik yang diberikan kepada gas dihasilkan oleh putaran rotor.
Rotor akan mereduksi energi kinetik dari gas dan kemudian akan
mengubahnya menjadi energi potensial sehingga akan menyebabkan
meningkatnya kecepatan alir udara. Berikut in adalah kelebihan yang
dimiliki oleh axial kompresor :
1) Effisiensi tinggi
2) Laju alir tinggi
3) Kompresor berukuran kecil
Kekurangan yang dimiliki kompresor axial antara lain :
1) Rentang operasi terbatas
2) Banyak masalah korosi dan endapan
3) Biaya modal tinggi
4) Head yang dihasilkan lebih rendah
2.7.2 Kompresor Positive Displacement
Kompresor positive displaceme kompresor yang mendorong fluida
searah dengan perpindahannya. Kompressor jenis ini digunakan ketika :
21
1) Laju alir fluida kurang dari 500 ACFM.
2) Tekanan Discharge diatas 5.000 psig.
3) Ketika membutuhkan biaya yang rendah.
4) Komposisi gas yang digunakan dalam keadaan yang fluktuatif.
5) Terdapat area yang cukup luas untuk menempatkan kompressor dan
operasi berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.
6) Ketika dua atau lebih proses terpisah yang akan di kompresi secara
independent (gunakan kompressor reciprocating).
Kompresor positive displacement sebaiknya tidak digunakan pada
kondisi :
1) Laju alilr lebih besar dari 3.000 ACFM.
2) Proses kompresi tidak mengijinkan adanya pelumas silinder yang ter-
carryover dan pelumas non silinder tidak cocok untuk kompresor ini.
3) Ketika kecepatan gas menyebabkan pengoperasian valve menjadi
terganggu sehingga menyebabkan kebocoran pada aliran.
4) Ketika tidak diijinkan fluktuasi tekanan pada inlet kompresor.
Wilayah untuk membangun kompresor tidak mampu menahan
struktrur kompresor seperti :
1) Rasio tekanan diatas 5:1, akan menyebabkan defleksi rotor, efisiensi
volumetrik dan pembatasan kecepatan.
2) Ketika kapasitas gas menyebabkan kecepatan piston menjadi lebih cepat
diatas kecepatan batas normal.
3) Ketika kompressor yang digunakan dibuat dari bahan besi cor.
2.7.3 Perancangan Kompresor
Perancangan kompresor dilakukan dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Branan. Rumus penentuan N (politropic exponent) terdapat
pada persamaan 2.26.
( )
................................................................................... (2.26)
22
Nilai K diperoleh dari perbandingan antara Cp dengan Cv gas atau
biasa disebut adiabatic exponent. Penentuan suhu keluaran kompresor dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.27.
(
)
( ) ⁄ .......................................................................................... (2.27)
P2 merupakan tekanan gas yang keluaran kompresor dan P1
merupakan tekanan gas yang masuk kedalam kompresor. Faktor kompresi gas
(Z) dapat diketahui dengan memplotkan nilai Tekanan kritik (Pr) dan suhu
kritik (Tr). Nilai Pr dan Tr dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
2.28 dan 2.29.
........................................................................................................ (2.28)
......................................................................................................... (2.29)
Nilai Faktor kompresi rata-rata atau Zav dilakukan dengan
menggunakan persamaan 2.30
............................................................................................ (2.30)
Menentukan nilai Entalphi pada kondisi politropik (Hpoly) dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.31 R merupakan konstanta gas ideal.
((
)
( ) ⁄
)................................................ (2.31)
Penentuan laju molar aliran gas dapat menggunakan persamaan 2.35.
....................................................................................... (2.32)
.................................................................................................... (2.33)
........................................................................................................(2.34)
........................................................................................ (2.35)
Menetukan daya (W) kompresor dilakukan dengan menggunakan
persamaan 2.36.
....................................................................................... (2.36)
23
Separator Vessel
Pemisah dua fasa
Pemisah Uap - Cair
Pemisah Cair - cair
Pemisah Uap - Padat
Pemisah Cair Padat
Pemisah tiga fasa
2.8 Separator Vessel
Terdapat dua jenis vessel dalam operasi pemrosesan kimia. Kategori
pertama biasa digunakan untuk sebuah penyimpanan tingkat menengah dari
sebuah proses untuk jangka waktu tertentu atau digunakan untuk memisahkan
suatu fasa dengan cara diendapkan. Kategori Kedua termasuk bagian shell dari
suatu peralatan seperti heat exchanger, reaktor, pengaduk, fraksionator dan
peralatan lain yang dapat dibangun secara besar.Separator vessel dapat
dikategorikan sebagai sebuah bejana atau atau tangki tanpa adanya isi dibagian
dalamnya untuk menghasilkan pemishan fasa (A Ling, 2010). Separator vessel
dapat dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Pembagian jenis
separator vessel ditunjukan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Klasifikasi Separator Vessel
Separator vessel dirancang secara horizontal, vertikal atau bola.
Separator vessel yang biasa digunakan di pabrik adalah jenis separator yang
dirancang secara horizontal atau vertikal. Separator berbentuk bola biasanya
digunakan untuk kondisi tekanan tinggi dengan volume fasa cair yang rendah.
2.8.1 Vapor- liquid Separator
Separator jenis ini digunakan untuk memisahkan senyawa campuran
gas-cair dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga senyawa dengan fasa
cair dapat terpisah ke bagian bawah vessel dan senyawa dengan fasa gas akan
bergerak kebagian atas vessel. Vapor-liquid separator yang biasa digunakan
diindustri adalah sebagai berikut :
24
a. Gravity Separator
Proses pemisahan dalam gravity separator dihasilkan dari
pengendapan dan sedimentasi yang bergatung kepada gaya gravitasi.
Tetesan cair akan mengendap atau terpisah dari fasa gas jika dampak gaya
gravitasi pada tetesan cairan lebih besar dari pada gaya geser yang
dihasilkan oleh laju alir gas di sekitar tetesan cair.
Gaya gravitasi akan akan mengendalikan hasil pemisahan karena
kecepatan gas yang lebih rendah dan ukuran vessel yang lebih besar akan
menghasilkan effisiensi pemisahan yang lebih baik. Vessel berukuran besar
dibutuhkan untuk menghasilkan pengendapan dan gravity separator jarang
disain untuk memisahkan tetesan dengan ukuran lebih kecil dari 300
micron.
b. Centrifugal Vapor-Liquid Separator
Separator ini digunakan untuk memisahkan material dengan
densitas dan fasa yang berbeda. Gaya sentrifugal yang didapatkan oleh
tetesan cairan dalam gas dampak nya lebih besar dari pada gaya gravitasi.
Secara umum, Centrifugal vapor-liquid separator digunakan untuk
memisahkan tetesan cair dengan ukuran lebih besar dari 100 mikron.
2.8.2 Pertimbangan Perancangan Separator Vessel
Setiap bentuk atau posisi separator memiliki kelebihan tersendiri.
Separator yang dibangun secara vertikal cocok digunakan untuk laju rasio gas-
minyak menengah dan biasanya memiliki kandungan lumpur.
Separator yang dibangun secara horizontal cocok digunakan untuk
aliran yang memiliki rasio gas-minyak tinggi, minyak mentah yang berbusa
atau digunakan untuk pemisahan cair-cair. Separator berbentuk bola cocok
digunakan untuyk kondisi aliran yang meiliki dua fasa dengan rasio minyak-
gas rendah. Tabel 2.1 akan menjelaskan kekuranagn disain separator.
25
Tabel 2.1 Kekurangan setiap jenis Separator Vessel
Vertikal Horizontal Bola
1. Akan membutuhkan diameter separator yang lebih besar jika kapasitas gas lebih besar
2. Pembangunan lebih mahal
3. Sulit di transportasikan
1. Membutuhkan area yang luas
2. Pengendalian permukaan cairan lebih kritis
3. Ruang surge lebih terbatas 4. Lebih sulit untuk
dibersihkan (tidak cocok untuk wilayah berpasir)
1. Pengendapan fasa cair sangat terbatas dan sulit untuk memisahkan senyawa tiga fasa
2. Ruang Surge
sangat terbatas Sumber : A Ling, 2010
Kelebihan dari setiap separator diimbangi dengan kekurangan yang
terdapat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kelebihan setiap jenis Separator Vessel
Vertikal Horizontal Bola 1. Mudah dibersihkan 2. Tidak membutuhkan
area luas 3. Pengendalian
permukaan cairan tidak kritis
4. Kecendrungan untuk terjadinya re-evaporasi cair menjadi gas rendah
1. Dapat menangani laju alir gas yang tinggi
2. Lebih murah dari pada separator yang dipasang vertikal
3. Lebih mudah untuk pentransportasian dan perakitan ulang
4. Membutuhkan sistem perpipaan yang lebih sedikit untuk koneksi di lapangan
5. Mengurangi turbulensi
1. Sangat murah 2. Cocok untuk laju
alir rendah 3. Sangat mudah
untuk ditransportasikan dan dipasang
4. Pembersihan lebih mudah
Sumber : A Ling, 2010
2.8.2 Perancangan Separator
Perancangan separator vertikal yang dilengkapi dengan mist
eliminator dilakukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh Schweitzer.
Penentuan kecepatan terminal Vt terdapat pada persamaan 2.37.
√
............................................................................................... (2.37)
26
Lambang K pada persamaan 2.37 merupakan suatu konstanta
sedangkan merupakan densitas senyawa berfasa cair dan merupakan
densitas senyawa berfasa gas. Penentuan panjang separator dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.38 dimana QA merupakan laju alir gas
aktual dan DV merupakan diameter dalam separator.
...................................................................................................... (2.38)
2.9 Refrigerasi
Refrigerasi adalah sebuah proses untuk memindahkan panas dari
temperatur tinggi ke temperatur rendah.
a. Sistem Refrigerasi kompresi uap
Proses refrigerasi sistem kompresi uap melibatkan dua konsep
termodinamikia yaitu tekanan uap dan panas laten. Refrigeran berfasa cair
berkesetimbangan dengan uap pada tekanan tertentu yang disebut tekanan
penjenuhan yang bergantung pada temperatur. Jika tekanan meningkat,
refrigeran akan mendidih pada temperatur tinggi (Partho, 2006).
Gambar 2.8 Refrigerasi Sistem Kompresi Uap
Sumber : Partho, 2006
27
b. Sistem Refrigerasi Absorbsi
Refrigerasi sistem absorbsi aqua-ammonia ditemukan pada tahun
1860. Air merupakan absorben yang kuat untuk untuk menyerap NH3. Jika
NH3 dijaga agar tetap dalam vessel yang terhubung dengan vessel yang berisi
air, maka potensi absorbsi yang tinggi dari air akan terjadi dan akan
menyebabkan evaporasi dari NH3 sehingga tidak membutuhkan kompressor
untuk menggerkan uap. Larutan yang mengandung campuran amonia dan air
kemudian dipanskan dalam generator untuk memisahkan air dengan amonia
pada kolom pemisahan dan kemudian uap amonia akan terkondensasi dan akan
disrikulasikan kembali ke dalam vessel (Partho, 2006).
Gambar 2.9 Sistem Refrigerasi Absorbsi
Sumber : Partho, 2006
c. Sistem refrigerasi uap jet
Jika air di semprotkan kedalam suatu ruangan dengan tekanan rendah,
maka sebagian air akan teruapkan. Entalphi dari penguapan akan
mendinginkan air menuju suhu jenuh pada tekanan di dalam ruang. Suhu yang
rendah akan membutuhkan tekanan yang rendah. Air akan membeku pada suhu
0oC sehingga suhu dibawah 4oC tidak dapat dicapai oleh air. Dalam sistem ini,
steam berkecepatan tinggi akan menghisap uap air yang teruapkan. Steam
berkecepatan tinggi akan melalui sebuah nosel dengan kecepatan sangat tinggi
dan tekanan rendah dan akan menghasilkan air dengan suhu 4oC (Partho,
2006).
28
Gambar 2.10 Sistem refrigerasi uap jet
Sumber : Partho, 2006
2.9.1 Daur Kompresi Uap
Daur kompresi uap standar merupakan siklus, dimana pada siklus
tersebut mengasumsikan beberapa proses sebagai berikut :
Gambar 2.11 Daur kompresi uap
Sumber : Partho, 2006
Penjelasan dari gambar 2.11 adalah sebagai berikut :
a. 1 – 2 merupakan proses kompresi adiabatik dan reversibel, dari uap jenuh
menuju ke tekanan kondensor.
b. 2 – 3 merupakan proses pelepasan kalor reversible pada tekanan konstan,
menyebabkan penurunan panas lanjut (desuperheating) dan pengembunan
refrigeran.
c. 3 – 4 merupakan proses ekspansi unreversibel pada entalpi konstan, dari
fase cair jenuh menuju tekanan evaporasi.
29
d. 4 – 1 merupakan proses penambahan kalor reversible pada tekanan konstan
yang menyebabkan terjadinya penguapan menuju uap jenuh.
2.9.2 Water Chiller
Water chiller merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk
mendinginkan air lebih rendah dari suhu normal. Suhu rendah dalam water
chiller dihasilkan dari pendinginan menggunakan refrigerasi. Penurunan suhu
dari masuk nya air kedalam unit water chiller adalah 10oF sekitar 12 oC
(daikinmcquay, 2012).
2.9.3 Refrigeran
Refrigeran merupakan senyawa yang digunakan sebagai media untuk
perpindahan panas pada sistem refrigerasi (NRI,2004). Dalam sistem
refrigerasi, refrigeran yang ideal memiliki sifat sebagai berikut :
a. Tekanan Penguapan positif.
b. Tekanan penguapan positif mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran
udara kedalam sistim selama selama operasi.
c. Tekanan pembekuan yang cukup rendah.
d. Suhu pembekuan harus cukup rendah, agar pemadatan refrigerant tidak
terjadi selama operasi normal.
e. Tidak mudah terbakar. Uap refrigeran tidak boleh terbakar atau
mengakibatkan kebakaran apabila kontak dengan udara.
f. Mempunyai tekanan kondensasi yang tidak terlalu tinggi karena tekanan
kondensasi yang tinggi memerlukan kompresor yang besar dan kuat, juga
pipa-pipa harus kuat dan kemungkinan terjadinya kebocoran sangat besar.
g. Mempunyai struktur kimia yang stabil, tidak boleh terurai setiap kali
dimampatkan, diembunkan, dan diuapkan.
2.9.4 Jenis-jenis Refrigeran
Seiring dengan berkembangnya teknologi, refrigeran yang digunakan
untuk sistem refrigerasi semakin beragam jenis nya. Beberapa jenis refrigeran
yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
30
a) R22
b) R410a
Refrigeran R410a memiliki kapasitas pendinginan yang lebih tinggi
dibandingkan kapasitas pendinginan refrigeran R22 dan memiliki kapasitas
perpindahan panas yang tinggi. R410a tergolong kedalam A1/A1 oleh
ASHRAE (American Society of Refrigeration and Air Conditioning) maka
R410a tidak mudah terbakar dan tidak beracun (Leach, 2003). Perbandingan
sifat fisik antara R410a dengan R22 dijelaskan pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Fisik R22 dengan R410a
Sifat Fisik Units R22 R410A
Komponen - CHCIF2 HFC-32 HFC-125
Komposisi % berat - 50/50 Berat molekul g/mol 86.5 72.6 Bubble Temperature (at 1.013 bar) °C -40.7 -52.2 Tekanan uap pada: 1) 25°C 2) 50°C
bar bar
10.4 19.4
16.4 30.5
Suhu kritis °C 96 72.2 Tekanan kritis bar 49.8 49.5 Panas laten penguapan (pada 1.013 bar) kJ/kg 233.7 271.5 Specific Heat pada 25oC dan 1.013 bar 1) Cair 2) Uap
kJ/(kg.K) kJ/(kg.K)
1.26 0.66
1.855 0.819
Rasio dari Specific Heat Cp/Cv (pada 25°c and 1.013 bar) - 1.185 1.172
Batas konsentrasi untuk terbakar diudara - - - Potensi merusak ozon - 0.055 0
Sumber : RSES Journal,2010
2.9.5 Penentuan Kebutuhan Refrigeran
Kerja dari perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar panas
sistem refrigerasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.39
....................................................................................................(2.39)
31
U merupakan koefisien perpindahan panas keseluruhan. Nilai A
merupakan luas permukaan perpindahan panas. merupakan selisih antara
suhu masuk ke penukar panas dengan suhu keluar penukar panas.
Menentukan Coeffisient of Performance (COP) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.40.
...................................................................... (2.40)
H1, H2, H3 dan H4 merupakan nilai entalphi pada titik tertentu sesuai
dengan gambar 2.11. W kompresor merupakan daya yang didibutuhkan oleh
kompresor. Laju sirkulasi refrigeran (MR) yang dibutuhkan dalam sistem
refrigerasi terdapat dalam persamaan 2.41
.................................................................................................(2.41)
2.10 Algoritma
Algoritma adalah kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Algoritma sering mempunyai langkah pengulangan (iterasi) atau
memerlukan keputusan (logika Boolean dan perbandingan) sampai tugasnya
selesai. Kompleksitas dari suatu algoritma merupakan ukuran seberapa banyak
komputasi yang dibutuhkan algoritma tersebut untuk menyelesaikan masalah.
Algoritma yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan dalam waktu yang
singkat memiliki kompleksitas yang rendah, sementara algoritma yang
membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan masalahnya mempunyai
kompleksitas yang tinggi (Burgin,2005). Simbol-simbol yang digunakan dalam
algoritma terdapat pada gambar 2.12 dan 2.13.
32
Gambar 2.12 Simbol Dalam Flowchart Bagian 1
Gambar 2.13 Simbol Dalam Flowchart Bgaian 2