Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL KABUPATEN BANJAR
1. Budaya Tradisional Suku Banjar
Indonesia merupakan Negara yang memiliki berbagai macam
suku budaya di seluruh nusantara, atau dari sabang sampai merauke.
Suku Banjar merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang
memiliki suatu karya seni yang memicu pada Hak terhadap suatu
ciptaan, Desain dan Industri. Hak merupakan suatu nilai yang
didapatkan seseorang atas suatu hasil karya cipta yang dibuat dan
kemudian dipublikasikan sebagai konsumsi masyarakat. Desain
merupakan suatu aset pada produk yang termasuk bagian dari kreativitas
manusia, sedangkan Industri cenderung rendah dalam pengembangan
Desain.1
Suku Banjar juga merupakan salah satu suku terbesar yang ada
di Indonesia. Hampir seluruh penganut Suku Banjar terletak di
Kalimantan Selatan, banyak juga yang tersebar di Pulau Kalimantan
yang lain dan juga Pulau Jawa. Penyebaran ini sebenarnya bisa
1 IlmuSeni.com, Kebudayaan Suku Banjar di Kalimantan Selatan, https://ilmuseni.com,
access 28 Mei 2019
22
membantu dalam teknik pengembangan suatu Industri yang lemah
dalam mengambil kesempatan dalam bentuk hal pemasaran.
Budaya dasar Suku Banjar bersalah dari percampuran produk
dari pengadaptasian, pengasimilasian dan pengakulturasian budaya
Banjar pribumi dengan kebudayaan Hindu, Budha dan Islam itu sendiri.
Sehingga, dalam suatu tuangan bentuk adat istiadat di Banjar merupakan
suatu tradisi yang akan selalu dapat dijumpai dengan hasil dari
perpaduan tersebut, seperti :
a. Rumah Adat
b. Kesenian Adat
1. Tarian Baksa
2. Teater Mamanda
3. Musik Bapanting
c. Upacara Adat Baayun Maulid ( Mengayun Anak), dan
d. Pasar Terapung (Floating Market)
Beberapa sajian Adat Istiadat Banjar yang sering dijumpai di
dalam kehidupan budaya masyarakat Suku Banjar.2 Tabel di bawah
merupakan beberapa Motif dari Kain Sasirangan yang sering digunakan
atau sudah ada sejak legenda itu terjadi hingga sekarang. Namun, pada
era sekrang untuk menjumpai motif asli ini hanya dapat ditemukan pada
paguyuban atau Kampung Sasirangan ataupun paguyuban yang ada di
2 Ibid
23
wilayah Belitung. Karena Kampung Sasirangan maupun paguyuban
yang ada di Belitung merupakan suatu perkumpulan masyarakat
pendesain atau pengrajin yang bertempat tinggal menetap dan
meneruskan kebiasaan atau meneruskan keturunan keluarganya yang
terdahulu. Berikut tabel tersebut berisi :
Tabel 1
Tentang Nama Nama Motif Kain Sasirangan yang asli sejak jaman dahulu
No Nama – Nama Motif Kain
Sasirangan
Gambar
1 Garis pertama adalah Kulat karikit
Garis kedua adalah Gigi Haruan
Garis ketiga adalah Iris Pudak
Garis keempat adalah Ular Lidi
2 Daun Jaruju, & Tampuk Manggis
24
3 Hiris Gagatas & Kambang Sasaki
4 Bintang Sudut Ampat
Bintang Sudut Lima
Bintang Sudut Tujuh
Gugusan bintang
Bintang Bahambur
5 Kambang Kacang & Bayam Raja
Ramak Sahang, Daun Katu
25
6 Kangkung, kaumbakan & Ombak
7 Sinampur Karang
8 Turun Dayang
26
9 Mayang Maurai & Naga Balimbur
Sumber Data : Data diperoleh dari internet dalam pengambilan lampiran
gambar.
2. Sejarah Kain Sasirangan
Pada cerita legenda zaman dahulu, awal mula Kain Sasirangan
di buat pada saat Patih Lambung Mangkurat akan melakukan Tapaan
selama empat puluh hari empat puluh malam di atas rakit mengikuti
aliran arus air (balarut dibanyu). Pada saat menjelang berakhir tapaanya
tersebut, tibalah Patih di daerah Rantau Kota Bagantung. Dilihatnya ada
segumpalan buih (gelembung) yang menimbulkan suara seorang wanita
yang berasal dari buih (gelembung) tersebut. Ternyata wanita itu adalah
Putri Junjung Buih yang merupakan Raja di daerah ini. Putri ini akan
muncul kepermukaan apabila syarat untuk dipenuhinya sebuah Istana
Batung yang diselesaikan dalam jangka waktu satu hari bersama dengan
sebuah kain yang jelujur dan dicalap (di celupkan) dan diberikan warna
oleh 40 orang dengan motif wadi atau Padi Waringin. Sejak saat legenda
27
itu berlangsung, budaya masyarakat banjar pun tidak pernah lepas dari
yang namanya Kain Batatamba atau Kain Sasirangan ini. 3
Kain Sasirangan disebut sebagai Kain Batatamba karena
dipercayai sebagai bentuk kain berkekuatan magis yang dapat
digunakan untuk pengobatan (Batatamba). Khususnya dalam mengusir
Roh Jahat, atau merupakan suatu hal yang berada jauh diluar nalar
manusia. Bukan hanya untuk menyembuhkan, kain ini pun juga
dipercaya dapat melindungi (pelindung) diri dari gangguan makhluk
halus. Agar bisa digunakan menjadi alat pengusir untuk roh jahat, Kain
Sasirangan dibuat berdasarkan pamintaan (permintan).4
3. Ekspresi Budaya Kain Sasirangan di Banjar
Dengan adanya sejarah dari awal mula pembuatan Kain
Sasirangan, itu membuktikan bahwa kain merupakan bentuk dari local
knowledge atau pengetahuan lokal masyarakat yang berada di
Kalimantan Selatan. Dengan bentuk pencapaiannya sampai sekarang,
dalam pemilihan bahan, cara pewarnaan, pembuatan desain motif, dan
lainnya, memahami bahwa adanya pengetahuan lokal terhadap alam dan
fenomenanya. Pada zaman dahulu, Kain Sasirangan diberi warna sesuai
dengan tujuan pembuatannya, yakni sebagai sarana pelengkap dalam
3 YuliaEkaSafitri, Kampung Sasirangan, https://yuliaekasafitri039283.wordpress.com,
access 25 April 2019
4 Galeri Umzara, Kain Sasirangan Banjar, http://inasforfun.multiply.com, access 25 April
2019
28
terapi pengobatan suatu jenis penyakit tertentu yang diderita oleh
seseorang. Inilah arti dari warna-warna Kain Sasisangan :
a. Kain Sasirangan warna kuning merupakan tanda simbolik
bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit
kuning atau Hepatitis dan dalam bahasa Banjar terkenal dengan
sebutan (kana wisa);
b. Kain Sasirangan warna merah merupakan tanda simbolik bahwa
pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit sakit
kepala, dan sulit tidur (imsonia);
c. Kain Sasirangan warna hijau merupakan tanda simbolik bahwa
pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit lumpuh
(stroke);
d. Kain Sasirangan warna hitam merupakan tanda simbolik bahwa
pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit demam
dan kulit gatal-gatal;
e. Kain Sasirangan warna ungu merupakan tanda simbolik bahwa
pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit sakit perut
(diare, disentri, dan kolera);
f. Kain Sasirangan warna coklat merupakan tanda simbolik bahwa
pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit tekanan
jiwa (stress).5
5 Asik Belajar, Kain Sasirangan : Sejarah, Arti dan Motif, https://www.asikbelajar.com,
access 25 April 2019
29
Sehingga, Ekspresi Budaya yang dituangkan dalam Kain
Sasirangan tidak hanya dapat dilihat dari segi warna dan
kepentingannya saja, namun dapat juga terinovasi dari tumbuhan,
binatang, seni budaya, dan juga dari logo atau ciri khas disuatu daerah
yang ada di Kalimantan. Sehingga dapat terlihat bahwa kini desain motif
yang bisa dikatakan telah lama atau asli sejak kain sasirangan diketahui
oleh orang banjar seperti gigi haruan, iris pudak, gegatas, ombak
sinapur karang dan lain lainnya dengan warna yang mencolok dengan
arti dan makna yang berbeda ini sudah mulai tergeser dengan adanya
motif yang sekarang banyak di pasaran. Sebenarnya tidak hilang secara
langsung, namun jika ada pemesanan untuk motif tersebut yang penuh
dan asli maka pengrajin baru akan membuatnya. Ada beberapa motif
jaman dulu atau asli yang digunakan sebagai dasar dari suatu motif yang
lain, sehingga tidak menimbulkan kehilangan motif tradisional yang
telah ada di jaman dahulu.6
Dalam ekspresi budaya tradisional Kain Sasirangan merupakan
sebuah kain yang di jelujur dengan makna bahwa kain tersebut jaman
dahulu dengan motif dan warna yang memiliki makna tertentu dapat
menjadikan Kain Sasirangan sebagai kain tetamba atau penyembuh dari
makhluk halus atau dari beberapa penyakit. Dengan motif yang sederhana
dan warna yang monoton tersebut, Om Nonoy menggunakan salah satu
6
30
contohnya adalah tumbuhan sebagai salah satu inspirasi dari Kain
Sasirangan tersebut, dapat juga berupa ciri khas daerah yang ada di wilayah
Kabupaten Banjar, atau mengikuti trend fashion saat ini. Bisa di
kembangkan dari motif yang lama, motif baru sepenuhnya, printing, atas
permintaan dan lain halnya.7
4. Cara Pembuatan Kain Sasirangan Secara Tradisional
Dalam pembuatan Kain Sasirangan itu sendiri memiliki tata cara
seperti berikut :
1. Hal pertama yang dilakukan adalah menyediakan kain putih
polos, biasanya normal kain yang digunakan oleh Om Nonoy
sebesar 2,6 sampai 3 meter kain putih untuk satu desain kain.
Pada awal kemunculannya bahan baku yang digunakan untuk
membuat Kain Sasirangan yaitu berupa serat kapas (cotton),
namun seiring berjalannya waktu saat ini lebih banyak
memanfaatkan material lain seperti santung, balacu, kaci, king,
satin, polyester, rayon, dan sutera.
Ibid7 Hasil Wawancara penulis dengan narasumber pada tanggal 11 Juni 2019
31
Gambar 1.1
Tentang Kain dan Pemotongan Kain
Sumber Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah Produksi Om Nonoy
dan internet dalam pengambilan lampiran gambar
2. Kemudian pembuatan pola gambar tradisional sesuai dengan
motif yang dikehendaki. Pola atau hasil gambaran inilah yang
kemudian dijadikan patokan dalam menjahit kain tersebut.
Gambar 1.2
Tentang Pembuatan Pola Pada Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah Produksi Om
Nonoy
32
3. Setelah gambaran pola sudah tertuang pada kain, pekerjaan
berikutnya adalah menjahit. Dengan mempergunakan jarum
tangan yang telah diberi benang yang kuat. Kain tersebut
dijelujur (dijahit) mengikuti garis-garis hasil lukisan dengan
jarak 1 - 2 mm atau 2 – 3 mm. Setelah jelujur dengan benang
telah selesai untuk selembar kain, maka benang-benang tersebut
disisit (ditarik kuat), sehingga tampak hasilnya berupa kain yang
dijelujur tersebut menjadi takarucut (mengkerut).
Gambar 1.3
Tentang Menjahit atau Menjelujur Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari internet dalam pengambilan
lampiran gambar
4. Setelah jahitan atau jelujuran pada kain sudah terikat dengan
rapi, hal yang harus dilakukan adalah pemberian warna. Pada
saat memberikan warna, harus teliti dan merata pada sifat kain
untuk mendapatkan hasil yang lebih permanent. Proses
pewarnaan itu sendiri terdiri dari adanya pelarutan zat warna ke
dalam air atau cairan khusus, lalu hasil dari jahitan kain tersebut
dimasukkan atau dioleskan dengan larutan khusus, untuk adanya
penyerapan zat warna kedalam zat kain.
33
Gambar 1.4
Tentang Pewarnaan Terhadap Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah Produksi Om
Nonoy
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah Produksi Om
Nonoy
5. Selanjutnya benang-benang hasil dari jelujuran atau ikatan pada
kain yang digunakan untuk menjelujur tersebut kemudian
dilepaskan seluruhnya, apabila kain dirasa sudah agak kering.
Sehingga akan terlihat motif-motif bekas jahitan yang tampak
diantara kain tersebut.
34
Gambar 1.5
Tentang Pelepasan Jahitan Pada Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah
Produksi Om Nonoy
6. Setelah seluruh perintang dilepaskan, barulah kemudian dicuci
sampai bersih ditandai dengan air bekas cuciannya yang jernih
atau tidak berwarna lagi.
Gambar 1.6
Tentang Final Cuci Pada Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah
Produksi Om Nonoy
7. Tahap selanjutnya, kain dijemur di tempat yang teduh dan tidak
terkena paparan sinar matahari langsung. Mengeringkan kain
tersebut dengan cara didadai (digelar) ditempat yang naung
(teduh) dan tidak kena sinar matahari secara langsung.
35
8. Proses selanjutnya adalah merapikan kain atas hasil jelujuran
yang tidak rapi, dengan cara menyetrika kain tersebut.
Gambar 1.7
Tentang Penyempurnaan / Penyetrikaan Kain
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah Produksi Om
Nonoy
9. Kain Sasirangan sudah siap di pakai dan bisa diperjual belikan.8
Gambar 1.8
Tentang Kain Sasirangan Sudah Jadi
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah
Produksi Om Nonoy
8 Fitinline, 9 Proses Pembuatan Kain Sasirangan, https://fitinline.com, access 01 Juli 2019
36
Sumber Data : Data diperoleh dari hasil penelitian di Rumah
Produksi Om Nonoy
B. TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
1. Pengertian dan Bentuk- Bentuk Perlindungan Hukum
Soedikno Mertokusumo menjelaskan bahwa perlindungan
hukum adalah suatu jaminan hak dan adanya kewajiban yang diberikan
kepada manusia dalam memenuhi kepentingan pribadi ataupun dalam
hubungan individu yang lain.9 Perlindungan hukum merupakan suatu
bentuk yang dapat melindungi subyek hukum melalui peraturan yang di
muat di dalam Undang-Undang dan berlaku serta memiliki sifat
memaksa dengan adanya sanksi dalam pelaksanaannya.10 Perlindungan
terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.
9 Mertokusuma, Soedikno. 1988. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta:
Liberty), hlm.38
10 Musrihah. 2000. “Dasar dan Teori Hukum”, Bandung. PT. Grafika
37
Perlindungan ini mengacu pada Perundang-undangan yang
berlaku.
b) Perlindungan Hukum Represif
Merupakan perlindungan akhir yang dapat berupa adanya
sanksi seperti, denda, penjara dan hukuman yang lain apabila
telah terjadi suatu pelanggaran.11
2. Teori Perlindungan Hukum
Pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat yang memiliki
kemampuan atau pengetahuan yang lemah juga terdapat pada teori
Grotius, Thomas Hobbes, Spinoza, dan John Locke. Mereka merupakan
para ahli pada jaman kebangkitan teori hukum alam pada abad XVII.
Grotius mengungkapkan bahwa sebenarnya adanya hukum dikarenakan
terdapat suatu perjanjian dan juga kontrak, perjanjian itu terjadi hanya
karena manusia adalah makhluk sosial, itu terjadi karena adanya suatu
keinginan untuk hidup bermasyarakat atau bersosialisasi.12 Negara dan
Hukum memiliki sebuah aturan yang dimana bertujuan untuk
melindungi, mentertibkan dan memberikan keamanan untuk masyarakat
untuk terciptanya suatu negara yang tentram dan damai. Setiap warga
negara berhak memperoleh keadilan tanpa adanya diskriminasi, dengan
11 Sucipto, Raharjo. 2005. Ilmu Hukum, (Bandung: Cipta Aditya Bakti 2005), hlm. 45.
12 Satya Arianto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum Dari Kontruksi Sampai
Implementasi, PT. Raja Grafindo. Jakarta, 2001, hlm.11.
38
cara mengajukan permohonan, aduan bahkan suatu gugatan ke
pengadilan.13
C. TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1. Pengertian Kekayaan Intelektual
Sejak masyarakat berada pada zaman dahulu hingga sekarang,
yang namanya sejarah merekam tentang hak untuk menguasai tanah dan
barang oleh seseorang telah diakui dan dihormati oleh pemerintah
sebagai bentuk perlindungan pada kepentingan dan kekayaannya.
Sekarang, sistem hukum meletakkan kekayaan kedalam tigas kategori,
yaitu :
a) Sebagian masyarakat mengakui akan hak kepemilikan
pribadinya kedalam kekayaan pribadi (in tangible things)
b) Kekayaan dengan pengertian riil seperti tanah dan bangunan
c) Kekayaan yang diketahui sebagai kekayaan intelektual.
Hampir semua Negara mengakui akan Hak Kekayaan itu tertuang dalam
bentuk atau produk ide, seperti halnya Hak Cipta, Paten, Merek dan
Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Varietas Tanaman.14
Konsepsi KI didasarkan pada akal atau pemikiran tentang karya
intelektual yang dihasilkan oleh manusia dengan mengorbankan waktu,
tenaga dan biaya pastinya. Dari beberapa pengorbanan tersebut,
13 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 12.
14 Carolyn Hotckis, International Law for Bisnis, New York: McGraw-Hill, 1994, hlm.303
39
sehingga menjadkan sebuah karya yang dihasilkan jadi memiliki suatu
nilai ekonomi karena manfaatnya yang dapat dinikmati. Sehingga,
konsep tersebut dapat mendorong adanya suatu penghargaan atas
terciptanya sebuah hasil karya berupa perlindungan bagi KI.15
2. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Right (IPR)
diartikan sebagai hasil dari olah pikir manusia yang menghasilkan suatu
produk atau progres yang berguna dan bermanfaat bagi manusia. World
Intellectual Property Organization (WIPO) memberi padanan
Intellectual Property sebagai Creation Of Mind. Pada pasal 27 ayat (2)
Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia pada tahun 1948 menyatakan
bahwa :
“Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan moral
dan kepentingan material yang diperoleh dari produksi secara ilmiah,
kesusastraan artistik dalam ide sebagai pencipta.” 16
Dalam hal ini, dapat di telaah bahwa hukum KI melindungi
semua karya intelektual yang dihasilkan oleh para pencipta, pendesain
atau investor yang dieksploitasi oleh pihak lain tanpa ijin, melindungi
15 Bambang Kesowo, “Pengantar Umum Mengenai KI di Indonesia”, makalah pada
Pelatihan teknis Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Bagi Wakil Ketua Hakim
Tinggi se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang, pada tanggal 20-24 Juni 1995,
hlm. 206.
16 Achmad Zen Purba, KI Pasca TRIPs, edisi pertama, Alumni, Bandung, 2005. hlm. 48.
40
merek yang telah dimiliki seseorang atau suatu perusahaan yang
mempresentasikan reputasi atau kualitas suatu barang atau jasa,
melindungi berbagai informasi yang biasanya dinilai komersial atau
bisnis, melindungi karya yang sudah timbul dan lahir dari hasil
intelektual manusia itu sendiri. Dengan bentukan seperti seni, karya
sastra, ilmu pengetahuan dan invensi. Dengan itu menyebutkan bahwa
KI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu hasil
kreativitas intelektual seseorang.
Sistem yang dituangkan pada KI merupakan hak privat, yaitu
suatu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada seseorang
individu yaitu sebagai penghargaan atas karya atau kreativitasnya
sendiri. Dengan acuan kepada orang lain agar mendapatkan acuan untuk
dapat lebih mengembangkan lebih baik lagi dari sebelumnya.17
3. Bentuk Kepemilikan Kekayaan Intelektual
Bentuk kepemilikan KI sebenanrya terbentuk dari dua macam
bentuk, yaitu Komunal dan Individual. Kedua bentuk ini memiliki ciri
dan perbedaan namun masih berada pada satu makna dan asal usul. KI
Komunal merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki oleh perkumpulan
kelompok masyarakat yang berada di dalam satu lingkup tempat tingal
yang sama dan menetap di wilayah itu. Sedangkan yang dimaksud
dengan KI Individual merupakan suatu kekayaan yang dimiliki oleh
17 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, PT. Radjawali Grafindo, 2004, hlm. 24.
41
perorangan atau sepenuhnya dimiliki oleh individu. Kedua bentuk HKI
ini sebenarnya wajib dalam mendaftarkan HKI dari hasil olah pikir
komunal maupun individual.18
4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Dalam hasil kajian yang dilakukan oleh WIPO, dikatakan bahwa
KI merupakan suatu kekuatan yang dapat menunjang pembanguan
ekonomi masyarakat yang sudah menerapkan sistem KI dan juga dapat
dipergunakan untuk memperkaya sebuah kehidupan seseorang dan
masa depan suatu bangsa dengan prinsip :
a) Material / ekonomi
HKI yang berasal dari suatu kegiatan yang menimbulkan ke
kreativitasan daya pikir manusia yang memiliki nilai
ekonomi, manfaat dan mendatangkan keuntungan kepada
pemilik karya cipta.
b) Budaya, dan
Dengan mengembangkan ilmu pengetahuan tradisional
tentang karya seni dan sastra demi terciptanya kenaikan taraf
kehidupan dan juga mendapatkan keuntungan tidak hanya
untuk negara namun juga untuk masyarakat.
c) Sosial
18 Blog Ruangguru, Perhatikan 3 Hal ini Sebelum Mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) Usaha Anda, https://blog.ruangguru.com, access 30 Juni 2019
42
Mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara untuk
melindungi hak yang sudah diberikan oleh hukum atas suatu
karya baru yang menjadi suatu perlindungan berdasarkan
keseimbangan individu, masyarakat dan juga lingkungan.19
5. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
sebenanrnya memiliki keprihatinan menurut penelitian dari Peter Jaszi,
yang terkhusus dikalangan pendesain atau seniman yang berhubungan
dengan Desain Tradisional. Diketahui bahwa untuk mengamankan dan
memberikan kepastian hukum terhadap suatu karya cipta hasil inovasi
maupun baru dapat dilindungi dengan mendaftarkan HKI. Secara umum
dilihat berdasarkan hasil inovasi milik daerah, sebenarnya dapat
dilakukan dengan mendatangi kantor HKI untuk memenuhi tujuan dari
pendaftaran HKI ini yaitu dalam terpenuhinya tuntutan globalisasi
terutama pada suatu produk yang dapat berorientasi ekspor guna untuk
memberikan kepastian hukum terhadap calon investor. Guna
bermanfaat dan menjadi acuan serta untuk memotivasi individu atau
kelompok agar menghasilkan inovasi baru. Juga dapat membantu
pemerintah pusat dalam meningkatkan jumlah Paten nasional.
19 Rahayu Hartini, Kajian Implementasi Prinsip-Prinsip Perlindungan HKI dalam Peraturan
HKI di Indonesia, Malang, http://ejournal.umm.ac.id, access 30 Maret 2019
43
Dalam perlindungan HKI, ditemukan dua sistem perlindungan
yang dapat berupaya dalam melindungi suatu karya. Sistem yang
pertama adalah sistem Konstitutif, yang mana mengharuskan adanya
pendaftaran KI demi terciptanya perlindungan hukum yang dapat
memberikan kepastian hukum pada karya tersebut. Untuk itu menurut
sistem konstitutif HKI, jika pendesain atau seniman mendaftarkan KI
nya, maka sebagai pemberian kepastian hukum, seseorang itu akan
mendapatkan pengakuan data terhadap karya dan jelasnya telah
dilindungi oleh UU. Akan tetapi, apabila tidak mendaftarkan KI, juga
tidak dapat diberikan perlindungan hukum dan pengakuan oleh UU.
Yang kedua yaitu sistem Deklaratif, yang mana hal ini tidak
mengharuskan adanya pendaftaran HKI namun membenarkan adanya
pendaftaran dapat melindungi dan memberikan kepastian hukum pada
karya seseorang. Sistem ini dapat memberikan perlindungan hukum
kepada pencipta, pemegang dan pemakai pertama KI, sehigga sistem
deklaratif sering disebut juga First to Use System. Sistem ini tidak
menyelidiki siapa yang sebenanrnya pemilik asli atas suatu karya yang
bersangkutan, akan tetapi hanya memeriksa dan memastikan bahwa
tidak ada pihak lain yang sudah mendaftarkan KI tersebut.
Dalam pendaftaran HKI sebenanrnya tidak semudah seperti apa
yang dikatakan, ada berbagai kendala yang juga menjadi salah satu
alasan oleh para seniman atau pendesain untuk mendaftarkan hasil
44
inovasi maupun hasil karya baru yang dimiliki. Kendala itu seperti biaya
yang tidak sedikit untuk pendaftaran, pemeliharaan dan konsultan HKI.
D. TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA (COPYRIGHT)
1. Pengertian dan Prinsip Dasar Perlindungan Hukum Hak Cipta
(Copyright)
Hak Cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaotu hak dan
cipta. Dalam KBBI kata “hak” berarti suatu kewenangan yang diberikan
kepada seseorang yang bersifat bebas untuk dapat digunakan maupun
tidak. Sedangkan “cipta” atau “ciptaan” merupakan suatu dari hasil
karya atau olahan atau buatan manusia dengan menggunakan akal
pikiran, perasaan, imajinasi,pengetahuan serta pengalaman yang di
dapatkan. Dengan kata lain, Hak Cipta sangat berkatan erat dengan yang
namanya intelektual manusia.20
Dalam UU RI Nomor 28 Tahun 2014 pasal 1 angka 1 berbunyi:
“Suatu hak yang eksklusif oleh pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.”21
Hak Cipta juga merupakan jenis kepemilikan individu atau
pribadi yang berhubungan dengan suatu ciptaan yang berwujud dan
20 Harris Munandar & Sally Sitanggang. 2011. “Mengenal HKI, Hak Kekayaan Intelektual”.
Jakarta: Erlangga.
21 UU Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2014. Tentang Hak Cipta pada Pasal 1 angka 1
45
berasal dari akal pikiran atau ide dari pencipta di bidang seni, sastra dan
pengetahuan. Sehingga, HC memiliki beberapa sifat-sifat yaitu :
a) Hak Cipta adalah Hak Eksklusif
Hak cipta adalah hak eksklusif, sesuai pada UU RI Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka 1, karena
hak eksklusif merupakan hak cipta yang hanya diberikan
kepada penciptanya dan orang lain tidak dapat menggunakan
hak tersebut dengan berbagai macam alasan tanpa seizin
penciptanya, atau orang yang menerima hak atas pemegang
hak.
b) Hak Cipta berkaitan dengan Kepentingan Umum
Secara umum, Hak Cipta merupakan suatu hak eksklusif
yang istimewa dan masyarakat umum juga dapat
memanfaatkan ciptaan tersebut. Sehingga hak cipta atas
suatu ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan
umum dibatasi penggunaannya sehingga menimbulkan
keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat umum. Kepentingan masyarakat
umum tersebut seperti halnya pendidikan, ilmu pengetahuan
dan kegiatan penelitian serta pengembangan.
46
c) Hak Cipta dapat Beralih dan dialihkan
Hak cipta juga memiliki sifat dapat dialihkan atau beralih
seperti halnya benda yang bergerak, dan hak cipta memiliki
dua cara untuk mengalihkan atau beralih dengan cara :
1. Transfer, pengalihan hak cipta berupa pelepasan kepada
orang lain dengan cara pewarisan, hibab, wasiat,
perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh
UU.
2. Assigment, pengalihan hak cipta dari satu pihak kepada
pihak lain berupa pemberian izin persetujuan untuk
pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu atau
disebut dengan perjanjian lisensi.
d) Hak Cipta dapat dibagi atau di perinci (divisibility)
Berdasarkan pada pelaksanaan hak cipta dan norma
“Principle of Specification” maka dibatasi oleh waktu (lama
produksi suatu barang sekian tahun), jumlah (jumlah barang
sekian unit dalam satu tahun), dan Geografis (pada sampul
yang bertulisan “For Sale in Indonesia Only” atau slogan
“Bandung Euy”.22
Perjanjian multilateral baik Berne Convention maupun TRIPs
Agreement mengatur tentag konsep dasar perlindungan Hak Cipta.
22 Suyud Margono, Aspek Hukum Komersial Aset Intelektual, Nuansa Aulis, Bandung,
2010. hlm. 14-15.
47
Salah satu konsep dasar dari pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta
adalah sejak saat suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam
bentuk nyata (tangible form).23 Pengakuan tersebut liperlukan hanya
untuk suatu formalitas atau adanya bukti, berbeda dengan hak-hak dari
pada HKI lainnya seperti Paten, Desain Industri, Merek, dan Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu. Timbulnya atau lahirnya hak tersebut
diperlukan suatu formalitas tertentu yaitu dengan terlebih dahulu
mengajukan permohonan pemberian hak. Dengan demikian lahirnya
hak atas paten, merek, desain industri dan desain tata letak sirkuit
terpadu terlebih dahulu melalui suatu permohonan, tanpa adanya
permohonan, maka tidaklah ada pengakuan terhadapnya. Berbeda
dengan hak cipta, hak cipta secara otomatis lahir sejak ciptaan itu
diciptakan atau diwujudkan dalam bentuk nyata.24
Di samping prinsip yang paling fundamental tersebut, di dalam
perlindungan hak cipta dikenal juga prinsip atas asas orisinalitas
(keaslian). Asas orisinalitas ini merupakan suatu syarat adanya
perlindungan hukum di bidang hak cipta. Orisinalitas ini tidak bisa
dilakukan seperti halnya novelty (kebaruan) yang ada dalam paten,
23 Bandingan dengan Article 9 ayat (1) TRIPs Agreement, yang menyatakan:
“Copyrights protection shall extend to expressions and not to ideas,
procedures, methods of operation or mathematical concepts as such”
Bandingkan juga dengan Eddy Damian, Hukum Hak Cipta. (Bandung:
Alumni, 2005), Hal. 99.
24 Bandingan dengan Mckeough Stewart, Intellectual Property in Australia 2nd
edition, Butterworth, hlm. 125.
48
karena prinsip originalitas adalah tidak meniru ciptaan lain, jadi hanya
dapat dibuktikan dengan suatu pembuktian oleh penciptanya.25
Landasan hukum dari segi formal maupun segi material adalah
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C dan Pasal 33 Undang-
undang Dasar RI Tahun 1945. Dasar hukum bidang Hak Cipta ini sangat
penting diketahui, karena Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan
masyarakat dunia dan menjadi anggota dalam Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-
aspek RI Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property
Organization (Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut
TRIPs, melalui Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1994, Lembaran
Negara RI Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI
Tahun 1994 Nomor 3564, disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 2 November 1994. Indonesia juga meratifikasi Berne
Convention for The Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi
Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan
Presiden Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) selanjutnya
disebut WTC melalui Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 1997.26
25 Ibid
26 Ibid.
49
Pada mulanya hak cipta diatur menurut Auteurswet Staatsblad
1912 Nomor 600, kemudian diubah dan diganti dengan Undang-undang
RI Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3217),
yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 April 1982,
kemudian diubah dengan Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1987
(Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 3362), disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 19 September 1987, yang diubah lagi dengan Undang-undang
RI Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2679),
disahkan dan diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997, dan terakhir diubah
dengan Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4220), yang disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002, selanjutnya disebut Undang-undang RI
Nomor 28 Tahun 2014 (UU No. 28 Tahun 2014).
Pada permulaan abad ke-18 Hak Cipta tidak diakui sebagai hak
tersendiri. Hak cipta melekat erat dengan objek materiil yang
didalamnya ciptaan ini berbentuk. Sehingga apabila dimisalkan pada
suatu perjanjian kerja, atas suatu Hak Cipta otomatis akan beralih
haknya ketika suatu barang / benda diserahkan dari tangan yang
mengerjakan kepada pemberi kerja. Istilah “hak” berasal dari bahasa
50
Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan. Milik adalah penguasaan
terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan sendiri
tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat
menikmati manfaatnya. Dalam bahasa Belanda dikenal istilah Auters
Rechts yang berarti hak pengarang. Kemudian istilah hak pengarang itu
diganti dengan istilah Hak Cipta, dan pertama kali istilah hak cipta itu
disampaikan oleh Sutan Mohammad Syah dalam Kongres Kebudayaan
di Bandung pada tahun 1951.27
2. Hak Moral atau Hak yang Melekat
Berbicara tentang hak moral yang ada di dalam HKI, hak moral
tidak akan bisa dipisahkan dengan Hak Cipta. Karena sepanjang hak
cipta masih mendapatkan perlindungan maka hak moral tersebut akan
terus melekat di dalam Hak Cipta. Hak moral muncul pada dasarnya
karena setiap orang atau individu mempunyai keharusan dalam
hidupnya untuk menghargai dan menghormati orang lain, begitu juga
dengan adanya hasil karya cipta yang buat oleh orang lain. Sehingga,
betapa pentingnya Hak Moral yang diberikan kepada seniman atau
pendesain sebagai penghargaan atas apa yang sudah dibuat dan
dihasilkan yang berupa karya seni dan juga dapat bermanfaat bagi
masyarakat. Penghargaan yang diberikan bukan berasal dari uang,
27 Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual. (Bandung: PT. Eresco,1995.
Cetakan Kedua),hlm. 10
51
namun terwujud berdasarkan pemberian kekuasaan atau wewenang
terhadapnya untuk melakukan sesuatu atas karya ciptanya dan orang
lain tidak dapat mengubah atau meniru sesuka hati untuk menjadikan
karya cipta orang lain menjadi karya cipta miliknya.28
Hak moral pada suatu karya cipta sangat melekat pada
kepribadian yang membuatnya. Sehingga apabila Hak Cipta dapat
dialihkan kepada orang lain, maka hak moral yang ada pada karya cipta
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penciptanya karena itu bersifat
kekal dan abadi. Melekat pada kepribadian yang dimaksud adalah sifat
pribadi yang menjadi ciri khas dari penciptanya dan juga berkenaan
dengan nama baik, keahlian dan integritas yang dimiliki oleh pencipta
itu tersebut.29
Sesuai dengan UU RI Nomor 28 Tahun 2014 pada pasal 5, yaitu
Hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri
pencipta untuk :
a) Tetap mencantumkan atau tidak namanya, terhadap salinan
yang berhubungan dengan pemakaian ciptanya untuk umum;
b) Dengan menggunakan nama asli ataupun nama samaran;
c) Merubah hasil ciptaannya sesuai dengan kepatutan yang ada
di dalam masyarakat;
28 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.19
29 Ibid
52
d) Mengubah judul maupun anak judul terhadap ciptaannya;
dan
e) Dapat mempertahankan haknya pada saat terjadi hal yang
tidak diinginkan seperti :
1. Distrosi ciptaan
Suatu tindakan pemutarbalikan fakta atau identitas
ciptaan.
2. Mutilasi ciptaan
Suatu proses dimana menghilangkan sebagian ciptaan.
3. Modifikasi ciptaan.
Suatu hal yang dapat merubah suatu atas ciptaan.
Dan juga berbagai macam hal lain yang dapat merugikan
kehormatan serta reputasi pencipta.30 Hak moral juga tidak dapat
dialihkan dengan berbagai alasan selama pencipta masih hidup.
Akan tetapi hak moral dapat dialihkan melalui wasiat atau cara
lain, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
setelah pencipta meninggal dunia.31
3. Ciptaan yang Dilindungi dan Pelanggaran Pada Hak Cipta
Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians
menyatakan bahwa yang dilindungi oleh Hak Cipta adalah ekspresinya
30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Tentang Hak Cipta, pada Pasal 5.
31 Ibid
53
dari sebuah ide, jadi bukan untuk melindungi idenya. Itu mengartikan
bahwa yang dilindungi oleh Hak Cipta adalah dalam bentuk nyata
sebagai sebuah karya ciptaan, bukan merupakan sebuah gagasan.32
Dalam pasal 9 ayat (2) TRIPs juga menyatakan hal yang sama, yaitu :
“Perlindungan Hak Cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu
ciptaan dan bukan berasal pada ide, prosedur, metode pelaksanaan dan
konsep matematis lainnya.”33
Sehingga, terdapatlah dua persyaratan pokok untuk
mendapatkan sebuah perlindungan hak cipta. Persyaratan yang pertama
adalah adanya unsur keaslian, dan yang kedua adalah adanya kreativitas
dari suatu karya cipta. Suatu karya cipta berasal dari hasil
kekreativitasan pencipta dan bukan berasal dari hasil tiruan serta tidak
harus baru atau unik, namun harus dapat menunjukkan keasliannya.
Untuk membuktikan bahwa ciptaan tersebut atas hasil dari dasar
kemampuannya sendiri. Pada UU RI Nomor 28 Tahun 2014 pada pasal
40 sudah tertera beberapa hasil ciptaan yang dilindungi, salah satunya
adalah karya seni rupa dalam bentuk lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, serta kolase (misalnya dari kain, kertas atau kayu),
karya seni batik atau seni motif lain, dan lainnya yang tercantum pada
pasal tersebut.34
32 L.J. Taylor, Copyright for Librarians, English: 1931
33 Baca Ketentuan Pasal 9 ayat (2) TRIPs
34 Ibid
54
Definisi pelanggaran hak cipta tidak dijelaskan secara eksplisit
dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, pelanggaran
hak cipta dapat dijelaskan dengan pengertian sebagai berikut:35
Pelanggaran Hak Cipta berarti tindakan yang melanggar hak cipta,
seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta,
tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan
pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain
yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan
menggunakannya tanpa izin, termasuk kejahatan besar. Setiap orang
tahu bahwa mencuri barang milik orang lain adalah salah. Tetapi dalam
hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak
merasa bersalah bila mencurinya.
Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas
pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang
diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta
juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan
penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran
karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Ketentuan penyelesaian sengketa diatur dalam Pasal 95 sampai dengan
Pasal 105 No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak untuk
35 Lihat Ketentuan Tentang Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahu 2014
55
mengajukan gugatan itu tidak mengurangi hak negara untuk melakukan
tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta dalam hal penyidikan di
bidang hak cipta bahwa selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pembinaan hak kekayaan intelektual diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang hak cipta.36
E. TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI
1. Pemegang Hak Desain Industri
Pemegang Hak atas Desain Industri diperoleh dari orang yang
menghasilkan rancangan untuk Desain Industri tersebut. Dengan kata
lain, ada beberapa keterangan untuk mendapatkan hak atas Desain
Industri, diantaranya :
a) pendesain atau yang mendapatkan hak dari pendesain;
b) Apabila desain diciptakan atas beberapa orang, maka hak
desain industri pun diberikan kepada mereka secara
bersamaan, terkecuali jika memiliki perjanjian lain diluar
dari apa yang mereka janjikan;
36 Tamotsu Hozumi, Asian Copyright Handbook: Indonesian Version, (Jakarta: Ikatan
Penerbit Indonesia, 2006), hlm. 39.
56
c) Desain yang dibuat dengan hubungan dinas atau dengan
pihak lain, atau dalam lingkungan pekerjaannya, maupun
yang dibuat oleh orang lain atas permintaan. Hak Desain
Industri diberikan kepada pihak yang untuk dan atau dalam
keperluan dinas itu dikerjakan.37
Desain merupakan aset dari adanya sebuah produk dan
merupakan bagian dari suatu kreativitas yang dimiliki oleh manusia.
Desain Industri berasal dari dua hal yang sebenanrnya terpisah dan
memiliki pengertian yang berbeda, karena Industri cenderung rendah
dalam pengembangan desain. Seringnya terdengar permasalahan
tentang sebuah kreativitas yang dibajak.38
Kasus pembajakan kreativitas sering dijumpai pada saat
pameran contohnya, karena di pameran secara mudah dapat dibajak
dengan cara memotret produk. Sehingga, pembajakan dengan membuat
desain yang sama dan mereka yang memiliki kekreativitasan dengan
cara “curang” mendaftarkan desain tersebut atas nama dirinya, yang
membuat dia mendapatkan hak atas desain produk tersebut. Jadi secara
tidak langsung seseorang dapat mendapatkan hak desain industri yang
37 Djumhana, Muhammad & Djubaedillah R. 2003. Hak Milik Kekayaan Intelektual
(HAKI), Peraturan Baru Desain Industri, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 220.
38 Dilansir dari Sinar Harapan. 2003. (Hak Cipta)
57
seharusnya milik orang lain secara legal, dan hal ini sering dijumpai
pada kalangan pendesain atau seniman di Kabupaten Banjar.39
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri pada pasal 1 angka 1, berbunyi :
“Desain Industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan dari padanya yang membentuk tiga dimensi atau dua dimensi
yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai unutk menghasilkan suatu
produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.”40
Dari definisi di atas merupakan arti penting dari semua pihak
yang mengetahui ruang lingkup dari kreativitas yang dapat didaftarkan
sebagai Desain Industri sesuai dengan UU yang ada di Indonesia.
Desain Industri sebenanrnya merupakan “pattern” yang dipakai dalam
bentuk proses pemproduksian barang secara komersial dan dipakai
secara berulang-ulang, itulah yang membedakan dari ciptaan yang
diatur dalam Hak Cipta.41
39 Sukarni. Januari - April 2016. “Perlindungan Desain Industri Bagi UMKM yang
Berkeadilan Sosial”. Vol. III. Jurnal Pembaharuan Hukum. hlm. 101-102
40 Lihat ketentuan UU RI Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, pada Pasal 1
angka 1.
41 Ibid
58
2. Desain Industri yang Mendapat Perlindungan
Desain Industri dinyatakan mendapatkan perlindungan dengan
memenuhi persyaratan tertentu. Akan tetapi UU RI nomor 31 Tahun
2000 tentang DI juga menyebutkan bahwa hak yang diberikan
perlindungan untuk DI yang baru, bukan yang sudah lama. Akan tetapi,
hampir semua desain yang didaftarkan merupakan desain lama karena
sistem pendaftaran tidak memungkinkan adanya pemeriksaan substantif
seperti paten dan merek.42 Hal ini sejalan dengan TRIPs Agreement dan
Paris Convention yang mengatur tentang Desain Industri yang dapat
dilindungi yaitu desain yang “baru” (Original), dan/atau yang secara
signifikan “berbeda” (Different) dengan DI sebelumnya (Significantly
differ from known design).43 Desain Industri yang membedakan antara
satu dengan yang lainnya adalah dilihat berdasarkan kesan estetika yang
ditimbulkan pada desain tersebut. Sehingga suatu DI dapat dikatakan
baru apabila memiliki kesan estetika yang berbeda secara signifikan dan
juga merupakan hasil kombinasi dari berbagai fitur DI atau sebutannya
adalah Inovasi maupun Modifikasi dari desain yang sudah lama.44
42 Sukarni. Januari - April 2016. “Perlindungan Desain Industri Bagi UMKM yang
berkeadilan Sosial”. Vol. III. Jurnal Pembaharuan Hukum. hlm. 102
43 Perjanjian TRIPs pada Pasal 25 ayat (1) tentang “(Agreement on Trade of Related
Aspects on Intellectual Property Rights”
44 Insan Budi Maulana. 2010. A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek di Indonesia.
Bandung, Citra Aditya Bakti. Hlm.7
59
Akan tetapi, pelaksanaan TRIPs di Indonesia juga memiliki
berbagai kendala. Seperti persiapan lembaga yang tidak memadai atau
fasilitas yang kurang mendukung, antara instansi pemerintah yang tidak
memliki koordinasi yang bagus, sehingga menimbulkan suatu
kelemahan, sumber daya manusia dan dana yang masih terbatas, dan
yang terpenting adalah kurangnya pengetahuan akan Hak Kekayaan
Intelektual oleh masyarakat, yang akhirnya menimbulkan penegakan
hukum yang lemah dan tidak teratur. TRIPs juga menegaskan tentang
kepemilikan dan hasil dari inovasi komunal, yang mana kebanyakan
subyek HKI itu merupakan perusahaan dan invidu. Padahal lazimnya
diketahui, bahwasanya jika terdapat hasil suatu karya dari
komunal,maka pemiliknya adalah masyarakat. TRIPs juga tidak
mengakui adanya inovasi yang tidak ditujukan untuk industri, seperti
inovasi lokal yang bertujuan untuk mensejahterakan perekonomian,
sosial serta budaya setempat. Kemudian dengan adanya pemerataan
perlindungan HKI yang diberlakukan oleh TRIPs antara negara maju
dan berkembang, itu juga menjadi salah satu permaslaahan, dimana isi
dari pada UU Hak Cipta Pasal 1 angka 1, juga sama seperti pada sistem
perlindungan modern yang memberikan Hak Eksklusif pada individu
atas ilmu dan penemuannya. Sedangkan pada masyarakat tradisional
justru menilai bahwa adanya peniruan dan jiplakan serta pengetahuan
menjadikan itu sebagai penghargaan tertinggi atas suatu karya. Itu
berarti, TRIPs secara tidak demokratis menghukum Negara berkembang
60
atas perbedaan pendapat dan pikiran ini. Maka, pada saat Negara
memberlakukan TRIPs dan mengharmonisasikan peraturan tentang
perlindungan HKI, maka ancaman terhadap pengetahuan atau hasil
karya baru pendesain akan mendapatkan tantangan yang besar, karena
pengetahuan / ide pencipta akan dirambah dan diprivatisasikan oleh
perusahaan serta individu. Apabila suatu Negara juga mengadakan
peraturan untuk melindungi hasil inovasi pendesain tradisional dan
lokal, Negara juga akan mendapatkan berbagai macam rintangan dan
tantangan dari Negara lain yang menganut sistem kepemilikan HKI
secara Individual yang justru mempermudah perambahan pengetahuan
tradisional dan lokal.