46
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA Asma merupakan penyakit heterogen berkarakteristik gangguan inflamasi kronik saluran napas, ditandai gejala pernapasan antara lain mengi, sesak napas, rasa berat di dada, dan batuk yang intensitasnya bervariasi dari waktu ke waktu, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi. Penyakit inflamasi kronis saluran napas dimana banyak sel dan komponen sel yang berperan serta didalamnya. Inflamasi kronis yang dimaksud berhubungan dengan hipereaktivitas saluran napas yang mengakibatkan episode berulang berupa wheezing, sesak napas, dan batuk yang biasanya terjadinya malam hari atau pada pagi hari. Terdapat beberapa penggolongan asma berdasarkan karakteristiknya atau fenotip asma, yaitu asma alergi, asma non alergi, asma late onset, asma dengan keterbatasan aliran udara yang persisten, dan asma dengan obesitas. 5,6,10 1. DEFINISI ASMA ALERGI Asma alergi adalah inflamasi kronik saluran napas, dimana gejala asma akan muncul akibat paparan suatu allergen. Fenotipe asma yang paling mudah dikenali, dimulai pada masa kanak-kanak dan dikaitkan dengan riwayat penyakit alergi masa lalu dan atau keluarga seperti eksim, rhinitis alergi, alergi makanan, atau alergi obat. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain allergen, virus, zat iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi. Inflamasi akibat alergi ditandai dengan aktivasi sel mukosa yang bergantung pada IgE dan inflitrasi eosinofil yang diatur oleh peningkatan jumlah CD4 + , dan Th2 yang teraktivasi. 2. PATOGENESIS ASMA ALERGI Patogenesis asma ditandai oleh proses inflamasi kronis saluran napas. Inflamasi kronis asma adalah proses kompleks melibatkan unsur genetik, antigen, dan berbagai sel serta mediator inflamasi. Inflamasi asma terjadi akut maupun library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA

Asma merupakan penyakit heterogen berkarakteristik gangguan inflamasi

kronik saluran napas, ditandai gejala pernapasan antara lain mengi, sesak napas,

rasa berat di dada, dan batuk yang intensitasnya bervariasi dari waktu ke waktu,

disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi. Penyakit inflamasi

kronis saluran napas dimana banyak sel dan komponen sel yang berperan serta

didalamnya. Inflamasi kronis yang dimaksud berhubungan dengan hipereaktivitas

saluran napas yang mengakibatkan episode berulang berupa wheezing, sesak

napas, dan batuk yang biasanya terjadinya malam hari atau pada pagi hari.

Terdapat beberapa penggolongan asma berdasarkan karakteristiknya atau fenotip

asma, yaitu asma alergi, asma non alergi, asma late onset, asma dengan

keterbatasan aliran udara yang persisten, dan asma dengan obesitas.5,6,10

1. DEFINISI ASMA ALERGI

Asma alergi adalah inflamasi kronik saluran napas, dimana gejala asma akan

muncul akibat paparan suatu allergen. Fenotipe asma yang paling mudah dikenali,

dimulai pada masa kanak-kanak dan dikaitkan dengan riwayat penyakit alergi

masa lalu dan atau keluarga seperti eksim, rhinitis alergi, alergi makanan, atau

alergi obat. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara

lain allergen, virus, zat iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi.

Inflamasi akibat alergi ditandai dengan aktivasi sel mukosa yang bergantung pada

IgE dan inflitrasi eosinofil yang diatur oleh peningkatan jumlah CD4+, dan Th2

yang teraktivasi.

2. PATOGENESIS ASMA ALERGI

Patogenesis asma ditandai oleh proses inflamasi kronis saluran napas.

Inflamasi kronis asma adalah proses kompleks melibatkan unsur genetik, antigen,

dan berbagai sel serta mediator inflamasi. Inflamasi asma terjadi akut maupun

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

7

kronik melalui proses kompleks. Inflamasi akut asma terdiri dari tipe cepat dan

tipe lambat. Sel inflamasi dominan terjadi di asma adalah sel mast, eosinofil, dan

limfosit T. Hiperesponsivitas dan progresifitas respons imun asma dipengaruhi

oleh faktor genetik dan lingkungan.5,6,11

Etiopatogenesis asma disebabkan oleh alergen yang bereaksi dengan sistem

imun saluran napas. Alergen masuk saluran napas akan mengenai mukosa saluran

napas, menyebabkan sel epitel saluran napas mengeluarkan kemoatraktan yaitu

chemokin ligand ( CCL) 20, CCL19, CCL27, ligan chemokine receptor (CCR) 6,

CCR7, dan CCR10 yang akan ditangkap oleh sel dendritik, suatu antigen

precenting cell (APC) yang akan mengubah alergen tersebut menjadi peptida

ukuran kecil dan mempresentasikannya melalui major histocompatibility complex

(MHC) kelas I dan II untuk dikenali oleh reseptor sel T. Sel dendritik yang

terangsang akan mensekresi beberapa kemokin antara lain CCL17 dan CCL22

yang berikatan dengan CCR4 pada sel T helper (Th)2. Sel Th2 mensekresi IL-4,

IL-5, IL-9, danIL-13. Interleukin 4 dan IL-13 akan merangsang sel B mensekresi

imunoglobulin (Ig)E. Imunoglobulin E yang mengikat alergen akan menempel

pada reseptor immunoglobuline E (IgE) dependent mechanism (FcεRI) di sel mast

sehingga sel mast mengalami degranulasi dan mengeluarkan berbagai mediator

yaitu histamin, cystenil leukotriene, dan prostaglandin D2. Histamin memicu

proses bronkokonstriksi saluran napas penderita asma. Bronkokonstriksi saluran

napas akibat histamin dan leukotrien diikuti proses kebocoran mikrovaskular,

edema sel epitel dan mukosa, hipersekresi mukus sel goblet, dan stimulasi refleks

saraf parasimpatis. Interleukin-5 merangsang inflamasi eosinofilik, sedangkan IL-

9 merangsang proliferasi sel mast. Sel epitel saluran napas mensekresi CCL11

yang berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi eosinofil ke dalam saluran

napas.5,6,12,13 Patogenesis asma alergi dijelaskan pada gambar satu.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

8

Gambar 1. Patogenesis asma alergi

Keterangan: SCF: stem cell factor; TSLP: Thymic stromal lymphopoietin;

IL4: interleukin-4; IL5: interleukin-5; IL9: interleukin-9; IL13: interleukin-

13; Th2: sel T helper-2; CCL17: chemokine C-C motif receptor ligand-17;

CCL22: chemokine C-C motif receptor ligand-22; CCL11: chemokine C-C

motif receptor ligand-11 ; CCR4: chemokine C-C motif receptor-4; CCR3:

chemokine C-C motif receptor-3; B cell: sel B.

( Dikutip dari 13)

Sel T helper-2 berperan dalam proses asma eosinofilik sedangkan sel Th-1

berperan dalam asma neutrofilik. Limfosit T CD4+ menghasilkan IL-17 sehingga

disebut sebagai Th-17 dan IL-17F ditemukan jumlah yang banyak pada pasien

asma. Diferensiasi limfosit Th-17 menghasilkan CD40 ligand (CD40L). Interaksi

CD40L dengan molekul CD40 dikenali oleh sel dendritic menghasilkan CD86 dan

sitokin IL-1 beta ( IL-1β), IL-6, dan transforming growth factor beta (TGF-β).

Sitokin-sitokin tersebut meningkatkan regulasi sel T dari faktor transkripsi RAR

related orphan receptor (ROR)yt, dan reseptor IL-23. Interleukin 23 berfungsi

menjaga agar sel Th-17 dalam keadaan aktif. Alergen, asap rokok dan partikel

dengan perantara Th-17 memicu peradangan saluran napas. Virus dan bakteri

saluran napas ditangkap oleh toll like receptor (TLR) melalui pathogen associated

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

9

moleculer patterns (PAMPs). Toll like receptor mengaktifkan faktor transkripsi

nuclear factor kappa beta (NFkB). Nuclear factor kappa beta menghasilkan

sitokin IL-1β dan IL-18. Aktivasi NLRP3 dapat dipicu juga oleh danger

associated moleculer patterns (DAMPs) sebagai akibat dari kerusakan epitel

saluran napas karena stress oksidatif.12,13,14

Limfosit Th-17, sel T sitotoksik, sel natural killer (NK), dan tipe 3 sel

limfoid bawaan (ILC3S) ditemukan pada BAL penderita asma berat. Interleukin

17A dan IL-17F merangsang sel structural saluran napas, termasuk sel-sel epitel

bronkus dan fibroblast subepitel untuk mengeluarka kemoaktraktan seperti IL-8

(CXCL8) san CXCL1. Efek proinflamasi ini dipengaruhi stimulasi kompleks

reseptor yang terdiri dari IL-17 reseptor A (IL-17RA) dan IL-17 reseptor C (IL-

17RC) yang bersatu dengan jaringan sinyal untuk aktivasi NFkB. 13,14 Patogenesis

asma dijelaskan pada gambar dua.

Gambar 2. Patogenesis asma

Keterangan: SCF: stem cell factor; TSLP: Thymic stromal lymphopoietin;

IL4: interleukin-4; IL5: interleukin-5; IL9: interleukin-9; IL13: interleukin-

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

10

13; Th2: sel T helper-2; CCL17: chemokine C-C motif receptor ligand-17;

CCL22: chemokine C-C motif receptor ligand-22; CCL11: chemokine C-C

motif receptor ligand-11 ; CCR4: chemokine C-C motif receptor-4; CCR3:

chemokine C-C motif receptor-3; B cell: sel B. IL-17: interleukin 17; TGFβ:

transforming growth factor-β; IFNγ: interferon gama.

( Dikutip dari 14)

Proses inflamasi asma terjadi di lapisan mukosa ditandai dengan hiperplasi

dan hipertropi kelenjar submukosa dan sel goblet. Inflamasi kronis pada asma

menyebabkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis dapat mengalami

penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi perbaikan dan penggantian sel atau

jaringan baru sehingga terbentuk skar. Proses penggantian sel atau jaringan asma

disebut sebagai remodelling saluran napas. Interaksi antar sel dan mediator

membentuk proses inflamasi kronik kemudian memicu kejadian remodelling

saluran napas. Remodelling saluran napas ringan bersifat reversibel sedangkan

berat bersifat ireversibel. Remodelling ireversibel membuat karakteristik asma

mirip atau sama dengan obstruksi saluran napas pada penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK). Perpotongan tanda dan gejala asma dan PPOK memunculkan

diagnosis baru yaitu asthma copd overlap (ACO).12,13

a. Inflamasi berperan pada asma

Respon inflamasi saluran napas pada asma merupakan manifestasi interaksi

kompleks antara beberapa jenis sel dan mediator molekuler. Berbagai sel

inflamasi banyak terlibat pada asma, tetapi peran yang tepat dari setiap jenis sel

belum bisa dipastikan. Tidak ada sel inflamasi tunggal mampu menjelaskan

patofisiologi asma, tetapi beberapa sel mendominasi dalam proses inflamasi. Sel

inflamasi terlibat pada asma terdiri dari eosinofil, sel mast, limfosit T, makrofag,

sel dendritik, neutrofil, dan basofil.12,13

b. Epitel saluran napas

Epitel saluran napas terdiri dari beberapa tipe sel berbeda antara lain sel

epitel kolumner bersilia, sel goblet, sek klara, sel basal dan sel endotel kapiler. Sel

epitel melepaskan beragam mediator yang terlibat pada regenerasi, proliferasi, dan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

11

diferensiasi. Aktivasi sel epitel ikut berperan dalam reaksi inflamasi dengan

melepaskan mediator diantaranya leukotrien, prostaglandin, dan sitokin.

Rangsangan beragam dapat mengaktivasi sel epitel, termasuk agen berbahaya,

infeksi, polusi udara, dan asap rokok. Rangsangan jangka panjang dan berulang

pada sel epitel dan terdapat ketidakcukupan respons lokal dapat menginduksi

terjadinya respons proinflamasi dengan cara merekrut leukosit dan meningkatkan

interaksi dengan struktur sel dan respons fibrotik yang menyebabkan remodelling

saluran napas.11,13

c. Sel Mast

Sel mast telah dikenal sejak lama sebagai sel efektor utama dalam reaksi

awal asma. Saluran napas manusia normal mengandung banyak sel mast

diantaranya epitel bronkus dan dinding alveoli. Peningkatan jumlah sel mast dan

histamin ditemukan pada cairan bronchoalveolar lavage (BAL) pada pasien asma

bronkial.. Sel-sel ini merupakan derivate dari sel-sel CD34+ pada sum-sum

tulang. Berdasarkan produksi proteasenya, sejumlah subtipe sel mast terdapat

pada manusia. Sejumlah molekul-molekul aktif baik yang sudah ada maupun ynag

baru tebentuk dilepaskan sel mast selama terjadi reaksi alergi. Setelah aktivasi

imunologis, beberapa populasi sel mast memetabolisme asam arakhidonat,

terutama melalui jalur siklooksigenase menuju prostlagandin2 (PGD2) dan

tromboksan A2, sementara populasi sel mast yang lainnya memetabolisme asam

arakhidonat 5-lipokosigenase menjadi LTB4 dan LTC4. Semua sel mast memiliki

granul sekretorik yang mengandung sejumlah besar histamin, proteoglikan,

heparin, dan protease. Zat-zat yang sudah ada di dieksositosis dari sel setelah

terjadinya aktivasi imunologis. Sel mast juga melepaskan sejumlah besar sitokin

seperti GM-SF, IFγ, IL-1, IL-3, IL-6, PAF, JE dam M1P1. Sitokin-sitokin ini

mampu merekrut dan mengaktivasi sel-sel lainnya yang terlibat dalam inflamasi.

Melalui pelepasan sitokin yang serupa dengan yang dilepaskan limfosit Th2

memungkinkan sel mast memegang peran penting dalam perkembangan late

asthma reaction (LAR) dan early asthma reaction ( EAR). Sel mast juga memiliki

antiinflamasi melalui pelepasan heparin dan proteolysis. Sifat merusak jaringan

dari protein kationik pelepas mediator dari eosinofil dinetralisir oleh heparin yang

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

12

bersifat anionik. Heparin menghambat peningkatan permeabilitas vaskuler yang

disebabkan oleh berbagai agen agonis, yang dapat menghambat aktivasi limfosit.

Sel mast merupakan sel utama EAR melalui pelepasan mediator spasmogenik

yang dependen terhadap IgE. Sel mast juga memilki peran penting dalam LAR

karena menghasikan GM-CSF, Interleukin dan IFNγ meskipun sel mast kurang

terlibat dalam respon inflamasi kronis.14,15

d. Eosinofil

Eosinofil diproduksi oleh sum-sum tulang. Peningkatan eosinofil terjadi di

mukus saluran napas dan penurunan eosinofil hitung jenis darah tepi mulai terjadi

setelah aktivasi oleh alergen. Eosinofil pada penderita asma bronkial dijumpai di

jaringan, darah, dan dahak. Studi biopsi baik post mortem maupun selama hidup

telah menunjukkan adanya eosinofil yang berlebih pada mukosa bronkus pasien

asma. Eosinofil memegang peranan penting pada asma dan keberadaanya pada

saluran napas merupakan karakteristik inflamasi yang membuat asma disebut

sebagai “ bronchitis eosinofilik kronik”. Jumlah eosinofil yang teraktivasi

berkaitan dengan keparahan asma dan juga berkaitan dengan perubahan epitel.16,19

Mediator-mediator yang berperan dalam gangguan fungsi saluran napas

pada asma diaktivasi oleh eosinofil. Pelepasan mediator-mediator tersebut

menyebabkan bronkokontriksi, rusaknya epitel dan perekrutan sel-sel inflamasi.

Maturasi eosinofil dikendalikan oleh IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulosit Macrophage

Colony Stimulating Factor ( GM-CSF). Migrasi eosinofil dimediasi oleh P-

selectin yang berada dipermukaan eosinofil dan vascular cell adhesion molecules

(VCAM)-1 dan intracellular molecule (ICAM)-1. Kemokin selektif yang

berperan dalam penarikan eosinofil ke saluran napas adalah RANTES, exotoxin,

monocyte chemoattractant protein (MCP)-1 dan macrophage inflammatory

protein (MIP)-1α. Adhesi eosinofil melibatkan ekspresi molekul glikoprotein

pada permukanan eosinofil yaitu integrins dan ekspresi mereka terhadap molekul

seperti intercellular adhesion molecule (ICAM)-1 menghambat akumulasi

eosinofil di saluran napas dan menghambat hiperesponsivitas saluran napas.

Granulocyte macrophage colony stimulating factor dan IL-5 penting bagi

ketahanan hidup eosinofil di saluran napas. Granulocyte macrophage colony

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

13

stimulating factor dan exotoxin 1-3 sangat penting untuk deriviasi eosinofil dari

CD4+ dengan IL-5 yang bertanggung jawab umtuk maturasi dan perekrutan ke

dalam saluran napas.16,17

e. Monosit dan Makrofag

Makrofag alveolar melepaskan enzim lisosomal, prostaglandin, leukotrin

dan platelet activating factor (PAF). Beberapa studi menunjukkan bahwa

makrofag pada pasien asma bersifat hiperaktif dan melepaskan lebih banyak

mediator yang berbahan lipid dibandingkan dengan populasi normal. Monosit

darah tepi dan makrofag alveolar pasien asma sebagian besar merupakan reseptor

IgE positif, sementara pada manusia sehat hanya sebanyak 5-10% dari makrofag

alveolar dan 10-15% dari monosit darah tepi merupakan reseptor IgE positif.

Makrofag aktif dipermukaan saluran napas manusia seperti alveoli sehingga

memungkinkan sel tersebut berinteraksi dengan alergen inhalasi. Makrofag

memiliki kapasitas untuk menginisiasi beberapa tipe tertentu dari proses inflamasi

melalui pelepasan pola tertentu dari sitokin. Makrofag dapat meningkatkan dan

mengurangi inflamasi tergantung dari rangsangan. Makrofag alveolar dapat

menekan fungsi limfosit tetapi dapat terganggu akibat terpapar alergen.14,15

f. Basofil

Basofil merupakan sel pelepas histamin pada reaksi fase lambat dari asma

seperti sel mast yang melepaskan histamin pada reaksi fase cepat. Histamin cukup

banyak dilepaskan oleh basofil yang teraktivasi. Berbagai sitokin seperti IL-1, IL-

3, histamine releasing factor dan PAF memiliki efek stimulasi terhadap basofil.

Sel basofil berasal dari sel CD4+ di sum-sum tulang yang berdiferensiasi dan

matur di sum-sum tulang kemudian masuk ke sirkulasi darah serta mempunyai

resptor IgE afinitas tinggi yaitu FcƐRI seperti sel mast.15,16

g. Neutrofil

Neutrofil ditemukan dalam jumlah besar pada dinding bronkus dan cairan

BAL pada asma bronkial. Neutrofil menunjukan peningkatan ekspresi reseptor

komplemen menbran dan meningkatkan toksisitas antigen yang dilapisi

komplemen. Neutrofil juga memilki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi

saluran napas. Neutrofil menghasilkan sitokin dan kemokin seperti IL-1β, IL-6,

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

14

IL-8 dan TNFα. Neutrofil berperan pada asma akut dan berat. Neutrofil

ditemukan pada epitel bronkus, kelenjar bronkus, dan serat otot polos saluran

napas. Neutrofil pada saluran napas didapatkan sebagai respon terhadap virus,

bakteri dan jamur selama eksaserbasi pada asma dan pada broncho alveolar

lavage (BAL). Neutrofil berpotensi merusak jaringan saluran napas dan bertindak

sebagai faktor kemotaktik atau mediator untuk sel inflamasi yang lain.17,18

h. Sel Dendritik

Sel dendritik merupakan makrofag di permukaan saluran napas yang

berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel dendritik merupakan sel

fagosit penting yang berperan dalam menjebatani imunitas bawaan dan adaptif

karena adanya struktur yang berfungsi sebagai jaringan intraepitel dan subepitel

dari saluran napas. Migrasi sel dendritik ke mukosa saluran napas disebabkan

adanya berbagai kemotraktan yang dikeluarkan sel epitel yaitu CCL20, CCL19,

CCL27, ligan CCR6, CCR7 dan CCR10. Maturasi sel dendritik dipengaruhi oleh

adanya GM-CSF yang dihasilkan sel epitel dan adanya IL-4. Granulocyt

macrophage colony stimulating factor yang diekspresikan oleh sel epitel dan

makrofag menyebabkan diferensiasi, aktivasi sel dendritik, dan produksi sel

myeloid dendritik yang berperan pada diferensiasi Th2.16,17

i. Sel Limfosit T

Produksi IgE oleh limfosit B telah diketahui dengan baik, masih sedikit

perhatian kita pada peranan limfosit T dalam asma bronkial. Asma kronis

sebagian mewakili hipersensitivitas tipe lambat termasuk interaksi antara limfosit

yang teraktivasi dan eosinofil. Saat ini kita ketahui terdapat dua tipe sel T yaitu sel

Th1 dan Th2, mereka dibagi berdasarkan limfokin dasar yang mereka hasilkan.

Sel Th1 menghasilkan IL-2, IFN-α dan TNF-β dan sel Th2 menghasilkan IL-4,

IL-5, IL-6 dan IL-10. Sementara IL-3 dan GM-CSF dihasilkan oleh sel Th1 dan

Th2. Interferon γ menghambat perkembangan sel Th2 dan IL-10 menghambat

proliferasi Th1.17,18

Dua limfokin penting yang terlibat pada asma bronkial adalah IL-4 dan

nuclear factor kappa β (Nf-κβ). Interleukin 4 penting dalam produksi IgE.

Interferon γ (IFN γ) mengurangi proses pembentukan sel yang penting dalam

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

15

produksi IL-4. Peran faktor transkripsi NF-κβ memegang peran penting dalam

patogenesis asma bronkial. Faktor transkripsi NF-κβ mengaktifkan gen inflamasi

sehingga menyebabkan peningkatan ekspresi protein inflamasi. Limfosit T

berperan penting sebagai orchestra inflamasi pada asma. Limfosit T melepas

sitokin yang dapat meningkatkan perekrutan dan kelangsungan hidup eosinofil

serta mempertahankan fungsi sel mast pada saluran napas. Produksi sitokin oleh

limfosit T terjadi akibat pengaruh APC yaitu sel dendritik berperan dalam

mengenali alergen selanjutnya mempresentasikan antigen kepada sel Th0. Sel T

naïve atau Th0 akan berdiferensiasi menjadi Th1, Th2, Th17 dan T regulator (

Treg). Sel Th1 mensekresi IL-2, IL-6, dan IFN-γ yang berperan dalam mekanisme

pertahanan seluler sebagai respon terhadap infeksi, Diferensiasi Th1 dipengaruhi

oleh IL-12 dan IL-27 dengan menekan sel Th2 melalui pelepasan IFN-γ dan sel

Th-17. Sel Th2 mengeluarkan sitokin yaitu IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13. Melalui

sitokin tersebut sel Th2 berperan dalam perekrutan dan aktivasi eosinofil,

produksi IgE, sekresi mukus serta meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti

vascular cell adhesion molecule ( VCAM-1) yang penting untuk merekrut

eosinofil. Sel Th2 berperan lebih dominan pada alergi dibanding Th1. Limfosit

Th2 CD4+ sangat berperan pada asma. Peningkatan respon inflamasi kearah Th2

disebabkan pajanan alergen dan pada kondisi atopik menyebabkan peningkatan

pelepasan berbagai sitokin proinflamasi. Sel T yang belum terpajan dengan

antigen disebut sel T Naif atau Th0. Pajanan antigen menyebabkan sel T naif

membentuk ikatan dengan major histocompatibility complex (MHC) dan

dipresentasikan oleh APC yang berkembang menjadi subset sel T-CD4+ dan

CD8+. Sel T CD4+ dipengaruhi sitokin IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 yang

dilepaskan sel mast berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk

meningkatkan produksi antibodi.18,19,20

j. Sitokin- sitokin yang terlibat dalam proses inflamasi

Sitokin merupakan protein dengan berat molekul rendah dan diekspresikan

oleh leukosit, sel endotel, sel epitel, dan fibroblast. Sekresi sitokin diregulasi

secara transkripsi dan meningkat dengan cepat setelah dirangsang sel. Sitokin

yang terlibat dalam proses inflamasi saluran napas pada asma meliputi:

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

16

1. Interleukin-4

Inteleukin -4 terutama dihasilkan oleh Th2, sel mast, basofil, dan eosinofil.

Sintesis IL-4 diinduksi oleh rangsangan reseptor antigen dalam sel T. Peran IL-4

berhubungan dengan aktivasi limfosit B dengan jalan meningkatkan ekspresi

molekul MHC II, CD-32, reseptor FcƐRI CD-40 dan reseptor IL-2. Sitokin ini

mampu meningkatkan sintesis immunoglobulin E (IgE) dan immunoglobulin G

(IgG) oleh sel B. Rangsangan IL-4 terhadap IgE akan mengaktivasi sel mast yang

berperan penting dalam perkembangan reaksi alergi tipe cepat. Interleukin-4 juga

dapat menyebabkan obstruksi saluran napas melalui induksi gen musin dan

hipersekresi mukus. Ekspresi eotoksin dan sitokin proinflamasi dari fibroblas

yang lain juga ditingkatkan oleh IL-4 sehingga akan menyebabkan inflamasi dan

remodelling saluran napas. Efek IL-4 yang lain juga menghambat biosintesis

metalloproteinase oleh makrofag alveolar, menghambat sintesis nitric oxide (NO)

oleh sel epitel serta menurunkan ekspresi RANTES dan IL-8 pada sel otot polos

saluran napas.20,21

Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) pada endotel juga

dirangsang oleh IL-4, sehingga dapat meningkatkan inflamasi pada pasien asma.

Interaksi VCAM-1 dengan IL-4 secara langsung menyebabkan migrasi limfosit T,

monosit, basofil, dan eosinofil ke daerah inflamasi. Aktivasi IL-4 dapat

mengendalikan diferensiasi sel limfosit Th0 menjadi Th2 yang bisa mensekresikan

IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13. Ekspresi IL-4 , CD4+, CD8+, eosinofil dan sel mast

penderita asma meningkat. Terdapat bukti peningkatan jumlah limfosit yang

mengekspresikan IL-4 dan IL-5 secara bersama-sama pada cairan BAL setelah

pajanan alergen.19,21

2. Interleukin -5

Interleukin-5 diproduksi oleh limfosit dan peningkatan ekspresi IL-5

ditunjukan pada sel CD4+ saluran napas pasien asma. Sel CD8+ dan eosinofil

diduga juga dapat mensekresi IL-5. Sitokin ini berperan pada produksi, maturasi,

aktivasi dan menjaga kelangsungan hidup eosinofil. Interleukin-5 merupakan

sitokin utama yang mengaktifkan eosinofil pada respons tipe lambat setelah

pajanan antigen. Interleukin-5 berperan penting dalam rekruitmen eosinofil dari

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

17

darah ke jaringan, serta memicu aktivasi eosinofil jaringan yang mengalami

inflamasi. Sitokin ini juga berfungsi sebagai kemoatraktan dan terlibat dalam

peningkatan hiperresponsivitas saluran napas. Interleukin-5 menginduksi aktivasi

dan kelangsungan hidup eosinofil dan penanda proliferasi dari eosinofil di sputum

dan meningkatkan responsivitas saluran napas pada asma. Inteleukin-5 adalah

sitokin dengan sensitivitas tinggi untuk inflamasi eosinofil dan antibodi yang

menghambat aksi IL-5 sangat efektif mengurangi inflamasi eosinofilik dan

hiperesponsif saluran napas. 21,22

3. Interleukin-9

Interleukin-9 dihasilkan oleh sel Th2 dan sebelumnya diidentifikasi sebagai

faktor pertumbuhan sel T. Interleukin-9 merangsang proliferasi sel T yang telah

teraktivasi, meningkatkan produksi IgE dari sel B, serta merangsang proliferasi

dan diferensiasi sel mast dari haematopoietic progenitor. Sitokin ini juga berperan

dalam hiperplasi sel goblet dan perkembangan sel mast. Peningkatan ekspresi IL-

9 berhubungan dengan infiltrasi eosinofil dan limfosit yang masif serta

peningkatan jumlah sel mast pada saluran napas. Penelitian pada hewan

menunjukan terjadi peningkatan hiperresponsivitas saluran napas tanpa terjadi

penurunan diameter saluran napas.23,24

4. Interleukin-13

Interleukin-13 disintesis oleh sel T CD4+ dan CD8+ yang teraktivasi, akibat

respons terhadap rangsang antigen spesifik. Peran IL-13 merangsang sel B untuk

mensintesis IgE, mengatur ekspresi reseptor IgE, peningkatan ekspresi VCAM-1,

meningkatkan survival eosinofil, kemotaksis dan aktivasi fibroblast, serta

merangsang produksi mukus. Jumlah IL-13 terlihat berlebihan pada saluran napas

pasien asma dan memiliki kemiripan aktivitas biologi dengan IL-4. Ekspresi yang

berlebihan pada IL-13 telah dilaporkan terjadi pada mukosa saluran napas pasien

dengan asma atopik dan asma non atopik. 22,23

5. Interleukin 17

Interlukin 17 adalah sitokin proinflamasi. Sitokin ini diproduksi oleh

sekelompok sel T helper yang dikenal sebagai sel T helper 17 sebagai respons

terhadap stimulasi IL-23. Interleukin-17 bekerja pada sel epitel, endotel dan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

18

hematopetik dan dapat menginduksi ekspresi sitokin pro inflamasi pada proses

peradangan melalui perekrutan neutrophil. Interleukin 17 juga ditengarai berperan

pada hiperplasi sel goblet do saluran perenapasan13,22

2. REMODELLING SALURAN NAPAS PADA ASMA

Pajanan alergen yang terus menerus atau berulang menyebabkan inflamasi

akan menetap dan sel imun innate dan adaptive akan banyak ditemukan di

jaringan. Inflamasi yang menetap ini dihubungkan dengan perubahan pada

struktur sel di jaringan dan pada banyak kasus terlihat perubahan fungsi dari organ

yang sakit tersebut. Inflamasi pada pasien asma kronik dapat mempengaruhi

seluruh lapisan dinding jalan napas dan yang tersering adalah perubahan pada

epitel termasuk peningkatan jumlah sel goblet yang memproduksi mukus,

peningkatan sitokin, dan kemokin sel epitel, inflamasi pada daerah submukosa

termasuk peningkatan terbentuknya endapan matriks ekstrasel di lamina

retikularis, perubahan pada fibroblast, peningkatan pembentukan miofibroblas

serta peningkatan vaskularisasi dan penebalan lapisan otot polos jalan napas

disertai peningkatan ukuran, jumlah dan fungsi sel otot polos.20,21

Interaksi komplek antara epitel jalan napas yang mengalami inflamasi

kronik dengan epithelial mesenchymal tropic unit (EMTU) diduga merupakan

yang mengatur terjadinya proses remodelling saluran napas. Proses tersebut

meliputi penebalan dinding jalan napas sebagai hasil dari terjadinya fibrosis

subepitel, hiperplasi dan hipertropi miosit, hiperplasi miofibroblas, hipertropi

epitel serta hiperplasi sel goblet dan kelenjar mukus. Dinding jalan napas menjadi

edematosa dan lapisan mukosa dan submukosa akan terinfiltrasi oleh eosinofil dan

sel T. Membran basal juga menebal dan terdapat deskuamasi epitel. Miofibroblas

diperkirakan berperan penting dalam proses remodelling saluran napas yang

diyakini sudah terjadi meskipun pada asma ringan. Penelitian menunjukan bahwa

pengobatan antiinflamasi sejak dini dapat membatasi terjadinya remodelling

saluran napas dengan berkurangnya deposit kolagen subepitel dan menurunkan

differensiasi fibroblas menjadi miofibroblas.20,21,22

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

19

Perubahan struktur saluran napas dikendalikan oleh beberapa sitokin dan

mediator profibrotik terutama tumor growth factor β (TGF-β) dan epidermal

growth factor (EGF) sehingga terjadi peningkatan proses fibrosis subepitel.

Angiogenesis dan permeabilitas pembuluh darah juga meningkat akibat produksi

vascular endhotelial growth factor (VEGF) oleh sel otot polos. Peningkatan

permeabilitas pembuluh darah serta angiogenesis menyebabkan terjadinya edema

saluran napas dan pengerahan sel inflamasi seperti eosinofil dan sel mast.

Proliferasi sel epitel dan otot polos saluran napas menyebabkan peningkatan

produksi sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-13, TNF-α, mediator lipid seperti

leukotriene (LT) D4 atau prostaglandin (PG) E2, dan growth factor seperti EGF,

TGF, PDGF, dan VEGF. Mediator inflamasi menimbulkan inflamasi kronik dan

fibrosis yang menyebabkan terjadinya proses remodelling saluran napas.20,21

Proses remodelling saluran pada asma dijelaskan pada gambar tiga.

Gambar 3. Proses remodelling saluran napas pada asma

Keterangan : Th2: T helper 2; FGF: fibroblast growth factor; VEGF:

Vascular endothelial growth factor; IL-13: interleukin 13; IL-5 interleukin 5;

TGF: tumor growth factor; IgE: immunoglobuline E; IL-4: interleukin 4;

EMTU: epithelial mesenchymal tropic unit; APC: antigen presenting cells.

Dikutip dari (21)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

20

3. PATOLOGI ASMA

Hiperesponsivitas bronkus penderita berpengaruh terhadap patologi asma.

Proses inflamasi kronik berulang asma menghasilkan remodelling saluran napas

reversibel sampai ireversibel. Epitel saluran napas mengalami kerusakan karena

proses inflamasi kronis dan remodelling saluran napas . Proses ini mengakibatkan

terjadi hipertropi dan hiperplasi otot polos saluran napas sehingga elastisitas

saluran napas berkurang. Remodelling saluran napas terjadi pada awal patogenesis

penyakit dan dapat mendorong inflamasi kronis, serta dapat mendorong

hiperesponsivitas jalan napas sehingga menimbulkan hilangnya fungsi paru yang

ireversibel. Kerusakan epitel saluran napas karena proses inflamasi kronik dan

terjadi remodelling saluran napas, hipertropi dan hiperplasi otot polos saluran

napas menyebabkan berkurangnya elastisitas saluran napas.20,21

Perubahan struktural epitel saluran napas disebabkan peningkatan jumlah

kolagen tipe III dan V, fibrronectin dan tenascin terdeposisi dibawah epitel

bronkus saluran napas penderita asma. Perubahan struktural saluran napas

mengakibatkan penebalan dinding dan penurunan diameter lumen saluran napas.

Gambaran patologi asma berpengaruh pada terjadinya hiperesponsivitas saluran

napas bronkus terutama saat eksaserbasi. Perubahan struktur yang berlangsung

dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terjadinya remodelling saluran

napas dan obstruksi saluran napas yang bersifat persisten.3.21

Sumbatan mukus asma terjadi pada bronkus segmental, subsegmental, dan

daerah perifer. Mukus ini dihasilkan oleh hipertropi kelenjar mukosa dan

hiperplasi sel goblet. Perubahan struktural jalan napas asma yaitu metaplasia sel

goblet, hipersekresi mukus, fibrosis subepitel, penebalan otot polos, dan

angiogenesis vaskuler. Komposisi mukus penderita asma terdiri dari sel epitel

nekrosis, sel inflamasi, eksudat protein plasma, dan mucin produk sel goblet. Sel

inflamasi mukus penderita asma berisi limfosit, eosinofil, dan neutrofil. Mukus

penderita asma menunjukan infiltrasi sel inflamasi seluler terutama eosinofil dan

limfosit di dinding bronkus.12,21 Lumen bronkus terisi mukus pada penderita asma

eksaserbasi dapat dilihat pada gambar empat.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

21

Gambar 4. Lumen bronkus terisi mukus penderita asma.

Keterangan: mukus dan sel inflamasi mengsisi lumen bronkus saat

eksaserbasi asma. Terlihat infiltrasi sel inflamasi di dinding bronkus dan otot

polos.

Dikutip dari (21)

Mukus mengisi bronkus dan bronkiolus saat penderita mengalami

eksaserbasi. Mediator inflamasi pada kelenjar submukosa penderita asma yaitu

sitokin IL-4, IL-13, dan IL-9 menginduksi hipersekresi dan hiperplasia sel goblet.

Epithelial growth factor (EGF) berperan memicu sekresi mukus saluran napas

dengan merangsang ekpresi gen mucin MUC5AC. Mukus saluran napas

diinfiltrasi oleh eosinofil mengandung kristal charcot leyden. Jumlah sel mucin

dan sel goblet di epitel saluran napas penderita asma lebih tinggi dibandingkan

individu sehat.19,20

Perubahan progresif remodelling struktur saluran napas terjadi karena

proses peradangan berulang. Peradangan berulang memicu produksi matriks

protein dan faktor pertumbuhan dirangsang oleh sel-sel inflamasi. Saluran napas

yang mengalami remodelling memiliki respons rendah terhadap pemberian

bronkodilator. Saluran napas yang mengalami remodelling menunjukan

penurunan elastisitas, peningkatan massa otot polos, dan edema mukosa.

Penebalan dinding saluran napas asma terjadi akibat edema dan peningkatan

ukuran kelenjar sub mukosa.20,21

Sel epitel saluran napas mengalami metaplasia saat terjadi remodelling.

Sel epitel kuboid bersilia bermetaplasia menjadi skuamousa menyebabkan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

22

kesulitan ekskresi mukus intraluminal bronkus. Membran basal retikuler pada

pasien asma lebih tebal dibandingkan orang normal. Hiperplasia otot polos

bronkus dan bronkiolus disertai edema mukosa akibat penebalan membran

retikuler basalis menghasilkan penurunan diameter lumen saluran napas.

Penurunan ukuran diameter lumen bronkus menyebabkan aliran udara laminer

berubah menjadi turbulen. Aliran udara turbulen di saluran napas menghasilkan

suara wheezing ketika penderita asma melakukan ekspirasi paksa. 19,21,22

Metaplasia sel epitel saluran napas dijelaskan oleh gambar lima.

Gambar 5. Metaplasia sel epitel saluran napas

Keterangan: Potongan bronkus menunjukkan metaplasia skuamosa. Tampak

sel epitel kuboid bersilia dengan jumlah minimal. Penebalan membran

basalis retikuler disertai inflitrasi eosinofil.

Dikutip dari (21)

4. PATOFISIOLOGI ASMA

Proses patogenesis asma menghasilkan perubahan patologi sel epitel dan

jaringan penyangga saluran napas. Perubahan patologis saluran napas

menghasilkan proses patofisiologis organ respirasi. Karakteristik patofisiologi

asma yaitu akibat inflamasi dan keterbatasan aliran udara. Kelainan patofisiologis

asma dapat dideteksi dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang.

Perubahan patofisiologis faal paru penderita asma disebabkan oleh kerusakan

epitel saluran napas, fibrosis sub epitel saluran napas, vasodilatasi pembuluh

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

23

darah, kebocoran plasma, hipersekresi mukus, aktivasi saraf sensorik, hiperplasi,

dan hipertropi saluran napas.17,22

Pemeriksaan penunjang termudah untuk melihat perubahan patofisiologis

asma yaitu menggunakan spirometri. Mayoritas pemeriksaan faal paru dengan

spirometri penderita asma ketika tidak eksaserbasi adalah normal. Pemeriksaan

faal paru penderita asma saat eksaserbasi menujukkan penurunan nilai volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), kapasitas vital paksa (KVP), dan

perbandingan nilai VEP1/KVP. Pemberian bronkodilator menunjukkan respons

baik sehingga terjadi peningkatan VEP1, KVP, dan VEP1/KVP pada pemeriksaan

spirometri. Perbaikan respons terhadap bronkodilator merupakan kunci

membedakan obstruksi saluran napas asma dengan PPOK.5,17,19

Remodelling saluran napas luas penderita asma menyebabkan nilai faal

paru tidak dapat kembali normal setelah pemberian bronkodilator. Abnormalitas

faal paru juga terjadi penurunan maximal mid expiratory flow rate dan

peningkatan volume residu. Gambaran abnormalitas faal paru akibat remodelling

luas saluran napas menujukan keterlibatan saluran napas kecil. Perubahan faal

paru ireversibel penderita asma berat cenderung mirip dengan PPOK atau ACO.

Perbedaan kecepatan remodelling saluran napas dipengaruhi faktor susunan

genetik dan lingkungan yaitu infeksi saluran napas dan ekspos alergen.5,17,22

Respons perbaikan saluran napas merupakan hasil amplifikasi inflamasi.

Perubahan metaplasia sel epitel saluran napas dipengaruhi mekanisme berbeda

yaitu paparan ozon, infeksi virus, sensitisasi kimia dan paparan alergen. Penyebab

dominan metaplasia sel epitel adalah inflamasi eosinofil, radikal bebas oksigen,

dan protease. Perubahan patofisiologis saluran napas penderita asma

menghasilkan kehilangan fungsi barier terhadap penetrasi alergen dan iritasi,

kehilangan enzim endopeptidase netral untuk menurunkan mediator inflamasi

yaitu kinin, serta kehilangan kemampuan relaksan otot polos dan epitel saluran

napas. Edema meningkatkan obstruksi saluran napas, kehilangan fungsi surfaktan,

serta aktivasi saraf sensorik menyebabkan refleks negatif di saluran napas..5,20,22

Interaksi proses patofisiologis kompleks asma dijelaskan oleh gambar enam.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

24

Gambar 6. Interaksi proses patofisiologis kompleks asma.

Keterangan: Th2 cell: sel T helper 2

Dikutip dari (22)

Fibrosis membran basalis asma berupa subepithelial fibrosis akibat

deposisi kolagen tipe III dan V. Ketebalan endapan matriks kolagen berhubungan

dengan obstruksi saluran napas dan hiperesponsivitas saluran napas. Sitokin

profibrotik yaitu TGF-β, platelet derived growth factor (PDGF), serta mediator

endothelin-1 berpengaruh besar terhadap fibrotisasi jaringan saluran napas asma.

Fibrosis subepitel ditandai bronkitis eosinofilik kronis dengan gejala batuk dan

infiltrasi eosinofil di saluran napas. 17,19

Hipertropi dan penambahan massa otot polos saluran napas asma adalah

dampak inflamasi di lingkungan mikro saluran napas. Hambatan proliferasi otot

polos saluran napas akibat ketiadaan blokade faktor transkripsi C/EBP- α. Sel otot

polos saluran napas tidak hanya dipengaruhi oleh mediator dan sitokin inflamasi

tetapi juga memodulasi proses remodelling dengan mensekresi sitokin dan faktor

pertumbuhan. Sekresi sitokin sel otot polos saluran napas mengekspresikan

molekul adhesi dan potensiasi molekul kostimulatoris yaitu sel mast. Upaya

pengurangan massa otot polos saluran napas asma dengan termoplasti belum

menujukkan hasil baik.17,20

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

25

Otot polos saluran napas penderita asma mengalami hipertropi dan

hiperplasi. Hipertropi dan hiperplasi menyebabkan penebalan dinding saluran

napas. Hipertropi dan hiperplasi otot saluran napas dipengaruhi oleh faktor

pertumbuhan yaitu TGF-β1 yang diproduksi oleh eosinofil, makrofag dan

neutrofil. Hipersekresi mukus disebabkan hiperplasi kelenjar mukus dan

peningkatan jumlah sel goblet pada penderitas asma. Peningkatan tersebut

disebabkan karena rangsangan berbagai mediator inflamasi pada kelenjar

submukosa dan stimulasi elemen syaraf. Edema saluran napas disebabkan

peningkatan kebocoran mikrovaskuler akibat mediator yang dilepas selama

inflamasi akut. Edema, inflamasi, produksi mukus dan hipertropi otot polos

saluran napas menyebabkan bronkokonstriksi dan hipereaktivitas saluran napas,

sumbatan saluran napas, dan keterbatasan aliran udara.17,23

Perubahan vaskuler bronkial penderita asma memainkan peran kunci di

patofisiologis asma. Sirkulasi bronkus berperan mengatur kaliber saluran napas.

Peningkatan volume vaskuler berpengaruh terhadap penyempitan saluran napas.

Peningkatan aliran darah saluran napas berperan memulihkan kadar mediator

inflamasi. Aliran vaskuler bronkial berhubungan dengan gejala asma diinduksi

oleh latihan. Peningkatan shear stress vaskuler akibat tekanan ekspirasi tinggi

menyebabkan transduksi gen dan peningkatkan produksi nitrat oksida tipe III

endotel (NO sintase). Peningkatan jumlah pembuluh darah di saluran napas asma

diakibatkan oleh angiogenesis dipengaruhi oleh vascular endothelin growth factor

(VEGF). Kebocoran mikrovaskuler menyebabkan peningkatan respons mediator

inflamasi. Kebocoran mikrovaskuler menghasilkan peningkatan sekresi saluran

napas, gangguan bersihan mukosiliar, pembentukan mediator baru, dan edema

mukosa menghasilkan peningkatan penyempitan saluran napas.5,17,23

5. DIAGNOSIS ASMA

Penegakan diagnosis asma berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang. Anamnesis untuk menggali riwayat dan gejala asma didapatkan

batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada bersifat episodik. Variabilitas

gejala obstruksi saluran napas asma berhubungan dengan perubahan cuaca.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

26

Riwayat atopi pada keluarga, riwayat alergi, dan penyakit pemberat menguatkan

dugaan kearah asma.1,4

Pemeriksaan fisik penderita asma diluar serangan pada umumnya normal.

Auskultasi saat pemeriksaan fisik didapatkan wheezing terutama saat eksaserbasi.

Eksaserbasi yang ringan didapatkan wheezing saat ekspirasi paksa. Asma

eksaserbasi terjadi kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi

mukus menyumbat saluran napas. Silent chest ditandai ketiadaan suara napas

terjadi pada serangan eksaserbasi asma sangat berat. Bentuk rongga toraks

penderita asma tidak berubah kecuali telah terjadi remodeling saluran napas dan

komplikasi berat akibat rendahnya kontrol asma.1,4,20

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis asma meliputi

spirometri faal paru, radiologi, dan laboratorium klinis. Spirometri adalah alat

pemeriksaan faal paru objektif menilai derajat obstruksi saluran napas,

reversibilitas, dan variabilitas faal paru. Hasil spirometri pada pasien asma

bervariasi sesuai dengan derajat berat penyakit. Penderita asma yang tidak dalam

serangan maupun asma ringan tidak dijumpai obstruksi saluran napas, namun

pada penderita asma berat atau eksaserbasi akan terjadi penurunan fungsi paru.

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1

/prediksi < 80%. Diagnosis asma ditegakkan ketika terdapat peningkatan rasio

VEP1/KVP paska bronkodilator sebanyak 200 mililiter (ml) dan >12% dari nilai

awal.1, 20

Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) digunakan sebagai alternatif

penilaian faal paru dan penapisan di instalasi gawat darurat (IGD) ketika terjadi

eksaserbasi asma. Arus puncak ekspirasi dapat diukur dengan alat peak expiratory

flow meter (PEF-meter). Manfaat APE yaitu untuk menilai reversibilitas dan

variabilitas. Penilaian reversibilitas yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah

inhalasi bronkodilator. Penilaian variabilitas yaitu menilai variasi diurnal APE

yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu setalah mendapat

terapi bronkodilator dan kortikosteroid. Hasil pengukuran varibilitas harian

dinyatakan dalam bentuk persen. Nilai variabilitas harian > 20% menjadi

pertimbangan seseorang menderita asma.1,4,6

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

27

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma untuk

menentukan hiperesponsivitas jalan napas. Uji provokasi bronkus dikerjakan

ketika hasil penilaian pemeriksaan spirometri menunjukan hasil ambigu dengan

gejala asma tersamar. Pemeriksaan uji provokasi bronkus menggunakan bahan

alergen bervariasi tersering yaitu metakolin dan histamin. Uji provokasi bronkus

memiliki nilai sensitivitas tinggi tetapi spesifitas rendah. Spesifitas rendah uji

provokasi bronkus karena hasil positif tidak hanya terjadi pada asma tetapi dapat

terjadi pada penyakit lain yaitu rinitis alergi, PPOK, bronkiektasis dan fibrosis

kistik.1,4

Pemeriksaan pencitraan radiologi asma eksaserbasi atau stabil

menunjukkan hasil normal kecuali terdapat komorbiod infeksi parenkim paru

bersamaan. Pneumonia menjadi komorbid tersering pencetus serangan eksaserbasi

asma. Tes alergi kulit atau dikenal sebagai prick test dengan serum IgE spesifik

menunjukan nilai klinis rendah untuk diagnosis asma. Prick test membantu

mengidentifikasi faktor pencetus pada penderita asma dengan riwayat atopi

positif. Penemuan bahan pencetus serangan asma melalui prick test membantu

klinisi dan penderita mengontrol pengaruh lingkungan. Pemeriksaan sputum dan

darah adalah termasuk modalitas pemeriksaan laboratorium klinis. Pemeriksaan

darah dan sputum penderita asma mencari penanda inflamasi yaitu eosinofil dan

neutrofil. Pemeriksaan laboratorium darah dan sputum dapat membedakan fenotip

asma eosinofilik dan non-eosinofilik.1,4,20

6. DERAJAT KONTROL ASMA

Klasifikasi penyakit asma dikelompokan menjadi tanpa serangan dan

ketika terjadi serangan eksaserbasi. Klasifikasi asma berhubungan dengan strategi

penatalaksanaan asma. Asma stabil digolongkan berdasar derajat kontrol

pengobatan terhadap gejala dan tanda gangguan saluran napas. Derajat kontrol

asma stabil menentukan jenis terapi yang dipilih oleh klinisi. Berat ringan asma

ditentukan berbagai faktor yaitu gambaran klinis sebelum pengobatan dan

frekuensi pemakaian obat.1,5,13 Klasifikasi derajat kontrol asma sesuai pedoman

GINA dijelaskan oleh tabel satu.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

28

Tabel 1. Derajat kontrol asma

Gejala dalam 4 minggu terakhir Terkontrol

baik

Terkontrol

sebagian

Tidak

terkontrol

Gejala asma harian lebih dari

2x/minggu

Tidak ada 1-2 gejala 3-4

gejala

Terbangun malam hari karena asma

Membutuhkan obat pelega lebih dari

2x/minggu

Keterbatasan aktifitas karena asma

Dikutip dari (5)

Penilaian derajat kontrol asma menggunakan kuesioner menggunakan

asthma control test (ACT) dan asthma control questionnaire (ACQ). Asthma

control test adalah tes mandiri dijawab dan diisi oleh penderita. Kuesioner ACT

mendeteksi perubahan tingkat kontrol asma. Kuesioner ACT untuk menilai derajat

kontrol asma terdiri dari lima pertanyaan yaitu empat pertanyaan tentang gejala

yang dirasakan dan penggunaan obat pelega serta satu pertanyaan tentang tingkat

kontrol asma penderita dalam empat minggu. Deskripsi penilaian kuesioner ACT

dikategorikan sebagai asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan asma tidak

terkontrol. Skor ACT berkisar dari nilai 5-25 sehingga nilai 20-25 dikategorikan

sebagai asma terkontrol. Skor ACT 16-20 dikategorikan sebagai asma terkontrol

sebagian sedangkan 5-15 dikategorikan sebagai asma tidak terkontrol.1,4,24

Kuesioner ACT dijelaskan oleh tabel dua.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

29

Tabel 2. Kuesioner Asthma Control Test

No

Pertanyaan

Nilai

1 2 3 4 5

1 Dalam 4 minggu terakhir,

seberapa sering penyakit

asma mengganggu anda

dalam melakukan

pekerjaan sehari-hari di

kantor, di sekolah, atau di

rumah ?

Selalu Sering Kadang-

kadang

Jarang Tidak

pernah

2 Dalam 4 minggu terakhir,

seberapa sering anda

mengalami sesak napas ?

Lebih dari

1 kali

sehari

1 kali

sehari

3-6 kali

seminggu

1-2 kali

seminggu

Tidak

pernah

3 Dalam 4 minggu terakhir

seberapa sering gejala

asma (sesak, mengi,

batuk, nyeri dada atau

rasa tertekan di dada)

menyebabkan anda

terbangun di malam hari

atau lebih awal dari

biasanya?

4 kali atau

lebih

seminggu

2-3 kali

seminggu

1 kali

seminggu

1-2 kali

sebulan

Tidak

pernah

4 Dalam 4 minggu terakhir,

seberapa sering anda

menggunakan obat

pelega semprot darurat

atau obat oral untuk

melegakan pernapasan?

>3 kali

sehari

1-2 kali

sehari

2-3 kali

seminggu

<1 kali

seminggu

Tidak

pernah

5 Bagaimanakah penilaian

anda terhadap tingkat

control asma anda dalam

4 minggu terakhir ?

Tidak

terkontrol

sama

sekali

Kadang

terkontrol

Cukup

terkontrol

Terkontrol

dengan

baik

Terkontrol

penuh

Total Skor :

Dikutip dari (24)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

30

Karakteristik fenotip asma dibagi menjadi asma alergi, asma non alergi,

asma late onset, asma persisten, dan asma dengan obesitas. Asma timbul pada

segala umur dengan serangan awal dirasakan ringan oleh penderita sehingga tidak

disadari. Batuk disertai napas pendek sebagai gejala awal asma sering diabaikan

oleh penderita dewasa muda. Faktor genetik risiko asma bersifat determinan

poligenik atau multifaktorial. Anak dengan salah satu orangtua yang menderita

asma mempunyai risiko menderita asma sekitar 25%. Risiko menderita asma

bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua penderita asma Diagnosis

asma penderita sering ditegakan apabila telah terjadi serangan sesak napas

berulang yang dipengaruhi oleh musim. Penatalaksanaan asma bertujuan

mengurangi inflamasi dan hambatan saluran napas dengan menggunakan anti

inflamasi kortikosteroid sebagai pengontrol serta bronkodilator sebagai pelega.

Bronkodilator untuk asma berasal dari golongan β-agonis, anti-muskarinik, dan

xantin.1,2,6

7. TATALAKSANA ASMA

Penatalaksanaan asma bersifat komprehensif bertujuan untuk mencegah

progresifitas gejala dan komplikasi. Tatalaksana asma bertujuan memperbaiki

kualitas hidup penderita asma sehingga penderita dapat melakukan aktivitas hidup

sehari-hari. Tatalaksana pasien asma bertujuan jangka panjang yaitu mencapai

derajat asma terkontrol dan mengurangi risiko eksaserbasi berulang. Tatalaksana

asma terdiri dari medikamentosa dan non-medikamentosa. Tatalaksana non-

medikamentosa terdiri dari rehabilitasi, rekayasa lingkungan, dan perubahan gaya

hidup. Terapi medikamentosa asma terdiri atas golongan obat pengendali

(controler), obat pelega (reliever), dan obat tambahan (suplemen). Pemilihan

terapi medikamentosa asma mempertimbangkan faktor manfaat, keamanan, dan

biaya.1,4,15,25

Tujuan penatalaksanaan asma yaitu kondisi asma terkontrol. Penilaian

kontrol asma meliputi faktor penilaian derajat asma, penyesuaian, dan respons

terapi. Kondisi penderita dengan derajat kontrol rendah memerlukan tambahan

terapi disamping panduan standar. Strategi penatalaksanaan non-medikamentosa

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

31

asma yaitu penyuluhan kepada penderita asma, penilaian derajat berat asma,

pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan, serta usaha berhenti

merokok. Upaya lain terapi non-medikamentosa asma adalah olahraga dan latihan

pernapasan, menghindari paparan zat iritan atau alergen, menghindari obat

memperburuk asma, menghindari obesitas, serta vaksinasi.4,15

Obat tambahan disamping terapi standar sebagain besar berfungsi sebagai

anti inflamasi dan anti oksidan. Perubahan gaya hidup serta rekayasa lingkungan

supaya terhindar dari alergen pemicu eksaserbasi adalah penting. Agen alergen

pemicu eksaserbasi yang terus kontak dengan penderita asma menghambat kerja

terapi medikamentosa asma. Eksposur persisten terhadap alergen mengakibatkan

efek negatif terhadap agen terapi medikamentosa asma.1,4,7,8,26

Pemberian obat tambahan disamping terapi standar asma bertujuan

menurunkan aktivitas respons inflamasi dan stres oksidatif berlebihan. Pemberian

ekstrak bahan alami dari tanaman menjadi alternatif suplemen terapi asma. Bahan

tanaman atau herbal memiliki zat aktif berefek menguntungkan, efek samping dan

toksisitas rendah. Ekstrak flavonoid telah banyak digunakan didalam pengobatan

penyakit inflamasi lain diluar asma. Bahan ekstrak flavonoid dari tumbuhan yang

dapat digunakan untuk asma yaitu quercetin. Penelitian terhadap fungsi ekstrak

flavonoid quercetin sedang menjadi tren pada dekade terakhir.1,4,8

Golongan kontroler asma adalah obat yang digunakan jangka panjang

berkemampuan mengurangi efek inflamasi patogenesis dasar penyakit asma. Obat

kontroler digunakan setiap hari oleh penderita asma. Obat masuk kedalam

golongan kontroler adalah kortikosteroid inhalasi, β2 agonis kerja lama,

leukotrien modifiers, kromolin, anti IgE, dan teofilin. Golongan reliever atau

pelega adalah obat yang bekerja cepat diberikan saat penderita mengalami

eksaserbasi. Obat masuk kedalam golongan reliever adalah β2 agonis kerja cepat,

glukokortikosteroid sistemik, dan methylxanthine. Nama lain β2 agonis kerja

lama adalah long acting β2 agonis (LABA) sedangkan jenis kerja cepat yaitu

short acting β2 agonis (SABA). Obat golongan anti-muskarinik jangka panjang

jarang digunakan sebagai kontroler pada asma.1,4,7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

32

Agen agonis β2 adrenergik adalah obat utama selain kortikosteroid untuk

penatalaksanaan asma. Pemberian obat inhalasi bekerja di reseptor agonis β2

adrenergik adalah bronkodilator penting mengendalikan mekanisme otot polos

saluran napas. Senyawa agonis β2 berikatan dengan reseptor β2 transmembran

dan mengaktivasi protein G sehingga mengaktivasi guanosin diphosphate (GDP)

menjadi guanosin triphosphate (GTP) yang akan mengatur siklus sel. Protein G

sub unit Gα merangsang adenyl cyclase (AC) memicu perubahan adenosine

triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP).

Peningkatan cAMP mengaktifkan protein kinase (PKA) menghasilkan sinyal

protein meyebabkan relaksasi oto polos bronkus saluran napas. Protein kinase

menghambat myosin light chain sehingga menurunkan jumlah kalsium

intraseluler.1,4,25 Mekanisme kerja β2 agonis dijelaskan oleh gambar tujuh.

.

Gambar 7. Mekanisme kerja β2 agonis

Keterangan: cAMP: cyclic adenosine monophosphate; ATP: adenosine

trisphosphate; GDP: guanosine diphosphate; GTP: guanosine triphosphate.

Dikutip dari (25)

Strategi tatalaksana asma GINA berbasis kontrol disebut juga sebagai

controlled based asthma management. Terapi asma untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma terkontrol dengan pendekatan siklus

berkesinambungan. Siklus controlled based asthma management meliputi

penilaian, penyesuaian terapi, dan pengkajian respons terapi. Penilaian terdiri atas

diagnosis, tingkat kontrol gejala, dan faktor risiko. Pemeriksaan faal paru, teknik,

dan kepatuhan penggunaan obat inhalasi termasuk dalam penilaian. Penyesuaian

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

33

tepat terdiri dari pemilihan terapi farmakologi, terapi non farmakologi, dan

mengatasi faktor risiko.1,5,7

Prinsip pemilihan medikamentosa asma berpedoman pada panduan GINA.

Global Initiative for Asthma menetapkan pemilihan terapi asma berdasarkan pola

anak tangga atau stepwise. Penderita asma dengan derajat kontrol rendah atau

semakin berat gejala asma menduduki peringkat step semakin tinggi. Pemilihan

terapi medikamentosa disesuaikan dengan posisi step penderita asma. Pengkajian

respons terapi terdiri dari penilaian gejala, munculnya eksaserbasi, efek samping,

dan perbaikan fungsi paru. Evaluasi respons dilakukan 3 bulan setelah terapi.1,4,5

Prinsip tatalaksana controlled based asthma management dan stepwise oleh GINA

tahun 2018 dijelaskan oleh gambar delapan.

Gambar 8. Prinsip tatalaksana controlled based asthma management dan stepwise

oleh GINA tahun 2018.

Keterangan: ICS: inhaled corticosteroid; LABA: long acting β2 agonist;

LTRA: leukotrien receptor antagonist; SABA: short acting β2 agonist; IL5:

interleukin-5.

Dikutip dari (5)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

34

B. QUERCETIN

Quercetin ditemukan pertama kali oleh Albert Szent Gyorgyi pada tahun

1857. Struktur kimia quercetin yaitu C15H10O7 merupakan aglycone tanpa

glikosida, tidak larut dalam air panas, tetapi larut dalam alkohol dan lipid.

Nomenklatur quercetin menurut The International Union of Pure and Applied

Chemistry (IUPAC) kelompok peneliti bahan pangan alam untuk kesehatan

adalah 3, 3’,4’, 5, 7-pentahydroxyflvanone. Glikosida quercetin terbentuk dari

gugus glikosil mengganti gugus OH. Bentuk struktur kimia isoquercetin gugus

glikosil mengubah efek kelarutan, penyerapan, dan in vivo. Peningkatan kelarutan

air quercetin disebabkan oleh gugus glikosil. Quercetin dengan gugus glikosil

lebih larut dibandingkan quercetin aglycone.27,28 Struktur kimia quercetin

dijelaskan oleh gambar Sembilan.

Gambar 9. Struktur kimia quercetin.

Dikutip dari (28)

Quercetin adalah senyawa golongan flavonoid masuk kedalam kategori

flavonol. Senyawa flavonoid memiliki enam sub kelas yaitu antosianidin,

flavanol, flavanon, flavonol, flavon, dan isoflavon. Quercetin diketahui memiliki

efek menghambat peroksidase lipid, agregasi trombosit, menjaga permeabilitas

kapiler, dan merangsang biogenesis mitokondria. Senyawa aktif quercetin diteliti

memiliki fungsi sebagai antikarsinogenik, antiinflamasi, antiviral, antioksidan,

dan antimikroba. Potensiasi pengaruh senyawa quercetin meningkat ketika

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

35

digunakan bersamaan dengan vitamin C, resveratrol, curcuma, dan teh EGCG

(epigallocathechin gallate).9,10,26,27 Golongan flavonoid dijelaskan oleh gambar

sepuluh.

Gambar 10. Golongan flavonoid.

Dikutip dari (27)

Sumber terbanyak quercetin ditemukan pada buah dan sayur. Sumber

makanan kaya unsur quercetin yaitu apel, buah beri, anggur, bawang merah,

kaper, tomat, kacang, ketumbar, kentang, brokoli dan kale. Ginkgo biloba,

Hypericum perforatum, dan Sambucus canadensi juga memiliki kandungan unsur

quercetin. Belum terdapat pedoman mutlak untuk dosis asupan ekstrak quercetin

murni. Dosis asupan flavonol quercetin yang dikenal yaitu antara 50-800 mg/ hari.

29,30

1. Farmakokinetik

Farmakokinetik senyawa quercetin terdiri dari absorpsi, bioavailabilitas,

dan metabolisme oleh tubuh. Senyawa quercetin berupa ikatan molekul gula

(glikosida). Senyawa quercetin dikenal stabil dalam suasana asam di lambung.

Gugus glikosil quercetin terhidrolisis setelah masuk kedalam saluran cerna.

Absorbsi quercetin bergantung pada gugus glikosil serta bentuk matriks sumber

makanan yang mengandung quercetin, juga dipengaruhi komponen makanan lain

yang masuk bersamaan. Serat dan lemak mempengaruhi absorbsi senyawa

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

36

quercetin. Absorbsi quercetin meningkat ketika dikonsumsi bersama dengan

vitamin c, pektin, dan lemak.23,26,30

Metabolisme quercetin dilakukan oleh berbagai organ yaitu usus halus,

usus besar, hati, dan ginjal. Transformasi quercetin menjadi berbagai metabolitnya

dipengaruhi oleh bakteri enterik dan enzim pada sel epitel mukosa usus. Usus

halus dan hati membentuk metabolit quercetin menjadi bentuk metabolit di

biotransformasi oleh enzim menjadi formasi methylated, sulfosubtituted dan

glucoronidated. Akumulasi quercetin dan metabolitnya tertinggi ditemukan di hati

dan ginjal. Quercetin dapat memodulasi jalur detoksifikasi obat melalui enzim

sitokrom P450.23,27,29

Quercetin di dalam darah berada dalam bentuk terkonjugasi. Konjugat

quercetin didistribusikan oleh albumin menuju jaringan. Konjugat senyawa

quercetin terdeposisi di otak dengan cara menembus blood brain barrier.

Akumulasi konsentrasi quercetin di dalam darah dan plasma akan meningkat

secara signifikan ketika mengkonsumsi makanan mengandung quercetin terus

menerus. Ekskresi hasil akhir metabolisme quercetin yaitu melalui ginjal.

Konsentrasi quercetin urin meningkat sesuai peningkatan dosis dan waktu asupan.

Waktu paruh quercetin berkisar 11 sampai dengan 28 jam dengan rerata 3,5 jam.

Quercetin diserap di segmen atas usus kecil kemudian dimetilasi oleh enzim

biotransformasi dalam usus kecil dan hati kemudian diekskresikan oleh ginjal

melalui urin.,27,29,31

2. Farmakodinamik

Penelitian quercetin sebagian besar menggunakan hewan percobaan tikus.

Pemberian dosis quercetin pada penelitian berkisar 12,5 sampai 25 mg per

kilogram berat badan (mg/kgBB). Penelitian quercetin di tikus menunjukan

keamanan pemberian hingga 350 mg/kgBB selama tiga bulan tanpa gangguan

hati. Pemberian quercetin dosis tinggi jangka panjang sebaiknya dihindari karena

percobaan di tikus selama dua tahun menyebabkan gangguan ginjal.27,29

Penelitian penggunaan quercetin pada manusia menggunakan dosis 500 mg

sampai 1000 mg per hari. Batas keamanan dosis toksisitas quercetin rendah.

Quercetin untuk manusia berupa sediaan oral dan intravena. Rekomendasi dosis

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

37

intravena quercetin untuk berat badan 70 kilogram (kg) yaitu 1400 miligram per

meter persegi (mg/m2) luas permukaan tubuh atau sekitar 2,5 gram (gr). Tidak

direkomendasikan penggunaan dosis tinggi untuk manusia karena potensi

kerusakan ginjal dari hasil percobaan pada tikus. Rekomendasi penelitian pada

manusia pemberian quercetin disarankan dalam jangka waktu pendek. 26,27,29 Efek

samping quercetin yang dilaporkan yaitu sakit kepala, parestesia, kesemutan

ekstremitas, serta memperpanjang waktu pembekuan darah. Penderita stroke,

hemofilia, atau gangguan pembekuan darah lain merupakan kontraindikasi relatif

pemberian quercetin. Penderita gangguan pembekuan darah serta konsumsi

antikoagulan disarankan menyesuaikan dosis pemberian quercetin. Quercetin juga

diketahui memiliki efek agonis kerja hormon estrogen. Potensiasi efek terhadap

kerja hormon estrogen menjadi dasar penggunaan quercetin untuk tujuan

kesehatan kulit dan kecantikan.23,29,30

3. PERAN QUERCETIN PADA ASMA

Quercetin bermanfaat sebagai terapi tambahan pada penyakit inflamasi

saluran napas kronik. Penurunan asupan buah dan sayur merupakan salah satu

masalah yang menyebabkan peningkatan sensitisai alergi. Quercetin memiliki

efek antiinflamasi yang kuat pada asma. Penelitian Nishimura dkk tahun 2013

pemberian flavonoid quercetin pada hewan menujukan efek baik terhadap paru

dan saluran napas. Percobaan pada hewan menunjukan perbaikan fungsi paru

setelah pemberian quercertin. Kadar sel inflamasi dan stres oksidatif dilaporkan

mengalami penurunan setelah diberikan quercetin. Penurunan kadar sitokin pro

inflamasi dan stres oksidatif diharapkan membantu perbaikan faal paru serta

elastisitas jaringan.. Penelitian pemberian quercetin pada penderita asma persisten

dan asma atopik terbukti dapat menurunkan jumlah eosinofil darah, dan

menurunkan kadar IgE darah.27,29,30,31

Inflamasi adalah respons terhadap cedera sel yang disebabkan oleh stres

fisik, agen infeksi, racun dan faktor lainnya sedangkan reaksi inflamasi akut

penting untuk respons kekebalan dan dapat berujung pada resolusi cedera.

Inflamasi kronis dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan terlibat dalam

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

38

patogenesis autoimun, neurodegeneratif dan pernapasan. Respons inflamasi

adalah bagian dari respons imun bawaan, setelah mengalami cedera respons akut

melibatkan aktivasi makrofag merupakan sumber mediator inflamasi seperti

histamin. Makrofag dan sel lainnya melepaskan sitokin pro inflamasi seperti

TNF-α, IL-1 dan IL-6 memicu kaskade inflamasi. Sitokin pro inflamasi ini dapat

menginduksi adhesi leukosit sel endotel, pelepasan protease, pelepasan metabolit

asam arakhidonat dan aktivasi kaskade koagulasi. Inflamasi secara klinis ditandai

dengan peningkatan suhu, kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada jaringana

atau organ.29,31 Respons flavanoid terhadap inflamasi dijelaskan oleh gambar 11.

Gambar 11. Respons flavanoid terhadap inflamasi.

Dikutip dari (29)

3.1 Potensi anti-inflamasi

Penelitian Fortunato dkk tahun 2012 pemberian quercetin dapat

menurunkan produksi mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, prostenoids

yang kurang aktif , menekan produksi IgE pada plasma dan mediator proinflamasi

seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8 oleh sel mast melalui penghambatan NFƙβ

dan P38 mitogen relivated protein kinase ( P38 MAPK) sehingga berpotensi

mengurangi peradangan saluran napas dan bronkokonstriksi pada asma. Sel Th2-

memiliki peran utama dalam merangsang respons inflamasi alergi melalui

pelepasan IL-4 dan IL-13 yang merangsang sel B untuk mensistesis IgE

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

39

sedangkan IL-5 yang diperlukan untuk peradangan eosinofilik dan IL-9 yang

merangsang proliferasi sel mast. Sel Th2 merangsang langsung sel B untuk

menghasilkan antigen antibodi IgE spesifik dibawah pengaruh IL-4 dan IL-13.

Imunoglobulin E yang berikatan dengan sel mast melalui reseptor FcƐRI akan

menangkap alergen sehingga terjadi degranulasi sel mast. Sel mast yang

berdegranulasi akan mengeluarkan histamin, leukotrien, dan prostaglandin D2

yang berperan dalam terjadinya bronkokonstriksi. Mekanisme quercetin

menurunkan IL-5 pada tingkat mRNA dengan menurunkan regulasi gen serta

mengganggu ikatan DNA, menghambat transkripsi pada NFƙβ. Quercetin

memiliki efek mengganggu regulasi aktivasi NFƙβ dengan menghambat aktivasi

translokasi NFƙβ. Quercetin mempunyai kemampuan menstabilkan sel mast

sehingga mencegah degranulasi dan pelepasan histamin. sehingga mengurangi

bronkonstriksi.28,31,32,33

Nuclear factor kappa-β terdiri dari subunit p65 dan p50. Nuclear factor

kappa-β berada di sitoplasma dalam keadaan inaktif karena terikat dengan

IKKα/β. Alergen, TNF-α dan lipopolisakarida dapat mengaktivasi IκB – kinase

(IKK). IκB – kinase yang teraktivasi akan menyebabkan fosforilasi dan degradasi

IKKα/β pada serin residu 32 dan 36. Nuclear factor kappa-β yang sudah tidak

terikat dengan IKKα/β akan masuk ke dalam nukleus dan memulai transkripsi

gen inflamasi. Peran quercetin menghambat fosforilasi IKKα/β yang dikatalisis

oleh IKK. Quercetin mencegah translokasi NFƙβ dari sitoplasma ke dalam

nukleus dengan menghambat fosforilasi dan aktivasi IKK. Quercetin secara tidak

langsung menghambat inflamasi dengan meningkatkan aktifitas peroxisome

proliferator-activated receptor-γ (PPARγ) antagonis NFƙβ atau aktivator protein-

1 (AP-1) mengaktifkan transkripsi gen inflamasi.33,34 Quercetin menghambat jalur

NFƙB dijelaskan pada gambar 12.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

40

Gambar 12 : Quercetin menghambat jalur NFƙB

Keterangan : TLRs: Toll like reseptors; IKKα/β: Iƙ kinase α/β; IƙB:

Iƙ kinase beta; NFƙB: Nuclear factor kappa beta

(Dikutip dari 33)

Quercetin menghambat aktivasi sel mast sehingga mencegah pelepasan

histamin. Hambatan terhadap sel mast mencegah produksi sel inflamasi dan

stimulasi imunologis. Quercetin menunjukan berefek supresif terhadap aktivasi

eosinofil tetapi tidak menghambat perkembangan eosinofil. Penelitian Overman

dkk pada tikus yang diberi quercetin 10 mg/kg/hr selama 28 hari setelah diberikan

sensitasi antigen berasal dari telur ayam ovalbumin (OVA) menunjukan

penurunan kadar IL-5 dan eosinofil darah, cairan BALF dan parenkim paru

sehingga menurunkan hiperesponsivitas saluran napas akibat induksi

alergen.34,35,36

Eosinofil memproduksi sitokin dan kemokin IL-5, granulocyte

macrophage-colony stimulating factor , dan regulated on activation normal T-cell

expressed and secreted (RANTES). Molekul RANTES memicu efek eutokrin,

suvival, dan diferensiasi terhadap esoinofil. Stem cell factor (SCF) adalah sitokin

primer terlibat dalam proses hematopoiesis, differensiasi dan aktivasi sel mast.

Pengaruh SCF signifikan terhadap perkembangan respons inflamasi berhubungan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

41

dengan eosinofil. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukan aktivitas berlebih sel

Th2, makrofag, dan eosinofil pada penyakit alergi. Eosinofil adalah kunci

keberlangsungan reaksi alergi melalui sekresi mediator lipid dan protein. Mediator

alergi berbahaya dipicu oleh esoinofil adalah eosinophil cationic protein (ECP),

major basic protein (MBP), serta antibodi IgE. Mediator ECP dan MBP

berpengaruh terhadap hiperreaktivitas bronkus, sindroma kebocoran plasma,

destruksi epitel, dan proses inflamasi. penyakit alergi. Hambatan terhadap

eosinofil menujukan quercetin berpotensi digunakan untuk membantu terapi

penderita asma dan rinitis alergi.,27,36,37,38

Quercetin menurunkan perekrutan neutrofil, matrix mieloproteinase-9

(MMP-9), dan MMP-12 dengan menghambat jalur P13 kinase, Akt dan NFƙβ.

Perlekatan monosit pada endotel sel menurun dengan pemberian quercetin

disebabkan penurunan molekul adhesi permukaan sel meliputi intercelluler

adhesion molecule ( ICAM), vascular molecule (VCAM) dan p selectin melalui

penghambatan NFƙβ, ERK-1/2 dan jalur sinyal JNK sehingga mengurangi

perekrutan leukosit, penurunan kemokin, dan molekul adhesi. Penelitian juga

menunjukkan quercetin sebagai anti fibrotik menekan kandungan hidroxyprolin

dan deposisi kolagen di paru dengan menginduksi heme oxygenase (HO-1).31,32

Quercetin dapat menghambat degranulasi sel mast dengan menghambat

influx kalsium ke intraseluler. Setelah IgE menempel pada reseptor FcέRI di sel

mast, dan menangkap alergen akan terjadi aktivasi tyrosin protein kinase (

FYN,Syk), fosoforilasi protein adaptor (LAT, GAB2), aktivasi PKC, influx

kalsium dari ekstraseluler ke intraseluler, sehingga kalsium intraseluler meningkat

sehingga terjadi degranulasi sel mast. Quercetin menurunkan hiperreaktivitas

saluran napas, menurunkan produksi mukus, menurunkan perekrutan eosinofil dan

neutrofil yang diproduksi oleh Th1 dan Th2, antifibrosis dan menurunkan deposisi

kolagen. Mekanisme quercetin pada asma dijelaskan pada gambar 13.31.37,39,40

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

42

Gambar 13. Mekanisme dan efek quercetin terhadap asma

Dikutip dari (31)

3.2 Potensi antioksidan

Quercetin dapat mengikat radikal bebas radical oxygen species (ROS)

oleh sel selama proses metabolisme. Sumber ROS lingkungan berasal dari asap

tembakau, polutan udara, atau radiasi. Peningkatan stres oksidatif terhadap tubuh

menghasilkan penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, kanker, diabetes,

peradangan kronis, dan parkinson. Metabolit quercetin plasma quercetin-3-O-β-D-

glucuronide mampu mengikat ROS yang menghambat oksidasi low density

lipoprotein (LDL) dan melindungi eritrosit akibat asap rokok.41,42

Quercetin menginduksi peningkatan konsentrasi antioksidan glutation

(GSH) untuk menjaga keseimbangan oksidatif. Glutathione adalah tripeptida yang

terdiri dari glutamat, sistein, dan glisin. Bagian sulfhydryl deposit sistein GSH

bersifat antioksidan. Glutathione juga berfungsi sebagai kofaktor untuk GSH

peroxidase (GPx) mengurangi aktifitas hidrogen peroksida (H2O2) dan jenis

peroksida lain. Penurunan level oksidan penderita asma menurunkan potensi

eksaserbasi.9,41,42

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

43

3.3 Potensi antimikroba

Penelitian Amin dkk tahun 2015 dan Su Y dkk tahun 2014 menunjukan

potensi quercetin secara in vitro dan in vivo menghambat pertumbuhan

methicillin-sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA). Pemberian quercetin mampu merubah proses

endositosis infeksi virus di untaian viral ribonucleic acid (RNA) dan protein

kapsul rhinovirus. Quercetin memotong fragmentasi eIF4GI yang disebabkan oleh

rhinovirus. Quercetin meningkatkan fosforilasi eIF2α subunit dari faktor inisiasi

eukariotik eIF2 saat inisiasi penterjemahan protein sehingga menghambat translasi

RNA virus.9,43,44,45

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

44

C. KERANGKA TEORI ASMA ALERGI

Alergen masuk saluran napas akan mengenai mukosa saluran napas,

menyebabkan sel epitel saluran napas mengeluarkan kemoatraktan yaitu chemokin

ligand ( CCL) 20, CCL19, CCL27, ligan chemokine receptor (CCR) 6, CCR7,

dan CCR10 yang akan ditangkap oleh sel dendritik, suatu antigen precenting cell

(APC) yang akan mengubah alergen tersebut menjadi peptida ukuran kecil dan

mempresentasikannya melalui major histocompatibility complex (MHC) kelas I

dan II untuk dikenali oleh reseptor sel T. Sel dendritik yang terangsang akan

mensekresi beberapa kemokin antara lain CCL17 dan CCL22 yang berikatan

dengan CCR4 pada sel T helper (Th)2. Sel Th2 mensekresi IL-4, IL-5, IL-9, dan

IL-13. Interleukin 4 dan IL-13 akan merangsang sel B mensekresi imunoglobulin

(Ig)E. Imunoglobulin E yang mengikat alergen akan menempel pada reseptor

immunoglobuline E dependent mechanism (FcεRI) di sel mast sehingga sel mast

mengalami degranulasi dan mengeluarkan berbagai mediator yaitu histamin,

cystenil leukotriene, dan prostaglandin D2. Histamin memicu proses

bronkokonstriksi saluran napas penderita asma. Bronkokonstriksi saluran napas

akibat histamin dan leukotrien diikuti proses kebocoran mikrovaskular, edema sel

epitel dan mukosa, hipersekresi mukus sel goblet, dan stimulasi refleks saraf

parasimpatis. Interleukin -5 merangsang inflamasi eosinofilik, sedangkan IL-9

merangsang proliferasi sel mast. Sel epitel saluran napas mensekresi CCL11 yang

berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi eosinofil ke dalam saluran napas.

Sel Th1 memproduksi IFNγ yang berperan pada mekanisme pertahanan seluler

sebagai respon terhadap infeksi. Interferon γ mengaktivasi makrofag untuk

mengeluarkan IL-8, IL-8 menyebabkan infiltrasi neutrofil pada saluran napas

penderita asma. Neutrofil akan melepas sejumlah sitokin, molekul adhesi,

neutrofil elastase, TGFβ, dan MMP-9. Peningkatan neutrofil elastase, TGFβ, dan

MMP-9 menyebabkan fibrosis subepitel saluran napas sehingga terjadi

remodelling saluran napas. Remodelling saluran napas mengakibatkan obstruksi

saluran napas sehingga timbul gejala asma dan penurunan fungsi paru.5,6,12,13

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

45

Eosinofil memproduksi sitokin dan kemokin IL-5, granulocyte

macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF), dan regulated on activation

normal T-cell expressed and secreted (RANTES). Molekul RANTES memicu

efek eutokrin, suvival, akumulasi, dan diferensiasi terhadap esoinofil. Stem cell

factor (SCF) adalah sitokin primer terlibat dalam proses hematopoiesis,

differensiasi dan aktivasi sel mast. Pengaruh SCF signifikan terhadap

perkembangan respons inflamasi berhubungan dengan eosinofil. Pemeriksaan

imunohistokimia menunjukan aktivitas berlebih sel Th2, makrofag, dan eosinofil

pada penyakit alergi. Eosinofil adalah kunci keberlangsungan reaksi alergi melalui

sekresi mediator lipid dan protein. Mediator alergi berbahaya dipicu oleh esoinofil

adalah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), serta

antibodi IgE. Mediator ECP dan MBP berpengaruh terhadap hiperreaktivitas

bronkus, sindroma kebocoran plasma, destruksi epitel, dan proses inflamasi.

penyakit alergi. Hambatan terhadap eosinofil menujukan quercetin berpotensi

digunakan untuk membantu terapi penderita asma dan rinitis alergi.27,36,37,38

Spirometri adalah alat pemeriksaan faal paru objektif menilai derajat

obstruksi saluran napas, reversibilitas, dan variabilitas faal paru. Hasil spirometri

pada pasien asma bervariasi sesuai dengan derajat berat penyakit. Penderita asma

yang tidak dalam serangan maupun asma ringan tidak dijumpai obstruksi saluran

napas, namun pada penderita asma berat atau eksaserbasi akan terjadi penurunan

fungsi paru. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75%

atau VEP1/prediksi < 80%. Diagnosis asma ditegakkan ketika terdapat

peningkatan rasio VEP1/KVP paska bronkodilator sebanyak 200 mililiter (ml)

dan >12% dari nilai awal.1,4,20

Mekanisme quercetin menurunkan IL-5 pada tingkat mRNA dengan

menurunkan regulasi gen serta mengganggu ikatan DNA, menghambat

transkripsi pada NFƙβ. Quercetin memiliki efek mengganggu regulasi aktivasi

NFƙβ dengan menghambat aktivasi translokasi NFƙβ. Quercetin mempunyai

kemampuan menstabilkan sel mast sehingga mencegah degranulasi dan pelepasan

histamin. sehingga mengurangi bronkonstriksi.28,31,32

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

46

Nuclear factor kappa-β terdiri dari subunit p65 dan p50. Nuclear factor

kappa-β berada di sitoplasma dalam keadaan inaktif karena terikat dengan IKKα/β

. Alergen, TNF-α dan lipopolisakarida dapat mengaktivasi IκB – kinase (IKK).

IκB – kinase yang teraktivasi akan menyebabkan fosforilasi dan degradasi IKKα/β

pada serin residu 32 dan 36. Nuclear factor kappa-β yang sudah tidak terikat

dengan IKKα/β akan masuk ke dalam nukleus dan memulai transkripsi gen

inflamasi. Peran quercetin menghambat fosforilasi IKKα/β yang dikatalisis oleh

IκB kinase (IKK). Quercetin mencegah translokasi NFƙβ dari sitoplasma ke

dalam nukleus dengan menghambat fosforilasi dan aktivasi IκB – kinase (IKK).

Quercetin secara tidak langsung menghambat inflamasi dengan meningkatkan

aktifitas peroxisome proliferator-activated receptor-γ (PPARγ) antagonis NFƙβ

atau aktivator protein-1 (AP-1) mengaktifkan transkripsi gen inflamasi.19.27,33,34

Quercetin dapat menghambat degranulasi sel mast dengan menghambat influx

kalsium ke intraseluler. Setelah immunoglobulin E menempel pada reseptor FcέRI

di sel mast, dan menangkap alergen akan terjadi aktivasi tyrosin protein kinase (

FYN,Syk), fosoforilasi protein adaptor (LAT, GAB2), aktivasi PKC, influx

kalsium dari ekstraseluler ke intraseluler, sehingga kalsium intraseluler meningkat

sehingga terjadi degranulasi sel mast.31,37.39.40

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

47

Gambar 14. Kerangka Teori

Keterangan: Th = T helper, IL = interleukin; TGF-β= transforming growth factor

betha; LTC4= Leukotrien C4; IgE=immunoglobulin E; MHC= Major

Histocompatibility complex; NFκβ= Nucleus factor kappa beta; Treg= T

regulator; % VEP1= volume ekspirasi paksa detik pertama; MMP-9=

Matrik metalloproteinase-9; IFN-γ= Interferon γ.

Th0

Makrofag

Sel mast

Nfκβ

IgE

IFNγ IL-8 IL-4

Sel dendritik

MHC II

Th1 Th2

IL-12

IL-9

IL-5

IL-13

Eosinofil

LTC-4 Sitokin

Kemokin-13

Sel B

Degranulasi sel mast

Histamin Leukotrien

Prostaglandin D2

• Hipersekresi mucus

• Edema mukosa saluran napas

• Vasodilatasi

pembuluh darah Penebalan otot polos

OBSTRUKSI SALURAN NAPAS

Neutrofil

% VEP-1 ↓ Gejala Asma

Allergen

IgE

Neutrofil elastase,

TGFβ, MMP-9

Fibrosis

Airway

Remodelling

IL-4

Hipereaktivitas saluran napas

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

48

D. KERANGKAN KONSEP PENELITIAN QUERCETIN

Etiopatogenesis asma disebabkan oleh alergen yang bereaksi dengan

sistem imun saluran napas. Alergen masuk saluran napas akan mengenai mukosa

saluran napas, menyebabkan sel epitel saluran napas mengeluarkan kemoatraktan

yaitu chemokin ligand ( CCL) 20, CCL19, CCL27, ligan chemokine receptor

(CCR) 6, CCR7, dan CCR10 yang akan ditangkap oleh sel dendritik, suatu

antigen precenting cell (APC) yang akan mengubah alergen tersebut menjadi

peptida ukuran kecil dan mempresentasikannya melalui major histocompatibility

complex (MHC) kelas I dan II untuk dikenali oleh reseptor sel T. Sel dendritik

yang terangsang akan mensekresi beberapa kemokin antara lain CCL17 dan

CCL22 yang berikatan dengan CCR4 pada sel T helper (Th)2. Sel Th2

mensekresi IL-4, IL-5, IL-9, danIL-13. Interleukin 4 dan IL-13 akan merangsang

sel B mensekresi imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E yang mengikat alergen

akan menempel pada reseptor immunoglobuline E dependent mechanism (FcεRI)

di sel mast sehingga sel mast mengalami degranulasi dan mengeluarkan berbagai

mediator yaitu histamin, cystenil leukotriene, dan prostaglandin D2. Histamin

memicu proses bronkokonstriksi saluran napas penderita asma. Bronkokonstriksi

saluran napas akibat histamin dan leukotrien diikuti proses kebocoran

mikrovaskular, edema sel epitel dan mukosa, hipersekresi mukus sel goblet, dan

stimulasi refleks saraf parasimpatis. Interleukin-5 merangsang inflamasi

eosinofilik, sedangkan IL-9 merangsang proliferasi sel mast. Sel epitel saluran

napas mensekresi CCL11 yang berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi

eosinofil ke dalam saluran napas.

Kontraksi otot polos bronkus, edema mukosa, dan peningkatan sekret

dalam lumen saluran napas menurunkan diameter saluran napas dan

meningkatkan hambatan aliran udara. Penyempitan saluran napas dapat

dibuktikan dengan pengukuran faal paru yaitu spirometri. Spirometri pada pasien

asma akan menunjuikkan penurunan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP-1), kapasitas vital paksa (KVP), dan penurunan nilai VEP1/KVP.

Mekanisme quercetin menurunkan IL-5 pada tingkat mRNA dengan

menurunkan regulasi gen serta mengganggu ikatan DNA, menghambat

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

49

transkripsi pada NFƙβ. Quercetin memiliki efek mengganggu regulasi aktivasi

NFƙβ dengan menghambat aktivasi translokasi NFƙβ. Quercetin dapat

menghambat degranulasi sel mast dengan menghambat influx kalsium ke

intraseluler. Setelah immunoglobulin E menempel pada reseptor FcέRI di sel

mast, dan menangkap alergen akan terjadi aktivasi tyrosin protein kinase (

FYN,Syk), fosoforilasi protein adaptor (LAT, GAB2), aktivasi PKC, influx

kalsium dari ekstraseluler ke intraseluler, sehingga kalsium intraseluler meningkat

sehingga terjadi degranulasi sel mast. Quercetin mempunyai kemampuan

menstabilkan sel mast sehingga mencegah degranulasi dan pelepasan histamin.

sehingga mengurangi bronkonstriksi.

Quercetin bermanfaat sebagai terapi tambahan pada penyakit inflamasi

saluran napas kronik. Penurunan asupan buah dan sayur merupakan salah satu

masalah yang menyebabkan peningkatan sensitisasi alergi. Quercetin memiliki

efek antiinflamasi yang kuat pada asma. Penelitian Nishimura dkk tahun 2013

pemberian flavonoid quercetin pada hewan menujukan efek baik terhadap paru

dan saluran napas. Percobaan pada hewan menunjukan perbaikan fungsi paru

setelah pemberian quercertin. Penelitian pemberian quercetin pada penderita asma

persisten dan asma atopik terbukti dapat menurunkan jumlah eosinofil darah, dan

menurunkan kadar IgE darah.

Penelitian Overman dkk pada tikus yang diberi quercetin 10 mg/kg/hr

selama 28 hari setelah diberikan sensitasi antigen berasal dari telur ayam

ovalbumin (OVA) menunjukan penurunan kadar IL5 dan eosinofil darah, cairan

BALF dan parenkim paru sehingga menurunkan hiperesponsivitas saluran napas

akibat induksi alergen.34,35 Peran quercetin menghambat fosforilasi IKKα/β yang

dikatalisis oleh IκB kinase (IKK). Quercetin mencegah translokasi NFƙβ dari

sitoplasma ke dalam nukleus dengan menghambat fosforilasi dan aktivasi IκB –

kinase (IKK). Quercetin secara tidak langsung menghambat inflamasi dengan

meningkatkan aktifitas peroxisome proliferator-activated receptor-γ (PPARγ)

antagonis NFƙβ atau aktivator protein-1 (AP-1) mengaktifkan transkripsi gen

inflamasi.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

50

Allergen

Sel dendritik

IL-12

IL-4

IL-9

IL-13

\

Degranulasi

sel mast

Histamin

Leukotrien

Prostaglandin D2

Obstruksi saluran napas

Gambar 15. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan : ACT = asthma control test, Th= T helper, IL = Interleukin,

MHC = Major Histocompatibility complex, NFκβ= Nucleus

factor kappa beta, % VEP1= volume ekskpirasi paksa detik

pertama; = yang diamati; = perlakuan, ↑ =

meningkatkan; ↓ = menurunkan, = menghambat.

Aktivasi IKK

Fosforilasi dan degradasi

Iƙβ

Translokasi NFƙβ dari

sitoplasma ke nukleus

IL-5

Eosinofil

LTC4 Sitokin

Kemokin

Th2

Kerusakan epitel Hipersekresi mukus

Bronkokonstriksi

% VEP-1 ↑ Gejala Asma ↓

Skor ACT ↑

QUERCETIN

Th0

Sel B Sel mast

IL-4

MHC II

NFκβ

Quercetin

IgE

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASMA

51

E. HIPOTESIS

1. Terdapat pengaruh pemberian quercetin terhadap penurunan kadar

interleukin-5 plasma pada penderita asma alergi.

2. Terdapat pengaruh pemberian quercetin terhadap penurunan kadar

eosinofil darah pada penderita asma alergi.

3. Terdapat pengaruh pemberian quercetin terhadap peningkatan nilai %

VEP1 pada penderita asma alergi.

4. Terdapat pengaruh pemberian quercetin terhadap peningkatan skor ACT

pada penderita asma alergi.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id