Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Enuresis
1. Pengertian Enuresis
Enuresis adalah kejadian mengompol saat tidur yang dapat terjadi sekali
dalam seminggu, dua kali atau lebih per minggu, dan dua kali dalam sebulan
(Kalo, 1996). Menurut IDAI, (2009: 72) Enuresis adalah anak yang mengompol
minimal dua kali dalam seminggu dalam periode paling sedikit 3 bulan pada anak
usia 5 tahun atau lebih yang tidak disebabkan oleh efek obat-obatan. Diperkuat
oleh Austin, (2014: 1865) Enuresis Nokturnal adalah istilah yang digunakan oleh
anak Internasional Kelanjutan Masyarakat untuk menggambarkan ngompol pada
anak usia 5 tahun atau lebih setelah mengesampingkan penyebab organik. Hal
yang sama di ungkapkan oleh Neveus, (2006: 319) bahwa enuresis Nokturnal
didefinisikan sebagai berkemih yang tidak sadar saat tidur, frekuensi berkemih
setidaknya sebulan sekali saat pasien pernah bergejala selama minimal tiga bulan.
Enuresis adalah pengeluaran urin secara involunter dan berulang yang
terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang air kecil, tanpa
kelainan fisik yang mendasari (Soetjiningsih, 2017: 372). Diperkuat oleh (Newel
& Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018: 284) bahwa enuresis berlangsung
melalui proses berkemih yang normal (normal voiding), tetapi pada tempat dan
waktu yang tidak tepat yaitu berkemih di tempat tidur atau menyebabkan pakaian
basah dan dapat terjadi saat tidur malam hari (enuresis nocturnal), siang hari
(enuresis diurnal) ataupun pada siang dan malam hari. Menurut Wong, (2008:
121) Enuresis diurnal lebih umum ditemui pada anak perempuan dan biasanya
disebabkan inkontinensia urgency (ketidaksetabilan kandung kemih). Istilah
enuresis primer digunakan pada anak yang belum pernah berhenti mengompol
sejak masa bayi, sedangkan enuresis sekunder adalah kejadian mengompol
kembali setelah minimal 6 bulan tidak mengompol (Robson, 2009: 1429).
2. Etiologi Enuresis
Menurut Thiedke (2003: 1500), Penyebab enuresis sering digambarkan
sebagai multifaktoral diantaranya :
a. Faktor Genetik dan Keluarga
Predisposisi genetik adalah variabel etiologi yang paling sering didukung.
Satu ulasan menemukan bahwa ketika kedua orang tua memiliki riwayat enuretik
ketika anak-anak, keturunan mereka memiliki risiko 77 persen memiliki enuresis
nokturnal. Risiko menurun menjadi 43 persen ketika salah satu orang tua menjadi
enuretik saat masih anak-anak, dan menjadi 15 persen ketika kedua orang tua
tidak memiliki perasaan enuretik. Investigasi lain menemukan riwayat keluarga
positif pada 65 hingga 85 persen anak-anak dengan enuresis nokturnal. Jika ayah
adalah anak yang enuretik, maka risiko relatif untuk bayi adalah 7,1; jika ibu itu
enuretik, risiko relatif adalah 5,2. Selain itu, kromosom tertentu (5, 13, 12, dan
22) telah terlibat dalam enuresis nokturnal. Faktor-faktor sosial yang telah
ditemukan tidak memiliki hubungan dengan pencapaian kontinensi termasuk latar
belakang sosial, peristiwa kehidupan yang menekan, dan jumlah perubahan dalam
konstelasi atau tempat tinggal keluarga.
b. Faktor Psikologis
Nocturnal enuresis pernah dianggap sebagai kondisi psikologis. Sekarang
tampak bahwa masalah psikologis adalah hasil dari enuresis dan bukan
penyebabnya. Anak-anak dengan enuresis nokturnal belum ditemukan memiliki
peningkatan insiden masalah emosional. Bagi kebanyakan anak, mengompol
bukanlah tindakan pemberontakan.
c. Faktor Vesika Urinaria
Studi yang mencoba untuk menetapkan masalah kandung kemih sebagai
penyebab enuresis nokturnal telah kontradiktif. Pengujian urodinamik ekstensif
telah menunjukkan bahwa fungsi kandung kemih jatuh dalam kisaran normal pada
anak-anak dengan enuresis nokturnal. Namun, satu penyelidikan menemukan
bahwa sementara kapasitas kandung kemih yang nyata identik pada anak-anak
dengan dan tanpa enuresis nokturnal, kapasitas kandung kemih fungsional
mungkin kurang pada mereka dengan enuresis. Tidak ada korelasi yang
ditemukan antara stenosis uretra atau meatus dan mengompol. Selanjutnya,
kelainan kongenital, struktural, atau anatomi jarang hadir hanya sebagai enuresis.
d. Hormon Vasopresin
Telah dipostulasikan bahwa perkembangan normal mungkin termasuk
pembentukan ritme sirkadian dalam sekresi vasopresin arginin, hormon
antidiuretik. Kenaikan nokturnal pada hormon ini akan menurunkan jumlah urin
yang diproduksi pada malam hari. Bisa jadi anak-anak dengan enuresis nokturnal
mengalami keterlambatan dalam mencapai peningkatan sirkadian dalam hormon
vasopresin dan dengan demikian, dapat mengembangkan poliuria nokturnal.
Poliuria nokturnal ini dapat mempengaruhi kemampuan kandung kemih untuk
menahan urin sampai pagi.
e. Faktor Tidur
Baik poliuria nokturnal maupun kapasitas kandung kemih fungsional yang
berkurang cukup menjelaskan mengapa anak-anak dengan enuresis nokturnal
tidak bangun untuk berkemih. Kontroversi telah ada selama bertahun-tahun
tentang apakah enuresis mencerminkan gangguan tidur. Dalam kebanyakan
penelitian, electro encephalograms tidur tidak menunjukkan perbedaan atau hanya
perubahan spesifik pada anak-anak dengan dan tanpa enuresis nokturnal. Ketika
disurvei, orang tua secara konsisten mempertahankan bahwa anak-anak mereka
dengan enuresis nokturnal adalah "tidur nyenyak," dibandingkan dengan anak-
anak mereka yang tidak tidur. Survei lain telah menemukan bahwa anak-anak
dengan enuresis nokturnal lebih tunduk pada "kebingungan terbangun," seperti
teror malam atau tidur sambil berjalan, daripada anak-anak yang tidak membasahi
tempat tidur.
Menurut Rosdahl dan Kowalski (2017: 1329) Pemeriksaan urologis
lengkap sangat penting dilakukan untuk mengungkap penyebab fisik, termasuk
infeksi berat, trauma kandung kemih, diabetes melitus, kapasitas kandung kemih
kecil, stenosis meatus (penyempitan lubang saluran kemih), atau spasme kandung
kemih. Kemungkinan faktor fisik lain, yaitu anak tidak mengosongkan kandung
kemih secara sempurna saat berkemih, atau anak benar-benar “tukang tidur yang
sulit di bangunkan”. Jika tidak ditemukan penyebab fisik, tenaga kesehatan akan
mencari kemungkinan masalah emosi yang mendasari.
3. Dampak Enuresis
Enuresis dapat memberikan dampak terhadap perkembangan anak. Anak
akan mengalami gangguan perilaku internal ataupun eksternal. Anak akan
merasa rendah diri, tidak percaya diri atau lebih agresif. Enuresis yang terjadi
di siang hari biasanya tidak perlu dikhawatirkan, tetapi sering mengompol
membuat khawatir baik anak maupun orang tua. Enuresis nocturnal dapat
menetap pada beberapa anak hingga masa kanak-kanak akhir dan masa remaja
dan dampak berdampak distress berat pada anak dan keluarga mereka (Kyle,
2016: 807).
Selain itu dampak yang dapat dirasakan oleh orang tua/pengasuh berupa
pekerjaan dan biaya laundry tambahan dan tekanan tambahan. Merawat anak
dengan enuresis bisa menyebabkan kecemasan dan rasa bersalah pada orang tua
dan pengasuh. Keprihatinan ibu terbesar adalah dampak emosional, hubungan
sosial, bau, cucian dan aspek keuangan. Tingkat hukuman yang dilaporkan adalah
20-30% dengan peningkatan resiko penganiayaan fisik (Redsell, 2001 dalam
Permatasari, 2018: 287).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Enuresis
Beberapa faktor etiologi yang diketahui mempengaruhi enuresis adalah
genetik, hambatan perkembangan dasar, hambatan yang mengatur pengosongan
kandung kemih, lingkungan dan pola tidur. Hallgren menemukan sekitar 70%
keluarga dengan anak enuresis, salah satu atau lebih anggota keluarga lainnya juga
menderita enuresis dan sekitar 40% sekurang-kurangnya satu diantara orang
tuanya mempunyai riwayat enuresis (Suwardi, 2000 dalam Permatasari 2018:
284).
5. Klasifikasi Enuresis
Menurut (Kyle, 2016: 806) klasifikasi enuresis dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Enuresis primer
Enuresis pada anak yang belum mencapai pengendalian
kandung kemih volunter.
b. Enuresis sekunder
Inkontinensia urin pada anak yang sebelumnya sudah mencapai
pengendalian kandung kemih selama setidaknya 3 sampai 6 bulan
berturut-turut.
c. Enuresis Diurnal
Kehilangan kendali berkemih (mengompol) pada siang hari.
d. Enuresis nocturnal
Kehilangan kendali berkemih (mengompol) pada malam hari.
Berdasarkan derajat penyakit, enuresis nokturnal terbagi menjadi
derajat ringan (enuresis pada 1-6 malam di bulan terakhir dan tidak
setiap malam), derajat sedang (enuresis pada 7 malam atau lebih di
bulan terakhir dan tidak setiap malam) dan derajat berat (enuresis
setiap malam).
6. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM IV-TR dalam Soetjiningsih (2017: 379)
adalah :
a. Adanya pengeluaran urin yang berulang di tempat tidur atau pada pakaian
(involunter atau intensional)
b. Perilaku ini dianggap signifikan bila terjadi sekurang-kurangnya 2 kali dalam
seminggu dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut atau ada gangguan klinis
yang signifikan pada fungsi sosial, akademik, atau area fungsi penting lainnya.
c. Perilaku ini bukan merupakan efek fisiologis langsung dari obat (misalnya
diuretik) atau kondisi medis umum (misalnya diabetes, spina bifida, dan
kelainan kejang)
7. Pengaruh Akupresur terhadap Enuresis
Mekanisme rangsangan pada titik point akupresur dapat menginduksi
produksi endorphin untuk menambah atau mengurangi penyimpanan urin dalam
kandung kemih. Peran hormon kortisol pada sistem renal itu sendiri dapat
meningkatkan laju filtrasi glomerular dengan meningkatkan aliran darah
glomerular. Penekanan yang dilakukan di titik enuresis akan merangsang
keluarnya hormon endorphin, hormon ini merupakan hormon yang dapat
menimbulkan rasa kebahagiaan dan ketenangan sehingga pada anak yang
mengalami enuresis yang disebabkan oleh rasa cemas, takut, stress dan masalah
psikologis, terapi akupresur sangat dapat membantu (Elvira, 2015).
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk membangun kembali sel-sel
dalam tubuh yang melemah serta mampu membuat sistem peratahanan dan
meregenerasikan sel tubuh. Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, rehabilitasi (pemulihan) serta meningkatkan
daya tubuh termasuk menangani kasus enuresis (Setiowati, 2018: 97).
8. Patofisiologis Enuresis
Ilmu kesehatan tradisional Tiongkok (TCM) berpendapat, patologis dari
penyakit enuresis adalah qi ginjal tidak cukup atau qi limpa dan paru-paru
defisiensi, kandung kemih disfungsi kontrol, oleh karena itu enuresis anak
berkaitan erat dengan paru-paru, limpa, dan ginjal. (Ang, 2017: 8).
Paru-paru adalah sumber air atas, paru-paru defisiensi mengakibatkan
disfungsi menyebarkan dan menurunkan (disfungsi pengaturan dan kontrol),
kandung kemih disfungsi kemampuan menyimpan mengakibatkan terjadinya
enuresis, oleh karena itu menggunakan cara menyebarkan atau mengangkat qi
paru-paru dapat melancarkan buang air kecil.
Pada organ limpa, pola makan yang tidak benar menyebabkan “limpa
sering defisiensi”, mengakibatkan limpa kehilangan fungsi mentransportasi, tidak
dapat menyebarkan nutrisi, tidak dapat menaikkan yang bersih dan menurunkan
yang keruh, limpa adalah sumber dari pertumbuhan, mengontrol transformansi
dan transportasi makanan-minuman, limpa defisiensi mengakibatkan limpa tidak
dapat menyebarkan cairan ke paru-paru, karenanya peredaran atau transportasi
cairan tidak terkontrol (bawah defisiensi dan tidak bisa naik) sehingga
menyebabkan enuresis. Pengobatan menggunakan sheng jineijin yang dapat
menguatkan limpa dan mengharmoniskan lambung, membantu limpa untuk
mengusir patogen. Ji neijin rasa asam, dapat menyerap dan mengikat, karena itu
mempunyai fungsi mencegah kebocoran urin. (Ang, 2017: 8-9).
Pada bagian ginjal, ginjal sering mengalami defisiensi, mengontrol tulang
dan memproduksi sumsum, mengontrol membuka dan menutup, ginjal defisiensi
maka tidak dapat mengontrol air, mengakibatkan kandung kemih tidak kokoh dan
terjadi enuresis.
Akupunktur / akupresur untuk mengontrol / mengatur qi, menggunakan
cara mengambil atas untuk mengobati penyakit di bawah, mengatur untuk
menjaga qi, menjaga maka qi datang. Dalam klinis mendapatkan hasil metode
pengobatan “dengan naik mengharmoniskan turun”, “dengan tonifikasi untuk
mendapatkan kontrol”. (Ang, 2017: 10)
Sedangkan patofisiologi enuresis dalam ilmu medis, enuresis timbul dari
ketidak seimbangan antara kapasitas kandung kemih yang dipengaruhi oleh
aktivitas otot detrusor kandung kemih, produksi urine nokturnal yang dipengaruhi
oleh pelepasan atau respon dari vasopresinarginin dan kemampuan anak untuk
bangun pada malam hari ketika kandung kemih sudah penuh. Enuresis masih bisa
dikatakan normal jika terjadi di bawah usia 5 tahun. Keterlambatan maturasi
terjadi pada satu atau lebih dari faktor-faktor berikut:
a. Ketidakstabilan fungsi kandung kemih,
b. Rendahnya pelepasan atau respon dari vasopresinarginin,
c. Peningkatan relatif dari ekskresi cairan pada malam hari, atau
d. Ketidakmampuan untuk bangun ketika ada sensasi dari sudah penuhnya
kandung kemih (Pudjiastuti, 2013: 14-15).
e. Pada anak yang normal, irama sirkadian menyebabkan urin malam hari
berjumlah setengah dari jumlah urine siang hari. Hal ini terjadi karena pada
malam hari dilepaskan hormon vasopresinarginin. Pada dua pertiga pasien
anak dengan enuresis monosimtomatik ditemukan kadar vasopresin yang
rendah pada malam hari sehingga produksi urine nokturnal meningkat
melebihi kapasitas kandung kemih. Pada remaja yang mengalami enuresis
tidak ditemukan produksi vasopresin yang rendah melainkan ditemukan
sensitivitas terhadap vasopresin yang menurun (Pudjiastuti, 2013: 15).
9. Penatalaksanaan Enuresis
Terdapat beberapa penatalaksanaan Enuresis menurut beberapa sumber
yaitu :
a. Edukasi dan Motivasi
Anak dan keluarganya harus diberikan edukasi mengenai kondisi anak dan
memastikan kembali bahwa 1) Enuresis merupakan masalah yang sering terjadi
dimana anak dan keluarga tidak harus malu, 2) Enuresis dapat mempengaruhi
anggota keluarga yang lain 3) Terdapat tata laksana efektif untuk mengatasi
masalah ini , orang tua harus menyusun sistem penghargaan jika anak berhasil
tidak mengompol di malam hari. Orang tua harus melibatkan anak dalam
penggantian linen tempat tidur saat anak membuat basah linen tersebut degan
ompol mereka. Akan tetapi, penggantian linen bersama anak tersebut harus
dilakukan dalam cara sesuai fakta, bukan dalam cara yang menghukum,
nyatanya, penting untuk selalu menghindari hukuman karena mengompol.
(Kyle, 2016: 806)
b. Membatasi intake cairan di malam hari
Kebiasaan makan dan minum perlu ditanyakan kepada pasien. Opini
konsensus menyebutkan bahwa edukasi yang perlu diberikan antara lain
menghindari konsumsi cairan berlebih pada malam hari, menghindari
minuman/makanan mengandung kafein, memastikan konsumsi cairan yang cukup
sepanjang hari, menghindari diet tinggi protein atau garam pada malam hari (dapat
menginduksi diuresis), dan mengingatkan untuk berkemih sebelum tidur
(Pudjiastuti, 2013: 19).
c. Terapi Alarm
Alarm terdiri dari bantalan atau sensor logam, yang terhubung ke bel oleh
sebuah kawat. Setelah sensor menjadi basah, sirkuit listrik tertutup dan alarm nya
menyala. Alarm bisa dibersihkan, sterilisasi tidak diperlukan, karena air kencing
bersifat steril cairan (kecuali ISK ada), dibersihkan dengan desinfektan
permukaan sudah cukup. Terdapat dua jenis alarm yang berbeda yaitu body wear
dan bedside (samping tempat tidur). Body wear dilekatkan pada celana dalam.
Jika diinginkan, body wear alarm bisa digunakan dengan popok. Bedside alarm,
foil logam atau bantalan kain (dengan kabel terintegrasi) diletakkan di bawah
bagian atas tempat tidur dan terhubung ke alarm di samping tempat tidur. Kedua
alarm itu sama efektif.
Beberapa instruksi sangat penting dan harus dilalui secara rinci dengan
orang tua dan anak :
1) Anak diminta pergi ke toilet sebelum tidur
2) Alarm terpasang dan dinyalakan
3) Dalam kasus malam yang kering (tidak mengompol) tidak ada yang terjadi
dan anak bisa mematikan alarm keesokan harinya.
4) Dalam kasus malam basah (mengompol), saat alarm dipicu, anak harus
bangun sepenuhnya, baik sendiri maupun dengan bantuan orangtua
5) Anak diminta ke toilet dan buang air kecil
6) Pakaian tidur dan tempat tidur (alas tidur) diganti dan alarm diatur ulang
7) Anak harus terlibat aktif dalam proses ini. Jika anak mengompol kedua
kalinya dimalam hari, keseluruhan instruksi di ulang
8) Orangtua diminta untuk mencatat semua data yang relevan mengenai bangun
tidaknya anak, jumlah urin dalam bentuk popok kecil-sedang-besar, dan
apakah anak ke toilet sebelum atau sesudah alarm berbunyi (Gontard, 2012:
15).
Agar sukses, alarm harus digunakan setiap malam untuk maksimal 16
minggu. Beberapa anak menjadi tidak mengompol hanya dalam beberapa minggu,
sebagian besar membutuhkan 8 sampai 10 minggu. Setelah 14 malam tidak
mengompol, penggunaan alarm dihentikan dan anak dianggap tidak mengompol.
Orangtua disarankan untuk memulai kembali perawatan alarm jika kambuh (dua
malam mengompol) terjadi, ini terjadi diatas 30% kasus (Permatasari, 2018: 286).
d. Farmakoterapi
1) Desmopresin atau (DDAVP)
Desmopresin atau (DDAVP) adalah analog sintetik arginin vasopresin,
suatu hormon anti diuretik alami. Salah satu mekanisme kerja yang utama dari
obat ini adalah menurunkan volume urine yang diproduksi pada malam hari
ketingkat yang normal (Gontard, 2012: 17).
2) Imipramin
Imipramin (Tofranil ®) adalah suatu antidepresan trisiklik yang telah
digunakan selama 3 dekade untuk mengatasi enuresis. Obat ini bekerja dengan
meningkatkan kapasitas kandung kemih melalui efek antikolinergik yang lemah dan
mengurangi kontraksi otot detrusor melalui efek aoradrenergiknya. Angka
kesuksesan terapi imipramin adalah 15-50%, tetapi angka relaps relatif tinggi.
Imipramin sebaiknya diberikan bila dengan terapi non-medikamentosa dan
desmopresin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Obat ini hanya diberikan
bila tidak ada riwayat sinkop, palpitasi sebelumnya serta tidak ada riwayat keluarga
dengan kematian mendadak karena sakit jantung atau aritmia (Soetjiningsih, 2017:
382-383).
e. Terapi Lain
Uroterapi terdiri atas instruksi untuk tidur dengan jumlah jam yang cukup,
latihan visualisasi setiap hari, meningkatkan kesadaran daytime voiding (berkemih
secara teratur, tidak menahan berkemih, menggunakan posisi badan yang optimal
untuk berkemih, dan meningkatkan konsumsi cairan), membatasi konsumsi cairan
pada malam hari, berkemih sebelum tidur dan menginstruksikan orang tua untuk
membawa anaknya untuk berkemih sebelum orang tuanya tidur. (Pudjiastuti,
2013: 22)
f. Terapi Komplementer
Beberapa penelitian menunjukkan kegunaan terapi lainnya pada enuresis
antara lain akupuntur, akupresur dan moksibasi. (Ang, 2017)
B. Akupresur
1. Pengertian Akupresur
Kata akupresur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus (kata benda) yang
berarti jarum dan pressure (kata kerja) yang berarti tekanan. Kata tersebut
kemudian diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia menjadi akupresur atau tusuk
jari. Sistem akupresur secara definisi adalah “Sistem pengobatan dengan cara
menekan-nekan pada titik-titik tertentu pada tubuh (meridian) untuk memperoleh
efek rangsang pada energi vital (QI) guna mendapatkan kesembuhan dari suatu
penyakit atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan (Ikhsan, 2017: 3).
Akupunktur sebagai terapi utama adalah umum dalam pengobatan Cina,
Korea dan Jepang meskipun kurang dipahami dalam pengobatan Barat. Tinjauan
sistematis baru-baru ini mengidentifikasi masalah pelaporan yang membatasi
evaluasi aspek kualitas penelitian yang dilaporkan, tetapi tidak ada yang kurang
menyimpulkan bahwa ada bukti efek positif akupunktur pada enuresis nokturnal.
Efikasi akupunktur tradisional Cina untuk enuresis nokturnal telah dilaporkan
berkisar antara 76% hingga 98%. Tingkat kesembuhan yang sangat tinggi
daripada salah satu terapi tunggal lainnya. Studi akupunktur Barat melaporkan
efek positif pada jumlah episode enuresis, kapasitas penyimpanan kandung kemih
dan kemudahan mereda dari tidur hingga kosong. Dimana ada bukti urodinamik
dari detrusor terlalu berlebihan, terapi akupunktur telah dilaporkan untuk menekan
kontraksi kandung kemih tanpa hambatan dan secara signifikan meningkatkan
pembasahan (Bower, 2010: 64).
Akupresur adalah sebuah ilmu penyembuhan dengan cara menekan,
memijat, mengurut bagian dari tubuh dengan maksud mengaktifkan kembali
peredaran energi vital atau Chi. Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum,
atau pijat akupunktur. Teori akupunktur menjadi dasar praktek akupresur.
Akupunktur mnggunakan jarum sebagai alat bantu praktik, sedangkan akupresur
menggunakan jari, tangan, bagian tubuh lainnya atau alat tumpul sebagai
pengganti jarum. Akupresur seperti juga ilmu pengetahuan yang lainnya
mempunyai keterbatasan. Setiap praktisi atau pengguna akupresur harus
mengetahi keterbatasan seni dan ilmu penyembuhannya (Sukanta, 2001: 1).
2. Manfaat Akupresur
Sejarah membuktikan bahwa akupresur bermanfaat untuk Pencegahan
penyakit. Dipraktekkan secara teratur pada saat-saat tertentu menurut aturan yang
sudah ada yaitu sebelum sakit. Tujuannya adalah mencegah masuknya sumber
penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh, penyembuhan penyakit, rehabilitasi,
dan promotif (Sukanta, 2001: 2). Manusia sehat memiliki unsur Yin dan Yang
yang relatif seimbang. Jika salah satu dominan maka kesehatan terganggu atau
tidak sehat. Pijat akupunktur dikenal sebagai akupresur bertujuan untuk
menyeimbangkan Yin dan Yang (Sukanta, 2008: 7).
Pijat akupresur tidak hanya efektif untuk mengobati berbagai macam
penyakit, tapi juga berguna untuk mencegah penyakit, menjaga kesehtan dan
memperpanjang usia. Selain itu, aman dan mudah, tidak menyebabkan sakit dan
dapat diterapkan tanpa memandang jenis kelamin dan usia (Dewi, 2017: 60).
3. Komponen Dasar Akupresur (Akupunktur)
Ada tiga komponen dasar akupresur :
a. Qi/Chi atau Energi Vital
Di dalam tubuh mengalir energi vital untuk kelangsungan hidup. Zat
sumber kehidupan ini dalam akupunktur dikenal dengan sebutan chi sie. Chi atau
Qi adalah energi dan Sie disamakan dengan darah. Kualaitas energi vital
seseorang dipengaruhi oleh makanan, minuman, lingkungan dan yang bersifat
herediter. Pembentukan energi sangat tergantung pada kondisi organ di dalam
tubuh (Sukanta (2008) dalam Herlina, 2015: 53).
b. Sistem meridian dan Lintasannya
Menurut Sukanta (2008) dalam Herlina 2015: 53, di dalam tubuh selain
mengalir sistem peredaran darah, sistem saraf dan sistem getah bening, terdapat
juga sistem meridian. Meridian berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi
vital, penghubung bolak-balik antar organ, bagian-bagian danjaringan tubuh,
panca indra, tempat masuk dan keluarnya penyebab penyakit serta tempat
rangsangan penyembuhan. Melalui sistem meridian ini energi vital dapat
diarahkan ke organ atau bagian tubuh yang sedang mengalami gangguan. Kita
dapat menekan titik energi pada lintasan meridian pada permukaan kulit dengan
menggunakan jari-jari atau alat tumpul lain yang tidak menembus kulit dan tidak
menimbulkan rasa sakit untuk menstimulasi kemampuan tubuh menyembuhkan
diri secara alami.
Sistem meridian terdiri dari 12 meridian umum dan 8 meridian istimewa.
Dari sekian banyak meridian, yang umum dipakai adalah 12 meridian umum dan
2 meridian istimewa, yaitu meridian paru-paru (Lung/LU), lambung/perut
(Stomach/ST), limpa (Spleen/SP), jantung (Heart/HT), usus besar (Large
intestine/LI), usus kecil (Small Intestine/SI), kantong kemih (Bladder/BL), ginjal
(Kidney/KI), selaput jantung (Pericardium/PC), triple warmer (TW/Sanjiao/SJ),
kantong empedu (Gall Bladder/GB), hati (Liver/LR/LU), Tu/Du (Governing
Vessel/GV) dan Ren (Conception Vessel/CV). Meridian-meridian tersebut saling
terkait dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya (Sukanta, 2008). Pada
penelitian ini akan dilakukan penekanan pada titik akupresur KI 3 (titik Tai Xi),
CV 3, CV 4 (titik Zhong Ji), SP 6 (titik Sanyinjiao).
4. Titik Akupresur
Menurut Sukanta (2008) dalam Herlina 2015: 53, terdapat ratusan titik
akupresur pada permukaan tubuh. Titik ini adalah tempat terakumulasinya
(berkumpulnya) energi vital. Semua titik-titik tersebut dapat digunakan sebagai
diagnosis maupun titik terapi. Menurut fungsinya ada tiga jenis titik akupunktur:
Titik tubuh atau titik umum. Titik ini adalah titik akupunktur yang berada
di sepanjang meridian. Titik ini langsung berhubungan dengan organ dan daerah
lintasan meridiannya.
Titik istimewa, adalah titik yang berada di luar lintasan meridian dan
mempunyai fungsi khusus. Titik nyeri adalah titik yang terdapat di daerah
keluhan. Kalau ditekan selalu terasa nyeri dan fungsinya hanya simptomatis,
penghilang rasa nyeri.
5. Cara Pemijatan
Teknik dalam pemijatan ini menggunakan teknik berlawanan arah jarum
jam (Tawaf). Penggunaan teknik tawaf sesuai dengan kaidah tangan kanan
(Fisika > medan magnet), bahwa putaran energi kalau bergerak berlawanan
dengan arah jarum jam, maka arah energi akan naik ke atas dan akan
mengeluarkan energi negatif (Akhmad, 2014: 241). Lama pijatan akupresur
berkisar 15-30 menit, teknik berlawanan arah jarum jam dilakukan sebanyak 40
kali putaran, dan dapat dilakukan sewaktu-waktu (Dewi, 2017: 60,62). Pemijatan
yang benar harus dapat menciptakan sensasi rasa nyaman, pegal, panas dan lain
sebagainya. Apabila sensasi rasa tercapai maka di samping sirkulasi chi (energi)
dan xue (darah) lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin
untuk memberikan rasa tenang (Hartono, 2012: 63).
6. Kontra Indikasi
Kontra indikasi pemijatan menurut Dewi, (2017: 45)
a. Baru saja melakukan hubungan sex
b. Baru saja menjalani transplantasi organ (titik tertentu)
c. Baru saja berkerja berat / berjalan jauh
d. Dalam keadaan marah / emosi tinggi
e. Hamil muda atau tak stabil (pada titik tertentu)
f. Kelelahan, terlalu lemah, terlalu lelah
g. Lapar / sangat lapar / kekenyangan
h. Menderita osteoporosis berat di telapak dan pergelangan kaki
i. Menderita penyakit menular (dirujuk ke dokter)
j. Menderita penyakit yang sangat berat
k. Menderita thrombosis dalam atau tromboflebitis
l. Penyakit parah perlu dirujuk ke rumah sakit
m. Sedang demam atau suhu tubuh tinggi
n. Memijat daerah dekat terdapatnya tumor (ganas)
o. Memijat daerah kulit yang sedang meradang
7. Lokasi Titik-titik Akupresur Terhadap Enuresis
Cara kerja akupresur ini sendiri cukup mudah dan sederhana karena tidak
memerlukan bantuan jarum akupuntur. Cukup dengan menekan pada titik-titik
tertentu sesuai dengan tujuan untuk apa akupresur dilakukan. Menurut (Dewi,
2017: 67) terdapat lokasi titik-titik akupresur terhadap enuresis, diantaranya :
a. Titik Shen Shu/Pang Guang Shu/Ci Liao (BL 23, BL 28, BL 32)
Titik akupresur Shen Shu (BL 23) terletak 1,5 cun disamping batas bawah
taju ruas tulang panggung ke dua. Titik Pang Guang Shu (BL 28) terletak 1,5 cun
disamping batas bawah taju ruas tulang kelangkang ke dua. Titik Ci Liao (BL 32)
terletak dalam lubang kelangkang belakang yang ke 2 kira-kira ditengah tulang
usus atas belakang dan saluran Du.
b. Titik Tai Xi/ Fu Liu (KI 3, KI 7)
Titik akupresur Taixi (KI 3) terletak 0,5 cun belakang mata kaki sisi
dalam. Titik Fu Liu (KI 7) terletak 2 cun diatas KI 3.
c. Titik Zhong Ji/ Guan Yuan (CV 3, CV 4)
Titik akupresur Zhong Ji terletak 4 cun di bawah umbilicus. Sedangkan
titik Guan yuan terletak 3 cun di bawah umbilicus.
d. Titik Sanyinjiao (SP6)
Titik akupresur menggunakan titik sanyinjiao (SP 6) titik ini terletak
sekitar tiga cun atau sekitar empat jari di atas malleolus internus, tepat di ujung
tulang kering.
8. Mekanisme Akupresur dalam Penurunan Frekuensi Enuresis
Sesuai dengan cara kerja dan fungsi dari terapi akupresur sendiri yaitu
salah satunya memperbaiki jaringan tubuh dan otot, dan pada kasus enuresis
akupresur difungsikan untuk memperbaiki fungsi ginjal dan meningkatkan fungsi
otot detrusor pada kandung kemih. Pada saat dilakukannya terapi, terapis akan
menekan titik tertentu pada tubuh, dengan menekan titik tersebut akan
merangsang keluarnya hormon endorphin, hormon ini merupakan hormone yang
dapat menimbulkan rasa kebahagiaan dan ketenangan, sehingga pada anak yang
mengalami enuresis yang disebabkan oleh rasa cemas, takut, stress dan masalah
psikologis, terapi akupresur sangat dapat membantu, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh akupresur pada anak dengan penurunan frekuensi
enuresis (Elvira, 2015).
9. Pengaruh Akupresur Terhadap Penurunan Frekuensi Enuresis
Hasil penelitian Elvira di Pontianak Tahun 2015 bahwa terapi akupresur
efektif terhadap penurunan frekuensi enuresis pada anak usia prasekolah. Rata-
rata frekuensi sebelum diberikan terapi yaitu 4,9 kali perminggu dengan standar
deviasi 1,792. Pada pengukuran setelah diberikan terapi didapatkan rata-rata
frekuensi enuresis 3,7 kali perminggu dengan standar deviasi 2,003. Hasil uji
statistik paired sample t test diperoleh nilai p value sebelum dan setelah dilakukan
terapi akupresur yaitu p=0,017 (p < 0,05) yang berarti ada perbedaan secara
signifikan antara frekuensi enuresis sebelum dan frekuensi enuresis setelah di
berikan terapi akupresur. Maka dapat disimpulkan bahwa terapi akupresur efektif
terhadap penurunan frekuensi enuresis pada anak usia prasekolah.
Liguang Tahun 2017 (Ang, 2017: 5) menggunakan akupunktur/akupresur
untuk mengobati 98 kasus enuresis pada anak dengan hasil pengobatan sembuh 68
anak (70,4%), membaik 23 anak (23,5%), tidak ada hasil 6 anak (6,12%) sehinga
didapatkan total efektif akupresur terhadap enuresis sebesar 93,9%.
Menurut penelitian Setiowati Tahun 2018 di Kabupaten Tanah Bambu
didapatkan hasil bahwa akupresur efektif terhadap frekuensi euresis. Sebagian
besar dari responden (74,1%) mengalami enuresis >3 kali dalam 1 minggu
sebelum diberikan terapi akupresur dan hampir setengahnya dari responden
(44,4%) mengalami enuresis >3 kali dalam 1 minggu sesudah diberikan terapi
akupresur. Berdasarkan hasil penelitian Erviana di wilayah Pringsewu Tahun
2014, dapat diketahui sebesar 37 responden (64,9%) memiliki pengetahuan kurang
baik dan sebesar 20 responden (35,1%) memiliki pengetahuan baik tentang toilet
training, sedangkan hasil penelitian Permana di wilayah kerja Poskeskel
Margorejo Kota Metro Tahun 2018 menyimpulkan bahwa akupresur efektif
terhadap frekuensi enuresis.
C. Moksibasi
1. Pengertian Moksibasi
Moksibasi adalah cara pengobatan tradisional yang menggunakan moksa
(ramuan daun-daunan yang dibakar), dari bahan daun Ay atau Arthemesia vulgaris
yang memiliki identifikasi dengan nama latin: Artemisia vulgaris L, nama
simplisia: Artemisiae Vulgaris Folium, nama Inggris: Folium artemisiae argyi
mugwort leaf, nama lokal: Baru Cina, nama daerah: Baru cina (Melayu); Daun
Sundamala (Melayu); Daun manis (Melayu); Beungkar kucing (Sunda); Suket
gajahan (Jawa Tengah); Rumput gajah (Jawa Tengah); Kolo (Halmahera); Goro-
goro cina (Ternate), suku: Asteraceae (Compositae), sinonim: A. Chinensis, A.
Igniaria, A. Indica, A. Integrifolia, A.moxa, A. Lavandulaefolia, Crossostephium
artemesioides.
Daun Artemisia Vulgaris dibakar di atas titik-titik akupunktur tertentu
sehingga panas yang ditimbulkan dari pembakaran moksa akan menembus kulit,
jaringan ikat atau jaringan otot dimana terletak titik akupunktur yang dituju,
kemudian akan disalurkan melalui meridian yang berangkutan sehingga
diharapkan akan menimbulkan reaksi pengobatan dan pencegahan penyakit yang
direncanakan (Rajin, 2015: 185). Diperkuat oleh Ikhsan (2017: 173) Moksibasi
adalah cara merangsang titik akupunktur dengan menggunakan moksa yaitu
cerutu yang terbuat dari daun Ngai (Arthemisia vulgaris) dengan cara dibakar.
Daya panas dari moksa tersebut melalui titik akupresur akan dialirkan menembus
permukaan kulit, otot dan kemudian sampai pada titik dan meridian sehingga akan
menimbulkan reaksi pengobatan, pencegahan dan perbaikan serta perawatan.
2. Prinsip Terapi Moksa
Pemilihan daun Atrhemisia Vulgaris sebagai bahan baku pembuatan
moksa karena daun tersebut bersifat pahit dan pedas yang mampu mengaktifkan
Yang-Qi dan bisa membuka 12 jalur meridian utama dan membuat Qi dan darah
tetap lancar sirkulasinya. Pedasnya itu bisa masuk kedalam melalui meridian dan
melancarkan Qi dan Xue, sedangkan pahitnya untuk menghilangkan lembab
(Ikhsan, 2017: 174).
3. Tujuan Moksibasi
Tujuan penggunaan moksibasi menurut Ikhsan (2017: 174)
a. Menghangati Qi Xue supaya lancar.
b. Mengusir penyebab penyakit dingin.
c. Menghangatkan Yang.
d. Menambahkan kekuatan Yang.
Teknik moksibasi dimaksudkan untuk mendapatkan efek Du yaitu api
dibiarkan mati sendiri, kemudian titik akupunktur yang dimaksud ditekan dan
efek Sie yaitu api merangsang tidak kontinyu dengan cara moksa di tiup-tiup atau
diangkat naik turun dan titik akupunktur dibiarkan saja dan jangan ditekan (Rajin,
2015: 186).
4. Teknik Moksibasi
Teknik moksibasi menurut Ikhsan (2017: 174)
a. Bu dengan cara api dibiarkan mati sendiri, kemudian titik akupunktur
yang dimaksud ditekan.
b. Xie dengan cara api moksa ditiup-tiup untuk menghasilkan api yang
besar sambil moksa diangkat naik turun dan tanpa adanya penekanan
di titik akupunktur.
5. Fungsi Moksa
a. Mengalir di meridian
b. Menghilangkan lembab dan dingin
c. Menghangatkan uterus
d. Menghangatkan limpa dan lambung
e. Mengatur menstruasi
f. Mengembalikan posisi janin
g. Mengaktifkan Yang Qi (Ikhsan, 2017: 174)
6. Aplikasi Penggunaan Moksa
Menurut Ikhsan (2017: 174) moksa dapat di aplikasikan pada pengguna
a. Sindrom dingin
b. Tonifikasi Yang
c. Stagnasi Qi dan Xue
d. Sindrom Lembab Dingin
e. Defisiensi Yang
f. Defisiensi Qi
7. Macam-Macam Moksa
Macam-macam moksa menurut Rajin, (2015: 186-187)
a. Bentuk kerucut, moksa bentuk kerucut dapat digunakan untuk
moksibasi cara langsung dan cara tak langsung.
b. Bentuk silinder, moksa bentuk silinder dapat digunakan untuk
moksibasi cara langsung cara mematuk, cara rotasi dan cara jarum jam.
8. Cara Penggunaan Moksa
Sebelum melakukan terapi moksibasi terlebih dahulu perlu ditimbangkan
beberapa ukuran moksa kerucut, berapa banyak moksa yang akan digunakan, serta
dimana akan dilakukan terapi moksibasi, keadaan penderita serta umur penderita
perlu dipertimbangkan. Pada umumnya 3-5 moksa kerucut digunakan untuk setiap
titik dan lama moksibasi adalah 10-15 menit untuk moksa batang. Untuk penderita
usia lanjut, anak-anak atau penderita lemah, gunakanlah moksa lebih sedikit dari
pada keadaan normal (Ikhsan, 2017: 176).
a. Moksibasi Moksa Kerucut
1) Cara langsung
Untuk melakukan cara ini, bagian yang akan dimoksa terlebih dahulu
diolesi dulu dengan parafin.
a) Cara tidak meninggalkan bekas. Setelah titik akupunktur diolesi dengan
parafin, kerucut diletakkan diatasnya, lalu dibakar. Setelah terasa panas
menyengat, moksa di angkat dengan capit, dan bila perlu diganti moksa baru.
b) Cara meninggakan bekas. Setelah titik akupunktur di olesi parafin, kerucut
diletakkan diatasnya, lalu dibakar, walaupun telah terasa panas yang
menyengat, moksa dibiarkan terbakar terus sampai habis. Akibatnya kulit
akan ikut terbakar. Dikatakan cara ini lebih bermanfaat.
2) Cara tidak langsung
Cara ini dilakukan dengan memberikan penyekat antara kerucut, moksa
dan kulit. Penyekat dapat berupa lapis garam dapur atau seiris jahe setebal
beberapa milimeter yang tengahnya ditusuk berulang-ulang supaya berlubang.
Moksibasi cara ini biasanya dilakukan pada Sen Cie (Umbilikus). Moksa kerucut
diletakkan diatas penyekat, lalu dibakar. Cara ini dapat mengobati kasus seperti :
perut mules, sakit perut hebat, diare dan juga kolaps dengan keringat dingin serta
lengan / tungkai dingin.
Teknik moksibasi untuk tujuan tonifikasi yaitu dengan membiarkan api
moksa mati sendiri dan kemudian titik akupunktur tersebut ditekan-tekan.
Sedangkan untuk tujuan sedasi api moksa ditiup-tiup dan titik akupunktur tidak
usah ditekan atau dibiarkan saja (Ikhsan, 2017: 175).
Pada penggunaan moksa yang dialas jahe atau bawang putih cenderung
terjadi pelepuhan di kulit, jika ini terjadi sobek sedikit dan keluarkan airnya,
kemudian olesi madu baru antiseptiknya (Ikhsan, 2017: 175).
b. Moksibasi Moksa Silinder (Rajin, 2015: 187).
1) Cara Langsung
Ujung moksa silinder (yang telah dibakar) yang diletakkan diatas kulit /
titik akupunktur yang dimaksud dengan cara dipegang tagan atau dengan
pencepit. Mula-mula ujung moksa didekatkan cukup dekat dengan kulit. Penderita
tentu akan merasakan panas yang menyengat. Selanjutnya, ujung moksa
dijauhkan sedikit demi sedikit, sehingga yang terasa adalah hangat yang nyaman.
Untuk pengamanan, ujung jari pelaksanan diletakkan didekat titik akupunktur
yang dituju sehingga bila terlalu dekat / terlalu panas, juga dapat dirasakan.
Dengan demikian kecelakaan dapat dihindarkan.
2) Cara mematuk
Dikatakan cara mematuk karena ujung moksa silinder yang sudah dibakar
itu didekatkan sampai dekat, lalu dijauhkan dan didekatkan kembali, berulang-
ulang, sehingga gerakan lengan seperti burung yang sedang mematuk-matuk.
Umumnya setiap titik dimoksibasi selama 5 menit (Yao, 2016: 26).
3) Cara rotasi
Batang moksa dinyalakan, ditujukan ke titik terapi yang dipilih, berjarak
sekitar 3 cm dari kulit. Batang moksa digoyangkan bolak-balik ke kiri-kanan atau
diputarkan di atas titik terapi, sampai terasa hangat panas setempat tapi tidak nyeri
terbakar. Biasanya setiap titik dimoksibasi 10-15 menit, rentang gerakan dalam
jarak sekitar 3 cm, ini sesuai untuk terapi nyeri angin dingin lembap dan
kelumpuhan (Yao, 2016: 26).
9. Patofisiologis Titik yang mempengaruhi enuresis
Ilmu kesehatan tradisional Tiongkok (TCM) berpendapat, patologis dari
penyakit enuresis adalah qi ginjal tidak cukup atau qi limpa dan paru-paru
defisiensi, kandung kemih disfungsi kontrol (Ang, 2017: 8). Oleh karena itu
enuresis anak berkaitan erat dengan paru-paru, limpa, dan ginjal.
Paru-paru adalah sumber air atas, paru-paru defisiensi mengakibatkan
disfungsi menyebarkan dan menurunkan (disfungsi pengaturan dan kontrol),
kandung kemih disfungsi kemampuan menyimpan mengakibatkan terjadinya
enuresis, oleh karena itu menggunakan cara menyebarkan atau mengangkat qi
paru-paru dapat melancarkan buang air kecil. Karena itu mengambil fungsi
mengangkat dari titik baihui (DU 20), titik ini terletak di atas kepala adalah titik
berkumpulnya yang, merupakan kumpulan dari ratusan meridian/titik, tempat
berkumpulnya qi dari meridian-meridian. Titik ini bersifat yang, di dalam yang
ada yin, dapat mengatur meridian yin dan yang seluruh tubuh, dan melalui
meridian du berhubungan dengan seluruh tubuh, melalui yang mengusir patogen,
mengangkan dan mengukuhkan disfungsi menyimpan dan mengontrol dari
kandung kemih yang mengakibatkan ngompol, ini makna dari “dengan menaikkan
untuk menurunkan”.
Pada organ limpa, pola makan yang tidak benar menyebabkan “limpa
sering defisiensi”, mengakibatkan limpa kehilangan fungsi mentransportasi, tidak
dapat menyebarkan nutrisi, tidak dapat menaikkan yang bersih dan menurunkan
yang keruh, limpa adalah sumber dari pertumbuhan, mengontrol transformansi
dan transportasi makanan-minuman, limpa defisiensi mengakibatkan limpa tidak
dapat menyebarkan cairan ke paru-paru, karenanya peredaran atau transportasi
cairan tidak terkontrol (bawah defisiensi dan tidak bisa naik) sehingga
menyebabkan enuresis. Pengobatan menggunakan sheng jineijin yang dapat
menguatkan limpa dan mengharmoniskan lambung, membantu limpa untuk
mengusir patogen. Ji neijin rasa asam, dapat menyerap dan mengikat, karena itu
mempunyai fungsi mencegah kebocoran urin (Ang, 2017: 8-9).
Pada bagian ginjal, ginjal sering mengalami defisiensi, mengontrol tulang
dan memproduksi sumsum, mengontrol membuka dan menutup, ginjal defisiensi
maka tidak dapat mengontrol air, mengakibatkan kandung kemih tidak kokoh dan
terjadi enuresis. Karena itu, mengambil titik mingmen (DU 4), shenshu (BL 23)
dua titik ini adalah tempat berkumpulnya esensi ginjal dan yuanqi, karena itu
dapat mentonifikasi yuanqi dan memelihara esensi ginjal.
Mingmen (DU 4) dalam 5 unsur termasuk api, shenshu (BL 23) dalam 5
unsur termasuk air kusus mengatur cairan tubuh, melancarkan meridian seluruh
tubuh. Cara ini adalah cara “air dan api saling menolong”. Keseluruhan titik
saling berkoordinasi membantu, membuat qi paru paru dapat menyebar, qi limpa
dapat transportasi, defisiensi ginjal mendapatkan pemulihan.
Akupunktur / akupresur untuk mengontrol / mengatur qi, menggunakan
cara mengambil atas untuk mengobati penyakit di bawah, mengatur untuk
menjaga qi, menjaga maka qi datang. Dalam klinis mendapatkan hasil metode
pengobatan “dengan naik mengharmoniskan turun”, “dengan tonifikasi untuk
mendapatkan kontrol” (Ang, 2017: 10).
10. Lokasi Titik-titik Moksibasi terhadap enuresis
a. Titik guanyuan (RN 4) dan Titik baihui (DU 20)
Titik RN 4 adalah titik meridian ren, sifat dari titik ini condong ke
tonifikasi, adalah titik utama untuk menguatkan tubuh, moksibasi titik ini dapat
menghangatkan dan tonifikasi yuan ginjal, merangsang/ mengaktifkan yang
ginjal, menambah dan mengukuhkan jing/esensi. Titik DU 20 adalah titik
meridian du, mempunyai fungsi menguatkan otak dan menenangkan shen,
menaikkan dan mengumpulkan, menaikkan yang dan mengangkat yang turun,
menyadarkan otak dan membuka indera, memperbaiki fungsi organ zangfu. Titik
baihui terletak di atas kepala, ada makna sakit di bawah mengambil pengobatan
di atas, DU 20 juga adalah tempat tinggal dri yuanshen, mempunyai fungsi
menenangkan shen dan menguatkan otak, melalui pengaturan korteks serebral,
mendapatkan perbaikan/penyesuaian fungsi tubuh. Kedua titik ini adalah
kombinasi di dalam hangat ada tonifikasi, di dalam pengokohan ada menaikkan,
mencakup luar dalam, kedua titik ini dapat dilakukan moksibasi setiap 30 menit,
10 hari sebagai satu paket pengobatan. Penelitian Dokter Li Ping dan Yue Lan
menggunakan akupunktur kepala dan tubuh untuk mengobati 36 anak enuresis,
hasilya 80% sembuh, 14% membaik, 6% tidak ada hasil, tingkat total efektif 94%
(Ang, 2017: 11-12).
b. Titik shenshu (BL 23)
Tonifikasi titik shenshu (BL 23) titik shu punggung/ belakang ginjal
mempunyai fungsi menambah qi ginjal, menguatkan yuanyang (Ang, 2017: 15-
18).
11. Mekanisme Moksibasi dalam Penurunan Frekuensi Enuresis
Penyebab enuresis pada anak-anak berkaitan erat dengan paru-paru, limpa,
ginjal, patogenesis-nya adalah qi ginjal defisiensi, yuanqi bawah tidak kokoh,
mengakibatkan kandung kemih disfungsi kontrol dan terjadi enuresis. Buku
“youyou jicheng” menyatakan “Enuresis semuanya disebabkan karena kandung
kemih defisiensi dan dingin”. Menjelaskan bahwa Jiao bawah defisiensi dan
dingin adalah penyebab utama enuresis, karena itu menggunakan cara pengobatan
menghangatkan mentonifikasi dan mengukuhkan, mengambil titik meridian ren
dan meridian kandung kemih shenshu (BL 23) sebagai titik utama.
Tonifikasi titik shenshu (BL 23), titik shu punggung/ belakang ginjal
mempunyai fungsi menambah qi ginjal, menguatkan yuanyang. Titik guanyuan
(RN 4) untuk meningkatkan dan menambah qi ginjal, titik RN 4 berhubungan
dengan mingmen zhenyang, dapat mentonifikasi dan menambah yuanqi,
meningkatkan dan memperkuat ginjal, di moksibasi dapat mengobati ngompol
dan gejala-gejala lain, juga mempunyai peran yang kuat dalam pencegahan
penyakit dan memperkuat kesehatan tubuh.
Mengukuhkan xiayuan/qi bawah, titik sanyinjiao (SP 6) adalah titik
pertemuan tiga meridian yin kaki, dapat mentonifikasi hati, limpa, ginjal.
Mempunyai kemampuan untuk memperkuat fungsi transformasi qi dari kandung
kemih, menguatkan mingmen, mengukuhkan yuanqi bawah, karena itu dapat
mengobati enuresis akibat defisiensi ginjal. Titik zhongi (RN 3) dan
pangguangshu (BL 28) adalah titik mu meridian kandung kemih dan titik shu
punggung / belakang, kombinasi dari titik shu dan mu, dapat meningkatkan fungsi
transformasi qi kandung kemih, neiguan (PC 6), taixi (KI 3) dapat melancarkan
hubungan jantung dan ginjal, baihui (DU 20) adalah titik utama meridian du,
mempunyai fungsi menjaga keseluruhan yang tubuh, adalah titik pertemuan
meridian du dan meridian kaki taiyang. Akupunktur/akupresur ditambah
moxibusi, dapat menyadarkan otak dan membuka indera, ke bawah mengukuhkan
kandung kemih, adalah pengobatan yang utama untuk enuresis pada anak. Moksa
memiliki fungsi menghangatkan dan merangsang kandung kemih, menstimulasi
pembuluh darah, mengatur dan mengontrol saraf (Ang, 2017: 15-18).
12. Pengaruh Moksibasi Terhadap Enuresis
Guiyan dan Guoxin Tahun 2017 dalam Ang (2017: 10) menggunakan
moksa di titik guanyuan / (RN 4), baihui / (DU 20) untuk mengobati 89 anak
enuresis, didapatkan hasil sembuh 76 anak (85,4%), membaik 11 anak (12,4%),
dan tidak ada hasil 2 anak (2,2%). Sehingga didapatkan total efektifitas moksibasi
terhadap enuresis adalah 97,8%.
Pingyun Tahun 2009 dalam Ang (2017: 16) menggunakan moksibasi
ditambah akupunktur telinga untuk mengobati 30 anak enuresis, setelah melewati
1 paket pengobatan didapatkan hasil sembuh 11 anak (36,7%), anak yang lain ada
berbagai tahapan membaik. Setelah melewati 2 paket pengobatan didapatkan hasil
sembuh 12 anak, melewati 3 paket pengobatan didapatkan hasil sembuh 5 anak.
Membaik (jumlah ngompol berkurang secara signifikan, pada waktu tidur dapat
dibangunkan untuk buang air kecil) 2 orang. Setelah melewati 3 paket
pengobatan, tingkat efektifitas kesembuhan mencapai 93%.
13. Waktu pelaksanaan moksibasi
Moksibasi mengobati enuresis mempunyai hasil yang baik, pengobatan
dapat memilih waktu sore hari, atau sebelum tidur selama 5 menit menggunakan
moksa batang (Ang, 2017: 4).
D. Kerangka Teori
Kerangka teori untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan dalam
usulan penelitian, diperlukan tinjauan kepustakaan yang kuat. Kerangka teori ini
sangat penting dalam mendasari penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2014: 100). Adapun kerangka teori dapat dilihat pada Gambar 1.
(Sumber : Permatasari 2018, Pudjiastuti, dkk. 2013, Soetjiningsih; Ranuh 2017,
Kyle; Susan 2016, Gontard 2012, Ang 2017)
Gambar 1
Kerangka Teori
Penurunan
Frekuensi Enuresis
Penatalaksanaan Enuresis: 1. Farmakoterapi
a. Obat Impramine b. Obat Desmopresin
2. Non Farmakologi a. Edukasi dan Motivasi b. Membatasi intake cairan di malam hari c. Terapi Alarm d. Terapi Lain (Uroterapi)
1) Intruksi untuk tidur dengan jumlah yang cukup
2) Latihan visualisasi setiap hari 3) Meningkatkan kesadaran daytime
voiding 4) Menggunakan posisi badan yang
optimal untuk berkemih 5) Setelah makan malam, anak tidak
boleh di beri makan cair 6) Sebelum pergi tidur, anak harus
buang air kecil. 7) Sebelum orangtua pergi tidur, anak
harus buang air kecil e. Terapi komplementer
1) Akupuntur 2) Akupresur dan Moksibasi
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraks yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang khusus atau merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitan yang akan dilakukan. Oleh
karena itu, konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung
diamati atau diukur (Notoatmodjo, 2014: 83). Kerangka konsep penelitian ini
seperti pada gambar 2.
Gambar 2
Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel
adalah sesuatu yang digunakan sebagai siri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu,
misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2014: 103).
1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas adalah variabel yang dihipotesiskan mempengaruhi atau
menyebabkan terjadinya suatu hubungan dengan variabel lainnya. Variabel bebas
dari penelitian ini adalah akupresur dan moksibasi.
Penurunan Frekuensi
Enuresis
Terapi Akupresur
Dan
Moksibasi
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang dihipotesiskan dipengaruhi
(dependent) atau disebabkan oleh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah enuresis.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah suatu variabel bebas (selain dari penyebab
yang dihipotesiskan) yang mempunyai atau dapat menimbulkan pengaruh pada
variabel tidak bebas, tetapi penyebarannya secara sistematik berkaitan dengan
variabel penyebab yang dihipotesiskan. Variabel pengganggu dalam penelitian ini
adalah toilet training dan pembatasan intake cairan di malam hari.
G. Hipotesis
Menurut Notoatmodjo (2014: 84) bahwa hipotesis dalam suatu penelitian
berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Hipotesis sangat
penting bagi suatu penelitian karena dengan hipotesis ini maka penelitian
diarahkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh terapi akupresur
dan moksibasi terhadap penurunan frekuensi enuresis pada anak usia prasekolah
di Puskesmas Tejo Agung Kota Metro”.
H. Definisi Operasional
Definisi variabel operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional sehingga bersifat spesifik (tidak berinterpretasi ganda) dan terukur
(observable and measurable). Definisi operasional ini penting dan diperlukan
agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) konsisten antara
sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain (Notoatmodjo,
2014: 85). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil
Ukur Skala
1
Akupresur
dan
Moksibasi
Penekanan pada titik
(Conception Vessel / CV
/REN 3), (Conception Vessel
/ CV / REN 4) mengunakan
teknik menotok dan pada
titik (Kidney / KI 3), (Spleen
/ SP 6) menggunakan teknik
pemijatan memutar
berlawanan arah jarum jam.
Masing-masing titik di pijat
sebanyak 40 kali berkisar 15-
30 menit, dilanjutkan dengan
menggunakan moksa silinder
dengan teknik mematuk
dalam waktu 5 menit pada
titik (Conception Vessel / CV
4), terapi dilakukan 3 kali
perminggu.
Wawancara
dan
Observasi
Lembar
Observasi
Dilakukan
terapi
akupresur
dan
moksibasi
Nominal
2 Enuresis Kondisi anak usia 3-6 tahun
yang tidak dapat menahan
buang air kecil pada saat
tidur di malam hari, minimal
mengompol 2 kali dalam
seminggu.
Wawancara
dan
Observasi
Kuesioner Frekuensi
enuresis
Rasio