Upload
doandien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Etos menurut kamus besar Bahasa Indonesia bermakna semangat kerja
yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok. Istilah Ethos
dalam kamus bahasa Inggris yang diartikan sebagai watak atau semangat
fundamental suatu budaya berbagai ungkapan yang menunjukan kepercayaan,
kebiasaan atau perilaku suatu kelompok masyarakat. Jadi etos kerja berkaitan
erat dengan budaya kerja.
Etos kerja adalah segala ilmu kebaikan dan keburukan didalam hidup
manusia yang merupakan pertimbangan perbuatan melakukan perbuatan kerja
seseorang akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan
pada keyakinan bahwa bekerja itu ibadah,dengan ciri-ciri sebagai berikut yang
mencakup disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, memiliki jiwa
wirausaha, mandiri, memperhatikan kesehatan dan gizi, menjalin komunikasi
(Tasmara, 2002).
Menurut Chong dan Tai (dalam Wirawan, 2007) etos kerja adalah
mengenai ide yang menekankan individualisme atau independensi dan
pengaruh positif bekerja terhadap individu. Bekerja dianggap baik karena
meningkatkan derajat kehidupan serta status sosial seseorang. Berupaya
bekerja keras akan memastikan kesuksesan. Yousef (2007) menyatakan bahwa
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
10
etos kerja merupakan konsep yang memandang pengabdian atau dedikasi
terhadap pekerjaan sebagai nilai yang berharga.
Sinamo (2005) menyatakan bahwa “etos kerja adalah seperangkat
perilaku kerja positif yang berakal pada kesadaran yang kental, keyakinan yang
fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral.
Istilah paradigma di sini berarti konsep utama tentang kerja itu sendiri yang
mencakup idealisme yang mendasari, prinsip-prinsip yang mengatur, nilai-nilai
yang menggerakkan, sikap-sikap yang dilahirkan, standar-standar yang hendak
dicapai, termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode etik, kode moral dan
kode perilaku bagi para pemeluknya.
Menurut Anoraga (1992) etos kerja merupakan suatu pandangan dan
sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam
komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi
manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan
pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan,
maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah
Dari berbagai pengertian etos kerja di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa etos kerja merupakan suatu konsep kerja seorang pegawai yang
tercermin pada perilakunya dalam bekerja. Pegawai yang memiliki etos kerja
yang tinggi akan bekerja keras, tidak membuang-buang waktu selama bekerja,
jujur, mau bekerja sama, dan sebagainya. Etos kerja merupakan tata nilai yang
mencakup disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, mandiri, dan menjalin
komunikasi.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
11
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja.
Faktor ialah hal yang mendorong setiap individu untuk melakukan
sesuatu, dalam hal ini jika dikaitkan dengan etos kerja maka dapat diartikan
bahwa hal yang melatarbelakangi setiap pegawai untuk melakukan sesuatu.
Menurut Siagian (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja antara
lain adalah:
a. Motivasi.
Motivasi bisa berpengaruh untuk meningkatkan etos kerja.
Motivasi secara umum sering diartikan sebagai sesuatu yang ada pada diri
seseorang yang dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan dan
mengarahkan perilaku seseorang untuk melakukan sesuatu. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Maslow yang dikutip oleh Siagian ( 2007) yaitu
bahwa manusia itu mempunyai lima tingkat atau hirarki kebutuhan:
1) kebutuhan fisiologika, 2) kebutuhan keamanan, 3) kebutuhan sosial,
4) keempat yaitu kebutuhan prestise dan 5) aktualisasi diri. Kelima
kebutuhan ini bisa membentuk etos kerja pada setiap pegawai, di mana
ketika seluruh kebutuhannya dipenuhi diharapkan bahwa setiap pegawai
mempunyai pandangan cara bekerja yang baik, karena secara tidak langsung
bahwa motivasi dapat menimbulkan peningkatan prestasi kerja.
b. Penilaian Prestasi
Dengan adanya penilaian prestasi kerja berarti para bawahan sudah
mendapat perhatian dari atasannya sehingga mendorong mereka untuk
bergairah bekerja, penilaian harus dilakukan secara objektif dan jujur serta
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
12
ada tindak lanjutnya. Penilaian prestasi merupakan evaluasi terhadap
perilaku prestasi kerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan
penilai. Kegunaan penilaian menurut Hasibuan (2003) berguna untuk
perusahaan dan bermanfaat bagi karyawan, yaitu antara lain:
1) Sebagai dasar mengambil keputusan hal ini digunakan untuk promosi,
dmosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses
dalam pekerjaannya.
3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan.
4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan ke efektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, biaya pengawasan,
kondisi kerja dan peralatan kerja.
5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang berada dalam organisasi.
c. Peraturan Organisasi
Peraturan organisai adalah dasar pelaksanaan kerja yang
menyangkutn tentang hubungan pokok-pokok, hubungan kerja, serta
bagaimana melakukan pekerjaan itu, jadi apabila peraturan itu tidak terumus
dengan baik maka hal ini akan menjadi celah bagi setiap karyawan untuk
melakukan kelalaian dan melepaskan diri dari tanggung jawab, dan apabila
kelalaian ini dilakukan secara berulang-ulang maka sudah dapat dipastikan
bahwa karyawan tidak memiliki etos kerja yang baik.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
13
d. Pengaruh Antar Sesama Rekan Kerja
Dalam hal pergaulan antara sesama pegawai dalam sebuah
organisasi tentu saja akan memberikan dampak yang positif apabila terjadi
kecocokan, sehingga dari kecocokan tersebut akan timbul kegairahan kerja
yang tinggi, namun jika ketidak cocokan terjadi maka akan menimbulkan
souatu sikap yang merugikan, yaitu sifat lesu dan menjemukan dan hal ini
akan berdampak bagi prestasi kerja mereka dalam melayani masyarakat.
e. Pengawasan
Pengawasan merupakan proses pengamatan pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
Pengawasan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengetahui pelaksanaan
tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak,
apakah lancar atau tidak.
f. Pembinaan
Suatu organisasi akan berjalan dan bergerak maju, sangat
tergantung dari upaya pembinaan atau perintah dari pemimpinnya.
Pembinaan harus mempunyai tujuan yang jelas, karena fungsi pembinaan
berhubungan langsung dengan upaya dalam meningkatkan kinerja pegawai
dalam merealisasikan tujuan pelayanan. Fungsi pembinaan adalah agar
karyawan melakukan tugas sesuai dengan usaha untuk mencapai tujuan
organisasi. Adapun tujuan pembinaan dalam sebuah organisasi adalah
sebagai berikut :
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
14
1) Mengkoordinir kegiatan staf pelaksana, agar kegiatan yang beragam
terkoordinir pada satu arah atau satu tujuan.
2) Memelihara hubungan / komunikasi antara pimpinan dan staf.
3) Mendidik atau memberi tambahan pengetahuan / pengalaman bagi staf.
4) Pengawasan atau pengendalian, pembinaan dimaksudkan agar tidak
terjadi penyimpangan dan diarahkan pada tujuan organisasi.
Sementara menurut Novliadi (2009), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi etos kerja yaitu:
a. Agama
Menurut Weber pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai.
Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para
penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai
oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan
beragama. Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism berbagai studi tentang Etos Kerja berbasis agama sudah
banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya
korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dan kemajuan
ekonomi, kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).
b. Budaya
Menurut Rosmiani (1996) Etos Kerja terkait dengan sikap mental, tekad,
disiplin dan semangat kerja. Sikap ini dibentuk oleh sistem orientasi nilai-nilai
budaya, yang sebagian bersumber dari agama atau sistem kepercayaan/paham
teologi tradisional. Kualitas Etos Kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi
nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
15
nilai budaya maju akan memiliki Etos Kerja yang tinggi dan sebaliknya,
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki
Etos Kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki Etos Kerja.
c. Sosial Politik
Etos Kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. Orientasi ke depan dengan
penghargaan yang cukup kepada kompetisi dan pencapaian (achievement)
akan melahirkan orientasi lain, yaitu semangat profesionalisme yang
menjadi tulang-punggung masyarakat modern.
d. Kondisi Lingkungan/Geografis
Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang
berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan
mengambil manfaat, terutama bagi penghidupan di lingkungan tersebut.
e. Pendidikan
Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada
pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan
perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin
meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat.
f. Struktur Ekonomi
Tinggi rendahnya Etos Kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi
anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras
mereka dengan penuh.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
16
g. Motivasi Intrinsik individu
Anoraga mengatakan bahwa Individu yang akan memiliki Etos
Kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos Kerja
merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-
nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang menjadi suatu
motivasi kerja., maka Etos Kerja juga dipengaruhi oleh motivasi seseorang.
3. Aspek-aspek Etos Kerja
Sinamo (2005) berpendapat bahwa setiap manusia memiliki spirit/roh
keberhasilan, yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan.
Roh inilah yang menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras,
disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya
melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja tertentu.
Menurut Sinamo (2005) ada delapan aspek etos kerja, yaitu:
a. Kerja adalah Rahmat
Kerja adalah rahmat, oleh karena itu harus disyukui karena:
1) Pekerjaan itu sendiri adalah berkat Tuhan.
2) Karyawan selain menerima gaji tau upah dalam bekerja, juga menerima
fasilitas, jabatan dan berbagai tunjangan.
3) Talenta yang menjadi keahlian juga merupakan berkat dari Tuhan.
4) Bahan baku yang dipakai dan diolah dalam bekerja juga telah tersedia
karena rahmat Tuhan.
b. Kerja adalah amanah
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
17
Dari etos kerja adalah amanah, memunculkan kesadaran bahwa bekerja
merupakan amanah, dan akan melahirkan kewajiban moral yaitu tanggung
jawab yang kemudian menumbuhkan keberanian moral dan keinginan yang
kuat untuk:
1) Bekerja sesuai dengan job description dan mencapai target-target kerja
yang ditetapkan.
2) Tidak menyalahgunakan fasilitas organisasi.
3) Tidak membuat dan mendistribusikan laporan fiktif.
4) Tidak menggunakan jam kerja untuk kepentingan pribadi.
5) Mematuhi semua aturan dan peraturan organisasi.
c. Kerja adalah panggilan
Kerja merupakan panggilan, yang terpenting adalah agar manusia dapat
bekerja tuntas dan selalu mengedepankan integritas:
1) Setiap orang lahir ke dunia dengan panggilan khusus.
2) Memiliki integritas yang kuat, komitmen, kejujuran, keberanian
mendengarkan nurani dan memenuhi tuntutan profesi dengan segenap
hati, pikiran dan tenaga.
3) Integritas adalah komitmen, janji yang harus ditepati, untuk menunaikan
darma dengan tuntas.
4) Integritas berarti bersikap jujur dan berkehendak baik.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
18
d. Kerja adalah aktualisasi
Aktualisasi diri atau pengembangan potensi dapat terlaksana melalui
pekerjaan. Tujuan aktualisasi yang terpenting adalah:
1) Tak ada sukses yang berarti tanpa kerja keras.
2) Kerja keras adalah langkah menuju impian yang diidamkan.
3) Tidak berkecil hati saat mendapat halangan, jadikan batu lompatan
untuk mendapatkan kesuksesan.
4) Sesuatu yang besar diperoleh ddengan kerja keras penuh semangat.
e. Kerja adalah ibadah
Kerja itu ibadah, yang intinya tindakan memberi atau membaktikan harta,
waktu, tenaga dan pikiran. Melalui pekerjaan manusia dapat memiliki
kepribadian, karakter, dan mental yang berkembang, yang menghasilkan
kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan.
f. Kerja adalah seni
Kerja sebagai seni yang mendatangkan kesuksesan dan gairah kerja
bersumber pada aktivitas-aktivitas kreatif, artistik, dan interaktif. Pekerjaan
yang dihayati sebagai seni terutama terlihat dari kemampuan manusia
berpikir tertib, sistematik , konseptual, kreatif memecahkan masalah,
imajinatif menemukan solusi, inovativ mengimplementasikannya, dan
cerdas saat menjual.
g. Kerja adalah kehormatan
Kerja sebagai kehormatan memiliki dimensi yang sangat kerja, yaitu:
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
19
1) Secara okuposional, pemberi kerja menghormati kemampuan karyawan
sehingga layak melalkukan tugas.
2) Secara psikologis, pekerjaan menyediakan rasa hormat dan kesadaran
dalam individu bahwa ia memiliki kemampuan yang dibuktikan dengan
prestasi.
3) Secara sosial, kerja memberikan kehormatan karena berkarya.
4) Secara financial, pekerjaan memampukan manusia mandiri secara
ekonomis.
5) Secara moral, kehormatan berarti mampu menjaga perilaku etis.
6) Secara personal, kehormatan berarti keterpercayaan dari bersatunya kata
dan perbuatan.
7) Secara profesional, kehormatan berarti prestasi unggul (superior
performance).
h. Kerja adalah pelayanan
Tujuan pelayanan yang terpenting adalah agar manusia selalu bekerja
paripurna dengan tetap rendah hati. Apabila semua orang bekerja sesuai
dengan hakikat profesi dan pekerjaannya, melayani dengan sempurna
pernah kerendahan hati, maka setiap orang bahkan masyarakat akan
bergerak ke tingkat kemuliaan yang tinggi.
Anoraga (1992) memaparkan secara eksplisit beberapa aspek yang
mendasari bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja, yang disimpulkan
sebagai berikut:
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
20
a. Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia
b. Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan.
c. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral
d. Pekerjaan merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan
berbakti
e. Pekerjaan merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih.
Menurut Kusnan (2004), etos kerja mencerminkan suatu sikap yang
memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila
menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia,
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur
bagi eksistensi manusia,
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan
manusia,
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja yang
rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya (Kusnan, 2004), yaitu;
a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
21
d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Dari berbagai aspek yang ditampilkan ketiga tokoh di atas, dapat
dilihat bahwa aspek-aspek yang diusulkan oleh dua tokoh berikutnya telah
termuat dalam beberapa aspek Etos Kerja yang dikemukakan oleh Sinamo.
Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam etos kerja tersebut merupakan
ruh seseorang dalam bekerja yang memberi motivasi murni untuk meraih dan
menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma menjadi perilaku yang
khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggung
jawab dan sebagainya melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas
paradigma.
4. Ciri-ciri Etos Kerja
Etos kerja berhubungan dengan perilaku kerja, setiap karyawan
memiliki perasaan atau sikap terhadap kerja yang dilakukan dan sikap tersebut
tidak sama setiap karyawan, ketidaksamaan tersebut mengakibatkan
pencapaian hasil yang berbeda. Etos kerja adalah segala ilmu kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia yang merupakan pertimbangan perbuatan
melakukan perbuatan kerja seseorang akan tampak dalam sikap dan tingkah
lakunya yang dilandaskan pada keyakinan bahwa bekerja itu ibadah,dengan
ciri-ciri sebagai berikut yang mencakup disiplin, jujur, percaya diri, tanggung
jawab, memiliki jiwa wirausaha, mandiri, memperhatikan kesehatan dan gizi,
menjalin komunikasi (Tasmara, 2002).
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
22
Puspitasari (2009), dalam penulisannya menyampaikan bahwa etos
kerja merupakan bagian dari tata nilai yang dimiliki seseorang akan tampak
dalam sikap dan tingkah lakunya, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Disiplin
Disiplin diri dapat diartikan dengan pemanfaatan diri sesuai dengan
ketepatan waktu untuk mencapai cita-cita, karena kedisiplinan sangat
penting untuk menunjang tercapainya tujuan (Tarmuji, 1996). Sikap disiplin
dapat dilihat dari : ketepatan waktu dalam bekerja, kerapihan dalam
penggunaan alat, bekerja dengan baik dan sesuai dengan prosedur kerja.
b. Kejujuran
Jujur adalah perilaku yang diikuti oleh sikap tanggung jawab atas apa yang
telah diperbuatnya tersebut. Jujur pada diri sendiri maka, kesungguhan yang
amat sangat untuk meningkatkan mengembangkan misi dan bentuk
keberadaanya untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain. Kejujuran
adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang
telah diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2003). Sikap jujur dapat dilihat
dari sikap karyawan dalam mengakui adaya kesalahan dalam pekerjaanya,
misalnya melakukan kelalaian atau tidak menyelesaikan tugas seperti sudah
ditetapkan.
c. Percaya diri
Percaya diri melahirkan, kekuatan, keberanian, dan tegas dalam bersikap.
Percaya diri memiliki sesuatu pengertian tindakan atau sikap dan keyakinan
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
23
seseorang untuk memulai melakukan dan menyelesaikan sesuatu pekerjaan
yang dihadapi (Tarmuji, 1996). Orang yang percaya diri memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri juga
selalu ditunjukanoleh ketenangan, ketekunan, kegairahan,dan kemantapan
dalam melakukan kegiatan (Suryana, 2003). Sikap percaya diri dapat
ditunjukan melalui keyakinan karyawan untuk memulai, melakukan dan
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi dengan ketenangan,
ketekunan, kegairahan dan kemantapan dalam melakukan pekerjaan
keyakinan akan kemampuan untuk mencapai keberhasilan.
d. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan tindakan seseorang didalam menerima
sesuatu sebagai amanah. Tanggung jawab merupakan fungsi atau aktifitas
yang diserahkan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu (Sastrohadiwiryo, 2003). Sikap tanggung jawab dapat dilihat dalam
semangat dan memiliki kesadaran akan kewajiban menyelesaikan tugas
yang diberikan dengan baik sehingga akan menghasilkan pekerjaan yang
optimal.
e. Mandiri
Mandiri yaitu jiwa yang merdeka yang mampu mengeluarkan kreatifitas dan
inovasinya sehingga mampu memperoleh hasil dan usaha atas karsa dan
karya yang dibuahkan dari dirinya sendiri. Prinsip mandiri sangat erat
hubunganya dengan prinsip percaya pada diri sendiri yang keduanya tidak
berarti tertutup untuk menerima bantuan orang lain baik berupa saran, atau
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
24
yang lain tetapi jangan sampai apa yang diterima membuat tergantung
dengan orang lain (Tarmuji, 1996). Sikap mandiri dapat dilihat saat
karyawan bekerja, yaitu kemampuan karyawan menyelesaikan tugas dan
menyelesaikan masalah.
f. Jalinan Komunikasi.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan,ide
gagasan) dari suatu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling
mempengaruhi terhadap keduanya. Pada umumnya komunikasi dilakukan
dengan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti kedua belah pihak.
Komunikasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan gerak badan
misalnya dengan cara tersenyum, mengelengkan kepala, menggangkat bahu
dan lain-lain. Dalam bekerja diperlukan adanya komunikasi baik
komunikasi dengan rekan bekerja maupun pimpinan dengan adanya
komunikasi yang baik akan menambah semangat dalam bekerja. Menjalin
komunikasi dapat dilihat dari hubungan karyawan satu dengan karyawan
yang lain serta karyawan dengan pimpinan, dengan adanya komunikasi
yang baik maka akan tercipta keharmonisan dalam bekerja sehingga akan
menambah semangat bekerja.
Peningkatan etos kerja harus diperhatikan oleh setiap pegawai agar
menghasilkan prestasi kerja yang baik. Semakin tinggi etos kerja pegawai
semakin tinggi pula prestasi kerja yang dihasilkan. Ciri-ciri etos kerja di atas
harus dimiliki oleh setiap individu dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam
penulisan ini mendasari pemahamannya pada ciri-ciri etos kerja yang
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
25
disampaikan oleh Puspitasari (2009) sebagai indikator etos kerja yaitu tata
nilai yang mencakup disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, mandiri,
dan menjalin komunikasi.
B. Konflik Kerja
1. Pengertian Konflik Kerja
Pada dasarnya konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak
senang oleh pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap
penting. Konflik di perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak, yang
merintangi hubungan individu dengan kelompok. Adanya perbedaan
pandangan diantara setiap orang berpotensi menyebabkan terjadinya
pergeskan, sakit hati dan lain-lain.
Konflik dalam kegiatan perusahaan timbul karena adanya kenyataan
bahwa mereka harus membagi sumber daya, sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja dan adanya kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan dan nilai persepsi. Konflik di dalam perusahaan tidak
bisa dielakan tetapi bisa di minimalisir untuk tujuan-tujuan perusaahan agar
karyawan berfikir kritis, apatis dan produktif.
Menurut Rahim (2011) dalam Managing Conflict in Organizations,
konflik adalah suatu proses interaktif yang termanifestasi dalam hal-hal seperti
ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau kejanggalan baik di intra individu
maupun interentitas sosial seperti individu, kelompok, ataupun organisasi.
Rina (2005) mengemukakan bahwa konflik adalah pertentangan yang
terjadi dalam suatu organisasi dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
26
mengenai tujuan perusahaan, kompetisi antar departemen, antar bagian, antar
unit kerja, para manajer yang bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan
posisi dan kekuasaan.
Rivai (2004) berpendapat bahwa konflik adalah ketidaksesuaian
antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi)
yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja
dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,
nilai atau persepsi.
Bedasarkan beberapa di atas maka dapat disimpulkan bahwa konflik
kerja adalah ketidak sesuaian antara dua orang atau lebih di dalam perusahaan
karena adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai, tujuan, serta kompetisi untuk
memperbutkan posisi dan kekuasaan menurut sudut pandang masing-masing
untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Bentuk Dan Jenis-Jenis Konflik Kerja
Menurut Jehn (1995) dalam Alfiah (2008), bentuk-bentuk konflik
yang biasa terjadi dalam perusahaan diantaranya yaitu meliputi :
a. Konflik hierarki (hierarchical conflict), yaitu konflik yang terjadi pada
tingkatan hierarki organisasi. Contohnya, koflik antara kominsaris dengan
direktur utma, pimpinan dengan karyawan, pengurus dengan anggota
koperasi, pengurus dengan karyawan dan lain-lain.
b. Konflik fungsional (functional conflict), yaitu konflik yang terjadi dari
berbagai macam-macam fungsi departemen dalam organisasi. Contohnya,
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
27
konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran,
bagian administrasi umum dengan personalia.
c. Konflik staf dengan kepala unit (line staff conflict), yaitu konflik yang terjadi
anatara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan
dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : Karyawan staf secara tidak
formal mengambil wewenang berlebihan.
d. Konflik formal-informal (formal-informal conflict), yaitu konflik yang
terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal
dengan organisasi formal. Contoh: Pemimpin yang menempatkan norma
yang salah pada organisasi.
Sedangkan beberapa menurut Jehn (1995) dalam Alfiah (2008) jenis
konflik kerja yang biasa terjadi dalam suatu perusahaan diantarnnya yaitu :
a. Konflik dalam diri seseorang.
Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus
memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang
harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi
karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuanya.
b. Konflih antar-individu.
Konflik antar individu seringkali terjadi karena adanya perbedaan tentang
isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan,
konflik antar individu ini biasanya akan berkelanjutan apabila tidak ada
konsekuensi serta pihak-pihak yang lebih dan berpengaruh di dalam konflik
tersebut untuk memadamkanya.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
28
c. Konflik antar-anggota kelompok.
Suatu kelompok dapat mengalami konflik Substantif dan afektif. Konflik
substantif adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang
berbeda. Jika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang
berbeda atas data yang sama, dikatakan kelompk tersebut tersebut
mengalami konflik Substantif. Sedangkan konflik afektif adalah konflik
yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap situasi tertentu.
d. Konflik antar-kelompok.
Konflik antar-kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin
mengejar keinginan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya
konflik yang mungkin terjadi antara bagian produksi dengan bagian
pemasaran.
e. Konflik intra-perusahaan.
Konflik intra-perusahaan meliputi empat sub jenis, yoitu konflik vertikal,
horizontal, lini staf dan konflik peran. Konflik vertikal terjadi antara
manajer dengan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara karyawan atau
departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. Konflik
lini-staf terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf
dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
29
f. Konflik antar-perusahaan.
Konflik antar-perusahaan dapat terjadi karena mereka mempunyai
ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan maupun
distributor. Seberapa jauh konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar
tindakan suatu organisasi menyebabkan adanya dampak negatif terhadap
perusahaan itu, atau mencoba mengendalikan sumber-sumber vital
perusahaan.
3. Faktor-faktor Penyebab Konflik
Dari proses konflik yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik dalam perusahaan
dapat dikelompokkan dalam 3 hal yang utama (Robbins, 2008), yaitu :
a. Komunikasi : yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perpindahan dan
pemahaman ‘makna’ dari satu orang ke orang lain. Hanya dengan
komunikasi segala informasi dan/ atau gagasan dapat disampaikan kepada
pihak lain. Komunikasi yang tidak efektif akan berpotensi menimbulkan
konflik.
b. Struktur : adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang aktivitas atau
operasional kerja dari suatu perusahaan/organisasi itu dalam mencapai
sasaran atau tujuan, secara struktural yang tercipta. Adanya sesuatu yang
mengganggu terlaksananya aktivitas secara sistemik akan menimbulkan
konflik secara struktural.
c. Pribadi : yaitu hal-hal yang ada pada diri pribadi orang per orang, seperti
kepribadian, norma-norma yang dianut, kebiasaan hidup atau budaya. Bila
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
30
orang saling berhubungan atau berinteraksi dapat berpotensi menimbulkan
konflik.
4. Aspek-aspek Konflik Kerja
Menurut Afriansyah (2014), konflik dapat bertindak sebagai kekuatan
untuk meningkatkan kinerja organisasi/perusahaan atau sebaliknya,
menurunkan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari aspek konflik itu
sendiri, yaitu:
1. Konflik Fungsional;
Konflik ini bersifat konstruktif, artinya dapat memperbaiki kualitas
keputusan yang diambil, merangsang kreativitas dan inovasi , mendorong
perhatian dan keingintahuan diantara anggota, dan menjadi saluran yang
merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan ketegangan Konflik
ini penangkal bagi pemikiran kelompok, artinya tidak memberi kesempatan
suatu kelompok secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan
yang diambil, yang mungkin didasarkan pada asumsi yang lemah, atau tidak
relevan. Konflik ini juga menentang status quo dan memunculkan atau
menciptakan gagasan gagasan baru, mengadakan penilaian ulang terhadap
sasaran dan kegiatan perusahaan/organisasi untuk mencapai perubahan.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
31
2. Konflik Disfungsional
Konflik ini terjadi karena adanya salah satu pihak yang tidak
melakukan fungsi sebagaimana yang seharusnya.sehingga akan
mengganggu /menghambat aktivitas secara keseluruhan dengan kata lain
konflik ini akan mengganggu kinerja perusahaan/organisasi secara
keseluruhan. Konsekwensi destruktif konflik ini pada kinerja organisasi
adalah :
a. Timbul oposisi yang tidak terkendali dan memunculkan
ketidakpuasan, sehingga hilang rasa kebersamaan yang pada akhirnya
dapat mendorong rasa untuk menghancurkan orang lain
b. Mengurangi efektivitas organisasi/perusahaan
c. Menghambat komunikasi
d. Mengurangi kekompakan anggota/karyawan
e. Dikalahkannya sasaran/kepentingan bersama, karena pertikaian antar
anggota
f. Menghentikan berfungsinya kelompok berpotensi mengancam
kelangsungan hidup kelompok/organisasi.
Konflik kerja dari aspek fungsional dan disfungsional tersebut,
menurut Rahim yang dikutip oleh Sofiyati dkk (2011), dapat berdampak
secara fungsi dan disfungsi juga. Fungsi diartikan sebagai dampak positif
dan disfungsi dapat diartikan juga sebagai dampak negatif. Berikut adalah
uraian menurut Rahim:
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
32
a. Fungsi Konflik, antara lain :
1) Konflik merangsang inovasi, kreativitas, dan perubahan;
2) Proses pembuatan keputusan dalam organisasi akan terimprovisasi;
3) Solusi alternatif atas satu masalah akan ditemukan;
4) Konflik membawa solusi sinergis bagi masalah bersama;
5) Kinerja individu dan kelompok akan lebih kuat;
6) Individu dan kelompok dipaksa untuk mencari pendekatan baru atas
masalah; dan
7) Individu dan kelompok perlu lebih mengartikulasi dan menjelaskan
posisi mereka.
b. Disfungsi Konflik antara lain adalah:
1) Konflik mengakibatkan job stress, perasaan terbakar, dan
ketidakpuasan;
2) Komunikasi antar inidividu dan kelompok menjadi berkurang;
3) Iklim ketidakpercayaan dan kecurigaan berkembang;
4) Hubungan antar orang tercederai;
5) Kinerja pekerjaan berkurang;
6) Perlawanan atas perubahan meningkat; dan
7) Komitmen dan kesetiaan organisasi akan terpengaruh.
Berangkat dari tulisan di atas, maka konflik kerja memiliki aspek
fungsional yang memberi dampak positif, dan aspek disfungsional yang
memberi dampak negatif. Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa aspek fungsional dapat meningkatkan etos kerja seseorang karena
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
33
dapat memotivasi seseorang untuk bekerja lebih baik. Sebaliknya aspek
fungsional dapat menurunkan etos kerja seseorang karena dapat
menimbulkan kontra produktif sehingga malas bekerja.
5. Indikator-indikator Konflik Kerja
Robbins yang dialihbahasakan oleh Pujaatmaka (1996) yang
dikutip oleh Fauji (2013) membagi konflik menjadi dua aspek: Functional
Conflict (konflik fungsional} yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok dan Dysfunctional Conflict (konflik disfungsional) yaitu konflik
yang merintangi pencapaian tujuan kelompok, berikut indikator konflik
fungsional dan disfungsional sebagai berikut :
1. Konflik fungsional :
a. Bersaing untuk meraih prestasi.
b. Pergerakan positif menuju tujuan.
c. Merangsang kreatifitas dan Inovasi.
d. Dorongan melakukan perubahan..
2. Konflik Disfungsional :
a. Mendominasi diskusi.
b. Tidak senang bekerja dalam kelompok.
c. Benturan kepribadian.
d. Perselisihan antar individu.
e. Ketegangan.
Sementara menurut Umar (2008), indikator-indikator atau hal-hal
untuk mengukur indikasi adanya konflik kerja pada seseorang adalah :
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
34
1. Pengalihan pekerjaan yang tidak disukai; pengalihan kerja yang tidak
sesuai dengan keinginan, bidang keilmuan, keahlian, atau lingkungan kerja
yang tidak cocok, dapat menciptakan konflik dalam diri karyawan.
2. Ketenangan dalam menyelesaikan tugas; ketenangan dalam tugas
mengindikasikan bahwa seseorang tidak memiliki masalah, konflik, dan
dapat berkonsentrasi saat bekerja.
3. Tumpang tindih pekerjaan yang tidak bertanggung jawab; melakukan
pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya dapat menambah beban kerja,
memungkinkan timbulnya masalah job description, dan saling melempar
tanggung jawab dalam bekerja.
4. Kecemburuan sosial dalam bekerja; perbedaan beban kerja, sikap
pimpinan, gaji atau insentif, dapat menimbulkan ketegangan dan
kecemburuan di antara karyawan, sehingga menciptakan konflik dalam
bekerja.
5. Perbedaan tujuan dalam menyelesaikan tugas; perbedaan tersebut antara
lain untuk prestasi, mendapat penghargaan pimpinan, mendapat pujian,
atau sekedar menjalankan tugas dan asal selesai tidak memperhatikan baik
atau tidak tugas yang selesai dikerjakan. Perbedaan tersebut memberi
dampak berbeda pada kinerja karyawan, dan perbedaan ini dapat
menimbulkan konflik.
6. Ketidaklancaran komunikasi: komunikasi yang buruk dalam arti
komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang
terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
35
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan
gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
7. Imbalan dan balas jasa; imbalan dan balas jasa yang diperoleh dari institusi
apabila tidak sesuai atau tidak sebanding dengan beban kerja, jam kerja,
dan kontribusi yang diberikan saat bekerja juga dapat menciptakan konflik
kerja dalam diri seseorang.
Konflik kerja terjadi karena adanya interaksi interpersonal dalam
bekerja di sutu tempat bekerja. Indikator konflik kerja yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pengalihan pekerjaan yang tidak disukai, ketenangan
dalam menyelesaikan tugas, pekerjaan yang tumpang tindih, kecemburuan
sosial, dan ketidaklancaran dalam komunikasi.
C. Kerangka Pemikiran
Terjadinya konflik kerja yang dapat mempengaruhi etos kerja
karyawan tergantung dari reaksi karyawan itu sendiri apabila mereka
beranggapan bahwa konflik kerja ini adalah sebagai tatangan maka mereka
akan lebih kuat dan tahan banting terhadap situasi dan kondisi seperti apapun
begitupun sebalikya. Konflik dapat menjadi positif ketika konflik dapat
mendorong kreativitas, membuat perubahan baru bagi perusahaan, merubah sudut
pandang karyawan, dan mengembangkan kemampuan manusia untuk dapat
menangani perbedaan interpersonal (Azeez, 2010 dalam Afrianzah, 2014).
Apabila konflik di dalam pekerjaan terus menerus menimpa karyawan
maka karyawanpun merasa kurang bergairah dalam melaksanakan pekerjaanya.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
36
Jika di dalam perusahaan karyawan tidak menemukan lagi iklim kerja yang
kondusif maka semangat kerjapun akan menurun. Tetapi semua kembali lagi
pada reaksi karyawan itu bagaimana menanggapi atau menyikapi keadaaan-
keadaaan seperti ini.
Adapun teori yang menyatakan hubungan konflik kerja terhadap etos
kerja mengacu pada teori Mangkunegara (2008) yang menyatakan bahwa etos
kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain beban kerja yang dirasakan
terlalu berat, kualitas pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat,
otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab,
konflik kerja, dan perbedaan nilai antar karyawan dengan pimpinan yang frustasi
dalam kerja. Hubungan antara konflik kerja terhadap etos kerja diteliti oleh
Fauji (2013) yang diperoleh kesimpulan bahwa konflik kerja berpengaruh
signifikan terhadap etos kerja. dan menyatakan bahwa konflik kerja yang
terjadi seperti saling menjatuhkan reputasi antar karyawan menyebabkan
penurunan etos kerja. Berdasarkan dari hasil penelitian Fauji (2013) maka
ditarik kesimpulan bila konflik kerja berhubungan dengan etos kerja.
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis dapat menggambarkan
paradigma penelitian yaitu sebagai berikut :
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
37
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Penelitian
Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok
karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan
dicapai. Konflik atau perbedan merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam
suatu organisasi. Robbin (1996 dalam Sofiyati dkk, 2011) mengatakan konflik
dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan
bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan etos kerja dan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha
untuk meminimalisasikan konflik. Dari pendapat tersebut maka dapat dipahami
bila konflik diminimalisir karena dapat mempengaruhi etos kerja pegawai.
Hasil penelitian Fauji (2013) memperoleh kesimpulan bahwa konflik kerja
berpengaruh signifikan terhadap etos kerja.
Berdasar teori dan hasil penelitian di atas maka disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut :
Konflik kerja
Indikator:
1. Pengalihan pekerjaan yang tidak
disukai
2.Ketenangan dalam menyelesaikan
tugas
3. Tumpang tindih pekerjaan yang
tidak bertanggung jawab
4.Kecemburuan sosial dalam
bekerja
5.Perbedaan tujuan dalam
menyeleseikan tugas
6. Ketidaklancaran komunikasi
7. Imbalan dan balas jasa
Etos kerja
Aspek:
1. Kerja adalah rahmat
2. Kerja adalah amanah
3. Kerja adalah panggilan
4. Kerja adalah aktualisasi
5. Kerja adalah ibadah
6. Kerja adalah seni
7.Kerja adalah kehormatan
8.Kerja adalah pelayanan
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017
38
Terdapat hubungan antara konflik kerja dengan etos kerja.
Semakin rendah konflik kerja maka etos kerja pegawai semakin
tinggi. Dan sebaliknya, semakin tinggi konflik kerja pegawai maka
etos kerja semakin rendah.
Hubungan Konflik Kerja..., Sukhidin, Fakultas Psikologi UMP, 2017